Laporan Hasil Praktikum Saluran Pernafasan - Kelompok 5
Laporan Hasil Praktikum Saluran Pernafasan - Kelompok 5
Kelompok 5
Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2019/2020
BAB 1. TUJUAN PRAKTIKUM
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun, karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut
tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu
pernapasan luar dan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara
dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan Pernapasan dalam adalah pernapasan
yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam
paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara diluar tubuh. Jika tekanan di luar rongga
dada lebih besar, maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih
besar maka udara akan keluar (Guyton dan Hall,2006).
Ventilasi paru mengacu kepada pergerakan udara dari atmosfir masuk dan keluar paru.
Ventilasi berlangsung secara bulk flow. Bulk flow adalah perpindahan atau pergerakan gas atau
cairan dari tekanan tinggi ke rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi antara lain:
Tekanan
Resistensi bronkus
Persarafan bronkus
Bentuk dari pernafasan secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
Semua proses ini di atur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru
menerima jumlah tepat O2 dan CO2. Pada waktu gerak badan lebih banyak, darah datang
ke paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2, jumlah CO2 tidak
dapat di keluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar dan didalam pernafasan
penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi mengeluarkan CO2 dan memungut
lebih banyak O2 (Setiadi,2007).
3.1 Kimograf
3.4 Pneumograf
Dari hasil praktikum ini dapat dilihat bahwa semakin kecil radiusdari saluran
pernapasan, Eow atau udara yang keluar masuk juga semakin kecil. Hal ini berbanding
lurus dengan radius dipangkatkan empat. Jika udara yang mengalir keluar dan masuk ini semakin
kurang, maka volume udara yang dihirup dalam pernapasan normal juga berkurang. Hal ini
terbukti dari hasil praktikum dalam tabel yang menunjukkan semakin kecil radius saluran nafas,
semakin kecil pula volume tidal nya titik volume tidal nya semakin kurang maka itu akan
berdampak juga pada volume cadangan inspirasi dan volume cadangan ekspirasi. ERV dan
IRV semakin turun apabila radius saluran pernafasannya menurun titik karena flow berkaitan
langsung dengan IRV dan ERV. Pada umumnya, penyempitanPada saluran pernafasan lebih
sering menyebabkan seseorang sukar untuk ekspirasi. pada saat seseorang sukar ekspirasi, udara
yang dihirup masih tertinggal di dalam paru-paru dan dan hal ini menyebabkan volume residual
seseorang itu lebih dari normalnya. untuk Kapasitas vital (VC) akan mengikuti angka iRV dan
ERV k, sebab k kaVC merupakan penjumlahan dari ERV dan IRV. Karena IRV dan ERV pada
hasil menurun, otomatis kapasitas vital juga menurun. kapasitas total paru-paru pakan jumlah
dari semua jenis volume dan kapasitas sehingga kapasitas total paru-paru menurun atau
meningkat Ibu disesuaikan dengan faktor volume dan kapasitas lainnya. terakhir adalah
mengenai FEV1, Bagaimana jika resistensi udara tinggi atau terjadi penyempitan saluran
pernapasan yang ditandai dengan radius yang kecil dapat menyebabkan udara yang dapat
dihembuskan dengan cepat berkurang. Dalam hal ini, nilai FEV1 berkurang. hasil ini sesuai
dengan hasil dalam tabel hasil.
Gambar 5.4 Grafik pada saat pernafasan asthma attack plus inhaler
Pada saat kondisi asthma attack plus inhalermaka grafik yang ditunjukkan adalah seperti
diatas TV (Tidal Volume) yang ditunjukkan adalah 500 mL, ERV (Expiratory Reserve Volume)
yang ditunjukkan 1500 mL, IRV (Inspiratory Reserve Volume) yang ditunjukkan adalah 2800
mL, RV (Residual Volume) adalah 1200, FVC (Forced Vital Capacity) adalah 4800, TLC (Total
Lung Capacity) adalah 6000 mL, sedangkan FEV1 adalah 3840 sehingga persentase FEV1
adalah 80%. Pada saat kondisi ashma dan diberikan inhaler maka grafik yang terjadi hampir
sama atau mendektai grafik pada saat kondisi normal.
Gambar diatas menunjukkan percobaan pertama pada paru-paru manusia yang diberi
radius 5.0 mm dan belum diberikan surfaktan, yang menghasilkan air flow sebesar 49.69 untuk
paru-paru dikanan dan dikiri.
Gambar 4.3.3 Radius 5.0 mm, diberi surfaktan sebanyak dua kali
Pada percobaan kedua pada paru-paru manusia ini diberi radius 5.0 mm dan diberi
surfaktan sebanyak dua kali dan menghasilkan air flow sebesar 69.56 untuk paru-paru dikanan
dan dikiri, dan saat diberi surfaktan terjadi kenaikan air flow dibandingkan sebelum diberi
surfaktan.
Gambar 4.3.4 Radius 5.0 mm, diberi surfaktan sebanyak empat kali
Pada percobaan kali ini pada paru-paru manusia diberikan radius 5.0 mm dan diberikan
surfaktan empat kali dan menghasilkan air flow 89.44 untuk paru-paru dikanan dan dikiri. Saat
diberi surfaktan empat kali ini kenaikan airflow lebih besar dibandingkan saat pemberian
surfaktan dua kali.
Gambar 4.3.5 radius sebesar 5.0 mm, reset paru-paru ke kondisi normal
Percobaan ke lima ini pada paru-paru manusia diberikan radius 5.0 mm dan pada katup kiri
dibuka dan menghasilkan air flow 49.69 untuk paru-paru dikanan, airflow sebesar 0.0 untuk
paru-paru kiri dan tekanan intrapleural paru-paru kiri menjadi 0.0
Gambar 4.3.6 Radius 5.0 mm, katup kiri terbuka valve open dan katup kiri tertutup valve closed
Percobaan pada paru-paru manusia diberikan radius 5.0 mm dan katup kiri dibuka dan
menghasilkan air flow 49.69 untuk paru-paru dikanan, air flow 0.0 untuk paru-paru dikiri dan
tekan intrapleural paru-paru dikira menjadi 0.0 . percobaan selanjutnya pada paru-paru manusia
diberikan radius sebesar 5.0 mm dan katup kiri dibuka dan menghasilkan airflow sebesar 49.69
untuk paru-paru dikanan, air flow 0.0 untukparu-paru kiri dan tekanan intrapleural paru-paru kiri
menjadi 0.0.
Gambar 4.3.7 Radius 5.0 mm paru-paru direset
Pada percobaan terakhir paru-paru manusia radius 5.0 mm, dan direset kembali paru-paru
ke kondisi istirahat normal dan menghasilkan airflow 49.69 untuk paru-apru kanan dan kiri,
paru-paru kembali ke kondisi normal.
BAB 5. PEMBAHASAN
Tujuan Activity 1
1. Untuk memahami penggunaan istilah ventilasi, inspirasi, ekspirasi, diafragma, interkosta
eksternal, interkostalis internal, otot dinding perut, volume cadangan ekspirasi (ERV),
kapasitas vital paksa (FVC), volume tidal (TV), volume cadangan inspirasi (IRV),
volume sisa (RV), dan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1)
2. Untuk memahami peran otot rangka dalam mekanisme pernapasan
3. Untuk memahami perubahan volume dan tekanan di rongga dada selama ventilasi
paru-paru.
4. Untuk memahami efek radius jalan nafas dan, dengan demikian, hambatan aliran udara
Dua fase ventilasi atau pernapasan adalah inspirasi, di mana udara dibawa ke paru-paru, dan
ekspirasi, di mana udara dikeluarkan dari paru-paru. Inspirasi terjadi sebagai OTOT
INTERKOSTAL EKSTERNAL dan kontrak DIAFRAGMA. Diafragma, biasanya otot
berbentuk kubah, mendatar saat bergerak ke inferior sedangkan otot interkostal eksternal, yang
terletak di antara tulang rusuk, mengangkat tulang rusuk. Tindakan kooperatif ini meningkatkan
volume toraks. Udara masuk ke paru-paru karena peningkatan volume toraks ini menciptakan
ruang hampa parsial.
Selama ekspirasi tenang, otot inspirasi mengendur, menyebabkan diafragma naik ke atas dan
dinding dada bergerak ke dalam. Dengan demikian, THORAX kembali ke bentuk normalnya
karena sifat elastis paru-paru dan dinding toraks. Seperti pada balon yang mengempis, tekanan di
paru-paru meningkat, memaksa udara keluar dari paru-paru dan saluran udara. Meskipun
ekspirasi biasanya merupakan proses pasif, OTOT DINDING PERUT dan OTOT
INTERKOSTAL INTERNAL juga dapat berkontraksi selama ekspirasi untuk memaksa udara
tambahan dari paru-paru. Kadaluwarsa paksa seperti itu terjadi, misalnya, saat Anda berolahraga,
batuk balon meledak atau bersin.
Pernapasan normal dan tenang menggerakkan sekitar 500 ml udara (volume tidal) ke dalam
dan ke luar paru-paru setiap kali bernafas, tetapi jumlah ini dapat bervariasi karena ukuran, jenis
kelamin, usia, kondisi fisik, dan kebutuhan pernapasan seseorang.
Selama pernapasan tenang normal, sekitar 500 ml udara bergerak masuk dan keluar dari
paru-paru dengan setiap napas. Volume pernapasan ini adalah volume tidal (TV). Jumlah udara
yang bisa terinspirasi secara paksa di luar volume tidal (2100 hingga 3200 ml) adalah volume
cadangan inspirasi (IRV).
Volume cadangan ekspirasi (ERV) adalah jumlah udara biasanya 1000 hingga 1200 ml —
yang dapat dikeluarkan paru-paru setelah ekspirasi volume tidal normal. Bahkan
setelahnyaekspirasi paling berat, sekitar 1200 ml udara tersisadi paru-paru; ini adalah volume
sisa (RV), yang membantu menjaga alveoli tetap terbuka dan mencegah kolaps paru.
Kapasitas vital (VC) adalah jumlah total udara yang dapat ditukar.Ini adalah jumlah dari TV,
IRV, dan ERV.Kapasitas paru total (KLT) adalah jumlah dari semua volume paru.
emphisema breathing Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit yang
ditandai oleh keterbatasan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hal
tersebut menyebabkan kesulitan untuk mengeluarkan udara dari paru-paru. Kesulitan dalam
mengeluarkan udara dari paru-paru ini (obstruksi jalan napas) dapat menyebabkan sesak napas
atau perasaan lelah karena usaha yang lebih keras untuk bernapas. Emfisema merupakan
penyakit pernapasan yang dapat menyebabkan kerusakan alveolar paru. Penyakit ini terjadi di
parenkim paru. Orang yang menderita emfisema biasanya mengalami sesak nafas. Adapun faktor
risikonya meliputi
1. merokok
2. genetik
3. infeksi pernapasan
4. usia
5. jenis kelamin
6. polusi.
Namun merokok merupakan faktor risiko utama yang dapat menyebabkan PPOK dan
emfisema. Selain itu, terdapat juga faktor genetik. Riwayat merokok dan adanya defisiensi alfa-1
antitripsin dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya PPOK dan emfisema. Merokok dapat
menyebabkan penurunan kadar alfa-1 antitripsin serum. Sedangkan pada perokok yang
menderita emfisema, defisiensi alfa-1 antitripsin dapat memperburuk keadaan. Apabila pasien
mempunyai riwayat merokok dan mengalami defisiensi alfa-1 antitripsin, maka emfisema yang
dideritanya akan lebih buruk dari pada pasien yang hanya mempunyai riwayat merokok atau
mempunyai defisiensi alfa-1 antitripsin.
Mekanisme utama yang terjadi adalah penurunan rekoil elastik paru yang menjadi
penyebab air trapping, peningkatan volume dan keteregangan paru serta saluran napas menjadi
rentan kolaps. Hiperinflasi pada emfisema berdampak negatif dapat memperberat inspirasi dan
menimbulkan rasa sesak. Penurunan titik tekanan sama pada emfisema terjadi karena gangguan
rekoil elastik. Penurunan titik ini dapat membuat penutupan saluran napas dini. (J Respir Indo
2019; 39(1): 60-9)
Asma adalah gangguan inflamasi (radang) kronik saluran nafas dan menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi
(nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
menjelang dini hari (Mangunegoro dkk, 2006). Sampai saat ini patogenesis dan etiologi asma
belum diketahui dengan pasti namun penelitian menunjukan bahwa dasar gejala asma adalah
inflamasi dan respon saluran nafas yang berlebihan (Sundaru dan Sukamto, 2006). Beberapa 4
faktor yang dapat memicu terjadinya asma antara lain : udara dingin, obat-obatan, stress dan
olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga dikenal dengan istilah exercise-induced
asthma (Ikawati, 2007). Asma dicirikan dengan adanya wheezing episodik, kesulitan bernafas,
dada sesak dan batuk. Frekuensi gejala asma sangat bervariasi. Frekuensi gejala asma mungkin
semakin buruk di malam hari (Tierney dkk, 2002). Penanda utama untuk mendiagnosis adanya
penyakit asma antara lain : Mengi pada saat menghirup nafas, riwayat batuk yang memburuk
pada malam hari, dada sesak yang terjadi berulang, dan nafas tersengal-sengal, hambatan
pernafasan yang reversible secara bervariasi selama siang hari, adanya peningkatan gejala pada
saat olahraga, infeksi virus dan perubahan musim, terbangun malam-malam dengan gejala-gejala
seperti diatas (Ikawati, 2007). Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Komplikasi asma antara lain : pneumotoraks,
pneumuoddiastiun dan emfisema subkitis, espargilosis bronkopilmoner alergik, gagal nafas,
bronchitis (Sundaru dan Sukamto, 2006). Pengobatan Asma Tujuan dari terapi asma seperti
ditetapkan oleh National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) tahun 1997
adalah memungkinkan pasien manjalani hidup normal dengan hanya sedikit gangguan atau tanpa
gejala, mencegah akserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan
meningkatkan kualitas hidup penderita (Ikawati, 2007). Pengobatan asma tidak hanya ditujukan
pada pencegahan atau penyembuhan tetapi juga penurunan tingkat respon bronchial. Obat-obat
anti asma tersebut diantaranya adalah inhalasi.
1. Salbutamol : mengatasi sesak napas akibat penyempitan pada saluran udara pada
paru-paru (bronkospasme).
2. Terbutaline : bronkodilator (agonis beta-2 reseptor). Obat ini bekerja dengan cara
melemaskan otot paru-paru dan membuka saluran pernapasan, supaya penderita bisa
bernapas dengan lebih lancar.
3. fenoterol HBr : Senyawa ini merupakan merupakan agen simpatomimetik yang bekerja
langsung dan selektif merangsang reseptor beta-2 dalam rentang dosis tertentu.
Sementara untuk reseptor beta-1 terjadi untuk dosis yang lebih tinggi.Reseptor beta-2
berfungsi mengaktifkan adenyl cyclase melalui stimulasi Gs-protein sehingga
menyebabkan meningkatnya aktivitas cyclic AMP dan protein kinase A yang
memfosforilasi protein target di otot polos. Akibatnya fenoterol HBr akan melemaskan
otot polos bronkus dan vaskular dan melindunginya dari stimulasi brokokonstriksi yang
menyempitkan saluran nafas misalnya akibat paparan histamin, udara dingin ataupun
alergen.
Untuk memahami pengaruh surfaktan pada tegangan dan pada fungsi paru-paru
Untuk memahami bagaimana tekanan intrapleural negative mencegah paru" kolaps
Tegangan permukaan adalah gaya yang diakibatkan oleh suatu benda yang bekerja pada
permukaan zat cair sepanjang permukaan yang menyentuh benda itu. Tegangan permukaan zat
cair adalah kecenderungan permukaan zat cair untuk menegang,sehingga permukaannya seperti
ditutupi oleh suatu lapisan elastis. Tekanan intrapleura adalah tekanan yang timbul pada cavum
intrapleura. Tekanan intrapleura atau kadang-kadang disebut tekanan recoil adalah tekanan
negativedalam ruang intrapleura yang diperlukan untuk mencegah pengempisan paru-paru.
Biasanya besarya -4 mmHg. Pada inspirasi dalam, paru-paru mengembang sangat besar.
Tekanan intrapleural yang diperlukan untuk mengembangkan paru-paru dapat mencapai -9
sampai dengan -12 mmHg. Tekanan ruang intrapleural lebih negative daripada tekanan cairan
intrapleural (-10 mmHg). Sedangkan tekanan permukaan pleural (+6 mmHg). Jadi berarti
tekanan intrapleural = jumlah tekanan cairan intrapleural dan tekanan permukaan intrapleural.
Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 - 4 minggu dengan terbentuknya trakea dari
esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga udara yang terminal termasuk epitel dan kapiler,
serta diferensiasi pneumosit tipe I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi namun jarak
antara kapiler dan rongga udara masih 2 -3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa. Setelah 30
minggu terjadi pembentukan bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli sejak 32 – 34
minggu. Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20 minggu tapi belum
mencapai permukaan paru. Muncul pada cairan amnion antara 28-32 minggu. Level yang matur
baru muncul setelah 35 minggu kehamilan. Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada
rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama ekspirasi.
Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan pada sistem pertahanan terhadap
infeksi. (4),(9) Komponen utama surfaktan adalah Dipalmitylphosphatidylcholine (lecithin) – 80
%, phosphatidylglycerol – 7 %, phosphatidylethanolamine – 3 %, apoprotein (surfactant protein
A, B, C, D) dan cholesterol. Dengan bertambahnya usia kehamilan, bertambah pula produksi
fosfolipid dan penyimpanannya pada sel alveolar tipe II. Protein merupakan 10 % dari surfaktan.,
fungsinya adalah memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan udara-cairan di
alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan surfaktan.
Surfaktan disintesa dari prekursor di retikulum endoplasma dan dikirim ke aparatus Golgi
melalui badan multivesikular. Komponen-komponennya tersusun dalam badan lamelar ,yaitu
penyimpanan intrasel berbentuk granul sebelum surfaktan disekresikan. Setelah disekresikan
(eksositosis) ke perbatasan cairan alveolus, fosfolipid-fosfolipid surfaktan disusun menjadi
struktur kompleks yang disebut mielin tubular Mielin tubular menciptakan fosfolipid yang
menghasilkan materi yang melapisi perbatasan cairan dan udara di alveolus, yang menurunkan
tegangan permukaan. Kemudian surfaktan dipecah, dan fosfolipid serta protein dibawa kembali
ke sel tipe II, dalam bentuk vesikel-vesikel kecil ,melalui jalur spesifik yang melibatkan
endosom dan ditransportasikan untuk disimpan sebagai badan lamelar untuk didaur ulang.
Beberapa surfaktan juga dibawa oleh makrofag alveolar Satu kali transit dari fosfolipid melalui
lumen alveoli biasanya membutuhkan beberapa jam. Fosfolipid dalam lumen dibawa kembali ke
sel tipe II dan digunakan kembali 10 kali sebelum didegradasi. Protein surfaktan disintesa
sebagai poliribosom dan dimodifikasi secara ekstensif di retikulum endoplasma, aparatus Golgi
dan badan multivesikular. Protein surfaktan dideteksi dalam badan lamelar sebelum surfaktan
disekresikan ke alveolus.
Pada saat inspirasi tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat
lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume paru diakibatkan oleh pembesaran
rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat 2 faktor, yaitu faktor thoracal dan
abdominal. Faktor thoracal (gerakan otot-otot pernafasan pada dinding dada) akan memperbesar
rongga dada ke arah transversal dan anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi
diafragma) akan memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat membesarnya rongga dada
dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap sehingga mengembang dan
volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya
O2 akan bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke
kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus.
Sebaliknya, pada proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari
tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan mengakibatkan rongga
dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada kavum pleura menjadi lebih positif dan
mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang
kaya CO2 akan keluar dari peru-paru ke atmosfer.
BAB 6.KESIMPULAN
1. Ventilasi atau bernapas terdiri dari dua fase yaitu yaitu
(1) inspirasi ketika udara memasuki paru dan
(2) ekspirasi ketika udara keluar dari paru.
Inspirasi terjadi ketika otot interkostal internal dan diafragma berkontraksi menyebabkan
volume thorax meningkat. Tekanan didalam paru lebih rendah dari tekanan di lingkungan
sehingga menyebabkan udara masuk. Ekspirasi terjadi ketika otot-otot pernapasan berelaksasi
dan menyebabkan tekanan di paru kembali meningkat sehingga udara terdorong keluar paru.
Pada ekspirasi paksa otot-otot abdominal dan otot interkostal internal juga berkontraksi untuk
mengeluarkan lebih banyak udara kelua paru.
2. Pernapasan normal memilki volume tidal sebesar 500 ml. Selain volume tidal, penilaian
fungsi paru melalui spirogram juga meliputi: volume cadangan inspirasi, kapasitas inspirasi,
volume cadangan ekspirasi, volume residual, kapasitas residual fungsional, kapasitas vital.
Kapasitas paru total, dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik.
3. Ventilasi dipengaruhi oleh besarnya radius jalan napas. Ketika radius diperkecil akan
menyebabkan penurunan airflow sehingga kapasitas fungsi paru secara umum juga
mengalami penurunan. Hal ini memberikan gambaran pada keadaan paru sebenarnya ketika
terjadi penyakit paru obstruktif atau restriktif yang menyebabkan radius jalur napas lebih kecil
sehingga terjadi penurunan nilai kapasitas paru terutama volum ekspirasi paksa (FEV1).
4. Pada pasien normal nilai volume respirasi TV : 500 ml, ERV : 1500 ml, IRV : 3000 ml , RV :
1000 ml, FVC : 5000 ml, TLC : 6000 ml, FEV1 : 4000 ml dan FEV1 (80%).
5. Pada pasien emfisema terjadi perubahan nilai volume respirasi berupa IRV, RV, FVC, FEV1
dan FEV1 (%), hal ini dikarenakan berkurangnya keelastisitasan dari alveoli. Pada pasien
asma terjadi perubahan nilai volume respirasi berupa TV, ERV, IRV, RV, FVC, FEV1 dan
FEV1 (%), hal ini dikarenakan pada asma terjadinya penyempitan saluran pernapasan, maka
jumlah udara yang dapat dihembuskan dengan cepat akan berkurang juga.
8. Masuknya udara ke dalam pleura, akan meningkatkan tekanan intrapleura sehingga tekanan
intapleura sama dengan tekanan atmosfer, sehingga paru kolaps karena tekanan alveoli lebih
rendah dibanding dengan tekanan intrapleura.
9. Jika tekanan intrapleura lebih besar dibanding tekanan intaalveolar maka akan terjadi
pneumotoraks dan akan berlanjut menjadi atelektasis.
Daftar Pustaka
Astrand P.O., and K. Rodahl. 1986. Textbook of work physiology. 3rd ed. New York:
McGrawHill Book Company.
Brunner dan Suddart. 1994. Keperawatan Medikal Bedah I, edisi 8, Vol. 1. EGC : Jakarta.
Ganong, Wiliam F. 2003. Fisiologi Saraf dan Sel Otot, Edisi 20. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Green HJ. 2008. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Bina Aksara Rupa. Guyton AC, Hall JE. 2006.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Penerjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pearce EC. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedi. Jakarta: Gramedia.
Penuntun Praktikum Fisiologi Modul Respirasi Tahun Ajaran 2015
Sherwood, Laurale. 2013. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.