DISUSUN OLEH :
Tujuan diadakannya penelitian ini untuk mendeteksi hubungan antara stressor organisasi
dan performa kerja kepengurusan dan dampak pada anggotanya. Penelitian dilakukan
menggunakan desain penelitian cross – sectional study kualitatif dengan metode survei. Sampel
penelitian diambil 52 orang dari total populasi kepengurusan Hima Manajemen Unpad 79 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner Survei Tingkat Stres Berorganisasi
Tingkat Mahasiswa Manajemen Unpad.
Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat stres yang tinggi memiliki
hubungan dengan posisi jabatan, tingginya beban kerja, dan lingkungan kerja organisasi. Hasil
penelitian juga mengungkapkan strategi coping mechanism yang dipilih pengurus dalam
menangani stres dalam berorganisasi. Skala tingkat stres yang ditunjukkan survei menunjukkan
indikator cukup tinggi yang mana diidentifikasi sebagai tingginya stressor kerja yang diberikan
lingkungan organisasi kepada anggotanya memanglah nyata.
Saran yang diberikan kepada Hima Manajemen Unpad dalam mengatasi dan sebagai
langkah preventif adanya stres dalam berorganisasi adalah mengadakan program konselor dan
menerapkan waktu kerja efektif bagi anggotanya.
Kata Kunci: Stres dalam berorganisasi, Stressor kerja, Himpunan Mahasiswa Manajemen
Unpad
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan penelitian 5
1.4 Manfaat penelitian 5
BAB II 6
TINJAUAN TEORI 6
2.1. Karakteristik 6
2.2. Kerangka Teoritik 8
BAB III 10
METODE PENELITIAN 10
3.1. Teknik Pengumpulan Data 10
3.2. Teknik Analisis Data 10
BAB IV PEMBAHASAN 11
4.2. Hasil Penelitian dan Diskusi 11
4.2.1 Pengaruh posisi jabatan dalam kepengurusan terhadap indikator tingkat stres 11
4.2.2 Kepekaan kepengurusan Hima Manajemen Unpad terhadap definisi stres dalam
berorganisasi 12
4.2.3 Skala tingkat stres yang dialami anggota kepengurusan Hima Manajemen Unpad 13
4.2.4 Analisis mayoritas stressor yang menyebabkan stres dalam berorganisasi 13
4.2.5 Hubungan dampak stres dalam berorganisasi dengan performa kinerja anggota 14
4..2.6 Hubungan dampak stres dalam berorganisasi dengan hubungan sosial anggota 15
4.2.7 Strategi coping mechanism yang dipilih anggota kepengurusan dalam menangani stres
dalam berorganisasi 15
4.2.8 Pengaruh banyaknya kegiatan organisasi yang diikuti dengan tingkat stres anggota 16
4.2.9 Tingkat penerapan konsep work-life balance dalam kehidupan berorganisasi 16
BAB V PENUTUP 18
5.1 Simpulan 18
5.2 Saran 18
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan ridhonya sehingga
dengan izin - Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Stress Dalam
Berorganisasi”. Laporan penelitian ini merupakan tugas mata kuliah Perilaku Keorganisasian
program studi Manajemen Universitas Padjadjaran. Dalam penyusunan laporan ini, penulis
mendapat bantuan, dorongan, semangat dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Wa Ode Zusnita Muizu, S.E.,
M.Si. selaku Ketua Program Studi S1 Manajemen Universitas Padjadjaran dan Dosen mata
kuliah Perilaku Keorganisasian, serta rekan-rekan pengurus Hima Manajemen Universitas
Padjadjaran sebagai responden dari penelitian ini
Akhirnya penulis menyadari segala keterbatasan yang ada, untuk itu, saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga
tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
BAB I
PENDAHULUAN
Stressor bisa datang dari manapun dan kapanpun. Hal ini menjadikan stres memiliki
prevalensi yang cukup tinggi. Bahkan, stres digolongkan WHO sebagai penyakit dengan
peringkat ke-4 di dunia dengan 350 juta penderita. Salah satu stressor terbesar yang dialami
individu adalah stressor yang berasal dari tekanan pekerjaan. Terlebih lagi, menurut penelitian
Savvy Sleeper pada 2019, Jakarta menjadi kota dengan tingkat stres kerja tertinggi ke-6 di dunia.
Faktanya, stres dalam bekerja tidak hanya dialami oleh orang dewasa. Psikolog Tara de Thouars
mengungkapkan usia 20-29 tahun merupakan kategori usia yang paling rawan stres. Hal ini
disebabkan pada usia sekian, individu memiliki tekanan serta tanggung jawab dalam memilih
keputusan krusial dalam hidup. Umumnya, sebagian besar mahasiswa juga termasuk dalam usia
“dewasa muda”. Prevalensi mahasiswa yang mengalami stres adalah 38-71% di dunia. Di Asia
sendiri, presentasi serupa mencapai 39,6- 61,3% (habeeb 2010, koochaki 2009) Indonesia
memiliki tingkat stres mahasiswa sebesar 36,7-71,6% (Fitasari 2011).
Stres pada mahasiswa didapat dari beberapa faktor mulai dari tekanan akademik,
kehidupan sosial, dan kegiatan di luar akademik termasuk organisasi. Mahasiswa yang mengikuti
kegiatan organisasi memiliki kecenderungan stres lebih tinggi. Analoginya adalah semakin
banyak tanggung jawab yang harus ditanggung, semakin tinggi juga tingkat stres yang dialami
oleh mahasiswa. Hal ini karena organisasi dapat memberikan beberapa indikator stressor
sekaligus seperti penekanan tambahan dalam akademik dan kehidupan sosial. Stres kerja dapat
juga berasal dari organisasi. Stres kerja yang ditimbulkan aktivitas organisasi dapat
menimbulkan gangguan fisik dan emosional bagi anggotanya (Ivancevich,2006).
Program Studi Manajemen Universitas Padjadjaran merupakan salah satu prodi yang
sebagian besar mahasiswanya aktif berkegiatan di luar akademik. Meskipun begitu, mahasiswa
Manajemen UNPAD yang aktif berorganisasi tetap memiliki minat yang tinggi dalam prestasi
akademik. Demi mengetahui tingkat stres yang ditimbulkan organisasi pada mahasiswa, survei
diberikan kepada mahasiswa manajemen yang tergabung dalam kepengurusan HIMA. Setelah
melakukan survei pendahuluan tersebut dan berdasar pada rantai permasalahan yang telah
diidentifikasi, peneliti memutuskan untuk membuat laporan penelitian dengan judul: “Analisis
Tingkat Stres Berorganisasi Pada Pengurus Himpunan Mahasiswa Manajemen Universitas
Padjadjaran.”
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut: Bagaimana tingkat stres yang ditimbulkan organisasi Himpunan Mahasiswa Manajemen
Unpad dapat mempengaruhi anggotanya baik pada performa kerja maupun aktualisasi diri.
TINJAUAN TEORI
Cara kedua, pandangan yang meluas tentang pekerjaan dan kehidupan pribadi,
tampaknya didukung oleh lebih banyak bukti daripada dampak kompensasi. Menurut teori
spillover, kebahagiaan atau ketidakpuasan kerja tumpah ke dalam kehidupan pribadi dan
sebaliknya. Jika seorang karyawan memiliki karir yang memuaskan, misalnya, kepuasan ini
dianggap memiliki dampak yang menguntungkan pada rumah dan kehidupan pribadi mereka.
Stres di tempat kerja dan pribadi tentu bukan pengalaman yang tidak biasa. Pekerjaan
yang berlebihan, bos yang mengganggu, masalah komputer, kendala waktu, perampingan,
merger, posisi yang tidak direncanakan dengan baik, perawatan lansia, perselisihan perkawinan,
krisis keuangan, terorisme, dan tingkat perubahan yang cepat adalah semua faktor yang perlu
dipertimbangkan yang dapat menyebabkan stres pada karyawan maupun non-karyawan.
2.1. Karakteristik
Stres didefinisikan oleh stimulus sebagai kualitas atau peristiwa yang berpotensi
menyebabkan gangguan. Stres juga didefinisikan sebagai respons parsial terhadap rangsangan
yang dikenal sebagai stressor dalam definisi respons. Stresor adalah kejadian atau skenario
eksternal yang berpotensi merusak atau mengancam. Namun, stres lebih dari sekadar reaksi
terhadap stresor. Stres adalah hasil interaksi antara stimulus eksternal (stressor) dan respon
individu.
Stres memiliki berbagai konsekuensi. Stress dapat memicu beberapa dampak yang
positif, seperti motivasi diri dan kegembiraan untuk mencapai tujuan dan sasaran pribadi.
Meskipun demikian, efek samping terkait stres tertentu berdampak negatif, kontraproduktif, dan
bahkan mematikan. Seperti pada gambar diatas, ada efek yang terkait dengan stres yang terlalu
sedikit hingga terlalu banyak, walaupun tidak berlaku bagi semua orang.
3. Faktor penyebab stress karena pekerjaan, seperti beban di tempat kerja, hubungan
yang tidak baik dengan atasan, bahkan saat akan menjalani wawancara pekerjaan
atau karena tidak memiliki pekerjaan.
4. Faktor penyebab stress karena masalah kehidupan sosial, seperti menjadi korban
pelecehan, menjalani proses peradilan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dari definisi bahwa stres adalah respon terhadap tindakan,
situasi, atau peristiwa yang menempatkan tuntutan khusus pada individu dapat dilihat lebih jelas
dari tabel berikut.
3) Dukungan keluarga
keluarga mempunyai dampak besar terhadap tingkat stres seseorang,
diakui secara umum. Situasi keluarga seperti anggota keluarga ada yang
bertengkar, sakit, atau relasi buruk dengan orangtua, pasangan, ataupun
anak-anak, dapat bertindak sebagai stressor yang signifikan pada
karyawan.
B. Stressor Organisasi (penyebab stres yang berasal dari organisasi itu sendiri.)
1) Kebijakan atau peraturan pimpinan yang terlalu otoriter terhadap
karyawan
Pemimpin yang terlalu otoriter memberikan tekanan lebih bagi karyawan
yang dapat menyebabkan stress yang berlebihan / tidak nyaman selama
bekerja
2) Ketidakjelasan tugas
Karyawan dibingungkan oleh tugas yang diberikan, dapat berupa beban
atau tugas yang diberikan tidak sesuai dengan bidang pekerjaan namun
perusahaan menuntut agar dapat mengerjakan tugas tersebut.
C. Stressor Kelompok
METODE PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian
ini, kami menggunakan jenis pendekatan yaitu kuantitatif. Kami telah melakukan survey
terhadap lebih dari 50 orang mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis di universitas padjadjaran
yang tergabung dalam organisasi himpunan mahasiswa (HIMA). Dalam penelitian ini, data
diperoleh dari dua sumber yaitu data primer dan sekunder. Data primer didapat dari pembagian
kuesioner yang berisi tentang indikator atau tingkat stress mahasiswa dalam berorganisasi dan
data sekunder didapatkan dari struktur organisasi, gambaran umum, serta sumber dari internet.
Penelitian ini menggunakan jenis teknik analisis data deskriptif dimana kami
mendapatkan informasi dari survei yang telah kami buat dan dipadukan dengan data-data
terdahulu dari internet.
BAB IV
PEMBAHASAN
Stress dalam organisasi diteliti dengan tujuan untuk menemukan solusi dan langkah
preventif yang bisa dilakukan untuk menurunkan tingkat stress yang dialami oleh para pengurus
Hima Manajemen. Dengan adanya langkah solutif dan preventif terhadap isu tersebut,
diharapkan mampu membantu Hima Manajemen Unpad dalam meningkatkan kinerja dan
performa serta meminimalisir efek demotivasi, burnout, dan akibat-akibat stress lainnya terhadap
para pengurus organisasi.
Penelitian ini merupakan penelitian yang difokuskan terhadap pengurus aktif organisasi
Himpunan Mahasiswa Manajemen Universitas Padjadjaran. Sebagai bahan kajian data yang
didapatkan untuk penelitian, peneliti melakukan aktivitas penyebaran survei menggunakan
platform Google Formi kepada pengurus Hima Manajemen.
Observasi dan dokumentasi telah dilakukan selama penelitian berlangsung hingga pada
akhirnya peneliti mampu mengumpulkan data dengan jumlah yang cukup sehingga dapat
dianalisis menjadi sebuah informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Seperti yang telah peneliti paparkan pada Bab II, stres dapat didefinisikan sebagai
respons parsial terhadap rangsangan yang dikenal sebagai stressor dalam definisi respons.
Berikut peneliti mengambil 5 sampel mayoritas jawaban yang dijadikan gambaran terhadap
pemahaman para pengurus Hima terhadap definisi stress.
Apabila melihat 5 sampel tersebut, bisa kita pahami bahwa pengurus Hima memandang
stress dalam definisi stimulus. Seperti yang bisa dilihat beberapa definisi dari stress yang telah
disampaikan merupakan gambaran penyebab atau stress dalam berorganisasi. Namun menurut
Gibson, ada baiknya kita memandang stress sebagai respon maupun hubungan antara stressor
dan stress itu sendiri. Contoh yang benar dari respon terhadap stressor tersebut bisa dilihat dari
jawaban beberapa responden penelitian, dimana mereka mampu mendefinisikan stress sebagai:
“Perasaan tertekan selama menjalankan kegiatan atau tugas organisasi
Tekanan yang dirasakan seseorang, berpengaruh terhadap penurunan kinerja dalam
berorganisasi.”
4.2.3 Skala tingkat stres yang dialami anggota kepengurusan Hima
Manajemen Unpad
Merujuk pada gambar di atas frekuensi stres dalam berorganisasi yang cukup tinggi
berada pada skala 6-7. Menurut peneliti, angka ini bisa terbilang tidak terlalu tinggi namun juga
tidak rendah. Namun, apabila melihat responden yang mengisi angka 3, 2, dan 1 sangat minim
jumlahnya bahkan tidak ada sama sekali pada angka 1. Ini menunjukkan bahwa populasi yang
diteliti memiliki kecenderungan yang cukup tinggi untuk merasakan stress dalam keseharian
mereka berorganisasi.
Pada poin ini peneliti mencoba untuk mencari stressor atau penyebab stress yang dialami
oleh para pengurus Hima Manajemen.Sesuai dengan pengalaman di lapangan ketika
berorganisasi didukung dengan konsep-konsep workplace stress akhirnya peneliti memutuskan
untuk mencantumkan 7 potensi stressor yang ditemui oleh responden.
Setelah mendapatkan cukup banyak data dari para responden peneliti mampu
mendapatkan informasi mengenai stressor dengan persentase tertinggi di lingkungan pengurus
Hima. Seperti yang bisa dilihat pada grafik diatas sebesar 43,8% responden menyebutkan faktor
penyebab stress yang mereka alami adalah tugas organisasi yang menumpuk.
Hal ini tidak terlalu mengejutkan melihat banyaknya tugas yang perlu dikerjakan oleh
mahasiswa khususnya pengurus aktif Hima Manajemen baik secara akademik maupun non-
akademik. Pada poin tersebut kita bisa lihat bahwasanya ini termasuk kepada … kuantitatif. Hal
ini berarti pekerjaan dengan kuantitas yang terlalu banyak dibebankan kepada seseorang
sehingga orang tersebut merasa kewalahan dan tidak bisa menyelesaikan semua pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
Setelah mengetahui stressor atau stimulus terhadap stress yang dialami oleh responden
penelitian, peneliti kemudian mencoba untuk mencari data mengenai outcome atau akibat dan
dampak dari stress tersebut. Untuk menganalisis dampak yang dialami berikut sampel yang bisa
dilihat
Dapat disimpulkan bahwa stress yang dialami dalam berorganisasi mampu memberikan
dampak yang cukup signifikan terhadap kinerja seseorang menjalankan tugasnya di organisasi.
Dari hasil survey yang didapat, peneliti kemudian menemukan bahwa mayoritas responden
mengalami penurunan kinerja maupun demotivasi terhadap pekerjaan yang mereka emban.
4..2.6 Hubungan dampak stres dalam berorganisasi dengan hubungan sosial
anggota
Dengan melihat grafik diatas dapat kita lihat bahwa perbandingan antara responden yang
merasa stress dalam berorganisasi berdampak dan tidak berdampak pada orang di sekitar tipis
perbedaannya. Ini berarti apabila jumlah responden kemudian berubah, bisa saja terjadi
kebalikan dari apa yang grafik ini nyatakan.
Setelah peneliti mengetahui stressor dan outcome yang dirasakan oleh pengurus Hima
perlu diketahui apa saja langkah solutif yang bisa dilakukan atau telah dilakukan oleh responden
dalam menangani stress ketika berorganisasi. Hasil yang didapat dari pertanyaan ini sangat
krusial untuk mendapatkan kesimpulan dan saran yang tepat dalam penelitian ini. Karna pada
pertanyaan ini peneliti mencoba untuk mencari langkah solutif dan menentukan langkah
preventif yang kemudian dapat menjadi manfaat untuk para pengurus aktif organisasi.
Seperti yang bisa dilihat mayoritas responden memilih untuk beristirahat ketika mereka
dihadapkan dengan stress dalam berorganisasi. Hal ini sangat sinkron dengan stimulus stress
yang telah peneliti dapatkan dari responden pada pertanyaan sebelumnya, yaitu tugas organisasi
yang menumpuk dan deadline yang terkesan terlalu dekat. Ini berarti para responden akan
cenderung membutuhkan waktu untuk beristirahat, berhenti sejenak dari pekerjaan yang bersifat
overload secara quantity.
Data menunjukkan bahwa mayoritas responden hanya aktif dalam organisasi Hima Manajemen
dan tidak memilih organisasi lain selain Hima. Banyaknya hasil survei yang menunjukkan
banyaknya organisasi lain yang diikuti pengurus juga mengidentifikasikan tingginya beban yang
ditanggung pengurus Hima Manajemen sehingga menambah kecenderungan stres.
Tujuan utama dari managing workplace stress adalah untuk mencapai keseimbangan atau
Work-Life Balance. Dengan Work-Life Balance kita sebagai seorang manusia akan mampu
mengatur kinerja pekerjaan dengan maksimal tanpa mengorbankan kehidupan, kesehatan mental
kita selama menjalani nya. Hal ini sangat penting karena dengan keseimbangan hidup yang
buruk bisa menjadi efek yang cukup besar dalam jangka waktu lama.
Apabila kita tidak bisa me-manage stress, ada kemungkinan stress tersebut akan
berkembang menjadi sesuatu yang lebih membahayakan terutama terhadap kesehatan mental.
Stress pada dasarnya merupakan bagian normal dari kehidupan kita sebagai manusia, namun
stress yang berlebih dan stress yang terlalu berat justru akan sangat merugikan. Selain
dampak-dampak psikologis seperti pembuatan keputusan yang buruk, kekurangan kendali
motorik tubuh, stress juga bisa menimbulkan dampak fisiologis seperti tekanan darah yang
tinggi.
Grafik diatas menunjukan sekitar 53% responden telah menerapkan konsep Work-Life
balance dalam berorganisasi. Namun lagi-lagi persentase ini sangatlah tipis dibandingkan dengan
mereka yang tidak menerapkan Work-Life balance. Ini artinya hampir setengah dari pengurus
aktif Hima Manajemen sangat rentan terhadap dampak berat dari stress dalam berorganisasi.
Apabila dibiarkan terlalu lama, ini mampu memberikan efek yang signifikan terhadap kinerja
individu, maupun gerak organisasi secara keseluruhan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan diskusi yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Posisi jabatan dalam kepengurusan organisasi turut mempengaruhi tingkat stres anggota
dalam berorganisasi.
2. Sebagian besar pengurus mendefinisikan stres dalam berorganisasi secara stimulus.
3. Skala tingkat stres dalam berorganisasi menunjukkan pada indikator “Cukup Tinggi”.
4. Stressor tertinggi penyebab stres dalam berorganisasi meliputi banyaknya tugas
organisasi yang menjadi tekanan bagi anggota.
5. Ada hubungan antara dampak stres dalam berorganisasi dengan performa kinerja
anggotanya.
6. Stres dalam berorganisasi tidak memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan sosial
anggota.
7. Istirahat menjadi pilihan coping mechanism mayoritas pengurus dalam menangani stres
berorganisasi
8. Jumlah tekanan dan beban yang lebih tinggi akan menyebabkan semakin tingginya pula
tingkat stres.
9. Lebih dari setengah responden, yaitu 53%, telah menerapkan konsep work-life balance
dalam kehidupan berorganisasi.
5.2 Saran
Disarankan kepada pengurus maupun penanggung jawab Hima Manajemen Unpad lebih
meningkatkan awareness terhadap gejala dan dampak stres dalam berorganisasi. Disarankan pula
bagi Hima Manajemen Unpad mengadakan program konseling bagi anggota kepengurusannya
terkait stress management untuk menghindarkan dari dampak yang krusial pada individu itu
sendiri. Hima Manajemen Unpad juga bisa menerapkan jam kerja efektif untuk mencegah
adanya workload yang berlebihan dalam berorganisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Judge, Tim, and Stephen P. Robbins. Organizational Behavior. Pearson, 2013. Accessed 27
March 2022.