Anda di halaman 1dari 8

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Dr. Agustina, M.Pd.


Widyaiswara Ahli Muda BDK Palembang

Abstrak

Terdapat banyak model-model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan dalam


implementasi kurikulum di lapangan. Artikel ini menjawab pertanyaan, “Model pengembangan
kurikulum apa saja yang dikembangkan oleh para ahli kurikulum dan bisa dijadikan dasar untuk
mengemnbangkan kurikulum pendidikan dan pelatihan?”. Disebutkan bhawa secara garis besar
terdapat delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the administrative (line staff), the grass
roots, Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s inverted model, Rogers interpersonal
relations,Systematic action, dan Emerging technical model. Ada pula yang mengklasifikasikan
model-model ini ke dalam dua grup besar model pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan
model Roger. Dalam uraian dijabarkan bagaiaman implementasi dari model-model
pengembangan kurikulum tersebut berdasarkan tinjauan literatur.

Kata Kunci: Model, Pengembangan Kurikulum

I. Pembahasan
Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli.
Sukmadinata (2005:161) menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the
administrative (line staff), the grass roots, Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s
inverted model, Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan Emerging technical
model. Sedangkan Idi (2007:50) mengklasifikasikan model-model ini ke dalam dua grup
besar model pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan model Roger. Masing-masing
kelompok memuat beberapa model yang telah diklasifikasikan oleh Sukmadinata di atas.

Mod

II. Pendahuluan
Pengambangan kurikulum merupakan bagian yang sangat penting dalam system
pendidikan dan pelatihan. Dalam mengembangkan kurikulum, pengembang kurikulum
utamanya bukan ingin menghasilkan bahan pelajaran/muatan pelatihan namun lebih dari itu
adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan. Adapun proses
pengembangan kurikulum pendidikan dan pelatihan memerlukan model yang dijadikan
acuan teroritis untuk melaksanakan suatu pengembangan tersebut. Model atau konstruksi
merupakan ulasan teroritis tentang suatu konsepsi dasar, yang bisa diperguanakn untuk
mengembangkan kurikulum menuju proses belajar mengajara untuk mencapai dan
meningkatkan kualitas pendidikan.
Pelaksanaan kurikulum di lapangan biasanya menggunakan model yang dianggap
cocok untuk diterapkan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan. Terdapat banyak model-
model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan dalam implementasi kurikulum di
lapangan. Artikel ini menjawab pertanyaan, “Model pengembangan kurikulum apa saja yang
dikembangkan oleh para ahli kurikulum dan bisa dijadikan dasar untuk mengemnbangkan
kurikulum pendidikan dan pelatihan?”.

III. Pembahasan
Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli.
Sukmadinata (2005:161) menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the
administrative (line staff), the grass roots, Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s
inverted model, Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan Emerging technical
model. Sedangkan Idi (2007:50) mengklasifikasikan model-model ini ke dalam dua grup
besar model pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan model Roger. Masing-masing
kelompok memuat beberapa model yang telah diklasifikasikan oleh Sukmadinata di atas.

1. Model Zais
Robert S.Zais mengemukakan empat macam model pengembangan kurikulum. Antara
lain:
a. Model Administratif
Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling
banyak dikenal. Diberi nama model administrasi atau line staff karena inisiatif dan
gagasan pengembangan datang dari administrator pendidikan dan mengunakan
prosedur administrasi. Model pengembangan ini bersifat sentralisasi. Cara kerjanya
yaitu atasan – bawahan (top – down) Kerjanya model ini adalah pejabat pendidikan
membentuk panitia pengarah yang biasanya terdiri atas pengawas pendidikan, kepala
sekolah dan staf pengajar inti. Panitia pengarah ini bertugas merencanakan
memberikan pengarahan tentang garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah
dan tujuan umum pendidikan. Selesai pekerjaan tersebut mereka menunjuk kelompok
kerja sesuai dengan keperluan anggota, kelompok kerja umumnya terdiri atas staf
pengajar dan spesialis kurikulum. Tugasnya adalah menyusun tujuan khusus, isi dan
kegiatan belajar. Hasil pekerjaan direvisi oleh panitia pengarah. Bila dipandang perlu,
akan diadakan uji coba untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya.
Dari uraian mengenai model pengembangan kurikulum administratif kita dapat
menandai ada 2 kegiatan di dalamnya yaitu kegiatan penyiapan para pelaksana
kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar dapat melaksanakan kurikulum
dengan baik, dan kegiatan evaluasi.
b. Model Grass Roots
Model Grass Roots dimulai dari bawah, yaitu gagasan guru-guru sebagai pelaksana
pendidikan di sekolah. Model Grass Roots lebih demokratis karena pengembangan
dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat
dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifek menuju bagian-bagian yang lebih besar.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum
model Grass Roots, di antaranya:
1) guru harus memiliki kemampuan yang propesional;
2) guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyeselaian permasalahan
kurikulum;
3) guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan
penentuan evaluasi;
4) seringnya pertemuan pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan,
perinsip, maupun rencana-rancana.
Ada beberapa hal yang harus diantisipasi dalam model ini, diantaranya adalah akan
bervariasinya sistem kurikulum di sekolah karena menerapkan partisipasi sekolah dan
masyarakat secara demokratis. Sehingga apabila tidak terkontrol (tidak ada kendali
mutu), maka cendrung banyak mengabaikan kebijakan dari pusat. (E. Mulyasa, 2006:
99 – 100)
c. Model Terbalik Hilda Taba
Model yang dikemukakan Hilda ini berbeda dengan cara lazim yang bersifat deduktif
karena caranya bersifat induktif. Itulah sebabnya ini dinamakan model
terbalik.Model ini diawali justru dengan percobaan, kemudian baru penyusunan dan
kemudian penerapan. Hal ini dimaksudkan untuk meneukan antara teori dan praktek.
Pengembangan model ini dilakukan dengan lima tahap, yaitu:
- Menyusun unit-unit kurikulum yang ada dan diujicobakan oleh staf pengajar
- Mengujicobakan untuk mengetahui kesahihan dan kelayakan kegiatan belajar
mengajar.
- Menganalisis dan merevisi hasil uji coba, serta mengkonsolidasikannya.
- Menyusun kerangka teroritis.
- Menyusun kurikulum yang dikembangkan secara menyeluruh dam
mengumumkannya.
d. Model pemecahan masalah (action research model).
Kurikulum model ini sudah melibatkan seluruh komponen pendidikan yang meliputi
siswa, orang tua guru, srta system sekolah sukmadinata (2005: 169) menyebutkan ada
dua langkah dalam penyusunan kurikulum jenis ini:
- Melakukan kajian tentang data-data yang dikumpulkan sebagai bahan penyusunan
kurikulum, data yang dikumpulkan hendaknya valid dan riabel agar dapat
digunakan sebagai dasar yang kuat karena data yang lemah akan mengakibatkan
kesalahan dalam pengambilan keputusan.
- Melakukan implementasi atas keputusan yang dihasilkan pada langkah pertama.
Dari proses ini akan diperoleh data-data (informasi) baru yang dimanfaatkan untuk
mengefaluasimasalah-masalah yang muncul di lapangan sebagai tindak lanjut
untuk memperbaiki kurikulum.
Adapun dalam beberapa kajian lain selain dari empat model yang telah di
kemukakan di atas, ada beberapa model kurikulum yang lain yaitu;
a. The Demonstration Model
Model demontrasi pada dasarnya bersifat grass-root, datang dari bawah. Model ini
diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli
yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala
kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum
atau mencakup keseluruhan kurikulum.
b. Beauchamp’s System Model
Beauchamp mengemukakan lima langkah proses pengembangan kurikulum seperti
yang dikutip oleh Sanjaya (2010:91) sebagai berikut.
1) Menetapkan wilayah atau arena yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut.
Wilayah tersebut bisa terjadi pada hanya satu sekolah, satu kecamatan, kabupaten,
atau mungkin tingkat provinsi dan tingkat nasional.
2) Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan
kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: para ahli pendidikan/kurikulum, para ahli
pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah, para profesional dalam sistem
pendidikan, profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
3) Menetapkan prosedur yang akan ditempuh. Langkah ini berkenaan dengan
prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang
lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan
dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
4) Implementasi kurikulum. Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang
berbagai hal yang dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap efektivitas penggunaan kurikulum, seperti pemahaman guru tentang
kurikulum, sarana dan fasilitas yang tersedia, manajemen sekolah, dan lain
sebagainya.
5) Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut: evaluasi terhadapa
pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di sekolah, evaluasi terhadap desain
kurikulum, evaluasi keberhasilan anak didik, dan evaluasi sitem kurikulum.
c. Roger’s Interpersonal Relations Model
Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Rogers berasumsi bahwa
kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka,
luwes, dan adaptif terhadap situasi perubahan. Kurikulum yang demikian hanya
dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan beriorentasi
pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok untuk melatih hal-hal
yang bersifat sensitif. Model pengembangan kurikulum Rogers ini tidak memiliki
perencanaan kurikulum yang tertulis, yang ada hanya rangkaian kegiatan
kelompok. Dengan berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi kelompok ini
individu akan berubah.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers dalam Sukmadinata
(2012:167) yaitu sebagai berikut:
1) Pemilihan target dari sistem pendidikan. Dalam penentuan target ini satu-
satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesedian dari pejabat
pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama
satu minggu para administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana
yang relaks, tidak formal. Melalui kegiatan ini mereka akan mengalami
perubahan-perubahan sebagai berikut.
- He is less protective of his own beliefs and can listen more accurately.
- He finds it easier and less threatening to accept innovative ideas.
- He has less need to protect bureaucratic rules.
- He communicates more clearly and realistically to superiors, peers, and
sub-ordinates because hi is more open and less self-protective.
- He is more person oriented and democratic.
- He openly confronts personal emotional frictiona between himself and
colleagues.
- He is more able to accept both positive and negative feedback and use it
constructively.
2) Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti
para administrator, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok.
Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya bersifat sukarela.
3) Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk kelas atau unit
pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok,
dengan fasilitator para guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
4) Partisipasi kegiatan orang tua dalam kelompok. Kegiatan ini dikoordinasi
oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok dapat tiga jam tiap
sore hari selam seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini
bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang
tua, dengan anak, dan dengan guru.
d. Emerging Technical Model
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta nilai-nilai efisiensi
efektivitas dalam bisnis juga mempengaruhi perkembangan perkembangan
model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang
didasarkan atas hal tersebut yang menurut Sukmadinata (2012:170) diantaranya:
1) The behavioral Analysis Model, menekankan pada penguasaan perilaku atau
kemampuan. Perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-
perilaku perilaku sederhana yang tersusun secara hierarkis. Siswa mempelajari
perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang
lebih kompleks.
2) The System Analysis Model, berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah
pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar
yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrumen untuk
menilai ketercapaian hasil belajar tersebut. Langkah ketiga adalah
mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang
diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan keuntungan dari
beberapa program pendidikan.
3) Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan
memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentfikasi
seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil
yang diharapkan. Guru dan siswa diwawancarai tentang pencapaian tujuan
tersebut. Data tersebut disimpan di dalam komputer dan dimanfaatkan dalam
menyusun materi pelajaran untuk peserta didik.
2. Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang paling
sederhana sampai dengan yang komplit. Model-model tersebut disusun sedemikian rupa
sehingga model yang berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari yang sebelumnya.
Adapun model-model tersebut sebagai berikut:
Model I (paling sederhana) menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata
terdiri dari kegiatan memberikan informasi dan ujian. Hal ini didasari atas asumsi bahwa
pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah akumulasi
materi dan informasi.
Model yang sederhana ini menggambarkan dua pertanyaan pokok yang menjadi inti model yaitu:
1. Mengapa saya mengajarkan mata pelajaran ini?
2. Bagaimana saya dapat mengetahui keberhasilan pelajaran yang saya ajarkan?
Dalam menjawab pertanyaan tersebut tentu guru harus mempertimbangkan ketepatan dan
kerelevansian bahan pelajaran yag diajarkan dengan kebutuhan siswa dan masyarakat.
Model II adalah penyempurnaan dari model I dengan menambahkan pokok yang belum
tercover pada model I yaitu mengenai metode dan organisasi bahan pelajaran. Pertanyaan yang
menjadi gambaran pokok model ini adalah :
1. Mengapa saya mengajarkan bahan pelajaran ini dengan metode ini?
2. Bagaimana saya harus mengorganisasikan bahan pelajaran ini?
Model III pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan dari model II yang
belum bias memberikan alternative pokok atas unsure teknologi pendidikan kedalamnya. Hal itu
didasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan factor yang sangat menunjang
dalam keberhasilan belajar mengajar. Pertanyaan pokok yang tercover dari model III adalah :
1. Buku-buku pelajaran apakah yang harus dipergunakan dalam mata pelajaran ?
2. Alat atau media apakah yang dapat dipergunakan dalam pelajaran tertentu?
Namun, nampaknya perkembangan model kurikulum ini juga belum mencerminkan
tujuan dari model pengembangan kurikulum dalam proses belajar mengajar. Oleh karena
itu,disempurnakan lagi oleh model IV dengan memasukkan unsure tujuan didalamnya. Tujuan
itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan,
teknologi pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian.
Model IV di samping berbagai komponen kurikulum pada model I hingga model III, pada
model IV ini disertakan pula komponen penting dalam keseluruhan pendidikan, yaitu tujuan.
Tujuan ini menjadi arah pendidikan dan pengajaran ini yang mengikat semua komponen yang
telah disebutkan sebelumnya, termasuk teknologi yang akan digunakan.
IV. Kesimpulan
Secara garis besar, terdapat beberapa model besar dalam pengembangan kurikulum.
Sukmadinata menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the administrative
(line staff), the grass roots, Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s inverted model,
Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan Emerging technical model. Sedangkan Idi
mengklasifikasikan model-model ini ke dalam dua grup besar model pengembangan kurikulum
yaitu model Zais dan model Roger. Masing-masing kelompok memiliki karakteristik dan
prosedur yang khas yang dapat disesuaikan dengan masing-masing situasi dan kondisi sistem
pendidikan dan pelatihan kita.
DAFTAR PUSTAKA

Oliva Peter F. 1992. Developing the Curriculum. Third Edition. Harper Collins Publisher : New
York

Idi Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Ar-nizz Media: Jogjakarta.

Mulyasa E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Remaja
Rosdakarya: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai