Fenomena menyedihkan yang terjadi di negara-negara muslim akibat serbuan budaya dan
peradaban Barat -terutama dalam aspek pendidikan-, telah mendorong Abul Hasan Ali An-Nadwi
(selanjutnya ditulis An-Nadwi) mencurahkan perhatian yang besar terhadap permasalahan ini.
Kegundahan dan kerisauan An-Nadwi dalam hal ini sangat nampak dalam buku-buku dan
ceramah-ceramahnya di beberapa negara Muslim.
Penyadaran dan upaya membangunkan ummat dari kondisi terlena, penguatan identitas
dan ‘izzah sebagai muslim serta penegasan peran ummat Islam yang urgent di abad modern ini,
selalu mendapat porsi yang besar dalam kiprah da’wah dan karya-karya ilmiahnya. Hampir
sebagian besar buku-buku dan ceramah beliau dilandasi dan dibangun dengan spirit dan ruh yang
membangkitkan ini.
Gemerlap kemajuan Barat sama sekali tidak membuatnya silau dan inferior. An-Nadwi
justru menguliti kemajuan peradaban Barat itu dan menunjukkan kelemahan-kelemahannya.
Dalam pandangannya peradaban Barat tak lebih dari sebuah peradaban pincang. Ibarat pohon yang
busuk, maka buah yang dihasilkan juga busuk, karena mereka menanam pohon peradabannya
sambil membuang agama dan melupakan Tuhan.1
1
Abul Hasan Ali An-Nadwi, Madza Khasira Al-‘Alam bi Inhithati Al-Muslimin, (Kairo: Maktabah Al-Iman),
edisi Indonesia Kerugian Dunia Karena Kemunduran Umat Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, tt) terj. Bey Arifin.
Peradaban Barat menurutnya mempunyai ciri yang khas yaitu, 1) kepercayaan yang
berlebihan terhadap panca indera dengan meremehkan hal-hal yang di luar panca indera, 2)
kelangkaan rasa keagamaan dan kerohanian, 3) kecenderungan terhadap hal duniawi dan sangat
senang dengan kehidupan foya-foya, 4) memiliki rasa fanatik kebangsaaan (nasionalisme) yang
tinggi. Semua itu dapat diringkas dalam satu kata; “materialisme”. 2
Fenomena materialisme yang dihembuskan peradaban modern ini telah menjadi wabah
yang melanda dunia Islam. Bahayanya tidak hanya mengancam gaya hidup menjadi hedonis, cinta
dunia dan tamak. Cara berfikir pun teracuni worldview materialistis. Ilmu pengetahuan terjauhkan
dari nilai-nilai ketuhanan. Ruh pendidikan tercerabut dari tujuan hakikinya. Agama dan segala hal
yang terkait dengan nilai spiritual menjadi tersingkirkan dari area publik. Terkungkung dalam
wilyah privat yang asing dan digempur arus budaya hipokrit.
Pada gilirannya jiwa manusia menjadi kering, hampa dari keimanan. Perasaan beragama
menjadi luntur, dan dekadensi moral terjadi di mana-mana. Manusia menjadi kehilangan
esensinya, terpuruk dalam kubangan krisis rȗhiyyah. An-Nadwi menggambarkan manusia-
manusia yang sudah kehilangan kesempurnaan ruhnya itu bagaikan robot-robot yang tidak
memiliki rasa dan nurani. Karena jiwa dan hati telah mati dan menjadi keras membatu, maka
lenyaplah kebaikan, kehormatan dan akhlak.
Ketika ummat Islam mengekor kepada sistem dan konsep Barat, ini adalah masalah besar
bagi ummat Islam. Inilah sumber utama yang menjadikan ummat Islam kehilangan identitasnya.
Menurutnya dengan sistem dan konsep Barat yang sekular itu, ummat Islam kini menghadapi
ancaman murtad yang lebih berbahaya yaitu paham materialisme (kebendaan) yang datang dari
pengaruh Barat.3
2
Lihat An-Nadwi, Madza Khasira Al-‘Alam bi Inhithati Al-Muslimin
3
An-Nadwi, Nahwa Al-Tarbiyyah Al-Islamiyyah Al-Hurrah, (Beirut: Muassasah Al-Risalah, 1985), cet. 5,
h. 25. Atau bisa juga dilihat dalam bukunya yang lain yang mengkaji lebih khusus masalah ini dalam Riddah Wala
Aba Bakr Laha (Murtad: Mengapa Tidak Ada Abu Bakar Memeranginya?, (Makkah Al-Mukarramah : Al-Maktabah
Al-Makkiyyah, 1992), cet. 2, h. 6-8.
4
An-Nadwi, Riddah wala Aba Bakr Laha, ibid.
Terdepan dalam Pertarungan Alam Pemikiran di Dunia Islam
Buku An-Nadwi yang lain menggambarkan sebuah refleksi pertarungan sengit alam
pemikiran yang melanda dunia Islam. Dan An-Nadwi hadir sebagai salah satu petarung yang
terdepan dalam mempertahankan identitas Islam dari serbuan pemikiran Barat. Kontribusi beliau
dapat dilihat misalnya pada karyanya, Al Shira’ Baina Al Fikrah Al Islamiyyah wa Al Fikrah Al
Gharbiyyah fi Al Aqthar Al Islamiy yah. Atau bukunya yang merindukan tampilnya Abu Bakar-
Abu Bakar baru dalam menghadapi fenomena gelombang kemurtadan pemikiran ini, Riddah wala
Aba Bakr Laha.
Untuk menumbuhkan identitas dan ‘izzah sebagai muslim, An-Nadwi juga banyak menulis
tokoh-tokoh Islam baik salaf (terdahulu) maupun khalaf (kontemporer). Ada buku Rijal Al-Fikr
wa Al-Da’wah fi Al-Islam, Al-Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari wa Kitabuhu Shahih Al-
Bukhari, Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri, Al-Imam ‘Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Imam Al-Syahid
Hasan Al-Banna dan juga buku-buku yang mengangkat tokoh-tokoh da’i dan mujahid India
seperti Al-Imam Al-Syahid Ahmad bin ‘Irfan.6
5
Tentang karya-karya ini, lihat, Muhammad Ijtiba An-Nadwi, Abu Al-Hasan Ali Al-Nadwi Al-Da’iyah Al-
Hakim wa Al-Murabbi Al-Jalil, (Damaskus: Daar Al-Qalam, 2001), cet. 1.
6
Ibid.
karyanya yang lain seperti, Ila Mumatstsili Al-Bilad Al-Islamiyyah, Isma’i ya Mishr, Isma’i ya
Suriyyah, Ilaa Al-Islam min Jadid, dan lainnya.7
Barangkali apa yang digambarkan oleh ulama besar kontemporer saat ini, Syaikh Yusuf
Al-Qaradhawi tentang pokok-pokok pikiran An-Nadwi dalam karya dan kiprah da’wahnya
menjadi pandangan dan pengakuan yang paling otoritatif. Sebuah penilaian yang disampaikan
seorang tokoh yang punya kapasitas untuk seorang tokoh yang juga memiliki kapasitas dan
dihormati.
Al-Qaradhawi menulis dalam Rakaiz Al-Fiqh Al-Da’awi ‘Inda Al-‘Allamah Abi Al-Hasan
Al-Nadwi, (Pilar-pilar dan Asas yang Menjadi Landasan Da’wah An-Nadwi) yang dimuat pada
website resminya, http://www.qaradawi.net. Menurut Al-Qaradhawi, pilar-pilar tersebut
mencapai 20 pilar sebagaimana yang dijelaskan berikut:
7
Ibid.
8
Ibid.
10. Naqd Al-Fikrah Al-Qaumiyyah wa Al-‘Ashabiyyah Al-Jahiliyyah (Kritik Terhadap
Pemikiran Nasionalis dan ‘Ashabiyyah Jahiliyyah)
11. Ta’kid ‘Aqidah Khatm Al-Nubuwwah wa Muqawamah Al-Fitnah Al-Qadiyaniyyah
(Menegaskan Aqidah Kenabian Terakhir dan Memerangi Fitnah Qadiyani)
12. Muqawamah Al-Riddah Al-Fikriyyah (Memerangi Fenomena Murtad Pemikiran)
13. Ta’kid Daur Al-Ummah Al-Muslimah wa Istimraruha fi Al-Tarikh (Menegaskan Peran
Ummat Islam dan Eksistensi dalam Sejarah)
14. Bayan Fadhl Al-Shahabah wa Manzilatuhum fi Al-Din (Penjelasan Mengenai Keutamaan
Sahabat dan Posisi Mereka dalam Agama)
15. Al-Tanwih bi Qadhiyyah Filisthin wa Tahriruha (Mengingatkan Permasalahan Palestina
dan Pembebasannya)
16. Al-‘Inayah bi Al-Tarbiyyah Al-Islamiyyah Al-Hurrah (Menjaga dan Merawat Pendidikan
Islam yang Mandiri)
17. Al-‘Inayah bi Al-Thufulah wa Al-Nasy’u (Menjaga dan Merawat Fase Kanak-kanak dan
Remaja)
18. I’dad Al-‘Ulama wa Al-Du’at Al-Rabbaniyyin Al-Mu’ashirin (Menyiapkan Ulama dan
Da’i Rabbani yang Mengerti Zamannya)
19. Tarsyid Al-Shahwah wa Al-Harakat Al-Islamiyyah (Mengayomi Semangat Kebangkitan
dan Pergerakan Islam)
20. Da’wah Ghair Al-Muslimin (Berda’wah Kepada Non Muslim)9
Itulah pengakuan dan penghargaan seorang tokoh untuk sang tokoh. Sebagaimana pepatah
Arab mengatakan, ‘La Ya’rif Al-Rijal Illa Al-Rijal’ kurang lebih maknanya, ‘Orang Besar Hanya
dapat Dikenali oleh Orang Besar’. Demikianlah, perhatian seorang An-Nadwi terhadap
permasalahan ummat, wabil khusus masalah pendidikan dan tantangan pemikiran yang
dihadapinya, benar-benar telah dirasakan oleh ummat, mendapatkan apresiasi dan kesaksian dari
seorang tokoh ummat saat ini. Fajazaahullaahu Khairal Jazaa yaa Aba Al Hasan!
Kiprah da’wah An-Nadwi tidak hanya dalam tataran ide dan gagasan saja, secara praktek
An-Nadwi juga banyak terlibat dan melibatkan diri dalam proyek-proyek da’wah yang ril dan
membumi. Beliau tercatat sebagai salah satu tokoh ummat yang membidani lahirnya institusi
pendidikan tinggi, seperti Al-Jami’ah Al-Islamiyyah di Madinah Al-Munawwarah, dimana beliau
9
Yusuf Al-Qaradhawi, Rakaiz Al-Fiqh Al-Da’awi ‘Inda Al-‘Allamah Abi Al-Hasan Al-Nadwi,
http://www.qaradawi.net/library/72/3752.html
sebagai tim perumus dan duduk sebagai anggota Majlis Al-Istisyari. Sebagaimana beliau juga aktif
dan berperan besar dalam pembentukkan Lembaga Kajian Islam Oxford, An-Nadwi juga
dipercaya sebagai Direkturnya pada tahun 1983. Menjadi salah satu tokoh dewan pendiri Rabithah
Alam Islami juga sebagai dewan penasehat di beberapa univesitas Islam terkemuka. 10
Beberapa penghargaan dari organisaisi dan lembaga internasional serta para pemimpin
dunia Islam diberikan kepada An-Nadwi sebagai apresiasi bagi karya dan khidmat beliau terhadap
ummat dan agama ini. Di antaranya; King Faishal International tahun 1980, kehormatan haflah
takrim di Jeddah Saudi Arabia tahun 1985 dan kehormatan yang sama pada tahun 1996 di Istanbul
Turki, penganugerahan bintang tanda jasa USESCO dari Liga Arab, gelar Doktor H.C dalam
bidang Adab dari Kasymir University, tahun 1981, Hasanah Bolkiah Awward tahun 1998 dan
Imam Waliyyullah Ad-Dahlawi Award tahun 1999 serta terpilih sebagai tokoh Islam berpengaruh
dari pemerintah Emirat di Dubai pada tahun 1998.
10
Lihat, Muhammad Ijtiba, op.cit. h. 63.