Anda di halaman 1dari 6

Analisis PEST dalam Pelayanan Publik di Kabupaten Toba

Oleh: Daniel Fernando Meyer Tampubolon - 1806216404

PENDAHULUAN

Berbicara mengenai perubahan tentunya akan berkaitan dengan meninjau konteks sekarang
yang terjadi menuju harapan pada masa mendatang. Pemahaman ini sangatlah mendasar,
mengingat perubahan secara fundamental memiliki tujuan agar konteks masa datang akan lebih
baik dibanding masa kini. Permasalahan-permasalahan yang terjadi selama ini dianalisis secara
mendalam dan komprehensif apa saja sebab dan dampaknya. Dengan keadaan ini diharapkan
mampu mendorong para pemangku kebijakan untuk membuat solusi yang tepat akan permasalahan
yang ingin diselesaikan. Pemilihan solusi juga diharapkan mampu benar-benar menyelesaikan
masalah, bahkan memberikan multiplier effect terhadap masalah-masalah lain. Hal ini pun
berkaitan pula dengan pemilihan masalah-masalah mana yang benar-benar masalah dan mendasar,
sehingga harapannya dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah lainnya.

Kemudian sekarang ini sering disebut zamannya VUCA atau kepanjangan dari Volatility
(volatilitas), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleksitas), dan Ambiguity (ambiguitas)
setiap aktor-aktor yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini dituntut untuk selalu
beradaptasi. Kemampuan beradaptasi merupakan kunci utama manusia agar mampu bertahan atau
survive atas berbagai masalah yang datang silih berganti. Salah satu contoh yang paling relevan
ialah keadaan sekarang, dimana pandemi Covid-19 menuntut kita untuk melakukan kegiatan-
kegiatan dari rumah. Memang tidak semua hal bisa dilakukan dari rumah, tetapi poin dari hal ini
ialah kebersamaan kita untuk mengurangi mobilitas demi mengurangi kasus-kasus aktif ditambah
dengan faktor-faktor lain, seperti vaksinasi, protokol kesehatan, dan sebagainya.

Organisasi publik sebagai salah satu aktor dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga
dituntut untuk mampu melakukan hal yang sama. Apalagi organisasi publik kehadirannya di
tengah-tengah masyarakat sangatlah vital. Misalkan, jika kita bandingkan dengan organisasi
swasta yang sudah memiliki fokus pasar atau konsumen yang ingin dicapai, organisasi publik
dituntut melayani seluruh masyarakat secara umum. Tidak ada istilah target pasar dalam organisasi
publik. Oleh karena itu, organisasi publik harus mampu selalu berkembang, bertumbuh, serta
relevan.
TEORI

Dalam tulisan “The volatile environment of public service organizations” secara ringkas
dijelaskan mengenai analisis PEST. Analisis PEST ini merupakan singkatan dari Political,
Economy, Social, and Technological. Artinya, dalam melakukan analisis atau pemetaan
lingkungan organisasi dimasa volatilitas (cepat berubah) sekarang dapat dilakukan dari keempat
poin besar di atas. Hal ini dimaksudkan agar terdapat cara yang terstruktur dalam menganalisis
faktor lingkungan yang membutuhkan perubahan atau inovasi organisasi. Analisis lingkungan
yang dimaksud ini juga bukan sekedar lingkungan fisik atau alam, tetapi termasuk juga lingkungan
yang dibuat oleh manusia, seperti teknologi.

Secara lebih rinci mengenai PEST ini dapat dilihat melalui penjelasan di bawah ini, antara
lain sebagai berikut:

1. Political Situations. Hal ini berkaitan erat dengan faktor-faktor politik, seperti perubahan
sifat pelayanan publik yang responsif, pengenalan pasar dan kontrak negara yang lebih
menekankan mekanisme pasar daripada hierarki, the new labour government, plural state,
globalisasi dan regionalisasi, serta perubahan kebijakan yang sedang berlangsung (ongoing
policy change)
2. Economic Situations. Hal ini berkaitan erat dengan faktor-faktor ekonomi, seperti situasi
global economy, struktur pendanaan, marketisasi pelayanan publik, serta keberlanjutan
ekonomi.
3. Social Situations. Hal ini berkaitan erat dengan faktor-faktor sosial, seperti penuaan
populasi, perubahan ekspektasi atau harapan pelayanan yang berkualitas dari masyarakat,
inklusi sosial, kebutuhan yang baru dan perubahannya, serta sustainable communities.
4. Technological Situations Hal ini berkaitan erat dengan faktor-faktor teknologi yang
kemudian dibagi lagi menjadi 2, diantaranya sebagai berikut:
a) Hard Technology, terkait dengan struktur dan perlengkapan pelayanan publik.
Misalnya proses administrasi, sistem informasi manajemen, alat penggunaan
masyarakat, serta analisis dan diseminasi informasi.
b) Soft Technology, terkait dengan proses dan skill memberi pelayanan publik. Misalnya
new skills pelayanan publik, akuntabilitas, serta peran profesional.
ANALISIS KASUS: PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN TOBA

Kabupaten Toba baru dimekarkan pada 9 Maret 1999 bersamaan dengan Kabupaten
Mandailing Natal. Kemudian pada tahun 2003 Kabupaten Toba Samosir dimekarkan lagi dengan
bertambahnya Kabupaten Samosir. Dalam tulisan Siboro (2005) dijelaskan bahwa masyarakat
Kabupaten Samosir setelah dimekarkan belum merasakan adanya perbaikan dan peningkatan
kualitas pelayanan publik, baik itu pelayanan administratif maupun substansial. Hal ini juga
kurang lebih dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Toba. Padahal dengan terlaksananya
pemekaran wilayah pada tahun 1999 salah satu harapannya ialah tercipta pelayanan publik yang
lebih baik bagi masyarakat.

Lebih lanjut Siboro (2005) menunjukkan fakta-fakta yang menyebabkan masih rendahnya
kualitas pelayanan publik antara lain ketersediaan sumber daya aparatur dan keuangan masih
rendah yang disebabkan oleh jumlah sumber daya aparatur terbatas, kompetensi aparatur masih
rendah, ketimpangan distribusi pegawai yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, serta
kemampuan Pendapatan Asli Daerah yang masih belum cukup membiayai tugas penyelenggaraan
pelayanan publik. Kemudian saran yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalah ini
diantaranya:

1. Memprioritaskan program peningkatan kualitas dan kompetensi aparatur.


2. Melaksanakan prinsip “The right man in the right place” dalam menempatkan pegawai.
3. Melakukan upaya intensifikasi pendapatan asli daerah dengan pemutakhiran dan
penyempurnaan basis data yang akurat.
4. Melakukan upaya ekstensifikasi pendapatan asli daerah dalam usaha menggali sumber
pendapatan daerah yang baru.
5. Membuat kebijakan partisipatif guna mendorong tumbuhnya peran serta aktif masyarakat
dalam melakukan kontrol pelaksanaan pelayanan publik.

Menurut Siahaan (2012) dalam jurnal mengenai Opini Masyarakat Tobasa terhadap
Kinerja Pemda Tobasa menekankan bahwa masih rendahnya kinerja pemerintah dalam enam
bidang, antara lain pendidikan yang belum berkembang, kesehatan belum maju, pembangunan
infrastruktur belum berjalan, ekonomi rakyat masih rendah, sumber daya alam belum
dimanfaatkan, serta pemerintahan belum berjalan dengan baik. Lalu, Sekretaris Daerah Kabupaten
Toba, Audi Murphy Sitorus, menjelaskan bahwa ASN diharapkan mampu melibatkan diri dan
tanggap dalam mengatasi hal-hal yang mempengaruhi hajat hidup masyarakat tanpa harus
diperintah (Yanto, 2020). Selain itu, pada visi misi calon Bupati dan Wakil Bupati tahun 2021-
2024 banyak yang menyebutkan bahwa “belum mantapnya pelayanan publik”. Hal ini pun
diturunkan dan program unggulan yang disebutkan “Revolusi Pelayanan mewujudkan Pelayanan
yang Ramah, Cepat, dan Berkualitas.” Oleh karena itu, dapat dilihat bersama bahwa kualitas
pelayanan publik di Kabupaten Toba masih sangat rendah.

Jika merujuk pada kerangka teori di atas, permasalahan ini dapat ditinjau dari analisis
PEST. Secara lebih rinci dapat dilihat di bawah ini:

1. Political Situations. Melihat konteks politik di daerah Kabupaten Toba memang kompleks.
Kondisi daerah ini yang berada di sekitar Danau Toba dapat menjadi daya dukung
tersendiri. Namun, seiring berjalannya waktu sejak pemekaran tahun 1999 situasi politik
di daerah ini tidak banyak berubah. Dalam artian siapa pun pemimpin yang berkuasa di
daerah ini, tidak memberikan banyak perubahan dalam pelayanan publik terhadap
masyarakat. Jika dilihat dari poin-poin utama dalam faktor politik ini, seperti sifat
pelayanan publik yang responsif, pengenalan pasar dan kontrak negara yang lebih
menekankan mekanisme pasar daripada hierarki, serta perubahan kebijakan yang sedang
berlangsung (ongoing policy change) masih sangat minim terlaksana.
2. Economy Situations. Konteks perekonomian di Kabupaten Toba masih belum dapat
dikatakan sejahtera. Jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara, Kabupaten Toba termasuk dalam 5 daerah termiskin. Hal ini pun dapat terlihat masih
banyaknya rumah tidak layak huni di beberapa kecamatan. Pada akhirnya konteks
kesejahteraan masyarakat yang masih rendah membawa pemahaman-pemahaman
pelayanan publik modern masih minim. Misalnya, berkaitan dengan marketisasi pelayanan
publik saja tidaklah ada terlaksana di Kabupaten Toba. Alih-alih melakukan marketisasi
pelayanan publik, pemberian akses atau transparansi pelayanan melalui akses
internet/online pun masih sangat minim.
3. Social Situations. Konteks sosial di Kabupaten Toba dapat dilihat dari populasi
masyarakat. Jika merujuk dari data BPS (2016) menunjukkan hampir 50% dari total
populasi masyarakat merupakan masyarakat yang produktif (berusia 20-59 tahun). Hal ini
seharusnya menjadi modal yang besar sesuai juga dengan pemikiran-pemikiran bonus
demografi 2030. Akan tetapi, permasalahan yang sering terjadi ialah kebanyakan
masyarakat memilih merantau untuk bekerja. Alasan-alasan seperti kesesuaian gaji atau
pendapatan dan keinginan untuk berkembang menjadi hal yang harus dicari solusinya.
Sebenarnya tidak sedikit masyarakat yang mau berbakti dan berkontribusi terhadap
Kabupaten Toba. Mereka hanya perlu diberikan kepastian finansial dan pengembangan diri
di daerah Kabupaten Toba.
4. Technology Situations. Salah satu permasalahan Kabupaten Toba ini adalah hal ini. Masih
banyak titik yang blank spot. Artinya, masih banyak lokasi di Kabupaten Toba yang tidak
tersentuh oleh sinyal komunikasi, sehingga pada akhirnya sulit melakukan komunikasi
terhadap masyarakat yang berada pada daerah ini. Di sisi lain ketersediaan internet juga
masih sangat minim. Misalnya saja di ibukota kabupaten, yakni Balige masih banyak
ditemukan titik yang tidak terjangkau jaringan WiFi, jaringan yang lemah, dan sebagainya.
Hal ini pada akhirnya membawa dampak terhadap permintaan pelayanan publik yang tidak
digital. Masyarakat pada akhirnya juga hanya disediakan pelayanan publik secara fisik atau
datang langsung ke kantor pemerintahan. Contoh lain yang menarik ialah pada saat penulis
mencari tulisan tentang kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik menemukan file
dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Namun, file tersebut tidak ada
pembahasannya, hanya berisikan metodologi, pengumpulan data, serta pengolahan,
penyajian dan analisis data.

Melalui analisis singkat dari situasi politik, ekonomi, sosial, dan teknologi (PEST) di atas
dapat dilihat bahwa masih minimnya kualitas pelayanan publik. Baik dari sisi pemerintah dan
masyarakat memiliki permasalahan tersendiri yang mengakibatkan hal ini. Maka ke depannya
penulis berharap dan optimis masalah-masalah tersebut dapat terselesaikan secara perlahan dan
pasti. Dukungan dan keterlibatan dari pemerintah pusat, provinsi, swasta, dan sebagainya
merupakan hal yang harus ditekankan dan diimplementasikan. Semoga analisis singkat ini dapat
berkontribusi meningkatkan pemahaman kita bersama terhadap daerah-daerah di Indonesia dalam
melakukan pelayanan publik.
DAFTAR PUSTAKA

Bahan Perkuliahan Pertemuan 5.

BPS Toba Samosir. (2016). Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur. Diakses dari:
https://tobasamosirkab.bps.go.id/statictable/2018/01/03/283/jumlah-penduduk-menurut-
kelompok-umur-2016.html

Osborne, Stephen P. Kerry Brown. (2005). Managing Change and Innovation in Public Service
Organization. New York: Routledge.

Siboro, Ombang, (2005). Kesiapan Kabupaten Samosir sebagai Kabupaten Baru dalam
Melaksanakan Pelayanan Publik: Analisa Kesiapan Faktor Sumber Daya Aparatur dan
Faktor Keuangan. Diakses dari: http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/27659

Yanto, Noor. (2020). Penyelenggaraan Konsultasi Publik di Lingkungan Pemerintahan


Kabupaten Toba Samosir. Diakses dari:
https://infopublik.id/kategori/nusantara/401194/penyelenggaraan-konsultasi-publik-di-
lingkungan-pemerintah-kabupaten-toba-samosir

Anda mungkin juga menyukai