Anda di halaman 1dari 19

Kajian Eksklusif As-safir

Himpunan Mahasiswa dan Masyarakat Sumatera Utara


Selasa, 8 Maret 2022

Teologi Ahmadiyah; Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya1


Oleh: Zaki Muthohar Tarigan2

1. Pendahuluan
Muhammad Saw. diutus dengan syariat yang terang dan tidak mengandung keredupan,
jelas dan tidak ambigu, dan sudah diakui oleh orang-orang yang wawasannya jelas, mereka
melarang semua pemahaman diluar kebaikan, dan menyampaikan syariat seperti yang
diperintahkan dan berjihad dijalan Allah hingga mereka menang, agama Islam tetap benar
-dan akan tetap benar- dengan fondasi yang tinggi, terpelihara dari tangan kejahatan dan
tipu daya, dan sebaik-baiknya pemeliharan terdapat dalan kitab suci al-Quran dan sunnah
yang otentik, dan dari dua ini telah desepakati disetiap rasionalitas disetiap zaman bahwa
al-Quran dan sunnah bebas dari segala kepalsuan, jauh dari segala hawa nafsu, lambat laun
akan terlihat fakta-fakta yang dikelilingi oleh argument dari mereka yang mengerat lidah
dari setiap kebodohan, dan akan tersingkap setiap rahasia orang yang melakukan tipu daya
Allah berfirman :

ِ ‫اِ َّنا نَحْ ُن ن ََّز ْلنَا‬


ُ ‫الذ ْك َر َواِ َّنا لَهٗ لَحٰ ِف‬
‫ظ ْون‬

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang
memeliharanya.”3
Dan sejarah telah membuktikan kita bahwa agama yang lurus selalu didera oleh jiwa yang
tergoda pada pertengkaran, sehingga banyak dari mereka berpaling dari kebenaran, dan
berjalan dalam distorsi pernyataan hingga berakhir dalam kesesatan.
Penyimpangan ini tidak hanya sebatas pada mereka yang mengaku berpengetahuan agama
namun fakta sebaliknya, akan tetapi banyak dari pemimpin dari sekte-sekte yang
menyimpang dari rasionalitas. Bahkan kekeliruan ini merambah kepada mereka yang
mengaku jiwanya meminta untuk mengklaim bahwa wahyu telah turun pada dirinya, dan
mengatakan bahwa pemahamannya yang keliru tersebut berasal dari Allah Yang Maha
Esa tanpa perantara kitabnya yang bijaksana dan Rasul yang Mulia.

1
Makalah ini akan dipresentasikan pada kajian eksklusif As-Safir Himpunan Mahasiswa dan Masyarakat Sumatera
Utara pada selasa, 8 Maret 2022.
2
Pemateri merupakan mahasiswa Fakultas Ushuluddin, jurusan Akidah Filsafat tk. 3 Universitas al-Azhar, Kairo,
Mesir.
3
Q.S. al-Hijr : 9.

1
Dan setiap pengklaim dirinya Nabi adalah orang yang pergi tanpa meninggalkan jejak,
Pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan al-Umawi, ada yang
mengklaim dirinya Nabi bernama al-Harits bin Said. Dulunya, ia adalah seorang zuhud
yang ahli ibadah sehingga banyak orang yang tertipu olehnya sampai ia jatuh pada tangan
Abdul al-Malik dan mengakhiri hidupnya tanpa meninggalkan jejak, dan seperti Ishaq al-
Akhrus yang muncul pada pemerintahan Khalifah as-Saffah, dia diikuti oleh sekte-sekte
tertentu hingga hidupnya diakhirkan hingga berakhir pula fitnahnya.
Dan dalam kategori ini muncullah Mirza Ghulam Ahmad sebagai tokoh aliran Ahmadiyah.
Maka pada makalah kali ini, penulis ingin menjelaskan mazhab Ahmadiyah dari segi
historis; mulai dari kemunculan hingga kemunduran, konsepsi kenabian, Mahdisme, Isa al-
Masih serta hubungannya dengan kolonial Inggris dan perkembangannya diindonesia.

2. Pembahasan
2.1 Historiografi Perjalanan Hazrat Ahmad
Pendiri Jemaat Ahmadiyah bernama Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Nama beliau
yang asli hanyalah Ghulam Ahmad. Mirza melambangkan keturunan Moghul.
Kebiasaan beliau adalah suka menggunakan nama Ahmad bagi diri beliau secara
ringkas. waktu menerima baiat dari orang-orang, ia hanya memakai nama Ahmad.
Dalam ilham-ilham, Allah Ta’ala sering memanggilnya dengan nama Ahmad juga.
Hazrat Ahmad lahir pada tanggal 13 Februari 1835 M, atau 14 Syawal 1250 H, hari
Jumat, pada waktu shalat Subuh, di rumah Mirza Ghulam Murtaza ayahnya, di desa
Qadian. Beliau lahir kembar, Yakni beserta beliau lahir pula seorang anak
perempuan yang tidak berapa lama kemudian meninggal dunia. Demikianlah
sempurna sudah kabar-ghaib yang tertera di dalam kitab-kitab agama Islam bahwa
Imam Mahdi akan lahir kembar. Qadian terletak 57 km sebelah Timur kota Lahore,
dan 24 km dari kota Amritsar di propinsi Punjab, India.
Hazrat Ahmad adalah keturunan Haji Barlas, raja kawasan Qesh, yang merupakan
paman Amir Tughlak Timur. Tatkala Amir Timur menyerang Qesh, Haji Barlas
sekeluarga terpaksa melarikan diri ke Khorasan dan Samarkand, dan mulai menetap
disana. Tetapi pada abad kesepuluh Hijriah seorang keturunan Haji Barlas bernama
Mirza Hadi Beg beserta 200 orang pengikutnya hijrah dari Khorasan ke India
karena beberapa hal, dan tinggal di kawasan sungai Bias dengan mendirikan sebuah
perkampungan bernama Islampur, 9 km jauhnya darii sungai tersebut.4
Mirza Hadi Beg adalah seorang cerdik pandai, beliau diangkat oleh pemerintah
pusat Delhi sebagai qadhi (hakim) untuk daerah sekelilingnya. Oleh sebab
kedudukan beliau sebagai qadhi itulah maka tempat tinggal beliau disebut Islampur
Qadhi. lambat laun kata Islampur hilang, tinggal Qadhi saja. Dikarenakan logat
daerah setempat, akhirnya disebut sebagai Qadi atau Qadian, keluarga inii

4
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad , Sirat Masih Mau’ud, h.1

2
senantiasa memperoleh kedudukan mulia dan terpandang dalam pemerintahan
negara. dan pernamaan ahmadiyah sering dinisbahkan dengan nama Qadianian.5
Hazrat Ahmad lahir pada tahun 1835 ketika ayahnya sedang masa kejayaan dan
hartawan, serta mempunyai kedudukan yang baik di kerajaan Maharaja Ranjit
Singh, sehingga banyak waktunya tercurahkan pada masalah-masalah duniawi.
Namun lain halnya dengan Mirza Ghulam Ahmad, ia sedari dini mencurahkan
waktunya dalam perkara rohani.
Saat masih kanak-kanak, ayah beliau telah mempekerjakan seorang guru bernama
Fazal Ilahi untuk mengajar beliau mengaji al-Quran serta beberapa kitab bahasa
Farsi (1841). Setelah berusia 10 tahun, dipanggil lagi seorang guru bernamaFazal
Ahmad yang amat baik dan benar-benar beragama (1845).6 Setelah beliau as
berusia 17 tahun, ditetapkan seorang guru lain bernama Gul Ali Shah, untuk
mengajarkan beberapa kitab nahu dan mantik (logika). Ilmu ketabihan beliau
pelajari dari ayah beliau sendiri yang merupakan seorang tabib mahir dan pandai.
Pelajaran semacam ini pada zaman itu terpandang cukup tinggi hingga sudah
sewajarnya saat usia masih muda ia menjadi pusat ilmu bagi kawan-kawan
sekitarnya, namun bila dibandingkan dengan kewajiban yang akan beliau emban,
hal itu tidak berarti sedikit pun.
Ketika Hazrat Ahmad as. selesai menuntut pelajaran, waktu itu pemerintah Inggris
sepenuhnya telah menguasai seluruh Punjab. Dan bahaya pemberontakan pun telah
padam. Warga India telah mulai bekerja di pemerintah Inggris untuk mendapakan
kedudukan dan kemajuan. Walupun ia masih muda -waktu itu berusia 28 tahun-
karena taqwa dan kesucian amal ia, para orang tua dari golongan Islam maupun
Hindu sama-sama menghormati ia. Para pendeta Kristen pun pada waktu itu mulai
menyebarkan agama mereka di Punjab. Sebagian besar orang Islam tidak dapat
menjawab serangan-serangan mereka. Tetapi ketika berdiskusi dengan Hazrat
Ahmad, senantiasa saja orang-orang Kristen mengalami kekalahan dan di antara
pendeta Kristen, mereka yang mencintai kebenaran sangat hormat terhadapnya.7
Hazrat Ahmad sering terserang penyakit diare, dan kali ini setelah tiba di Lahore
penyakit ini menyerang dengan lebih hebat lagi. Orang-orang tidak henti-hentinya
datang menjumpai ia, sehingga beliau tidak dapat waktu yang cukup untuk istirahat.
Pada tanggal 26 Mei 1908, pukul 10:30 pagi Hazrat Ahmad Telah mengkhidmati
agamanya. Ia wafat dalam usia 73 tahun, Kabar tentang kewafatan Hazrat Ahmad.
dengan cepat tersebar keseluruh Lahore hingga seluruh penjuru india.8

5
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Sirat Masih Mau’ud, h. 2.
6
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Sirat Masih Mau’ud, h. 6.
7
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Sirat Masih Mau’ud, h. 7.
8
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Sirat Masih Mau’ud, h. 46.

3
2.1.1 Berdirinya Ahmadiyah
Jemaah Ahmadiyah didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as. (1835-
1908), pada bulan Maret 1889, ketika beliau berusia 54 tahun. Markas Jemaah
didirikan di Qadian, sebuah kota kecil di Punjab (India), tempat beliau berasal,
dan yang terletak sekitar 11 mil di sebelah timur laut Batala, sebuah stasiun
kereta api. Meskipun beliau menghadapi penentangan keras oleh para pengikut
setiap agama di India dan sikap tidak simpatik para pejabat pemerintah terhadap
dirinya awalnya, Jemaah yang beliau dirikan terus mengalami kemajuan di
seluruh pelosok India, sehingga pada saat kewafatan beliau pada bulan Mei
1908, para pengikut beliau sudah berjumlah ratusan ribu, dan Jamaah telah
menyebar ke negara-negara tetangga seperti Arab, Afghanistan. Dll.
Pascawafatnya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, dilanjutkan melalui sistem
khilafah, “guru saya yang terhormat Hazrat Maulwi Nuruddin ra. terpilih
menjadi imam Jamaah, dan saat kewafatannya pada bulan Maret 1914, saya
terpilih menggantikan beliau” Begitu pendapat Khalifah Masih II. Mungkin
tidak berlebihan untuk disebutkan di sini bahwa, sebagaimana yang berlaku
pada masa awal Jemaah Ahmadiyah dipimpin dan diperintah oleh seorang
kepala rohani, yang dipilih oleh Jemaah. Tidaklah wajib bahwa imam Jemaah
harus bagaimana pun, terkait dengan pendiri Jemaah. Seperti misalnya,
penerusnya yang pertama tidak berhubungan dengan beliau baik oleh darah atau
perkawinan, di sisi lain, tidak wajib bahwa Imam Jemaah tidak boleh terkait
dengan pendiri Jemaah, seperti, misalnya, saya mendapat kehormatan menjadi
putera beliau.
Saat ini Jemaah Ahmadiyah tetap eksis dan telah menyebar ke hampir semua
penjuru duni hingga anggotanya berjumlah lebih dari setengah juta, yang
sebagian besar ada di India (dan Pakistan) dan negara-negara yang berdekatan
dengannya. Ahmadiyah lahir dalam semangat mengkhidmati Agama Islam,
memuliakan Rasulullah Saw. dan mengkhidmati kemanusiaan. Namun, karena
penentangan keras dan penganiayaan yang dialami para anggota Jemaah,
banyak orang yang telah menerima kebenarannya, tidak mampu bergabung
secara terbuka, dan orang-orang tersebut banyak terdapat di kalangan Sikh,
Hindu dan berbagai sekte Islam.9

9
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, Ahmadiyah Islam Sejati, h.10

4
2.1.2 Kelompok Ahmadiyah
Pada awalnya Ahmadiyah hanyalah satu aliran ketika masa khalifah Nur ad-
din, namun tidak ketika akhir hidup Nur ad-Din sudah mulai tampak perbedaan
pendapat, hingga ketika ia wafat Ahmadiya terbagi menjadi dua: Pertama,
kelompok Qadian yang dipimpin oleh Mahmud Ibnu Ghulam Ahmad. Kedua,
adalah kelompok “Lahore” yang dipimpin oleh Muhammad Ali yang
menterjemahkan al-Qur’an kebahasa Inggris.
Landasan kepercayaan kelompok pertama adalah mereka meyakini bahwa
Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Masih Mau’ud10, sedangkan kelompok
“Lahore” sebaliknya mereka tidak meyakini Mirza Ahmad sebagai Nabi,
penyimpangan yang terdapat pada kelompok “Lahore” adalah mereka
mengingkari Nabi Isa as. Dilahirkan tanpa seorang ayah, pendapat tersebut
ditetapkan oleh pemimpinnya Muhammad Ali dan menawarkan distorsi dalam
beberapa Ayat demi keharmonisan kelompok ini.11

10
Al-Masih Isa yang dijanjikan oleh Rasulullah Saw.
11
Muhammad Khudhar husein, al-Qadiyani dan Baha’I, (Kairo: Daar as-Safwah, 2011M), cet. Pertama, h.33.

5
2.2 Asas-Asas Fundamental Ahmadiyah
2.2.1 Teologi Kenabian Hazrat Ghulam Ahmad
Para nabi senantiasa muncul seperti awan bermuatan air hujan yang
menyegarkan kembali bumi setelah musim kering yang panjang.

‫َوا ِْن ِم ْن ا ُ َّم ٍة ا ََِّّل خ َََل فِ ْي َها َن ِذيْر‬


“Tidak ada satu kaum pun yang kepadanya tidak diutus seorang Juru
Peringat”12
Jemaah Ahmadiyah percaya bahwa dunia masa ini sangat membutuhkan
seorang pemandu dan pembimbing yang akan menunjukkan jalan menuju
Allah, dan akan memimpin kita, keluar dari keraguan menuju keyakinan dan
kepastian. Dan itu sudah terhimpun dalam diri Hazrat Mirza Ghulam Ahmad
as. yang dibangkitkan Allah untuk reformasi zaman ini. mereka mengklaim
bahwa Mirza Ahmad adalah Nabi yang diutus.13
Mirza Ahmad menyebutkan bahwa allah telah menurunkan wahyu kepadanya,
dan berpendapat bahwa wahyu itu ada dua macam:
1. Wahyu Allah kepada para Nabi
2. Wahyu Allah kepada para wali
Seperti halnya wahyu Allah kepada ibu Musa dalam firman Allah:

ٓ
‫علَ ْي ِه فَا َ ْل ِق ْي ِه فِى ْال َي ِم َو ََّل تَخَا ِف ْي‬
َ ‫ت‬ ِ ‫َوا َ ْو َح ْي َنا ٓ ا ِٰلى ا ُ ِم ُم ْوسٰ ٓى ا َ ْن ا َ ْر‬
ِ ‫ض ِع ْي ِۚ ِه فَ ِاذَا ِخ ْف‬
َ ‫َو ََّل تَحْ زَ ِن ْي ِۚاِ َّنا َر ۤاد ُّْوهُ اِلَي ِْك َو َجا ِعلُ ْوهُ ِمنَ ْال ُم ْر‬
َ‫س ِليْن‬
Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, “Susuilah dia (Musa), dan apabila
engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan
janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami
akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang
rasul.”14
Mirza Ahmad memproklamirkan: “Sesungguhnya kenabianku adalah cerminan
dari Nabi Muhammad Saw. Bahwa aku adalah Dzillun-Nabi15 yang mana tidak
memiliki wujud Mustaqil,16 dan bahwa Nubuatku tidak memiliki kuantitas
apapun dalam arti sebenarnya, namun merupakan gambaran yang asli bagi yang
mengetahuinya”.17

12
Q.S. al-Fathir : 25.
13
Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad , Ahmadiyah Islam Sejati, h.13.
14
Q.S. al-Qasas : 7.
15
Bayangannya Nabi; bisa didapat melalui jendela fana fir-Rasul atau melalui pintu fana atau penyerahan diri
seluruhnya pada Rasulullah Saw.
16
Independent; menjadi nabi bukan karena mengikuti nabi .
17
Dr. Mustafa asy-Syak’ah, Islam bila Mazahib, (Kairo: Daar Mishriyah Lubnan, 2017 M) cet. Ke-22, h.356.

6
Jika telah tiba kedatangan Masih Mau’ud tidak mengurangi martabat Nabi
Saw. sebagai khataman nabiyyin dan tidak akan merusak segel khataman
nabiyyin Saw. sebab pada hakikatnya kenabiyan seperti ini bukan kebanian dia
lagi melainkan kenabian Rasulullah Saw. wujudnya bukan wujudnya lagi,
sebab dalam kacamata kefanaannya terbayang wujud Rasulullah Saw.
Kenabiannya bukan karena dirinya melainkan karena mata air dari Nabinya,
kenabiannya bukan untuk dirinya melainkan untuk keperkasaan Nabi
Muhammad Saw.18
Jemaah Ahmadiyah percaya bahwa nabi ada dua macam, mereka yang
membawa hukum atau syariat dan mereka yang datang untuk menafsirkan dan
mengukuhkan hukum dan membersihkan kekotoran-kekotoran yang
menyelinap masuk ke dalam sistem suatu agama karena perjalanan waktu.
Semua sistem agama menerima pembedaan ini, dan ini dengan baik
digambarkan oleh rangkaian nabi yang mengikuti Musa as. Musa as. adalah
pembawa syariat dan sezamannya Harun as. dan penerusnya termasuk Isa as.,
diutus hanya untuk memantapkan syariat yang diwahyukan melalui Musa as.
Isa as. sendiri bersabda :
“Jangan mengira aku datang untuk menghapuskan hukum Taurat, atau nabi-
nabi: aku tidak datang untuk menghapuskan tetapi untuk menggenapi.”
(Matius 5:17).
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad memproklamirkan bagi yang tidak menerima
dakwahnya maka akan dijatuhkan sebutan kafir terhadapnya layaknya seorang
Yahudi, dalam bukunya “Hakikat Wahyu” Mirza Ahmad menggolongkan
sebutan kafir dengan dua bagian:
1. Mereka yang menyangkal Islam atau kenabian Muhammad Saw.
2. Mereka yang menyangkal Masih Mau’ud dan berdusta serta
menyebarkan penyangkalannya terhadap kebenaran Masih Mau’ud. 19

Dalam narasi Jemaah Ahmadiyah dalam “Syarat-syarat masuk kedalam Jemaah


Ahmadiyah”, sudah jelas bahwa muslim yang mengingkari kenubuatan Mirza
Ghulam Ahmad lebih rendah derajatnya dibanding seorang Munafik. Dan
beberapa dari narasinya: “Dan seorang Ahmadiyah tidak boleh sholat selain
Ahmadiyah, Seolah-olah dengan perbuatannya ia menjadi perantara kepada
Allah bagi orang yang berkeras menentang dan mengingkari Masih Mau’ud.
Padahal Allah melarang sholat kepada orang Munafik, lalu bagaimana dengan
orang kafir terhadap perintah Allah? sedang Mirza Ahmad telah
menggambarkan muslim sebagai musuh dari mazhabnya”, sebagaimana yang
dikatakannya dalam sebuah narasi yang ditujukan kepada pengikutnya:
“Katakanlah bahwa pemerintah inggris adalah rahmat dan berkah bagi kalian,
perisai yang melindungi kalian, bahwa inggris seribu kali lebih baik daripada
kaum muslim yang menjadi musuh kalian”.20

18
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Al-Wasiat, cet. Ke-7, 1993 M, h.27
19
Muhammad Khudhar husein, al-Qadiyani dan Baha’I, (Kairo: Daar as-Safwah, 2011M), cet. Pertama, h.50
20
Muhammad Khudhar husein, al-Qadiyani dan Baha’I, (Kairo: Daar as-Safwah, 2011M), cet. Pertama hl.32

7
2.2.2 Konsep al-Mahdi dan al-Masih dalam Perspektif Ahmadiyah dan
Ahlusunnah
Dalam hal ini ada dua opini yang berkembang dalam wacana publik terkait
kedatangan al-Imam al-Mahdi dan al-Masih Isa Ibnu Maryam. Opini pertama
mengatakan bahwa keduanya akan datang, namun keduanya adalah dua person
yang berbeda dan opini tersebut dianut oleh Ahli Sunnah wal Jamaah. Opini
kedua menyakini Imam Mahdi dan al-Masih Isa Ibnu Maryam akan datang,
namun keduanya adalah satu person yang sama, satu orang menyandang dua
gelar, dan kepercayaan tersebut dianut oleh Jemaah Ahmadiyah.
Timbullah pertanyaan kepada Ahli Sunnah: “bagaimana pendapat Muktamar
tentang Nabi Isa as. Turun kembali kedunia?”, mereka menjawab “kita wajib
berkeyakinan bahwa Nabi Isa as. Itu akan diturunkan kembali pada akhir zaman
nanti sebagai Nabi dan Rasul yang melaksanakan syariat Nabi Muhammad
Saw. Dan itu tidak menghalangi Nabi Muhammad sebagai Nabi yang terakhir,
sebab ia hanya akan melaksanakan syariat Nabi Muhammad Saw.” Ahli Sunnah
meyakini, jika isa datang dengan menyandang gelar Nabi tidak bertentangan
dengan Firman Allah:

َ‫ّٰللا َوخَات ََم ال َّن ِب ّٖين‬ ُ ‫َو ٰل ِك ْن َّر‬


ِ ‫س ْو َل ه‬
“Tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi”21
Firman Allah tersebut tidak bertentangan dengan Hadis tentang turunnya Nabi
Isa as. Di akhir zaman. Karena ia tidak akan datang dengan ajaran yang
menghapuskan ajaran Nabi Muhammad Saw. Namun justru akan
menetapkannya dan mengamalkannya, Dan Ahli Sunnah wal Jamaah meyakini
al-Masih Isa as. yang datang kebumi adalah al-Masih Isa as. Yang pernah diutus
Allah kepada bani Israil, mereka juga meyakini bahwa Imam Mahdi dan al-
Masih isa Ibnu Maryam adalah nama orang bukan predikat atau gelar yang
disandang seseorang.
Alasan Ahmadiyah meyakini al-Imam al-Mahdi dan al-Masih Isa Ibnu Maryam
bukan nama orang, melainkan predikat atau gelar yang disandang oleh
seseorang, antara lain:
1. Nabi Isa Ibnu Maryam as. telah wafat dalam usia 120 tahun, menurut hukum
orang yang sudah wafat tidak akan pernah dan haram hidup kembali.
2. Al-Masih Isa ibnu Maryam yang dijanjikan kedatangannya oleh Rasulullah
Saw. berasal dari umat Islam dan akan menjadi Imam umat Islam. Nabi
Muhammad Saw. bersabda : “Bagaimanakah keadaanmu bila Ibnu Maryam
turun di tengah-tengahmu, dan menjadi imam bagimu dari antara kamu?”

21
Q.S. al-Azhab : 40.

8
3. Al-Masih Isa as. yang dijanjikan kedatangannya oleh Rasulullah Saw. Satu
orang dengan Imam Mahdi, Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Sudah dekat
masanya, siapa yang di panjangkan umurnya di antaramu, akan berjumpa
dengan Isa Ibnu Maryam-Imam Mahdi Hakaman ‘Adalan (hakim yang
adil)”. Dalam Hadits lain Nabi Muhammad SaW., bersabda: “Laa Mahdiya
illaa ‘Iisa Tidak ada Mahdi kecuali Isa”. Dua sabda Nabi Muhammad Saw.
ini memberikan petunjuk, Isa dan Mahdi itu, bukan dua orang yang berbeda,
melainkan satu orang yang sama. Isa itu Mahdi, dan Mahdi itu adalah Isa.
4. Dalam Islam, seseorang menyandang nama Maryam dan Ibnu Maryam,
karena memiliki derajat keimanan setara dengan derajat keimanan Maryam,
dibenarkan dan sesuai dengan petunjuk al-Quran.
Dari dua opini yang berkembang dalam wacana publik, Ahmadiyah lebih bisa
menerima opini yang ke dua. Dan Ahmadiyah memahami dan meyakini, Isa
ibnu Maryam-imam Mahdi- Yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Rasulullah
Saw. itu telah datang di akhir abad-19 bertepatan dengan awal abad-17 H, lalu
Ahmadiyah meyakini orang yang menyandang predikat atau gelar al-Masih al-
Mau’ud dan al-Mahdi al-Mau’ud itu adalah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad,
Pendiri Jamaah Ahmadiyah berawal dari pendakwaan atau pengakuan beliau :
“Maka aku-lah sesungguhnya Masih yang dijanjikan itu”, yang diumumkannya
pada 1891 M.
Di dalam Hadis terdapat banyak riwayat yang mengemukakan ciri-ciri atau
kriteria tugas bagi seorang al-Masih al-Mau’ud dan al-Mahdi al-Mau’ud,
diantaranya :
1. Mematahkan Salib :
Rasulullah Saw. bersabda : “Demi Allah yang diri saya berada di tangan-
Nya, sungguh Isa bin Maryam benar-benar akan turun diantara kamu
sebagai hakim yang adil, kemudian akan mematah salib, membunuh babi,
menghabisi peperangan, dan melimpahlah harta benda,…” (Bukhari-
Muslim).
Hadis ini telah digenapi oleh diri Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, ia bukan
saja telah mematahkan salib tapi juga telah memangkas akar kepercayaan
agama salib (Nasrani) dengan mengemukakan bukti-bukti akurat bahwa
Nabi Isa as. benar di salib, tetapi tidak mati di atas salib. Beliau hanya
pingsan saja, keadaannya yang di tampakan seperti telah mati di atas salib.
Setelah siuman dan kondisinya pulih, beliau kemudian menyempurnakan
misi risalahnya dengan berdakwah kepada suku-suku Israil, dan akhirnya
wafat dalam usia 120 tahun, dan dikuburkan di Srinagar, Kasymir, India.
Mematahkan salib dalam pemahaman dan keyakinan Jamaah Ahmadiyah,
bukan berarti mematahkan secara fisik setiap palang salib atau membakar
gereja-gereja. Dalam persepetif Jamaah Ahmadiyah, mematahkan salib
berarti mematahkan doktrin atau dogma agama salib, yang meyakini
kematian Nabi Isa as. di atas salib sebagai penebus dosa umat manusia.
Mematahkan salib sifatnya metafor, bukan fisik.

9
2. Membunuh Dajjal :
Rasulullah Saw. bersabda : “Tidak ada orang yang kuasa membunuh Dajjal
kecuali Isa bin Maryam”, (At-Thayalisi dan Sunan-nya :327).
Tugas membunuh Dajjal telah dan sedang di lakukan oleh Hazrat Ahmad di
seluruh penjuru dunia melalui pengambilan sumpah setia baiat, bahwa ia
tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan bohong, zina, pandangan
birahi terhadap bukan muhrim, aniaya, fasik, huru-hara, berontak dan tidak
akan dikalahkan oleh hawa nafsunya. Akan senantiasa mendirikan shalat
lima waktu, ditambah shalat tahajud. Akan mendahulukan agama dari pada
kepentingan dunia.
Dajjal bukan nama orang atau nama wujud. Dajjal adalah nama sifat yang
dapat di sandang oleh seseorang atau suatu kaum, dan dapat di sandang oleh
siapa saja orang Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, bahkan oleh orang Islam
sendiri. Dajjal juga adalah sikap hidup yang lebih mengutamakan urusan
dunia dan melupakan akhirat. Itu sebabnya Dajjal di dalam Hadis oleh
Rasulullah Saw. disebut pece bermata satu, dan di keningnya terdapat
tulisan k-f-r (kafir). Itulah sebabnya membunuh Dajjal dilakukan dengan
cara mengambil sumpah setia (baiat), karena membunuh Dajjal bukan
membunuh fisik/wujud seseorang atau suatu kaum, tapi membunuh sifat
seseorang atau suatu kaum yang memiliki sifat-sifat Dajjal.

3. Membunuh Dajjal di Bab Lud

Rasulullah Saw. bersabda: “Ibnu Maryam akan membunuh Dajjal di Bab


Lud”. H.R. Tirmidzi dalam Musnad Ahmad. Sejarah mencatat pertama kali
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad pendiri Jamaah Ahmadiyah mengambil
sumpah setia (baiat) dari orang-orang yang mau menjalankan pola
kehidupan Islami dan menghidupkan agama, menegakkan agama dan
memenangkan agama (Islam) di atas semua agama (Yuhyiddiina wa
yuqimusyari’ah, liyudhhirahu ‘alad-diini kullihi), dilakukan pada 23 Maret
1889 di Ludhuiana, India.

Bab berarti pintu, membuka untuk pertama kalinya. Ludd nama tempat,
kependekan dari Ludhiana. Di Bab Ludd inilah memang untuk pertama
kalinya, Mirza Ahmad membunuh Dajjal, melalui pengambilan sumpah
setia dari 40 orang yang berniat mati dari urusan dunia, dan hidup untuk
Allah dan Rasulnya untuk urusan agama dan akhirat.

10
4. Turun Di Sebelah Timur Damaskus:

Rasulullah Saw, bersabda : “Isa bin Maryam akan turun di Menara putih di
sebelah timur Damaskus”, H.R. Tabrani dalam Ad-Durul Mantsur 2/245.
Mirza Ahmad lahir dan memproklamirkan diri sebagai al-Masih al-Mau’ud
dan al-Mahdi Mau’ud di Qadian, India, yang lokasinya berada di wilayah
pegunungan Himalaya. Menara Putih, adalah puncak Himalaya yang
senantiasa diselimuti oleh Salju. Di sebelah timur Damaskus, secara
Geografis Qadian dan India secara keseluruhan berada persis di sebelah
timur Damaskus.

5. Namanya : Ahmad

Dari Anas ra, berkata, berkata Rasulullah Saw, : “Akan keluar para pejuang
Islam dari tatar Hindustan, dan ia bersama Imam Mahdi, namanya
Ahmad”. (Bukhari, di dalam Tarikhnya)

Tidak sulit untuk menangkap makna Hadits ini, apalagi sudah ada fakta
Pendiri Jamaah Ahmadiyah, sosok yang memproklamirkan diri sebagai
Mujaddid22 abad ke-17 H (pada 1889M), dan sebagai al-Masih al-Mau’ud
dan Al-Mahdi al-Mau’ud (pada 1891), bernama Hazrat Mirza Ghulam
Ahmad.
Hazrat biasa di berikan orang kepada wujud-wujud suci, atau pada ‘alim
Rabbani, Mirza adalah gelar yang biasa di berikan kepada kaum ningrat
keturunan raja-raja Islam dinasti Moghul berasal dari Persia, Ghulam
merupakan nama famili dan Ahmad adalah nama diri. Jadi, nama asli beliau
hanyalah Ahmad.23
2.2.3 Pengunduran dalam berjihad
Telah masyhur diketahui bahwa Mirza Ahmad telah menelantarkan kewajiban
jihad bahkan menyerukan untuk dihapuskan, dan permasalahan ini merupakan
serangan yang berat bagi Mirza Ahmad secara pribadi dan pada dua sektenya:
Ahmadiyah dan Qadiani Lahore.
Larangan Mirza Ahmad berjihad agar umat Islam di India tidak berbalik
memerangi Kolonial Inggris dan bebas dari mereka, bahkan Mirza Ahmad
melakukan genjatan senjata terhadap mereka dengan setia terhadap
pemerintahan mereka, “perang dan pembunuhan berlandaskan kepercayaan
dilarang untuk saat ini”. Mirza Ahmad juga berkata: “Inggris tidak mencegah
umat Islam dalam menjalani syariatnya, maka dari itu perdamaian harus terus

22
Sebagai Pembaharu.
23
https://masroorlibrary.com/islam/konsep-al-masih-dan-al-mahdi-dalam-islam diakses pada 2 maret 2022.

11
dibawah kekuasaan mereka, dan tidak perlu menyinggung tentang revolusi
melawan mereka”.
Jemaah Ahmadiyah memproklamirkan pengunduran Jihad sebagai tujuan
mempertahankan dakwah dan sebagai pertahanan diri. Dan demi mencapai
tujuan ini, mereka dengan sengaja mengubah fakta biografi Nabi Muhammad,
memanipulasi peristiwa sejarah Islam, mengadopsi aturan agama dan
mengabaikan aturan lainnya, seperti perkataan mereka “Sesungguhnya
Muhammad tidak mengangkat pedang dihadapan orang kafir meskipun dia
dianiaya, dan Allah tidak memberi wewenang kepada kaum muslim untuk
berjihad kecuali mereka mengarahkan pasukannya untuk menjatuhkan Islam”.
Mereka membedakan antara penyegeraan pertempuran dan penundaan
pertempuran, dan mereka menjadikan penundaan pertempuran sebagai jihad,
sebuah pemahaman yang tidak pernah dibayangkan olah para ulama Muslim.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1898 dan dia hampir berusia enam puluh tahun,
ia berkata: “sejak saya muda hingga saya telah mendekati enam puluh tahun
hari ini, berjuang dengan lidah dan pena demi mengarahkan hati umat Islam
untuk pengabdian kepada pemerintah Inggris, simpati serta cinta kepadanya,
dan menghapus gagasan jihad yang mengakar sebagian besar dari mereka
yang mencegah mereka setia kepada pemerintahan ini, dan saya melihat bahwa
tulisanku telah mempengaruhi hati umat Islam dan telah bertransformasi
dalam ratusan ribu mereka”. Dan ia juga menulis dalam lampiran bukunya ‘The
testimony of Qur’an’: “keyakinan saya bahwa Islam memiliki dua bagian
bagian kepercayaan: pertama, taat kepada Allah. Kedua, taat kepada
pemerintah yang menegakkan keamanan dan melindungi kita dari para
penindas, dan itu adalah pemerintahan Inggris.” Demikian Mirza Ahmad
menjadikan taat kepada Kolonial Inggris setengah dari kepercaan Islam.24
2.3 Kritik Terhadap Teologi Kenabian Ahmadiyah Serta Konsep Takwilnya
Sebelum kita membedah konsep takwil Ahmadiyah, alangkah baiknya kita
mengerti apa yang dimaksud dengan takwil. Pengertian takwil menurut ulama
Muta’akharin (‫ )متأخرين‬menukar atau mengalih makna sesuatu lafaz dari maknanya
yang ‫( راجح‬jelas) kepada makna yang ‫( مرجوح‬tidak jelas) disebabkan terdapatnya
dalil yang menyokongnya.25
Perlu digarisbawahi bahwa Jemaah Ahmadiyah beriman kepada al-Quran
sebagaimana mereka beriman kepada Kitab Suci mereka yang bernama Tazkirah.
Karena itu mereka membaca al-Quran dan berargumen dengan al-Quran. Jelas
tertera di awal kitab Tazkirah ini sebagai kitab yang suci dengan pernyataan

24
Dr. Mustafa asy-Syak’ah, Islam bila Mazahib, (Kairo: Daar Mishriyah Lubnan, 2017 M) cet. Ke-22, h. 362.
25
http://ulumquran20142015.blogspot.com/2014/12/normal-0-false-false-false-en-my-x-none.html dakses pada
tanggal 4 maret 2022.

12
Wahyun Muqaddasun yang artinya Wahyu Suci. Karena al-Quran dan Hadis
bertentangan dengan keyakinan mereka, Mirza Ghulam Ahmad dan Jemaahnya
terpaksa melakukan takwil dan berbagai penafsiran untuk menyelematkan
keyakinan mereka.
Cara takwil dan penyimpangan ini misalnya tentang ayat yang artinya, “Tidaklah
Muhammad itu ayah seseorang dari kamu, melainkan ia Rasul Allah dan khatam
(penutup, penghabisan) nabi-nabi”, ditakwil dan diinterpretasi oleh Ahmadiyah
sebagai berikut. Dalam bukunya, Mawahib ar-Rahman, halaman 37, Mirza Ahmad
berkata, “Dan bahwasanya ia (Nabi Muhammad) tidaklah ayah dari laki-laki dari
aspek jasmaniah, akan tetapi ia adalah ayah dari aspek limpahan risalah bagi
orang yang menyempurnakan dalam keruhaniahan”. Mirza juga berkata, “Ini
ketetapan dari Allah untuk menafikan keadaannya (Muhammad) dari putus
keturunan”.
Di sini, Mirza ahmad menakwil ayat tanpa alasan dan tanpa kaedah. Tidak ada hadis
dan tidak ada kaedah bahasa Arab yang membawa kepada takwil ini. Apa perlunya
Nabi Muhammad harus menjadi ayah limpahan risalah dan ayah ruhaniah. Dalam
ayat ini, Allah menafikan Muhammad sebagai ayah dari Zaid bin Haritsah dan
meneguhkan status Muhammad sebagai Rasul. Apa perlunya Nabi Muhammad
mempunyai anak ruhami. Memang anak-anak Nabi Muhammad yang laki-laki
tidak ada yang hidup sampai dewasa. Tetapi, keadaan itu tidak mengurangi
kemuliaan dan kesempurnaan kenabiannya. Bahkan, mungkin di sana ada hikmah
agar orang tidak mempunyai peluang untuk mengkultuskan keturunannya menjadi
nabi penggantinya. Sedang keturunan Nabi Muhammad dari Fatimah saja
dikultuskan orang Syiah sehingga mereka berkata bahwa Ahlul bait ma‘shum
(dijamin bebas dari dosa).
Adapun ayat keempat dari surat al-Maidah yang artinya, “Pada hari ini telah Aku
sempurnakan atas kamu nikmat-Ku dan Aku rida Islam itu menjadi Agamamu,”
maka ditakwil lagi oleh Ahmadiyah. Dalam buku yang berjudul Kami Orang Islam
yang diterbitkan oleh Jemaah Ahmadiyah Indonesia 1985, hlm. 53 mereka
menakwilnya begini. “Kalimat ‘menyempurnakan’ tidak dapat dijadikan alasan
untuk tidak ada lagi Nabi sesudah Nabi Muhammad Saw.”
Maksud mereka termasuklah yang diminta itu nikmat pengutusan nabi-nabi, seperti
nabi-nabi yang diutus kepada Bani Israil. Padahal, permintaan di maksud dalam
ayat ini bersifat umum, tidak berarti harus persis dengan apa yang diberikan kepada
mereka. Jika diikuti penafsiran mereka, niscaya makanan Manna dan burung Salwa
yang diturunkan kepada Bani Israil harus juga diturunkan kepada umat
Muhammad. Nikmat yang tidak diturunkan kepada umat-umat sebelumnya tidak
bolehlah diberikan kepada umat Muhammad. Sementara kenikmatan berupa

13
kemudahan dan berbagai fasilitas yang tidak pernah diberikan kepada umat-umat
sebelumnya ternyata telah diberikan kepada umat Muhammad.
Mereka juga mengemukakan makna khatam dengan makna afdhal dan cincin
(perhiasan). Dari sini mereka mengartikan khataman nabiyyin sebagai nabi yang
paling mulia, tidak penghabisan.26
Padahal, tidak ada satu pun dari aliran dan paham yang muktabar dalam Islam yang
mengartikan demikian. Aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah, Muktazilah, Syiah,
Khawarij, Murjiah, Qadariyah, Jabariyah, Salaf, dan Khalaf semuanya sepakat
bahwa makna khataman nabiyyin, penutup dan penghabisan nabi. Aliran-aliran dan
faham-faham ini tidak berani melangkahi hadis Nabi yang mengatakan “la nabiyya
ba`di,” yang artinya tidak ada nabi sesudahku. Karena hadis itu bertentangan
dengan paham kenabian Mirza Ahmad, Ahamdiyah terpaksa pula menakwilnya.
Demikian juga dengan prediksi Nabi Muhammad Saw. akan munculnya nabi-nabi
palsu, Ahmadiyah terpaksa menakwilnya. Takwil-takwil mereka ini dapat dilihat
pada hadis berikut.
Imam Abu Dawud dan Imam at-Tirmizi meriwayatkan hadis yang Artinya, “Dan
akan ada di tengah umatku tiga puluh pendusta, semuanya mengaku nabi, sedang
aku adalah penutup nabi-nabi dan tidak ada nabi sesudahku”. Karena itu,
Ahmadiyah terpaksa lagi membuat takwil terhadap kalimat la nabiya ba‘di. Dalam
bukunya Mawahib ar-Rahman, hlm. 37 Mirza Ahmad berkata bahwa “Tidak ada
lagi nabi sesudahnya, kecuali orang yang masuk dalam umatnya dan orang yang
paling sempurna dari pengikut-pengikutnya”. Penafsiran ini juga dikemukakan
Jemaah Ahmadiyah Indonesia dalam buku mereka Kami Orang Islam hlm. 25.
Penafsiran ini Tidak ada dalam Al-Quran, tidak ada dalam Hadis, dan tidak ada
dalam kitab-kitab tafsir. Di sini Ahamdiyah membuat-buat tafsiran untuk mengelak
dari al-Quran dan Hadis.
Jemaah Ahmadiyah bukan hanya percaya kepada kenabian Mirza Ahmad, tetapi
kepada nabi-nabi yang akan datang sampai hari kiamat. Dalam buku Kami Orang
Islam hlm. 45-46, Jemaah Ahamdiyah Indonesia mendasarkan paham mereka
kepada fi‘il mudhari‘27, ayat 75 dari surah al-Hajj yang berbunyi:
ۤ
‫اس‬ ُ ‫ط ِف ْي ِمنَ ْال َم ٰل ِٕى َك ِة ُر‬
ِ ‫س اَل َّو ِمنَ ال َّن‬ َ ‫ص‬ ‫َه‬
ْ ‫ّٰللاُ َي‬
yang mereka artikan, “Allah akan memilih Rasul-rasul dari malaikat dan manusia”.
Karena yashthafi fi‘il mudhari‘ untuk menunjukkan pekerjaan itu berlangsung

26
Muhammad Sadiq H.A, Analisa Tentang Khataman Nabiyyin, (Yayasan Wisma Damai, 1989), Cet. Ke-3, h.15.
27
Past Present tense

14
sekarang dan akan datang, maka dalam ayat ini -menurut Ahamdiyah- jelas sekali
pemilihan rasul-rasul akan tetap berlangsung.
Penafsiran ini batal karena ayat itu ditafsirkan terlepas dari konteksnya. Mulai dari
ayat 71 sampai ayat 77 adalah penjelasan tentang lemahnya pendirian orang-orang
kafir yang menyembah selain Allah. Sebelum ayat 75 ini terdapat 12 fi‘il mudhari‘.
Tetapi, satu pun tidak ada yang bisa ditafsirkan untuk masa akan datang. Semuanya
menceritakan peristiwa yang sudah berlalu. Kata yashthafi pun dalam ayat ini sama
dengan kata-kata mudhari‘ sebelumnya. Pemilihan rasul-rasul itu sudah berakhir
sampai kepada Nabi Muhammad Saw.
Agar syahadat Ahmadiyah sama dengan syahadat orang Islam, Mirza mencaplok
Alquran, surah al-Fath ayat 29 yang berbunyi :

ٓ ٗ‫ّٰللا َوالَّ ِذيْنَ َم َعه‬


ِ ‫س ْو ُل ه‬
ُ ‫ُم َح َّمد َّر‬
Artinya: “Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
dia”.
Dalam bukunya, Eik Ghalthi Ka Izalah yang dalam versi Indonesianya hlm. 5,
Mirza mengklaim ayat ini turun kepadanya. Mirza berkata, “Dalam wahyu ini Allah
Swt. menyebutkan namaku Muhammad dan Rasul”. Karena menurut Mirza Ahmad,
Tuhannya sudah menyebut namanya Muhammad maka syahadat orang Ahmadiyah
tidak perlu diubah. Tetapi, dimaksudkan dengan Muhammad dalam syahadat
mereka adalah Mirza Ghulam Ahmad, dalam syahadat orang Islam adalah
Muhammad bin Abdillah.
Takwil Ahmadiyah sama sekali tidak berdasar selain akal-akalan untuk mengelak
dari al-Quran dan Hadis. Ahmadiyah tidak bisa berhenti dari takwil. Jika buntu
jalan takwil, mereka caplok al-Quran. Semua ini bertujuan untuk menyelamatkan
akidah mereka yang menyimpang. Jadi, metode tafsir Ahamadiyah adalah metode
takwil tanpa dasar.28
Jika kita membedah konsep wahyu dalam ruang lingkup Aliran Ahmadiyah, maka
tersedia dua sumber epistemologi mereka yaitu: Kitab Tazkirah dan al-Qur’an yang
telah ditakwilkan oleh kelompok ini. Kitab Tazkirah adalah kitab suci aliran
ini, namun jarang diangkat atau digunakan untuk pengikutnya yang awam. Kitab
ini memuat ‘wahyu-wahyu’ atau ilham dari Allah kepada Mirza Ghulam Ahmad.
Selain dalam Tazkirah, kumpulan wahyu versi Ahmadiyah juga ada dalam kitab
yang ditulis Mirza Ghulam Ahmad sendiri, yaitu Barahin Ahmadiyah.

28
https://opiniherry.blogspot.com/2011/02/metode-tafsir-jemaah-ahmadiyah.html diakses pada tanggal 27 Februari
2022

15
Ciri-ciri Tazkirah secara umum yaitu: 1) Tazkirah tidak terbagi dalam surat-surat,
tetapi sekaligus satu surat. 2) Tidak ada juga pembagian ayat demi ayat yang jelas.
3) Tidak semua wahyu itu dalam bahasa Arab, tetapi sebagian kalimat masih ada
yang berbahasa Urdu. 4) Apa yang diklaim sebagai wahyu itu diawali dengan
mimpi bertemu dengan nabi Muhammad saw, baru kemudian wahyu turun. 5)
Disusunnya bukan berdasarkan urutan wahyu yang diklaim, sebab wahyu yang
pertama turun adalah “Was-samaa’i wat-Thaariq” lalu “AlaisaLlahu bi kaafin
‘abdah”. 6) Dan ayat yang diklaim sebagai ayat pertama dan kedua tadi, justru
tidak dimasukkan dalam kumpulan wahyu ini. Bagi umat Islam yang sudah terbiasa
membaca al-Qurân apalagi mengerti artinya, akan dengan mudah memahami
bahwa Tazkirah adalah bajakan al-Qurân.

Tentu saja kelompok Ahmadiyah membantahnya. Sebab mereka dapat saja


mengelak dan mengatakan bahwa di dalam al-Qurân pun terdapat beberapa ayat
serta cerita yang sama dengan kitab suci yang sebelumnya. Namun bantahan
tersebut tidak benar, disebabkan hal-hal berikut:

1. “Allah tidak menurunkan wahyu kepada seorang Rasul kecuali dengan bahasa
kaumnya”. (Q.S. Ibrahim : 4) Karena itulah al-Qurân diturunkan dalam bahasa
Arab, Injil dalam bahasa Suryani, dan Taurat dalam bahasa Ibrani. Kalaulah
wahyu turun kepada Mirza Ahmad yang orang Pakistan-India dan berbahasa
Urdu, maka kenapa wahyunya berbahasa Arab?

2. Bagi mereka wajar kalau di Tazkirah pun terdapat kosakata Arab, sebab di
dalam al-Qurân juga terdapat beberapa kata non-Arab. Faktanya bahwa
al-Quran juga mengandung kosakata non-Arab, meski itu ditentang oleh
banyak ulama akan tetapi itu hanya kata, bukan dalam bentuk kalimat.
Sedangkan yang terjadi di dalam Tazkirah adalah bentuk kalimat Arab yang
sama persis dengan al-Qurân, hanya dipotong dan disambung dengan ayat lain
sesuai dengan kebutuhan.

3. Jika al-Qurân adalah mukjizat, lalu jin dan manusia ditantang untuk membuat
yang sama dengan al-Qurân, ternyata tidak ada yang mampu, maka
seharusnya Tazkirah -yang katanya wahyu- juga sama seperti al-Qurân, semua
orang ditantang untuk membuat yang seperti itu. Namun tantangan ini akan
sangat janggal untuk Tazkirah. Sebab, bagaimana akan menantang
jika Tazkirah itu tak lebih dari sekedar daur ulang al-Qurân?

4. Setiap ayat al-Qurân mempunyai nilai susastera yang luar biasa indahnya.
Adakah itu dalam Tazkirah? Kalau ada, hal itu karena bajakan dari al-Qurân.

16
Hasil bajakan itu sangat buruk, sebab ayat-ayat al-Qurânnya banyak diubah,
bukan hanya dipindah

Bandingkan dengan al-Qurân yang sedemikian indah dan tinggi balaghahnya.


Bukankah aneh, Allah menurunkan wahyu dengan bahasa yang semakin jelek,
tidak tersusun, tidak teratur? Jelas, hal semacam ini adalah suatu kebohongan.29

2.4 Eksistensi Ahmadiyah Indonesia


Sampai paragraf ini kita sudah tau perkembangan Ahmadiyah sangat pesat hingga
kenegara yang nominal umat Muslim terbanyak didunia Indoneisa, tidak berbeda
seperti sebelumnya Ahmadiyah diindonesia juga terbagi dua golongan yaitu:
Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) atau Ahmadiyah Qadian dan kelompok kedua
bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) atau Ahmadiyah Lahore, dimana
keduanya memiliki prinsip dan badan hukum yang berebda pula.
Dalam catatan sejarah, ekspansi misi kelompok Qadiani ke beberapa negara di Asia
dan Afrika dimulai semenjak awal tahun 1920an. Ini ditandai dengan kedatangan
Maulana Rahmat Ali pada Oktober 1925 yang diutus resmi oleh Mirza Bashiruddin
Ahmad Khalifatul Masih II, untuk mengembangkan Ahmadiyah di Nusantara.
Menurut beberapa sumber, pengiriman Rahmat Ali tak lain untuk memenuhi
permintaan dan undangan beberapa mahasiswa yang pernah dan sedang belajar di
Qadian. Rahmat Ali tiba di Tapaktuan, di belahan selatan Aceh (NAD) dan setelah
menetap beberapa lama ia kemudian melanjutkan perjalanan misinya ke Padang
pada awal 1926.30
Eksistensi JAI (Jemaah Ahmadiyah Indonesia) telah berlangsung sejak masa
revolusi kemerdekaan Indonesia. Bahkan JAI di masa pra kemerdekaan telah eksis
bersama dengan kelompok-kelompok Islam lainnya dalam menentang
kolonialisme yang bercokol di Bumi Nusantara. JAI pada masa itu masih dianggap
sebagai elemen kebangsaan yang diterima dalam kehidupan masyarakat. Sebagai
kelompok Muslim, pada saat itu JAI berinteraksi secara harmonis dengan
kelompok Islam lainnya seperti Sarekat Islam dan Muhammadiyah. Diawal
kemerdekaan, komunitas JAI juga masih dipandang menjadi bagian integral umat
Islam Indonesia dan hidup secara berdampingan dengan kelompok Muslim lainnya
tanpa adanya konflik.

Sebagai contoh adalah W.R. Supratman, dimana dia kemudian kita kenal sebagai
pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, Kemudian ada lagi Arif Rahman Hakim,
yang dikenal dengan gelar Pahlawan Ampera. Hasil field research31 menemukan
data bahwa mereka berdua adalah anggota JAI. Harus diakui pula bahwa kontribusi

29
https://insists.id/konsep-wahyu-ahmadiyah/ diakses pada tanggal 2 maret 2022
30
Muryadi, Wahyu dkk, Ahmadiyah: Keyakinan yang Digugat. (Jakarta: Pusat Data dan Analisa TEMPO, 2005) h.
72.
31
Penilitian Lapangan

17
JAI dalam mempelopori terjemahan al-Qur’an ke dalam Bahasa Indonesia cukup
luar biasa. Namun demikian, dalam perjalanan bangsa ini narasi tersebut justru
jarang diingat, bahkan mulai dilupakan oleh sebagian masyarakat.
Bersamaan dengan runtuhnya Orde Baru, Islam transnasional mulai menguat dan
secara perlahan sikap keagamaan Sebagian kalangan Muslim cenderung semakin
konservatif. Situasi ini kemudian kerap memicu munculnya stigma negative
terhadap JAI. Salah satunya adalah JAI dianggap sebagai kelompok sesat. Bahkan
tidak jarang stigma sesat tersebut disertai dengan tindak kekerasan yang brutal
terhadap mereka hingga menyebabkan korban jiwa. Sejak reformasi 1998 hingga
2011.32
Desa manislor Jawa barat adalah penduduk dengan jemaah Ahmadiyah terbanyak
diindonesia, pada tahun 1953 mereka telah berbai’at kepada Masih zaman.
Dipelopori oleh menteri Jalaksana, Mr sutarjo. Hingga saat ini kepercayaan
terhadap Masih Mau’ud telah mencapai tiga ribu lebih Jemaah Ahmadiyah berada
didesa tersebut.33

3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Ahmadiyah adalah sebuah aliran dengan tujuan kolonialisme yang dibalut dengan
agama, pada dasarnya konsep Islam secara umum hampir sama dengan aliran
Ahmadiyah sendiri karena mereka juga bersyahadat, dan mengimani rukun Islam,
Yang menjadi sintesis yang berbeda dari ajaran tersebut adalah konsepsi al-Masih
Isa dan al-Imam mahdi serta pentakwilan al-Quran terkhusunya dalam lafaz
“khataman nabiyyin” yang menjadi landasan awal tegaknya aliran ini, mereka
meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah al-Masih Isa dan al-Imam Mahdi,
satu orang dengan menyandang dua nama.

dilihat dari 2 sumber doktrin Ahmadiyah baik kitab Tazkirah maupun al-Qur’an
yang ditakwil sesuai versinya, keduanya telah menunjukkan dengan telanjang
kekeliruan misi mereka untuk melakukan langkah subversif; mendirikan Negara
asing ‘Ahmadiyah’ dalam Negara yang sah ‘Islam’ dengan pelbagai cara.

3.2 Kritik dan Saran


Demikian makalah ini penulis susun. Tak ada gading yang tak retak, begitu juga
dengan kepenulisan ini. Besar harapan kepada para pembaca agar sudi kiranya
memberikan kritik dan saran membangun kepada penulis. Akhir kata, mohon maaf
atas kekeliruan dan keterlambatan dalam pengumpulan makalah ini.

32
Muhammad Said dkk, Pengantar Jemaat Ahmadiyah Indonesia, (Yokyakarta: perpustakaan Katalog dalam
Terbitan (KTD), 2019) cet. Kedua, h. 3.
33
https://www.youtube.com/watch?v=dzNjhyZnDmE diakses pada tanggal 4 maret 2022

18
Daftar Pustaka

Ahmad, Mirza Basyiruddin Mahmud, Ahmadiyah Islam Sejati


Ahmad, Mirza Basyiruddin Mahmud, Sirat Masih Mau’ud
Asy-Syak’ah, Mustafa, Islam bila Mazahib, Kairo: Daar Mishriyah Lubnan, 2017 M.
Ghulam, Hazrat Mirza, Al-Wasiat, 1993 M.
Husein, Muhammad Khudhar, al-Qadiyani dan Baha’I, Kairo: Daar as-Safwah, 2011 M.
Muhammad Said dkk, Pengantar Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Yokyakarta: perpustakaan
Katalog dalam Terbitan (KTD), 2019, Pdf diakses tanggal 27 Februari 2022 pukul 14.00
CLT.
Muryadi, Wahyu dkk, Ahmadiyah: Keyakinan yang Digugat, Jakarta: Pusat Data dan Analisa
TEMPO, 2005.
Sadiq, Muhammaad, Analisa Tentang Khataman Nabiyyin, Yayasan Wisma Damai, 1989.

http://ulumquran20142015.blogspot.com/2014/12/normal-0-false-false-false-en-my-x-none.html
dakses pada tanggal 4 maret 2022 pukul 13.26 CLT.
https://insists.id/konsep-wahyu-ahmadiyah/ diakses pada tanggal 2 maret 2022, pukul 14.00 CLT.
https://masroorlibrary.com/islam/konsep-al-masih-dan-al-mahdi-dalam-islam diakses tanggal 2
maret 2022 pukul 08.24 CLT.
https://opiniherry.blogspot.com/2011/02/metode-tafsir-jemaah-ahmadiyah.html diakses pada
tanggal 27 Februari 2022 pukul 23.08 CLT.
https://www.youtube.com/watch?v=dzNjhyZnDmE diakses pada tanggal 4 maret 2022 pukul
09.35 CLT.

19

Anda mungkin juga menyukai