Anda di halaman 1dari 28

PERTEMUAN KE - 6

TEORI BIAYA PRODUKSI

Pada bab lima, kita telah membahas tentang teori produksi, di mana telah
dibahas kombinasi input-input dalam upaya untuk memaksimumkan output yang
dihasilkan oleh perusahaan. Pada bagi ini kita akan membicarakan tentang biaya
produksi. Dalam bab ini paling tidak kita akan membicarakan tentang bagaimana
perusahaan memilih input-input yang akan digunakan untuk menghasilkan output
tertentu dengan biaya yang paling rendah, dan bagaimana perusahaan meminimisasi
biaya baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

6.1. Konsep Biaya

Sebelum kita membahasa tentang teori biaya, terlebih dahulu kita


akan membicarakan tentang beberapa konsep biaya. Paling tidak
Nicholson (1991) membagi biaya dalam tiga ko nsep yaitu; biaya
kesempatan, biaya akuntansi dan biaya ekonomis. Umumnya para
ekonom menganggap bahwa konsep biaya terpenting dari ketiganya
adalah biaya kesempatan. Telah dijelaskan bahwa, karena keterbatasan
sumber daya, maka setiap keputusan dalam pere konomian untuk
memproduksi suatu atau beberapa barang, maka mengharuskan untuk
tidak memproduksi barang lain. Misalnya pada saat memutuskan untuk
memproduksi tempat tidur, maka keputusan inplisit telah dibuat untuk
tidak memproduksi kursi, yang diproduksi dengan menggunakan tenaga
kerja, kayu yang dipergunakan untuk memproduksi tempat tidur. Oleh
karena kita menyatakan biaya kesempatan dalam bentuk fisik, maka
sering kali tidak gampang, karena itu biasanya dipakai dalam bentuk
satuan moneter.
Pada kenyataannya harga sebuah tempat tidur mungkin cukup
untuk mencerminkan barang-barang yang dikorbankan untuk
memproduksi tempat tidur. Apabila hal tersebut benar adanya, maka kita
dapat mengatakan bahwa biaya kesempatan untuk memproduksi satu
tempat tidur misalnya Rp.1 juta dalam bentuk barang lainnya. Akan
tetapi hal tersebut tidak selalu berlaku. Apabila misalnya tempat tidur
diproduksi dengan sumber daya yang tidak dapat digunakan untuk
memproduksi kursi atau barang lainnya, maka biaya kesempatan dalam
memproduksi tempat tidur adalah nol.

Biaya Modal
Dalam konteks biaya modal terdapat dua konsep yang memiliki perbedaan
besar. Dalam perhitungan biaya modal, para akuntan menggunakan harga historis dari
pada barang modal misalnya mesin dan peralatan tertentu yang sedang diteliti dan
menggunakan aturan depresiasi yang dipilih, untuk menetapkan bahwa beberapa dari
harga mesin itu semula yang akan dikenakan sebagai biaya lancar. Sementara para
ekonom memandang harga historis dari sebuah mesin atau beralatan sebagai sebuah
biaya hangus yang tidak relevan dalam proses produksi.
Ekonom memandang biaya sebagai biaya implisit atas se buah mesin yang
rela dibayarkan oleh seseorang untuk menggunakan mesin tersebut. Oleh karena itu
biaya satu jam mesin merupakan tingkat sewa untuk mesin itu sendiri, perusahaan
secara implisit melepaskan tingkat sewa untuk mesin tersebut dalam penggunaan
alternatifnya yang terbaik. Dengan melanjutkan penggunaan mesin itu sendiri, maka
perusahaan secara implisit melepaskan tingkat sewa yang rela dibayarkan orang lain
untuk menggunakan mesin tersebut.

Biaya Tenaga Kerja


Para akuntan dan ekonom memandang biaya tenaga kerja dengan cara sama.
Para akuntan memandang pengeluaran untuk tenaga kerja sebagai biaya lancar dan
merupakan biaya produksi. Sementara para ekonom memandang biaya tenaga kerja
sebagai biaya eksplisit. Dalam konteks bahwa jasa tenaga kerja dikontrak dengan
tingkat upah per jam atau per hari (w) tertentu, dan umumnya diasumsikan bahwa hal
ini merupakan jumlah terbaik yang dapat diperoleh atas jasa tenaga kerja dalam
pekerjaan alternatif mereka.

Biaya Jasa Kewirausahaan


Pemilik sebuah perusahaan adalah merupakan orang yang berhak atas apa
tersisa atas semua pendapatan atau kerugian yang terjadi setelah mereka membayar
semua biaya masukan. Bagi akuntan hal tersebut disebut laba atau keuntungan (dapat
positif atau negatif). Sementara para ekonom menanyakan bahwa apakah pemilik
tersebut (wiraswastawan) juga menghadapi biaya kesempatan dengan keterlibatannya
pada bisnis tertentu. Apabila hal tersebut terjadi, maka jasa wiraswastawan harus
dipandang sebagai masukan bagi suatu perusahaan. Misalkan seorang programmer
komputer dengan keterampilan yang mereka punyai, memulai suatu usaha perangkat
lunak dengan gagasan untuk menyimpan setiap laba (dalam pandangan akuntan) yang
dapat dihasilkan. Jadi waktu pembuatan program tersebut adalah masukan bagi
perusahaan, dan tentunya biaya tertentu harus dikaitkan dengannya.
Kemungkinan upah yang diterima oleh programmer tersebut apabila ia
bekerja pada orang lain dapat dipergunakan untuk tujuan ini. Dengan demikian
beberapa bagian dari laba akuntansi yang diterima oleh sebuah perusahaan akan
dikategorikan sebagai biaya kewirausahaan oleh para ekonom. Jadi laba ekonomi
yang tersisa akan lebih kecil daripada laba akuntansi, dan biasajadi menjadi negatif
apabila misalnya biaya kesempatan pemprograman tersebut melebihi laba akuntansi
yang diperoleh dari usaha tersebut.

Biaya Ekonomis
Biaya ekonomis (ekonomic cost) adalah biaya ekonomi atas semua input yang
diperlukan untuk mempertahankan masukan tersebut untuk penggunaannya saat ini,
atau imbalan yang diterima input tersebut dalam penggunaan alternatifnya yang
terbaik.
Penggunaan definisi tersebut tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa
konsep dari para akuntan tidak relevan untuk perilaku ekonomi. Pada kenyataannya
bahwa prosedur akuntansi adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan
pengambilan keputusan dari para manajer, karena sangat mempengaruhi besarnya
pajak yang dikenakan laba yang diperoleh perusahaan. Dengan demikian data
akuntansi harus senantiasa tersedia, sementara data biaya ekonomi harus
dikembangkan secara terpisah. Akan tetapi definisi yang diungkapkan oleh para
ekonom memiliki ciri-ciri yang diinginkan karena dapat diterapkan pada semua
perusahaan dan mampu membentuk sistem yang konsisten secara konseptual. Dalam
beberapa tahun terakhir para akuntan telah bergerak ke arah definisi yang digunakan
oleh para ekonom. Misalnya model konseptual tentang biaya ekonomi telah
diterapkan dalam sejumlah topik dalam akuntansi seperti depresiasi dalam situasi
inflasi.

Asumsi Penyederhanaan
Asumsi awal yang digunakan yaitu kita membuat dua penyederhanaan tentang
input yang dipergunakan oleh perusahaan dalam memproduksi barang atau jasa. Pada
bab teori produksi kita berasumsi bahwa, hanya terdapat dua input; yaitu tenaga kerja
(L) yang diukur dengan jam kerja langsung, serta modal (K) diukur dengan jam kerja
mesin. Sementara biaya kewirausahaan diasumsikan termasuk dalam jam kerja mesin.
Asumsi kedua yaitu input-input untuk sebuah perusahaan dipergunakan dalam
pasar persaingan sempurna. Dalam kondisi tersebut perusahaan dapat menjual dan
membeli input-input (semua jasa tenaga dan modal) dengan tingkat upah dan sewa
yang diinginkan (w dan v) atau menjual output. Dalam bentuk grafik kurva
penawaran untuk sumberdaya yang dihadapi perusahaan dalam bentuk horisontal
pada harga faktor yang berlaku. Baik w maupun v diperlakukan sebagai parameter
dalam pengambilan keputusan perusahaan. Dalam konteks ini tidak ada sesuatu yang
dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mempengaruhi keduanya.

6.2. Pilihan Input untuk Meminimumkan Biaya


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa input perusahaan diasumsikan terdiri atas
Modal (K) dan tenaga kerja (L). Biaya modal disebut sewa (r), sementara biaya
tenaga kerja disebut upah (w). Jadi total biaya yang dapat dirumuskan secara
matematis:
TC = r.K + w.L (6.1)
Dimana
TC = Total biaya
r = sewa modal
K = modal yang digunakan
r = upah tenaga kerja
L = Tenaga kerja

Dalam upaya untuk meminimumkan biaya produksi, maka perusahaan


dituntut untuk dapat memiliki kombinasi input yang dapat meminimumkan biaya.
Oleh karena itu perusahaan seharusnya memilih sebuah titik pada isokuan yang
memiliki biaya paling rendah. Artinya perusahaan harus mencari seluruh
kemungkinan kombinasi input untuk mendapatkan kombinasi input dengan harga
yang termurah. Dengan demikian perusahaan harus memilih kombinasi input Modal
(K) dan tenaga kerja (L) dengan tingkat substitusi teknis marjinal (marginal rate of
technical substitution; RTS), dari K dan L adalah sama dengan rasio biaya inputnya
(w/r).
Prinsip minimisasi biaya diperlihatkan secara grafik pada Gambar 6.1. di
mana isokuan Q1 menunjukkan seluruh kombinasi K dan L yang diperlukan untuk
memproduksi Q1. Dengan menggunakan persamaan biaya, kita dapat mengetahui
kombinasi K dan L tersebut yang menunjukkan biaya total tetap konstan, dan terletak
pada sepanjang garis lurus dengan slope –w/r.
Modal
Per unit

K* TC2

Q1
TC1

Sebuah perusahaan diasumsikan memilih kombinasi K dan L yang


meminimisasi biaya total. Kondisi minimum biaya terjadi ketika L dapat
disubstitusikan dengan K, di mana kita tetap mempertahankan Q=Q1 harus sama
dengan ketika tingkat input K dan L ini dapat diperdagangkan di pasar. Dengan kata
lain RTS L untuk K harus sama dengan rasio harganya w/r. Persinggungan yang
terlihat pada Gambar 6.1. menunjukkan biaya minimum pada TC1 dengan kombinasi
L* danK*.
Gambar 6.1. juga menunjukkan dua garis lurus yang paralel dengan slope -
w/r. Dua garis biaya total tersebut ditunjukkan oleh: TC1 < TC2. Nampak bahwa
biaya total minimum untuk menghasilkan Q1 diberikan oleh TC1 ketika kurva biaya
total bersinggungan dengan isokuannya.

Kurva Biaya Total

Bentuk kurva biaya total pada dasarnya tergantung pada sifat alamiah dari
fungsi produksi. Gambar 6.2. menunjukkan empat bentuk kemungkinan hubungan
biaya. Gambar 6.2(a) menunjukkan skala hasil konstan (constant return to scale).
Dalam konteks ini penambahan input yang dilakukan oleh perusahaan proporsional
dengan penambahan output. Jadi setiap perusahaan yang akan melakukan
penambahan satu unit output, maka perusahaan akan memerlukan penambahan satu
unit input. Dengan asumsi harga input tidak berubah, maka hubungan antara biaya
input total dan output adalah juga proporsional, sehingga kurva biaya total berbentuk
garis lurus yang melalui titik orginal, karena perusahaan tidak membutuhkan input
pada saat Q=0.
Gambar 6.2(b) mencerminkan kasus skala hasil yang menurun (decreasing
return to scale) sementara gambar dan 6.2(c) mencerminkan skala hasil meningkat
(increasing return to scale). Pada kasus skala hasil menurun maka dibutuhkan
kuantitas penambahan input yang lebih besar untuk menghasil output tambahan,
sehingga biaya input meningkat dengan cepat pada saat perusahaan melakukan
penambahan output (ekspansi). Kondisi tersebut ditunjukkan oleh kurva biaya total
berbentuk cembung pada gambar 6.2(b). Sementara pada skala hasil meningkat, maka
dibutuhkan kuantitas penambahan input yang lebih sedikit untuk menghasilkan
output tambahan (ekspansi). Pada kasus ini biaya total berbentuk cekung seperti
terlihat pada gambar 6.2(c).
Gambar 6.2(d) menunjukkan suatu situasi dimana perusahaan terletak di
antara peningkatan dan penurunan skala hasil. Kondisi seperti ini muncul ketika
proses produksi perusahaan memerlukan tingkat koordinasi internal dan kontrol
manajemen yang optimal. Pada tingkat output yang rendah struktur kontrol berada di
bawah tingkat pengendalian maksimal, sehingga ekspansi output lebih mudah
dilakukan. Dalam kasus ini maka perusahaan mengalami peningkatan skala hasil,
kurva biaya total berbentuk cekung pada awalnya. Namun ketika output diekspansi,
maka perusahaan harus menambah pekerja dan peralatan modal, dan biasanya
memerlukan pabrik baru dengan bangunan yang terpisah. Dengan skala organisasi
yang lebih besar, maka koordinasi dan kontrol perusahaan semakin sulit dilakukan,
sehingga mengakibatkan penurunan skala hasil. Kemungkinan tercermin pada bagian
cembung kurva biaya total pada gambar 6.2(d).
Biaya Biaya
Total TC
Total

TC

0 Jumlah (Q) 0 Jumlah (Q)


Jadi empat kemungkinan pada gambar 6.2 menunjukkan tipe-tipe yang paling
umum atas hubungan output dan biaya perusahaan. Walaupun penggambaran seperti
ini tidak nambah informasi baru tentang kurva biaya total, namun cukup bermanfaat
ketiga kita menganalisis keputusan penawaran perusahaan.

6.3. Biaya Produksi Jangka Pendek

Dalam menganalisis biaya produksi perlu dibedakan dalam dua jangka waktu
yaitu jangak pendek dan jangka panjang. Walaupun tidak ada definisi yang pasti yang
dapat diberikan untuk kedua pengertian tersebut. Tujuan umum atas perbedaan ini
adalah untuk membedakan bahwa dalam jangka pendek, para pelaku ekonomi tidak
memiliki keluwesan. Dalam arti bahwa umumnya faktor produksi sulit atau bahkan
tidak dapat ditambah jumlahnya. Sementara jangka panjang, para pelaku ekonomi
memiliki keluwesan yang cukup besar, dalam arti bahwa semua faktor produksi
dapat mengalami perubahan. Pada bagian ini akan diuraikan biaya produksi jangak
pendek, sementara biaya produksi jangka panjang akan diuraikan pada bagian
berikutnya.

Biaya Tetap dan Biaya Variabel

Dalam jangka pendek perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa,


beberapa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan bervariasi sesuai dengan variasi
output, dan beberapa biaya yang lainnya tetap sepanjang perusahaan itu tetap
berproduksi dalam jumlah tertentu. Oleh karena itu biaya total dalam ini
dikelompokkan menjadi biaya variabel dan biaya tetap. Dalam bentuk matematis
ditulis:
TC = TVC + TFC
Dimana:
TC = biaya total
TVC = Biaya variabel total
TFC = Biaya tetap total

Perbedaan sangat penting bagi perusahaan ketika akan menganalisis pilihan


output untuk memaksimumkan laba perusahaan.
 Total Biaya variabel (total variable cost) disimbol (TVC) atau biasa disebut
Biaya variabel (variable cost; VC) adalah biaya yang bervariasi sesuai dengan
variasi output
 Total Biaya tetap (total fixed cost) disimbol (TFC) atau biasa disebut Biaya tetap
(fixed cost; FC) adalah biaya yang tidak dapat divariasikan dengan tingkat
output.
Biaya tetap dapat berupa biaya pemeliharaan pabrik dan gedung, jumlah
minimal karyawan, di mana biaya ini tetap sama jumlahnya tidak peduli berapa
banyak barang yang diproduksi oleh perusahaan. Sementara biaya variabel meliputi
pengeluaran untuk bahan baku, upah buruh, dan biaya lain yang meningkat apabila
output meningkat.
Untuk membedakan mana biaya tetap dan mana biaya variabel biasanya
tergantung pada jangka waktunya. Dalam jangak pendek misalnya 1, 2, atau 3 bulan
kebanyakan biaya adalah tetap. Dikatakan demikian karena dalam waktu yang sangat
singkat perusahaan wajib menerima dan membayar semua bahan-bahan yang
dikontrakkan, di samping itu perusahaan tidak dapat dengan mudah memberhentikan
pekerjanya. Sementara disisi lain dalam jangka panjang misalkan 2 atau 3 tahun
kebanyakan biaya adalah variabel. Dalam jangka panjang kalau perusahaan ingin
mengurangi atau menambah output, maka perusahaan dapat dengan mudah
menambah atau memberhentikan pekerja, membeli lebih sedikit atau lebih banyak
bahan baku, atau bahkan membeli atau menjual pabriknya.

Biaya Marjinal dan Biaya Rata-rata

Biaya marjinal (marginal cost) biasa disimbol MC kadang disebut juga


dengan biaya tambahan (incremental cost) yaitu tambahan biaya yang timbul
disebabkan karena adanya tambahan produksi satu unit output. Oleh karena biaya
tetap tidak berubah pada saat output berubah, maka biaya marjinal sama dengan
peningkatan biaya variabel atau meningkatkan dalam biaya total yang disebabkan
karena tambahan satu unit output. Dengan demikian biaya marjinal dapat dirumuskan
dalam bentuk persamaan matematika:
MC = ∆VC/∆Q = ∆TC/∆Q (6.2)
Dengan demikian, maka biaya marjinal menunjukkan berapa banyak biaya
tambahan untuk memperluas output perusahaan dalam satu unit (contoh biaya
marjinal dapat dilihat pada tabel 6.1.
Biaya Total Rata-rata (Average Total Cost) biasa disimbol ATC atau biasa
juga disebut biaya rata-rata (average cost) disimbol AC, yaitu jumlah biaya yang
dikeluarkan perusahaan dibagi dengan jumlah output. Dengan demikian biaya rata-
rata dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan matematika:

AC = TC/Q. (6.3)
AC atau ATC pada dasarnya mempunyai dua komponen yaitu biaya tetap
rata-rata (average fixed cost) biasa di simbol AFC dan biaya variabel rata-rata
(average variable cost) biasa di simbol AVC. Biaya tetap rata (AFC) dapat diperoleh
dengan membagi jumlah biaya tetap dengan jumlah produksi (TFC/Q). Sementara
biaya variabel rata-rata dapat diperoleh dengan membagi jumlah biaya variabel
dengan jumlah output (TVC/Q), contoh biaya rata-rata dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel. Biaya Jangka Pendek Perusahaan
Biaya Biaya Biaya
Biaya Biaya Biaya Biaya
Output Tetap Variabel Total
Tetap Variabel Total Marjinal
(Q) Rata-rata Rata-rata Rata-rata
(FC) VC) (TC) (MC)
(AFC) (AVC) (ATC)

0 250 0 250 - - - -
1 250 100 350 100 250 100 350
2 250 180 430 80 125 90 215
3 250 240 490 60 83,33 80 163,33
4 250 280 530 40 63 70 132,50
5 250 320 570 40 50 64 114
6 250 380 630 60 41,67 63,33 105,00
7 250 460 710 80 35,71 65,71 101
8 250 560 810 100 31,3 70 101,25
9 250 680 930 120 27,78 75,56 103,33
10 250 820 1070 140 25 82 107
11 250 980 1230 160 22,73 89,09 111,82
12 250 1160 1410 180 20,83 96,67 117,50
13 250 1360 1610 200 19,23 104,62 123,85
14 250 1580 1830 220 17,86 112,86 130,71

Tabel 6.1. menunjukkan nilai-nilai berbagai pengertian biaya produksi yang


dikeluarkan untuk menghasilkan suatu output. Dalam ini diasumsikan bahwa biaya
tenaga kerja adalah faktor produksi yang berubah jumlahnya, sementara faktor
produksi lain diasumsikan tetap. Apabila jumlah sesuatu faktor produksi yang
digunakan selalu berubah, maka biaya produksi total juga akan berubah nilainya.

Bentuk Kurva Biaya Jangka Pendek


Berdasarkan data biaya produksi pada Tabel 6.1, maka dapat digambarkan
berbagai kurva biaya produksi jangka pendek perusahaan seperti yang sudah
dijelaskan. Gambar 6.2(a). ditunjukkan biaya total TC), biaya variabel (VC), dan
biaya tetap (FC). Sementara biaya total rata-rata (ATC), biaya variabel rata-rata
(AVC), biaya tetap rata-rata (ATC), dan biaya marjinal (MC) digambarkan pada
Gambar 6.2(b).

Mari kita perhatikan Gambar 6.3(a) menunjukkan biaya total dan


komponennya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (FC) tidak berubah
seperti dengan output dan berbentuk garis horisontal pada biaya Rp. 250. Biaya
variabel adalah nol apabila output nol, dan selanjutnya naik terus menerus apabila
output naik. Sementara kurva biaya total berada di atas kurva biaya variabel, karena
biaya total merupakan penjumlahan dari biaya variabel dan biaya tetap, sehingga
jarak antara biaya variabel dengan biaya tetap adalah Rp. 250, karena biaya tetap
konstan.
Selanjutnya mari kita perhatikan Gambar 6.3(b). yang menunjukkan hubungan
antara biaya marjinal dan serangkaian biaya rata-rata. Oleh karena biaya tetap total
adalah 250, maka kurva biaya tetap rata-rata selalu menurun dari 250 ketika output 1
ke arah nol untuk output yang lebih besar. Sementara bentuk dari kurva biaya rata-
rata yang tersisa tergantung dari hubungan antara biaya marjinal dan biaya total rata-
rata. Apabila biaya marjinal berada di bawah biaya total rata-rata, maka kurva biaya
total rata-rata akan menurun. Sebaliknya apabila biaya marjinal berada di atas biaya
total rata-rata, maka kurva biaya total rata-rata akan naik. Selanjutnya apabila biaya
total rata-rata minimum, maka biaya marjinal sama dengan biaya total rata-rata.

,
Biaya
(P) TC

VC

FC
Contoh Soal:

Sebuah perusahaan memiliki fungsi biaya sebagai berikut:

TC = 0,1Q3 – Q2 + 20Q + 20

Berdasarkan fungsi biaya tersebut diminta:


1. Hitung biaya rata-rata (AC), biaya tetap rata-rata (ATC), biaya variabel rata-rata
(AVC) dan biaya marjinal (MC).
2. Hitung kuantitas produksi pada saat MC minimum dan AVC minimum?, dan
buktikan bahwa pada saat nilai AVC minimum maka MC=AVC.

Jawab:
Besarnya (AC), biaya tetap rata-rata (ATC), biaya variabel rata-rata (AVC) dan biaya
marjinal (MC), adalah:

TC 20
AC   0,1Q 2  Q  20 
Q Q

AVC = 0,1Q2 – Q + 20

20
AFC 
Q

TC
MC   0,3Q 2  2Q  20
Q

Kuantitas produksi pada saat MC minimum dan AVC minimum? dan bukti bahwa
pada saat nilai AVC minimum maka MC=AVC.

AVC minimum apabila AVC = 0

AVC = 0,2Q – 1 = 0

Q =5

MC minimum apabila MC = 0

0,6Q – 2 = 0

Q = 3,33

AVC minimum terjadi pada saat Q =5 maka:

AVC = 0,1(5)2 – (5) + 20 = 17,5

MC = 0,3 (5)2 – 2(5) + 20 = 17,5

Dengan demikian terbukti bahwa pada saat AVC minimum, maka MC=AVC.

6.4. Biaya Produksi Jangka Panjang

Dalam jangka panjang perusahaan dapat mengubah semua input yang akan
digunakan dalam produksi. Oleh karena itu dalam jangka panjang tidak dikenal lagi
adanya biaya tetap, jadi semua biaya bersifat variabel. Hal tersebut menunjukkan
bahwa perusahaan tidak saja dapat menambah tenaga kerja tetapi juga modal baik
dalam bentuk gedung, pabrik, mesin maupun peralatan lainnya. Jadi secara khusus
perusahaan dalam jangka panjang harus memutuskan jumlah pabrik, gedung,
peralatannya, serta jumlah tanaga kerja yang dibutuhkan dalam operasinya.
Dalam mengambil keputusan perusahaan tentunya harus berusaha memilih
metode produksi yang menghasilkan output dengan biaya produksi terendah dari
sekian banyak metode produksi yang tersedia. Oleh karena itu keputusan perencanaan
jangka panjang menjadi sangat penting. Sebuah perusahaan yang memutuskan untuk
membangun sebuah pabrik semen baru misalnya, dan membeli mesin dan
peralatannya akan memilih sekian banyak alternatif. Tetapi ketika gedung, pabrik
serta mesin dan peralatan sudah terpasang, maka investasi tersebut akan tetap dalam
jangka waktu yang lama. Dan apabila perusahaan membuat pilihan yang salah, maka
kelangsungan hidup perusahaan akan terganggu. Sebaliknya apabila ia dengan jitu
mengambil keputusan, maka kemungkinan akan memberi imbalan keuntungan yang
besar kepada pemilik perusahaan dalam jangka panjang.
Di samping itu keputusan jangka panjang mengandung risiko yang tertinggi,
karena perusahaan harus mengantisipasi metode produksi yang efisien, tidak hanya
untuk saat ini tetapi juga untuk beberapa tahun ke depan, di mana biaya bahan baku
dan tenaga kerja dapat berubah. Keputusan jangka panjang juga sulit karena harus
memutuskan berapa besar output yang harus dihasilkan, apakah perekonomian dan
industri tumbuh atau mundur dalam beberapa tahun kedepan, apakah produk baru
akan muncul dan menggantikan produk yang sudah ada sekarang?
Pada dasarnya perbedaan antar biaya jangka panjang dan jangka pendek lebih
merujuk pada fungsi produksi. Fungsi produksi dikatakan dalam jangka pendek
apabila dalam produksinya masih mengandung unsur input tetap, dan disebut jangka
panjang apabila tidak mengandung input tetap atau semua inputnya veriabel. Dalam
kondisi ini pula biaya dapat dikategorikan dalam jangka pendek atau panjang,
tergantung dari apakah biaya mengandung biaya tetap atau tidak.
Kurva biaya total jangka panjang (long run total cost, LRTC) diturunkan dari
pola ekspansi/perluasan perluasan perusahaan dan menunjukkan biaya total jangka
panjang minimum dalam memproduksi berbagai tingkat output seperti terlihat pada
Gambar 6.4.

Jalur ekspansi

Q5=750
Q1=100
(a) Q4=575

Q3=400
Q2=250

L
L1 L2 L3 L4 L5

LRTC
LRTC
E5
E4
E3
E2
E1
(b)

Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q
Gambar: 5.4. Skala produksi dan Biaya Total Jangka Panjang

Gambar 6.4(a) menunjukkan garis ekspansi perusahaan, yang menunjukkan


kombinasi input optimum dalam memproduksi berbagai kemungkinan output.
Terlihat bahwa perusahaan mempunyai 5 skala produksi Q1, Q2, Q3, Q4, dan Q5, di
mana Q1=100 adalah merupakan skala produksi pertama, atau esoquan Q1. Hal
mana titik E merupakan output maksimum pada skala produksi pertama dan
seterusnya. Titik E5 merupakan output maksimum pada sala produksi ke 5. Dalam
konteks ini setiap skala produksi memiliki jumlah anggaran yang berbeda.
Gambar 6.54(b) menunjukkan hubungan antara besarnya anggaran untuk
setiap skala produksi Q1, Q2, Q3, Q4, dan Q5. Dalam hal ini biaya yang dimaksud
adalah biaya total jangka panjang (LRTC) di mana LRTC tidak lain adalah biaya
variabel jangka panjang.
Perhatikan bahwa kurva biaya total jangka panjang, dimulai pada titik asal (0)
karena tidak ada biaya tetap pada jangka panjang. Berdasarkan kurva biaya total
jangka panjang (LRTC), maka kita dapat menurunkan kurva biaya rata-rata jangka
panjang (long rung average cost, LRAC), dan kurva biaya marjinal jangka panjang
(long run marjinal cost, LRMC), seperti terlihat pada Gambar 6.5.
Kurva biaya rata-rata jangka panjang diperoleh dengan membagi LRTC
dengan Q, dalam bentuk persamaan matematis adalah:
LRTC
LRAC 
Q
Sebagai contoh untuk memproduksi Q=100 diperoleh dengan membagi
misalnya LATC sebesar Rp.200.000, maka diperoleh LRAC sebesar Rp. 2000.
Berdasarkan kurva biaya total jangka panjang (LRTC) kita juga dapat
menurunkan kurva biaya marjinal jangka panjang(LRMC). Kurva biaya marjinal
jangka panjang pada dasarnya mengukur perubahan LRTC per unit perubahan output,
dan ditunjukkan oleh kemiringan dari kurva LRTC, sehingga:
TC
LRMC 
Q
Misalkan peningkatan output dari Q=0 menjadi Q=1 meningkatkan LRTC
dari 0 menjadi 100, sehingga LRMC adalah 100. Perhatikan bahwa hubungan antara
LRMC dan LRAC sama dengan MC jangka pendek dan ATC atau AVC. Sehingga
kurva LRMC mencapai titik terendah pada tingkat output yang lebih kecil dibanding
kurva LRAC dan memotong kurva LRAC dari bawah pada titik terendah kurva
LRAC.

TC
LTC

0 Output

AC
MC LMC

LAC

0 Output
Gambar 5.5. Kurva Biaya Jangka Panjang

Dalam menggambarkan kurva biaya jangka panjang pada dasarnya lebih


mudah dibanding dengan kurva biaya jangka pendek. Pada kurva biaya jangka
pendek, biaya dibedakan ke dalam biaya tetap, biaya variabel dan biaya total, namun
dalam jangka panjang karena semua input adalah variabel, maka kurva biaya total
hanya satu biaya total jangka panjang (long run total cost; LTC). Dan kurva biaya
rata-rata hanya satu yaitu kurva biaya rata-rata jangka panjang (long run average
cost, LAC),. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.5.

Hubungan antara Biaya Jangka Panjang dan Jangka Pendek

Pada dasarnya kurva biaya jangka pendek dan kurva biaya jangka panjang
yang telah dibahas dalam bab ini semuanya diturunkan dari fungsi produksi yang
sama. Dalam jangka pendek beberapa faktor produksi bersifat tetap, namun dalam
jangka panjang semua input bersifat variabel. Kurva biaya rata-rata jangka panjang
(LRAC) menunjukkan biaya terendah untuk memproduksi output pada saat semua
faktor produksi adalah variabel. Sementara kurva biaya total rata-rata jangka pendek
(SRATC) menunjukkan biaya terendah untuk memproduksi output manapun pada
saat satu input atau lebih adalah tetap (konstan).
Kurva biaya rata-rata jangka pendek pada dasarnya tidak boleh berada di
dibawah kurva biaya rata-rata jangka panjang, karena kurva biaya rata-rata jangka
panjang (LRAC) menunjukkan biaya terendah yang dapat dicapai bagi setiap output
yang dihasilkan. Dapat saja kurva itu adalah kurva yang sama apabila pabrik dengan
ukuran yang benar-benar sama adalah yang terbaik untuk memproduksi output yang
manapun, namun hal tersebut hampir tidak mungkin terjadi. Situasi yang dapat
dijumpai adalah bahwa apabila tingkat output diubah, maka pabrik yang ukurannya
berbeda diperlukan untuk mencapai biaya terendah yang dapat dicapai. Hal tersebut
ditunjukkan pada Gambar 5.6 dimana kurva SRATC terletak di atas kurva LRAC
pada semua output kecuali pada q0.
Gambar 5.6. menunjukkan bahwa kurva biaya total rata-rata jangka pendek
(SRATC) bersinggungan dengan kurva biaya rata-rata jangka panjang (LRAC) pada
output yang kuantitas faktor tetapnya adalah optimum. Apabila output di ubah pada
sekitar unit q0, dengan pabrik dan peralatan yang tetap pada tingkat optimal untuk
memproduksi q0, maka biaya akan mengikuti kurva biaya jangka pendek. Walaupun
SRATC dan LRAC berada pada tingkat yang sama untuk ouput q 0, dalam hal ini
pabrik bekerja optimal pada tingkat ini, jumlah pabrik atau peralatan terlalu terbanyak
atau terlalu sedikit, sehingga SRATC akan terletak di atas LRAC. Apabila sejumlah
output selain q0 harus tetap dipertahankan, biaya dapat diturunkan pada tingkat yang
terdapat pada kurva jangka panjang, dan dapat berlaku apabila terdapat waktu yang
cukup untuk menyesuaikan kapasitas pabrik dan peralatannya.

Biaya

SRATC
LRAC

0 Q0 Qm Q
Gambar 6.6. Biaya rata-rata Jangka Panjang dan Jangka Pendek

Kita melihat bahwa kurva SRATC pada gambar 6.6. adalah salah satu dari
banyak kurva yang sejenis. Setiap kurva menunjukkan bagaimana biaya berubah
apabila output diubah dari output dasar, dengan mempertahankan beberapa faktor
tetap pada kuantitas yang paling tepat untuk output dasar. Gambar 6.7 ditunjukkan
sekelompok kurva biaya rata-rata jangka pendek (LRATC) bersama-sama dengan
satu kurva biaya rata-rata jangka panjang.
Kurva biaya jangka panjang biasa pula disebut kurva sampul (envelope
curve), karena kurva biaya rata-rata jangka panjang melingkupi semua kelompok
kurva biaya total rata-rata jangka pendek. Setiap kurva biaya total rata-rata jangka
pendek bersinggungan dengan kurva biaya rata-rata jangka panjang pada tingkat
output untuk mana kuantitas faktor produksi yang tetap adalah optimum dan terletak
diatasnya untuk semua tingkat output lainnya.

Biaya

SRATC1
LRAC
SRATC2
SRATC5
SRATC3 SRATC4

0 Q
Gambar 6.7. Biaya rata-rata Jangka Pendek dan Jangka Panjang

5.5. Kurva Pembelajaran (Learning Curves)


Penelitian telah dilakukan berbagai industri di dunia terhadap beberapa
produk dan mendapatkan suatu gambaran bahwa rata-rata biaya persatuan barang
mengalami penurunan sebagai akibat dari bertambahnya pengalaman di dalam
mengerjakan pekerjaan atau memproduksi barang tertentu. Hal ini cukup
logik karena dengan bertambahnya pengalaman seseorang di dalam
mengerjakan pekerjaan itu, tentu saja akan memperoleh pelajaran untuk
melakukan dengan lebih baik dan lebih efisien.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan secara insentif
khususnya penelitian yang dilakukan oleh The Boston Consuling Group yang telah
melakukan penelitian terhadap lebih dari 2000 jenis produk di negara-negara
industri dunia, telah diperoleh gambaran bahwa penurunan biaya per unit akan dapat
dicapai secara cukup berarti apabila pengalaman di bidang itu telah mencapai
dua kali lipat. Jadi apabila pengalaman kerja meningkat dan mencapai dua kali lipat
dari semula, maka akan terdapat suatu penurunan biaya produksi per unit yang cukup
berarti besarnya.
Penurunan biaya produksi sebagai akibat pertambahan pengalaman dapat
dilihat pada Tabel berikut 6.2.
Tabel 6.2. Tabel Perhitungan Penurunan Waktu Kerja dengan LC 80%
Unit Produksi Jumlah Jam Kerja langsung yang dibutuhkan per
unit produk
1 2.000
2 2.000 x 80% = 1.600
4 1.600 x 80% = 1.280
8 1.280 x 80% = 1.024
16 1.024 x 80% = 819,2
32 819,2 x 80% = 655,36

Secara grafik hubungan antara jumlah produk dan jam tenaga kerja langsung,
dengan mengambil contoh data di atas dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar ini
lazim disebut kurva belajar (Learning Curve) atau Experience Curve.

Biaya

Kurva belajar

0 Quantity
Gambar 6.8. Gambar Learing Curve
Hukum dari learning curve ini mengatakan bahwa biaya produksi per unit bila
diukur dengan nilai uang yang tetap, akan mengalami penurunan sebesar persentase
tertentu, setiap kali pengalaman kerja meningkat menjadi dua kali lipat.

Pengalaman kerja dalam produksi dapat ditunjukkan


oleh komulatif volume produksi dari tahun ke tahun atau dari bulan ke bulan.
Oleh karena itu apabila komulatif volume produksi bertambah berarti pengalaman
kerja juga bertambah, dan apabila komulatif volume produksi mencapai dua kali lipat
itu berarti pengalaman kerjanya juga sudah dua kali lipat pula.
Leaning curve garis lurus secara matematis dapat dinyatakan dalam fungsi

log %LC Log 80%


s (slope)  Untul kurva LC 80%   0,332
log 2 Log 2
garis eksponensial dengan rumus sebagai berikut:
Y = K.Xs
atau dengan fungsi logaritma:
Log Y = s Log X + Log K
dimana:
Y = Jumlah jam rata-rata per unit produk
K = Jam tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk produk ke 1.
X = Jumlah unit produksi yang dibuat
Slope garis adalah selalu negatif karena metode ini mengasumsikan bahwa
jam kerja tenaga kerja langsung per unit akan menurun dengan naiknya volume
produksi.
Sebagai contoh, PT. ABC baru menerima kontrak pembuatan produk HH
sejumlah 50 unit. Produk 1 memerlukan 2.000 jam tenaga kerja langsung dengan
learning curve yang berlaku sebesar 80%. Waktu yang dibutuhkan untuk
memproduksi unit ke 50 dihitung:
Log Y = - 0,322 log 50 + log 2.000
= - 0,322 (1.69897) + 3.30103
= 2,75396
Y = 567,491 jam kerja langsung
Contoh lain dari penerapan rumus pertama misalnya perusahaan ingin
mengetahui lama waktu untuk menyelesaikan produk ke 20.
Y = K . Xs
Y = 2.000 (20) log80%/log2
Y = 2.000 (20)-.322
= 2.000 (0,381)
= 762 jam tenaga kerja

1. Learning Curve dalam Situasi Persaingan

Contoh berikut menggambarkan bagaimana LC dapat membantu dalam


situasi persaingan. Perusahaan A, B dan C. Ketiganya memproduksi barang yang
sama yaitu barang X, dan mereka telah bergerak dibidang produksi barang tersebut
selama periode yang sama pula. Ketiga perusahaan memperoleh market share yang
berbeda tetapi memiliki Leaning Curve yang sama yaitu 70%. Pertumbuhan
permintaan akan produk itu sama yaitu 3% per tahun dengan harga jual pada tahun
itu sebesar 12,00. Apabila diketahui bahwa profit margin perusahaan A saat ini
adalah $ 7 dan market share dari ketiga perusahaan adalah:
Perusahaan Volume Penjualan Market Share
A 400 unit 58%
B 200 unit 28%
C 100 unit 14%
Dari data tersebut, maka kita dapat memperhitungkan:

a. Harga pokok per unit tahun depan dari masing-masing perusahaan


b. Jika perusahaan A menurunkan harga jual 20% dia akan dapat mendesak keluar
perusahaan C dari persaingan dan memaksa perusahaan B menurunkan harga
sampai 20% juga. Ini merupakan langkah yang baik bagi perusahan A karena dia
akan memperoleh 2/3 dari pasar C yang keluar dari pasar itu.
Kedua masalah ini dapat dipecahkan dalam masalah Leaning curve:
a. Pada tahun sekarang:
Biaya produksi A = $ 12 - $ 7 = $ 5
Biaya produksi B = $ 5 x 100/70 = $ 7
Biaya produksi C = $ 7 x 100/70 = $ 10
Hal tersebut disebabkan karena market share perusahaan A adalah dua kali
lipat perusahaan B dan market share perusahaan B dua kali lipat perusahaan C.
Padahal LC perusahaan sama-sama 70%. Perhitungan biaya produksi perusahaan
untuk tahun depan dapat dilakukan seperti telah diuraikan di depan dan akan
memperoleh; Produksi perusahaan A tahun depan adalah produksi tahun ini +
perkembangan tiap tahun + bagian pasar dari C yang dapat direbut. Jadi produksi
perusahaan A tahun depan adalah:
400 + (3% x 400) + 2/3 x 100 + (3% x 100) = 481
Perkiraan pengalaman kerja dengan tingkat perkembangan 3% bagi
perusahaan A adalah 400/0,03 = 13.333,-.
Sedang produksi perusahaan B tahun depan adalah: Produksi tahun ini +
perkembangan produksi per tahun + bagian pasar C yang dapat direbut olehnya. Jadi
produksi B tahun depan adalah:
200 + (3% x 200) + 1/3 x 100 + (3% x 100) = 240
Dari volume produksi tersebut, maka dapat diperkirakan besarnya biaya
produksi tahun depan bagi masing-masing perusahaan. Perkiraan pengalaman kerja B
adalah 200/0,03 = 6.667.

Biaya produksi perusahaan A tahun depan adalah:

Log C = log 5 – 0,0515 log 1,03715828


Log C = 0,69879 - (0,515) (0,015844996)
Log C = 0,690809828
0,515 
 
C  5 1  (0,036076) (1,03) 
481
(1,03) 
 0,515
C  5 1  C  5 (1,0371582 8) 0,515
 13.333 
C = 4,91

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya per unit produksi perusahaan A hanya
berubah sangat kecil dari tahun sebelumnya yaitu dari $ 5 per unit menjadi $ 4,91
per unit.



0,515
 240
C  7 (1  (1,03)   C  7 (1,037078) 0,515
 6.667 


Biaya Produksi Perusahaan B tahun depan adalah

Log C = log 7 – 0,5151 log 1,0370078 = Log C 0,8451 - 0,008143


C = 6,87

Jadi apabila perusahaan A menurunkan harga jual 20%, maka harga jual akan
tunur dari $.12 menjadi $.9,6 dan keuntungan yang diperoleh dari ketiga perusahaan
ini adalah:
A = 481 x ($9,6 - 4,91) = $ 2.255,89
B = 240 x ($9,6 – 6,87) = $ 655,20
C = keluar dari persaingan jadi tidak memperoleh laba.

2. Berbagai keterbatasan penggunaan Leaning Curve

Leaning curve banyak digunakan dalam industri elektronik dan


pesawat terbang, namun jarang digunakan dalam industri lain karena berbagai
keterbatasan. Pertama adalah produk-produk biasanya tidak seluruhnya baru. Bahkan
pesawat terbang baru tidak sepenuhnya berbeda dengan pesawat sebelumnya.
Demikian juga untuk industri baru seperti televisi, yang tergantung pada tabung-
tabung dan sirkuit elektronik telah sangat dikenal oleh industri radio
sebelumnya. Hal ini sangat menyulitkan kita untuk menentukan titik awal bagi
perhitungan leaning curve.
Keterbatasan lain adalah bahwa kurva belajar hanya berhubungan dengan
tenaga kerja langsung. Dalam hal penggunaan mesin-mesin sangat
berpengaruh, kurva belajar 80% mungkin terlalu rendah dan manajemen perlu
menggunakan kurva 85% atau 90%. Masalahnya adalah pembuatan keputusan kurva
mana yang digunakan 80, 85, 90%, atau lainnya.
Masalah ketiga adalah LC mungkin membesar-besarkan penghematan tenaga
kerja. Untuk mencapai pengurangan-pengurangan biaya tenaga kerja langsung,
diperlukan teknisi industri, para penyedia dan lain-lain yang membuat perbaikan-
perbaikan. Akan tetapi para spesialis tersebut merupakan tenaga kerja tidak
langsung dan biaya mereka biasanya ditambahkan ke biaya overhead bukan ke
biaya tenaga kerja langsung. Oleh karena itu banyak perusahaan
yang mencoba untuk mempertimbangkan hal ini dengan pembebanan waktu para
spesialis pada pekerjaan-pekerjaan tertentu.
Satu lagi masalah dalam penggunaan leaning curve adalah ada
kecenderungan salah interpretasi terhadap penghematan-penghematan yang
diperkirakan, kecuali apabila perusahaan mengubah cara dalam menyusun
laporan akuntansi biaya. Untuk menggunakan kurva secara benar, biaya-biaya
persiapan yang terjadi sebelum kontrak dimulai harus dipisahkan dan dikeluarkan
dari perhitungan. Bila hal ini dibebankan pada kontrak dan kemudian
dimasukkan dalam perhitungan biaya untuk unit pertama yang diproduksi, maka
unit-unit pertama akan mempunyai biaya besar. Demikian juga semua jam
kerja harus dibebankan pada produk-produk yang menerima benefit dari kerja
tersebut. Bila sebagian jam kerja dalam bulan tertentu digunakan untuk produk-
produk yang akan diselesaikan.

Anda mungkin juga menyukai