Anda di halaman 1dari 12

A.

10 Sifat Fisik Mineral Beserta Penjelasannya

Saat kita membahas mengenai tanah, pasti tidak terlepas dari istilah batuan. Proses
penciptaan atau asal usul dari batuan penting untuk dipelajari. Hal ini berkaitan
dengan materi penyusun yang terkandung di dalam batuan tersebut. Sehingga,
perlu pembahasan mengenai materi penyusun batuan terutama dalam mempelajari
sifat fisik dari mineral yang ada di dalam batuan.

Semua materi mineral yang kita ketahui selama ini memiliki susunan kimiawi
tertentu dan disusun oleh atom – atom yang teratur. Sehingga setiap mineral
mempunyai sifat kimia ataupun fisika yang berbeda antara mineral satu dengan
mineral yang lainnya. Dengan mempelajari sifat – sifat tersebut, setiap mineral
akan mudah untuk diidentifikasi susunan kimianya dalam batasan tertentu. Sifat –
sifat fisik mineral berupa:

1. Struktur (Form)
Bentuk – bentuk mineral dapat dikatakan kristalin apabila mineral tersebut
memiliki bidang kristal yang cukup jelas dan khas atau disebut dengan amorf.
Kekhasan yang dimiliki mineral kristalin dapat berupa:

 Bangun kubus: galena, pirit.


 Bangun pimatik: piroksen, ampibole.
 Bangun doecahedon: garnet.
 Mineral amorf: chert, flint.

Mineral – mineral yang ada di alam biasanya jarang ditemui dalam bentuk
kristalin, hal ini disebabkan adanya gangguan dari proses – proses lain. Sehingga
dalam proses pembentukannya mineral tersebut bergantung pada kondisi
lingkungannya, biasanya akan mengakibatkan bentuk mineral kristal yang khas
bisa berdiri sendiri maupun berkelompok. Kelompok mineral kristal atau agrasi
mineral dapat dikelompokan berdasarkan strukturnya, yaitu:

 Struktur granular atau struktur butiran

Terdiri atas butiran – butiran mineral yang memiliki dimensi yang sama atau
isometrik. Berdasarkan ukuran butirannya, dapat dibedakan
menjadi penerokristalin/kriptokristalin yaitu mineral yang dapat dilihat dengan
mata telanjang dan sakaroidal yaitu mineral yang memiliki ukuran sebesar gula
pasir.

 Struktur kolom

Terdiri atas bentuk prisma panjang dan ramping. Jika bentuk prisma tersebut cukup
panjang dan halus, maka mineral tersebut mempunyai struktur fibrous atau struktur

1
berserat. Struktur kolom sendiri dibedakan menjadi struktur jaring – jaring
(retikuler), struktur bintang (stelated) dan radier.

 Struktur lembaran atau lameler

Terdiri atas lembaran – lembaran mineral. Individu – individu dari mineral yang
berbentuk pipih disebut struktur tabuler contohnya yaitu mika. Struktur lembaran
dibedakan menjadi 2 yaitu struktur konsentris, tabular dan foliasi.

 Struktur imitasi

Merupakan kelompok mineral yang memiliki kemiripan dalam hal bentuk dengan
benda lain, seperti asikular, filiformis, membilah dan lain sebagainya. Biasanya
mineral ini dapat berkelompok maupun berdiri sendiri.

2. Pecahan (Fracture)
Pecahan mineral terbagi menjadi:

 Concoidal: pecahan yang membentuk gelombang melengkung pada


permukaan pecahan, seperti pecahan botol atau kenampakan kulit kerang,
contohnya yaitu kuarsa.
 Splintery/Fibrous: pecahan yang memperlihatkan seperti serat. Contohnya
yaitu asbes, augit dan hipersten.
 Even: pecahan yang dihasilkan bentuk permukaan yang halus. Contohnya
limonit.
 Uneven: pecahan yang dihasilkan memiliki bentuk permukaan yang kasar.
Contohnya magnetit, hematite, kalkopirite dan garnet.
 Hackly: pecahan tersebut menghasilkan permukaan yang kasar, tidak teratur
dan runcing – runcing. Contohnya yaitu native elemen emas dan perak.

3. Kilap (Luster)
Kilap adalah kesan yang diberikan oleh mineral saat terkena pantulan cahaya.
Kilap sendiri dibedakan menjadi 2 yaitu:

 Kilap Logam: Pantulan oleh cahaya memberikan kesan seperti logam. Kilap
jenis ini biasa ditemukan pada mineral yang mengandung logam atau
mineral bijih seperti emas, pirit, kalkopirit dan galena.
 Kilap Non Logam: Kilap ini tidak memberikan kesan logam saat terkena
cahaya. Kilap non logam dapat dibedakan menjadi:

o Kilap kaca atau vitreous luster: kesan yang diberikan seperti kaca saat
terkena cahaya. Contohnya yaitu kuarsa, kalsit dan halit.
o Kilap intan atau adamantine luster: kasan yang diberikan seperti intan
saat terkena cahaya contohnya intan.

2
o Kilap sutera atau silky luster: memberikan kesan seperti sutera dan
biasanya ditemukan pada mineral yang memiliki struktur serat, seperti
gipsum, asbes dan aktinolit.
o Kilap damar atau resinous luster: kasan yang diberikan seperti damar,
contohnya resin dan sfalerit.
o Kilap mutiara atau pearl luster: kesan yang diberikan seperti mutiara
atau bagian dalam dari cangkang kerang, contohnya yaitu talk,
muskovit, dolomit dan tremolit.
o Kilap lemak atau greasy luster: mirip dengan sabun atau lemak,
contohnya talk dan serpentin.
o Kilap tanah: memiliki kenampakan buram seperti halnya tanah,
contohnya kaolin, bentonit, dan limonit.

4. Kekerasan (Hardness)
Ketahanan suatu mineral terhadap goresan itulah yang dinamakan kekerasan dalam
mineral. Untuk mengetahui tingkat kekerasan mineral, secara relatif dapat
menggunakan skala Mohs yang dimulai dari angka 1 yang artinya paling lunak
hingga angka 10 yang berarti mineral tersebut paling keras. Skala Mohs meliputi:

(1) Talk
(2) Gipsum
(3) Kalsit
(4) Fluorit
(5) Apatit
(6) Feldspar
(7) Kuarsa
(8) Topaz
(9) Korundum
(10) Intan

Seperti yang kita ketahui jika skala Mohs merupakan skala yang relatif. Untuk
mengukur kekerasan ini, dapat menggunakan alat – alat sederhana seperti kuku,
pisau baja dan lain sebagainya, seperti pada daftar di bawah ini:

Alat Penguji[/th] [th] Derajat Kekerasan Mohs

Kuku Manusia[/td] [td]2,5


Kawat Tembaga[/td] [td]3
Pecahan Kaca[/td] [td]5,5 – 6
Pisau Baja[/td] [td]5,5 – 6
Kikir Baja[/td] [td]6,5 – 7

5. Warna (Colour)
Warna pada mineral adalah kenampakan yang dapat dilihat secara langsung jika
terkena cahaya. Warna mineral dibedakan menjadi:
3
 Idiokromatik

Warna mineral akan selalu sama atau tetap. Biasanya ditemukan pada mineral –
mineral yang tidak bisa tembus cahaya (opak), seperti magnetik, pirit dan galena.

 Alokromatik

Warna mineral tidak tetap atau dapat berubah, hal ini tergantung dari meterial
pengotornya dan biasanya dapat ditembus cahaya, seperti kalsit dan kuarsa.

6. Cerat (Streak)
Cerat merupakan warna dari mineral dalam wujud serbuk atau hancuran. Warna
mineral ini dapat diperoleh jika mineral digoreskan pada bagian kasar seperti
kepingan porselin atau dilakukan penumbukan mineral lalu dilihat warna bubuk
tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli dari mineral namun ada juga yang
berbeda, seperti contoh

 Pirit: berwarna keemasan, saat digores hasil serbuknya akan menjadi warna
hitam.
 Hematit: berwarna merah, namun hasil serbuk akan berwarna merah
kecoklatan.
 Biotite: cerat tidak berwarna

7. Belahan (Cleavage)
Belahan merupakan kenampakan dari mineral yang berdasarkan kemampuannya
untuk membelah melalui bidang belahan yang rata dan juga licin. Biasanya bidang
belahan berbentuk sejajar dengan bidang tertentu. Contoh mineral yang dapat
membelah yaitu kalsit. Kalsit memiliki tiga arah belahan sedangkan untuk kuarsa,
tidak memiliki belahan. Belahan sendiri terbagi menjadi:

 Belahan satu arah, contohnya: muscovite


 Belahan dua arah, contohnya: feldspar
 Belahan tiga arah, contohnya: halit dan kalsit

8. Berat Jenis (Specific Gravity)


Merupakan perbandingan antara berat pada mineral dengan volume mineral. Untuk
mengetahui berat jenis mineral yaitu dengan cara menimbang terlebih dahulu
mineral tersebut. Selanjutnya, untuk mendapatkan volume mineral, dapat
dilakukan dengan memasukannya ke dalam air yang berada di gelas ukur. Volume
air awal atau sebelum dimasukan mineral, dikurangi dengan volume air akhir atau
setelah dimasukan mineral. Itulah jumlah volume mineral.

9. Kemagnetan

4
Sifat dari mineral terhadap gaya magnet. Berdasarkan reaksi mineral saat dipapar
medan magnet, dibedakan menjadi tiga jenis:

 Ferromagnetik

Mineral – mineral ferromagnetik akan mudah untuk ditarik atau diterik dengan
kuat jika terdapat medan magnet dari luar. Mineral ferromagnetik memiliki sifat
kemagnetan yang permanen. Contohnya yaitu magnetit, pyrrhotit, isovite, symthite
dan lain sebagainya.

 Paramagnetik

Mineral – mineral paramagnetik akan diterik oleh medan magnet hanya sementara
saja. Mineral ini akan bersifat magnetik saat berada dekat disekitar medan magnet,
jika dijauhkan dari medan magnet akan hilang sifat kemagnetannya. Contohnya
yaitu hematit, pirit, olivin, mineral mika dan lain – lain.

 Diamagnetik

Mineral – mineral yang tidak akan tertarik oleh medan magnet. Mineral
diamagnetik sebenarnya sedikit menolak medan magnet, dan yang termasuk
mineral ini yaitu sulfur, kuarsa, calcite, ortoklas, gipsum, talk, intan dan lain – lain.

10. Sifat Dalam (Tenacity)


Merupakan sifat fisik mineral saat kita mematahkan, menghancurkan,
membengkokkan, memotong atau mengiris. Dan yang termasuk ke dalam sifat
dalam yaitu:

 Rapuh (brittle): mudah hancur namun biasa terpotong (kuarsa, pirit, kalsit)
 Mudah ditempa (malleable): bisa ditempa menjadi lapisan tipis (emas dan
tembaga)
 Dapat diiris (secitile): mampu diiris dengan pisau, hasil irisan sangat rapuh
(gypsum)
 Fleksibel: mineral dalam bentuk lapisan tipis, mampu dibengkokkan tanpa
patah namun jika sudah bengkok tidak dapat kembali ke bentuk semula (talk
dan selenit).
 Blastik: mineral dalam bentuk lapisan tipis,saat dibengkokkan dapat kembali
ke bentuk semula jika dihentikan tekanannya (muskovit).

Demikian penjelasan mengenai sifat fisika mineral. Semoga informasi di atas bisa
berguna dan menambah pengetahuan Anda

5
B. SISTEM KRISTAL
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal 
kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-
masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti,
pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain
(90˚).

Gambar 1 Sistem Isometrik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik
garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :

 Tetaoidal
 Gyroida
 Diploida
 Hextetrahedral
 Hexoctahedral

Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)

6
2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang
sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi
pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a =
b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada
sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain
(90˚).

Gambar 2 Sistem Tetragonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:

 Piramid
 Bipiramid
 Bisfenoid
 Trapezohedral
 Ditetragonal Piramid
 Skalenohedral
 Ditetragonal Bipiramid

7
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite,
pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)

3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga
sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap
satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c
berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini,
sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 3 Sistem Hexagonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap
sumbu b+.
Sistem  ini dibagi menjadi 7:

 Hexagonal Piramid
 Hexagonal Bipramid
 Dihexagonal Piramid
 Dihexagonal Bipiramid
 Trigonal Bipiramid
 Ditrigonal Bipiramid

8
 Hexagonal Trapezohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,


corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem
kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama.
Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang
terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik
sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b =
d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α =
β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus
dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 4 Sistem Trigonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚
terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:

 Trigonal piramid
 Trigonal Trapezohedral
 Ditrigonal Piramid

9
 Ditrigonal Skalenohedral
 Rombohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah  tourmaline dan


cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)

5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai
panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada
yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling
tegak lurus (90˚).

Gambar 5 Sistem Orthorhombik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:

 Bisfenoid
 Piramid
 Bipiramid

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,


anhidrit, topaz, enstatit, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)

10
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang
dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c,
tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan
sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚),
sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

Gambar 6 Sistem Monoklin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:

 Sfenoid
 Doma
 Prisma

11
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, 
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)
7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling
tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ
≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya.

Gambar 7 Sistem Triklin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:

 Pedial
 Pinakoidal

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite,
labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)
source:
Mondadori, Arlondo. 1977. Simons & Schuster’s Guide to Rocks and
Minerals. Milan : Simons & Schuster’s Inc.
Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley
Wijayanto, Andika. 2009. Kristalografi.
anakgeotoba.blogspot.com/

12

Anda mungkin juga menyukai