Anda di halaman 1dari 8

NAMA : SYAHRUL FADLLI SUMANTRI

NIM : 2021061024019

Kelas :A

BAB XVI MASYARAKAT NGALUM DI DAERAH PEGUNUNGAN BINTANG

1. ORANG SIBIL

Orang Sibil adalah nama sukubangsa yang mendiami suatu lembah di bagian selatan deretan
Pegunungan Jayawijaya, tepatnya di daerah Pegu nungan Bintang, yang di masa pemerintahan
Belanda bernama Sterrenge bergte.

Di tengah-tengah lembah ini memang mengalir sebuah sungai, yang juga dinamakan Sungai
Oksibil. Orang Sibil sendiri sebenarnya tidak menggunakan nama Sibil, karena Lembah Oksibil
dihuni oleh tiga sukubangsa, yaitu Ngalum, Murop, dan Kapel. Kata Ngalum berarti "timur", dan
dalam kaitan ini artinya "orang-orang yang mendiami daerah overline an timur^ prime prime
yaitu penduduk yang tinggal dalam 5 buah kelompok desa, yaitu kelompok desa Dabolding,
Yapimakot, Kabiding, Kukding, dan Bulangkop. Sebagian warga sukubangsa Ngalum yang
menjadi pokok pembicaraan bab ini bahkan tinggal di Kecamatan Abmisibil, di sebelah utara
Kecamatan Oksibil.

Menurut cerita yang telah diturunkan oleh leluhur orang Ngalum kepada generasi-generasi
berikutnya, Dewa Atangki menciptakan orang Ngalum dari batu yang dapat hidup selama-
lamanya. Namun hasil ciptaan itu tidak dapat melahirkan walaupun ia dapat hamil, sehinga
sampai kini pun orang Ngalum yakin bahwa batu yang berada di suatu tempat yang disebut
Aplim itu sampai sekarang masih tetap hamil. Upayanya yang kedua ini berhasil, sehingga
manusia lahir dengan selamat, walaupun cacing itu kemudian segera mati. - Manusia ciptaan
Dewa Atangki menurunkan 4 orang anak pria yang menjadi nenek-moyang sukubangsa Ngalum,
yaitu Uropmabin , Kasibmabin , Kakyarmabin , dan Kalakmabin .

Anak yang pertama pergi ke arah timur dan tiba di kampung Betaabib, tempat ia menetap. Anak
yang pertama kemudian kembali ke Aplim untuk menjemput adiknya, dan ketika ia sampai di
Atembakon ia melihatnya sedang membantu seorang pria bernama Tapior membangun rumah di
sebuah telaga bernama Kumbomalutki. Hanya pintunya saja yang belum selesai. Pada waktu
yang telah ditentukan mereka berkumpul kembali dan membuat pesta untuk merayakan
peresmian rumah mereka, dan mengatakan bahwa mereka akan menetap di Betaabib.

Kampung tempat tinggal nenek-moyang orang Ngalum itu hingga kini masih dihuni oleh
keturunan mereka, walaupun banyak yang juga telah pindah ke kampung-kampung lain.
2. LINGKUNGAN ALAM DAERAH PERMUKIMAN

Sungai-sungai yang mengalir melalui daerah Oksibil adalah Sungai Oksibil, Digul, Kawor, Iwur,
dan Kao. Jenis-jenis tanahnya sangat bervariasi, yaitu tanah liat, batu kapur, batu karang, pasir,
batu kerikil, dan tanah yang berwarna hitam .

3. DEMOGRAFI

Menurut data statistik Kantor Kecamatan Oksibil, dalam bulan Juli 1983 jumlah penduduk
kecamatan itu adalah 12.513 orang, terdiri dari 6.536 pria dan 5.977 wanita. Jumlah yang
tersebar dalam 8 desa ini di setiap desa menunjukkan banyak perbedaan, yang antara lain
disebabkan oleh kecilnya jumlah warga masyarakat. Biasanya mereka merupakan suatu
kelompok kerabat yang tinggal dalam satu kampung. Ada kalanya sebuah kampung hanya terdiri
dari 10-30 warga saja, yang terbagi dalam 6^ - S rumah tangga.

Di sekitar daerah permukiman orang Oksibil kita jumpai kebun-kebun atau ladang-ladang
penduduk yang telah ditinggalkan atau sedang ditanami.

Daerah sekitar Sungai Oksibil dan dataran rendahnya lebih subur dibandingkan dengan daerah
pegunungan. Penduduk setempat mengu sahakan ladang-ladang di sekitar aliran sungai, tempat
panen yang diperoleh lebih baik daripada di daerah-daerah sekitar lereng-lereng gunung yang
curam. Tanah penduduk setempat sangat luas, yang diperoleh sebagai pihak yang menang dalam
peperangan. Dalam upacara ini baik pihak yang kalah maupun yang menang turut mengambil
bagian.

Daerah sekitar Sungai Oksibil dan dataran rendahnya lebih subur dibandingkan dengan daerah
pegunungan. Penduduk setempat mengu sahakan ladang-ladang di sekitar aliran sungai, tempat
panen yang diperoleh lebih baik daripada di daerah-daerah sekitar lereng-lereng gunung yang
curam. Tanah penduduk setempat sangat luas, yang diperoleh sebagai pihak yang menang dalam
peperangan. Dalam upacara ini baik pihak yang kalah maupun yang menang turut mengambil
bagian.

4. POLA PERKAMPUNGAN DAN BENTUK RUMAH

Sebelum ada pengaruh dan kontak dengan pemerintali Belanda atau dengan gereja, orang
Ngalum membangun perkampungan di atas bukit-bukit yang tinggi dan sukar didatangi, untuk
menghindarkan diri dari serangan musuh. Sebelum Belanda datang di Irian Jaya, perang
merupakan unsur kebudayaan yang penting bagi orang Ngalum dan penduduk Lembah Oksibil
pada umumnya, misalnya orang Dani.

Pada dasarnya jumlah penduduk perkampungan orang mre8 N sangat sedikit, sehingga rumah-
rumah mereka dalam kampung saling berdekatan, dan pada umumnya dibangun membentuk
lingkaraṇ. Rumah adat pria yang disebut bokam iwol berada di tengah, dikelilingi oleh rumah-
rumah penduduk. Antara rumah adat dan rumah-rumah penduduk dibangun pagar atau tonggak-
tonggak. Keturunan dari suatu klen, terutama di desa asli Betaabib, sampai kini masih
mempunyai bokam iwol dan hutan-hutan luas sekitar desa permukiman mereka. Ketika penulis
mengunjungi kam pung tersebut, dua orang wanita tua sedang duduk di beranda rumah mereka,
dengan tugas menjaga bokam iwol, sementara warga-warga yang lain berada di kebun atau pergi
ke tempat lain.

Suatu rumah yang khusus diperuntukkan bagi wanita yang mendapat haid atau melahirkan bayi
dibangun di luar daerah perkampungan. Pola perkampungan seperti itu sekarang masih dapat
dijumpai di kampung kampung yang terpencil, yang terutama dipertahankan oleh kaum tua.
Desa-desa seperti Dabolding, Yapimakot, dan Kabiding telah mengalami perubahan dalam pola
perumahannya. Rumah-rumah penduduk di sana pada umumnya dibangun berderet-deret
sepanjang jalan.

Dinding rumah ada yang terbuat dari papan pohon pinus, dan ada yang dibuat dari ranting-
ranting atau dahan-dahan pohon. Dinding yang menggunakan papan pinus yang dibelah kasar,
disusun tegak pada rangka yang tegak-lurus dan berbentuk setengah lingkaran. Bagian dalam dan
luar diperkuat dengan 4-5 deret belahan rotan atau ranting pohon yang dipasang melingkar dan
sejajar, dan diikatkan pada papan-papan yang tegak-lurus.

Dinding dengan bahan ranting-ranting atau dahan-dahan sebagai bahan dasarnya, juga dibuat
dengan cara menyusunnya seperti dinding yang terbuat dari papan pinus. Lantai rumah dilapisi
batang-batang nipah atau batang-batang kayu yang dibelah. Rumah orang Ngalum pada
umumnya tidak berjendela, dan hanya ada satu pintu di bagian depan rumah, yang dibuat kira-
kira setengah meter lebih tinggi daripada lantai, agar peng buninya tidak tampak dari luar. Di
depan pintu dibuatkan tangga untuk keluar-masuk rumah.

5. MATA PENCARIAN HIDUP

Kehidupan ekonomi penduduk Oksibil sampai pada akhir masa pemerintahan Belanda, dan di
banyak tempat bahkan masih sampai sekarang juga, terdiri dari kegiatan pertanian yang
menggunakan peralatan dan teknologi yang masih sangat sederhana. Orang Oksibil berladang
dengan cara berpindah-pindah di atas tanah yang berada di bawah hak ulayat klen. Sebidang
tanah yang telah kehabisan semua zatnya sehingga tidak dapat memberikan hasil yang baik lagi,
ditinggalkan selama bertahun tahun. Cara berkebun yang mula-mula dilakukan di sekitar tempat
tinggal penduduk di lembah-lembah yang sangat subur ini, cenderung diganti dengan cara
pembuatan kebun atau ladang di lereng-lereng yang tinggi, untuk menghindari serangan musuh
ketika perang antarsukubangsa masih sering terjadi.

Tata susunan tanah daerah yang terdiri dari campuran pasir, tanah liat, kapur, dan kerikil, tidak
mudah untuk dikerjakan. Karena itu penduduk membuat ladang di sepanjang Sungai Oksibil
dengan cara berpindah pindah seperti tersebut di atas. Hal ini berakibat bahwa suatu keluarga
dapat memiliki 1-2 buah kebun yang merupakan tanah ulayat klen, yang letaknya saling
berjauhan.
Bercocok tanam dengan cara menebang dan membakar hingga sekarang masih tetap dilakukan,
dengan menggunakan alat-alat sederhana seperti kayu atau tongkat tugal, kapak besi, dan golok.
Orang Ngalum mengenal dua cara berladang, yaitu cara yang sangat umum, yang dilakukan
dengan membuka ladang yang luas di hutan milik klen, cara pengolahan tanah petak-petak
seperti yang terdapat di sepanjang daerah Sungai Oksibil. Dalam ladang-ladang di hutan ditanam
bermacam jenis tanaman, misalnya keladi , batatas , talas yang juga disebut «keladi Menado»,
sayur gedi , dan sayur lilin . Dalam jenis peladangan yang kedua ditanam batatas, jagung,
bawang, kacang-kacangan misalnya kacang merah , kedele , wortel, kubis, dan toinat. Jenis-jenis
tanaman itu ditanam bersama-sama di ladang atau di tanah petak. Tanaman ini biasanya dijual
atau ditukar dengan barang-ba rang kebutuhan dapur, seperti garam, dan jarang mereka konsumsi
sendiri.

Tanaman-tanaman itu dahulu dibawa para penyiar agama ke daerah itu, yang membuat kebun-
kebun percobaan dan percontohan bagi penduduk setempat.

Peternakan adalah usaha yang terbatas di daerah orang Ngalum. Peme liharaan ternak, seperti
ayam, kambing, itik, dan lain-lain, tidak dikenal. Sebaliknya, babi adalah binatang yang penting
dalam berbagai upacara, dan merupakan lambang kedudukan sosial dan ekonomi. Jenis babi
yang banyak dipelihara adalah babi hitam yang lebih kecil tubuhnya daripada babi putih. Setiap
keluarga rata-rata memelihara babi, yang dibiarkan berkeliaran mencari makan di sekitar daerah
permukiman.

Orang Ngalum sudah pula mengenal uang sebagai alat penukar. «Uang» mereka yang berupa
kulit kerang mempunyai nilai yang berbeda beda, tergantung dari warna dan ukurannya. Nilai
dari suatu benda diukur dengan nilai satu siwol. Karena itu orang Ngalum harus memiliki banyak
siwol, yang mereka peroleh dari pantai selatan . Dalam berdagang, orang Ngalum menempuh
jarak yang cukup jauh sehingga daerah pesisir sekitar Merauke, dan ke arah timur mereka
mempunyai hubungan dagang yang baik dengan penduduk sekitar perbatasan Papua Niugini,
sementara ke arah barat mereka berdagang dengan penduduk sekitar hulu Sungai Digul.

Barang-barang yang diperdagangkan adalah babi, anak panah, busur, kapak batu, gigi anjing,
kantung jala, bulu burung cendrawasih, dan hasil kebun .

Apabila orang Ngalum berdagang ke arah selatan, misalnya ke Mindiptana dan Merauke, mereka
dapat memperoleh garam dan siwol dalam jumlah besar.

6. Organisasi Sosial

6.1. Keluarga Inti

Keluarga inti, yang dalam bahasa Ngalum disebut tenabun, merupakan bentuk organisasi sosial
yang paling dasar. Seorang wakil yang pandai berbicara dan berwibawa biasanya menjadi
perantara untuk menyampaikan lamaran, dengan menggunakan bahasa perumpamaan. Bahasa
perumpamaan yang mengandung perlambangan dari benda-benda pemberian yang saling ditukar,
sukar difahami orang dari luar lingkungan orang Ngalum. Lamaran yang berhasil, diikuti dengan
penetapan hari perkawinan dan jumlah mas kawin yang diminta oleh keluarga si gadis.

6.2. Perkawinan

Adapun mas kawin yang ditetapkan sebagai syarat perkawinan antara lain terdiri dari kapak batu,
busur dan panah, gigi anjing, babi, kerang, tulang burung kasuari, kuskus atau kuskus pohon,
burung cendrawasih, kerang kecil, nóken, dan tutup kepala berupa anyaman tali rotan atau serat
batang anggrek . Apabila mas kawin telah disetujui, maka upacara perkawinan pun dapat
diselenggarakan. Pihak pria mengantarkan mas kawin kepada keluarga calon mempelai wanita,
disaksikan seluruh kaum kerabat kedua belah pihak. Upacara perkawinan secara adat dipimpin
oleh Kepala Adat yang memberi nasehat, membacakan doa, dan kemudian memberikan sepotong
daging babi dan keladi kepada kedua mempelai.

* Mas kawin seringkali merupakan beban bagi pasangan suami-isteri yang baru, karena mas
kawin itu belum lunas seluruhnya. Sisa yang terhutang itu masih harus diserahkan setelah
mereka menikah, yang kadang-kadang tertunda hingga waktu yang cukup lama, dan setelah
beberapa anak lahir. Pembayaran mas kawin suami-isteri ini dapat berupa pemberian babi ke
pada paman dan saudara pria isteri, Pembentukan keluarga baru tanpa suatu upacara perkawinan
adat adalah kawin lari , yang kadang-kadang terjadi antara pria dan wanita yang tinggal sedesa,
tetapi ada kalanya berasal dari dua desa yang berlainan. Mas kawin yang harus dibayar oleh
pasangan yang kawin lari itu kabarnya lebih besar daripada mas kawin yang dibayar dalam
keadaan biasa, karena pihak keluarga pria juga masih harus membayar denda kepada pihak
keluarga wanita.

Apabila denda dan mas kawin belum terbayar lunas, maka suami-isteri yang kawin lari itu pada
saat-saat tertentu harus mem berikan makanan atau beberapa ekor babi kepada saudara pria si
isteri atau kepada saudara-saudara kandung pria ibu si isteri. pemberian itu diadakan dalam suatu
upacara adat yang diselenggarakan pasangan itu atau oleh anak-anak mereka, setelah mereka
dewasa. Seorang suami yang tidak mampu membayar mas kawin harus bekerja untuk kerabat
isterinya, dan ia pun akan tinggal di dekat kediaman keluarga isterinya selama suatu jangka
waktu yang disepakati bersama, atau sampai sebagian dari mas kawin itu terbayar.

6.3. Adat Menetap Sesudah Nikah

Setelah menikah, sepasang pengantin baru menetap di sekitar tempat kediaman suami . Biasanya
rumah itu tidak jauh dari rumah orangtua.

Program pembentukan desa menyebabkan bahwa kampung-kampung kecil Betaabib dan


Kikonmirip kemudian membentuk desa-desa yang baru, yaitu desa Kabiding dan desa
Dabolding, dengan rumah-rumah yang dibangun di kiri-kanan jalan-jalan.
6.4. Asas hubungan kekerabatan

Pada umumnya, dalam masyarakat orang Ngalum terdapat dua asas ke turunan, * n patrilineal
dan bilateral. Hubungan dengan kaum kerabat ayah sangat luas, dan berlangsung dalam berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan ekonomi rumah tangga, upacara «selamatan», dan politik.

Pada peristiwa peristiwa itu seluruh kelompok kerabat berkumpul. Warga kelompok kerabat
semacam itu, yang dalam antropologi disebut kindred, kadang kadang tersebar hingga daerah
Abmisibil.

Kelompok-kelompok kindred terdiri dari warga-warga yang bahkan telah tersebar keluar
Kecamatan Oksibil. Di kampung Polsam, misalnya, ada iwolmai Ningdana, Uropkulin, Del 1,
Bamulki, dan Oktemka. Kecuali itu juga ada warga klen yang fiktif, yaitu yang pada umumnya
tidak berasal dari salah satu klen tersebut di atas, antara lain karena mereka tidak dapat
menelusuri garis keturunannya lagi.

6.5. Komunitas

Tiap tenabun, atau keluarga inti, hidup sebagai kesatuan-kesatuan ekonomi rumah tangga dalam
suatu komunitas desa . Rasa solidaritas dalam komunitas sebelum tahun 1960an dintensifkan
dengan adanya rumah adat khusus bagi pria . Pelajaran ini mereka peroleh dalam bokam dari
seorang dukun.

Kesatuan tetap terpelihara dalam berbagai kegiatan upacara dan ritus yang dilakukan untuk
mengokohkan kekuatan dalam diri mereka sendiri, sebelum dan sesudah mereka melakukan
suatu kegiatan . Berdoa, menyanyi, mendengarkan pelajaran agama, dan kebaktian keluarga yang
diselenggarakan gereja mendapat sambutan baik, karena pemakaian bahasa.Ngalum sebagai
bahasa pengantar memudahkan hubungan antara para penginjil dan penduduk.

6.6. Kepemimpinan Masyarakat

Masyarakat Ngalum adalah suatu masyarakat kekerabatan, dan dalam hal ini iwolmai atau klen
patrilineal merupakan kesatuan ekonomi dan poli tik yang terpenting. Warga dari satu klen
melintas iwol atau desa-desa, dan hidup tersebar dalam berbagai desa; sementara dalam satu iwol
tinggal warga dari beberapa iwolmai.

 Satu iwolmai dikepalai seorang iwolmai ngolki. Seorang pemimpin klen harus mampu
memelihara hubungan antara warganegara yang tersebar luas di berbagai desa. Makin
aktif ia, makin erat solidaritas iwolmai. Masyarakat Ngalum yang tradisional mengenal
tiga macın pemimpin, ya itu arah ngolki, kakaalut, dan bolkam ngolki.

Hubungan antarkampung atau antar daerah biasanya dilakukannya bersama arah ngolki.

Sebagaimana telah kita lihat di atas, bolkam ngolki adalah seorang pemimpin bolkam . Ia
mengatur masalah-masalah keagama an, dan menjadi pemuka upacara dan ritus yang berkenaan
dengan daur hidup, dengan kekuatan-kekuatan dalam alam gaib dan manusia. Bolkam ngolki
seringkali dipandang sebagai tokoh adat yang meneruskan berba gai pengetahuan yang
diperolehnya dari generasi sebelumnya.

Kedudukan ngolki terbuka bagi setiap warga masyarakat Ngalum yang mau bekerja keras, jujur,
bijaksana, dan memiliki keberanian. Secara tradisional masyarakat Ngalum dapat digolong-
golongkan ke dalam: golongan para ngolki, orang biasa, dan orang bukan sukubangsa B_{N} .
Dalam kehidupan sehari-hari penggolongan itu tidak tampak jelas, tetapi tampak dalam berbagai
upacara adat dan upacara kematian.

 Pelanggaran terhadap adat oleh warga, misalnya pencurian, berakibat bahwa


pelanggarnya kemudian diadili oleh para orang tua di bawah pimpinan iwolmai ngolki.
Hukuman untuk mencuri adalah pemotongan tangan hingga batas pergelangan, suatu
tindakan hukuman yang telah disyahkan oleh masyarakat. Oleh karena hukuman yang
berat itu, dalam kehidupan warga masyarakat orang Ngalum tidak kita jumpai kasus
pencurian, - Apabila pengadilan kelompok kerabat tidak dapat mengadili suatu perkara,
maka perkara itu diserahkan kepada pemimpin adat kampung selaku pengadilan tertinggi.

7. Kepercayaan dan Agama

Berdasarkan data dari setiap desa, 80% penduduk daerah Oksibil beragama Kristen Katolik, dan
sisanya beragama Kristen Protestan. Walaupun secara resini penduduk Oksibil telah menganut
agama Nasrani, pada hakekatnya banyak di antara mereka belum meninggalkan konsepsi
kepercayaan asli mereka. Kepercayaan itu pada umumnya dianut orang-orang yang sudah tua di
kampung-kampung. Mereka taat menghadiri misa di gereja, tetapi tetap berkeyakinan bahwa
dewa tertinggi atau pencipta manusia berikut segala isinya adalah Atangki, atau Awi .

Upacara-upacara ini dilakukan dalam bolkam iwol atau di suatu tempat yang dipandang keramat.
Pada upacara-upacara itu disediakan makanan yang dusicikan dengan doa-doa serta lagu-lagu
keramat, dan kemudian dimakan bersama.

Suatu masa krisis yang antara lain disebabkan oleh wabah atau bahaya kelaparan, biasanya
ditanggulangi dengan mengadakan upacara dengan tarian suci dan dengan menyanyi meriah,
yang kemudian diikuti dengan upacara tarian Oksang dan Bar.

Warga sukubangsa 88 N yakin bahwa jiwa orang yang semasa hidupnya pernah melakukan
pelanggaran adat atau pernah berbuat jahat, Upacara-upacara keagamaan pada orang Ngalum
juga secara jelas berfungsi sebagai sarana untuk mempersatukan warga klen-klen yang kini
sudah tersebar di berbagai desa yang jauh letaknya, dengan cara selalu mengacu kepada ruh-ruh
nenek-moyang klen.
Warga sukubangsa Ngalum yakin bahwa jiwa orang yang semasa hidupnya pernah melakukan
pelanggaran adat atau pernah berbuat jahat, akan menempati alam sekeliling tempat tinggal
manusia apabila orang itu meninggal.

8. Perubahan Kebudayaan

Perang seperti itu sering menjadi berlarut-larut, sampai kerugian yang diderita oleh kedua belah
pihak sudah cukup besar. Pihak yang pa ling banyak menderita kerugian menerima penggantian
atas kerugian yang dideritanya, dalam bentuk wanita atau harta benda . Dalam tahun 1958 peme
rintah Belanda mendirikan pos di daerah Oksibil, dan sejak itu peperangan antargabungan klen
dan antarsukubangsa mulai dilarang.

Dalam tahun 1957 Pastor Hendrik Kemper dari Ordo Hati Suci, Pastor Paroki dari Keuskupan
Merauke di Waropka.

Keterangan ini kami peroleh dari Bapak Atek, yang dalam tahun 1959 merupakan guru yang
pertama di daerah itu. Simbol-simbol Indonesia yang paling mudah tanpak adalah mata uang ,
karena sejak ada pengaruh dari gereja dan pemerintah Belanda, uang sudah digunakan di daerah
Oksibil, dan bahkan telah digunakan untuk berdagang dengan. Berbagai upacara dilakukan untuk
menjaga keseimbangan hidup, yang harus ditandai dengan pemberian, yang menurut konsepsi
orang Ngalum merupakan suatu kewajiban agama, dan harus dilakukan agar manusia terhindar
dari bencana. Upacara-upacara yang terbesar dan lazim dilakukan dalam semua desa Ngalum
adalah upacara pemeliharaan dan perbaikan bokam iwol.

Lambang untuk menyatakan identitas orang Ngalum adalah keladi, yang melambangkan
kehidupan manusia. Karena itu pada saat menanamnya pun harus ada suatu upacara khusus, yang
hanya dilakukan oleh pria. Simbol keladi itu tidak hanya bersifat abstrak, tetapi juga diwujudkan
dalam gambar yang ditempatkan di atas pintu masuk bokam iwol. Perubahan-perubahan yang
terjadi dalam masyarakat Ngalum menunjukkan sebaliknya, yaitu suatu cara berpikir yang sangat
rasional terhadap unsur-unsur yang datang dari luar.

Mereka berlaku selektif dalam menerima atau menolak unsur-unsur kebudayaan baru, dan hanya
menerima hal-hal yang mereka pandang berguna bagi kehidupan mereka. Namun mereka juga
bisa kecewa apabila pengetahuan yang mereka peroleh di sekolah yang hanya setengah setengah
itu ternyata tak ada gunanya.

Anda mungkin juga menyukai