Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

SALURAN PERNAFASAN (GOLONGAN S)

Kelompok 5

Disusun oleh :

1. Alfian Dwiki Syahputra 2443020191


2. Marsiana Gabriella Deparera 2443020215
3. Athaya Salsabila Fayikh 2443020223
4. Faradilah Dwi Wardhani 2443020232
5. Michelle Gracya Millu 2443020238
6. Mochammad Viky Devangga 2443020261

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2019/2020
BAB 1. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan praktikum adalah mampu melakukan pemeriksaan fungsi pada pernafasan.

BAB 2. LANDASAN TEORI

Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun, karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut
tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu
pernapasan luar dan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara
dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan Pernapasan dalam adalah pernapasan
yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam
paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara diluar tubuh. Jika tekanan di luar rongga
dada lebih besar, maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih
besar maka udara akan keluar (Guyton dan Hall,2006).
Ventilasi paru mengacu kepada pergerakan udara dari atmosfir masuk dan keluar paru.
Ventilasi berlangsung secara bulk flow. Bulk flow adalah perpindahan atau pergerakan gas atau
cairan dari tekanan tinggi ke rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi antara lain:
 Tekanan
 Resistensi bronkus
 Persarafan bronkus
Bentuk dari pernafasan secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

1. Proses Pernafasan Pulmonal atau Paru-paru (External)


Pernafasan external adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada
pernafasan melalui paru-paru atau externa, oksigen didapatkan melalui hidung dan mulut,
pada waktu bernafas oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan
berhubungan erat dengan darah di kapiler pulmonalis. Hanya satu lapis membrane, yaitu
membrane alveoli-kapiler, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membrane
ini dan di pungut oleh hemoglobin sel darah merah di bawa ke jantung. Dari sini di
pompa di dalam arteri ke seluruh tubuh. Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan
hasil buangan yang menembus membrane alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui
pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. Darah meninggalkan paru-paru
pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Empat proses berhubungan dengan pernafasan paru-paru atau externa :
a) Ventilisasi pulmorter, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
b) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh
tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
c) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga jumlah tepat dari
setiapnya dapat mencapai semua bagian tubuh.
d) Difusi gas yang menembusi membrane pemisah alveoli dan kapiler.
Karbondioksida lebih mudah terdifusi dari pada oksigen.

Semua proses ini di atur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru
menerima jumlah tepat O2 dan CO2. Pada waktu gerak badan lebih banyak, darah datang
ke paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2, jumlah CO2 tidak
dapat di keluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar dan didalam pernafasan
penambahan ventilasi yang dengan demikian terjadi mengeluarkan CO2 dan memungut
lebih banyak O2 (Setiadi,2007).

2. Proses Pernafasan Jaringan (Internal)


Darah yang telah di jernihkan hemoglobinnya dengan oksigen (oxihemoglobin),
mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, dimana darah bergerak sangat
lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan sel
melakukan oksidasi pernafasan, sebagai gantinya hasil dari oksidasi yaitu
karbondioksida. Perubahan-perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara dalam
alveoli, yang disebabkan pernafasan externa dan internal.
 Udara yang dihirup : Nitrogen (79%), Oksigen (20%), Karbondioksida (0 – 0,4%).
Udara yang masuk ke alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer.
 Udara yang dihembuskan : Nitrogen (79%), Oksigen (16%), Karbondioksida
(4 – 0,4%).
BAB 3. ALAT DAN BAHAN

3.1 Kimograf

3.2 Kentas Kimograf

3.3 Lampu spiritus

3.4 Pneumograf

3.5 Orang percobaan


BAB 4. HASIL PRAKTIKUM

4.1 Activity 1 Mengukur Volume Pernapasan dan Menghitung Kapasitas

Dari hasil praktikum ini dapat dilihat bahwa semakin kecil radiusdari saluran
pernapasan, Eow atau udara yang keluar masuk juga semakin kecil. Hal ini berbanding
lurus dengan radius dipangkatkan empat. Jika udara yang mengalir keluar dan masuk ini semakin
kurang, maka volume udara yang dihirup dalam pernapasan normal juga berkurang. Hal ini
terbukti dari hasil praktikum dalam tabel yang menunjukkan semakin kecil radius saluran nafas,
semakin kecil pula volume tidal nya titik volume tidal nya semakin kurang maka itu akan
berdampak juga pada volume cadangan inspirasi dan volume cadangan ekspirasi. ERV dan
IRV semakin turun apabila radius saluran pernafasannya menurun titik karena flow berkaitan
langsung dengan IRV dan ERV. Pada umumnya, penyempitanPada saluran pernafasan lebih
sering menyebabkan seseorang sukar untuk ekspirasi. pada saat seseorang sukar ekspirasi, udara
yang dihirup masih tertinggal di dalam paru-paru dan dan hal ini menyebabkan volume residual
seseorang itu lebih dari normalnya. untuk Kapasitas vital (VC) akan mengikuti angka iRV dan
ERV k, sebab k kaVC merupakan penjumlahan dari ERV dan IRV. Karena IRV dan ERV pada
hasil menurun, otomatis kapasitas vital juga menurun. kapasitas total paru-paru pakan jumlah
dari semua jenis volume dan kapasitas sehingga kapasitas total paru-paru menurun atau
meningkat Ibu disesuaikan dengan faktor volume dan kapasitas lainnya. terakhir adalah
mengenai FEV1, Bagaimana jika resistensi udara tinggi atau terjadi penyempitan saluran
pernapasan yang ditandai dengan radius yang kecil dapat menyebabkan udara yang dapat
dihembuskan dengan cepat berkurang. Dalam hal ini, nilai FEV1 berkurang. hasil ini sesuai
dengan hasil dalam tabel hasil.

4.2 Activity 2 Pernafasan dengan Spirometer

Tabel 5.1 Pengukuran Berbagai Kondisi Pernafasan dengan Spirometer


Tabel diatas merupakan kondisi pernafasan dalam kondisi normal, asma, asma tanpa
inhaler, olahraga ringan, olahraga berat, dan emphysema. Pada saat melakukan olahraga berat
dan ringan angka yang ditunjukan cenderung lebih besar dari kondisi normal.

Gambar 5.1 Grafik pada saat pernafasan normal


Pada saat melakukan pernafasan normal maka grafik yang ditunjukkan adalah seperti
diatas TV (Tidal Volume) yang ditunjukkan adalah 500 mL, ERV (Expiratory Reserve Volume)
yang ditunjukkan 1500 mL, IRV (Inspiratory Reserve Volume) yang ditunjukkan adalah 3000
mL, RV (Residual Volume) adalah 1000, FVC (Forced Vital Capacity) adalah 5000, TLC (Total
Lung Capacity) adalah 6000 mL sedangkan FEV1 adalah 4000 sehingga persentase FEV1 adalah
80%.

Gambar 5.2 Grafik pada saat pernafasan emphysema


Pada saat kondisi emphysema maka grafik yang ditunjukkan adalah seperti diatas TV
(Tidal Volume) yang ditunjukkan adalah 500 mL, ERV (Expiratory Reserve Volume) yang
ditunjukkan 750 mL, IRV (Inspiratory Reserve Volume) yang ditunjukkan adalah 2000 mL, RV
(Residual Volume) adalah 2750, FVC (Forced Vital Capacity) adalah 3250, TLC (Total Lung
Capacity) adalah 6000 mL, sedangkan FEV1 adalah 1625 sehingga persentase FEV1 adalah
50%.

Gambar 5.3 Grafik pada saat pernafasan acute asthma attack


Pada saat kondisi acute asthma attack maka grafik yang ditunjukkan adalah seperti diatas
TV (Tidal Volume) yang ditunjukkan adalah 500 mL, ERV (Expiratory Reserve Volume) yang
ditunjukkan 700 mL, IRV (Inspiratory Reserve Volume) yang ditunjukkan adalah 2500 mL, RV
(Residual Volume) adalah 2250, FVC (Forced Vital Capacity) adalah 3750, TLC (Total Lung
Capacity) adalah 6000 mL, sedangkan FEV1 adalah 1500 sehingga persentase FEV1 adalah
40%. Pada saat kondisi ashma maka TV,ERV,IRV,RV,FVC,FEV1, dan % FEV1 mengalami
penurunan.

Gambar 5.4 Grafik pada saat pernafasan asthma attack plus inhaler
Pada saat kondisi asthma attack plus inhalermaka grafik yang ditunjukkan adalah seperti
diatas TV (Tidal Volume) yang ditunjukkan adalah 500 mL, ERV (Expiratory Reserve Volume)
yang ditunjukkan 1500 mL, IRV (Inspiratory Reserve Volume) yang ditunjukkan adalah 2800
mL, RV (Residual Volume) adalah 1200, FVC (Forced Vital Capacity) adalah 4800, TLC (Total
Lung Capacity) adalah 6000 mL, sedangkan FEV1 adalah 3840 sehingga persentase FEV1
adalah 80%. Pada saat kondisi ashma dan diberikan inhaler maka grafik yang terjadi hampir
sama atau mendektai grafik pada saat kondisi normal.

Gambar 5.5 Grafik Pernafasan pada saat melakukan olahraga ringan


Pada saat kondisi melakukan olahraga ringan maka grafik yang ditunjukkan adalah
seperti diatas TV (Tidal Volume) yang ditunjukkan adalah 1875 mL, ERV (Expiratory Reserve
Volume) yang ditunjukkan 1125 mL, IRV (Inspiratory Reserve Volume) yang ditunjukkan
adalah 2000 mL, RV (Residual Volume) adalah 1000, TLC (Total Lung Capacity) adalah 6000
mL. Pada saat kondisi ashma dan diberikan inhaler maka grafik yang terjadi hampir sama atau
mendekati grafik pada saat kondisi normal. Pada saat melakukan olahraga ringan maka
FVC,FEV1 dan presentase FEV1 tidak terlihat.

Gambar 5.6 Grafik Pernafasan pada saat melakukan olahraga berat


Pada saat kondisi melakukan olahraga berat maka grafik yang ditunjukkan adalah seperti
diatas TV (Tidal Volume) yang ditunjukkan adalah 3650 mL, ERV (Expiratory Reserve
Volume) yang ditunjukkan 750 mL, IRV (Inspiratory Reserve Volume) yang ditunjukkan adalah
600 mL, RV (Residual Volume) adalah 1000, TLC (Total Lung Capacity) adalah 6000 Ml. Pada
saat kondisi ashma dan diberikan inhaler maka grafik yang terjadi hampir sama atau mendekati
grafik pada saat kondisi normal. Pada saat melakukan olahraga BERAT maka FVC,FEV1 dan
presentase FEV1 tidak terlihat.

4.3 Activity 3 Efek surfaktan dan tekanan intrapleural pada respirasi

Gambar 4.3.1 data praktikum activity 3


Gambar 4.3.2 Radius 5.0 mm, sebelum diberi surfaktan

Gambar diatas menunjukkan percobaan pertama pada paru-paru manusia yang diberi
radius 5.0 mm dan belum diberikan surfaktan, yang menghasilkan air flow sebesar 49.69 untuk
paru-paru dikanan dan dikiri.

Gambar 4.3.3 Radius 5.0 mm, diberi surfaktan sebanyak dua kali
Pada percobaan kedua pada paru-paru manusia ini diberi radius 5.0 mm dan diberi
surfaktan sebanyak dua kali dan menghasilkan air flow sebesar 69.56 untuk paru-paru dikanan
dan dikiri, dan saat diberi surfaktan terjadi kenaikan air flow dibandingkan sebelum diberi
surfaktan.

Gambar 4.3.4 Radius 5.0 mm, diberi surfaktan sebanyak empat kali

Pada percobaan kali ini pada paru-paru manusia diberikan radius 5.0 mm dan diberikan
surfaktan empat kali dan menghasilkan air flow 89.44 untuk paru-paru dikanan dan dikiri. Saat
diberi surfaktan empat kali ini kenaikan airflow lebih besar dibandingkan saat pemberian
surfaktan dua kali.
Gambar 4.3.5 radius sebesar 5.0 mm, reset paru-paru ke kondisi normal

Percobaan ke lima ini pada paru-paru manusia diberikan radius 5.0 mm dan pada katup kiri
dibuka dan menghasilkan air flow 49.69 untuk paru-paru dikanan, airflow sebesar 0.0 untuk
paru-paru kiri dan tekanan intrapleural paru-paru kiri menjadi 0.0

Gambar 4.3.6 Radius 5.0 mm, katup kiri terbuka valve open dan katup kiri tertutup valve closed

Percobaan pada paru-paru manusia diberikan radius 5.0 mm dan katup kiri dibuka dan
menghasilkan air flow 49.69 untuk paru-paru dikanan, air flow 0.0 untuk paru-paru dikiri dan
tekan intrapleural paru-paru dikira menjadi 0.0 . percobaan selanjutnya pada paru-paru manusia
diberikan radius sebesar 5.0 mm dan katup kiri dibuka dan menghasilkan airflow sebesar 49.69
untuk paru-paru dikanan, air flow 0.0 untukparu-paru kiri dan tekanan intrapleural paru-paru kiri
menjadi 0.0.
Gambar 4.3.7 Radius 5.0 mm paru-paru direset

Pada percobaan terakhir paru-paru manusia radius 5.0 mm, dan direset kembali paru-paru
ke kondisi istirahat normal dan menghasilkan airflow 49.69 untuk paru-apru kanan dan kiri,
paru-paru kembali ke kondisi normal.
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Activity 1 Mengukur Volume Pernapasan dan Menghitung Kapasitas

Tujuan Activity 1
1. Untuk memahami penggunaan istilah ventilasi, inspirasi, ekspirasi, diafragma, interkosta
eksternal, interkostalis internal, otot dinding perut, volume cadangan ekspirasi (ERV),
kapasitas vital paksa (FVC), volume tidal (TV), volume cadangan inspirasi (IRV),
volume sisa (RV), dan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1)
2. Untuk memahami peran otot rangka dalam mekanisme pernapasan
3. Untuk memahami perubahan volume dan tekanan di rongga dada selama ventilasi
paru-paru.
4. Untuk memahami efek radius jalan nafas dan, dengan demikian, hambatan aliran udara

Dua fase ventilasi atau pernapasan adalah inspirasi, di mana udara dibawa ke paru-paru, dan
ekspirasi, di mana udara dikeluarkan dari paru-paru. Inspirasi terjadi sebagai OTOT
INTERKOSTAL EKSTERNAL dan kontrak DIAFRAGMA. Diafragma, biasanya otot
berbentuk kubah, mendatar saat bergerak ke inferior sedangkan otot interkostal eksternal, yang
terletak di antara tulang rusuk, mengangkat tulang rusuk. Tindakan kooperatif ini meningkatkan
volume toraks. Udara masuk ke paru-paru karena peningkatan volume toraks ini menciptakan
ruang hampa parsial.
Selama ekspirasi tenang, otot inspirasi mengendur, menyebabkan diafragma naik ke atas dan
dinding dada bergerak ke dalam. Dengan demikian, THORAX kembali ke bentuk normalnya
karena sifat elastis paru-paru dan dinding toraks. Seperti pada balon yang mengempis, tekanan di
paru-paru meningkat, memaksa udara keluar dari paru-paru dan saluran udara. Meskipun
ekspirasi biasanya merupakan proses pasif, OTOT DINDING PERUT dan OTOT
INTERKOSTAL INTERNAL juga dapat berkontraksi selama ekspirasi untuk memaksa udara
tambahan dari paru-paru. Kadaluwarsa paksa seperti itu terjadi, misalnya, saat Anda berolahraga,
batuk balon meledak atau bersin.
Pernapasan normal dan tenang menggerakkan sekitar 500 ml udara (volume tidal) ke dalam
dan ke luar paru-paru setiap kali bernafas, tetapi jumlah ini dapat bervariasi karena ukuran, jenis
kelamin, usia, kondisi fisik, dan kebutuhan pernapasan seseorang.
Selama pernapasan tenang normal, sekitar 500 ml udara bergerak masuk dan keluar dari
paru-paru dengan setiap napas. Volume pernapasan ini adalah volume tidal (TV). Jumlah udara
yang bisa terinspirasi secara paksa di luar volume tidal (2100 hingga 3200 ml) adalah volume
cadangan inspirasi (IRV).
Volume cadangan ekspirasi (ERV) adalah jumlah udara biasanya 1000 hingga 1200 ml —
yang dapat dikeluarkan paru-paru setelah ekspirasi volume tidal normal. Bahkan
setelahnyaekspirasi paling berat, sekitar 1200 ml udara tersisadi paru-paru; ini adalah volume
sisa (RV), yang membantu menjaga alveoli tetap terbuka dan mencegah kolaps paru.
Kapasitas vital (VC) adalah jumlah total udara yang dapat ditukar.Ini adalah jumlah dari TV,
IRV, dan ERV.Kapasitas paru total (KLT) adalah jumlah dari semua volume paru.

5.2 Activity 2 Pernafasan dengan Spirometer


Spirometri Merupakan pemeriksaan faal paru yang terpenting untuk mendeteksi adanya
obstruksi jalan napas maupun derajat obstruksi. Hambatan aliran udara pernapasan pada
ekspirasi secara spirometri dinyatakan dengan perumusan nilai-nilai Volume Ekspirasi Paksa
detik pertama. VEP1 / FEV1 merupakan parameter yang paling banyak digunakan untuk
menentukan obstruksi, derajat obstruksi, bahkan dapat menilai prognosis (Hadiarto, 1998).
spirometer adalah alat yang mengukur volume udara yang dihirup dan dikeluarkan oleh
paru-paru selama periode waktu tertentu

emphisema breathing Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit yang
ditandai oleh keterbatasan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hal
tersebut menyebabkan kesulitan untuk mengeluarkan udara dari paru-paru. Kesulitan dalam
mengeluarkan udara dari paru-paru ini (obstruksi jalan napas) dapat menyebabkan sesak napas
atau perasaan lelah karena usaha yang lebih keras untuk bernapas. Emfisema merupakan
penyakit pernapasan yang dapat menyebabkan kerusakan alveolar paru. Penyakit ini terjadi di
parenkim paru. Orang yang menderita emfisema biasanya mengalami sesak nafas. Adapun faktor
risikonya meliputi

1. merokok

2. genetik

3. infeksi pernapasan

4. usia

5. jenis kelamin

6. polusi.
Namun merokok merupakan faktor risiko utama yang dapat menyebabkan PPOK dan
emfisema. Selain itu, terdapat juga faktor genetik. Riwayat merokok dan adanya defisiensi alfa-1
antitripsin dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya PPOK dan emfisema. Merokok dapat
menyebabkan penurunan kadar alfa-1 antitripsin serum. Sedangkan pada perokok yang
menderita emfisema, defisiensi alfa-1 antitripsin dapat memperburuk keadaan. Apabila pasien
mempunyai riwayat merokok dan mengalami defisiensi alfa-1 antitripsin, maka emfisema yang
dideritanya akan lebih buruk dari pada pasien yang hanya mempunyai riwayat merokok atau
mempunyai defisiensi alfa-1 antitripsin.

Mekanisme utama yang terjadi adalah penurunan rekoil elastik paru yang menjadi
penyebab air trapping, peningkatan volume dan keteregangan paru serta saluran napas menjadi
rentan kolaps. Hiperinflasi pada emfisema berdampak negatif dapat memperberat inspirasi dan
menimbulkan rasa sesak. Penurunan titik tekanan sama pada emfisema terjadi karena gangguan
rekoil elastik. Penurunan titik ini dapat membuat penutupan saluran napas dini. (J Respir Indo
2019; 39(1): 60-9)

Emfisema mengakibatkan laju ekspirasi berkurang dengan patofisiologi yang berbeda


dibandingkan penyakit saluran napas murni. Masalah utama emfisema adalah hilangnya rekoil
elastik sehingga terjadi kecenderungan paru untuk melawan pengembangan/ekspansi. Salah satu
akibat rekoil elastik berkurang adalah kemampuan alveoli berkurang mengeluarkan udara
ekspirasi. Sebuah analogi sederhana adalah balon diisi udara maka rekoil elastik diibaratkan
sebagai “kekakuan” balon. Volume udara yang sama jika diberikan pada dua balon berbeda,
yang satu lebih kaku dari yang lain maka ketika dibuka lubang udaranya balon yang lebih kaku
akan lebih mudah mengeluarkan udara dibandingkan balon yang kurang kaku. Paru emfisema
diibaratkan seperti balon yang kurang kaku. Gaya yang dihasilkan untuk mengeluarkan udara
ekspirasi lebih rendah dibandingkan paru yang sehat. Konsekuensi emfisema lainnya adalah efek
tidak langsung pada kolapsnya saluran napas yang mengakibatkan terjadi obstruksi karena
alveoli kehilangan rekoil elastik. Rekoil elastik membuat ekspirasi menjadi proses pasif secara
normal menjelaskan obstruksi saluran napas yang dapat terjadi akibat sekret berlebih pada
saluran napas , edema atau hipertrofi otot polos saluran napas dan kehilangan traksi radial
PENURUNAN EQUAL PRESSURE POINT (TITIK TEKANAN SAMA) DAN
EARLY AIRWAY CLOSURE (PENUTUPAN DINI SALURAN NAPAS) Traksi radial
parenkim paru berfungsi untuk menjaga saluran napas kecil tetap terbuka. Kehilangan traksi
radial menyebabkan perubahan bentuk lumen saluran napas dan penutupan dini saluran napas.
Saluran napas konduksi seperti trakea dan bronkus didukung oleh cincin kartilago hialin
sedangkan bronkiolus tidak memiliki kartilago sehingga lebih mudah kolaps akibat perubahan
tekanan di saluran napas atau tekanan intrapleura. Tekanan intrapleura (Ppl) selalu negatif pada
pernapasan normal. Pada ekspirasi aktif kontraksi otot-otot bantu napas (otot abdomen dan
interkostal interna) membuat tekanan intrapleura menjadi positif melebihi tekanan atmosfer
(Patm), sehingga dalam keadaan ini tekanan alveoli (Palv) setara dengan jumlah dari tekanan
intrapleura dan tekanan rekoil elastik paru (Pel).

Perbandingan keadaan emphisema dengan keadaan normal Pada keadaan normal


akan ada gaya traksi radial (dihasilkan oleh jaringan penyokong pada parenkim paru) yang
menarik saluran napas ke arah luar sehingga mencegah kolapsnya saluran napas. Pada emfisema,
karena terjadi kerusakan jaringan penyokong, gaya traksi radial yang dihasilkan jadi berkurang,
(Steven Jonathan: Patofisiologi Emfisema 64 J Respir Indo Vol. 39 No. 1 Januari 2019)
Ekspirasi paksa ditandai dengan tekanan pleura yang positif dan cukup kuat untuk menyebabkan
saluran napas menjadi kolaps. Saluran napas dengan kerusakan jaringan penyokong jadi lebih
mudah kolaps dibandingkan saluran napas normal pada ekspirasi paksa sehingga lebih mudah
terjadi air trapping dan pengurangan laju aliran udara ekspirasi. Penurunan rekoil elastik
mengubah kurva keteregangan paru dan perubahan volume paru terukur. Kurva keteregangan
paru menghubungkan volume paru dan tekanan transpulmoner. Keteregangan berbanding
terbalik dengan rekoil elastik. Tekanan transpulmoner adalah perbedaan tekanan antara alveoli
dan pleura viseral. Besar tekanan alveoli harus melebihi tekanan di pleura viseral agar paru bisa
mengembang saat inspirasi.Paru emfisema memiliki rekoil elastik lebih rendah sehingga
kemampuan melawan ekspansi lebih lemah dibandingkan paru normal. Hal ini menyebabkan
kurva bergeser ke atas dan ke kiri. Mekanisme rekoil elastik pada paru emfisema Pada tekanan
transpulmoner yang sama, paru emfisema memberikan volume paru lebih besar sehingga
keteregangan meningkat dibandingkan paru normal. Bronkitis kronik tanpa emfisema akan
memberikan kurva keteregangan yang normal karena parenkim paru hanya sedikit
terpengaruh.Kondisi apa saja yang mengurangi rekoil elastik paru akan mengakibatkan
peningkatan volume paru dan penyempitan saluran napas.

Asma adalah gangguan inflamasi (radang) kronik saluran nafas dan menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi
(nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
menjelang dini hari (Mangunegoro dkk, 2006). Sampai saat ini patogenesis dan etiologi asma
belum diketahui dengan pasti namun penelitian menunjukan bahwa dasar gejala asma adalah
inflamasi dan respon saluran nafas yang berlebihan (Sundaru dan Sukamto, 2006). Beberapa 4
faktor yang dapat memicu terjadinya asma antara lain : udara dingin, obat-obatan, stress dan
olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga dikenal dengan istilah exercise-induced
asthma (Ikawati, 2007). Asma dicirikan dengan adanya wheezing episodik, kesulitan bernafas,
dada sesak dan batuk. Frekuensi gejala asma sangat bervariasi. Frekuensi gejala asma mungkin
semakin buruk di malam hari (Tierney dkk, 2002). Penanda utama untuk mendiagnosis adanya
penyakit asma antara lain : Mengi pada saat menghirup nafas, riwayat batuk yang memburuk
pada malam hari, dada sesak yang terjadi berulang, dan nafas tersengal-sengal, hambatan
pernafasan yang reversible secara bervariasi selama siang hari, adanya peningkatan gejala pada
saat olahraga, infeksi virus dan perubahan musim, terbangun malam-malam dengan gejala-gejala
seperti diatas (Ikawati, 2007). Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Komplikasi asma antara lain : pneumotoraks,
pneumuoddiastiun dan emfisema subkitis, espargilosis bronkopilmoner alergik, gagal nafas,
bronchitis (Sundaru dan Sukamto, 2006). Pengobatan Asma Tujuan dari terapi asma seperti
ditetapkan oleh National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) tahun 1997
adalah memungkinkan pasien manjalani hidup normal dengan hanya sedikit gangguan atau tanpa
gejala, mencegah akserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan
meningkatkan kualitas hidup penderita (Ikawati, 2007). Pengobatan asma tidak hanya ditujukan
pada pencegahan atau penyembuhan tetapi juga penurunan tingkat respon bronchial. Obat-obat
anti asma tersebut diantaranya adalah inhalasi.

Golongan Short-Acting β2-Agonists (SABA)

1. Salbutamol : mengatasi sesak napas akibat penyempitan pada saluran udara pada
paru-paru (bronkospasme).
2. Terbutaline : bronkodilator (agonis beta-2 reseptor). Obat ini bekerja dengan cara
melemaskan otot paru-paru dan membuka saluran pernapasan, supaya penderita bisa
bernapas dengan lebih lancar.
3. fenoterol HBr : Senyawa ini merupakan merupakan agen simpatomimetik yang bekerja
langsung dan selektif merangsang reseptor beta-2 dalam rentang dosis tertentu.
Sementara untuk reseptor beta-1 terjadi untuk dosis yang lebih tinggi.Reseptor beta-2
berfungsi mengaktifkan adenyl cyclase melalui stimulasi Gs-protein sehingga
menyebabkan meningkatnya aktivitas cyclic AMP dan protein kinase A yang
memfosforilasi protein target di otot polos. Akibatnya fenoterol HBr akan melemaskan
otot polos bronkus dan vaskular dan melindunginya dari stimulasi brokokonstriksi yang
menyempitkan saluran nafas misalnya akibat paparan histamin, udara dingin ataupun
alergen.

Olahraga mempengaruhi fungsi paru-paru pada atlet mengakibatkan peningkatan kapasitas


vital paru dan mengembangkan daya tahan yang lebih besar pada otot pernapasan. Fungsi
pernapasan dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, umur, jenis kelamin, tinggi, berat, dan ras.
Pengembangan paru-paru dan elastisitas dada dengan fungsi neuromuskuler terkoordinasi,
pemeliharaan bernapas dengan bantuan kekuatan toraks dan abdominalis memainkan peranan
penting dalam sebagian besar fungsi pulmonal. Jumlah oksigen yang dapat dimasukan ke dalam
paru ditentukan oleh kemampuan kembang kempisnya sistem pernapasan. Semakin baik kerja
sistem pernapasan berarti volume oksigen yang diperoleh semakin banyak. Dada mengembang
selama inspirasi, saat dinding dada bergerak keatas dan keluar dari pleura parietalis yang melekat
dengan baik pada dinding dada, pleura tersebut juga ikut terangkat. Pleura viseralis mengikuti
pleura parietalis dan volume interior torak terangkat. Paru-paru mengembang untuk mengisi
ruang tersebut dan udara dihisap ke dalam bronkhiolus. Pearce dalam Ad’dien (2011) bahwa :
Kapasitas vital paru diartikan sebagai besarnya volume udara yang diperoleh tubuh dari atmosfir
pada saat sedang berinspirasi (menarik napas) serta dibandingkan dengan sejumlah udara yang
dikeluarkan pada saat ekspirasi (mengeluarkan napas). Dengan demikian maka dapat dikatakan
bahwa kapasitas vital paru erat kaitannya dengan kualitas paru-paru. Umumnya telah mengetahui
peranan penting dari paru-paru dan dengan sendirinya pula kita menghendaki paru-paru sesehat
mungkin. Upaya untuk meningkatkan kemampuan kapasitas vital paru maka memerlukan suatu
latihan tertentu. Dengan adanya kapasitas vital paru yang baik maka individu dapat melakukan
fungsi ventilasi pernafasan dengan baik agar membuat keadaan dan kebugaran fisik yang baik,
namun apabila tidak memiliki kapasitas vital paru yang baik maka dapat mengganggu sistem
pernafasan bahkan dapat mengakibatkan sumbatan jalan nafas secara intermiten akibat dinding
thoraks dan otot pernafasan yang tidak bekerja dengan baik.

5.3 Activity 3 Efek surfaktan dan tekanan intrapleural pada respirasi

Tujuan activity 3 yang paling penting yaitu

 Untuk memahami pengaruh surfaktan pada tegangan dan pada fungsi paru-paru
 Untuk memahami bagaimana tekanan intrapleural negative mencegah paru" kolaps

Tegangan permukaan adalah gaya yang diakibatkan oleh suatu benda yang bekerja pada
permukaan zat cair sepanjang permukaan yang menyentuh benda itu. Tegangan permukaan zat
cair adalah kecenderungan permukaan zat cair untuk menegang,sehingga permukaannya seperti
ditutupi oleh suatu lapisan elastis. Tekanan intrapleura adalah tekanan yang timbul pada cavum
intrapleura. Tekanan intrapleura atau kadang-kadang disebut tekanan recoil adalah tekanan
negativedalam ruang intrapleura yang diperlukan untuk mencegah pengempisan paru-paru.

Biasanya besarya -4 mmHg. Pada inspirasi dalam, paru-paru mengembang sangat besar.
Tekanan intrapleural yang diperlukan untuk mengembangkan paru-paru dapat mencapai -9
sampai dengan -12 mmHg. Tekanan ruang intrapleural lebih negative daripada tekanan cairan
intrapleural (-10 mmHg). Sedangkan tekanan permukaan pleural (+6 mmHg). Jadi berarti
tekanan intrapleural = jumlah tekanan cairan intrapleural dan tekanan permukaan intrapleural.

Pneumothorax adalah suatu keadaan yang menyebabkan paru-paru mengempis.


Atelektasi adalah suatu kondisi dimana paru-paru tidak dapat mengembang secara sempurna.
Atelektasi timbul karena alveoli menjadi kurang berkembang atau tidak berkembang, sedangkan
Pneumothorax timbul karena udara masuk kedalam rongga pleura.

Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 - 4 minggu dengan terbentuknya trakea dari
esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga udara yang terminal termasuk epitel dan kapiler,
serta diferensiasi pneumosit tipe I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi namun jarak
antara kapiler dan rongga udara masih 2 -3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa. Setelah 30
minggu terjadi pembentukan bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli sejak 32 – 34
minggu. Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20 minggu tapi belum
mencapai permukaan paru. Muncul pada cairan amnion antara 28-32 minggu. Level yang matur
baru muncul setelah 35 minggu kehamilan. Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada
rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama ekspirasi.
Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan pada sistem pertahanan terhadap
infeksi. (4),(9) Komponen utama surfaktan adalah Dipalmitylphosphatidylcholine (lecithin) – 80
%, phosphatidylglycerol – 7 %, phosphatidylethanolamine – 3 %, apoprotein (surfactant protein
A, B, C, D) dan cholesterol. Dengan bertambahnya usia kehamilan, bertambah pula produksi
fosfolipid dan penyimpanannya pada sel alveolar tipe II. Protein merupakan 10 % dari surfaktan.,
fungsinya adalah memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan udara-cairan di
alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan surfaktan.

Surfaktan disintesa dari prekursor di retikulum endoplasma dan dikirim ke aparatus Golgi
melalui badan multivesikular. Komponen-komponennya tersusun dalam badan lamelar ,yaitu
penyimpanan intrasel berbentuk granul sebelum surfaktan disekresikan. Setelah disekresikan
(eksositosis) ke perbatasan cairan alveolus, fosfolipid-fosfolipid surfaktan disusun menjadi
struktur kompleks yang disebut mielin tubular Mielin tubular menciptakan fosfolipid yang
menghasilkan materi yang melapisi perbatasan cairan dan udara di alveolus, yang menurunkan
tegangan permukaan. Kemudian surfaktan dipecah, dan fosfolipid serta protein dibawa kembali
ke sel tipe II, dalam bentuk vesikel-vesikel kecil ,melalui jalur spesifik yang melibatkan
endosom dan ditransportasikan untuk disimpan sebagai badan lamelar untuk didaur ulang.
Beberapa surfaktan juga dibawa oleh makrofag alveolar Satu kali transit dari fosfolipid melalui
lumen alveoli biasanya membutuhkan beberapa jam. Fosfolipid dalam lumen dibawa kembali ke
sel tipe II dan digunakan kembali 10 kali sebelum didegradasi. Protein surfaktan disintesa
sebagai poliribosom dan dimodifikasi secara ekstensif di retikulum endoplasma, aparatus Golgi
dan badan multivesikular. Protein surfaktan dideteksi dalam badan lamelar sebelum surfaktan
disekresikan ke alveolus.

Pada saat inspirasi tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat
lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume paru diakibatkan oleh pembesaran
rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat 2 faktor, yaitu faktor thoracal dan
abdominal. Faktor thoracal (gerakan otot-otot pernafasan pada dinding dada) akan memperbesar
rongga dada ke arah transversal dan anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi
diafragma) akan memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat membesarnya rongga dada
dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap sehingga mengembang dan
volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya
O2 akan bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke
kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus.

Sebaliknya, pada proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari
tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan mengakibatkan rongga
dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada kavum pleura menjadi lebih positif dan
mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang
kaya CO2 akan keluar dari peru-paru ke atmosfer.
BAB 6.KESIMPULAN
1. Ventilasi atau bernapas terdiri dari dua fase yaitu yaitu
(1) inspirasi ketika udara memasuki paru dan
(2) ekspirasi ketika udara keluar dari paru.
Inspirasi terjadi ketika otot interkostal internal dan diafragma berkontraksi menyebabkan
volume thorax meningkat. Tekanan didalam paru lebih rendah dari tekanan di lingkungan
sehingga menyebabkan udara masuk. Ekspirasi terjadi ketika otot-otot pernapasan berelaksasi
dan menyebabkan tekanan di paru kembali meningkat sehingga udara terdorong keluar paru.
Pada ekspirasi paksa otot-otot abdominal dan otot interkostal internal juga berkontraksi untuk
mengeluarkan lebih banyak udara kelua paru.

2. Pernapasan normal memilki volume tidal sebesar 500 ml. Selain volume tidal, penilaian
fungsi paru melalui spirogram juga meliputi: volume cadangan inspirasi, kapasitas inspirasi,
volume cadangan ekspirasi, volume residual, kapasitas residual fungsional, kapasitas vital.
Kapasitas paru total, dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik.

3. Ventilasi dipengaruhi oleh besarnya radius jalan napas. Ketika radius diperkecil akan
menyebabkan penurunan airflow sehingga kapasitas fungsi paru secara umum juga
mengalami penurunan. Hal ini memberikan gambaran pada keadaan paru sebenarnya ketika
terjadi penyakit paru obstruktif atau restriktif yang menyebabkan radius jalur napas lebih kecil
sehingga terjadi penurunan nilai kapasitas paru terutama volum ekspirasi paksa (FEV1).

4. Pada pasien normal nilai volume respirasi TV : 500 ml, ERV : 1500 ml, IRV : 3000 ml , RV :
1000 ml, FVC : 5000 ml, TLC : 6000 ml, FEV1 : 4000 ml dan FEV1 (80%).

5. Pada pasien emfisema terjadi perubahan nilai volume respirasi berupa IRV, RV, FVC, FEV1
dan FEV1 (%), hal ini dikarenakan berkurangnya keelastisitasan dari alveoli. Pada pasien
asma terjadi perubahan nilai volume respirasi berupa TV, ERV, IRV, RV, FVC, FEV1 dan
FEV1 (%), hal ini dikarenakan pada asma terjadinya penyempitan saluran pernapasan, maka
jumlah udara yang dapat dihembuskan dengan cepat akan berkurang juga.

6. Surfaktan meningkatan aliran udara karena menurunkan tegangan permukaan alveoli.

7. Tekanan intrapleura selalu lebih kecil dibandingkan tekanan intraalveolar.

8. Masuknya udara ke dalam pleura, akan meningkatkan tekanan intrapleura sehingga tekanan
intapleura sama dengan tekanan atmosfer, sehingga paru kolaps karena tekanan alveoli lebih
rendah dibanding dengan tekanan intrapleura.

9. Jika tekanan intrapleura lebih besar dibanding tekanan intaalveolar maka akan terjadi
pneumotoraks dan akan berlanjut menjadi atelektasis.
Daftar Pustaka

Astrand P.O., and K. Rodahl. 1986. Textbook of work physiology. 3rd ed. New York:
McGrawHill Book Company.
Brunner dan Suddart. 1994. Keperawatan Medikal Bedah I, edisi 8, Vol. 1. EGC : Jakarta.
Ganong, Wiliam F. 2003. Fisiologi Saraf dan Sel Otot, Edisi 20. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Green HJ. 2008. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Bina Aksara Rupa. Guyton AC, Hall JE. 2006.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Penerjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pearce EC. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedi. Jakarta: Gramedia.
Penuntun Praktikum Fisiologi Modul Respirasi Tahun Ajaran 2015
Sherwood, Laurale. 2013. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai