Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KLINIK

URINALISIS

Disusun oleh:
Kelompok 12
III-A Farmasi

M. Ikhlas Permana Dwiyana 31117027


Muhammad Romy Fauzi 31117028
Rendra Suharsono Syahrir 31116033
Sarah Sahila 31117043
Tika Rahmawati 31117047

PROGRAM STUDI SI FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2019
PRAKTIKUM Ke- I

URINALISISIS

A. Hari/Tanggal Praktikum
Kamis, 5 September 2019
B. Tujuan Percobaan
1. Menganalisisis urin secara makroskopik dan mikroskopik dengan menggunakan
carik celup.
2. Menginterpretasikan hasil pengamatan dan menghubungkan dengan kondisi
patologi klinik.
C. Prinsip Percobaan
1. Leukosit : Asam karbonat ester oleh esterase yang terdapat pada
granulosit akan diubah membentuk indoxyl. Indoxyl dioksidasi membentuk
senyawa yang berwarna indigo.
2. Nitrit : Nitrat adanya gram negatif berubah menjadi nitrit. Nitrit
dengan para-arsinic acid dan tetrahydrobenzoquinolin membentuk senyawa yang
berwarna merah.
3. Urobilinogen : Urobilinogen dengan para-aminobenzaldehide dalam suasana
asam akan terbetuk senyawa azo yang berwarna merah.
4. Protein : 3’3’5’5’ tetrachlorofenol-3,4,5,6 tetrabromosulfo-phtalein
(buffer) dengan protein akan membentuk senyawa berwarna hijau muda sampai
hijau tua.
5. pH : Kombinasi indikator methyl red dan bromthymol blue yang
terkandung pada carik memungkinkan perubahan warna carik sesuai dengan pH
urin.
6. Darah : H2O2 oleh peroksidase yang ada pada Hb membentuk O2 dan
H2O. O2 yang terbentuk akan mengoksidasi benzidin (kromogen) membentuk
senyawa berwarna hijau biru.
7. Berat Jenis : Bromthymol blue dengan methyl vinyl ether maleic acid
sodium salt akan memberikan warna pada urin dengan BJ ≥ 0,5.
8. Keton : Natrium nitroprusid sebagai oksidator kuat dengan asam
asetoasetat dan aseton yang bersifat basa membentuk senyawa yang berwarna
violet.
9. Bilirubin : Bilirubin dengan garam diazonium (2-6 diclorobenzene-
diazonium floroborat) dalam suasana asam membentuk azobilirubin yang berwarna
merah violet.
10. Glukosa : D-Glukosa oleh enzimglukosa oksidase diubah menjadi D-
glukonalakton dan H2O2. H2O2 yang terbentuk akan mengoksidasi kromogen
membentuk senyawa berwarna coklat.

D. Dasar Teori
Semua makhluk hidup akan mempertahankan keseimbangan cairan tubuhnya agar
tetap normal. Jika keseimbangan cairan tubuh terganggu, metabolisme tubuh pun akan
terganggu, bahkan mungkin dapat menyebabkan kematian. Cara kerja tubuh untuk
mengatur kandungan air di dalam tubuh disebut osmoregulasi. Keluarnya air urin
merupakan contoh osmoregulasi yang dilakukan oleh tubuh. Volume urin yang keluar
dari tubuh berubah-ubah. Osmoregulasi berkaitan erat dengan proses ekskresi karena
proses ekskresi juga mengeluarkan cairan dari tubuh. Ekskresi adalah pengeluaran zat
sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh salah satu hasil ekskresi adalah urin
(Yusa&Djoko, 2006).
Urin normal berwarna jernih, pH berkisar antara 4,8-7,4, dan berat jenis 1,008-
1,030. Warna kekuning-kuningan karena pengaruh pigmen yang berwarna kuning dan
baunya tidak enak. Air merupakan komponen terbesar dari urin yang di dalamnya
terkandung garam-garam anorganik dan senyawa-senyawa organik. Senyawa-senyawa
anorganik berupa kation: Na+, K+, Ca+2, Mg+2, NH4+, sedikit Fe+3, Cu+2, Zn+2,
sedangkan yang berupa ion anion : Cl-, PO4-3, SO4-2, CO3-2 dan sedikit NO3-. Sebagian
besar senyawa organik yang terdapat dalam urin merupakan sampah dari proses
metabolisme, antara lain ureum, asam urat, kreatin, kreatinin, asam hipurat, indikan,
asam-asam amino, asam-asam organik (asam asetat, asam format, asam butirat, asam
sitrat, asam oksalat, asam laktat, asam glukuronat, asam benzoat). Beberapa enzim
(amilase, tripsin, lipase), beberapa hormon (hormon-hormon kelamin), dan vitamin
(vitamn C, vitamin B1) terdapat juga dalam urin. Urin patologis kemungkinan
mengandung protein, glukosa, aseton, billirubin, urobilinogen, dan urobilin (Sumardjo,
2009).
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin untuk tujuan diagnosis
infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal,
memantau perkembangan penyakit seperti diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi
(hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum (Zuhrawati, 2016).
Percobaan ini dilakukan dengan cara mencelupkan reagent strips urine ke dalam
sampel. Setelah dicelupkan hasil langsung dibaca dengan mencocokkan dengan warna
standar pada reagent strips urine. Reagent strips urine ini secara semikuantitatif
meliputi pengukuran nilai leukosit (120 detik), nitrit (60 detik), urobilinogen (60 detik),
protein (60 detik), pH (60 detik), darah (60 detik), berat jenis (45 detik), keton (40
detik), bilirubin (30 detik), dan glukosa (30 detik), dengan parameter dalam percobaan
ini adalah nilai leukosit, nitrit, urobilinogen, protein, pH, darah dalam urine, berat jenis,
keton, billirubin, dan glukosa.

E. Alat dan Bahan


1. Urin segar
2. Tabung penampung urin
3. Reagen carik celup
4. Sarung tangan
5. Masker
6. Tissue
F. Prosedur kerja

Basahi seleruh Kelebihan urin di ketukan


permukaan reagen carik pada bagian bibir wadah
celup dengan sampel urin, dan kelebihan urin di
urin bagian belakang carik di
hilangkan dengan kertas

Analisis bau dan warna urin Bandingkan warna carik dengan


standar warna yg terdapat pada
leher wadah carik

G. Hasil Pengamatan
G.1 Tabel pengamatan pemeriksaan secara fisik :

No Pengamatan Hasil Pengamatan


1. Warna Kuning jernih
2. Bau Aromatik lemah
3. Kejernihan Jernih

G.2 Tabel pengamatan pemeriksaan secara kimia :

NO Analit yang di Hasil Keterangan


Analisis
1. Glukosa - Tidak ada kerusakan pada glomerulus
2. Bilirubin - Tidak ada kerusakan pada saluran empedu
3. Keton - Tidak ada keracunan keton
4. Darah - Tidak ada hematuria atau rabdomiolisis
5. pH 5,0 ph urin normal dalam rentang 5 - 8
6. Protein 0,15 Terjadi kerusakan pada glomerulus
7. Urobilinogen - Tidak ada infeksi pada hati
8. Nitrit - Tidak ada infeksi bakteri gram negativ
9. Leukosit - Tidak ada infeksi pada saluran ginjal
10. Bobot Jenis 1,020 BJ normal termasuk ke dalam rentang 1005 -
1035

H. Pembahasan

Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pengujian “Urinalisis” dengan metode
Carik Celup (Uji Dipstik). Pemeriksaan urinalisis adalah pemeriksaan penunjang yang
membantu menegakkan diagnosis pada gangguan ginjal dan saluran kemih, maupun
gangguan diluar sistem kemih seperti hati, saluran empedu, pankreas, dan korteks
adrenal (Gandasoebrata, 2010). Tujuan dari dilakukannya pengujian ini yaitu untuk
menganalisisis urin secara makroskopik dan mikroskopik dengan menggunakan carik
celup serta menginterpretasikan hasil pengamatan dan menghubungkan dengan kondisi
patologi klinik. Pemeriksaan urin dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1) pemeriksaan fisik
urin berupa warna, kejernihan, berat jenis, dan bau; (2) pemeriksaan kimia atau uji
dipstik yaitu melihat kadar zat-zat dalam urin yaitu protein, glukosa, keton, eritrosit,
bilirubin, uribilinogen, nitrit, esterase leukosit dan berat jenis spesifik; (3) pemeriksaan
mikroskopik urin untuk melihat sedimen urin (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

Pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan uji dipstik yaitu dengan
menggunakan reagen strip (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Uji kimia yang tersedia pada
reagen strip umumnya adalah pH, protein, glukosa, bilirubin, urobilinogen, berat jenis,
darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase (Mundt dan Shanahan, 2011). Reagen strip
adalah strip berupa plastik tipis yang ditempeli bantalan yang mudah menyerap urin
yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan diperiksa.
Hasil uji dipstik didapat dengan membandigkan warna pada reagen strip dengan
indikator dan dilaporkan secara semikuantitatif yaitu +1, +2, +3, atau +4. Reagen strip
dicelupkan secara menyeluruh kedalam urin lalu ditiriskan dari sisa urin yang masih
menempel pada strip. Tunggu sampai urin dan reagen bereaksi dengan baik dan lakukan
pembacaan hasil (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

Sampel urin yang digunakan adalah urin dari wanita (21) sebanyak ± 10 ml. Sampel
urin yang digunakan untuk uji haruslah dalam keadaan segar. Artinya, reagent
strip langsung dicelupkan ke dalam urin yang baru keluar dari tubuh. Hal ini
dikarenakan kemungkinan urin mengalami perubahan jika tidak segera dilakukan
pengujian. Dimana perubahan ini akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pada
pengujian urinalisis ini dilakukan dua pengujian yaitu secara pemeriksaan fisik urin
berupa warna, kejernihan, dan bau. Serta pengujian yang kedua yaitu pemeriksaan
kimia atau uji dipstik dengan melihat kadar zat-zat dalam urin yaitu protein, glukosa,
keton, darah, pH, bilirubin, uribilinogen, nitrit, esterase leukosit dan berat jenis spesifik.

Hasil yang diperoleh untuk pemeriksan fisik, sampel urin yang diperoleh
mempunyai warna kuning jernih dan beraroma aromatik lemah. Hal ini dikarenakan
untuk urine normal memiliki warna kuning jernih, berbau aromatik lemah, berbobot
jenis1,002-1,040 g/mL dan memiliki nilai pH 4,8-7,8 (Murray dkk. 2014). Pengujian
selanjutnya yaitu pengujian uji dipstick dengan cara mencelupkan strip ke dalam
sampel urin setelah itu dilihat perubahan warna pada kotak-kotak kecil tersebut,
pemeriksaannya meliputi hasil kadar glukosa, bilirubin, ketone, bobot jenis, darah, pH,
protein, urobilinogen, nitrite dan leukosit.
Hasil yang diperoleh untuk pemeriksaan glukosa menunjukkan hasil negative,
dimana jika dihubungkan dengan kondisi patologi klinik tidak adanya kerusakan pada
glomerulus sehingga dapat dikatakan untuk sampel urin yang diuji termasuk urin
normal. Pemeriksaan glukosa pada urin penting dalam mendeteksi dan monitoring
kadar glukosa pada penderita diabetes mellitus. Dalam keadaan normal hampir semua
glukosa difiltrasi glomerulus dan diserap kembali oleh tubulus proksimal (Strasinger
dan Lorenzo, 2008). Pengamatan selanjutnya yaitu bilirubin, hasil yang diperoleh
menunjukkan hasil negative dan jika dihubungkan dengan kondisi patologi klinik tidak
menunjukkan adanya kerusakan pada saluran empedu. Bilirubin adalah pigmen kuning
yang terbentuk dari degradasi hemoglobin. Normalnya usia dari sel darah merah adalah
120 hari, tetapi jika terjadi pemendekan usia sel darah merah maka sel darah merah
tersebut akan dihancurkan di limfa dan hepar dengan memfagosit. Bilirubin yang dapat
dijumpai dalam urin adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan
albumin. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkim (hepatitis infeksiosa, toksik
hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), dan penyakit hati kronis disertai
ikterik (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

Uji dipstik untuk bilirubin urin adalah dengan menggunakan reaksi diazo. Bilirubin
akan bereaksi dengan garam diazonium (2,6-diklorobenzendiazonium-
tetrafluorobonate) pada suasana asam dan menghasilkan azodye yang akan
memperlihatkan perubahan warna dari reagen strip dari warna merah muda sampai
ungu (Hohenberger dan Kimling, 2004). Hasil pemeriksaan bilirubin dapat dilaporkan
sebagai negatif, +1, +2, atau +3 (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

Glukoronide bilirubin + garam diazonium Asam > azodye

Pengamatan selanjutnya yaitu keton, hasil yang diperoleh menunjukkan hasil


negative yang menandakan sampel termasuk urin normal. Benda keton yang dapat
dijumpai di urin adalah aseton, asam asetoasetat, dan beta-hidroksibutirat. Pada urin
normal tidak ditemukan keton karena semua metabolisme lemak menjadi
karbondiaoksida dan air. Badan keton diproduksi untuk menghasilkan energi saat
karbohidrat tidak dapat digunakan atau saat asupan karbohidrat kurang (Strasinger dan
Lorenzo, 2008). Prinsip dari pemeriksaan keton dalam urin adalah dengan prinsip tes
Legal yaitu menggunakan sodium nitroprusid (nitroferrisianida) yang akan bereaksi
dengan keton. Pada reaksi ini, asam asetoasetat pada suasana basa akan bereaksi dan
menghasilkan warna ungu. Tes ini tidak dapat mengidentifikasi beta-hidoksibutirat dan
sedikit sensitif terhadap aseton jika terdapat glisisin (Strasinger dan Lorenzo, 2008;
Hohenberger dan Kimling, 2004).

Aseton asetat + sodium nitroprusid + (glisin) → ungu

Hasil pengamatn untuk darah menunjukkan hasil negative, artinya sampel urin
termasuk normal dan tidak ada hematuria atau rabdomiolisis yang terjadi pada kondisi
patologi klinik pasien. Hematuria berhubungan dengan kerusakan pada ginjal atau
organ genitourinari lainnya yang berdarah akibat trauma atau kerusakan organ lainnya.
Hematuria dapat disebabkan penyakit glomerulus, tumor, trauma, pielonefritis, atau
terapi antikoagulan. Hemoglobinuria terjadi karena lisisnya sel darah merah pada
traktus urinarius, biasanya berasal dari hemolisis intravaskular. Myoglobinuria
dinyatakan jika dalam urin terdapat myoglobin yang menyebabkan urin berwarna
merah kecoklatan dan jernih. Myoglobinuria dapat dihubungkan dengan kerusakan otot
seperti pada trauma, koma yang panjang, peminum alkohol dan penyalahgunaan obat-
obatan (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Prinsip pemeriksaan darah dalam urin adalah
dengan menggunakan pseudoperoksidase dari hemoglobin untuk mempercepat reaksi
antara hidrogen peroksidase dan kromogen tetramethylbenzidine untuk menghasilkan
kromogen teroksidasi yang berwarna hijau kebiruan (Mundt dan Shanahan, 2011).

hemoglobin
H2O2 + kromogen > kromogen teroksidasi + H2O
peroxidase

Urin pagi pada seseorang yang sehat akan menunjukkan pH 5-6 (lebih asam dari
urin lainya) dan dapat menjadi lebih basa bergantung pada makanan yang dikonsumsi
(Strasinger dan Lorenzo, 2008). Hasil pengamatan yang diperoleh untuk pH dari sampel
urin yang diuji yaitu 5,0 dan termasuk kedalam pH urin normal.

Methyl merah + H- → Bromthymol biru-H-


(merah-jingga → kuning) (hijau → biru)

Prinsip dari pengukuran pH pada uji dipstik ini adalah kombinasi indikator methyl
red dan bromthymol blue yang terkandung pada strip memungkinkan perubahan warna
strip dari jingga hingga kuning sesuai dengan pH urin (Sudiono, Iskandar, Halim, et al.,
2006).
Untuk pengamatan protein diperoleh hasil 0,15, diduga kemungkinan adanya
kerusakan pada glomerulus. Normalnya ekskresi protein urin tidak melebihi 150 mg/24
jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Jika kadar protein lebih dari 10 mg/ml
didefinisikan sebagai proteinuria (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Proteinuria dapat
menjadi tanda awal kerusakan pada ginjal dan muncul sebelum gelaja klinis terlihat
(Mundt dan Shanahan, 2011). Sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus
yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan
menggunakan spesimen urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan
strip reagen. Prinsip uji dipstik ini yaitu mendeteksi protein dengan indikator warna
bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap
globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein karena albumin menyerap ion
hidrogen dari indikator (Strasinger dan Lorenzo, 2008).
Hasil yang diperoleh untuk pengamatan urobilinogen menunjukkan hasil negative
yang menunjukkan tidak adanya infeksi pada hati dan sampel urin termasuk urin
normal. Nilai rujukan kadar urobilinogen kurang dari 1 mg/dl yang terdapat dalam urin
masih terbilang normal. Peningkatan urobilinogen diatas 1 mg/dl memperlihatkan
adanya penyakit hepar dan kelainan hemolitik. Nilai urobilinogen dapat menurun
karena oksidasi pada penyimpanan suhu ruangan yang lebih dari dua jam (Mundt dan
Shanahan, 2011). Selanjutnya dilakukan pengamatan hasil untuk kandungan nitrit di
dalam sampel. Hasil yang diperoleh yaitu negatif, artinya tidak ada infeksi bakteri gram
negatif dan tidak terdapat bakteri dalam urin. Di dalam urin orang normal terdapat nitrat
sebagai hasil metabolisme protein, nitrat dapat mengalami reduksi jika terdapat bakteri
dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Sudiono, Iskandar, Halim, et al. 2006).
Contoh bakteri yang biasa terdapat dalam urin adalah Escherichia coli, Enterobakter,
Citrobacter, Klebsiella, dan Proteus. Bakteri-bakteri tersebut megandung enzim
reduktase sehingga mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urin telah berada
dalam kandung kemih minimal 4 jam. Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah
urin pagi yang diperiksa dalam keadaan segar, karena penundaan pemeriksaan dapat
mengakibatkan bakteri berkembangbiak di luar saluran kemih, sehingga nitrit yang
dihasilkan lebih banyak dan mempengaruhi hasil pemeriksaan (Strasinger dan Lorenzo,
2008).

Asam para-arsanilic + NO2 asam > garam Diazonium


Garam diazonium + tetrahydrobenzoquinolin asam > merah muda

Dasar dari reagen strip adalah kemampuan bakteri dalam mereduksi nitrat menjadi
nitrit yang keberadaannya dalam urin adalah tidak normal. Nitrit dideteksi oleh reaksi
Greiss yang pada suasana asam akan bereaksi dengan amine aromatic (para-arsanilic
acid or sulfanilamide) menjadi garam diazonium. Selanjutnya garam diazonium akan
bereaksi dengan tetrahydrobenzoquinolin dan menghasilkan azodye berwarna merah
muda (Strasinger dan Lorenzo, 2008).
Leukosit normal jika dilihat dengan mikroskop adalah sebanyak 0-5 per lapangan
pandang luas. Pada wanita jumlah leukosit bisa lebih tinggi dibanding laki-laki karena
adanya kontaminasi dari vagina. Peningkatan temuan leukosit di urin mengindikasikan
adanya infeksi saluran kemih. Tes ini dapat mendeteksi esterase yang terdapat dalam
sel darah putih granulosit (neutrofil, eosinophil, dan basofil) dan monosit (Strasinger
dan Lorenzo, 2008). Hasil tes leukosit esterase menunjukkan hasil negatif sehingga
dapat dikatakan tidak ada infeksi pada saluran ginjal dan sampel termasuk kedalam urin
normal. Prinsip pada pemeriksaan LE adalah asam karbonat ester yang berasal dari
granulosit akan membentuk indoxyl. Indoxyl akan teroksidasi jika bereaksi dengan
garam diazonium dan membentuk warna ungu (Strasinger dan Lorenzo, 2008).
leukosit
asam indoksil karbonik ester + indoksil > indoksil +
esterase
asam
asam indoksil + garam diazonium > azodye ungu

Pengamatan yang terakhir yaitu bobot jenis sampel yang diuji, hasil pengamtan
menunjukkan bobot jenis yang terukur sebesar 1,020 dan termasuk kedalam BJ normal
dalam rentang 1005 -1035. Nilai BJ urin 1,005- 1.035 masih dianggap normal pada urin
sewaktu dengan fungsi gijal normal. Nilai rujukan untuk urin pagi adalah 1,015 – 1,025,
sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022 dan selama
24 jam bisa mencapai ≥1,026. Nilai BJ yang tidak normal menandakan kerusakan
tubulus dalam memekatkan urin. Nilai BJ urin yang rendah dan persisten menunjukkan
gangguan fungsi reabsorbsi tubulus (Strasinger dan Lorenzo, 2008).

I. Kesimpulan

Dari hasil interpretasi data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel urin
pasien mengandung protein sebesar 0,15 namun masih tergolong normal. Untuk interpretasi
data urin dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan secara kimia (leukosit, nitrit, darah, bilirubin,
urobilinogen, BJ, keton dan glukosa) menunjukkan hasil negative dan masih dalam batas
normal sehingga sampel urin yang diuji termasuk ke dalam urin normal
DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, R.D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up).
Pustaka Populer Obor. Jakarta.
Mochtar Rustam. 1998. Obstetri Fisiologi, Obsterti Patologi. Jakarta : EGC.
Pratama E, dkk. 2016. Pemeriksaan Urinalisis Untuk Menentukan Status Present Kambing
Kacang (Capra Sp.) Di Upt Hewan Coba Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Syiah Kuala. Jurnal Medika Veterinaria. ISSN : 0853-1943.
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Salemba Medika. Jakarta.
Yusa dan Djoko Arisworo. 2006. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Grafindo Media Pratama.
Strasinger, S. K. and Lorenzo, M. S. D. 2008. Urinalysis and Body Fluid. Edisi 5. Philadelphia : F. A.
Davis Company.
Sudiono, H., Iskandar, I., Halim, S.L., Santoso, R. dan Sinsanta. 2006. Urinalisis. Jakarta : Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA.
Mundt, A. L. dan Shanahan, K. 2011. Graff's Textbook of Routine Urinalysis and Body Fluids.
Edisi 2. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins.
Hohenberger, E. F. dan Kimling, H. 2004. Compendium Urinalysis With Test Strips. Canada :
Roche Diagnostics GmbH.
Murray, RK. 2014. Biokimia Harper. Edisi 29. Jakarta: EGC
Gandasoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Edisi 16. Jakarta: Dian Rakyat
TARIGAN OLIVIA NATANIA. 2018. PERBEDAAN HASIL URINALISIS METODE DIPSTIK PADA URIN SEGAR, URIN
SIMPAN 4 JAM SUHU RUANGAN, DAN URIN SIMPAN 4 JAM SUHU 2 0C-8 0C. SKRIPSI TANPA
PEMBAHASAN.pdf (http://digilib.unila.ac.id/30037/16/SKRIPSI%20TANPA%20PEMBAHASAN.pdf)
LAMPIRAN

Metode carik celup Sampel urin segar Proses pemeriksaan urin


menggunakan metode carik
celup

Sesudah di celupkan ke Interpretasi hasil data


sampel urin

Anda mungkin juga menyukai