Anda di halaman 1dari 114

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara yang memiliki tingkat

kepadatan penduduk yang paling tinggi ialah Indonesia. Kepadatan penduduk ini

mengakibatkan Indonesia memiliki masalah terbesar yakni kemiskinan.

Kemiskinan adalah permasalahan pokok yang dirasakan oleh mayoritas negara

termasuk Indonesia. Permasalahan akan kemiskinan ini memang sangatlah sulit

untuk diatasi. Hal ini dilihat berdasarkan sulitnya sebuah negara mengatasi

permasalahan kemiskinan yang terjadi di negaranya, terutama di Indonesia.

dengan didominasi masyarakat yang memiliki taraf ekonomi bawah, Indonesia

mengalami peningkatan akan taraf kemiskinan di tiap tahunnya. Dengan tingginya

taraf kemiskinan, Indonesia kembali dihadapkan dengan permasalahan

kriminalitas, rendahnya tingkat edukasi yang dimiliki masyarakat, buruknya

kesehatan masyarakat, dan lain hal sebagainya. Berbagai permasalahan ini marak

sekali terjadi di Indonesia dan bukanlah menjadi sebuah rahasia umum lagi, hal

inilah yang kemudian menyebabkan kemiskinan menjadi permasalahan umum

yang menciptakan negara Indonesia merasa tertekan dengan permasalahan

tersebut.

Faktor yang menjadi penyebab kemiskinan di Indonesia antara beda

sedikitnya penghasilan yang didapatkan masyarakarat serta minimnya

ketersediaan seumber daya yang menunjang produktivitas masyakat yang berguna

untuk terus melangsungkan kehidupan, mencegah adanya kelaparan serta gizi


buruk, buruknya kesehatan di masyarakat, terbatasnya akses masyarakat untuk

mengenyam pendidikan beserta minimnya layanan yang diterima masyarakat.

Meningkatnya kematian yang diakibatkan penyakit yang menimpa masyarakat

yang dilatarbelakangi oleh buruknya kondisi yang dialami masyarakat ini terus

meningkat di setiap tahunnya. Maraknya masyarakat yang tunawisma, bermukin

di sebuah pemukiman tidak layak huni ataupun di sebuah pemukiman yang tinggi

akan tingkat kriminalitas, masih banyaknya diskriminasi di alam masyarakat, serta

terjadinya kesenjangan sosial dan terasingkannya kaum minoritas. Akibat dari

kemiskinan ini, tingkat partisipasi di dalam kegiatan pemungutasn suara beserta

kegiatan sosial lainnya masih cenderung rendah.

Hal ini yang mengakibatkan pemerintah memiliki sejumlah rencana untuk

mengatasi kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Pemerintah mengerjakan

pengembangan dan penyelenggaraan program yang berbasis pemberdayaan

masyarakat. Program tersebut merangkum penyediaan keperluan pangan,

meningkatkan sektor pertanian, mengalokasikan sejumlah dana yang ditujukan

untuk modal usaha masyarakat, serta membangun sejumlah infrastruktur yang

menunjang kesejahteraan masyarakat. Program tersebut ialah seperti Program

beras guna keluarga kurang mampu (RASKIN), Program garansi kesehatan

masyarakat (JAMKESMAS), Program pertolongan siswa kurang mampu (BSM),

Program keluarga asa (PKH) dan serangkaian program lainnya.

Dewasa ini, pemerintah tengah mengembangkan Program Keluarga

Harapan. Program Keluarga Harapan terhitung semenjak tahun 2013 ketika Susilo

Bambang Yudhoyono (SBY) tengah menjabat sebagai Presiden. Walaupun saat


ini masa kepemimpinan telah bergulir, program ini masih terus terlaksana dan

terus diadakan pengembangan dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan

kemiskinan yang melanda Indonesia. Perkembangan program PKH mempunyai

tujuan yang baik, supaya tujuan itu dapat terjangkau maka pengamalan Program

Keluarga Harapan ini mesti berjalan cocok dengan landasan hukum yang

mengaturnya serta ditolong oleh suatu komitmen dan sinergitas yang baik antara

semua lembaga / kementrian dengan masyarakat dalam bekerja sama menciptakan

program ini bisa terus berlangsung dengan baik, Sumber daya manusia untuk

pendamping PKH mesti mencukupi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2018 mengenai Program Keluarga Harapan. Dalam kepandaian tersebut

terkandung perihal kebijakan dalam mengimplementasikan program PKH dengan

tujuan guna keberhasilan program ini dalam meminimalisir kemiskinan.

Program Keluarga Harapan dalam Peraturan Menteri Sosial Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Pasal 1 ayat (1) adalah:

“Program Keluarga Harapan merupakan program pemberian bantuan sosial


bersyarat kepada keluarga dan/atau seseorang miskin dan rentan yang terdaftar
dalam data terpadu penanganan fakir miskin, lalu dioleh Pusat Data dan
Informasi Kesejahteraan Sosial yang setelah itu ditetapkan sebagai Keluarga
Penerima Manfaat PKH”
Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2018 (Pasal 2), implementasi program PKH ditujukan seperti yang dirincikan di

bawah ini :

a. Bagi para keluarga yang menerima bantuan dari program ini, diharapkan

taraf hidup sejumlah keluarga tersebut dapat membaik dengan adanya


sebuah akses untuk mengenyam dunia pendidikan, kemudahan dalam

memperoleh fasilitas kesehatan, serta memperoleh kesejahteraan sosial.

b. Menekan beban yang harus ditanggung masyarakat sehingg pendapatan

yang dimiliki keluarga yang memperoleh manfaat program PKH menjadi

meningkat.

c. Membentuk sebuah perubahan di dalam berperilaku serta mendorong

kemandirian yang dimiliki para penerima manfaat program PKH terutama

dalam memperoleh akses di dalam sektor pelayanan kesehatan dan

pendidikan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan di masyarakat.

d. Meminimalisir keluarga yang berada di taraf hidup dalam kategori miskin

serta berbagai kesenjangan yang ada di dalam masnyarakat.

e. Memperkenalkan manfaat akan produk dan jasa keuangan yang dikelola

secara formal kepada para penerima manfaat dari program PKH.

Sasaran PKH menurut dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2018 Pasal 3 yang bertujuan untuk mengupayakan agar seluruh

masyarakat yang kurang mampu yang masuk dalam program Terpadu

Kesejahteraan Sosial agar memperoleh kesejahteraan baik dari segi kesehatan dan

pendidikan secara keseluruhan.

Pasal inilah yang kemudian memaparkan bahwa masyarakat ataupun

keluarga yang berada di taraf ekonomi bawah atau digolongkan sebagai keluarga

miskin berhak memperoleh tunjangan sosial melalui program PKH yang


kemudian dimanfaatkannya dalam hal kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan

sosial. Berdasarkan hal tersebut, terlihat pula adanya spesifikasi akan kriteria yang

harus dipenuhi bagi para penerima manfaat program PKH yang dijabarkan ke

dalam tabel yang terlampir di bawah ini:

.Tabel.1...1.
.Kriteria.Kepesertaan.PKH.Menurut.Komponen.
.Komponen. Kriteria
A. .Ibu.hamil./.menyusui;.dan./.atau.
.Kesehatan.
B. .Anak. usia.dini.(.0.–.6.tahun.)..
A. .Siswa.Sekolah.Dasar.(.SD.)./.Madrasah.
.Ibtidaiyah.(.MI.),.atau.sederajat;. .
B. .Siswa.Sekolah.Menengah.Pertama.
(.SMP.)./.Madrasah. .Tsanawiyah.
(.MTs.),.atau.sederajat;.
.Pendidikan.
C. .Siswa.Sekolah.Menengah.Atas.
(.SMA.)./.Madrasah. .Aliyah.
(.MA.),.atau.sederajat;.dan./.atau .
D. .Anak.berusia.6.-.21.tahun.yang.belum.menyelesai
kan. .wajib.belajar.12.tahun..
A. .Lanjut.usia.
.Kesejahteraa
(.lansia.).mulai.dari.60.tahun;.dan./.atau.
n. .Sosial.
B. .Penyandang.disabilitas,.terutama.disabilitas.berat.
Sumber : Rangkuman Informasi PKH 2019

Dengan diimplementasikannya Program Keluarga Harapan (PKH) ini,

pemerintah berharap adanya pengurangan akan beban yang harus ditanggung di

dalam kategori Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) serta mampu menguraikan

rantai kemiskinan yang membelit generasi selanjutnya. PKH pun bertujuan untuk

menjangkau perkembangan pembangunan Millenium Development Goals

(MDGs).

Akan tetapi dijumpai permasalahan dalam merealisasikan Program Keluarga

Harapan ini, salah satunya terjadi di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang.

Masalah tersebut ialah data yang didapatkan tidak valid dengan suasana
dilapangan, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menyalahgunakan anggaran

untuk keperluan yang tidak tertera dalam PKH, pola perilaku yang masih

terbelakang, serta kurang meratanya sumber daya manusia untuk pendamping.

Pernyataan di antara Kasi Kesejahteraan Sosial dan Sekretaris Kelurahan yang ada

di Kecamatan Ngaliyan bahwa secara faktual jumlah penduduk kurang mampu

semestinya lebih dari itu. (Wawancara, 9 September 2019). Maka dari itu

diperlukan ketersediaan sebuah pendamping Program Keluarga Harapan (PKH)

untuk menyerahkan dan memberikan sosialisasi lebih mendalam untuk Keluarga

Penerima Manfaat (KPM) yang berhubungan dengan pertolongan bantuan

terhadap pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial.

Berikut ini merupakan data yang merupakan jumlah Program Keluarga

Harapan di Kota Semarang. Data ini diperoleh langsung dari Koordinator PKH

Kota Semarang, data yang terlampir berdasarkan komponen – komponen yang

terdapat dalam PKH


Tabel 1.2
Penerima PKH Di Kecamatan Ngaliyan

JUMLAH KPM PKH KECAMATAN NGALIYAN 2019

D
Kelurahan KPM Bumil Usia Dini SD SMP SMA LU
B
Bambankerep 103 1 17 56 26 32 44 1
Bringin 55 1 10 33 20 16 18 2
Gondoriyo 65 1 13 33 19 20 18 1
Kalipancur 154 0 43 93 58 50 41 2
Ngaliyan 71 0 9 38 16 11 46 1
Podorejo 125 0 19 64 39 24 80 0
Purwoyoso 197 2 44 117 64 74 57 5
Tambakaji 167 1 30 103 63 44 55 1
Wates 85 2 16 41 20 20 47 1
Wonosari 220 0 51 124 92 93 49 3
Total 1242 8 252 702 417 384 455 17
Sumber : Dinas Sosial Kota Semarang

Berdasarkan tabel 1.2 menjelaskan secara lengkap untuk penerima bantuan

Program Keluarga Harapan (PKH) di setiap kelurahan yang ada di Kecamatan

Ngaliyan. Kelurahan Bambankerep jumlah keluarga penerima manfaat (KPM)

sebesar 103 KK, Bringin jumlah KPM nya sebesar 55 KK, Gondoriyo jumlah

KPM nya sebanyak 65 KK, Kalipancur sebanyak 154 KK, Ngaliyan sebanyak 71

KK, Podorejo sebanyak 125 KK, Purwoyoso sebanyak 197 KK, Tambakaji

sebanyak 167 KK, Wates sebanyak 85 KK, Wonosari sebanyak 220 KK. Data

yang diperoleh dari Kecamatan Ngaliyan pada tahun 2019 jumlah penduduk 1.242

KK / 138.113 jiwa.

Dihubungkan terkait permasalahan di dalam perealisasian Program Keluarga

Harapan (PKH) terutama di Kecamatan Ngaliyan, penulis pernah diberikan

kesempatan untuk melaksanakan tugas untuk mengamati sebuah Kelurahan


diwilayah Kecamatan Ngaliyan dan mencari tahu mengenai program - program

bantuan sosial di Kelurahan tersebut. Serta menilai dengan pertimbangan penulis

mengenai implementasi program bansos yang berada di salah satu Kelurahan di

Kecamatan Ngaliyan sudah terimplemeentasikan secara baik atau justru

sebaliknya. Hal ini yang menjadi menarik mengapa Kecamatan Ngaliyan menjadi

lokus penelitian ini. Sehingga penulis merasa dibutuhkan sebuah pengkajian

mendalam terkait permasalahan ini yang kemudian dituangkan ke dalam sebuah

karya ilmiah yang diberi judul “Implementasi Kebijakan Program Keluarga

Harapan (PKH) Di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang”.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan di dalam penelitian ini dapat dirumuskan seperti yang

dipaparkan berikut ini :

1. Bagaimana implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan

Ngaliyan Kota Semarang?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi Program Keluarga

Harapan (PKH) di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan

Ngaliyan Kota Semarang

2. Untuk melihat aspek – aspek yang mendukung serta menghambat proses

pengimplementasian Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan

Ngaliyan, Kota Semarang.


1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Keberlangsungan penelitian ini diharapkan menambah referensi terutama

yang berkaitan dengan implementasi program keluarga harapan.

2. Keberlangsungan penelitian ini dapat menjadi sebuah dasar teori pada

penelitian selanjutnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Penelitian dapat dijadikan acuan oleh Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kota Semarang dalam menyusun program khususnya yang

berhubungan dengan keluarga miskin / rentan.

2. Bagi Dinas Sosial Kota Semarang hasil penelitian ini bisa menjadi dasar

masukan kepada Kementrian Sosial Pusat dalam pengembangan Program

Keluarga Harapan di masa selanjutnya.

1.5 Kerangka Pemikiran Teoritis

1.5.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti turut menelaah beberapa penelitian yang dahulu pernah

dilaksanakan dengan tujuan sebagai sumber referensi sehingga kajian di dalam

penelitian ini lebih luas. Dalam hal ini peneliti turut menemukan beberapa teori

yang didapatkan berdasarkan kegiatan penelaahan penelitian terdahulu ini

sehingga peneliti mampu menelaah permasalahan yang terkandung di dalam


pokok pembahasan ini melalui berbagai sudut pandang teori. Berikut penelitian

terdahulu yang terkait :

Tabel 1.3
Penelitian Terdahulu

Pengarang Artikel/Judul Variabel/Indikator Tujuan Temuan


Dyah Ayu Implementasi Menurut Merille S. Mengetahui Sebelum
Virgoreta, Program Grindle dalam faktor adanya
Ratih Nur Keluarga (Nugroho, 2006, hal penghambat Program
Pratiwi, Harapan 132 – 135), bahwa dalam Keluarga
Suwondo. (PKH) Dalam variable melakukan Harapan
Upaya implementasi yang implementas (PKH) banyak
Jurnal Meningkatkan dimaksud adalah: i PKH di rakyat miskin
Administras Kesejahteraan 1. Tujuan yang telah Desa Beji, yang hidupnya
i Publik Masyarakat ditentukan dan wajib Kecamatan terlunta –
(JAP), Vol.2, (Studi pada dicapai. Jenu. lunta.
No12, Hal. Desa Beji Terdapatnya
1-6 Kecamatan program PKH
Jenu, ini hampir 80%
Kabupaten mengurangi
Tuban). angka
kemiskinan.

Pengarang Artikel/Judul Variabel/Indikator Tujuan Temuan


Yudid Implementasi Model implementasi Mengetahui Implementasi
B.S.Tlonaen, Program kebijakan Van Meter kondisi dan Program
Willy Tri Keluarga dan Van Horn (Riant ketepatan Keluarga
hardianto, Harapan Nugroho, 2003:165) Program Harapan sudah
Carmia (PKH) Untuk mengandaikan Keluarga berjalan sesuai
Diahloka Meningkatkan bahwa variabel yang Harapan dengan
Kesejahteraan mempengaruhi (PKH) variabel yang
Rakyat Miskin implementasi menjadi fokus,
JISIP: kebijakan publik walaupun
Jurnal Ilmu adalah variabel : masih ada
Sosial dan 1) Ukuran (Standar) beberapa
Ilmu Politik dan Tujuan variabel yang
ISSN. 2442- Kebijakan belom tepat
6962 Vol. 3, 2) Sumberdaya dan memenuhi
No. 1 (2014) 3) Karakteristik agen sesuai dengan
pelaksana tujuan yang
4) Komunikasi antar diinginkan oleh
organisasi aktivitas masyarakat,
pelaksana seperti
5) Lingkungan sumberdaya
ekonomi, sosial, dan untuk
politik pendamping
6) Kecenderungan PKH.
(disposition) dari
pelaksana/implement
or

Pengarang Artikel/Judul Variabel/Indikator Tujuan Temuan


Slamet Agus Implementasi Menurut Ramesh Memberikan Berjalannya
Purwanto, Kebijakan (1995:153) variabel kesempatan program PKH
Sumartono, Program implementasi yang kepada ini dari awal
M. Makmur. Keluarga dimaksud antara masyarakat sosialisasi
Harapan lain: di hingga
Wacana– (PKH) Dalam 1. Mudah Kabupaten pelaksanaan
Vol. 16, No. Memutus tidaknya masalah Mojokerto program dan
2 (2013) Rantai yang digarap khususnya monitoring
ISSN : Kemiskinan dikendalikan; yang program
1411-0199 (Kajian di 2. Kemampuan terdapat di hampir
E-ISSN : Kecamatan keputusan Kecamatan semuanya
2338-1884 Mojosari kebijaksanaan Mojosari mengalami
Kabupaten untuk untuk ikut kelancaran.
Mojokerto). menstrukturkan berperan Dan mampu
secara tepat proses serta mengubah pola
implementasinya; terhadap pikir
3. Pengaruh program masyarakat
langsung perbagai PKH demi untuk bersama
variable politik menciptakan – sama
terhadap kualitas menjalankan
keseimbangan hidup yang program PKH
dukungan bagi lebih baik ini.
tujuan yang termuat
dalam keputusan
kebijaksanaan
tersebut.

Pengarang Artikel/Judul Variabel/Indikator Tujuan Temuan


Deni Implementasi Model implementasi Mengidentif Pelaksanaan
Handani, Program kebijakan Van Meter ikasi program
Mela Sari, Ira
Keluarga dan Van Horn (Riant Implementas keluarga
Devi Lia Harapan Nugroho, 2003:165) i Program harapan (PKH)
(PKH) Dalam mengandaikan Keluarga ini secara
JURNAL Rangka bahwa variabel yang Harapan keseluruhan
DIALEKTI Pemerataan mempengaruhi (PKH) belum
KA Kesejahteraan implementasi dalam terrealisasikan
PUBLIK - Masyarakat di kebijakan publik rangka nya
VOL. 4 NO. Kabupaten adalah variabel : pemerataan pemerataan
1 (2019 Bungo 1) Ukuran (Standar) kesejahteraa atas
dan Tujuan n kesejahteraan
Kebijakan masyarakat masyarakat,
2) Sumberdaya di pernyataan ini
3) Karakteristik agen Kabupaten dibuktikan
pelaksana Bungo. dengan
4) Komunikasi antar pengalokasian
organisasi aktivitas dana yang
pelaksana belum merata
5) Lingkungan serta
ekonomi, sosial, dan terdapatnya
politik nilai
6) Kecenderungan ketidakadilan
(disposition) dari di dalam
pelaksana/implement menentukan
or para penerima
dana PKH.

Pengarang Artikel/Judul Variabel/Indikator Tujuan Temuan


Antriya Eka Implementasi Model implementasi Untuk Sasaran dalam
Suwinta, Program kebijakan yang memperbaik pemberlakukan
Indah Keluarga dikemukakan oleh i hal – hal program PKH
Prabawati. Harapan George C. Edward yang masih dinilai masih
(PKH) Di Desa III (Agustino, kurang tidak tepat hal
Kajian Maron 2012:151), yaitu: dalam ini dibuktikan
Kebijakan Kecamatan 1) Komunikasi yang pelaksanaan dengan
Publik. Kademangan baik program persentase
Volume 1 Kabupaten 2) Sumber daya yang keluarga penerimaan
Nomor 1 Blitar. cukup harapan ini. PKH sebesar
Tahun 2016, 3) Disposisi atau 0,72% atau
0-216 sikap dari sekitar 3
pelaksana berbanding
4) Struktur birokrasi dengan 24. Hal
yang jelas ini berarti
setiap 24
peserta, yang
memperoleh
dana PKH
hanya sejumlah
3 peserta.

Berdasarkan tabel 1.3 penelitian terdahulu dan penelitian ini memiliki

sebuah kecocokan yaitu melakukan sebuah riset perihal Program Keluarga

Harapan. Akan tetapi, pada PKH dapat menjadi program yang mensejahterakan

masyarakat miskin sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah

permasalahannya terdapat ketidak cocokan antara data yang diterima dengan di

lapangan sehingga hal tersebut menimbulkan permasalahan seperti sasaran yang

kurang tepat, anggaran yang dikurangi, kemudian permasalahan lain dalam

penelitian ini adalah terdapat pada implementor yang tidak pernah melakukan

evaluasi kinerja sehingga terdapat permasalahan terhadap SDM pendamping dan

aparat setempat seperti Kelurahan / Kecamatan dikarenakan aparat tersebut yang

membantu untuk mengumpulkan DTKS yang akan menerima bantuan PKH.

Kemudian yang menjadi perbedaan lain antara penelitian terdahulu dengan


penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah terletak pada lokus yang berbeda,

penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak di Kecamatan Ngaliyan Kota

Semarang.

Mewujudkan suatu Program Keluarga Harapan (PKH) tersebut

membutuhkan sebuah keseimbangan (balance) antara tujuan yang sudah

ditentukan di dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 dengan

kenyataan dilapangan atau saat penerapannya pada masyarakat, tidak terjadi yang

namanya kesenjangan atau ketidak adilan dalam segi apapun. Sosialisasi yang

tinggi tanpa diimbangi dengan penerapannya akan mengakibatkan masyarakat

merasa bahwa program ini tidak dapat menanggulangi masalah – masalah yang

sedang dialami oleh masyarakat. Pola pikir ini yang menciptakan pemerintah

semestinya lebih menggencarkan kembali tentang Program Keluarga Harapan

(PKH) agar berkelanjutan sesuai dengan yang direncanakan pada awal

terbentuknya. Upaya untuk menambah persentase tentang berjalannya Program

Keluarga Harapan ini pemerintah harus lebih menggandakan sumber daya guna

sebagai pendamping PKH di masing-masing wilayah supaya setiap wilayah

tersebut mendapatkan evaluasi yang lebih teliti untuk diputuskan berhak atau

tidaknya menemukan sebuah bantuan PKH.

Tujuan adanya pendamping PKH tersebut sebagai perangka penyambung

masyarakat ke pemerintah agar mereka dapat hidup sejahtera layaknya masyarakat

pada umumnya, dapat bersekolah tuntas 12 tahun, mendapatkan kemudahan

kesehatan yang pantas tanpa di lain – bedakan, mendapatkan garansi sosial untuk

semua baik yang lanjut usia dan disabilitas. Namun, dilapangan sumber daya
manusia pendamping masih sangatlah minim. Hal itulah yang menciptakan

kesenjangan, yang dimana masih ada masyarakat yang merasa belum

mendapatkan bantuan PKH yang sebetulnya mereka tersebut layak

mendapatkannya.

1.5.2 Administrasi Publik

Chandler dan Plano (1998) (Rahman, 2017, p. 18), berpendapat bahwa

Administrasi Publik merupakan sebuah upaya dalam mengkoordinasikan sumber

daya dan para aparat publik dengan tujuan untuk menyusun, menjalankan, dan

menetapkan sebuah pertimbangan dan mengelola kebijakan publik. Administrasi

public dapat didefinisikan sebagai sebuah cabang seni dan juga cabang ilmu (art

and science) guna mengelola seluruh kebijakan publik dalam upaya untuk

menguraikan setiap permasalahan yang terdapat di dalam masyarakat ataupun

yang terdapat di dalam sebuah organisasi dan sejenisnya.

Nicolas Henry dalam (Rahman, 2017, p. 19) turut menambahkan bahwa

dalam administrasi publik terdapat bebagai elemen yang rumit di dalammnya

yang kemudian dikombinasikan ke dalam teori dan praktek sehingga mampu

mensosialisasikan pemahaman kepada masyarakat yang merupakan instrumen

yang menjalankan kebijakan yang diputuskan pemerintah serta meningkatkan

repons yang ditunjukkan oleh kebijakan publik di dalam seluruh kepentingan

masyarakat. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa administrasi publik dapat

didefinisikan sebagai sebuah penggabungan yang kompleks antara teori dan

praktek dalam mengelola segala upaya untuk mengkoordinasikan penerapan


kebijakan yang ditetapkan pemerintah dengan menetapkan serangkaian nilai –

nilai normatif yang tumbuh di dalam masyarakat.

Pendapat yang dikemukakan Caiden (1984) memaparkan bahwa

Administrasi Publik merupakan sebuah manfaat yang didapatkan berdasarkan

penetapan sebuah ketetapan, perencanaan, pembuatan sebuah rumusan akan

tujuan serta sasaran yang hendak dicapai, persetujuan untuk menjalankan kerja

sama dengan DPR beserta sejumlah organisasi kemasyarakatan dengan tujuan

untuk mendapatkan simpati masyarakat dan bagi program pemerintah,

pengukuhan dan modifikasi sebuah organisasi, mobilisasi dan monitoring seluruh

pegawai, kepemimpinan, komunikasi, pengelolaan, beserta serangkaian fungsi

lainnya.

Sejumlah teori tersebut dapat ditarik sebuah simpulan bahwa administrasi

publik didefinisikan sebagai penggabungan antara teori dan praktik yang

kompleks yang diimplementasikan oleh sejumlah individu, ataupun kelompok,

atau lembaga dalam hal mewujudkan tujuan yang telah dirancang pemerintah

sehingga mampu mencukupi semua yang publik butuhkan dengan

mempertimbangkan nilai keefisienan dan nilai keefektifan.


1.5.3 Paradigma Administrasi Publik

Paradigma – paradigma Ilmu Administrasi Negara menurut keterangan

dari Nicholas Henry sebagai berikut :

a. Paradigma 1 : Dikotomi Politik dan Administrasi (1900-1926)

Pernyataan yang dikemukakan oleh Frank J.Goodnow (1900) mengenai

fungsi yang dimiliki pemerintah diantanya ialah fungsi fungsi politik dan

fungsi administrasi. Ketetapan sebuah kebijakan negara ataupun tujuan

yang hendak dicapai pemerintah beserta harapan pemerintah kedepannya

dalam rangka menunaikan tugas politik sering dikaitkan kepada fungsi

politik. Dengan adanya pemisahan kekuasaan yang dirumuskan oleh

Montesqeu yaitu “Trias Politika”, kedua fungsi tersebut menjadi memiliki

perbedaan signifikan di dalamnya. Hal ini ditunjukkan dengan peranan

lembaga legislatif dan yudikatif dalam merumuskan kebijakan yang

selaras dengan tujuan dan cita-cita negara dan peranan lembaga ekesekutif

yaitu mengiimplementasikan kebijakan tersebut dengan mendapatkan

bantuan dari lembaga yudikatif. Akan tetapi lembaga eksekutif lebih

sering dianggap sebagai sebuah lembaga yang terpisah dan tidak condong

ke arah politik ketika mengimplementasikan kebijakan yang telah

ditetapkan tersebut. Di dalam paradigma ini, administrasi negara

dilokuskan ke dalam birokrasi pemerintahkan sedangkan lokus di dalam

lembaga legislatif dan yudikatif mengarah pada ditetapkannya sebuah

kebijakan yang untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita negara. Hal inilah

yang kemudian menjadikan kedudukan lembaga legislatif dan yudikatif di


atas kedudukan administrasi negara, sehingga kondisi tersebut kemudian

dikenal sebagai dikotomi politik dan administrasi.

b. Paradigma 2 : Prinsip-prinsip Administrasi (1927-1937)

Di dalam paradigma ini, fokus yang terkandung di dalam administrasi

negara mengarah pada penelurusan akan prinsip-prinsi yang tertanam di

dalam administrasi negara dengan tujuan untuk mengarahkan

pengimplementasian kebijakan dan tujuan dari negara dapat terealisasikan

secara efektif dan efisien. Dalam hal ini pula, administrasi negara berlokus

pada birokrasi pemerintahan. Di dalam paradigma ini juga terkandung

sejumlah prinsip akan administrasi negara yang dikemukaka oleh Luther

H.Gulick and Lyndall Urwick yaitu : POSDCORB, yaitu Planning,

Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting.

Dengan adanya perkembangan paradigma ini, sejumlah pihak mulai

menentang paradigram dikotomi politik administrasi dikarenakan

pemisahan administrasi negara dengan nilai politik tidaklah dibenarkan.

Serupa dengan pernyataan dari John Gaus (1950) bahwa “a theory of

public administration means in our time a thery of politics also” (teori

administrasi negara merupakan teori politik pula). Hal ini kemudian

semakin berkembang setelah Herbert A.Simon(1947- 1950) menawarkan

dua macam Sarjana Administrasi Negara yaitu sarjana adminisrasi negara

yang mengembangkan ilmu administrasi negara secara murni berdasarkan

ilmu sosial dan Sarjana Administrasi Negara yang berhubungan dengan


pengembangan kebijakan negara, berlandaskan pada ilmu politik,

ekonomi, dan sosiologi.

c. Paradigma 3 : Administrasi sebagai Ilmu Politik (1950-1970)

Adanya penegasan kembali atas pernyataan yang pernah Simon

ungkapkan bahwa di dalam administrasi negara dan ilmu politik

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, hal ini disebabkan

adanya ketergantungan di antara kedua komponen tersebut dilihat

berasarkan fungsi administrasi negara dalam membentuk sebuah kondisi

yang kondusif di masyarakat sehingga mampu menciptakan sebuah

gerakan untuk mengubah sektor politik dan sosial sehingga mampu

mencapai hasil yang diharapkan dari kegiatan merealisasikan kebijakan

negara. Dari konsep ini, timbullah berbagai perkembangan di dalam studi

kebijakan publik. Eratnya hubungan yang terjalin di dalam administrasi

publik dan ilmu politik menyebabkan kedisiplinan di dalam administrasi

negara dapat ditegakkan serta mampu melakukan sebuah upaya dalam

meningkatkan hubungan konsepsional antara administrasi negara dan ilmu

politik. Dalam hal ini terlihat bahwa administrasi negara berlokus pada

birokrasi negara akan tetapi fokus administrasi negara yang mengarah para

penelusuran serangkaian prinsip di dalam administrasi negara menjadi

lebih sempit. Hal ini yang menyebabkan administrasi negara memiliki

nama lain yaitu ilmu politik serta sistem perlaksanaannya merupakan salah

satu elemen yang terkandung di dalam ilmu politik yang menjadi “warga

negara kelas dua”


d. Paradigma 4 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi (1956-

1970)

Pada paradigma 2 telah dipaparkan bahwa adanya perkembangan akan

prinsi yang terkandung di dalam administrasi negara. Dikarenakan para

sarjana dalam ilmu administrasi publik merasa ikut terlibat sehingga

dinilai sebagai warga negara kelas dua dalam bagian ilmu politik, mereka

mulai menelusuri sejumlah alternatif sehingga ditemui ilmi administrasi.

Paradigma inilah yang memaparkan perihal ilmu administrasi yang

merupakan induk baru dari ilmu administrasi negara. Dengan

mengkombinasikan teori organisasi dan ilmi manajemen, ilmu

administrasi ini mampu terwujud. Teori organisasi menggunakan bantuan

dari ilmu jiwa sosial, administrasi negara, sosiologi, administrasi niaga

untuk mempelajari tingkah laku organisasi; sedangkan ilmu manajemen

menggunakan bantuan ilmu komputer, statistik, ekonomi, analisa sistem,

dalam mempelajari perilaku organisasi. Hingga perkembangan akan

organisasi di dalam ilmu administrasi mulai kembali terjadi pada tahun

1960-an, hal ini menyebabkan ilmu administrasi negara mulai beradaptasi

akan perkembangan. Seluruh prinsip yang terkandung di dalam ilmu

administrasi mulai dapat diterapkan secara universal sehingga timbulah

harapan yang memisahkan antara prinsip-prinsip dalam organisasi publik

dan bisnis. Locus ilmu administrasi negara berada pada organisasi publik.

e. Paradigma 5 : Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara (1970-

sekarang)
Perkembangan administrasi negara telah mencapai tahap dimana

administrasi negara menjadi sistem penyelenggaraan kebijakan public. Hal

ini menyebabkan administrasi negara semakin berperan penting di dalam

proses kebijakan publik. Seluruh elemen yang merupakan aparatur negara

memiliki peranan penting dalam upaya perwujudan kebijakan publik

sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Hal ini semakin besar

apabila diikuti dengan meningginya posisi ataupun jabatan yang

diembannya (Keban, 2004).

1.5.4 Kebijakan Publik

1.5.4.1 Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik merupakan susunan kata dari kata dasar publik atau

umum dan kebijakan atau policy. Menurut Thomas R. Dye (1992) dalam

(Anggara, 2018, p. 35) “Public Policy is whatever the government choose to do

or not to do” yang mengartikan bahwa kebijakan publik merupakan pilihan

pemerintah untuk dapat melakukan atau tidak melaukan sesuatu. Thomas R. Dye

juga menyatakan bahwa sebuah pemerintahan memilih dan melakukan sesuatu itu

mempunyai sebuah tujuan, apabila pemerintah tidak melakukan sesuatu juga

mempunyai tujuannya.

Menurut Mustopodidjaja dalam (Anggara, 2018, p. 36) menyatakan bahwa

kebijakan publik adalah penanggulangan masalah tertentu untuk mencapai tujuan

tertentu pula yang diimplementasikan oleh otoritas yang berwenang dalam rangka

penyelenggaraan tugas dan pembangunan pemerintahan negara. Di kehidupan


administrasi publik, berbagai bentuk peraturan perundang – undangan telah secara

resmi mendeklarasikan keputusan ini.

Sebuah kebijakan tentunya harus tersusun atas hubungan yang saling

mempengaruhi satu sama lain, unsur unsur yang saling mempengaruhi tersebut

terdiri atas kebijakan publik, pelaksanaan kebijakan, dan lingkungan kebijakan

yang kemudian dilampirkan ke dalam gambar berikut.

Gambar 1.1
Hubungan Tiga Elemen Sistem Kebijakan Publik

Pelaku
Kebijakan

Lingkungan Kebijakan
Pelaku Publik

Sumber : William N. Dunn (Anggara, 2018)

Kebijakan publik ialah bentuk dari buah pikiran yang dikemukakan oleh

sebuah kelompok ataupun dikemukakan langsung oleh pemerintah sehingga

dapat direalisasikan oleh setiap implementor yang harapannya kebijakan yang

dibentuk tersebut sesuai dengan sasaran yang telah direncanakan. Kebijakan

yang baik ialah sebuah kebijakan yang akan mengedepankan kepentingan dari

tujuan dibentuknya sebuah kebijakan dan kebijakan tersebut tidaklah bersifat

sesuai dengan kepentingan pembetuk kebijakan. Ketidaksesuaian atas realisasi


kebijakan terhadap sasaran dari perealisasian kebijakan menyebabkan

percumanya kebijakan tersebut dirancang.

Robert Eyestone menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan sebuah

elemen yang menghubungkan unit di dalam kepemerintahan terhadap

lingkungannya. Hal ini kemudian diidentifikasi bahwa kebijakan publik

merupakan bentuk dari pemerintahan yang demokratis, dimana di dalamnya

terkandung suatu proses interaksi yang melibatkan rakyat untuk menguraikan

permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat.

Thomas R. Dye turut menambahkan bahwa segala sesuatu yang menjadi

keputusan pemerintah dapat diidentifikasi sebagai kebijakan publik. Untuk

memenuhi tujuan yang telah ditetapkan di dalam suatu negara, pemerintah

dipaksa untuk merumuskan sebuah tindakan yang sistematis dan tepat dengan

mempertimbangkan kepentingan masyarakat serta dampak yang ditimbulkan

dari dipilihnya alternatif kebijakan tersebut.

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan teori yang telah dipaparkan

tersebut ialah kebijakan publik merupakan kebijakan yang dirancang dan

ditetapkan oleh pemerintah atau dapat disebut aktor publik dikarenakan

pemeran-pemeran tersebut sanggup untuk menggerakkan masyarakat sehingga

dapat menjalankan proses kebijakan publik sesuai dengan kewengan yang

dimilikinya.

1.5.5 Implementasi Kebijakan

1.5.5.1 Pengertian Implementasi Kebijakan


Dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan publik haruslah menjalani

prosedur rekomendasi yang merupakan salah satu langkah yang cukup rumit, hal

ini yang mendasari mengapa perealisasian kebijakan tidaklah selalu berjalan

dengan sebagaimana mestinya. Kesuskesan dalam mengimplementasikan

kebijakan tentunya dipengaruhi oleh berbagai aspek yang didalamnya terdiri atas

adanya pertimbangan yang dilakukan sejumlah petinggi di dalam aparatur

pemerintahan, harus dilibatkannya komitmen dalam merealisasikan kebijakan,

beserta mampunya menunjukkan sikap yang sesuai dengan sasaran kebijakan.

Van Metter & van Horn dalam (Kadji, 2015) mengemukakan model

pendekatan top-down yang dimana model tersebut didapatkan melalui istilah A

Model of The Policy Implementation. Upaya dalam mengimplementasikan model

ini dinilai sebagai sebuah abstraksi atau performansi dalam suatu perealisasian

kebijakan yang dijalankan dengan tujuan untuk mendapatkan sebuah kinerja dari

proses pengimplementasian kebijakan publik yang mendekati nilai sempurna yang

dinilai berdasarkan sejumlah variabel terkait. Model ini mengisyaratkan bahwa

upaya dalam mengimplementasi kebijakan akan berlangsung secara linier dari

keputusan politik yang telah diputuskan, perealisasian, dan kinerja yang

diperlihatkan dari ditetapkannya sebuah kebijakan publik. Van Metter & van Horn

turut memaparkan enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi

kebijakan publik :

a. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.

Penilaian sebuah kinerja dari upaya mengimplementasikan kebijakan

apabila penilaian dan tujuan dari sebuah kebijakan tersebut bersifat realistis
dengan sosio-kultur yang terdapat di dalam tingkatan pelaksana kebijakan.

Pengukuran sebuah kebijakan haruslah tidak terlalu visioner sehingga tidak

terjadi kesulitan dalam merealisasikannya.

b. Sumber daya.

Kemampuan dalam mendayagunakan sumber daya seoptimal mungkin

akan memperngaruhi kesuksesan dalam mengimplementasikan kebijakan.

Dalam hal ini, sumber daya yang paling bernilai penting ialah sumber daya

manusia. Dalam tiapan tahap pengimplementasian tersebut memaksa sumber

daya manusia haruslah bermutu tinggi sehingga mampu menyelesaikan setiap

tugas yang dibebankannya sesuai dengan arah pengimplementasian kebijakan.

Sehingga apabila sumber daya manusia tidak memadahi, maka kinerja dari

pengimplementasian kebijakan publik menjadi lebih sulit untuk sesuai dengan

harapan. Selain pentingnya sumber daya manusia, sumber daya finansial dan

waktu perlu ikut dipertimbangkan. Ketiga sumber daya ini harus secara

simultan berjalan secara optimal sehingga pengimplementasian kebijakan

tidaklah sulit untuk di lakukan.

c. Karakteristik Agen Pelaksana.

Agen pelaksana ini terdiri atas organisasi formal dan informal. Pentingnya

hal ini disebabkan kinerja dalam mengimplementasi sebuah kebijakan

terutama kebijakan publik akan mendapatkan banyak sekali pengaruh dari

agen pelaksana tersebut. Contohnya dalam hal mengimplimentasikan

kebijakan publik yang bertujuan untuk mengubah perilaku manusia secara

radikal, agen dituntut untuk bersikap tegas dan otoriter akan tetapi tidak
menyimpang dari kebijakan yang telah ditetapkan. Secara luas pun hal ini

patut diperhitungkan ketika akan menentukan agen pelaksana. Luasnya

cangkupan dari kebijakan publik akan mempengaruhi keterlibatan agen

pelaksana juga.

d. Sikap atau Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana.

Dikap agen pelaksana akan menentukan kesusksesan dari kinerja dalam

mengimplementasikan kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena dalam

mengimplementasikan kebijakan bukanlah dari kepahaman masyarakat akan

kebijakan tersebut melainkan kebijakan yang akan implementor laksanakan

ialah kebijakan “dari atas” (top down) sehingga besar kemungkinannya bahwa

para aparatur yang memutuskan sebuah kebijakan tidak tahu secara pasti

mengenai permasalahan, kebutuhan, serta kehendak publik.

e. Komunikasi Antar-Organisasi dan Aktivitas Pelaksana.

Koordinasi didefinisikan sebagai mekanisme yang merangkap syarat

paling utama ketika memutuskan kesuksesan dalam melaksanakan kebijakan.

Koordinasi yang bersinergi yang disertai dengan komunikasi yang baik di

antara para aparatur yang terlibat akan meminimalisir segala potensi kesalahan

dalam mengimplementasikan kebijakan hal yang sama serupa.

f. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.

Van Metter & van Horn telah memberikan alternatif terakhir yaitu

dorongan dari lingkungan eksternal dalam menyukseskan pengimplementasian

kebijakan publik. Hal ini berarti lingkungan di luar lingkup implementasi

kebijakan, seperti sosial, ekonomi, dan politik, akan berpengaruh terhadap


kesuksesan dalam mengimplementasikan kebijakan publik. Tidak kondusifnya

lingkungan tersebut akan menjadi persoalan rumit dalam

mengimplementasikan kebijakan tersebut hal ini yang menyebabkan mengapa

perlunya peninjauan terhadap lingkungan eksternal dalam

mengimplementasikan kebijakan publik.

Untuk lebih mudahnya, teori implementasi Van Meter dan Horn

tersebut digambarkan menjadi berikut :


Gambar 1.2
Implementasi Menurut Van Metter dan Van Horn
Standar dan Komunikasi antar
Sasaran Organisasi
Kebijakan

Karakteristik Organisasi
Komunikasi antar
Organisasi

Kinerja
Sikap
Sumber Daya Kebijakann
Pelaksana
nn
Kondisi Sosial,
Ekonomi, dan Politik

Sumber : Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik (Kadji, 2015)

Pada gambar 1.2 memperlihatkan bahwa kebijakan akan memaka segara

sumber daya yang berwujud pendanaan ataupun stimlus lain. Apabila sumber

yang berwujud pendanaan tersebut tidak mampu mendanai segala kebutuhan

dalam mengimplementasikan kebijakan maka kinerja yang dihasilkan dari

mengimplementasikan kebijakan tersebut tidaklah sesuai dengan sasaran.

Walaupun sebuah standar dan sasaran dari sebuah kebijakan telah dipaparkan

secara jelas, hal ini tidaklah menjamin kebijakan akan terimplementasi secara

optimal apabila tidak didorong dengan komunikasi yang bersinergi di antara para

elemen yang kebijakan. Pemahaman akan idealisme yang tertanam di dalam

sebuah kebijakan merupakan suatu hal mendasar yang harus diperoleh dari

seorang implementor. Hal tersebut dikarenakan implementor dibebani tanggung

jawab untuk mengimplementasikan kebijakan. Komunikasi merupakan faktor

yang cukup riskan dikarenakan berpotensi besar akan mengalami kesalahpahaman


dalam berkomunikasi. Sebuah organisasi akan menuntut pemimpinnnya mampu

mengkomunikasikan kebijakan secara baik sehingga mampu dipahami oleh

bawahannya. Hal ini juga sama dalam mengimplementasikan kebijakan di ranah

pemerintahan kepada masyarakat.

Model yang ditawarkan oleh Danial Mazmanian dan Paul A. Sabatier

(1983) dalam (Kadji, 2015) menitikberatkan pada “Implementasi kebijakan ialah

sebuah usaha dalam menjalankan hasil keputusan”. Berangkat dari pernyataan ini,

Mazmanian dan Paul A. Sabatier, mengkategorikan upaya dalam

mengimplementasikan kebijakan ke dalam tiga variabel, yakni:

Pertama, variabel independen; tingkat kesukaran dalam mengendalikan

sebuah permasalahan yang menyusun teori dan teknis pelaksanaan, keragaman

obyek, dan perubahan yang diinginkan.

Kedua, variabel intervening; kesanggupan sebuah kebijakan dalam

mengorganisir upaya pengimplementasikan sesuai dengan indikator kejelasan dan

konsistensi tujuan, dimanfaatkannya teori kausal, sumber daya dan dana yang

teralokasikan dengan tepat, kesinergian secara hierarkis di antara lembaga

pelaksana, aturan dan lembaga pelaksana, dan perekrutan implementor kebijakan

serta keterbukaan kepada pihak luar; dan variabel di luar kebijakan yang akan

berimbas terhadap upaya pengimplimentasian terhadap indikator kondisi sosio-

ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dari konstituen, aparatur

pemerintahan yang berkedudukan lebih tinggi menunjukkan dukungannya

terhadap pengimplementasian kebijakan, dan pemimpin serta aparat yang


melaksanakan prosedur pengimplementasian kebijaan berkomitmen serta

memiliki kualitas yang tinggi.

Ketiga, variabel dependen; tahapan dalam proses implementasi dengan lima

tahapan, yaitu:

1) Penyusunan sebuah kebijakan dipahami dengan baik oleh para lembaga

ataupun para elemen yang akan melaksanakan kebijakan.

2) Objek dari pengimplementasian kebijakan menunjukkan rasa kepatuhan

terhadap kebijakan.

3) Pengimplementasian kebijakan menunjukkan hasil yang nyata.

4) Diterimanya hasil dari proses pengimplementasian kebijakan.

5) Pembenahan kebijakan secara sebagian ataupun keseluruhan.


Dan secara ilustrasi model Mazmanian dan Sabatier dapat dilihat pada gambar

berikut ini:

Gambar 1.3
Model Implementasi Sabatier dan Mazmanian

Sumber : Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik (Kadji, 2015)

Gambar 1.3 ini menunjukkan bahwa dalam suatu pengakuan yang telah

dirumuskan sejak awal dengan menjalani tahapan bargaining position and power,

pertarungan atau konflik kepentingan maupun persuasi, tidak serta merta akan

membatai intervensi para elemen yang terlibat di dalam pengimplementasian

kebijakan. Akan tetapi para elemen akan jauh lebih intensif mempertahankan

kepentingannya walaupun sebuah kebijakan tengah terimplementasi.

Maksud penulis ialah pengimplementasian sebuah kebijakan publik tidak

serta merta murni tanpa adanya rekayasa serta kepentingan politik apabila ditinjau

dari sudut pandang politik. Seluruh tahapan dalam mengimplementasikan sebuah


kebijakan publik pasti akan tersentuh oleh rekayasa dan kepentingan politik dari

para implementor kebijakan tersebut.

Merilee S. Grindle dalam Dwiyanto (2009) (Fajri, 2018, p. 32) menjelaskan

bahwa sebuah kebijakan publik yang terimplementasi secara sukses pada faktanya

dipengaruhi oleh dua variable yaitu isi kebijakan (content of polic) dan

lingkungan implementasi (context of implementation) yang keduanya dirincikan

ke dalam 6 unsur di bawah :

1. Bagaimana kepentingan sebuah kelompok yang menjadi target termuat

ke dalam content kebijakan.

2. Manfaat apa saja yang di dapatkan oleh target apabila kebijakan

terimplementasikan.

3. Bagaimana perubahan yang kehendaki objek dari pengimplementasian

kebijakan.

4. Apakah dalam memprogramkan sebuah kebijakan telah sesuai dengan

seluruh prosedur ataupun harapan.

Brian W. Hoogwood & Lewis A.Gun (1978) memaparkan model

implementasinya yang menegaskan bahwa: untuk melakukan implementasi

kebijakan diperlukan beberapa syarat yaitu:

1. Kondisi di luar kebijakan haruslah dalam kondisi stabil di mana tidak

akan menimbulkan sebuah permasalahan serius apabila kebijakan

terimplementasikan.
2. Ketersediaan waktu serta sumber daya yang memadai dalam

mengimplementasikan kebijakan.

3. Seluruh sumber daya yang tersedia haruslah saling terpadu dan nyata.

4. Dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan haruslah berdasar pada

hubungan kausal yang andal.

5. Besaran hubungan kausalitas akan memperkecil hubungan "sebab-

akibat" serta meningkatkan hasil yang dicapai dari pengimplementasian

sebuah kebijakan.

6. Seberapa besar hubungan yang saling bersignifikan.

7. Seluruh implementor haruslah paham akan keputusan kebijakan dan

tujuan dari diimplementasikan kebijakan dengan merincikan seluruh

tugas secara sistematis.

8. Adanya bentuk dari komunikasi serta koordinasi yang saling bersinergi.

9. Seluruh pihak yang berwenang mampu mengajukan tuntutan dan

dipatuhi para elemen yang berada di bawahnya.


Model implementasi kebijakan menurut Brian W. Hoogwood & Lewis

A.Gun dalam (Kadji, 2015) dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 1.4
Model Implementasi Brian W. Hoongwood & Lewis A. Gun

Sumber : Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik (Kadji, 2015)

Pada dasarnya model Hogwood dan Gunn dilandaskan oleh konsepsi

manajemen strategis dengan kecenderungan pada praktek manajemen yang

sistematis dan tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang mendasari. Kekurangan dari

penerapan konsep ini ialah tidak adanya ketegasan dalam mengimplementasikan

kebijakan yaitu terbukti bahwa konsep ini lebih mengarah pada sifat politis,

strategis, dan teknis atau operasional.


Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh George C. Edward

III (Agustino, 2016) yang mengatakan ada empat variabel atau faktor yang paling

krusial dalam implementasi kebijakan publik, yaitu:

1) Implementor saling berkomunikasi secara baik.

2) Memadainya seluruh sumber daya yang dibutuhkan dalam

mengimplementasikan kebijakan.

3) Sikap yang ditunjukkan oleh implementor beserta seluruh stimulus yang

didapatkannya.

4) Kejelasan dalam struktur birokrasi perihal pemisahan kewenangan serta

struktur dalam birokrasi.

Sejumlah dekripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam konsep dalam

mengimplementasikan kebijakan cenderung mengarah kepada upaya aktif yang

disertai tanggung jawab ketika menjalankan sebuah program guna mewujudkan

sebuah tujuan dari diimplementasikannya kebijakan. Keberhasilan dari proses

pengimplementasian kebijakan dilihat dari kesuksesan sebuah kebijakan

terimplimentasi sesuai dengan tujuan ataupun target dari ditetapkannya sebuah

kebijakan.

1.5.6 Program Keluarga Harapan (PKH)

Program Keluarga Harapan (PKH) ialah program yang dirancang oleh

pemerintah guna memberikan sebuah bantuan kepada keluarga yang berada di

dalam kategori miskin sesuai dengan data terpadu program penanganan fakir

miskin, diolah oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial dan ditetapkan
sebagai keluarga penerima manfaat PKH. Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial

Nomor 1 Tahun 2018 menjelaskan bahwa Keluarga Penerima Manfaat PKH

berhak mendapatkan:

a. Bantuan Sosial PKH;

b. Pendampingan PKH;

c. Pelayanan di fasilitas kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteraan sosial;

dan

d. Program Bantuan Komplementer di bidang kesehatan, pendidikan, subsidi

energi, ekonomi, perumahan, dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya.

Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 Pasal 7

menjelaskan bahwa Keluarga Penerima Manfaat (KPM) berkawajiban untuk:

a. Ibu yang tengah hamil atau menyusui wajib secara rutin memeriksakan

kesehatannya, beserta para anak dalam rentang usia 0 (nol) hingga 6 (enam)

tahun.

b. Menjalankan program wajib belajar 12 tahun dengan persentase kehadiran

minimal 85% dari jumlah jam belajar efektif anak sekolah.

c. Menjalankan serangkaian kegiatan sosial untuk menyejahterakan sesamanya,

terutama pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya merupakan

seorang lansia atau orang dengan kebutuhan khusus.


1.5.7 Kerangka Berfikir Penelitian

Kebijakan Kementrian Fungsi Dinas Sosial


Sosial Pusat Untuk Kota Semarang dan
Mengimplementasikan UPPKH Kota
Program Keluarga Semarang
Harapan

Proses :
Masukan : Terjadinya Keluaran : Meningkat
Program Keluarga perubahan Implemetasi kan
Harapan masih terdapat implementasi PKH di kehidupan
kekurangan dalam Program Keluarga bidang yang
implementasi, seperti : Harapan(PKH) kesehatan, sejahtera
data KPM yang tidak Meningkatkan pendidikan, bagi
valid SDM dan anggaran dan keluarga
Jumlah SDM dan kesejahteraa penerima
anggaran yang masih n sosial manfaat
kurang

Kebijakan Dinas Sosial


Tuntutan keluarga Kota Semarang dan
miskin untuk bisa UPPKH Kota Semarang
mendapatkan bantuan dalam megurangi
PKH kemiskinan

Umpan Balik
Sumber : Metode dan Teknik Menyusun Tesis (Ridwan. 2004)
1.6 Operasionalisasi Konsep

Penelitian ini menunjukkan sebuah kegiatan pengkajian terkait

permasalahan akan implementasi atas kebijakan Program Keluarga Harapan

(PKH) di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Dengan mengadopsi fenomena

tersebut, peneliti akan mengkaji faktor yang mendukung serta menghambar proses

pengimplementasian kebijakan Program Keluarga Harapan di Kecamatan

Ngaliyan Kota Semarang. Fenomena yang akan dikenai penelitian di antaranya:

1. Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan

Ngaliyan Kota Semarang

Implementasi kebijakan ialah sebuah proses dari mengimplementasikan

seuah kebijakan semaksimal mungkin sehingga dapat mencapai tujuan dari

ditetapkannya sebuah kebijakan. Fenomena yang akan peneliti amati di

antaranya:

1) Tujuan Program Keluarga Harapan (PKH) ialah menunjang taraf hidup

dengan memfasilitasi sejumlah masyarakat dengan layanan pendidikan,

kesehatan, dan kesejahteraan sosial, sehingga mampu meringankan beban

yang ditanggung serta pendapatan yang diterima masyarakat tidaklah

berkurang, PKH juga akan membimbing masyaraka untuk bersikap lebih

mandiri lagi. Sub fenomena dapat dilihat melalui :

a. Pendampingan Program Keluarga Harapan (PKH)

b. Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2)


2) Tepatnya sasaran atau target yang diurus sesuai terhadap target dalam

pengimplementasian kebijakan haruslah terencana dan tidak saling berselisih

terhadap urusan lainnya. Sub fenomena dalam hal ini ialah :

a. Penetapan calon peserta PKH

3) Teknis pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH), adapun sub fenomena

dapat dilihat melalui:

a. Validasi data KPM Program Keluarga Harapan

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan Program

Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Ngaliyan

Dalam menelusuri faktor yang menjadi pendukung pengimplementasikan

kebijakan dan faktor yang sekiranya menghambar proses implementasi kebijakan,

peneliti mengadopsi teori yang dikemukakan oleh George C. Edward III, sehingga

peneliti melakukan sebuah pengamatan atas segala fenomena, diantaranya :

1) Komunikasi ialah sebuah upaya untuk menyampaikan tujuan perihal Program

Keluarga Harapan kepada KPM. Disebabkan oleh terus berlanjutnya sistem

atau pelaksanaan PKH ini, setiap tahunnya akan menetapkan target target

baru. Fenomena yang dikaji dalam hal ini ialah :

a. Seberapa jelasnya informasi yang disampaikan terkait tujuan dari

diimplementasikannya Program Keluarga Harapan

b. Seberapa jauh tingkat konsistensinya para pemilik kepentingan dalam

mengimplementasikan kebijakan tersebut.


2. Faktor penting lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan ialah sumber

daya, dalam hal ini terdapat dua sumber daya yaitu sumber daya manusia dan

sumber daya finansial yang ditinjau berdasarkan fenomena :

A. Sumber daya manusia guna memberikan pendampingan atas

terimplementasikannya Program Keluarga Harapan

B. Sumber daya financial akan mengalokasikan sejumlah dana untuk

mengimplementasikan Program Keluarga Harapan dapat mencukupi

setiap wilayah

3. Disposisi yang ditunjukkan para implementor yang berupa tanggung jawab,

integritas, demokratis, dan seberapa jauh para implementor paham atas

kebijakan tersebut. perihal ini ditinjau berdasarkan :

A. Seberapa jauh UPPKH memahami kebijakan tersebut.

B. Disposisi yang ditunjukkan oleh UPPKH (Unit Pelaksana Program

Keluarga Harapan) ketika mengimplementasikan kebijakan tersebut.

C. Seberapa besar komitmen yang ditunjukkan oleh UPPKH dalam

mengimplementasikan kebijakan tersebut pada daerah yang merupakan

tanggung jawabnya.

4. Struktur Birokrasi, mekanisme atau Standar Operasional Prosedur (SOP)

pelaksanaan kebijakan Program Keluarga Harapan. Kesesuaian struktur

birokrasi terhadap prosedur dari pengimplementasian kebijakan dapat

ditinjau berdasarkan:

A. Struktur organisasi dalam menunaikan seluruh kewajibannya sesuai

dengan kewenagan masing-masing.


B. Menentukan standar operating procedures (SOP) yang dibutuhkan

dalam mengkoordinasikan para koordinator di PKH Kota Semarang,

Pendamping PKH kecamatan.

1.7 Argumen Penelitian

Program Keluarga Harapan tersebut telah terimplementasikan semenjak

tahun 2013. Menurut data yang ditunjukkan oleh Dinas Sosial Kota Semarang

pada 2020, sejumlah keluarga miskin sudah mulai berkurang. Hal ini berbeda

terhadap pernyataan yang dikatakan oleh masyarakat bahwa bantuan PKH

tersebut belumlah mampu menguraikan kemiskinan. Permasalahan lain

ditunjukkan melalui tidak adanya observasi langsung yang dilakukan oleh Dinas

Sosial Kota Semarang yang menyebabkan berbagai kejanggalan terlihat, beserta

minimnya kebenaran dari data yang disertakan akan menambah keraguan

peneliti. Hal ini perlu ditinjau dengan serius dikarenakan akan menjadi sebuah

persoalan serius yang akan meghambat terimplementasikannya kebijakan PKH

tersebut. Di lain sisi, apabila ditinjau dari sudut pandang masyarakat, banyak

sekali masyarakat yang pada faktanya masih belum paham akan tujuan dari

diberikannya bantuan PKH. Hal ini diperparah dengan salahnya sasaran dalam

memberikan bantuan PKH ditambah lagi dengan pemerataan dalam memberikan

bantuan PKH masih jauh dari kata adil. Menurut uraian tersebut, terlihat jelas

bahwa masih banyak permasalahan di dalam pengimplementasian kebijakan

PKH ini. Pemerintah dinilai belum berhasil dalam mengimplementasikan

kebijakan, sehingga masyarakat tidak secara penuh merasakan segala manfaat

dari program PKH ini. Permsalahan kemiskinan bukanlah permasalahan yang


dapat diselesaikan seiring waktu berjalan, akan tetapi dibutuhkan sebuah

pengkajian serius demi keberhasilan menjalankan program ini. Penelitian ini

akan merincikan sejauh mana pengimplementasian PKH dalam menuntaskan

kemiskinan yang menjerat masyarakat.

1.8 Metode Penelitian

Metodologi didefinisikan sebagai sebuah ilmu yang mempelajari proses

dalam memahami sebuah permasalahan berdasarkan serangkaian hasil ketetapan.

Penelitian sendiri lebih mengarah pada upaya untuk menelaah sebuah

permasalahan sehingga mampu memecahkan permasalahan tersebut. Sehingga

apabila digambarkan ke dalam garis besar, metode penelitian ialah sebuah upaya

memecahkan sebuah permasalahan dengan mengadopsi sejumlah ketentuan dalam

mempelajari proses dalam memahami permasalahan tersebut. Metode yang

diterapkan akan bertanggung jawab dalam penelusuran segala informasi dan

pemahaman akan penelitian sehingga dibutuhkan validasi yang akurat di

dalamnya.

1.8.1 Desain Penelitian

Menurut Masri Singarimbun dalam (Fernando, 2019, p. 53) mengungkapkan dua

jenis penelitian, diantaranya :

a. Penelitian Eksploratif, sebuah studi dalam melangsungkan penelitian yang

diterpkan guna menelaah secara mendetail terkait pengetahuan atas sebuah

gelaja dengan tujuan untuk mengidentifikasi permasalahan dengan lebih

mendetail.
b. Penelitian Deskriptif, sebuah upaya untuk menyelesaikan suatu permasalahan

dengan langkah untuk melakukan sebuah perbandingan atas gejala yang

berhasil diperoleh, melakukan sebuah pengelompokan atas gejala dan

memutuskan pengaruh yang ditimbulkan diantara gejala yang telah berhasil

diketahui.

Dengan mengadopsi penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini akan

menggambarkan proses implementasi Program Keluarga Harapan di Kecamatan

Ngaliyan Kota Semarang.

1.8.2 Situs Penelitian

Situs penelitian adalah istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan

tempat pelaksanaan penelitian. Situs penelitian ini terletak di Kecamatan Ngaliyan

Kota Semarang.

1.8.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian atau yang dikenal dengan istilah informan penelitian

adalah seseorang atau sekelompok orang yang dapat memberikan informasi terkait

dengan apa yang sedang diteliti.. Penentuan informan akan sangat bergantung

pada tugas dan fungsi informan pada saat dilaksanakan wawancara.


1.8.4 Jenis Data

Penelitian ini akan memaparkan data berupa pernyataan yang berhasil

dihimpun berdasarkan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu dengan

melaksanakan wawancara, mengkaji dokumen, dan melaksanakan observasi.

1.8.5 Sumber Data

Dalam penelitian kuantitatif, sumber data akan mengacu pada setiap

pernyataan dan tindakan serta diperkuat dengan penelaahan referensi lain.

Sehingga sumber data dibagi ke dalam dua hal, diantaranya :

A. .Data.Primer.

.Data.primer.ialah.data.pokok.penelitian.yang.didapatkan.secara.langsung. .o

leh.peneliti,.seperti.pernyataan.yang.dikemukakan.oleh.para.informan.dari.sesi. .w

awancara.ataupun.data.yang.ditunjukkan.dari.sesi.observasi..

B. Data Sekunder

Data sekunder ialah data yang mendukung data primer yang cara

mendapatkannya tidaklah secara langsung. Umumnya data sekunder ditemui

dengan menelaah beberapa referensi catatan, dokumen dan sejenisnya.

1.8.6 Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2009:156) (Fernando, 2019, pp. 55 - 56) mengutarakan bahwa

kualitas dari instumen penelitian serta kualitas dalam mengumpulkan sejumlah

data akan memberikan pengaruh terhadap kualitas data dan hasil dari penelitian.

Dalam kualitas sebuah instumen di dalam penelitian akan berhubungan dengan

tingkat kevalidan sebuah data yang berhasil dihimpun beserta tingkat reliabilias
data yang ditinjau dari langkah dalam mengumpulkan data yang dilakukan sengan

langkah berikut :

A. Wawancara

Wawancara ialah proses dalam mengumpulkan data dengan melakukan sesi

tanya jawab antara peneliti dengan informan guna menggali sebanyak-banyaknya

informasi untuk melangsungkan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti

mengadopsi wawancara terbuka yaitu wawancara dengan memberi tahu informan

terkait tujuan dari kegiatan wawancara tersebut.

B. Observasi

Observasi atau umumnya disebut sebagai proses pengamatan secara langsung

yang akan melibatkan peneliti secara langsung untuk dapat mengamati dan

mencatat seluruh fenomena yang terjadi di lapangan yang kemudian disimpulkan

berdasarkan objek yang diamati oleh peneliti.

.Obeservasi.dibagi.menjadi.dua. .yaitu:.

1) .Observasi.Partisipan,.

.Jenis.Obeservasi.ini.dilakukan.oleh.obeserver.dengan.tujuanuntuk .melak

ukan.pengamatan.langsung.dan.selain.itu.langsung.bergabung.atau .menga

mbil.bagian.dalam.proses.pengamatan.aktivitas.orang-orang.

2) .Observasi.Non.Partisipan,.yaitu.observasi.yang.tidak.ikut.dalam.kehidupa

.orang.yang.akan.diobservasi.dan.secara.terpisah.berkedudukan.sebagai. ..

pengamat..
.Dalam.penelitian.ini.penulis.menggunakan.observasi.partisipan..Penulis.menggun

.akan.metode.observasi.partisipan.ini.guna.memperoleh.data.mengenai.KPM.PKH

.dan.hasil.implementasi.PKH.di.Kecamatan.Ngaliyan.Kota.Semarang.. ..

C. Dokumentasi

Dokumen ialah teknik dalam mengumpulkan data dengan mendokumentasi

seluruh kegiatan yang dilakukan peneliti. Dokumen tersebut akan berfungsi untuk

memudahkan peneliti ketika menguji, menjelaskan, dan mempredisksi hasil

penelitian. Dalam hal ini, peneliti memanfaatkan dokumen yang berkaitan dengan

implementasi kebijakan Program Keluarga Harapan di Kecamatan Ngaliyan

sebagai dokumen penelitian.

D. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ialah metode dalam menghimpun seluruh informasi

dengan menelaah referensi yang ada. Penelitian ini mengumpulkan informasi

dengan menggunakan studi kepustakaan berdasarkan buku, artikel, literature dan

catatan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian.

1.8.7 Analisis dan Interpretasi Data

Penelitian ini mengadopsi analisis model interaktif (interaktif model of

analysis) dimana menurut (Sugiyono, 2003) (2010: 97) teknik ini memiliki tiga

komponen, diantaranya :
A. Reduksi Data

Menguraikan data yang berhasil didapatkan berdasarkan olah lapangan

dengan merincikan seluruh fenomena yang terjadi. Dalam menguraikan hanya

dilakukan untuk setiap poin-poin penting saja dan dilakukan secara terus menerus

selama durasi penelitian. Setelah menguraikan, seluruh data akan diringkas,

ditelaah, dan dikategorikan ke dalam beberapa kategori.

B. Penyajian Data

Didefinisikan sebagai sekumpulan informasi dan menggambarkan seluruh

fenomena secara mendetail sehingga peneliti mampu memberikan simpulan dan

memutuskan untuk melakukan sebuah tindakan.

C. Menarik Kesimpulan

Dalam menyimpulkan sebuah data dari penelitian harus dilangsungkan dari

awal hingga akhir penelitian. Kegiatan menyimpulkan ini dilakukan untuk

menelaah pola, tema, serta ikatan yang terjalin antar variabel sehingga mampu

menunjukkan kesimpulan akhir yang relevan. Sebuah kesimpulan memiliki sifat

tentatif dikarenakan dalam melangsungkan penelitian besar kemungkinannya

terjadi sebuah perubahan.

1.8.8 Kualitas Data

Sugiyono (2006:299) memaparkan standar dari kevalidan sebuah data

didefinisikan sebagai keabsahan data. Kevalidan data penelitian akan

menunjukkan seberapa besar data akan menunjukkan nilai kebenaran. Kebenaran


ini akan mewakilkan data sesungguhnya dengan data yang peneliti teliti secara

benar apa adanya.

Holloway dan Daymon (2008:144) mencirikan sebuah riset yang dinilai baik

dengan terkandungnya otentisitas (authenticity) dan kepercayaan

(trustworthiness). Kedua ciri tersebut ialah konsep sentral yang berada di seluruh

tahapan dalam melangsungkan riset. Kedua ciri ini dapat digambarkan dengan

melangsungkan kegiatan pendokumentasian seluruh tahapan riset beserta seluruh

keputusan yang diambil peneliti ketika melangsungkan riset.

A. Otentisitas (authenticity)

Suatu riset yang bernilai otentik ketika strategi yang diterapkannya selaras

terhadap laporan atas gagaran para partisipan secara sebenar-benarnya (true

reporting).

B. Kepercayaan (trustworthiness)

Seluruh kriteria dalam melakukan evaluasi atas kepercayaan yang tersusun

atas kredibilitas, kemampuan untuk ditransfer (transferability), ketergantungan,

dan kemampuan untuk dapat dikonfirmasi (confirmability).


BAB II
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Seluruh informasi terkait penelitian ini merupakan objek dari penelitian ini

yang dimana uraiannya berkaitan terhadap gambaran umum Kota Semarang yang

menjelaskan tentang kondisi geografis dan demografi yang meliputi luas wilayah

di Kota Semarang dan gambaran umum instansi terkait sebuah Visi – Misi, Tugas

Pokok dan Fungsi, dan Struktur Organisasi. Instansi yang dicantumkan ialah

Dinas Sosial Kota Semarang dan Kecamatan Ngaliyan.

2.1 Gambaran Umum Kota Semarang

Sejak 2 Mei 1547, Semarang telah berdiri dan kemudian menjadi Ibu Kota

dari provinsi Jawa Tengah. Dengan luas wilayah sebesar 373,70 km2 dan memiliki

16 kecamatan serta 117 kelurahan, Semarang didominasi oleh penduduk yang

sangat beraneka ragam. Banyak sekali suku, agama, etnis, dan budaya yang masuk

dan berdomisili di Semarang. Selain itu, Semarang dinilai menjadi sebuah kota

metropolitan apabila ditinjau dari lengkapnya seluruh fasilitas yang tersedia di

Semarang. Hal ini juga menyebabkan tingginya tingkat urbanisasi di Semarang

sehingga Semarang termasuk ke dalam kawasan padat penduduk. Dengan

lengkapnya fasilitas yang tersedia di Semarang, para masyarakat dari daerah lain

mengadu nasibnya di Semarang, akan tetapi semakin banyaknya manusia yang

bermukin di suatu wilayah tentu akan memperbesar persaingan. Hal ini

menyebabkan sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan di Semarang yang

mengakibatkan tingginya tingkat kemiskinan yang melanda Semarang.


Apabila diilustrasikan ke dalam sebuah peta, Semarang dapat dilihat seperti

gambar berikut ini :

Gambar 2.1
Peta Wilayah Kota Semarang

Sumber : Semarangkota.go.id

2.1.1 Kondisi Geografis Kota Semarang

Secara geografis, Semarang terletak di antara 6050’ – 7010’ Lintang

Selatan dan garis 109035’ – 110050’ Bujur Timur di mana lokasi ini dinilai

merupakan lokasi yang strategis. Berikut adalah batas wilayah dari Kota

Semarang :

a) Batas Utara : Laut Jawa

b) Batas Selatan : Kabupaten Semarang

c) Batas Timur : Kabupaten Demak


d) Batas Barat : Kabupaten Kendal

Dengan rentang suhu udara di mulai dari 200 – 300 Celcius beserta rerata

suhu berada di kisar 270 Celcius, Semarang terlihat bahwa didominasi oleh daerah

yang berbukir, daerah dataran rendah, dan pantai.

2.1.2 Kependudukan

Dengan berbatasan langsung denan pantai, Kota Semarang dinilai sebagai

salah satu kota yang berpenduduk heterogen di Jawa Tengah. Selain itu, Kota

Semarang merupakan kota yang padat, yang dibuktikan dengan data yang

diungkapkan oleh Badan Pusat Statistik Kota Semarang pada tahun 2019 yaitu

sejumlah 1.814.110 jiwa masyarakat yang berdomisili di Semarang. Hal ini

membuktikan bahwa dewasa ini, Semarang telah mengalami fluktuasi.

Tabel 2.1
Jumlah Penduduk di Kota Semarang 2015 – 2019
No. Tahun Jumlah Penduduk
1. 2015 1.776.618
2. 2016 1.648.279
3. 2017 1.658.552
4. 2018 1.668.578
5. 2019 1.674.358

Sumber : Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang

Berdasarkan data tersebut, dipaparkan bahwa Semarang telah mengalami

kenaikan serta penurunan jumlah penduduk di setiap tahunnya, akan tetapi angka

tersebut masih cenderung stabil. Faktanya, kepadatan penduduk di Semarang

tidaklah merata, daerah kota lebih mendominasi apabila dibandingkan dengan

daerah pedesaan. Hal ini dikemukakan olehh Joko Santoso selaku Ketua Pansus
Raperda Kecamatan DPRD Kota Semarang saat ditemui usah memimpin sebuah

pertemuan dengan Panitia Khusus (Pansus) mengenai pembentukan Peraturan

Daerah (Perda) tentang Kecamatan di Kota Semarang, baliau mengatakan bahwa

“Bahwa masih banyak kelurahan di Kota Semarang yang belum sesuai dengan

aturan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2018 Tentang

Kecamatan. Dapat dilihat bahwa ada keluarahan yang penduduknya sangat padat,

akan tetapi ada pula yang penduduknya sedikit.” (Wibisono, Lanang. “Kepadatan

Penduduk di Kota Semarang Tidak Merata, Dewan Inisiasi Perda Baru”.

Halosemarang.id. https://halosemarang.id/kepadatan-penduduk-di-kota-

semarang-tidak-merata-dewan-inisiasi-perda-baru. Diakses 4 Januari 2021). Hal

ini dapat dilihat melalui tabel di bawah :


Tabel 2.2
No. Jenis Kelamin
Kecamatan Total
Laki-laki Perempuan
1. Semarang Timur 35,196 37,237 72,433
2. Semarang Tengah 30,194 32,660 62,854
3. Semarang Barat 77,508 79,840 157,348
4. Semarang Utara 64,448 65,986 130,434
5. Gajah Mungkur 29,298 30,293 59,591
6. Gayamsari 36,654 37,062 73,716
7. Genuk 57,682 57,376 115,058
8. Banyumanik 69,502 70,917 140,419
9. Gunungpati 47,162 47,185 94,347
10. Tembalang 89,915 90,585 180,500
11. Tugu 16,730 16,578 33,308
12. Ngaliyan 69,286 70,052 139,338

13. Genuk 57,682 57,376 115,058


14. Pedurungan 95,496 96,928 192,424
15. Candisari 39,054 40,331 79,385
16. Semarang Selatan 33,400 35,107 68,507
Total 828,848 845,510 1,674,358
Penduduk Kota Semarang Berdasarkan KecamatanTahun 2019
Sumber : Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang

Data tersebut sudah jelas memaparkan bahwa tidak semua kecamatan di

Semarang memiliki kepadatan penduduk yang seimbang. Sehingga terjadi sebuah

tumpang tindih ketika mendapatkan bantuan – bantuan program pemerintah

termasuk PKH.
2.2 Gambaran Umum Kecamatan Ngaliyan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 1992 tentang

Pembentukkan Kecamatan di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga,

Cilacap, Wonogiri, Jepara dan Kendal serta penataan Kecamatan di Wilayah

Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang dalam wilayah Provinsi Daerah Tingkat I

Jawa Tengah, bahwa Kecamatan Ngaliyan memiliki luas wilayah mencapai

3.181.96 Ha yang terbagi menjadi 10 Kelurahan, 122 RW, dan 868 RT. Adapun

nama – nama dari kelurahan yang berada dalam wilayah Kecamatan Ngaliyan

adalah Kelurahan Gondoriyo, Kelurahan Podorejo, Kelurahan Bringin, Kelurahan

Purwoyoso, Kelurahan Kalipancur, Kelurahan Bambakerep, Kelurahan Ngaliyan,

Kelurahan Tambakaji, dan Kelurahan Wonosari. Pusat pemerintahan Kecamatan

Ngaliyan berada di wilayah Kelurahan Ngaliyan.

2.2.1 Kondisi Geografis Ngaliyan

Kecamatan Ngaliyan terletak di pinggiran Kota Semarang dengan batas

daerah:

a) Batas Utara : Kecamatan Tugu Kota Semarang

b) Batas Barat : Kabupaten Kendal

c) Batas Selatan : Kecamatan Mijen Kota Semarang

d) Batas Timur : Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang

Peta Kecamatan Ngaliyan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


Gambar 2.2
Peta Administrasi Kecamatan Ngaliyan

Sumber : Monografi Kecamatan Ngaliyan

2.2.2 Kependudukan

Tertanggal 31 Desember 2016 telah tercatat bahwa sebanyak 138.113 jiwa

yang terdiri dari jumlah penduduk laki – laki sebanyak 69.115 jiwa dan penduduk

jumlah perempuan sebanyak 68.998 jiwa berdomisili di Kecamatan Nagaliyan.

Kecamatan ini memiliki 10 Kelurahan yang tingkat kepadatan penduduknya tidak

merata. Jumlah penduduk di Kecamatan Ngaliyan dapat dilihat dalam tabel

sebagai berikut:
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Kecamatan Ngaliyan Tahun 2016
Jumlah Penduduk
No. Kelurahan Laki - Jumlah
Perempuan
Laki
1. Ngaliyan 7.403 7.196 14.599
2. Tambakaji 10.532 10.487 21.019
3. Wonosari 11.476 11.461 22.937
4. Wates 2.380 2.423 4.803
5. Gondoriyo 3.620 3.610 7.230
6. Podorejo 4.391 4.455 8.846
7. Bringin 8.228 8.232 16.460
8. Purwoyoso 8.377 8.346 16.723
9. Kalipancur 9.684 9.781 5.853
10. Bambankerep 3.024 3.007 6.031
Jumlah 69.115 68.998 138.113
Sumber : Monografi Kecamatan Ngaliyan, 2016

Data tersebut mengilustrasikan bahwa persebaran penduduk di Kecamatan

Ngaliyan sangatlah signifikan perbedaannya. Ada beberapa kelurahan yang

memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan beberapa lainnya memiliki

kepadatan penduduk yang rendah. Hal ini cukup membuktikan bahwa kepadatan

penduduk di Kecamatan Ngaliyan tidaklah tersebar secara merata.

2.3 Gambaran Umum Dinas Sosial Kota Semarang

Awalnya Dinas Sosial Kota Semarang merupakan satu kesatuan dengan

Dinas Pemuda dan Olahraga atau Dinsospora. Namun semenjak tahun 2016

Dinsospora berganti menjadi Dinas Sosial. Dinas Sosial ialah sebuah lembaga

pemerintahan yang memiliki kewenangan dalam melayani masyarakat di dalam

sektor sosial kemasyarakatan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang

Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Organisasi Perangkat Daerah Kota Semarang, bahwa Dinas Sosial Kota
Semarang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang secara langsung akan

bertanggung jawab terhadap Walikota serta memperoleh sebuah pembinaan dari

Sekretariat Daerah perihal teknis administratif.

2.3.1 Visi dan Misi

Suatu lembaga, baik lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan,

tentunya memiliki visi dan misi. Visi dan misi Dinas Sosial Kota Semarang

tersusun ke dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Sosial Kota Semarang.

A. Visi

Visi dari Dinas Sosial Kota Semarang adalah:

1. Terus meningkatkan mutu, kuantitas, serta memperluas jangkauan dalam

melayani perbaikan sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS);

2. Memberdayakan keluarga beserta potensinya untuk kepentingan

kesejahteraan sosial.

3. Terus memperbaiki mutu, kuantitas, serta memperluas cangkupan dalam

melindungi dan menjamin masyarakat.

4. Memperbaiki dan terus mengokohkan sistem dalam menyelenggarakan

kesejahteraan sosial.

5. Memperbaiki mutu dan kuantitas dari ketersediannya sumber daya yang

akan memberikan dukungan kepada terselenggaranya kesejahteraan sosial.

B. Misi
1. Membentuk Jawa Tengah berbasis Tri Sakti Bung Karno, berkuasa dalam

sektor politik, bebas dalam sektor ekonomi, dan berperilaku sesuai

terhadap sektor budaya.

2. Menciptakan sebuah kesejahteraan di masyarakat tanpa adanya

diskriminasi di dalamnya, mengatasi peramasalahan kemiskinan serta

pengangguran.

3. Membentuk sebuah sistem penyelenggaraan dari Dinas Sosial yang bersih,

jujur, serta transparan.

4. Mengokohkan kelembagaan sosial masyarakat guna menjunjung tinggi

nilai dari persatuan dan kesatuan.

5. Meningkatkan nilai keikutsertaan masyarakat dalam mengambil keputusan

dan melaksanakan keputusan tersebut sebagai suatu kebutuhan sosial.

6. Mendongrakkan mutu dari pelayanan publik dalam memenuhi kebutuhan

paling mendasar di masyarakat.

7. Membangun infrastruktur yang dapat menunjang pembangunan di Jawa

Tengah dengan memperhatikan aspek lingkungan.


2.3.2 Tugas Pokok dan Fungsi

Bedasarkan Peraturan Walikota Nomor 68 Tahun 2016 tentang Kedudukan,

Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, Tata Kerja Dinas Sosial Kota Semarang,

fungsi dari Dinas Sosial Kota Semarang dirincikan sebagai berikut :

a. Menyusun kebijakan Bidang Pemberdayaan Sosial, Bidang Rehabilitasi

Sosial, Bidang Perlindungan Jaminan Sosial, dan Bidang Penanganan Fakir

Miskin;

b. Menyusun rancangan strategis yang selaras terhadap sesuai visi misi Walikota;

c. Mengkoordinasikan tugas yang dibebankan kepadanya dengan tujuan untuk

merealisasikan program yang telah dibebankan.

d. Menyelenggarakan sebuah kegiatan untuk membina para elemen di bawahnya

yang masih menjadi tanggung jawab Dinas Sosial.

e. Menyusun sasaran dari kerja pegawai.

f. Menyelenggarakan kerja sama dari bidang yang diampu.

g. Menyelenggarakan kesekretariatan Dinas Sosial;

h. Menyelenggarakan program beserta seluruh aktivitas dalam bidang sosial.

i. Menilai kinerja dari para pegawai.

j. Mengawasi serta mengevaluasi seluruh program dan kegiatan yang telah

terlaksana.

k. Membuat sebuah laporan dari kegiatan pelaksanaan program.

l. Menjalankan fungsi lain yang dibebankan oleh Walikota dan masih menjadi

lingkup dari tanggung jawabnya.


2.3.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi diilustrasikan ke dalam gambar di bawah ini:

Gambar 2.3
Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Semarang

Sumber : Dinas Sosial Kota Semarang

Bagan struktur tersebut menggambarkan bahwa Dinas Sosial Kota

Semarang terbagi ke dalam 4 bidang yang setiap bidangnya dikepalai oleh seorang

pemimpin. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang efektivitas serta efisiensi kerja.

Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial merupakan bidang yang mengatasi

perihal pengimplementasian Program Keluraga Harapan (PKH) di Kecamatan

Ngaliyan.
2.3.4 Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial

Seorang Kepala Bidang Penanganan Fakir Miskin akan memimpin bidang

ini dengan dibebani tugas yaitu membentuk sebuah rencana, melaksanakan

pembinaan, melakukan monitoring, melakukan pengkoordinasian, serta

bertanggung jawab atas segala hal di dalam bidang ini. Bidang ini kemudian

dibagi kembali ke dalam 3 seksi yang tiap sesksinya dikepalai oleh kepala seksi

yang terdiri dari seksi penanganan fakis miskin daerah rentan, seksi penanganan

fakir miskin perkotaan, seksi pengolahan data kemiskinan.

A. Tugas Pokok dan Fungsi

a. Mendata dan mengelola Sistem Informasi Warga Miskin:

b. Memfasilitasi segala kebutuhan masyarakat guna mensejahterakan

masyarakat;

c. Mengelola dan menghimpun bantuan yang bersumber dari iuran;

d. Mengelola data yang dicantumkan ke dalam Kartu Jaminan Sosial

Kesejahteraan Warga Miskin; dan

e. Menyusun data serta menginformasikannya ke Seksi Pengolahan Data

Kemiskinan
BAB III
TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN
Peneliti dalam bagian ini menyajikan sebuah data yang telah dikumpulan

melalui informan yang terdapat dilapangan yang memiliki pengetahuan berkaitan

dengan apa yang tengah peneliti teliti yaitu perihal Implementasi Kebijakan

Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Bab

ini akan memperlihatkan penelitian yang dikemas secara kualitatif dengan

melangsungkan sesi wawancara dengan sejumlah informan yang bertujuan untuk

melakukan penganalisisan berkaitan dengan pengimplementasian kebijakan

Program Keluarga Harapan (PKH) melalui pengkajian akan kewajiban Keluarga

Penerima Manfaat (KPM) di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Penelitian ini

turut serta mengidentifikasi serta mengadakan sebuah kegiatan guna menganalisa

faktor yang mendukung dan juga menghambat dari upaya untuk

mengimplementasikan kebijakan Program Keluarga Harapan (PKH) di

Kecamatan Ngaliyan.

3.1 Deskripsi Informan

Para individu yang memiliki peranan penting dan turut menjadi partisipan

dalam penelitian ini akan dilibatkan sebagai informan di dalam penelitian ini.

Berdasarkan wawancara terkait permasalahan yang telah dirumuskan peneliti,

maka hasilnya sebagai berikut :


Tabel 3.1
Informan Penelitian
No. Informan Jabatan / Status
Koordinator Program Keluarga Harapan (PKH)
1. Informan I
Dinas Sosial Kota Semarang
Pendamping Kecamatan Ngaliyan Kota
2. Informan II
Semarang
3. Informan III Ketua Kelompok KPM Kalipancur
4. Informan IV Ketua Kelompok KPM Purwoyoso
5. Informan V Ketua Kelompok KPM Wates
6. Informan VI Ketua Kelompok KPM Bambankerep
7. Informan VII Ketua Kelompok KPM Wonosari
Keluarga Penerima Manfaat PKH diwilayah
8. Informan VIII
Kelurahan Kalipancur
Keluarga Penerima Manfaat PKH diwilayah
9. Informan IX
Kelurahan Purwoyoso
Keluarga Penerima Manfaat PKH Kelurahan
10. Informan X
Wates
Keluarga Penerima Manfaat PKH Kelurahan
11. Informan XI
Bambankerep
Seluruh informan di dalam penelitian ini berpartisipasi aktif sera berwenang

dalam mengatasi permasalahan dari implementasi kebijakan yang peneliti teliti.

Seluruh informasi yang berhasil peneliti himpun akan menjadi data primet

penelitian. Data tersebut akan dipaparkan secara mendetail guna menyajikan

kesimpulan.

3.2 Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan

Ngaliyan Kota Semarang

Munculnya sebuah kebijakan disebaban terdapatnya sebuah permasalahan

yang harus dituntaskan, sehingga kebijakan akan mengatur sedemikian rupa

hingga permasalahan dapat menemui titik penyelesaiannya. Tahapan yang harus

dilalui dalam menuntaskan sebuah permasalahan yang terkandung di dalam


pembentukan sebuah kebijakan yaitu dengan mengimplementasikan kebijakan

tersebut ke dalam sendi masyarakat secara baik.

Tahapan dalam mengimplementasikan kebijakan ini dinilai penting

disebabkan kebijakan yang berhasil dalam mewujudkan tujuan dan mampu

menjadi kebijakan yang dapat mengatasi permasalahan yang ada itu artinya

kebijakan tersebut benar – benar diimplementasikan dengan baik sesuai dengan

regulasi yang ada. Seperti yang diketahui bahwa bukan hal yang mudah dalam

mengimplementasikan kebijakan, pasti terdapat berbagai macam hambatan –

hambatan agar kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan.

.Berdasarkan.Peraturan.Menteri.Sosial.Nomor.1.Tahun.2018.Tentang.Progr

am.Keluarga.Harapan.dalam.Pasal.1.Ayat.1.mendeklarasikan.bahwa.Program.Ke

luarga.Harapan.

(PKH).ialah.sebuah.program.untuk.membantu.masyarakat.yang.berkekurangan.

dan.terdaftar.sebagai.keluarga.yang.memerlukan.penanganan.fakir. .miskin..Sesu

ainya kebijakan tersebut dalam menangani permasalahan ini dilihat dari seberapa

jauh permasalahan mampu terselesaikan dari proses pengimplementasian

kebijakan ini. Apabila kebijakan dinilai sesuai dalam mengatasi permasalahan

yang terjadi maka kebijakan akan terus berjalan untuk meminimalisir

permasalahan yang timbul di masyarakat. Kebijakan PKH ini dimulai semenjak

tahun 2013 hingga saat ini, yang berarti sudah terhitung 9 tahun kebijakan PKH

ini telah berjalan. Hal ini dapat ditinjau dari efisiensi penerapan kebijakan dengan

meninjau gejala yang dapat ditelusuri : 1) Tujuan PKH; a. Pendampingan, dan b.


Perkumpulan Peningkatan Kemampuan Keluarga; 2) Ketepatan Target PKH; 3)

Teknis Pelaksanaan PKH; a. Pertemuan awal dan Validasi Data

3.2.1 Tujuan Program Keluarga Harapan

Tujuan kebijakan ini dilihat sejauhmana Peraturan Menteri Sosial Nomor 11

Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan (PKH) apakah dapat

meminimalisir masalah kemiskinan di Kecamatan Ngaliyan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 Tentang

Program Keluarga Harapan Pasal 2 menyatakan bahwa PKH memiliki tujuan

yaitu:

a. Meninggikan taraf hidup bagi para Keluarga Penerima Manfaat dengan

memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah melalui PKH.

b. Meringankan beban yang harus ditanggung serta meninggikan jumlah

pendapatan para masyarakat yang dikategorikan sebagai masyarakat yang

miskin.

c. Membentuk sebuah perilaku beserta meningkatkan sikap mandiri bagi

Keluarga Penerima Manfaat ketika mengakses layanan yang disediakan

oleh pemerintah dalam PKH.

d. Menekan jumlah kemiskinan di masyarakat serta menghapuskan

kesenjangan di dalamnya.

e. Mengenalkan kepada masyarakat manfaat dari sebuah produk da jasa yang

mengelola keuangan secara formal.


Dengan adanya penekanan yang peneliti lakukan terhadap seluruh tujuan

yang telah diputuskan melalui Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2018 Tentang

Program Keluarga Harapan (PKH) yaitu memberikan pelayanan untuk bisa

berpikir maju dan berkembang untuk kehidupan yang lebih sejahtera. Hal ini

dilihat melalui perkembangan dari awal pertemuan sampai kepada validasi data

dan serta membenarkan segala komitmen yang tertanam di dalam Keluarga

Penerima Manfaat PKH. Sebenarnya, tujuan yang terkandung di dalam kebijakan

tersebut belum seratus persen dimengerti oleh Keluarga Penerima Manfaat hal ini

yang menyebabkan pencapaian tujuan menjadi nihil adanya. Menurut hasil dari

kegiatan wawancara yang ditemui di lapangan dengan informan 3 dan 4

menyatakan bahwa:

“Kalau tujuan dari PKH ini yang saya tau bantuan untuk orang miskin dan
bantuan anak sekolah bisa beli buku, beli seragam, beli peralatan tulis ya
gitu saja, karena bagi saya sudah mendapatkan bantuan PKH ini saja sudah
alhamdullilah sekali. Untuk tercapainya tujuan dari bantuan PKH ini saya
fikir sudah tercapai dan orang miskin jadi bisa beli seragam, bayar SPP
sekolah anaknya sama yang lain – lainnya” (Wawancara dengan informan 3
ketua kelompok KPM PKH pada tanggal 20 Februari 2021 dan Wawancara
dengan ketua kelompok KPM PKH pada tanggal 3 Maret 2021)
Pernyataan yang hampir senada juga disampaikan oleh informan 5 dan 6, yaitu:

“Tujuan PKH yang sesuai dengan peraturan saya kurang tahu, paling yang
saya tahu dan inget banget kalau tujuan bantuan ini untuk membantu rakyat
miskin seperti biaya untuk anak sekolah, ada kesehatan juga, dan lansia
udah itu aja. Kalau anak sekolah ya dapat uang untuk bisa bayar sekolah,
beli keperluan sekolah lainnya tapi untuk yang lansia saya tidak tahu
biasanya dapat apa saja dan untuk apa”(Wawancara dengan informan 5
sebagai Ketua Kelompok KPM pada tanggal 2 Maret 2021 dan Wawancara
dengan informan 6 sebagai Ketua Kelompok KPM pada tanggal 4 Maret
2021)
Pernyataan yang sama disampaikan juga oleh informan 8 sebagai KPM

PKH, yaitu:
“Tujuan PKH itu untuk meringankan beban kita orang miskin ya, jadi kita
bisa bayar SPP anak sekolah terus ada uang buat lansia dan disabilitas juga.
Paling yang saya tahu itu aja selebihnya enggak tahu soalnya saya juga tidak
berpendidikan tinggi jadi buat menerima informasi yang terlalu tinggi
kurang bisa” (Wawancara KPM PKH pada tanggal 20 Februari 2021)
Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh informan 1, yaitu:

“Tentu saja saya tahu tujuan dari PKH, karena PKH ini berjalan sesuai
dengan regulasi yang diberikan oleh Kementerian Pusat. Sistem
pelaksanaannya juga berjalan sesuai dengan regulasi, kemudian dalam
regulasi tersebut pastinya terdapat tujuan yang harus kami penuhi. Saya dan
teman – teman pendamping lainya sudah hampir mencapai tujuan tersebut,
akan tetapi pasti dalam mencapai sebuah tujuan kebijakan pasti ada
kendalanya sehingga pencapaian tersebut belum sepenuhnya maksimal.”
(Wawancara dengan Koordinator PKH Kota Semarang pada tanggal 16
Februari 2021).
Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh informan 2, yaitu:

“Saya sebagai pendamping tentu harus tahu tujuan dari PKH berdasarkan
regulasi, Karena pada dasarnya saya harus mengetahui terlebih dahulu
semua tentang PKH sebelum pada akhirnya saya bergabung dan
berpartisipasi dalam menjalani sebuah program tersebut. Tujuan dari PKH
yang tertera dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 ini untuk
meningkatkan kesejahteraan taraf hidup, megurangi kemiskinan dan
kesenjangan, mengubah pola perilaku masyarakat, artinya saya sebagai
pendamping harus membantu Koordinator Kota Semarang untuk bisa
menyampaikan PKH ini kepada masyarakat dan juga dapat dirasakan oleh
masyarakat dan bermanfaat untuk masyarakat terutama Keluarga Penerima
Manfaat (KPM). Tidak bisa dipungkiri juga dalam mencapai tujuan pasti
ada kendalanya sehingga ada beberapa tujuan yang sudah tercappai dan ada
yang belum. Salah satunya adalah tujuan untuk mengubah pola perilaku
KPM terhadap adanya bantuan PKH ini, masih banyak masyarakat yang
pola pikir dan perilakunya masih sangat terbelakang dan banyak dari
mereka juga yang tidak bisa komitmen dengan persyaratan yang ada dalam
PKH” (Wawancara dengan pendamping Kecamatan Ngaliyan pada tanggal
14 Januari 2021)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa dalam memaknai

dan memahami tujuan dari Program Keluarga Harapan (PKH) terdapat perbedaan

antar aktor yang terlibat dengan anggota Keluarga Penerima Manfaat. Keluarga

Penerima Manfaat (KPM) masih banyak yang belum mengetahui secara


keseluruhan tujuan dari pemerintah memberikan bantuan Program Keluarga

Harapan (PKH). Banyak dari para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) hanya

mengetahui fasilitas yang mereka dapatkan tanpa mengetahui tujuan PKH lainnya.

Hal ini sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan PKH yang sudah terlampir

dalam regulasi. Sedangkan, Koordinator PKH Kota Semarang dan pendamping

PKH di Kecamatan Ngaliyan mengetahui tujuan dari PKH berdasarkan regulasi

yang tertulis dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018, karena

sebagai aktor yang mengimplementasikan tentang PKH ini perlu belajar dan

mengetahui secara keseluruhan tentang PKH. Tujuan dari PKH yang termuat

dalam regulasi masih belum dapat tercapai sepenuhnya, salah satu yang sulit

dilakukan adalah mengubah pola perilaku dari para KPM.

3.2.1.1 Pendampingan Program Keluarga Harapan

Seseorang yang berperan untuk mendampingi terlaksananya PKH disebut

sebagai pendamping. Para pendamping akan memanfaatkan seluruh layanan yang

disediakan di dalam PKH, pendamping turut serta dalam membentuk Pertemuan

Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) yang diselenggarakan secara rutin

guna mengubah pola perilaku KPM. Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor

1 Tahun 2018 Pasal 49 Ayat 4 menyatakan bahwa pendamping memiliki tugas,

yaitu:

a. Mengkonfirmasi bahwa bantuan sosial yang ditujukan kepada para KPM

telah diterima dengan kuantitas yang sesuai terhadap prosedur yang telah

ditetapkan sehingga dapat sesuai dengan target dari PKH;


b. Mengadakan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga yang dihadiri

oleh Keluarga Penerima Manfaat PKH minimal setiap bulan;

c. Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan para Keluarga Penerima Manfaat

PKH.

d. Mendampingi para disabilitas dan lansia secara intensif guna memastikan

bantuan yang diterima para disabilitas dan lansia telah memadai.

Dengan melaksanakan aktivitas pendampingin, para Keluarga Penerima

Manfaat PKH diharapkan mampu menjalankan kewajibannya yang merupakan

anggota dari Program Keluarga Harapan (PKH) yakni kesehatan, pendidikan, dan

kesejahteraan sosial..Pendampingan.ini.bertujuan.untuk.memastikan.bahwa.

.bantuan.PKH.yang.diberikan.dapat.dialokasikan.dengan.baik.sesuai.dengan.kom

ponen.PKH.yang.KPM.terima..Pendamping itu merupakan jembatan antara

Kementrian Sosial Pusat dengan KPM. Berdasarkan wawancara dengan informan

3 menyatakan bahwa:

“Pendampingan sih sudah baik, tapi ya gitu kadang pendamping ngasih


tugas banyak dan suka tidak mau tahu pokoknya harus jadi besok, kadang
juga kalau telat saja suka dimarahi saya, sering berselisih pendapat aja jadi
kalau udh begitu saya mending diam. Saya sedikit maklum mungkin ya
karena desakan dari atas lagi kali ya kalau pendamping makanya meminta
cepat” (Wawancara dengan ketua kelompok KPM PKH pada tanggal 20
Februari 2021)
Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh informan 7, yaitu:

“Kalau menurut saya pendampingan sejauh ini sudah sangat baik ya, paling
mungkin karena sekarang keadaan sedang Covid – 19 jadi pendamping
tidak bisa sering memantau langsung ke KPM dan pemantauan
menggunakan media sosial kayak WhatsApp Grup aja, kalau ngirim laporan
atau berkas yang diperluin ya lewat grup itu” (Wawancara dengan Ketua
Kelompok KPM PKH pada tanggal 2 Maret 2021)
Informan 8 menyatakan hal yang senada dengan pernyataan yang disampaikan

oleh informan 7, yaitu:

“Pendampingan sudah baik ya, kendala sih enggak ada paling kalau ada
sesuatu yang dibutuhkan dari pendamping nanti ketua kelompok pasti
menyampaikan kira – kira apa saja yang dibutuhkan. Karena kalau sekarang
pandemi ya jadi wajar pendamping jarang kunjungan melakukan
pendampingan” (Wawancara dengan KPM PKH pada tanggal 27 Februari
2021)
Pernyataan berbeda yang disampaikan oleh informan 9, yaitu:

“Pendampingan yang dilakukan sudah baik, tapi ada data yang rancu dari
pendamping kadang tiba - tiba pendamping minta berkas untuk data anggota
KPM PKH tahun yang lalu kayak tahun 2013 yang ternyata baru muncul data
namanya di tahun 2021 ini, tapi orang yang berangkutan sekarang sudah
mampu atau meninggal. Nah hal kayak gitu yang bikin kita bingung kadang.”
(Wawancara informan 8 sebagai KPM PKH pada tanggal 20 Februari 2021)
Informan 10 mendukung pernyataan yang disampaikan oleh informan 7, yaitu:

“Kalau soal pendampingan sih sudah baik ya, tapi mungkin kendalanya
karena Covid – 19 aja tapi sebelum pandemi kendalanya jangka waktu
pendampingan sedikit terbatas ya karena pendamping sendiri juga banyak
yang harus dikunjungi sehingga tidak bisa ngobrol banyak kepada
pendamping” (Wawancara informan 9 sebagai KPM PKH pada tanggal 3
Maret 2021)
Kementrian Sosial Republik Indonesia untuk mendapatkan pendamping yang

kompeten harus melakukan seleksi pilihan yang dimana melihat dari segi

komponen – komponen untuk merekruitmen seorang pendamping yang nantinya

akan terbagi di berbagai provinsi di Indonesia..

Pendamping PKH berperan dalam menghubungkan pemerintah dan

masyarakat, sehingga kegiatan mendampingi para penerima PKH perlu dilakukan

untuk kelangsungan hubungan di antara kedua elemen tersebut. Akan tetapi acap

kali pendamping merasa ditempatkan ke dalam sebuah situasi yang menyebabkan


kedilemaan dikarenakan di satu pihak harus terus menjalankan tugas, namun di

pihak lain ada beberapa kendala dalam melaksanakannya. Seluruh kendala yang

terjadi ketika bertugas ini memaksa para pendamping untuk bersikap adil dan

sabar. Akan tetapi perlu diingat bahwa pendamping bukanlah seorang individu

yang multitalent, pendamping hanya berperan sebagai alat berkomunikasi antara

pemerintah dengan masyarakat dan begitu pula sebaliknya.

Pernyataan dari informan 7, 8, dan 9 dibenarkan oleh informan 2, yaitu:

“Saya selaku pendamping di Kecamatan Ngaliyan selalu memberikan


pendampingan yang terbaik untuk Keluarga Penerima Manfaat PKH.
Namun terkadang untuk menjalani sebuah kebijakan tidak bisa sempurna
seperti yang diharapkan, tidak dipungkiri pasti ada saja kendala yang terjadi.
Begitupun dengan saya selaku pendamping, berniat untuk memberikan
pendampingan terbaik tapi saya juga terhalang oleh waktu yang dimana
kadang ada deadline tugas lain yang harus lebih dahulu diselesaikan, Oleh
karen itu saya kalau ada kekurangan data atau hal yang bersangkutan
dengan Keluarga Penerima Manfaat suka meminta tolong terhadap ketua
kelompok di setiap wilayah Ngaliyan agar mereka yang membantu turun
lapangan mendatangi yang bersangkutan, hal ini dilakukan untuk membuat
pendampingan lebih efektif dan efisien saja. Tapi apabila ada kendala besar
yang mengharuskan saya datang ke lapangan, pasti saya langsung datang
dan saya juga suka kondisional aja pendampingan disaat waktu sedang
kosong” (Wawancara informan 2 sebagai Pendamping di Kecamatan
Ngaliyan pada tanggal 11 Februari 2021)
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pendampingan yang

didapatkan selama PKH berlangsung dinilai cukup baik, namun terdapat kendala

yaitu mengenai pembagian tugas yang tidak sebanding antara pendamping dengan

ketua kelompok KPM. Selain itu, kendala terbaru adalah perihal kondisi yang

tidak memungkinkan selama tahun 2020 yakni adanya Covid - 19 yang pada

akhirnya pendamping harus memiliki inovasi untuk sistem pendampinan, hal ini

dibuktikan bahwa terdapat beberapa metode pendampingan yaitu menggunakan


metode kunjungan kerumah (home visit) dan melalui WhatsApp Grup. Hal ini

dilakukan karena jarak dan jangka waktu yang tidak memungkinkan untuk

melakukan kunjungan secara rutin kepada Keluarga Penerima Manfaat PKH,

namun pendamping berusaha setiap bulan ada kunjungan dan pendampingan

kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

3.2.1.2 Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2)

Diselenggaranya Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2)

bertujuan untuk mengubah perilaku para penerima PKH secara terstruktur dimana

waktu penyelenggaraan kegiatan ini dilakukan pada awal tahun atau tahun

perdana ketika mendapatkan PKH.


Adapun tujuan khusus dari terselenggaranya pertemuan ini diantaranya :

1. Memperluas wawasan yang dimiliki oleh KPM PKH perihal mengasuh

dan mendidik anak.

2. Memperluas wawasan para KPM PKH dalam mengelola keuangannya. Di

dalam hal ini, KPM akan diarahkan untuk memprioriaskan kebutuhan di

atas keinginannya, menentukan target ke depannya dengan mulai

menabung, serta menghasilkan uang dengan membuka sebuah usaha.

3. Menyadarkan pada KPM akan pentingnya kesehatan.

4. Menyadarkan para KPM akan pentingnya mencegak tindak kekesaran

terhadap anak serta berupaya untuk memenuhi hak anak.

5. Menyadarkan para KPM akan hak yang dimiliki oleh kaum disabilitas

serta lansia.

6. Menunjang kemandirian dari segi perekonomian bagi masyarakat KPM.

7. Umumnya aktivitas ini akan menyadarkan para KPM akan kewajiban serta

haknya di dalam susunan sebuah masyarakat dengan memanfaatkan

pelayanan yang disediakan melalui PKH yaitu menutamakan kesehatan

serta pendidikan.

Berikut ini terdapat materi yang disampikan pada saat P2K2, yaitu:
Gambar 3.1
Materi P2K2

KESEHATAN : Gizi, Pelayanan Ibu Hamil, Pelayanan Ibu Menyusui dan Nifas,
Pelayanan Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Pemberian Makanan Tambahan (PHT),
Pelayanan Remaja

PENDIDIKAN : Menjadi Orang Tua Hebat, Memahami Perkembangan dan Perilaku


Anak, Meningkatkan Perilaku Baik Anak, Meningkatkan Kemampuan Bahaa Anak,
Membantu Anak Sukses di Sekolah

EKONOMI : Mengelola Keuangan Keluarga, Belajar Cermat Meminjam dan


Menabung, Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Kewirausahaan, Pemasaran

PERLINDUNGAN ANAK : Perlindungan Anak, Hak Anak termasuk Anak


Berkebutuhan Khusus, Pencegahan Kekerasan pada Anak, Mencegah Penelantaran &
Eksploitasi Terhadap Anak

KESEJAHTERAAN SOSIAL : Pelayanan bagi Penyandang Disabilitas Berat,


Memahami Kondisi dan Kebutuhan Lansia, Pendampingan yang di diberikan
keluarga dan masyarakat terhadap lansia
Sumber : Pedoman Pelaksanaan PKH 2020

Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) diberikan sebagai

perwujudan dari pemenuhan kewajiban yang dibebankan pendamping. Dengan

menyelenggarakan kegiatan ini minimal 1 kali di setiap bulannya, kegiatan ini

akan mengukur kinerja yang dilakukan pendamping, terutama dalam

mendampingi para KPM. Kegiatan ini juga akan mempermudah para pendamping

dalam mendampingi KPM yaitu melangsungkan kegiatan pembelajaran secara

rutin dan terstruktur. Seluruh materi yang disampaikan pendamping merupakan

materi yang telah diterbitkan oleh Kementrian Sosial Pusat. Oleh karena itu,
Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) ini juga memiliki fungsi

bagi pendamping, yaitu:

1. Memperluas wawasan terkait pendidikan serta pola dalam mengasuh anak,

ekonomi, kesehatan, dan perlindungan bagi anak.

2. Memperluas pengetahuan yang dimiliki pendamping dalam hal

mensejahterakan masyarakat yang dalam tanda kutip kesejahteraan lansia

dan penyandang disabilitas.

3. Mengedukasi masyarakat melalui kegiatan rutin ini dengan berbagai

materi seperti pendidikan, pola mengasuh anak, ekonomi, kesehatan,

perlindungan anak, lansia dan disabilitas.

Pertemuan Peningakatan Kemampuan Keluarga ini bertujuan agar Keluarga

Penerima Manfaat (KPM) dapat menerapkan materi yang disampaikan dalam

P2K2 ini, karena materi yang diberikan merupakan bentuk peduli untuk KPM

agar bisa hidup yang lebih baik.

“Tapi bagaimana ya namanya orang tua kadang berusaha jalanin yang sesuai
anjuran yang baik itu suka gregetan sendiri, karena anak susah banget
dikasih tahu. Kadang suka sedikit kelepasan kalau kesabaran saya sudah
habis tapi ya itu balik lagi nanti sama materi yang ada di kumpulan, jadi
terus ya sehabis itu langsung baik lagi mendidik anak.”(Wawancara dengan
informan 11 sebagai ketua kelompok KPM PKH pada tanggal 4 Maret
2021)
Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) ini dilaksanakan di

lokasi yang mendukung agar terlaksana dengan baik, dan hal tersebut harus

didukung oleh kriteria sebagai berikut:

1. Memudahkan penerima PKH dalam menuju tempat pelaksana.


2. Seluruh peserta dapat tertampung secara layak.

3. Cukup dalam menyampaikan materi.

4. Lokasi yang dipilih jauh dari sumber kesibingan yang sekiranya dapat

menghambat proses penyampaian materi.

5. Penyelenggaraannya sesuai dengan waktu yang telah tersepakati.

6. Lokasi penyelenggaraannya dengan memanfaatkan fasilitas umum yang

tersedia.

“Biasanya P2K2 ini dilakukan pertama kali di Kelurahan, terus


pertemuan selanjutnya itu palingan bisa di Pos RT/RW, Musholla, atau
rumah salah satu KPM yang bersedia. Jadi kondisional sebenernya untuk
tempat yang penting dapat izin dan dapat menampung KPM yang akan
mengikut pertemuan tersebut.” (Wawancara dengan informan 4 sebagai
ketua kelompok KPM PKH pada tanggal 3 Maret 2021)
Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) ini merupakan

kegiatan yang sifatnya wajib diikuti bagi Keluarga Penerima Manfaat PKH,

namun kenyataannya banyak Keluarga Penerima Manfaat yang tidak hadir dan

ada pula yang selalu hadir tapi tidak memperhatikan materi yang diberikan oleh

pendamping. Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan, informan 3

menyatakan bahwa:

“Kalau untuk pertemuan ini biasanya dilakukan sebulan sekali, dan saya
sebagai ketua kelompoknya pasti diminta untuk memberitahukan kepada
anggota KPM kelompok saya untuk bisa hadir ke pertemuan tersebut, tapi
yaitu kadang ada berbagai alasan dari mulai tidak bisa karena anak sakit,
suami sakit, atau jualan, padahal pemberitahuan itu sudah disebarkan jauh
sebelum tanggal P2K2 dilaksanakan. Tapi ya tau sendiri ibu – ibu suka
begitu” (Wawancara Ketua KPM pada tanggal 20 Februari 2021)
Pernyataan yang hampir sama disampaikan oleh informan 8, sebagai berikut:

“Pertemuan itu bagus sih sebulan sekali materinya berganti, tapi kalau saya
kadang tidak bisa memperhatikan banget ya karena saya ada anak kecil
kadang suka pengen sesuatu secara medadak, jadi tidak begitu
memperhatikan banget yang penting bantuan itu saya dapet aja udah gitu”
(Wawancara KPM pada tanggal 20 Februari 2021)
Informan 2 membenarkan pernyataan dari informan 3,4,8, dan 1, sebagai berikut:

“Benar P2K2 dilaksanakan sebulan sekali tapi sebelum pandemi, kalau


sekarang tidak bisa diselenggarakan karena kami mengikuti perintah dari
Walikota untuk tidak membuat kerumunan nanti kalau kami melanggar juga
kasihan para KPM. Lalu untuk pelaksanaan P2K2 ini biasanya dilakukan di
aula kelurahan nanti kami mengundang semua KPM untuk hadir dan
sifatnya wajib karena ini salah satu bentuk penilaian kami terhadap KPM
apakah mereka bisa komitmen dengan memenuhi segala kewajiban untuk
bisa mendapatkan PKH. Apabila mereka tidak menghadirinya itu
menandakan bahwa tidak komitmen dan pencairan dana nantinya akan
terpending automatis dengan sendirinya dan dapat diambil apabila
pertemuan berikutnya hadir. Sebenarnya kami tidak mempermasalahkan
mereka tidak memperhatikan materi yang kami jelaskan karena yang kami
butuhkan kehadiran disetiap pertemuan, tapi sebisa mungkin menangkap
garis besar dari setiap materi yang disampaikan oleh pemateri dari kami.
Pertemuan ini juga sifatnya kan kondisional jadi tidak bisa dipastikan
diselenggarakan di hari kerja atau libur, jadi sebisa mungkin yang bekerja
bisa untuk mengikuti pertemuan ini sebentar saja. Padahal pertemuan ini
bermanfaat bagi Keluarga Penerima Manfaat PKH” (Wawancara pada
tanggal 1 Maret 2021)
Berdasarkan dari hasil wawancara tersebut dapat diperoleh informasi bahwa

Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) dilaksanakan sebulan

sekali dan dalam pelaksanaan pertemuan tersebut materi yang diberikan selalu

berganti dikarenakan menyesuaikan modul yang sudah ada dari Kementrian Sosial

Pusat. Materi yang diberikan juga bermanfaat untuk kehidupan para Keluarga

Penerima Manfaat PKH, namun hal tersebut terkendala oleh kehadiran KPM yang

tidak semuanya dapat hadir karena mempunyai kesibukan masing – masing dan

kendala lainnya adalah Keluarga Penerima Manfaat tidak dapat fokus dan

menerima materi yang disampaikan karena satu dan lain hal.


3.2.2 Ketepatan Sasaran Program Keluarga Harapan (PKH)

Sebuah terget yagng tepat sasaran ditinjau ke dalam apa target tersebut dan

siapa yang ditujukan. Semua program tentunya memiliki target yang hendak

dicapainya, oleh sebab itu dibutuhkan sasaran dari pencapaian target. Dalam hal

ini, Dinas Sosial Kota Semarang bersama-sama dengan Kementrian Sosial Pusat

merancang target dari diimplementasikannya Program Keluarga Harapan (PKH)

di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang serta menentukan sasarannya sehingga

dapat terlihat jelas respon yang ditunjukkan dari terimplementasinya kebijakan

tersebut, apakah mengarah positif atau malah negatif. Sasaran dapat menolak

ataupun menyetujui dilaksanakannya kebijakan tersebut serta merespon kebijakan

tersebut sehingga kebijakan dapat dinilai berhasil atau gagal dalam

impelementasinya.

“PKH ini dan menurut saya ya sudah tepat untuk warga – warga miskin
yang membutuhkan. Saya mendukung bantuan PKH ini karena
meringankan beban pengeluaran setiap bulannya” (Wawancara KPM
pada tanggal 27 Februari 2021)
Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh informan 3, yaitu:

“Saya rasa bantuan PKH ini bagus ya untuk saya dan warga miskin atau
yang membutuhkan juga, walaupun pada awalnya saya sempat menolak
mendapatkan bantuan PKH ini karena saya pada saat itu masih merasa
mampu tapi ternyata nama suami saya terdaftar dalam warga miskin jadi
yaudah diterima saja. Tapi ya gitu bantuan PKH ini diberikan hanya
untuk komponen – komponen yang ada seperti pendidikan ya untuk anak
sekolah, biaya SPP sekolah, beli buku, lalu untuk kesehatan paling
jaminan pemeriksaan aja kalau yang lansia saya kurang tahu mungkin
jaminannya juga pemeriksaan kesehatan khusus lansia, begitu juga
disabilitas. Untuk sasaran sih saya rasa sudah tepat ya, bahkan tepat
sekali mungkin jadi rakyat miskin merasa terbantu dengan adanya
bantuan PKH ini” (Wawancara Ketua KPM pada tanggal 20 Februari
2021)
Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh informan 10, yaitu:

“Kalau kayak gitu sih kayaknya tidak semuanya tepat ya, kalau dilihat
lagi misal warga ini dapet PKH tapi kok kehidupannya istilahnya
mampu, kadang punya mobil, motor, dan kendaraan lainnya. Pasti yah
ada yang tidak tepat, hal itu pasti ada. Kalau di cek lebih dalam yang
dapat bantuan PKH itu yang punya mobil berapa, yang punya motor
berapa, pokoknya kalau disurvey dari rumah ke rumah pasti ada
kejanggalan. Waktu itu saya pernah di katakana sebagai warga yang
mampu, terus didatengin sama pendamping yang dulu buat di cek bener
enggak, ternyata setelah di cek ya salah karena saya ini benar tidak
mampu, saya tidak punya motor, mobil, HP aja cuman satu, rumah aja
bentuknya begitu. Jadi ya ternyata terbukti salah. Kecemburuan sosial itu
pasti ada gak bisa dihindari.” (Wawancara dengan KPM PKH pada
tanggal 2 Maret 2021)
Terdapat pernyataan yang berbeda dari informan 1, yaitu:

“Kalau menurut saya sudah tepat. Paling kendala untuk bisa tepat sasaran
itu adalah mengenai data yang didapatkan langsung dari pusat suka ada
data yang rancu jadi kami harus mencocokan kembali data yang
diberikan dengan di lapangan kira – kira seusai atau tidak, terkadang
ketika sedang mencocokan data itu muncul kesenjangan pandangan,
misalnya di data keluarga A termasuk kedalam keluarga yang tidak
mampu tapi di mata saya keluarga A ini tuh mampu jadi untuk
meluruskan kesenjangan tersebut yang sedikit sulit juga. Sebelum
kesenjangan ini diluruskan pastinya saya akan bertanya terlebih dahulu
sm RT / RW / Kecamatan atau aparat wilayah setempat tentang warganya
yang terdaftar di DTKS pusat apakah memang kehidupannya benar tidak
mampu atau sebelumnya sempat mampu tapi menjadi tidak mampu
karena di PHK kerja atau alasan lainnya, nah hal tersebut membuat data
kami menjadi sangat rancu makanya paling kalau terjadi kendala seperti
itu jalan keluarnya adalah sering – sering berkoordinasi saja dengan
aparat wilayah setempatnya maupun dengan Calon Keluarga Penerim
Manfaat (CKPM) yang bersangkutan, walaupun kadang ada
hambatannya pada saat berkoordinasi tersebut tapi ya tetap harus
dijalanin dan saling menguatkan satu sama lain antara saya dengan teman
– teman pendamping yang bekerjasama dengan saya. (Wawancara
Koordinator PKH pada tanggal 16 Februari 2021)
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diperoleh informasi bahwa

dengan adanya bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) ini Keluarga Penerima

Manfaat menyatakan bahwa sasaran untuk program ini belum tepat sasaran
sepenuhnya karena masih terdapat beberapa masalah kecemburuan sosial antara

satu KPM dengan KPM yang lainnya. Namun berbeda pernyataan dengan

koordinator PKH Kota Semarang bahwa PKH ini sudah tepat akan tetapi terdapat

sedikit mengalami kendala yakni mengenai data kemiskinan yang sering tidak

valid sehingga yang seharusnya di pusat ada sekian ternyata di lapangan berbeda,

hal tersebut membuat kami perlu mengkaji ulang agar tidak terjadi salah sasaran.

3.2.3 Teknis Pelaksanaan PKH

Tahapan dalam melaksanakan Program Keluarga Harapan di dasari oleh

Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 Pasal 32 yang dimulai dengan 1)

Merencanakan, 2) Menetapkan calon yang menerima PKH, , 3) Melangsungkan

pertemuan perdana dan mengecek data para penerima PKH, 5) Menetapkan KPM

PKH, 6) Memberikan bantuan sosial kepada para penerima, 7) Mendampingi para

penerima PKH, 8) Meningkatkan kredibilitas KPM, 9) Memverifikasi komitmen

yang tercantum ke dalam KPM, 10) Menyempurnakan data, dan, 11) Mengubah

peserta yang terdata di PKH.

Tahapan dalam pelaksanaan PKH ini bertujuan untuk menunjukan bahwa

proses untuk menjadi anggota KPM di PKH tidak mudah, begitu juga ketika

sudah menjadi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) banyak tahapan yang harus

dipenuhi dan dijalankan guna melancarkan pencairan dana bantuan PKH. Peneliti

akan memfokuskan melihat teknis pelaksanaan pada saat pertemuan awal dan

validasi data untuk mendapatkan KPM PKH.

1) Pertemuan Awal dan Validasi Data Calon Keluarga Penerima Manfaat


.Berdasarkan.Permensos.Nomor.1.Tahun.2018.Pasal.32.huruf.c.tahap

.ini.merupakan.salah.satu.tahapan.dimana.dilakukan.sosialisasi.mengenai.

.bantuan.PKH.kepada.calon.keluarga.penerima.manfaat..KPMakandiminta

untuk menghadiri sosialisasi ini berdasarkan Surat Undangan Pertemuan

Awal (SUPA) yang telah diberikan.

“Iya disuruh datang kumpulan gitu, buat katanya mau ada sosialisasi.
Terus suruh bawa KTP dan KK gitu. Saya juga tau ini dari surat yang
dikasih dari kelurahan, bilangnya ada bantuan terus suruh dating
kumpulan sesuai sama hari, tanggal, dan tempat di surat.”
(Wawancara dengan KPM PKH pada tanggal 27 Februari 2021)
Sebelum validasi data pendamping akan melaksanakan sosialisasi

terlebih dahulu di pertemuan awal, tahapan ini mempunyai beberapa

tujuan untuk para Keluarga Penerima Manfaat, yaitu:

1. Menginformasikan tujuan PKH;

2. Mensosialisasikan program serta mengecek keabsahan data dari para

calon penerima PKH dengan menunjukkan sejumlah bukti akan

pemenuhan syarat dari pemberian PKH.

3. Memaparkan komitmen yang harus dipenuhi para penerima PKH.

4. Memaparkan sanksi yang diterima apabila melanggar komitmen yang

telah tersepakati.

5. Meguraikan tata laksana beserta prosedur dalam mengajukan keluhan

atas diterapkannya PKH.

6. Bersedianya para calon penerima PKH untuk menandatangani kontrak

perjanjian sebagai bentuk kesiapan untuk bertanggung jawab atas seluruh

komitmen yang disepakati.


7. Menguraikan hak beserta kewajiban yang dimiliki oleh pengurus KPM

PKH;

8. Menampung segala keluhan dari para penerima KPM,

9. Menguraikan tata laksana dalam memberikan bantuan.

10. Memaparkan jadwal kunjungan kesehatan.

11. Memaparkan tata laksana dalam mendaftar sekolah.

12. Menjelaskan perihal pelayanan yang akan diterima oleh kaum

penyandang disabilitas dan lansia.

Kevalidan data yang dimiliki calon KPM PKH selanjutnya akan

beranjak ke pertemuan perdana. Pertemuan ini dilangsungkan setelah para

calon KPM PKH menerima Surat Undangan Pertemuan Awal (SUPA)

untuk hadir sosialisasi.

“Pertama itu ya dapet surat undangan gitu dari kelurahan terus diminta
untuk dating ke kumpulan yang sudah ditulis disurat itu. Waktu itu
suruh datang ke kelurahan, terus ya mendengarkan ceramah dari
petugas tentang bantuan ini. Dimintai KTP dan KK waktu itu buat
katanya di cocokin. Terus isi kertas gitu isinya data diri kita ya nama,
NIK, alamat sampai pekerjaan suami juga ditanyain” (Wawancara
KPM PKH pada tanggal 3 Maret 2021)
Pernyataan yang sama disampaikan oleh informan 11 sebagai KPM PKH,

yaitu:

“Saya dikasih surat terus ya gitu suruh datang tapi tidak boleh
diwakilkan, harus orang yang tertera di nama surat itu. Katanya sih
gitu, jadi waktu itu saya juga bingung kenapa kok harus orang yang
ada dinama itu aja tidak bisa diwakilkan padahal masih keluarga juga.
Mungkin karena pertemuan awal jadi harus tau orangnya seperti
apa”(Wawancara KPM PKH pada tanggal 4 Maret 2021)
Dalam pelaksanaan validasi data ini ditemukan sebuah ketidakvalidan

data, maka calon penerima KPM PKH dinyatakan gugur. Inilah yang
menyebabkan pentingnya memvalidasi data dengan tujuan agar data tidak

saling bertumpang tindih sehingga pendamping dalam menunaikan

kewajibannya dengan lebih baik lagi.

Pernyataan yang sedikit berbeda disampaikan oleh informan 3 sebagai

ketua kelompok KPM PKH, yaitu:

“Pas validasi sih tidak ada masalah besar, paling nannya ke petugas ini
yang harus diisi apa dan bagaiman ya hal – hal kecil aja karena yang
diisi itu banyak jadi sedikit suka bingung. Tapi, kalau sekarang karena
kondisi pandemi begini terus suka ada pembaharuan data dan
pendamping suka minta tolong menugaskan ketua kelompok buat
kumpulin berkas – berkas anggota KPM, nah pada saat itu ada
beberapa anggota KPM saya yang kadang susah banget dimintain
KTP sama KK. Padahal saya minta untuk saya fotocoppy supaya nanti
kalau pendamping minta pembaharuan data saya sudah ada pegangan
data pribadi dari KPM, tapi ya itu susahnya bukan main dikira saya
bakal ngapa – ngapain” (Wawancara pada tanggal 20 Februari 2021)
Pernyataan yang sedikit sama dengan informan 3 disampaikan oleh

informan 5 sebagai ketua kelompok KPM PKH, yaitu:

“Kalau validasi data alhamdullilah baik – baik saja, enggak ada


hambatan. Paling hambatannya ada pas pendamping butuh
pembaharuan data KPM, nah saya kan punya anggota lansia kadang
itu dia tidak tahu kalau harus ngumpulin berkas karena mereka tidak
pegang HP, jadi kadang suka saya samperin kerumah” (Wawancara
pada tanggal 2 Maret 2021)
Sedangkan, pernyataan yang berbeda disampaikan oleh informan 1 sebagai

Koordinator PKH Kota Semarang, yaitu:

“Validasi data ini kami ada 2 metode, yaitu melalui home visit dan
pertemuan awal. Kalau home visit itu awal mula data berasal dari
DTKS Kabupaten/Kota yang dinaikan ke Kemensos kemudian oleh
Direktorat yang membidangi PKH ini dikelola dan kemudian
diserahkan kembali ke Kabupaten/Kota untuk dilakukan validasi data.
Nah data yang kita pegang ini namanya BNPA yang terlampir nama,
alamat, dan lain sebagainya ini akan kita cocokan dengan home visit
ke masing – masing rumah KPM. Kemudian, cara yang kedua itu
sekiranya bisa lebih efektif dilakukan dengan menggunakan metode
pertemuan awal. Pertemuan awal ini terlaksana dimana KPM sudah
menerima Surat Undangan Pertemuan Awal (SUPA) kemudian nanti
kita akan minta datang ke titik lokasi di setiap wilayah yang biasanya
dilaksanakan di aula Kecamatan / Kelurahan, balai RT/RW.
Kemudian nanti kita akan ketemu dengan Calon Keluarga Penerima
Manfaat (CKPM) nanti kita akan wawancara langsung dengan mereka
menannyakan kondisinya bagaimana, mereka mempunyai komponen
yang terdapat di PKH atau tidak, punya anak sekolah tidak, lagi hamil
atau tidak, dan lain sebagainya. Akan tetapi kelemahannya ketika
pertemuan awal ini adalah kita tidak bisa menegtahui kondisi
langsung atau fisik mereka, kondisi sosial ekonomi lebih tepatnya.
Tapi kalau semisal kita menggunakan metode home visit kita bisa
mengetahui seluruh aset yang CKPM miliki. Karena ketika kita datang
dengan home visit itu ada dari CKPM yang kondisinya tidak mampu
tapi dia punya tanah banyak, tapi ada juga CKPM yang kondisinya
mampu namun tinggal bukan dirumahnya sendiri kebanyakan mereka
itu dititipkan rumah oleh majikannya. Banyak juga kasus seperti itu.
Makanya 2 metode ini kita lebih cermat – cermat aja, kita sering
melakukan koordinasi dengan aparat setempat yang ada disana
RT/RW, Kelurahan/Kecamatan. Karena kalau kita hanya
mengandalakn wawancara langsung saja juga agak sedikit berat, takut
kita salah juga karena kita tidak tahun kondisi seseorang seperti apa.”
(Wawancara dengan Koordinator Kota Semarang pada tanggal 16
Februari 2021)
Berdasarkan hasil wawancara dapat diperoleh informasi bahwa pada saat

melaksanakan validasi data tidak ada hambatan dari Keluarga Penerima Manfaat,

hanya saja kesulitan untuk KPM yang lansia jadi harus ada pendampingan untuk

bisa menyelesaikan formulir pendaftaran. Sedangkan berbeda hal dengan

koordinator PKH Kota Semarang bahwa kendalanya adalah ketika mereka

melakukan validasi data dengan metode pertemuan awal adalah tidak bisa

mengetahui kondisi fisik, kondisi sosial ekonomi calon penerima manfaat.

Padahal bantuan PKH ini benar – benar harus tertuju untuk keluarga yang tidak

mampu, kadang apabila hanya mengikuti data yang diterima itu banyak yang tidak

valid dengan fakta di lapangan.


3.3 Faktor Pendorong dan Penghambat Implementasi Program Keluarga

Harapan di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang

Diterapkannya suatu kebijakan ditujuan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Dalam mengimplementasikan kebijakan tentunya ada faktor yang

mendukung serta menghambat proses pengimplementasian kebiajakan, faktor

inilah yang kemudian akan mempengaruhi proses pengimplementasian kebijakan.

George C. Edwards III mengungkapkan 4 faktor yang mampu mempengaruhi

proses pengimplementasian kebijakan. Dalam hal ini peneliti mengidentifikasi

faktor yang mendukung dan menghambat impelementasi dari Program Keluarga

Harapan (PKH) di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang.

3.3.1 Komunikasi

Pemahaman para implementor dalam mengimplementasikan kebijakan

merupakan faktor terpenting. Seluruh tujuan serta sasaran dari

diimplementasikannya kebijakan harus dipaparkan secara gamblang sehingga

meminimalisir kesalahpahaman dan juga meningkatkan persentase keberhasilan

dalam mengimplementasikan kebijakan. Para sasaran dari implementasi

kebijakan haruslah paham akan gejala dari diimplementasikannya kebiajakan

tersebut.

“Menurut saya dengan adanya bantuan PKH ini ya membantu sekali.


Tujuan diadakan PKH ini jugakan maksudnya pasti baik, membantu
kami yang sebagai orang tidak mampu. Saya ini pada awalnya sama
sekali tidak tahu PKH ini ternyata bantuan untuk orang miskin, awal
mula ya saya benar – benar buta informasi tapi ketika saya di datangi
oleh pendamping dan bilang kalau saya terdaftar ke dalam data orang
miskin atau tidak mampu yang akan mendapatkan bantuan PKH.
Kemudian di pertemuan berikutnya saya diundang untuk datang
sosialisasi dan disitu dijelaskan tentang PKH itu apa setelah itu saya baru
tahu kalau ini tuh bantuan untuk rakyat miskin supaya bisa beli seragam,
bayar SPP, beli buku dan lain – lainnya itu. Terus pada saat penyampaian
juga menurut saya jelas banget ya maksud dari PKH sampai kepada
tujuannya juga jadi saya paham tapi tidak tahu kalau yang lain. Paling
yang sulit itu ketika saya sebagai ketua kelompok diperintahkan untuk
minta KTP dan KK anggota KPM saya, karena kebanyakan takut dan
berfikir akan disalah gunakan sehingga banyak dari mereka yang enggan
untuk memberikan KTP dan KK nya.” (Wawancara Ketua KPM pada
tanggal 20 Februari 2021”
Pernyataan yang hampir sama disampaikan oleh informan 8 yaitu:

“Bantuan ini tujuannya untuk keluarga miskin jadi harusnya bisa sangat
bermanfaat ya karena kita jadi terbantu sedikit beban kehidupannya, saya
juga setelah datang ke dalam sosialisasi PKH jadi paham bahwa ini
bantuan yang diberikan oleh pemerintah, paling hal tersulit untuk
mendapatkan bantuan ini ya pada saat pengumpulan berkas saja sama
pengisian formulir untuk di cocokan, karena didalam formulir tersebut
pertanyaannya sungguh jelas sekali dan banyak” (Wawancara KPM pada
tanggal 20 Februari 2021)
Pernyataan yang hampir sama disampaikan oleh informan 7, sebagai

berikut:

“Menurut saya yang disampaikan oleh pendamping kepada kami itu cukup
jelas ya dari tujuannya saya juga sudah paham sekali untuk
mensejahterakan rakyat miskin, dari yang tadinya saya tidak tahu PKH dan
tujuannya sekarang menjadi tahu bahwa bantuan PKH ini untuk apa, siapa,
dan bagaimana syarat yang harus dipenuhi.” (Wawancara Ketua KPM
pada tanggal 2 Maret 2021)
Tujuan dari Program Keluarga Harapan (PKH) tersebut telah

ditransmisikan kepada sasaran kebijakan, dalam hal ini yaitu Keluarga Penerima

Manfaat di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang.

Terjalinnya komunikasi secara baik akan mempengaruhi hasil dari

implementasi kebijakan.

“Komunikasi yang terjalin antara saya dengan semua pendamping melalui


rapat koordinasi, rapat itu biasanya dilakukan setiap 1 bulan sekali dan
rutin. Tapi karena sekarang keadaan pandemi rapat itu dilakukan secara
daring (online), Namun kalau ada hal yang sangat penting dan harus
disampaikan biasanya saya manggil Koordinator Kecamatan (Korcam)
supaya nanti bisa disampaikan ke teman – teman pendamping
kecamatannya. Karena setiap pendamping punya karakter dan caranya
masing – masing untuk bisa berkomunikasi, ada yang suka bercanda, ada
yang serius dan berbagai macam lainnya. Kalau semisal saya terlalu serius
nanti sama saja seperti mematikan kreatifitas mereka jadi terserah mereka
saja. Saya menyerahkan sepenuhnya kepada pendamping – pendamping,
terserah mereka mau menyampaikannya seperti apa dan bagaimana yang
terpenting informasi dari Kementrian Sosisal Pusat bisa tersampaikan
kepada KPM.” (Wawancara Koordinator PKH pada tanggal 16 Februari
2021)
Komunikasi yang baik juga dilakukan antar pendamping di Ngaliyan,

maupun antara pendamping dengan Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial di

Kecamatan Ngaliyan, hal tersebut disampaikan oleh informan 2, yaitu:

“Kalau kita biasanya sering kumpul koordinasi, tempatnya bebas kadang


di coffeshop atau di kecamatan. Kalau semisal tidak bisa kumpul ya kita
koordinasi pake WhatsApp group, karena kita kerja itu tidak ada jam kerja
yang menentukan jadi ya semisal saya nanti mau menghampiri KPM dulu,
terus nanti pendamping lain mau ke Dinas Sosial dulu jadi ya tidak setiap
saat kita bisa ketemu, tapi kalau mau ketemu ya harus janjian dulu. Kalau
untuk komunikasi dengan Kasi Kesos di Ngaliyan itu paling untuk
memberitahu mengenai laporan graduasi sama paling ngobrol tentan
bantuan yang didapatkan lagi untuk KPM kayak gitu palingan”
(Wawancara Pendamping Ngaliyan pada tanggal 1 Maret 2021)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka diperoleh informasi bahwa

komunikasi mengenai tujuan pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH)

sudah dimengerti secara baik oleh implementor dan sasaran, akan tetapi dalam

mengkomunikasikan kebijakan belumlah optimal sehingga para KPM masih sulit

memahami pelaksanaan kebijakan. Selain itu, antara pelaksana kebijakan dalam

hal ini Koordinator PKH Kota Semarang dan pendamping di Kecamatan Ngaliyan

dengan sasaran kebijakan telah menjalin komunikasi yang sangat baik berupa

rapat koordinasi, dan kegiatan lain, Hal ini juga sangat mendukung implementasi
kebijakan dari Program Keluarga Harapan (PKH) dan tercapainya tujuan dari

kebijakan.

3.3.2 Sumber Daya

Dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan sangat diperlukan sumber

daya sebgai salah satu faktornya. Maka dapat didefenisikan sebagai unsur yang

akan dimasukkan ke dalam penelitian untuk menjalankan program secara baik..

Dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan, sumber daya manusia lah yang

bernilai paling penting, hal ini disebabkan dalam merumuskan sebuah kebijakan

pemikiran manusia dibutuhkan besrta bagaimana para sasaran merespon kebijakan

tersebut sehingga para implementor dapat menangani permasalahan yang timbul

dari diimplementasikannya kebiajakn tersebut. SDMdalam implementasi

kebijakan Program Keluarga Harapan (PKH) ini dilihat melalui kemampuan dan

kapasitas pekerja pada UPPKH yang memiliki tanggungjawab untuk mengelola

mengenai PKH di Kecamatan Ngaliyan. Terkait mengenai sumber daya manusia

PKH akan dijelaskan oleh informan 1, sebagai berikut:

“Untuk rekrut SDM pendamping itu ya dari Kementrian Sosial Pusat nanti
dari Kemensos akan membuka lowongan, jadi nanti daftar melalui website
yang sudah disediakan sampai pengumuman ya bukanya melalui website
tersebut. Jadi benar – benar dipilih yang mempunyai kemampuan dan
memenuhi syarat menurut dari Kemensos Pusat. Jadi kayak pendamping
yang bekerjasama dengan saya dengan total ada 97 pendamping itu
semuanya memiliki kualitas yang cukup bagus dan kompeten dalam
bekerja. Sejauh ini dengan jumlah pendamping segitu banyak saya merasa
sudah cukup. Karena SDM pendamping itu disesuaikan dengan jumlah
kuota KPM, jadi biasanya 1 pendamping di Kecamatan itu megang 250 –
350 KPM, Kalau ada 1 pendamping yang pegang lebih dari 350 KPM
bahkan sampe 400 artinya saya harus mengajukan ke Kemensos Pusat
untuk tambahan SDM Pendamping” (Wawancara Koordinator PKH pada
tanggal 16 Februari 2021)
Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh salah satu pendamping di

Kecamatan Ngaliyan:

“Kalau saya sudah berapa kali ya mengajukan kepada koordinator untuk


minta tambahan pendamping satu lagi khusus di Ngaliyan, tapi koordinator
bilang kalau jumlah untuk pendamping di Ngaliyan sudah cukup. Alasan
saya mengajukan tambahan pendamping lagi itu karena saya cowok
sendiri diantara 4 orang cewek, jumlah pendamping Ngaliyan itukan 5
sedangkan cowok cuman 1 yaitu saya. Saya merasa terlihat canggung saja
karena tidak ada teman cowoknya lagi, Walaupun harus profesional tapi
tetap ada kejanggalan saja.” (Wawancara Pendamping PKH Ngaliyan pada
tanggal 1 Maret 2021)
Sumber daya finansial akan menunjang proses implementasi kebijakan.

Seluruh kebijakan dapat berjalan lancar apabila subsidi untuk

mengimplementasikannya tersedia. Keterbatasan subsidi finansial dalam

mengimplementasikan kebijakan akan menyebabkan serangkaian permasalahan.

.Seperti.anggaran.untuk.Program.Keluarga.Harapan.

(.PKH.).yang.diberikan.kepad.masyarakat.dapat.mengatasi.permasalahan.dalam.e

konomi.masing.–.masing..Hal ini disampaikan oleh informan 3, sebagai berikut:

“Ya kalau menurut saya untuk membantu dan meringankan beban


pengeluaran sih sudah membantu, sedangkan kalau untuk mengatasi
kemiskinan saya rasa belum karena dengan pembagian dana yang diberikan
setiap 3 bulan sekali itu masih kurang sebenarnya. Tapi ya kalau saya sudah
dikasih bantuan ya alhamdullilah di syukuri saja nanti sisanya saya cari
tambahan sendiri.” (Wawancara KPM pada tanggal 20 Februari 2021)
Pernyataan yang hampir sama disampaikan oleh informan 7, sebagai berikut:

“Kalau saya dana yang dikasih segittu ya akan digunakan dengan baik
sesuai dengan kebutuhan yang paling utama. Karena cukup atau tidak itu
anggaran ya harus bisa di cukup – cukupkan, karena masih banyak orang
yang membutuhkan tapi dia tidak dapat sedangkan kita bisa dapat bantuan.
Jadi sebisa mungkin saya menekankan pada anggota saya untuk bisa
menggunakan uang untuk kebutuhan komponen kalian masing – masing,
misal dia dapat biaya pendidikan ya segera dibayarkan SPP anaknya jangan
sampai nanti tidak bisa ambil rapot karena belum bayar. Karena saya pernah
punya pengalaman seperti itu di anggota KPM saya, anaknya tidak bisa
mendapatkan raport sekolah karena orang tua belum bayaran padahal
bantuan untuk anaknya ada terus, setelah kejadian tersebut saya langsung
ijin pendamping untuk mengambil jalan keluar dengan cara pegang kartu
ATM orang tua tersebut supaya setiap nanti ada pencairan dana langsung
bisa saya bayarkan ke sekolah dan kuitansi bayarannya baru saya kasih ke
orang tua tersebut. Karena uang ini bukan digunakan untuk keperluan
pribadi tapi untuk bayaran sekolah sesuai komponen bantuan yang
didapatkan.”(Wawancara dengan KPM pada tanggal 2 Maret 2021)
Pernyataan berbeda disampaikan oleh informan 10, sebagai berikut:

“Kalau menurut saya kurang ya dengan uang yang diberikan dari


pemerintah, difikir saja saya ini janda dulu saya jualan di kantin kampus
terus sekarang karena corona kampus aja tutup jadi saya automatis tidak
punya pekerjaan tetap paling sambilan saja ya jadi tukang cuci tapi itu
pendapatan perbulan berapasih, disyukuri sih tapi kalau dihitung – hitung ya
tetap tidak cukup. Sedangkan mengharapkan bantuan juga tidak bisa
menutupi semuanya, bayangin saja anak saya sekolah di swasta perbulannya
cukup mahal sedangkan uang yang saya dapatkan tidak sebanding untuk
bayaran SPP 3 bulan. Sebenarnya kalau dirasa masih kurang ya tetap kurang
tapi ya disyukuri saja kalau dapatnya segitu. Tapi kalau boleh kasih
masukan ya itu untuk pendidikan masa uangnya sedikit dibandingkan
dengan yang lansia dan disabilitas, dimintanya anak itu harus sekolah
sedangkan bantuan untuk uang sekolah saja sedikit. Bantuan PKH ini dari
sebelum corona dengan setelah corona ada perubahan yang sangat jauh,
perubahan tersebut adalah dahulu KPM bisa mendapatkan bantuan yang
cukup berlebih asalkan ada komponennya, jadi misal saya anak ada 3 dan
itu masuk komponen PKH semua seharusnya saya bisa dapat 1 bantuan
uang untuk 1 anak, namun kalau sekarang semuanya dihitung jadi 1
walaupun kita punya 3 komponen yang ada di PKH justru itu malah
membuat kami merasa kekurangan karena bantuanna semakin di ketat”
(Wawancara KPM PKH pada tanggal 2 Maret 2021)”
Pernyataan yang berbeda juga disampaikan oleh informan 11, sebagai berikut:

“Dengan uang segitu ya saya harus bisa cukup, karena namanya bantuan ya
disyukuri saja walaupun dirasa masih kurang tapikan mau bagaimana lagi
yang penting saya bisa langsung bayarin SPP sekolah anak, untuk hal
lainnya bisa difikir nanti kalau misal ada sisanya.” (Wawancara dengan
KPM pada tanggal 4 Maret 2021)
Pernyataan dari informan diatas dibenarkan oleh informan 1 sebagai Koordinator

PKH Kota Semarang, yaitu:


“Sebenarnya dibilang cukup atau tidak ya harus di cukup – cukupi ya,
karena memang keterbatasan anggaran yang diberikan oleh pusat tidak
terlalu banyak jadi segitu ya harus cukup dan harus bisa dikelola.”
(Wawancara pada tanggal 16 Februari)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bahwa kualitas dan

kuantitas dari pelaksana kebijakan di Program Keluarga Harapan (PKH) Kota

Semarang dan Pendamping di Kecamatan Ngaliyan dapat dikatakan sudah cukup

baik, Namun hambatan yang terjadi adalah pembagian pendamping yang terlihat

masih belum seimbang di Kecamatan Ngaliyan. Hal ini dikarenakan pembagian

pendamping sesuai dengan jumlah kuota KPM yang terdapat diwilayah tersebut.

Sedangkan perihal sumber daya finansial dalam pengelolaan Program Keluarga

Harapan (PKH) belum terpenuhi dengan baik, anggaran yang diberikan belum

menutupi sepenuhinya kebutuhan rakyat miskin, karena anggaran yang diberikan

hanya untuk membayarkan sesuai dengan komponen yang diterima oleh KPM.

3.3.3 Disposisi

Disposisi ialah karakterisitik yang tertanam ke dalam diri seorang

implementor yang dalam hal ini berarti komitmen yang dipegang teguh oleh pera

implementor, seperti bersikap jujur, adil, dan bijaksana. Baiknya disposisi yang

dilakukan oleh implementor akan mempengaruhi hasil dari implementasi

kebijakan dan begitu pula sebaliknya Mengenai komitmen dari pendamping –

pendamping PKH di Kecamatan Ngaliyan ini dijelaskan oleh informan 8:

“Sudah bekerja dengan baik, pendamping juga baik dan sesuai arahan dari
atasnya lagi. Karena mereka punya niat baik untuk bisa menyampaikan
bantuan ini sama orang miskin kayak saya atau orang lain – lainnya.”
(Wawancara KPM pada tanggal 27 Februari 2021)
Hal serupa yang dipaparkan informan 11, diantaranya;
“Pendampingan yang dikasih sudah bagus, dan pendamping selalu berusaha
komitmen sama KPM artinya apa yang diinformasikan dari atas mengenai
KPM pasti selalu langsung disampaikan kepada KPM. Selain itu, KPM juga
merasakan dampingan dari semua pendamping jadi sifatnya berganti –
gentian atau muter gitu. Supaya bisa merasakan didampingin oleh semua
pendamping yang ada. Paling ada pendamping yang baru jadi belum ketemu
sama semua KPM karena beliau juga baru bergabung, tapi sejauh ini kalau
ada sesuatu ya sebisa mungkin dating supaya bisa tahu KPM
dampingannya.” (Wawancara KPM pada tanggal 4 Maret 2021)
Terkait dengan karakteristik selanjutnya yang sangat berpengaruh terhadap

implementor kebijakan adalah loyalitas, hal ini dilihat sejauh mana implementor

dapat memberikan sebuah perubahan yang cukup signifikan terhadap KPM. Hal

ini disampaikan oleh informan 9, 10, dan 11, sebagai berikut:

“Pendamping sudah sangat baik dan menurut saya bekerja juga sudah sesuai
dengan perintah yang dari atas, sangat dekat juga dengan KPM bisa
mengayomi ketika KPM ada masalah” (Wawancara KPM pada tanggal 2
Maret 2021 dan pada tanggal 3 Maret 2021”
Maka dapat disimpulkan bahwa UPPKH Kota Semarang sudah menunjukan

sebuah komitmen terhadap penerapan dari PKH, dalam loyalitas juga sudah

berusaha sepenuhnya menunjukan sikap yang baik, bentuk loyalitas yang baik

tersebut dilihat melalui cara kerja dari setiap pendamping – pendamping.


3.3.4 Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi mempunyai tugas yakni mengimplementasikan kebijakan,

hal ini juga mempengaruhi proses pengimplementasian kebijakan secara

signifikan. Pentingnya prosedur dalam mengimplementasikan kebijakan atau

dibutuhkannya Standard Operating Procedure (SOP) disebabkan karena dalam

mengimplementasikan kebijakan, implementor membutuhkan sebuah pedoman

dalam mengambil tindakan.

Struktur birokrasi dalam sebuah kebijakan yang mengatur tentang Program

Keluarga Harapan (PKH) salah staunya adalah membahas mengenai mekanisme

pelaksanaan. Dalam pelaksanaan PKH ini berpedoman pada Peraturan Menteri

Sosial Nomor 1 Tahun 2018, tetapi berlawanan dengan pemaparan yang di

paparkan oleh informan 2:

“Pelaksanaan PKH ini tentu sesuai dengan peraturan yang ada, tapikan
setiap kebijakan itu pasti ada kendala dan tidak bisa mulus banget mengikuti
yang ada menurut peraturan. Karena antara kebijakan dengan kenyataan
dilapangan itu suka jauh berbeda, sehingga apabila saya mengira ini akan
berjalan dengan baik tapi pada saat dijalani semuanya tidak semulus
perkiraan saya.” (Wawancara Pendamping Ngaliyan pada tanggal 14 Januari
2021)
Berikut informasi yang serupa didapatkan oleh narasumber 1, diantaranya sebagai
berikut pernyataannya:
“Saya rasa untuk mekanisme pelaksanaan PKH semuanya berjalan dengan
baik ya, mungkin yang tidak bisa dipungkiri adalah tidak sempurnaannya
dalam menjalani program tersebut, karena dalam juklak dan juknis
menerapkan sistem yang sangat disiplin untuk bisa mencapai tujuan dari
kebijakan PKH ini tapi kenyataan dilapangan butuh perjuangan yang sangat
besar untuk dapat menjalani sesuai dengan juknis dan juklak.” (Wawancara
Koordinator PKH pada tanggal 16 Februari 2021)
Fakta yang didapatkan dari informasi mengenai pelaksanaan Program

Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang ini dari segi

struktur birokrasi sudah sesuai dengan regulasi. Dan pembagian tupoksi ke setiap

pendamping juga dipahami dan dijalankan dengan baik. Selain itu, PKH ini juga

berjalan bukan hanya berdasarkan regulasi akan tetapi juga melihat dari petunjuk

teknis dan petunjuk pelaksanaan, sehingga koordinator dan pendamping hanya

tinggal mengembangkan menggunakan metode – metode kerja yang dipilih.


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Bersumber dari segala definisi, deksripsi, dan perolehan dari kegiatan

penelitian yang dipaparkan pada bab sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa

ada dua hal yang digambarkan secara garis besar yaitu implementasi kebijakan

Program Keluarga Harapan di Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang dan

menelusuri faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dari upaya

mengimplementasikan kebijakan tersebut.

4.1.1 Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan di Kecamatan

Ngaliyan Kota Semarang

Tujuan dari Program Keluarga Harapan yang termuat dalam peraturan

belum sepenuhnya dipahami dengan baik dan seksama oleh Keluarga Penerima

Manfaat, karena kurangnya pengetahuan dan tidak memperhatikan pada saat

pertemuan awal sebagai KPM PKH. Banyak dari Keluarga Penerima Manfaat

yang paham tentang tujuan dari PKH, namun berdasarkan komponen yang

diterima, bukan berdasarkan peraturan yang mengatur. Hal ini terdapat perbedaan

yang cukup signifikan dengan pelaksana PKH yaitu pendamping PKH,

pendamping mengetahui dan memahami sekali tujuan dari PKH menurut

Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018. Menurut pendamping tujuan PKH

ini masih belum dapat dimaknai secara keseluruhan oleh Keluarga Penerima

Manfaat sehingga masih terdapat kejanggalan antara penyampaian dengan yang

diterima oleh KPM.Karena dari Keluarga Penerima Manfaat tidak semuanya


berpendidikan tinggi sehingga untuk menerima dengan seksama mengenai tujuan

PKH berdasarkan peraturan tidak mudah, hal ini dibagi sebagai berikut:

a. Pendampingan PKH ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan

bahwa anggota Keluarga Penerima Manfaat dipenuhi haknya akan

tetapi wajib menunaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya.

Pendampingan yang diberikan cukup baik, namun ada beberapa

kendala yang dirasakan oleh masyarakat khususnya yang tergabung

menjadi anggota Keluarga Penerima Manfaat, yaitu dimana sering

terjadi pembagian tugas yang tidak sebanding antara pendamping

dengan ketua kelompok KPM, hal ini dapat menimbulkan masalah

baru sehingga kerjasama yang terjalin menjadi sering terhambat

karena egoisme masing – masing. Namun, pendamping juga

mengalami kendala terbaru yang terjadi pada tahun 2020 dikarenakan

adanya Covid – 19 dimana tidak bisa melaksanakan pendampinga

seperti biasanya, hal ini yang mengharuskan pendamping menciptakan

metode pendampingan yang efektif dan efisien.

b. Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga yang dilaksanakan

paling sedikit 1 bulan sekali, P2K2 ini bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan Keluarga Penerima Manfaat dalam berbagai bidang baik

itu cara mendidik anak, mengatur keuangan, menjaga PHBS, serta

merawat yang terbaik untuk lanjut usia / disabilitas.

Ketepatan target atau sasaran juga termasuk hal yang paling penting dalam

menjalani sebuah kebijakan guna mencapai tujuan sesuai dengan peraturan yang
mengatur. Namun, Program Keluarga Harapan ini untuk target atau sasaran masih

tidak sesuai dengan tujuan diciptakannya bantuan ini, hal ini disebabkan karena

terjadinya pandangan sosial yang berbeda di pendamping dalam menetapkan

sasaran. Padahal sasaran ini merupakan kunci keberhasilan dari sebuah kebijakan.

Teknis pelaksanaan PKH ini bertujuan untk menunjukan bahwa proses

untuk menjadi anggota Keluarga Penerima Manfaat di PKH tidak mudah. Banyak

kewajiban yang harus dipenuhi dan dijalankan. Hal ini dilakukan guna membuat

KPM untuk bisa bergerak lebih maju walaupun sudah mendapatkan bantuan,

karena bantuan yang didapatkan tidak tetap dan selamanya. Namun, dengan

banyaknya tahapan pelaksanaan dalam PKH peneliti hanya melihat pada tahapan

pertemuan awal dan validasi data. Pada tahapan awal KPM diminta untuk

membawa syarat yang diperlukan guna pencocokan data yang dilakukan oleh

pendamping setempat. Dalam hal ini Keluarga Penerima Manfaat tidak banyak

mengalami kendala besar pada saat validasi data, hanya saja kendala kecil yaitu

ketika pengisian formulir untuk validasi data dan membantu lansia – lansia dalam

pengisian formulir. Sedangkan berbeda dengan pendamping, terdapat kendala

yaitu mengenai metode yang digunakan untuk pencocokan data dari pusat dengan

di lapangan.
4.1.2 Faktor Pendorong dan Penghambat Implementasi Kebijakan Program

Keluarga Harapan di Kecamatan Ngaliyan

Faktor pendorong yang turut mendukung sebagai berikut:

a. Disposisi

Karakteristik dari implementor, artinya dalam disposisi ini adalah

menggambarkan sebuah komitmen, kejujuran dan keadilan dari setiap

implementor. Dimana kerjasama antara koordinator dengan pendamping

sangat baik sehingga hal ini dapat dikategorikan bahwa komitmen yang

dimiliki cukup tinggi, oleh karena itu sangat mendukung Program

Keluarga Harapan yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri No 1

Tahun 2018 mengenai UPPKH Kota Semarang

b. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan sudah

sesusai dengan peraturan, pembagian tugas pokok untuk setiap

implementor juga sudah tepat. Selian itu, SOP untuk pelaksanaan

Program Keluarga Harapan juga berdasarkan dengan petunjuk teknis

yang didapatkan dari Kementrian Sosial Pusat Republik Indonesia.

Demikian terdapat beberapa faktor penghambat diantaranya sebagai

berikut:

a. Komunikasi
Faktor komunikasi dalam penerapannya sudak cukup jelas terhadap PKH

tetapi informasi yang diberikan belum secara keseluruhan dapat diterima

oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

b. Sumber Daya

Pada faktor ini dibagi menjadi dua yaitu SDA dan sumber daya finansial.

SDA dapat terjadi hambatan yaitu dalam pembagian pendamping yang

terlihat masih belum seimbang di Kecamatan Ngaliyan. Sedangkan perihal

sumber daya finansial, terlihat bahwa dalam mengelola Program Keluarga

Harapan (PKH) belumlah sesuai dengan harapan, minimnya alokasi dana

yang diberikan pemerintah belum mencukupi segala kebutuhan para

masyarakat dalam kategori miskin.


4.2 Saran

Setelah menjalankan serangkaian penelitian tersebut, peneliti mampu

memberikan sejumlah rekomendasi diantaranya :

1. Komunikasi khususnya pada saat penyampaian mengenai tujuan – tujuan

dari Program Keluarga Harapan ini menjadi sebuah faktor penghambat.

Karena baik dari koordinator dan pendamping tidak mempunyai strategi

komunikasi yang baik untuk bisa menyampaikan isi – isi dari tujuan PKH.

Pendamping perlu melakuakn pendekatan dan membuat strategi

komunikasi baru untuk menghindari misskomunikasi dalam penyampaian

mengenai tujuan Program Keluarga Harapan.

2. Komunikasi khususnya dalam penyampaian mengenai siapa sasaran dan

bagaimana penetapan sasaran dari PKH, hal tersebut juga merupakan

faktor penghambat dalam implementasi kebijakan, dimana masyarakat

banyak yang beranggapan bahwa untuk bisa mendapatkan bantuan PKH

bisa daftar melalui masyarakat yang sudah terdaftar. Pendamping

berkaitan dengan hal tersebut perlu melakukan pendekatan kembali

dengan masyarakat dan bisa menjelaskan secara detail bahwa untuk

menetapkan sasaran dari PKH ini adalah merupakan hasil survey aparat

setempat (kelurahan dan kecamatan) dan keputusan langsung dari

Kementrian Sosial Pusat.

3. Salah satu sumber daya yang mampu menghambat keberhasilannya suatu

implementasi kebijakan ialah SDM. Oleh karena itu diakibatkan oleh

kurngnya SDM. Pembagian sumber daya manusia untuk pendamping


masih dirasa kurang seimbang, berkaitan dengan hal ini koordinator PKH

Kota Semarang perlu melakukan evaluasi untuk bisa meminimalisir

ketidakseimbangan yang terjadi dalam pembagian pendamping.

4. Sumber daya berikutnya yang menjadi sebuah faktor penghambat

implementasi kebijakan adalah sumber daya anggaran / financial yang

kurang dan pembagian anggaran tidak rata setiap komponen, dengan

jumlah anggaran sedikit KPM diminta untuk bisa mengalokasikan

anggaran tersebut sebaik - baiknya dan secukup – cukupnya. Berkaitan

dengan hal tersebut pendamping seharusnya melakukan pengajuan

permohonan pembagian anggaran kepada koordinator Kota Semarang

guna meminimalisir masalah anggaran yang dirasakan oleh KPM.


Daftar Pustaka
Sumber Buku :
Agustino, L., 2016. Dasar - Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Anggara, S., 2018. Kebijakan Publik. Ke - 2 ed. Bandung: CV PUSTAKA SETIA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2019. Kota Semarang Dalam Angka 2019. Kota
Semarang.
Gulo, W., n.d. Metodologi Penlitian. s.l.:Grasindo.
Rahman, M., 2017. Ilmu Administrasi. [Online]
Available at: https://books.google.co.id/books?
id=pVNtDwAAQBAJ&dq=pengertian+administrasi+publik+menurut+par
a+ahli+dalam+buku&hl=id&source=gbs_navlinks_s
[Accessed 1 Juni 2019].
Ridwan. (2004). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Edited by Prana, Dwija
Iswarara.
Rukin, n.d. Metodologi Penelitian Kualitatif. s.l.:Yayasan Ahmar Cendekia
Indonesia.
Santoso, P., n.d. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Setiawan, A. A. d. J., 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. s.l.:CV Jejak.
Sugiyono (2003) Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Setiawan, A. A. d. J., 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. s.l.:CV Jejak.
Setiawan, A. A. d. J., 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. s.l.:CV Jejak.
Sodik, S. S. d. A., 2015. Dasar Metodologi Penelitian. 1 ed. Yogyakarta: Literasi
Media.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. 19 ed.
Bandung: ALFABETA.
Suwartono, n.d. Dasar - Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV Andi
Offset.
Sumber Jurnal:
Deni Handani, M. S. (2019). Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH)
Dalam Rangka Pemerataan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten
Bungo . JURNAL DIALEKTIKA PUBLIK - VOL. 4 NO. 1 (2019) | ISSN
(Print) 2528-3332, 6.
Dyah Ayu Virgoreta, R. N. (n.d.). Implementasi Kebijakan Program Keluarga
Harapan (PKH) Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
(Studi pada Desa Beji Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. Jurnal
Administrasi Publik (JAP), Vol.2, No12, Hal. 1-6| , 1-6.
Fajri, H. Y., 2018. Implementasi Kebijakan Pengalihan Kewenangan Sekolah
Luar Biasa (SLB) Negeri Ungaran Dari Pemerintah Kabupaten Semarang
Kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Skripsi, p. 32.
Fatmariza, R. O. (2018). Implementasi Program Keluarga Harapan dalam
Pengentasan Kemiskinan di Pesisir Selatan . Journal of Civic Education
(ISSN: 2622-237X) Volume 1 No. 2 2018 , 10.
Fernando, J., 2019. Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Penanganan Anak Jalanan, Gelandangan, Dan Pengemis Di
Kota Semarang. Undergraduate thesis, Faculty of Social and Political
Science., p. 53.
Kadji, Y. (2015, Nvember). Formulasi Dan Implementasi Kebijakan Publik.
Gorontalo: UNG Press Gorontalo .
Lestari, N. N. (n.d.). Efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH) Di Kelurahan
Rorosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang. 18.
Nurdiana. (2017, Oktober). IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA
HARAPAN (PKH) DI KECAMATAN MAMBI KABUPATEN
MAMASA. Skripsi, 112. Retrieved Juni 1, 2019, from file:///C:/Users/My
%20Lenovo/Documents/SEMESTER%206/SEMINAR%20PROPOSAL/
Implementasi%20program%20keluarga%20harapan%20(PKH)%20di
%20kecamatan%20mambi%20kabupaten%20mamasa.pdf
Prabawati, A. E. (2016). Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) Di
Desa Maron Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar . Kajian
Kebijakan Publik. Volume 1 Nomor 1 Tahun 2016, 0-216 , 11.
Slamet Agus Purwanto, S. M. (2013). Implementasi Kebijakan Program Keluarga
Harapan (PKH) Dalam Memutus Rantai Kemiskinan (Kajian di
Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto) . Wacana– Vol. 16, No. 2
(2013) , 18.
Yudid B.S.Tlonaen, W. T. (2014). Implementasi Program Keluarga Harapan
Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin. JISIP: Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 3, No. 1 (2014) , 9.
Regulasi:
Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Program Keluarga
Harapan
Website;
http://semarangkota.go.id/
https://www.dispendukcapil.semarangkota.go.id/
https://kecngaliyan.semarangkota.go.id/
http://dinsos.semarangkota.go.id/

Anda mungkin juga menyukai