Anda di halaman 1dari 5

PESAN AYAH UNTUK AISYAH

“Aisy”,panggil seorang ayah kepada putri sulungnya. Putri dari tiga bersaudara itupun
menyahut panggilan ayahnya. “Ya, ayah. Aisyah mau selesai kok”, sahut gadis berusia
15tahun itu sambil membereskan pot-pot yang telah ia isi dengan berbagai tanaman yang ia
dapat dari bibinya. Sambil berlari menuju sang ayah. Ayahnya pun bekata,”kamu lihat,
sekarang sudah jam 15.45 cepat mandi! Lalu segera antarkan kue pesanan Bu Romlah keburu
hujan nanti” perintah sang ayah yang akrab disapa Bapak Anam tersebut. Dengan sigap
Aisyah segera berlari mengambil handuknya.

Pukul setengah lima, Aisyah siap berangkat memenuhi perintah sang ayah dengan
mengendarai sepeda mini pemberian kakeknya sebagai hadiah karena ia menang lomba
CCAI saat kelas 8 MTs. Aisyah melaksanakannnya dengan senang hati, ia paling tidak berani
kalau orang tuanya sedang berbicara namun ia menyela atau bahkan membantahnya.
Aisyah sekarang sedang mengenyam bangku pendidikan akhir di salah satu MTs tempat ia
tinggal. Seorang adik laki-lakinya yang bernama Hisyam sedang mondok di daerah Tuban
dengan ndherek di dalem sambil menuntut ilmu umum di MTs kelas VII. Adik terkecilnya
Fatimah masih hendak menduduki bangku sekolah dasar beberapa bulan lagi setelah Aisyah
duduk di bangku sekolah menengah atas.

Ayah dan ibu Aisyah menyempatkan waktu untuk berbincang-bincang kala sore itu.
“Bu, bagaimana tentang kelanjutan pendidikan Aisyah? Mau disekolahkan dimana? Tanya
laki-laki berusia 40 tahunan itu. “ iya yah, ibu juga masih bingung tapi ibu inginnya Aisy
sekolah di SMADA atau MAN yang terletak di kota. Dia termasuk anak yang pandai yah”,
jawab seorang ibu dengan sapaan Ibu Rina tersebut. “ Ayah inginnya juga begitu, tapi
keuangan. . .”belum sempat sang ayah melanjutkan pendapatnya. Tiba-tiba mereka
dikejutkan oleh suara si putri bungsunya, ”Assalamu’alaikum”, tukas Fatimah dengan wajah
ceria setelah pulang dari TPA diikuti Aisyah yang menjemputnya. “ Eh, adek sudah pulang.
Nampaknya adek bahagia sekali? Tanya sang ibu yang tampak heran dengan tingkah
Fatimah. “ ya ibu, bagaimana Fatim tidak senang. Fatim kan mau disekolahkan di SDI. Ya
kan yah,” perkataan yang keluar dari bibir mungil Fatimah sontak membuat orang tuanya
kaget.
“ Fatim, sekarang mandi dulu ya biar wangi, Aisy sini nak ibu dan ayah mau bicara,”
perintah Ibu Rina kepada putri- putrinya. Aisyah pun mendekat dan Fatimah bergegas ke
menuju ke kamar mandi. “ Aisy, kan sekarang sudah mau ujian kelulusan. Aisyah belajarlah
yang rajin,ibu dan ayah berharap Aisy mendapat hasil yang maksimal” ucap sang ibu dengan
nada lemah lembut. “ Iya bu, Aamiin... Insya Allah Aisya akan berusaha semaksimal
mungkin. Ibu dan ayah tolong do’akan ya.” Tutur Aisyah penuh harap. “iya nak, orang tua
selalu mendo’akan yang terbaik bagi anaknya. Oh, ya Aisy bagaimana tentang kelanjutan
studimu? Tanya sang ibu kepada putrinya yang hobi main skipping itu. “ saya menurut ibu
dan ayah saja “ kata Aisyah menjawab pertanyaan ibunya. “ iya sudah Aisy, ayo siap- siap
sholat. Yah, sudah jam setengah 6 ndak ke masjid?” tanya ibu kepada pak Anam yang sejak
tadi bergelut dengan kitab- kitabnya lalu menjawab “ lo, cepat sekali ya bu. Perasaan baru
saja ayah duduk. Ya sudah tak kekamar mandi sulu. Samean tolong ambilkan kopiah bapak”.
Sebenarnya Aisyah ingin sekali bersekolah di SMADA karena disana ada suatu pengajaran
yang berbeda dengan sekolah- sekolah yaitu dengan mempergunakan bahasa Inggris untuk
bahasa percakapan sehari- hari. Akan tetapi ia tak tega menyampaikan angan yang terpendam
sejak lama itu. Ia tak ingin menambah beban orang tuanya.

Habis sholat maghrib Aisyah dan adiknya mengaji hingga menjelaangshoalt isya’.
Ayahnya akan pulang sekitar pukul 8 malam. Bapak Anam biasanya nderes di masjid atau
kadang saking lelahnya beliau beristirahat saja setelah seharian bertani sambil menunggu
waktu sholat isya’.

Setelah Aisyah sholat bersama ibu dan adiknya. Ia belajar hingga malam larut.namun
terkadang ketika diintip oleh sang ibu ia sudah telelap dan buku masih terbuka di sisi
kepalanya. Ibunya akan merebahkan badannya bilamana putrinya itu telah terlelap.
Pukul 2.30 Aisyah beserta orang tuanya terjaga dari tidurya dan melaksanakan qiyamul
lail. Ini merupakan agenda harian yang wajib dilaksanakan keluarga ini. Ketika jarum pendek
menuju angka 4 sang ayah pergi ke masjid. Tinggallah Aisyah dengan ibunya bersiap- siap
untuk mendirikan sholat shubuh. Ibu Rina turun dari tempat sholat lebih dulu lau
membangunkan Fatimah agar melaksanakan sholat shubuh lalu memasak makanan untu
sarapan. Setelah pukul 5 Aisyah pun turun dari tempat sholat lalu menyiapkan pelengkapan
sekolahnya. Pukul 6 lebih 40 menit Aisyah sudah siap dengan sepedanya hendak berangkat
sekolah setelah sarapan oagi dan berpamitan kepada orang tua serta adiknya.
Jarak sekolah Aisyah sekitar 5 km dari rumahnya. Ia pun harus mengayuh sepeda lebih
cepat bila tidak ingin berdiri di tengah lapangan basket untuk yangke sekian kalinya. Pukul 2
siang ia akan berlelah- lelah ria bersama kawan- kawannya pulang dengan sepeda mereka
masing- masing. Pada waktu sebelum dimulai pembelajaran, diberitahukan oleh gurunya
bahwa Ujian Akhir Sekolah akan dimulai dua bulan lagi. Mulai saat itu Aisyah pun lebih giat
belajar.
Tepat hari senin pagi ujian akhir sekolah dimulai. Dengan penuh kepercayaanpad diri
sendiri pengerjaan soal ujian dihadapi Aisya serta tak lupa memanjatkan do’a kepada Allah
SWT..
Tiga minggu kemudian hasil ujian pun diumumkan. Dan Aisyah dinyatakan telah lulus.
Ketika diadakan perpishan di sekolahnya Aisyah dipanggil ke panggung untuk menerima
trofi karena ia mendapat juara 2 di sekolahannya. Orang tuanya pun semakin berbangga hati
karenanya.
Dengan keputusan yang cukup matang, orang tua Aisyah menyekolahkannya di suatu
Yayasan Pendidikan Islam di Pare. Disini anak yang terbilang pandai akan mendapatkan
pendidikan gratis tanpa ditarik biaya sepeser pun untuk pendidikan di jenjang Madrasah
Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah. Meskipun sekolahnya masih tergolong swasta namun
telah ada alumni dari MA tersebut yang pernah mengikuti lomba tingkat se-Asia Tenggara.
Aisyah akan menimba ilmu ilmu umum dan agama di yayasan inI. Lingkungan pondok yang
telah diangan-angan Aisyah sejak ia lulus dari SD dulu.

Hari yang begitu cerah bagi Aisyah pun tiba, tepatnya hari senin. Hari pertama bagi
Aisyah dengan semangat barunya untuk bersekolah di MA yang berjarak sekitar 18 km dari
tempat keluarganya bernaung. “semoga berkah Ya Allah, Bismillahirrahmanirrahim.”
Gumam Aisyah dalam hatinya.

Setelah menjalani serangkaian kegiatan MOS, ia sudah cukup beradaptasi dengan


keadaan sekolahnya. Ia berniat mengikuti ekstrakurikuler PMR di sekolahnya. Tiap hari
sebelum berangkat menuntut ilmu, Aisyah mendirikan sholat dluha terlebih dahulu berharap
Allah memberkahinya. Tak ubahnya seperti teman-temannya hari libur sekolah dan mengaji
adalah saat yang cukup disenanginya. Meskipun pondok dan MA nya adalah satu yayasan,
namun berjarak 1 km diantara keduanya.

Pernah ketika hari kamis kala itu, ketika gerbang MA telah ditutup Aisyah baru tiba di
sekolah. Ada 2 siswi dan beberapa siswa lainnya yang juga akan menemani Aisyah menjalani
hukuman nantinya. Aisyah serta murid- murid lain yang terlambat, disuruh membentuk
barisan di tengahlapangan. Sekitar 25 menit, guru piket yang menghukumnya hari itu
menyudahi hukuman bagi mereka. Namun belum kapoknya Aisyah untuk dihukum, dua
minggu kemudian ia terlambat lagi dan disuruh membersihkan rumput dan mengangkatnya
untuk dibuang ke tempat sampah serta membersihkan dalem.
Satu tahun berlalu, setelah Aisyah memutuskan untuk menjadikan kota Pare sebagai
naungan ilmunya. Kini ia telah duduk di bangku kelas XI. Dua trofi telah ia sumbangkan bagi
sekolahnya. Ada suatu pengalaman yang membuat Aisyah sebal saat kelas XI dengan jurusan
IPA itu. Aisyah sedang duduk sendiri di depan kelas. Ia diminta keluar oleh gurunya. Bukan
karena ia sedang menjalani hukuman tapi tersebab ia tak harus menjalani remidi suatu
pelajaran eksak. Fahri ,siswa kelas XII berturut-turut menyindirnya karena Aisyah yang
berada di luar kelas kala itu seperti sedang dikeluarkan oleh gurunya. Aisyah yang terus-
terusan disindir hanya terdiam lalu memilih masuk ke kelas dengan izin sang guru. Begitulah
Aisyah, ia paling tidak senang bilamana ada laki-laki di dekatnya untuk urusan yang tidak
penting.

Menginjak tahun ketiga Aisyah di MA ia ditunjuk sebagai perwakilan sekolah dalam


acara “Science of The Week” di Malang.namun duka datang menyelinap di kehidupannya.
Ayahnya sedang terbaring lemah di rumah sakit. Perasaan bingung sedih bercampur jadi satu.
Bagaimana ia tidak kalut, sebelum mengikuti lomba selam seminggu, ia pulangke desa untuk
meminta do’a restu orang tuanya dan baru3 hari ia di Malang, dikabarkan padanya bahwa
ayahnya sedang sakit keras. Setelah seminggu mengikuti lomba, sebelum kembali ke yayasan
ia pamit kepada guru yang mengantarkan ia lomba untuk izin pulang. Meskipun dalam lomba
kali ini, ia pulang belum membawa trofi, namun ia masuk peringkat 10 besar.

Setelah tiba di rumah sakit,ia mencium tangan ayahnya denagn sangat ia pun
menitikkan air matanya kala melihat kondisi sang ayah. Ia senantiasa mendampingi ayahnya
saat di rumah sakit. Seminggu lamanya ia rela izin meninggalkan kegiatan sekolahnya.
Hingga ketika dalam balutan suasana pagi, hari jum’at ketika itu hanya Aisyah yang
menunggui ayahnya. Ibu dan adik-adiknya pulang lebih dulu untuk memberi makan ayam
dan sapi di rumah.sang ayah memanggilnya lau ia mendekat kepada ayahnya,” Aisy,kamu.
.kamu ndak lihat ayah bahagia?”ucap pak Anam lemah. “iya ayah, Aisy ingin ayah dan ibu
bahagia ” jawab Aisy dengan mata berkaca-kaca. “Ayah ingin Aisy kelak jadi orang sukses.
Ayah sayang sekali sama Aisy,ibu,Fatim, dan Hisyam jaga mereka ya nak” tutur sang ayah
dengan suara yangmakin melemah. Aisyah pun tak kuasa menahan airmatanya seraya
berkata,” Insya Allah Ayah, Aisy sangat sayng ayah,ibu, dan adik-adik. Ayah Aisya seraya
bersyahadat dengan nafasnya yang semakin terputu-putus. Tumpahan airmata Aisya semakin
tak terbendung. Lau ia membisikkan dua kalimah syahadat bagi ayahnya. Hingga akhirnya
sang ayah melafalkan syahadat untuk terakhir kalinya. Aisyah lemah tak berdaya tak sampai
kuat ia berdiri. Dan suster yang membawa makan untuk sang ayah segera memberitahukan
hal ini kepada dokter. Lalu Aisya bersama ayahnya pulang denganAmbulan. Ibu, fatimah,
dan Hisyam menangis sejadi-jadinya. Bahkan Ibu Rina sempat pingsan berkali-kali.

Tujuh hari berselang setelah kepergian sang ayah tercinta. Aisyah kembali bersekolah.
Telah dua minggu ia tidak mengenakan seragm sekolah. Kini Aisyah telah duduk di kels XII
IPA. Ia semakin giat belajar lagi karena ujian akhir sekolah telah di depan mata. Ia juga tak
ingin mengecewakan sang ayah akan nasehat yang diberiakn kepadanya. Di pondok, Aisyah
dilatih menghafadz Al-Qur’an. Ia ingin menjadi wanita yang cerdas lagi sholihah seperti
idolanya yaitu Siti Aisyah ra.

Hingga hari senin tiba untuk menjalani UAS. Sebelumnya seminggu yang lalu Aisyah
telah pulang ke desa untuk menziarahi makam ayahnya dan meminta do’a restu ibunya. Sujud
syukur ia lakukan karena kelulusan telah ada di genggamannya setelah tiga minggu lamanya
menunggu hasil tersebut. Guru di pondoknya menyarankan untuk mengikuti tes akan
beasiswa kuliah di Turki. Sambil menunggu hasilnya ia kembali ke desa membantu sang ibu.
Hampir dua minggu setelah tes Aisyah laksanakan hasilnya pun diberikan. Ia lulus dan bulan
depan ia akan berangkat ke universitas di Turki. Sang ibu dan adik-adiknya pun gembira
mendengar kabar tersebut. Aisyah pun berpamitan kepada keluarganya.

Empat tahun Aisyah menimba ilmu di Mesir, ia ditempatkan sebagi guru di salah satu
MAN di kota tempat ia tinggal. Ia pun sekarang menjadi tulang punggung bagi keluarganya.
Kini Hisyam sedang kuliah di Kairo dengan perantara beasiswa dan Fatimah duduk di
bangku MTs Negeri di daerah Jombang.

Satu tahun Aisyah mengajar ia memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya dengan
seorang laki-laki pilihan pamannya. Seorang anak kyai dari daerah Jawa Tengah. Usaha
Aisyah untuk melaksanakan dawuh ayahnya semakin nampak. Ia selalu berdo’a dan
memanjatkan syukur kepasa Sang Maha Kuasa atas segala karunia yang Allah anugerahkan
bagi hamba-hamba-Nya yang sabar dan berusaha.

Anda mungkin juga menyukai