Anda di halaman 1dari 37

RANGKUMAN CATATAN

Ayyuhal Walad
(Karangan Imam Al Ghazali)

Bersama

Ustadzah Muna Almunawwar


Senin, 27 September 2021
‫الر ِحي ِْمِ‬
‫ن َّ‬‫الر ْح ٰم ِِ‬ ‫ِب ْس ِِم ِِٰ‬
‫ّللا َّ‬
‫اللهم صل علی سيدناِ محمد واله وصحبه وسلمِ‬
Segala puji bagi Allah SWT yang memberikan kita kesempatan untuk berkumpul dalam kebaikan.
Mudah-mudahan namaNya yang agung, yang Allah izinkan kita untuk menyebutNya menjadi
sebab kuatnya keimanan kita, teguhnya hati kita untuk terus menempuh jalan kebaikan demi
mendapati akhir yang baik dalam kehidupan ini, dan mendapatkan keadaan yang baik kelak di
alam kubur kita, begitupula saat kita dibangkitkan dan juga pastinya harapan kita di kumpulkan
dengan orang-orang terbaik sisi Allah SWT; para anbiya', para shalihin, para auliya', para kekasih
Allah SWT.

Yang mana jika kita berkumpul dengan mereka para kekasih Allah maka keselamatan sudah pasti
kita dapatkan, kebahagiaan sudah pasti kita dapatkan, ketenangan sudah pasti kita dapatkan, dan
kenikmatan tidak perlu ditanyakan lagi, karena kita bersama dengan orang-orang yang Allah
curahkan kepada mereka kenikmatan. Maka siapapun yang berkumpul bersama dengan mereka
pastinya mendapatkan banyak curahan karunia dan kenikmatan dari Allah SWT.

Kelak di yaumil qiyamah ada kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah
terdengar dengan telinga kita hakekat kebenarannya dan tidak pernah terbayangkan bagaimana
gambarannya, bagaimana kenikmatan tersebut dalam pikiran kita. Tidak pernah terbesit. Tidak
bisa dibayangkan. Karena memang akal kita ini terbatas, maka kita hanya bisa membayangkan
sesuatu yang pernah kita lihat. Sesuatu yang belum pernah kita lihat, pada hakekatnya kita tidak
bisa membayangkan hal tersebut.

Dan apa yang ada di sisi Allah SWT kelak adalah sesuatu yang belum pernah terbayangkan, maka
orang-orang kelak yang mendapatkan kenikmatan di sisi Allah mereka adalah orang-orang yang
mendapatkan kejutan demi kejutan, karena memang sebelumnya mereka belum pernah
melihatnya, belum pernah merasakannya, belum pernah menikmatinya ketika di dunia.

Maka betapa ruginya seorang hamba yang hanya menginginkan kenikmatan dunia semata. Betapa
ruginya orang yang menghabiskan kehidupannya hanya untuk merasakan kenikmatan-kenikmatan
duniawi yang pada akhirnya segalanya akan sirna, segalanya akan binasa, segalanya akan hilang.

Karena dunia itu hakekatnya akan hilang, akan sirna, maka untuk menikmatinya saja kita harus
mengeluarkan sesuatu. Maksudnya apa? harus ada yang hilang dulu dalam diri kita, harus ada yang
hilang dulu baru kemudian kita bisa menikmatinya. Uang mau kita simpan bertahun-tahun, kita
belum akan benar-benar merasakan kenikmatan uang tersebut kecuali jika kita mengeluarkannya,
bukankah begitu?
Ketika uang itu kita keluarkan, ketika uang itu hilang (ibaratnya) maka kita baru bisa menikmati
sesuatu. Dan itu pun ada masanya, karena dunia ini ada masanya, dunia ini terbatas, dunia ini
ibaratnya ada expirednya. Jadi segala sesuatu yang ada di dunia pasti akan ada masa hancurnya,
masa rusaknya, ada masa dimana menjadi busuk, rusak, dsb.

Dan apakah kita hanya menginginkan untuk merasakan kenikmatan yang sementara? yang akan
binasa? yang akan sirna? yang hanya sesaat? Itukah yang kita inginkan?

Jika kita disuruh untuk memilih, mana yang akan kita pilih :
Kenikmatan yang sementara atau kenikmatan yang abadi?
Kenikmatan mana yang sebenarnya kita inginkan?

“Kenikmatan abadi”
Semua dari kita menginginkan kenikmatan yang abadi, kenikmatan yang kekal, kenikmatan yang
tidak akan pernah sirna, kenikmatan yang tidak akan pernah hilang, tapi coba kita lihat pada
kenyataannya :
Selama ini yang kita lakukan, yang kita keluarkan, itu semua sebenarnya untuk mendapatkan
kenikmatan yang sementara atau kenikmatan yang abadi?

Kalo ditanya, pastinya semua menginginkan yang abadi. Tapi coba kita lihat, yang kita lakukan
sekarang di dunia ini, adakah kita benar-benar mengusahakan untuk mendapatkan kenikmatan
yang abadi atau hanya kenikmatan yang sementara?
Pada kenyataannya, apa yang sebenarnya kita kejar dalam kehidupan?
Selama ini yang kita usahakan, waktu yang kita habiskan, energi yang kita keluarkan, umur yang
terus berlalu hari demi hari, untuk apa kita gunakan? Dimana kita keluarkan? Untuk apa energi itu
dihabiskan?
Waktu,
Detik demi detik.. Setiap jam yang berlalu.. Hari demi hari.. Tahun demi tahun..

Selama ini yang kita usahakan sebenarnya untuk mendapatkan kenikmatan yang sementara atau
kenikmatan yang abadi? Yang mana?
Waktu yang kita habiskan, energi yang kita keluarkan, pikiran yang terus kita gunakan. Selama ini
kita gunakan untuk mengejar kenikmatan yang sementara atau yang abadi?
“kenikmatan sementara”
Lalu ada apa dengan kita?

Mengapa usaha yang kita lakukan tidak sama sesuai dengan keinginan kita?
Maka sebenarnya apa yang kita inginkan dalam kehidupan? Apa yang kita kejar selama ini?

Ketika ditanya, mau kenikmatan yang sementara atau yang abadi, semuanya menjawab serentak
“menginginkan kenikmatan yang kekal abadi”, tapi pada kenyataannya usaha yang selama ini kita
lakukan, energi yang kita keluarkan, waktu yang kita habiskan, ternyata untuk mendapatkan
kenikmatan yang sementara.
Lalu sebenarnya apa yang kita inginkan? Sesungguhnya apa yang ingin kita dapatkan?
Apakah benar engkau menginginkan kenikmatan yang abadi? Benarkah?

Bisa jadi itu bukan benar menjadi keinginanmu.

Benarkah engkau meninginkan kenikmatan yang abadi? Benarkah?


Tanyakan kepada dirimu. Karena jika benar yang kau inginkan adalah kenikmatan yang abadi,
pastinya usahanya yang terlihat dalam kehidupan untuk mengejar sesuatu yang abadi. Karena jika
usaha itu ternyata untuk mendapatkan kenikmatan yang sementara maka sebenarnya yang kau
inginkan hanya kenikmatan yang sementara, belum memiliki keinginan untuk mendapatkan
keinginan yang abadi. Dan itu semua bersumber dari keimanan.

Karena memang kenikmatan yang kekal abadi itu belum terlihat. Kita hanya percaya dengan
sesuatu yang kita lihat. Kita hanya menginginkan kenikmatan yang nyata, yang bisa kita rasakan
sekarang.
Disini kita bisa menimbang kadar keimanan kita,
Seberapa besar kadar keimanan kita kepada Allah?

Seberapa besar kadar keimanan kita dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW?

Disini kita bisa menimbangnya,

Benarkah kita yakin adanya surga?


Benarkah kita yakin ada kenikmatan yang jauh lebih besar dari kenikmatan di dunia?
Percayakah kita?

Yakinkah kita?

Apakah dapat kau sadari sekarang betapa dangkalnya keimanan kita?

Tanpa kita sadari… kita mengejar kenikmatan yang sementara karena kita hanya percaya dengan
apa yang kita lihat, dan pada hakekatnya kita tidak benar-benar percaya dengan sesuatu yang
belum kita lihat, maka usahanya masih banyak untuk mendapatkan sesuatu yang dapat kita rasakan
atau dapat kita lihat sekarang dan belum berusaha lebih untuk mendapatkan kenikmatan yang
belum terlihat.

Sadarkah kita tentang hal ini?


Sudah sadarkah kita?

Sudah sadar kadar keimanan kita yang sesungguhnya?


Inilah kita dengan dangkalnya keimanan yang ada di dalam jiwa.
Pertanyaannya :
Sampai kapan kita seperti ini?

Sampai kita mau menghabiskan umur kita untuk mengejar sesuatu yang akan sirna? Yang akan
hilang, yang akan sementara?
Dan kapan kita akan berusaha untuk benar-benar menggapai kenikmatan, kebahagiaan yang abadi?

Kapan?
Sampai kapan?
Sampai kapan kita membiarkan kadar keimanan kita sedangkal ini?

Sampai kapan kita biarkan kadar keimanan kita yang serendah ini?

Dan inilah yang menjadi sumber permasalahan kita dalam berbagai macam hal yang
berhubungan dengan patuhnya kita kepada Allah SWT.
Gimana kita mau patuh dengan kadar keimanan kita yang serendah ini? Kekuatannya dari mana?
Karena kadar keimanan kita yang sedangkal ini maka melangkah untuk mendekat saja seolah
berat. Karena bahkan Allah belum menjadi prioritas.

Akhirat,

Mungkin kita menganggapnya dongeng belaka.

Kematian,
Sesuatu yang bahkan tidak pernah kita fikirkan. Tidak pernah kita persiapkan, atau mungkin lebih
tepatnya belum benar-benar kita persiapkan.

Kita mempersiapkan rumah,


Kita mempersiapkan kendaraan,
Kita persiapkan masa depan, seolah kita masih akan hidup 10, 20, 30 tahun lagi.
Hei…
Ada masa depan yang kelak engkau akan disana selamanya. Masa depan yang jauh lebih penting.
Masa depan sesungguhnya, dimana tidak ada lagi kematian, tidak ada lagi yang akan kau
tinggalkan.

Sampai kapan engkau akan memikirkan masa depan duniamu dan engkau lalai memikirkan masa
depan akhiratmu?
Sampai kapan wahai hamba yang beriman?

Sudahkah engkau persiapkan rumahmu kelak untuk masa depan akhiratmu?


Sudahkah engkau persiapkan kendaraanmu kelak?

Masa depan
Tau apa kau tentang masa depan?
Masa depan mana yang kita bicarakan?

“Masa depan”
Apa itu masa depan?

Masa yang mana yang sedang kau fikirkan?


Semua orang membicarakan masa depan seolah mereka yang paling tau tentang apa yang akan
terjadi nantinya.

Masa depan yang mana?

Lihatlah kuburan, itu masa depan kita.


Ingatlah hari kebangkitan, itu masa depan kita.
Ingatlah padang mahsyar, itu masa depan kita

Ingatlah yaumil hisab, itu masa depan kita.


Ingatlah shirot (dimana semua orang akan menyeberanginya), itu masa depan kita.
Itu masa depan, masa yang akan datang, dan masa itu akan tiba sesuai dengan kehendakNya.
Tempat kita kembali, entah itu surga atau pun neraka, itulah masa depan.

Masa depan mana yang selama ini kita perbincangkan?


Masa depan mana yang selama ini kita persiapkan?

Wahai hamba yang beriman, masa depan yang mana?

Bagi orang-orang yang beriman, kita harus memikirkan hal ini, karena saya sedang berbicara
dengan orang-orang yang beriman, yang seharusnya memiliki pandangan yang jauh lebih benar
tentang makna masa depan.

Saya bukan berbicara dengan orang-orang yang tidak beriman.


Jika orang-orang yang tidak beriman kepada Allah SWT, mereka menganggap bahwasanya
kehidupan adalah kehidupan dunia. Dan mereka memang tidak memiliki keimanan tentang hari
akhir dsb, maka mereka menghabiskan hidup mereka untuk memikirkan masa depan di dunia
mereka.

Tapi sekarang saya sedang berbicara dengan orang-orang yang beriman, orang-orang yang katanya
percaya dengan hari akhir, orang-orang yang katanya percaya dengan hari kebangkitan, orang-
orang yang katanya percaya dengan yaumil hisab, dan lain sebagainya dari sesuatu yang kita
dengar yang datang dari Nabi Muhammad SAW.

Maka sudah sepantasnya ketika kita membicarakan tentang masa depan, bukan hanya tentang masa
depan duniawi yang kita bicarakan wahai hamba yang beriman. Bukan masa depan tentang
duniawi saja yang perlu untuk dipikirkan. Tapi juga masa depan yang sesungguhnya, masa
depannya orang beriman. Bukan masa depannya orang-orang tidak beriman, itu tidak menjadi
pembahasannya kita, tapi yang jadi pembahasan adalah masa depan bagi orang yang beriman.
Dan apakah kita sudah siap untuk memikirkan masa depan yang sesungguhnya?
Wahai hamba yang beriman, sudah siapkah engkau untuk memikirkan dan mempersiapkan masa
depanmu yang sesungguhnya kelak di yaumil qiyamah?
Wahai hamba yang beriman, sudah siapkah?

Wahai hamba yang beriman, jika setelah ini engkau mendengar tentang “masa depan”, apa yang
seharusnya terbesit dalam benakmu?
“Hari akhirat”, “Kehidupan akhirat”. Itulah seharusnya yang terbesit dalam pikiran seorang yang
beriman. Itulah masa depan bagi kita (orang yang beriman). Jadi jangan terkecoh dengan
pemikiran-pemikiran orang yang tidak beriman.
Masalahnya sekarang ini kita terkecoh dengan pemikiran-pemikiran orang yang tidak beriman.
Maka kita yang memiliki iman seolah mengejar sesuatu yang sementara, mengikuti orang-orang
yang tidak beriman. Betapa menyedihkannya keadaan kita sebagai seorang yang katanya
mempercayai Allah dan RasulNya.
Semoga Allah SWT menjaga keimanan kita.
Semoga Allah menolong kita untuk senantiasa menambah kadar keimanan dalam jiwa kita.

Kita titipkan keimanan kita kepada Allah SWT. Dia lah Al Hafidz, Dia lah Allah Dzat Yang Maha
Menjaga, maka kita titipkan keimanan kita kepada Allah SWT.
Kita katakan :

Ya Allah …
Engkau yang memberikan keimanan ini dengan kasih sayangMu, dengan rohmatMu, dengan
kuasaMu, dengan kehendakMu… Engkau memberikan keimanan dalam jiwa kami.

Maka hanya kepada Engkau lah kami titipkan keimanan ini Ya Allah.
Bantu kami ya Allah…
Tolong kami Ya Allah untuk menjaga keimanan dalam jiwa kami..

Karena bisa jadi banyak keburukan, banyak kemaksiatan, dan banyak dosa yang menjadi sebab
tercabutnya keimanan dalam diri kami, tanpa kami sadari ya Allah..

Ya Allah…
Tolong kami untuk menjaga keimanan dalam jiwa kami…

Biarkan cahaya iman ini tetap bersinar terang dalam hati kami ya Allah…
Jangan Engkau redupkan, dan jangan Engkau ambil Ya Allah…
Jaga keimanan kami Ya Allah…
Kami titipkan keimanan ini… Kami titipkan cahaya iman ini hanya kepada Engkau ya Allah…
sebaik-baik penjaga ya Allah…

Lihatlah kami Ya Allah… Yang bahkan untuk menjaga cahaya ini tetap terang bahkan kami lemah
dan kami tidak mampu ya Allah…
Hanya kepada Engkau kami titipkan keimanan ini…

Dan kami berharap Ya Allah, Engkau senantiasa memberikan kekuatan untuk kami terus berjuang
menjaga dan menambah terang dari sinar cahaya iman ini Ya Allah…
Laa hawla wala quwata illa billahilaliyyil adzim…

Tiada daya dan upaya…


Ya Allah… kami tidak memiliki kekuatan apapun, karena segala kekuatan hanya ada padaMu, dan
kami hanya memilikinya jika Engkau memberikannya kepada kami.

Laa hawla wala quwata illa billahilaliyyil adzim..


Ya Allah… kami tidak memiliki daya upaya apapun, karena sejatinya itu semua adalah
pemberianMu ya Allah…

Karuniakan kepada kami ya Allah…


Karuniakan kepada kami ya Allah…
Karuniakan kepada kami ya Allah…

Engkau satu-satunya tempat kami beharap…


Engkau satu-satunya tempat kami meminta…
Hanya Engkau ya Allah…

Jadikan kami hamba yang hanya bersandar kepadaMu, ya Allah…


Jadikan kami hamba yang senantiasa bersandar kepadaMu ya Allah… dan tidak bersandar kepada
selainMu ya Allah…

Ya Allah… Wahai Tuhan kami…


Ya Allah… Wahai Dzat Yang Mendengarkan… Wahai Dzat Yang Mengetahui Hakekat Keadaan
Kami… Ampuni segala kesalahan kami… Ampuni segala keburukan kami…
Ampuni segala dosa-dosa kami ya Allah… yang menyebabkan cahaya ini redup dalam jiwa kami

Ampuni kami ya Allah… karena dengan ampunanMu maka cahaya ini akan terus terang dalam
jiwa kami
Ya Allah… Ya Rabbana… Ya Arrahmarahimin… Ya Arrahmarahimin… Ya Arrahmarahimin…
Wa sollallahu ala sayyidina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa salam… walhamdulillahirobil
alamin…

***
Pembahasan kita di point ke 8 berkaitan dengan sesuatu yang difikirkan oleh ahli dunia.

Point ke 8 daripada hikmah yang didapatkan oleh Al Hatim, beliau mengatakan :


Aku perhatikan setiap orang itu memiliki sandaran dalam kehidupannya. Ada yang bersandar
kepada uang, ada yang merasa tenang ketika dia memiliki uang, memiliki harta. Ada sebagian dari
hamba Allah SWT yang bersandar kepada kekuasaan, ada yang mengandalkan pekerjaannya. Ada
yang mengandalkan kemampuannya. Ada yang bersandar kepada sesama manusia.

Menyandarkan diri, bergantung. Dia hanya bahagia ketika dia memiliki uang. Dia tenang kalo dia
memiliki uang. Dia menganggap bahwasanya kehidupan dunia ini akan beres kalo punya harta,
jabatan, kekuasan. Dan inilah yang dilakukan oleh orang-orang yang menganggap bahwasanya
masa depan itu hanya tentang masa depan duniawi, dia melupakan masa depan yang sesungguhnya
sehingga dia salah menyadarkan dirinya.

Banyak orang yang merasa dia akan bahagia ketika punya banyak uang, tapi kita lihat di luar sana
banyak yang bunuh diri, siapa mereka? Orang yang banyak uang.

Banyak orang yang merasa dia akan bahagia jika mendapatkan jabatan, tapi banyak juga orang
yang kemudian menjadi gila karena jabatan yang di dapatkan. Inilah satu bukti, siapapun yang
bersandar kepada sesuatu yang rapuh maka dia akan jatuh.

Ada orang yang bersandar dengan manusia, dan berapa banyak orang di luar sana yang ketika
bersandar kepada manusia, mereka kecewa?
Berapa banyak kita menangis karena manusia?
Berapa banyak sudah kita kecewa, sakit hati karena manusia?

Sudah berapa kali kita tersakiti karena manusia?


Sudah berapa banyak manusia yang seolah mengobrak abrik hati kita, pikiran kita?

Dan lihatlah diri kita, ketika kita bersandar kepada sesuatu yang rapuh maka suatu saat kita pasti
jatuh. Karena semua makhluk itu pada hakekatnya adalah sesuatu yang rapuh. Hanya Allah Dzat
Yang Maha Kuat. Hanya Allah lah yang ketika kita bersandar kepada Dzat Yang Maha Kuat maka
disitulah kekuatan kita yang sesungguhnya.
Maka kemudian Hatim mengatakan :
Kemudian aku merenungkan, Allah SWT berfirman :

Barangsiapa yang bersandar hanya kepada Allah maka Allah akan mencukupi segala
kebutuhannya, maka Allah cukup baginya.

Disini kita bisa mulai menimbang lagi kadar keimanan kita, kadar keyakinan kita, kadar
kepercayaan kita kepada Allah SWT.
Seberapa percaya sih kita sama Allah?

Seberapa yakin sih kita sama Allah SWT?


Yang selama ini katanya kita yakin sama Allah, seberapa yakin?
Seberapa besar kadar keyakinan kita kepada Allah?

Seberapa besar kadar kepercayaan kita kepada Allah SWT?

Allah sudah berfirman dalam Al Qur'an :

Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, barangsiapa yang menyadarkan dirinya kepada Allah,
barangsiapa yang berserah kepada Allah SWT maka Allah cukup baginya. Allah akan mencukupi
segala kebutuhannya, Allah akan memberikan segala apapun yang ia butuhkan bahkan sebelum ia
memintanya. Karena Allah lah Dzat Yang Maha Memiliki Segalanya, maka siapapun yang
memiliki Allah dalam kehidupannya, apa yang dia tidak punya? apa yang Allah tidak kasih
baginya?

Tapi seberapa besar sih keyakinan kita sama Allah? Seberapa besar kepercayaan kita kepada Allah
SWT?
Kita ini kurang menganggap Allah itu hebat, bahkan bisa jadi kita tidak pernah menganggap Allah
itu hebat, makanya kita menganggap masih ada kehebatan-kehebatan lain selain Allah SWT.

Kita mengatakan “Allah Maha Besar”, tapi kita tidak benar-benar menganggap Allah itu besar.
Kita mengatakan bahwasanya “Allah Dzat Yang Maha Sempurna”, tapi kita tidak benar-benar
menganggap Allah itu Dzat Yang Maha Sempurna.
Pada hakekatnya, jiwa kita, hati kita tidak benar-benar menganggap Allah itu sempurna.

Apa buktinya?
Dengan kita tidak menerima. Bukankah banyak diantara kita yang tidak menerima ketetapan
Allah?

“Kenapa Allah jadikan kehidupan saya seperti ini?”


Seolah-olah kita tidak percaya bahwasanya Allah Dzat Yang Maha Sempurna.
Kalo kita percaya Allah Dzat Yang Maha Sempurna maka seharusnya kita percaya dan kita yakin
bahwasanya apapun yang diatur oleh Allah pasti sempurna. Bukankah logikanya seperti itu?
Kalo kita yakin bahwasanya Allah Dzat Yang Maha Sempurna, maka seharusnya kita yakini
bahwasanya segala sesuatu yang diatur oleh Allah segalanya pasti sempurna. Allah Dzat Yang
Maha Baik maka segala sesuatu yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam kehidupan kita pasti baik.
Logikanya seperti itu. Tapi kenapa banyak diantara kita yang tidak menerima ketetapan Allah?
Bahkan ada yang sampai marah sama Allah, tidak mau sholat, “ngapain saya sholat? hidup saya
dibikin tidak enak sama Allah.”
Ada nggak orang seperti itu? Ada.

Apalagi buktinya?
Lihat keadaan kita. Ketika kita di timpa satu musibah, ditimpa satu ujian, ditimpa satu masalah,
terus terkadang kita cerita kepada teman kita, kemudian teman kita mengingatkan dengan nama
Allah, apakah hati kita merasa cukup?
Berapa banyak orang yang merasa kesal hatinya karena dinasehatin suruh sabar?

“Minta sama Allah. Sabar. Yang yakin sama Allah”, bukankah kalimat ini tidak menjadi satu
ketenangan dalam hati ketika kita mendengarnya?

Coba kita jujur. Saat kita punya masalah, terus kita cerita nih sama teman kita, biasa teman kita
pasti bilangnya, “Minta sama Allah. Yang yakin sama Allah. Allah yang punya solusinya”, tapi
apakah hati kita tenang dengan kalimat itu? Apakah kita cukup dengan Allah? Apa yang terjadi
dalam hati kita? Apa yang terjadi saat kita mendengarnya? Adakah kita cukup dengan nasehat itu?
Seharusnya tenang, tapi kenyataannya kita tenang gak?
Harusnya cukup, tapi pada kenyataannya kita cukup gak?
Pernah gak ngerasain kesel?
“Iya saya tau saya harus sabar. Saya juga udah minta”, kadang ada yang kesal seperti itu.

Itu adalah bukti bahwa kita tidak benar-benar menganggap bahwa Allah itu Dzat Yang Maha
Besar. Kita belum benar-benar menganggap bahwa Allah itu mampu menyelesaikan masalah-
masalah kita.

Kita itu tidak benar-benar menganggap Allah itu Dzat Yang Maha Sempurna.
Kita tidak benar-benar menganggap Allah itu Dzat Yang Maha Hebat.

Kalo kita menganggap Allah Dzat Yang Maha Besar, Sempurna, Hebat, Memiliki Kuasa maka
seharusnya kita yakini bahwa masalah-masalah kita itu kecil buat Allah. Masalah kita terlalu kecil
untuk Allah, sangat mudah bagi Allah untuk menghilangkan semua masalah dalam kehidupan kita.

Tapi apakah kita percaya?


Apakah ada anggapan itu dalam diri kita?

Apakah hanya Allah yang kita anggap hebat?


Apakah Allah sudah menjadi sandaran dalam kehidupan kita?
Coba sampai disini, saya mau tau apa yang dirasakan dalam hatinya?
Apa yang kita rasakan sekarang?

“Sesak karena malu dengan Allah”, “Sedih”, “Menyesal”.

Lihatlah kita yang tidak memiliki keyakinan kepada Allah, pada akhirnya apa yang kita dapatkan
dalam kehidupan?
Dan inilah sumber kenapa kehidupan kita itu banyak masalah yang belum terselesaikan, karena
kita belum benar-benar punya keyakinan kepada Allah SWT, kita belum benar-benar menganggap
bahwa Allah Dzat Yang Maha Besar.

Selama ini kita cuma mengatakan Allah Maha Besar, dan itu bahkan kita ulang-ulang dalam sholat.
Kenapa dalam sholat itu kita disuruh ngulang-ngulang Allahu Akbar? Untuk apa kiranya?
“Allahu Akbar”. Mau ganti gerakan “Allahu Akbar”, mau ganti gerakan lagi “Allahu Akbar”, ganti
gerakan lagi “Allahu Akbar”. Terus kita ulang-ulang. Tapi kita tidak benar-benar meresapi makna
Allahu Akbar, Allah Dzat Yang Maha Besar, satu-satunya Dzat Yang Maha Besar, Yang Maha
Tinggi, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Hebat, Yang Maha Sempurna, Dzat Yang Memiliki
Segalanya, Raja diatas para raja - rajanya para raja.

Jika kita meresapi kalimat ini dan kita benar-benar menganggap Allah adalah Dzat Yang Maha
Besar maka kita akan memiliki keyakinan bahwa Allah mampu untuk memberikan, Allah mampu
mengangkat segala beban, Allah mampu… Allah mampu.

Keimanan kita bertambah kuat. Keyakinan kita bertambah kuat.


Karena keyakinan itu tidak ada maka solusi tidak kunjung datang. Selama ini masih ada yang kita
yakini selain Allah SWT. Bisa jadi kita anggap bahwa uang adalah solusi segalanya. Jabatan
adalah solusi dari segala masalah. Bisa jadi selama ini kita menganggap bahwa manusia jauh lebih
besar daripada Allah, manusia yang bisa, manusia yang mampu, sehingga kita menjadikan manusia
sandaran kita dalam kehidupan, manusia yang kita kejar dalam kehidupan.

Jadi selama ini dzikir hanya sekedar penghias lisan kita. Tidak benar-benar menjadi penghias hati
kita. Hanya hiasan di lisan kita untuk menampakkan bahwa kita ini orang yang baik.
Coba bayangin. Misal ada orang memuji kita sholihah.
“Itu orang sholihah banget”

Kira-kira karena sebab apa orang itu dianggap sholihah?


Apa sih yang orang lihat dari kita sampai kita dipuji sholihah, dipuji baik?
Sebenarnya apa yang mereka lihat dalam diri kita?

Karena ada Allah di dalam dirinya.

Bagaimana itu orang ada Allah di dalam dirinya?

Karena di dalam dirinya ada ilmu. Karena lisannya sering dzikir menyebut nama Allah.
Jadi sebenarnya kita numpang kebaikan, kesempurnaan.

Kita itu dianggap sholihah karena kita memuji Allah, kita dzikir.
Jadi sebenarnya yang mulia itu dzikirnya atau kitanya?

Kita itu dianggap sholihah karena ibadah kita, kebaikan yang kita lakukan kepada Allah.
Jadi sebenarnya yang mulia itu Allah nya atau kitanya?
Yang mulia itu dzikirnya atau kitanya?

Yang mulia itu ibadahnya atau kitanya?


Siapa sebenarnya yang mulia?
Allah.

Jadi sebenarnya kita ini numpang kebaikan.

Kalo bukan karena nama Allah yang keluar dari lisan kita, orang tidak akan menganggap kita
sholihah.
Kalo bukan karena ibadah yang kita lakukan, orang tidak akan anggap kita sholihah.

Kalo bukan karena ayat-ayat Allah yang keluar dari lisan kita, orang tidak akan anggap kita baik.
Akhlak baik itu sebenarnya siapa yang ngajarin? Allah.
Kebaikan itu sebenarnya bersumber dari mana? dari Allah.

Jadi sebenarnya yang pantas dipuji itu siapa? Allah.

Hanya kepada Allah lah.

Hanya untuk Allah lah segala pujian.


Karena memang hanya Allah yang pantas, kitanya tidak pantas. Kita ini cuma numpang aja sama
Allah. Karena kita bawa-bawa Allah makanya kita dipuji baik sama orang. Karena kita bawa-bawa
Nabi makanya kita dipuji baik sama orang.

Tapi kalo kita mau lihat dalam diri kita,

Apakah kita sebaik itu?


Apakah kita pantas dipuji setinggi itu?
Apakah kita pantas untuk mendapatkan pujian itu?

Apakah kita pantas untuk mendapatkan segala pengagungan itu?


Kita nya sama sekali tidak punya apa-apa. Kalo bukan karena Allah yang kita sebut-sebut dari
lisan kita, orang juga tidak akan muji kita.

Pujian hanya untuk Allah.


Hanya Allah yang pantas untuk dipuji.
Maka seharusnya ketika kita di dipuji oleh orang, siapa yang kita ingat saat itu? Allah.

Kalo kita akalnya sehat, seharusnya ketika kita dipuji, yang kita ingat adalah Allah.
“Allah yang berhak dipuji. Saya tidak punya apa-apa. Saya diciptakan dari tidak ada menjadi ada.
Tidak punya ilmu sampai punya ilmu. Tidak kenal Allah sampai saya kenal Allah. Saya tidak bisa
menyebut namaNya sampai saya bisa menyebut namaNya. Kebaikan kesempurnaan hanya milik
Allah. Yang pantas dipuji hanya Allah.”
Apa sih sebenarnya yang menyebabkan orang itu sombong?
Apa sih sebenarnya yang membuat seorang itu bangga sama dirinya sendiri, ujub?

Apa yang menyebabkan orang itu tinggi hati, sombong, bangga terhadap dirinya, bangga terhadap
amalnya, senang dipuji, apa sumbernya?
Karena dia lupa kepada Allah. Dia lupa sumber kebaikan yang ada dalam dirinya. Dia lupakan
Allah Dzat Yang Maha Hebat. Dia lupakan Allah Dzat Yang Maha Sempurna. Dia lupakan Dzat
Yang Memberikan Segala Kebaikan dalam dirinya.
Dia lupa… Dia lupa dengan Allah… Dia lupa dengan Tuhannya… Dia lupakan Allah, dan dia
hanya melihat kepada dirinya sendiri.

Kita lupa bahwasanya segala sesuatu bersumber dari Allah SWT.

Ya, lupa. Dan inilah yang terjadi dalam diri kita, ketika kita lupakan Allah maka kita akan
menjadi seorang yang sombong.

Rasulullah SAW :
Tidak akan masuk surga. Tidak ada tempat di surga. Tidak akan masuk ke dalam surga bagi
siapapun yang terdapat kesombongan di dalam hatinya walaupun hanya sekecil biji dzaroh.

Setitik punya kesombongan, tidak ada tempat dalam surga. Surga diharomkan baginya.

Dan sumbernya dari mana? Karena dia melupakan Allah Dzat Yang Maha Hebat, dia melupakan
Allah Dzat Yang Maha memberikan kenikmatan kepada dirinya.

Itulah kenapa Allah SWT memerintahkan kita untuk banyak berdzikir, untuk banyak mengingat
Allah, karena disitulah sumber keselamatan kita.
Kalo kita dalam setiap pergerakan, dalam setiap langkah, dalam setiap kedipan mata, dalam setiap
apapun yang kita lakukan, kita ingat Allah maka itu sumber keselamatan kita, insya Allah kita
tidak salah langkah.
Tapi kalo kita sudah lupakan Allah, itu menjadi sumber dari segala celaka, sumber segala
keburukan, sumber dari segala penyakit hati.
Coba kita renungkan penyakit hati, riya', sombong, iri, dsb. Itu sumbernya karena dia lupakan
Allah.

Kenapa ada orang riya' (berbuat kepada manusia)?


Karena dia lupakan Allah, Dzat Yang Maha Memberi yang sesungguhnya. Dia lupakan Allah
memiliki segala kenikmatan abadi. Dia lupa sama Allah. Yang dia ingat hanya pujian manusia.
Yang dia ingat bahwa manusia itu bisa memberikan sesuatu dsb.

Maka yang namanya mengingat Allah ini harus menjadi kebutuhan dalam kehidupan kita.

Kita mau lupain Allah sedikit aja dalam kehidupan? Sudah pasti kita salah jalan, kita pasti salah
cara pandang, salah cara berfikir.
Kita sendirian dalam kamar, kita lupakan Allah Dzat Yang Maha Melihat kita dimanapun kita
berada, maka saat itu kita bisa berbuat apa saja karena kita lupa Allah melihat kita. Tapi ketika
kita mengingat bahwa Allah Dzat Yang Maha Melihat, dimanapun kita berada Allah mengawasi
kita, Allah melihat kita, maka lihatlah langkah kita akan menjadi baik karena kita mengingat Dzat
Yang Maha Baik, langkah kita akan menjadi Sempurna karena kita mengingat Dzat Yang Maha
Sempurna, langkah kita akan menjadi indah karena kita mengingat Dzat Yang Maha Indah.
Bayangkan, seindah itu. Kuncinya apa? Mengingat Allah.

Jadi setelah ini apa yang harus kita lakukan?

Memperbanyak untuk mengingat Allah.

Bagaimana caranya kita terus mengingat Allah?


Banyak dzikir. Banyak cara untuk mengingat Allah.

Pada hakekatnya fitrahmu adalah baik, fitrahmu adalah suci, fitrahmu adalah sempurna karena
engkau diciptakan oleh Dzat Yang Maha Sempurna, Dzat Yang Maha Baik maka kebaikan ada
dalam diri kita, keindahan ada di dalam diri kita.
Sebenarnya seorang hamba itu tau gak sih apa yang harus dilakukan?

Sebenarnya kita semua tau apa yang seharusnya seorang hamba lakukan.
Tau tapi sering bertolak belakang. Tau tapi harus sering diingatkan. Ya, memang mayoritas kita
seperti itu. Kita sebenarnya tau tapi harus diingatkan.
Tapi point pertanyaannya adalah :
Ketika engkau sadar bahwa dirimu itu perlu untuk diingatkan, engkau mencari gak orang-orang
yang bisa mengingatkan? Kumpul gak sama orang-orang yang bisa mengingatkan?
Jadi selama ini ada hal-hal yang kita sadari dalam diri kita tapi kita biarkan begitu saja.

“kita sebenarnya tau tapi sering bertolak belakang”,


Apa sebabnya kita sering bertolak belakang? Cari sumbernya. Terkadang kita biarkan begitu saja
makanya keadaan kita begini-begini saja.

“kita tau, tapi kita sering lalai”,


Apa yang membuat kita lalai?

Apakah kita sudah berusaha untuk menjadi seorang yang tidak lalai?

“tau tapi pura-pura tidak tau”,

Apa yang menyebabkan dirimu seolah-olah tidak mau tau?

“tau tapi terlampau lemah”,

Kalo sudah sadar dirinya lemah, kira-kira apa yang harus dilakukan untuk menguatkan?

Akan banyak pertanyaan yang harus kita jawab. Jadi sebenarnya kita itu tau kekurangan kita tapi
kita tidak benar-benar membenahi kekurangan kita. Dan apa yang terjadi? Kita itu selalu pesimis
dalam hal agama, sadar gak kita?

Kita itu selalu pesimis dalam hal agama tapi selalu optimis dalam hal dunia.
Kenapa kalo kita lagi ngomongin agama, semuanya menjawab, “Saya lemah. Saya kalah. Saya
lalai. Saya tidak tau”, seolah tidak ada jalan buat agama, seolah kita pesimis dalam perkara agama.

Tapi kalo sudah ngomongin dunia, semua optimis, “Kita pasti bisa. Kita pasti berhasil. Kita pasti
menggapai apa yang kita inginkan. Kita berusaha. Jangan berhenti, kegagalan adalah keberhasilan
yang tertunda”.
Pintar banget kalo ngasih quotes-quotes kalo sudah perkara dunia. Tapi kalo sudah perkara agama,
kita seolah lunglai, kita seolah lemah tak berdaya, dan kita bahkan tidak berusaha menjadi
motivator untuk diri kita sendiri.

Tau gak siapa motivator terbaik?

Motivator terbaik adalah dirimu sendiri.


Engkau harus menjadi motivator terbaik untuk dirimu, karena kita tidak bisa terus-terusan
bersandar sama manusia untuk mengingatkan kita.

Jadilah motivator terbaik untuk dirimu sendiri.


Jadilah penyemangat untuk dirimu sendiri.
Sebagaimana engkau menyemangati dirimu untuk mendapatkan dunia, semangati dirimu untuk
mendapatkan akhirat.

***

Kenapa dalam hal agama itu semuanya pesimis?


Semuanya seolah lemah tak berdaya. Tapi kalo sudah ngomongin dunia, paling pintar ngasih
quotes, paling pintar ngasih kata-kata Mutiara.

Kenapa tidak ada yang pintar ngasih quotes buat agama?


Kenapa tidak ada yang pintar untuk memberikan kata-kata mutiara untuk menumbuhkan semangat
dalam beragama?

Kenapa pada lesu? Kenapa pada lemah?


Ada apa dengan kita?
Sebenarnya yang kita inginkan kenikmatan yang sementara atau kenikmatan yang abadi?

Kalo kita mau kenikmatan yang abadi, kenapa kita tidak menyemangati diri kita untuk
mendapatkannya, untuk menggapainya?
Lagi-lagi hawa nafsu disalahkan. Lihat… kita selalu mengkambinghitamkan hawa nafsu dan setan.

Semua hamba tidak terkecuali, semua diberikan hawa nafsu, kecuali para anbiya' yang ma'sum,
Nabi SAW dibersihkan hatinya oleh Allah SWT, dicuci, dijaga oleh Allah. Selebihnya semua
memiliki hawa nafsu, tidak terkecuali. Semua digoda sama syaiton, tidak terkecuali, karena
memang itu adalah kerjaan syaiton.

Jadi yang namanya godaan hawa nafsu, setan itu pasti. Tapi pointnya ada pada diri kita sendiri.
Hawa nafsu pasti menggoda, dan bukankah ada orang yang menang dari hawa nafsu?
Kalo ada yang menang kenapa kita kalah?
Kalo kita sudah sadar kita kalah, kenapa kita membiarkan diri kita kalah?

Sudahkah kita berusaha untuk menjadi pemenang atas hawa nafsu kita?
Dan kenapa seolah kita rela diri kita kalah?

Setan pasti menggoda kita, tapi kenapa belum memiliki jiwa pejuang untuk mengalahkan syaiton?
Kenapa kita tidak punya semangat untuk menang daripada tipu daya syaiton?

Allah SWT berfirman :


Tipu dayanya syaiton, godaannya syaiton itu sangat lemah.

Karena setan itu hanya bisa membisikkan. Kalo Allah bilang bahwa godaan setan itu lemah dan
ternyata kita kalah, berarti yang lebih lemah itu siapa? Kita.
Berarti siapa yang salah disini? Kita yang salah, bukan syaitonnya. Syaiton mutlak kerjaannya
memang seperti itu. Tapi pointnya ada dalam diri kita sendiri.

Dengan kita menyalahkan hawa nafsu dan setan seolah kita mau cari pembenaran atas diri kita
yang memang tidak mau melawan hawa nafsu, yang memang tidak mau melawan setan. Dan kita
cari pembenaran atas perbuatan kita dengan menyalahkan hawa nafsu dan setan. Bukankah itu
yang terjadi? Coba kita jujur.

Kita seolah mencari pembenaran atas diri kita yang memang pada hakekatnya kita tidak mau
melawan hawa nafsu, memang kita tidak mau melawan syaiton, tapi kita mencari pembenaran atas
perbuatan kita dengan menyalahkan.
“Sering lupa karena kita lemah”
Lihat… kalimat “lemah” juga sering kita jadikan alasan.

Kenapa saya katakan kalimat “lemah” ini selalu kita jadikan alasan?
Ini juga hal yang berhubungan dengan keimanan.

Kita memang hamba yang lemah, tapi apakah kita tidak memiliki Tuhan Dzat Yang Maha Kuat?
Apakah kita tidak percaya bahwa Allah bisa memberikan kekuatan kepada kita?
Sudahkah kita meminta kekuatan dari Allah saat kita sadar kita lemah?

Dan ketika kita sadari kita lemah, apakah kita sudah berusaha untuk mencari kekuatan dari Dzat
Yang Maha memberikan kekuatan?

Sama seperti halnya kita mau sukses dalam bisnis, kita tau kelemahan kita dalam bisnis disini nih,
“Saya lemah dalam marketingnya. Saya lemah dalam pemasaran”.
Apa yang kita perbuat? Atau apa yang dilakukan mayoritas orang ketika dia menyadari ada
kelemahan dalam bisnisnya?
Dia cari seminar sana sini, dia belajar, dia bahkan rela mengeluarkan uang berapapun demi
tranning sana, tranning sini, seminar sana, seminar sini, untuk memperbaiki kelemahannya.

Sudahkah kita berfikir untuk berusaha sekuat itu, sebesar itu untuk menguatkan kelemahan kita
dalam agama?

Saat kita sadar, kita memiliki kelemahan, sudahkah kita memiliki usaha sebesar itu?
“Oh saya lemah nih disini, saya lemah dari hawa nafsu. Saya lemah dari bisikan syaiton. Saya
lemah begini”
Sudahkah kemudian kita terfikir?
Terfikir saja sudah apa belum?

“Oh berarti saya harus belajar kesana. Saya harus datangin guru ini. Bahkan kalo pun saya harus
mengeluarkan berapapun, saya akan keluarkan”, Sudahkah itu terfikir? Sudahkah itu kita lakukan?
“Oh saya sudah terfikir, saya sudah melakukannya, saya sudah usaha melakukannya, saya sudah
usaha”, Sebesar apa usahamu? Sudahkah minimal sebesar usahamu menggapai dunia?
Kita terkadang merasa kita sudah usaha, tapi kita tidak benar-benar menelaah apakah usaha kita
sudah maksimal atau hanya usaha sekedarnya?

Bisa jadi usaha kita baru usaha sekedarnya, karena memang hidup ini isinya adalah perjuangan.
Jadi memang hanya orang-orang yang memiliki jiwa pejuang yang bisa menang. Dari zamannya
Rasulullah, dari zamannya para anbiya’ sampai nanti akhir zaman, dunia ini isinya perjuangan.

Kita mau dapatin dunia aja kita berjuang. Mau makan, kita berjuang. Mau punya rumah yang besar,
mau punya kendaraan bagus, perjuangan.

Jadi dunia ini memang isinya perjuangan. Dan siapa yang menang? Yang punya jiwa pejuang,
pantang menyerah, punya jiwa pemenang yang tidak mau dikalahkan.

Mana hamba-hamba beriman yang memiliki jiwa pemenang dalam dirinya?


Mana hamba-hamba beriman yang memiliki jiwa untuk terus memperkaya dirinya,
memberdayakan dirinya, meningkatkan nilai dalam dirinya?

Mana… mana jiwa pejuang kita?

Makanya kenapa Rasul SAW mengatakan setelah selesai dari peperangan itu :

“Kita baru saja selesai dari peperangan yang kecil menuju kepada peperangan yang besar”

Jadi memang kehidupan ini peperangan, perjuangan. Apa aja harus kita perangi. Ya memang
begitu kehidupan. Mau tidak mau inilah kenyataan yang harus kita hadapi, inilah yang harus kita
lewati. Mau tidak mau, kita tidak punya pilihan. Mau tidak mau, kita berada di medan perang
sekarang ini dan apa saja harus kita perangi.

Sahabat tanya sama Rasulullah, “Kalo kita berperang seperti ini, bahkan kami mengorbankan
nyawa kami disini Ya Rasulullah, dan engkau mengatakan bahwa ini adalah peperangan yang
kecil, maka peperangan yang besar itu peperangan apa wahai Rasul?”
Maka Rasulullah mengatakan, “perangnya kita sama hawa nafsu, itu peperangan besar dalam
kehidupan. Perang sama hawa nafsu kita, perang sama godaan syaiton.”
Ada manusia-manusia di sekitar kita yang memiliki sifat-sifat seperti syaiton, yang kerjaannya
membisikkan, menggoda.

“Udah, nggak usah hadir majlis. Ngapain hadir majlis? Mending kita jalan-jalan", ada gak
manusia-manusia seperti ini? Ada.
“Ngapain sih terlalu fanatik sama agama? Terlalu taat? Biasa aja. Pakai baju biasa aja. Tidak usah
terlalu sama agama”, ada gak manusia-manusia seperti ini? Ada.

Kenapa giliran agama itu biasa-biasa aja, giliran dunia harus luar biasa? Ada apa?

Kenapa kita seolah mengikuti ucapan-ucapan orang yang seperti itu?


Seharusnya kita heran sama orang-orang seperti itu.

Ketika orang mengatakan, “Sama agama itu biasa aja”, kita tanya balik sama dia, “kenapa sama
agama harus biasa? Kenapa kamu memerintahkan saya untuk biasa-biasa aja dalam agama?
Kenapa kamu tidak ngajak saya untuk berlaku luar biasa?”

Karena bisa jadi orang itu memang nanti maunya keadaannya di akhirat biasa-biasa aja. Dia tidak
punya cita-cita akhirat. Dia tidak punya cita-cita yang tinggi, keinginan yang luar biasa, makanya
dia mudah mengatakan seperti itu.

“biasa aja dalam segi agama”, tapi lihat dunianya wah seolah dunia ini harus luar biasa.

Coba lihat keadaan zaman kita sekarang ini.


Apa seolah yang digemborkan orang-orang di luar sana?
“Kamu harus berhasil. Kamu harus sukses. Kamu harus jadi orang. Kamu harus luar biasa.”

Bukannya tidak boleh sebenarnya…, boleh, tapi paling tidak ketika kita ingin menjadi seorang
yang luar biasa di dunia, seharusnya kita punya keinginan untuk menjadi seorang yang luar biasa
nanti di akhirat.

Kenapa kita cuma terfikir buat jadi orang luar biasa di dunia, tapi tidak pernah terfikir atau tidak
punya keinginan untuk jadi orang luar biasa di akhirat? Padahal katanya kita semua menginginkan
kebahagiaan yang abadi, kenikmatan yang abadi, tapi bahkan dalam hal agama, kita maunya biasa-
biasa aja, sekedarnya. Ya jangan salahin Allah kalo kemudian Allah mungkin meletakan kita di
derajat yang semaunya Allah, sekedarnya, karena itu yang kita lakukan.
Hanya orang-orang yang ingin menjadi orang luar biasa kelak di akhirat yang dia akan berlaku
luar biasa pada agamanya.

Kalo kita tidak punya kesadaran untuk menjadi seorang yang luar biasa kelak di akhirat, lihat
keadaan kita sama agama ya seperti ini biasa-biasa aja, karena memang kita belum punya
keinginan untuk menjadi seorang yang luar biasa kelak di hadapan Allah. Makanya sekarang kita
ini biasa-biasa aja dalam segi agama, yaudah kayak gini, kita biarin aja sekedarnya, kita biarin aja
seadanya.

***

Apakah kita menyadari apa yang saya sampaikan?


Jadi kurangnya usaha kita, tidak adanya jiwa pejuang dalam diri kita, itu sumbernya kenapa?
Karena kita belum memiliki keinginan untuk menjadi seorang yang luar biasa kelak di hadapan
Allah. Karena kita belum memiliki keinginan untuk berkumpul bersama orang-orang luar biasa di
yaumil qiyamah. Itulah sumbernya yang membuat kita kurang dalam berusaha. Ini loh titiknya.

Kenapa tidak singkron? Yang kita inginkan kenikmatan abadi, tapi kenapa yang kita kejar itu
kenikmatan yang sementara?

Karena kita masih menginginkan untuk menjadi seorang yang luar biasa di dunia, belum memiliki
keinginan untuk menjadi orang yang luar biasa kelak di hadapan Allah.
Inilah sumber masalahnya. Makanya tidak singkron kan, seolah keinginan hati inginnnya abadi,
tapi apa yang kita lakukan disini? Semua hanya demi sesuatu yang akan sirna.
Jadi sekarang pertanyaannya :
Sudahkah engkau memiliki keinginan?

Atau inginkah engkau menjadi seorang yang luar biasa kelak di hadapan Allah?
Inginkah engkau menjadi seorang yang luar biasa kelak di hadapan Rasul SAW?
Inginkah engkau untuk menggapai derajat yang luar biasa kelak di yaumil qiyamah?

Semuanya menjawab ingin.

Benarkah itu yang kau inginkan?

Benar atau tidaknya akan terlihat pada apa yang kau lakukan setelah ini.

Apakah benar engkau ingin menjadi orang yang luar biasa kelak di yaumil qiyamah?

Atau ternyata engkau hanya ingin menjadi orang luar biasa di dunia yang sementara?
Akan terlihat sebentar lagi siapa dirimu yang sebenarnya.

Apa yang masih engkau pritotaskan?


Apa yang masih engkau pikirkan?
Kemana waktumu engkau habiskan?

Itu semua akan menjawab pertanyaan benarkah. Itu semua akan engkau buktikan sesaat lagi.

Siapa dirimu yang sebenarnya?


Apa keinginan dan apakah keinginan itu benar atau tidak?
Semua akan terkuak sebentar lagi… Tidak akan lama.

Persiapkan dirimu untuk memperhatikan keadaan jiwamu, hatimu, pikiranmu.


Sudah siap untuk mengetahui siapa dirimu yang sebenarnya?
Sudah siap untuk melihat kenyataan mengungkap apa yang ada dalam jiwamu yang sebenarnya?

Siapkah engkau?
Persiapkan dirimu.

Jika engkau sudah mengetahui siapa dirimu yang sesungguhnya dan bagaimana keadaan jiwamu,
apa yang sebenarnya engkau inginkan (dunia atau akhirat)…
Setelah ini fikirkanlah.. fikirkanlah apa yang terbaik untuk dirimu dan apa yang harus engkau
lakukan jika engkau dapati kekurangan ataupun kesalahan dalam pilihan yang kau ambil pada saat
ini.
Pikirkan dan pilih yang terbaik untuk dirimu.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita semua. Insya Allah. Amin Ya Rabbal 'alamin.
Apa yang dirasakan?
Sudahkah hidup para pejuang-pejuang akhir zaman?

Para pejuang yang ingin berjuang demi menggapai segala cita-cita dan harapan kelak di yaumil
qiyamah.
Sudahkah hidup jiwa-jiwa pejuang dari umat Nabi Muhammad SAW?

Mana para pecinta yang mau berkorban, yang mau berjuang, mana?
Mana para pecinta yang katanya cinta sama Allah, yang katanya cinta sama Rasulullah, mana
mereka?
Dimana mereka yang katanya mencintai Allah, yang katanya mencintai Rasulullah?
Dimana para pecinta yang katanya mau berjuang untuk Allah, yang katanya mau berjuang untuk
Rasulullah?
Dimana mereka?
Dimana para pecinta yang katanya rela berkorban, mengorbankan apapun untuk kekasihnya, untuk
yang dirindukannya, untuk yang dicintainya, untuk Allah, untuk Rasulullah, dimana mereka?
Dimana mereka yang mau mengorbankan jiwa mereka, yang mau mengorbankan harta mereka,
yang mau mengorbankan tenaga mereka, yang mau mengorbankan hidup mereka, yang mau
mengorbankan seluruh jiwa raga mereka untuk Allah dan RasulNya?
Dimana mereka para pecinta?

Dimana mereka yang katanya mau berjuang, yang katanya rela berkorban?
Dimana mereka? Dimana mereka? Dimana mereka?

Adakah mereka semua? Adakah mereka para pecinta itu? Adakah mereka?
Siapa mereka? Engkau kah? Atau orang lain?
Engkau kah itu? Engkau kah para pecinta itu?

Benarkah dirimu?
Benarkah engkau?
Benarkah?

Benarkah engkau yang rela itu?


Benarkah engkau yang rela berkorban itu?
Benarkah engkau para pecinta itu?

Benarkah engkau?
Benarkah dirimu?

Semoga benar kita. Semoga benar engkau. Semoga benar itu adalah dirimu. Semoga benar itu
adalah dirimu. Amin Ya Rabbal 'alamin.

***

Dan hanya kepada Allah lah kita berharap. Hanya kepada Allah lah kita bertawakal. Hanya kepada
Allah lah kita bersandar. Hanya kepada Allah lah kita berserah.
Karena Allah telah berjanji, siapapun yang menyadarkan dirinya kepadaNya maka Allah akan
mencukupi segala kebutuhannya dan Allah akan memberikan segala keinginannya. Dan Allah
cukup baginya. Itulah janji Allah bagi siapapun yang benar-benar menyadarkan diri nya kepada
Allah, yang benar-benar meyakini Allah bahwa Allah Dzat Yang Maha Mampu untuk memberikan
segala yang ia inginkan.

Sesungguhnya Allah lah yang akan memudahkan segala urusannya. Hanya Allah lah yang akan
menyampaikan mereka para hambaNya menggapai segala harapan dan cita-cita. Hanya Allah yang
dapat memberikan solusi dalam setiap masalah kita.
Allah telah menjadikan segala sesuatu ada kadarnya masing-masing, ada jawabannya masing-
masing, Allah telah menetapkan sesuatu.

Tidak Allah berikan satu penyakit kecuali ada obatnya.


Tidak Allah datangkan satu masalah kecuali ada solusinya.
Tidak Allah jadikan segala sesuatu yang Allah tetapkan dalam kehidupan kecuali pasti ada hikmah
di balik segala sesuatu tersebut. Dan hikmah itu pasti indah, kenapa? karena datang dari Dzat Yang
Maha Indah, karena diberikan oleh Dzat Yang Maha Indah.

Maka lihatlah jiwa seorang yang beriman yang memiliki keyakinan kepada Allah, “maka sejak
saat itu aku (hatim) bertawakal kepada Allah, aku menyandarkan diri ku seluruhnya kepada Allah.
Dia lah Dzat yang akan mencukupiku dan Ia lah sebaik-baik penolong bagiku. Ia lah sebaik-baik
tempat untuk bersandar”.

Ketika kita bersandar kepada Dzat Yang Maha Kuat maka kita akan menjadi kuat.

Ketika kita bersandar kepada sesuatu yang rapuh maka kita akan rapuh kemudian jatuh.
Mana pilihan kita?
Akankah kita ingin diri kita rapuh dan jatuh?

Atau kita ingin kuat untuk melewati segala rintangan yang ada?
Dan hanya Allah lah Dzat Yang Maha Kuat. Hanya Allah Dzat Yang Mampu Memberikan
Kekuatan itu dalam jiwa kita.
Maka kemudian gurunya berkata :
Semoga Allah SWT selalu membimbingmu wahai Hatim. Sungguh aku telah menelaah seluruh
kitab suci, zabur, taurat, injil, Al Qur'an, dan aku dapati semua kitab itu membahas 8 point yang
telah engkau sampaikan. Dan barangsiapa yang mengamalkan 8 point yang telah disampaikan oleh
Hatim maka sungguh dia telah mengamalkan seluruh isi kitab suci.

Subhanallah… 8 point yang menjadi inti dari isi kitab suci.


Karena kalo kita mau lihat dari 8 point ini, pointnya adalah penghambaan dan juga keyakinan. Dan
semua kitab suci membicarakan tentang itu. Kalo kita menelaah lagi dari point 1 sampai 8, inti
dari semua point itu adalah tunduknya seorang hamba kepada Allah dan juga keyakinan seorang
hamba kepada Tuhannya, dan untuk itulah kita diciptakan, dan seharusnya itu lah yang ada dalam
jiwa kita, keyakinan dan tunduknya kita seorang hamba kepada Tuhannya.

***

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pemahaman kepada kita. Allah tambahkan ilmu.
Allah tambahkan pemahaman. Allah tambahkan kesadaran. Allah tambahkan kekuatan dalam jiwa
kita. Allah tambahkan cahaya iman dalam hati kita.

Ya Allah..
Wahai Dzat Yang Mampu menambahkan segala sesuatu yang kurang dalam diri kita..
Wahai Dzat Yang Mampu menambahkan segala sesuatu yang kurang dalam diri hamba..
Wahai Dzat Yang Mampu Mengisi segala yang kosong dalam jiwa para hambaNya..
Wahai Dzat Yang Maha Memberi segala sesuatu yang tidak dimiliki oleh hambaNya..
Tambahkan untuk kami.. Isi segala sesuatu yang kosong untuk kami..

Berikan atas sesuatu yang tidak kami miliki, sehingga kami benar-benar menjadi hamba yang
Engkau inginkan..
Ya Allah..
Hanya kepada Engkau kami berserah..

Hanya kepada Engkau kami bersandar..


Hanya kepada Engkau kami beriman..
Hanya kepada Engkau kami meminta..

ُ‫اِيَّا ك ن ْعبُدُ واِ يَّا ك نسْت ِعيْن‬

Kalimat yang sering kami ulang, namun banyak diantara kami yang belum memahami kalimat
tersebut..
Bahkan hamba tidak memahami kalimat tersebut ya Allah..
Kami seolah berikrar dengan lantangnya, “Hanya kepada Engkau kami meminta dan hanya kepada
Engkau kami memohon pertolongan. Hanya kepada Engkau kami menghamba”
Seolah kami mengikrarkan dengan penuh keyakinan, bahwa hanya kepada Engkau kami
menghamba dan hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan..

Namun sepertinya kami tidak benar-benar memiliki pemahaman tentang kalimat tersebut ya
Allah..
Kami tidak benar-benar memiliki pemahaman atas kalimat hanya kepada Engkau kami tunduk dan
patuh..
Sedangkan kami terus mengatakannya dari hari ke hari.. bahkan kami mengulanginya lagi dan lagi
dalam sholat kami ya Allah..
Kami mengatakan, “hanya kepada Engkau kami tunduk. Hanya kepada Engkau kami patuh. Hanya
kepada Engkau kami akan mengikuti. Hanya Engkau”

Kami mengatakan, “hanya Engkau”, namun sepertinya kami tidak memahami kalimat “hanya
Engkau”, sehingga kami masih mengikuti yang lain..
Kami masih tunduk dan patuh kepada selainMu ya Allah..

Bimbing kami.. Berikan pemahaman kepada kami.. Pemahaman lebih dari apa yang kami minta..
Ya Allah..
Kami minta sesuatu lebih dari apa yang kami minta..

Kami mengharap sesuatu yang lebih dari apa yang kami harapkan..
Kami memohon kebaikan lebih dari kebaikan yang kami pahami... lebih dari apapun yang kami
minta ya Allah.. lebih ya Allah.. lebih dari apa yang kita tau.. lebih dari apa yang kita inginkan..
lebih dari apa yang kita cita-citakan..
Berikan kepada kami sesuatu yang bahkan kami tidak pernah akan memintanya sampai kami
kembali kepadaMu ya Allah..

Berikan kepada kami satu pemberian yang bahkan pemberian tersebut tidak pernah kami minta
sampai akhir menutup mata, karena kami tidak mengetahuinya..
Sesuatu yang tidak kami ketahui itu ya Allah.. Dan Engkau mengetahuinya bahwa itu adalah
kebahagiaan dan kebaikan, berikan kepada kami ya Allah..
Sesuatu yang kami tidak tau itu ya Allah.. yang kami tidak tau ada kebaikan itu.. kami tidak tau
ada kebahagiaan itu.. kami tidak tau.. tapi Engkau tau ya Allah.. maka berikan itu kepada kami ya
Allah..
Berikan kebaikan yang Engkau tau kebaikan itu besar tapi kami tidak mengetahuinya dan kami
tidak memintanya ya Allah.. maka kami meminta hal tersebut ya Allah..

Kami meminta kebaikan yang tidak kami minta itu ya Allah..


Kami minta kebaikan yang ada di sisiMu, yang Engkau tau, yang kami tidak tau, yang bahkan
mungkin tidak pernah kami minta..

***

Semoga Allah SWT mengijabah do'a-do'a kita, mengampuni segala dosa, dan Allah SWT terus
membimbing kita hingga akhir menutup mata, dan kembali dalam ketenangan dan kebahagiaan,
bahkan segala kenikmatan yang ada di sisiNya. Amin Ya Rabbal 'alamin.

***
Ketika kita menyandarkan diri kita kepada Dzat Yang Maha Kuat maka pada hakekatnya disitulah
kekuatan kita dan karena itulah kita akan menjadi seorang hamba yang kuat, wanita yang kuat.
Dan semoga Allah terus menjadi sandaran dalam kehidupan kita. Semoga Allah menjadi pilihan
untuk menjadi sandaran kita, dan semoga Allah memberikan kesadaran tersebut dalam jiwa kita.
Amin Ya Rabbal 'alamin.

‫وهللا أعلم بالصواب‬

Mohon maaf atas segala kekurangan dalam rangkuman ini.


Mohon do’akan selalu guru kami tercinta, Ustadzah Syarifah Muna Almunawwar.

Anda mungkin juga menyukai