Anda di halaman 1dari 4

Ilmu Padi

Jarum jam menunjukkan pukul tiga pagi. Seorang remaja beranjak bangun
dari tempat tidurnya. Sembari mengantuk, dia mulai melangkah keluar untuk
mengambil air wudlu. Suasana terlihat sepi dan hening, dimana yang lainnya
masih terlelap dalam tidurnya, ia telah terbangun untuk menghadap kepada Yang
Maha Esa. Salat tahajud pun ia kerjakan. Dengan penuh kekhusyukan dia
bermunajat kepada Allah SWT. agar langkahnya, senantiasa dirahmati dan
diridhoi oleh Sang Maha Pencipta. Tidak cukup sampai di situ, seraya menunggu
adzan subuh berkumandang, dia membuka kitab suci Al-Quran yang dilengkapi
dengan terjemahan dan kemudian membacanya. Dengan suara lirih nan lembut, ia
melantunkan ayat demi ayat dengan sesekali memahami arti dan kandungannya.
Seketika ia berhenti pada satu ayat dan merenung.
Ayat tersebut berbunyi: “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya
tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-
tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda
kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur”. (QS. Al-A'rof ayat 58).
Dia pun mulai bertafakur merenung dan memikirkan akan kebesaran Allah
SWT. yang telah menciptakan segala sesuatunya yang menjadi tanda akan
kebesaran-Nya. “MasyaAllah…”
“Allahu akbar…Allahu akbar”, azan pun berkumandang.
“Alhamdulillah”, ucapnya.
Setelah azan berkumandang, dia berdiri lalu melaksanakan salat dua rokaat
dimana pahala yang didapatkan meliputi langit dan bumi beserta isinya. Setelah
itu, ia mulai berjalan keluar rumah menuju Masjid Al-Istiqomah yang tidak jauh
dari rumahnya untuk melaksanakan salat subuh berjamaah. Sesampainya di
masjid, ia hanya baru melihat sang muadzin yang tengah bersimpuh sembari
menanti sang imam datang. Begitupun dengannya, sebelum mengambil posisi
duduk, tidak lupa ia menunaikan salat tahiyyatul masjid. Tidak berselang lama.
imam beserta beberapa jamaah lain pun datang dan muadzin pun langsung
mengumandangkan iqomah untuk menandakan bahwa salat segara dilaksanakan.
Salat subuh pun berlangsung dengan hikmat dan khusyuk. Terlihat sebuah
suasana yang begitu indah, penuh akan rasa syukur dimana masih diberi nikmat
iman dan Islam oleh Allah SWT. sehingga dapat menjalankan kewajiban dengan
penuh kenikmatan.
Sehabis melaksanakan salat subuh, seperti biasanya, Masjid Al-Istiqomah
selalu mengadakan kajian rutin yang langsung dipimpin oleh sang imam. Pada
kajian di pagi itu, terbesit kalimat yang indah dari sang imam.
“Janganlah kamu menjalani hidup ini dengan selalu melihat ke atas, tetapi
cobalah untuk melihat ke bawah. Apabila hal itu kamu lakukan, nikmat hidup
akan jauh lebih terasa indah walaupun kamu berasal dari keluarga yang sederhana.
Bukanlah suatu kebanggaan bagi mereka yang bergaya dengan harta orang tuanya.
Mereka yang mempunyai gadget mahal dengan harta orang tua adalah seorang
yang lemah. Asalkan kamu tahu, nikmat kehidupan bukan didasari oleh harta yang
melimpah. Melainkan rasa syukur, jauh lebih berharga dari hal-hal kecil tersebut”.
Ucap sang imam dalam tausiyahnya.
Menurut remaja tersebut, kalimat tersebut memiliki makna yang begitu
dalam, dimana rasa syukur merupakan salah satu kunci kebahagiaan. Kebahagiaan
seseorang tidak diukur dari apa yang ia peroleh. Melainkan seberapa besar rasa
syukur dalam menerimanya. Melihat waktu yang menunjukkan pukul 06.30 WIB.
Imam menutup kajian pada pagi itu dengan harap semoga apa yang disampaikan
dapat bermanfaat bagi para jamaah salat subuh kala itu. “Aamiin”.
Sambung cerita, remaja tersebut pun pulang kembali ke kediamannya.
Dalam perjalanan, ia melihat pemandangan sawah hijau yang disinari oleh mentari
yang tersenyum sembari memancarkan sinar kehangatan juga menyentuh dengan
penuh kelembutan. Matanya pun menyambut dengan penuh kesopanan. Sungguh,
baginya rasa syukur tak terabaikan. Atas nikmat yang Allah berikan.
Remaja tersebut bernama Ahmad Nur Ilham. “Ilham” adalah panggilan
akrabnya. Dia adalah seorang mahasiswa jurusan pertanian di salah satu
universitas yang berada di kotanya dan dikenal sebagai sosok remaja yang saleh,
sopan, dan santun yang paham akan tata krama. Ayah dan ibunya merupakan
seorang petani di Desa Sri Rejeki tempat dimana ia tinggal. Meskipun seorang
petani, kedua orang tua Ilham senantiasa berusaha memberikan kebahagiaan
untuk anak tunggalnya itu. Sebagai anak yang tau akan balas budi, Ilham pun
senantiasa berbakti dan tetap bangga kepada keduanya yang telah merawat dan
mendidiknya hingga usia remaja seperti sekarang ini.
Sebagai seorang anak yang tidak ingin menyusahkan orang tua nya,
walaupun terkadang telah diperingati agar lebih baik ia mengerjakan tugasnya
sebagai seorang mahasiswa. Akan tetapi, Ilham tetap ikut membantu keduanya
dalam hal apapun termasuk bertani. Sawah yang digarap pun bukan milik dari
keluarga Ilham, melainkan sawah milik Pak Rosyid yang merupakan salah satu
tokoh masyarakat sekaligus imam di Masjid Al-Istiqomah. Sebagai seorang tokoh,
Pak Rosyid pun cukup mengenal masyarakat di desanya tak terkecuali keluarga
Ilham. Guna membantu sesama, muslim khususnya, melihat kondisi ayah Ilham
yang sebelumnya menganggur, Pak Rosyid pun memberikan lahannya untuk
dikelola oleh ayah Ilham.
Ayah Ilham dan Pak Rosyid melaksanakan salah satu sistem dalam Islam
yang dikenal dengan Al-Muzara’ah yaitu kerjasama antara pemilik lahan dengan
penggarap dalam pengolahan pertanian. Dimana benih yang ditanam berasal dari
sang pemilik lahan. Pemilik lahan memberikan lahannya kepada penggarap, untuk
dikelola dan kemudian hasilnya dibagi dua sesuai dengan kesepakatan
(persentase) dari hasil panen. Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., bahwa Rasulullah
SAW telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar, agar dipelihara
oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya,
baik dari buah-buahan ataupun hasil pertahun (palawija).
Kerjasama tersebut sudah terjalin cukup lama antarkeduanya. Pak Rosyid
melihat bahwa dalam bekerja mengelola lahannya, ayah Ilham senantiasa bekerja
dengan ulet dan gigih sehingga produktivitas yang dihasilkan selalu tinggi di
setiap musim panennya. Keluarga Ilham pun patut bersyukur kepada Allah SWT.
karena melalui Pak Rosyid kebutuhan sehari-hari bahkan keperluan pendidikan
dari Ilham dapat tercukupi. Tak dapat dibayangkan apabila tidak ada seorang pun
yang memberikan bantuan berupa pekerjaan kepada ayah Ilham, mungkin duduk
di bangku kuliah akan sangat sulit untuk Ilham rasakan.
Berbagai kebaikan yang telah diberikan oleh Pak Rosyid menjadi salah satu
sebab untuk Ilham senantiasa berusaha untuk menjadi seorang yang sukses kelak.
Melalui jalur pendidikan, ia berharap kepada Allah SWT. agar ia dapat mengubah
nasib kedua orang tuanya dan dapat membalas kebaikan dari Pak Rosyid. Sebagai
seorang tokoh dan panutan masyarakat, dalam membantu sesama, Pak Rosyid
tidak sedikitpun mengharapkan imbalan atau balas budi. Bagi beliau, dapat
membantu dan melihat masyarakat rukun, dapat hidup berdampingan, saling
menyayangi, dan mengasihi sudah cukup sebagai imbalannya.
Tidak terasa, empat tahun berselang dan hari kelulusan Ilham pun
diumumkan. Di momen wisuda kala itu, Ilham mengajak kedua orang tuanya
untuk menyaksikan keberhasilannya. Tak seperti kacang yang lupa dengan
kulitnya. Ilham turut mengundang Pak Rosyid yang juga menjadi salah satu kunci
keberhasilannya menjadi seorang sarjana. Pada momen tersebut, dengan nada
yang lembut Pak Rosyid mengucapkan selamat kepada Ilham seraya berpesan.
”Nak, Ilham. Senantiasalah bersyukur kepada Allah atas apa yang telah
kamu capai. Tidak lain hal tersebut adalah karena kasih sayang dan pertolongan-
Nya. Jadilah manusia yang tidak sombong atas pencapaian yang didapatkan baik
sekarang atau ke depannya. Jadilah seperti padi yang menguning, semakin berisi
semakin menunduk. Biarpun ilmu mu banyak, rezeki mu melimpah nantinya,
tetaplah menjadi dirimu yang rendah hati dan pandai bersyukur”, ucap Pak Rosyid
pada Ilham.
“Baik, Pak. Insyaallah pesan dari bapak akan senantiasa saya ingat. Terima
kasih atas kebaikan yang bapak berikan selama ini, khususnya kepada keluarga
saya”, jawab Ilham.
Hari itu, menjadi salah satu momen terindah di sepanjang hidup Ilham.
Dimana ia dapat meraih mimpinya, dapat mengukir senyum di bibir kedua orang
tuanya serta orang yang disayanginya. Hari itu menjadi hari yang berkesan yang
diwarnai dengan tangis bahagia. Bagi Ilham, saat itu menjadi kenangan yang tidak
dapat dilupakan.

Anda mungkin juga menyukai