Anda di halaman 1dari 4

Tugas Ilustrasi Cerpen

Nama : Verensia Juan Akyani


NIM : K3219075
Kelas :C
Mata Kuliah : Ilustrasi
Dosen Pengampu : Endang Widyastuti

Iva dan Ibu Tiri


Pagi itu Iva bangun kepagian. Hari baru pukul empat lewat
10 menit. Suasan sunyi. Kepalanya agak pening dan perutnya
lapar. Perasaan Iva tidak enak. la sendiri di kamar, merasa
sangat kesepian. Kalaulah Mama masih hidup, pasti Iva bisa
membangunkan Mama dan minta dimasakkan mi instan. Tetapi
Mama sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Tepatnya ketika Iva
duduk di kelas 3 SD. Sekarang Iva sudah kelas 5. Dua bulan
yang lalu Iva mendapat ibu baru, yang dipanggilnya: Mami Ti.
Sekarang Mami Ti dan Papa masih tidur. Tak mungkin Iva
membangunkan Mami Ti. Waktu Mami Ti mau datang, Papa sudah
berpesan agar Iva dan Eli bersikap baik dan jangan
menyusahkan Mami Ti. Iva masih berbaring. Kemudian berlutut
dan berdoa. Sudah itu, ia berbaring lagi. Adiknya Eli, juga
masih nyenyak tidur di kamar sebelah. Sejak Mami Ti datang
mereka mendapat kamar sendiri-sendiri. Dulu Eli dan Iva
sekamar, sedangkan kamar satu lagi adalah kamar Mas Doni.
Tapi dua bulan yang lalu ketika libur besar, Mas Doni mulai
tinggal di rumah Oma, ibu dari Mama. Kata ayah, SMP Negeri
15 lebih dekat jaraknya dari rumah Oma. Selain itu, baik
juga ada seorang laki-laki di rumah Oma karena Oma tinggal
berdua dengan Tante Susi. Itu kata Papa.Tapi menurut Doni
dia "disingkirkan" karena dia menentang Papa menikah dengan
Mami Ti. Dia tak rela tempat Mama digantikan oleh Mami
Ti.Tapi, ia senang tinggal di rumah Oma, walaupun ia sering
rindu pada Iva dan Eli. Juga, di sana sepi karena tak ada
adik seperti Iva dan Eli yang bisa diganggu. Ketika Mama
baru meninggal, Eli amat dekat dengan Iva. Ketika itu Eli
baru duduk di TK C. Sekarang ia sudah kelas 2. Iva amat
menyayanginya dan berusaha menyenangkan hati adiknya. Waktu
itu juga ada Bu Amah, pembantu mereka yang sudah bekerja 10
tahun lamanya, sejak Mas Doni masih bayi. Sesudah Mama
meninggal, Bu Amah mengasuh mereka sebaik-baiknya. Mereka
dibuatkan masakan dan kue kesukaan, dikerok kalau sakit,
diingatkan belajar dan dibangunkan setiap pagi. Bahkan bila
ulangan mereka dapat bagus, Bu Amah membelikan hadiah kecil.
Saat-saat yang berat sesudah Mama meninggal menjadi lebih
ringan karena perhatian Bu Amah yang demikian besar.
Sekarang sejak Mami Ti datang, Bu Amah tidak bekerja lagi.
Ada pembantu baru, Mbak Sumi namanya. Tapi ia jauh berbeda
dengan Bu Amah, la hanya sekedar pembantu rumah tangga yang
melakukan tugas yang dibebankan padanya. Iva menghela napas.
Mama tak ada, Mas Doni juga, Papa sibuk dengan pekerjaan
dan Mami Ti. Dan Eli juga tak begitu dekat lagi dengan Iva.
Eli malah lebih dekat dengan Mami Ti sekarang. Soalnya Mami
Ti itu penjahit dan Eli suka baju baru. Setiap hari Eli dan
kawan-kawannya sibuk bermain boneka dan perca-perca kain.
Setiap hari Mami Ti menyisirkan rambut Eli, kadang
mengepang, menguncir dan memakaikan pita, jepitan atau
bando. Pokoknya Eli yang kenes itu senang dan bangga punya
mami baru. Sekarang Eli punya ibu seperti kawan-kawan yang
lain. "Mungkin lebih baik bila aku tinggal di rumah Oma
bersama Mas Doni!" pikir Iva. Tapi, apakah Oma setuju dan
Papa mengizinkan? Kokok ayam terdengar bersahut-sahutan.
Sudah terdengar kesibukan di dapur. Mami Ti dan Mbak Sum
sudah bangun. Iva juga sudah bangun, mandi dan bersiap-siap
ke sekolah. Kepalanya masih pening. Tapi Iva tak mau
tinggal di rumah. Waktu Mami Ti baru datang, tiga hari Iva
sakit. Papa memberinya obat. Esoknya Iva sembuh dan berkata,
"Surat keterangan untuk Bu Guru, Pa!" "Minta sama Mami!"
begitu kata Papa. Lalu Iva menunggu Mami Ti membuat surat.
Duh, lamanya sampai-sampai Iva terlambat ke sekolah. Kalau
dulu Iva sakit, esok paginya Mama sudah siap dengan surat
untuk Bu Guru. Di meja makan Iva masih murung. Rasa
laparnya mendadak lenyap ketika melihat hidangan sarapan
pagi. Segelas susu, nasi dan telur tim. liihh, telur lunak
seperti itu Iva tak pernah makan. Mama tidak pernah memasak
telur tim. Apalagi di atasnya ada daun bawang. Dan Iva tak
suka daun bawang. Iva makan dua suap saja. Kepalanya tambah
pening, susu pun hanya diminumnya sedikit. Papa membaca
koran di beranda. Eli makan dengan lahap sambil terus
berceloteh tentang baju baru pakai rompi yang akan
dijahitkan Mami Ti. "Makanmu sedikit sekali, Iva. Habiskan
susumu!" kata Mami Ti. "Sudah kenyang. Nanti saja sepulang
sekolah!" kata Iva, lalu memasukkan gelas susu ke lemari es.
"Nanti sakit kalau sarapan pagi hanya sedikit!" kata Mami.
Iva diam saja. Dalam hati Iva berkata, "Memang aku sedang
sakit. Kamu saja tidak tahu." Dulu Mama selalu tahu kalau
Iva sedang sakit. Kalau Iva murung pasti ditanya sebabnya.
Kata kawan-kawannya Iva sekarang kurus dan murung. Ya,
habis bagaimana? Rasanya hidup Iva tidak enak sekarang.
Banyak hal yang berubah. Sekarang tak ada lagi yang
membuatkan tahu dan bumbu kacang tanah kesukaan Iva. Dan
kadang-kadang masakan Mami Ti Iva tidak suka. Iva pun tak
bisa bicara dengan Mami Ti seperti dulu Iva cerita apa saja
pada Mama. Mami Ti sering sibuk dengan tamu-tamu yang
mengantar jahitan atau mengepas baju. Lagi pula entah
mengapa Iva juga segan bercerita. Minggu lalu mereka pergi
ke pantai. Papa, Mami Ti, dan Eli berenang, sedangkan Iva
duduk di tikar. Iva tidak bisa berenang dan tidak berminat.
Papa dan Eli juga tidak bisa berenang, tapi mereka main air
dengan gembira. Dan nanti setiap Minggu mereka akan belajar
di kolam renang. Dulu Mama suka bermain organ dan Iva
menyanyi. Atau Iva yang bermain organ dan Mama yang
menyanyi. Sekarang Iva bermain organ sendiri. Dan Iva malas
menyanyi. Akhirnya pagi itu Iva pergi ke sekolah. Hatinya
amat gundah. Dalam mobil jemputan dia diam saja. Tak
dihiraukannya anak-anak yang sibuk mengobrol. Iva baru
ingat seharusnya dia minta izin pergi ke rumah Oma sepulang
dari sekolah. Bercakap-cakap dengan Oma dan Doni mungkin
menyenangkan. Di jalan, kepalanya makin pening dan terasa
berat. la ingin tidur. Dirabanya keningnya, panas. Mobil
terus meluncur menuju ke sekolah. Apa yang terjadi kemudian?
Apakah Mami Ti itu ibu tiri yang baik? Apakah niat Iva
untuk tinggal di rumah Oma terkabul? (Bersambung)

Cerita oleh: Ny. Widya Suwarna


Ilustrasi Cerpen Iva dan Ibu Tiri

Anda mungkin juga menyukai