Anda di halaman 1dari 116

GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA 1950-1965

STUDI KASUS GERWANI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Sejarah

Disusun Oleh :
Magdalena Nimat
054314006

JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA


UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

1
2
3
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutiban dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya

ilmiah.

Yogyakarta, 30 September

2009 Penulis

Magdalena Nimat

4
MOTTO

”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam

kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna;…aku bermegah atas

kelemahanku, supaya, kuasa Kristus turun menaungi aku.”

(2 Kor 12: 9)

5
PERSEMBAHAN

Tiada kebahagian yang terindah selain mempersembahkan

Skripsi ini kepada:

Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi (SFS), orang tua,

kaum kerabat, sahabat dan rekan-rekan seperjuangan.

6
7
ABSTRAK

GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA


STUDI KASUS GERWANI
(1950-1965)

Penelitian ini berjudul “Gerakan Perempuan di Indonesia Periode1950-1965


Studi Kasus Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani)”. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melihat kembali sejarah pergerakan perempuan sampai pada lahirnya
Gerwani. Sebagaimana diketahui, bahwa Gerwani lahir dari rasa tidak puas
beberapa orang perempuan yang melihat organisasi perempuan yang ada saat itu
tidak berpihak pada perempuan. Pada tahun 1950 ada beraneka ragam organisasi
perempuan, baik itu bersifat keagamaan maupun bersifat kedaerahan. Organisasi
tersebut dalam prakteknya kurang menyentuh masalah esensial yang dialami oleh
kaum perempuan dan hanya berpusat pada masalah pendidikan. Terdorong oleh
keadaan tersebut, maka Gerwani lahir dengan misi mengangkat derajat
perempuan dan membantu memecahkan masalah kaum perempuan dalam
masyarakat. Pada mulanya perjuangan Gerwani dimulai melalui pendidikan dan
kursus untuk melatih keterampilan perempuan, sampai pada menyadarkan kaum
perempuan untuk sadar politik. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tulisan ini
mencoba melihat latar belakang munculnya Gerakan Perempuan hingga pengaruh
perjuangan perempuan didalam kehidupan bermasyarakat. Tulisan ini juga
melihat pengaruh gerakan Gerwani bagi masyarakat khususnya kaum perempuan
baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Penelitian ini merupakan penulisan sejarah deskriptif-analisitis, sehingga
dalam penulisannya digunakan teori dan metodologi sejarah. Untuk itu digunakan
pendekatan dengan ilmu-ilmu sosial secara multidimensional. Secara khusus,
penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan merupakan hasil dari studi
pustaka. Data-data yang digunakan berasal dari sumber-sumber tertulis yang
diperoleh dari beberapa literatur yaitu berupa buku, majalah, dan bahan-bahan
tulisan lainnya.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Gerwani membawa pengaruh yang
sangat besar terhadap kaum perempuan dan masyarakat di Indonesia. Sampai saat
ini masih dijumpai kaum perempuan terus berjuang untuk kaumnya dan sudah
memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki. Pada masa itu para
perempuan yang mulai sadar dengan keadaan yang terkurung, baik karena budaya
dan agama, mulai keluar dan membuka diri serta mau diajak berkembang. Namun
tidak hanya Gerwani yang ingin menyadarkan kaum perempuan, ada juga
organisasi perempuan lain. Hal ini menyebabkan dalam perjalanannya Gerwani
mengalami penolakan dan pertentangan dari sesama organisasi perempuan.
Tahun 1964 Gerwani mencapai puncak kejayaan. Dengan banyaknya kaum
perempuan yang mulai sadar politik dan melek huruf. Adanya konflik intern tidak
menjadikan organisasi tersebut mengalami kemunduran tetapi konflik semakin
membuat Gerwani terjun ke dunia politik. Dalam panggung politik, Gerwani
dengan gagah beraninya memperjuangkan kaum perempuan secara menyeluruh.

8
ABSTRACT

The title of this study is “The Women Movement in Indonesia in 1950-1965


Case Study of Indonesian Women Movement (Gerwani)”. The objective of this
research is to go to the back of the history of the women movement till Gerwani
appeared. As it has been known, Gerwani appeared from the dissatisfaction of some
women recognizing that many women organizations at that time didn‟t
concern to the women itself. In 1950, there were many kinds of women
organizations in religiosity or locality. Those organizations, in implementing their
programs, didn‟t care about the essential problems which were experienced
by women and only centered on educational problems. Motivated by the situation,
Gerwani appeared with the aim to make women‟s prestige valuable and to
help them overcome women‟s troubles in society. Formerly, women‟s fight
was begun through education and courses to train the ability of women, till
involve them to the political situation. To reach the aims, the research also tries to
review the background of appearance of Gerwani until the influences of
women‟s fight in the society. This study also reveals the influences of Gerwani
for society, especially for women in the city or rural areas.
This study is descriptive-analytical in nature. It uses theories and history
methodology in writing. For this reason, the study uses approaches of social view multi-
dimensionally. In particular way, it uses approaches of the history that is the result of
the library study. This work is based on library research, using books, newspapers,
magazines and other material relevant to the study.
The result of the research reveals that Gerwani brought the great influences
for women and society in Indonesia. It can be seen nowadays that women always
do fighting for themselves and they have acquired the same prestige with men. At
that time, women who were aware of the bad situation, whether because of the
religion or culture, began to be extrovert. Not only Gerwani who was willing to
motivate women, but also other women organizations. This situation made
Gerwani refused and experienced in contradiction with others.
In 1964, Gerwani achieved the success because many women became aware of
political situation and they got literacy. Appearing the intern conflicts
didn‟t make Gerwani hopeless, but this organization became stronger and brave to
take part in politics world. In the politics world, with the brave heart, Gerwani
motivated themselves and women to fight in order to get their prestige.

9
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Kasih, atas segala berkat dan
bimbingan tangan kasih-Nya yang penulis alami selama penulisan dan
penyelesaian skripsi yang berjudul GERAKAN PEREMPUAN DI
INDONESIA 1950-1965 STUDI KASUS GERWANI.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan dan bantuan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Segala bantuan yang
diterima merupakan rahmat dan anugerah Allah yang memampukan penulis
melihat dan mengalami kasih Allah dan semakin dekat dan setia dalam
menjalankan panggilan dan perutusan sebagai religius SFS. Pada kesempatan ini,
penulis dengan penuh ketulusan hati menghaturkan limpah terimakasih kepada:
1. Bp. Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum, selaku ketua jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan perhatian dan meluangkan waktu dengan sabar
membimbing, mengarahkan, memberi masukan, memberi inspirasi dan
menjadi teman diskusi dengan pemikiran-pemikirannya yang aktual dalam
penulisan skripsi ini.
2. Dosen-dosen pembimbing Akademik, antara lain: Rm. Dr. F.X. Baskara T
Wardoyo SJ., Rm. Dr. G. Budi Subanar SJ., Dr. ST. Sunardi., Prof. Dr. PJ.
Suwarno. S.H., Drs. Ign. Sandiwan Suharso, Drs. H. Purwanto., Drs.
Silverio R.L. Aji Sampurno, yang berkenan menjadi pengajar bagi kami dan
menularkan ilmunya selama kami menjadi mahasiswa di Sanata Dharma.
3. Sr. M. Emmanuella SFS, selaku Pimpinan Umum Kongregasi Suster
Fransiskan Sukabumi (SFS), para dewan dan seluruh anggota kongregasi,
yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk memperkembangkan
pengetahuan, kepribadian, kerohanian, dan keterampilan selama
menyelesaikan tugas belajar sebagai tugas perutusan.
4. Sr Maria SFS, selaku Pimpinan Komunitas Sragen dan para Saudari
sekomunitas yang telah banyak memberi dukungan doa dan perhatian,

10
motivasi dan persaudaraan sehingga terbantu menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
5. Kedua orang tuaku, Mgr. Michael Angkur OFM, kakak, adik, kaum kerabat
yang setia mendukung dengan doa, memberi semangat cinta dan perhatian
selama menempu studi baik secara material, maupun spiritual.
6. Karyawan dan karyawati Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk
kerjasama yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Sahabat-sahabatku, yang telah menemani, menuntun, membimbing, serta
menyemangati, terimakasih waktu dan harinya untukku.
8. Rekan-rekan seangkatanku; Agung, Ana, Anggoro, Bondan, Hafen, yang
bersama mengalami jatuh bangun, suka duka selama menjalani tugas belajar,
rekan-rekan angkatan, 04, 06, 07, 08, yang berkenan memberikan semangat
di dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Rekan-rekan Asrama Pondok Angela, terimakasih untuk persahabatan dan
persaudaraan selama ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari sempurma karena
terbatasnya data-data yang diperoleh. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati
dan penuh keterbukaan, mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk penyempurnaan dan penggembangan lebih lanjut.

Yogyakarta, 30 September 2009


Penulis

Magdalena Nimat

11
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................. iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................... vii
ABSTRACT............................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................. ix
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................... xiii
DAFTAR TABEL.................................................................................... xiv
BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 6
C. Tujuan Penulisan.................................................................... 7
D. Manfaat Penulisan ................................................................. 7
E. Tinjauan Pustaka ................................................................... 7
F. Kerangka Berpikir.................................................................. 10
G. Metode Penelitian.................................................................. 14
H. Sistematis Penulisan.............................................................. 16

BAB II : DINAMIKA GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA.... 17


A. Gerakan Awal ...................................................................... 17
B. Zaman Jepang....................................................................... 23
C. Zaman Pasca Proklamasi .................................................... 27
D. Gerakan Perempuan Tahun 1946 ........................................ 29

BAB III : GERWANI PELOPOR GERAKAN PEREMPUAN


DI INDONESIA .................................................................... 34
A. Pendahuluan......................................................................... 34
B. Sejarah Lahirnya Gerwani................................................... 36
B.1. Istri Sedar..................................................................... 36
B.2. Latarbelakang Lahirnya Gerwis ................................... 40
B.2.1. Keanggotaan Gerwis .............................................. 43
B.2.2. Kegiatan.................................................................. 45
B.3. Lahirnya Gerwani......................................................... 47

12
B.3.1. Tujuan Terbentuknya Gerwani............................... 48
B.3.2. Keanggotaan........................................................... 51
B.3.3. Masalah Intern Gerwani ......................................... 52
C. Kongres-kongres Gerwani................................................... 53
C.1. Kongres I. .................................................................. 53
C.2. Kongres II .................................................................. 55
C.3. Kongres III................................................................. 56
C.4. Kongres IV................................................................. 57

BAB IV : LAHIR BERGERAK DAN DIBUBARKANNYA GERWANI 59


A. Situasi Umum Kaum Perempuan......................................... 59
B. Program Perjuangan Gerwani............................................... 63
C. Kegiatan Gerwani................................................................. 65
C.1. Bidang Pendidikan........................................................ 69
C.2. Bidang Sosial................................................................ 70
C.3. Bidang Ekonomi........................................................... 73
C.4. Bidang Politik ............................................................... 75
C.4.1. Aksi Untuk Irian Barat.............................................. 77
D. Hubungan Gerwani Dengan Organisasi Lain ...................... 78
D.1. Organisasi Perempuan................................................... 78
D.2. Gerwani dengan Golongan Kiri.................................... 81
E. Peran Dalam Mendorong Perempuan Sadar Politik ............. 84

Bab V : Penutup ...................................................................................... 87


A. Kesimpulan............................................................................ 87
B. Saran ..................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

13
DAFTAR SINGKATAN

AD : Anggaran Dasar
ART : Anggaran Rumah Tangga
BPUPK : Badan penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
BTI : Barisan Tani Indonesia
CGMI : Consentrasi Gerakan mahasiswa Indonesia
GAPI : Gabungan Politik Indonesia
GERWIS : Gerakan Wanita Indonesia Sedar
GERWANI : Gerakan Wanita Indonesia
GERWINDO : Gerakan Wanita Indonesia Kediri
KNI : Komite Nasional Indonesia
KOWANI : Kongres Wanita Indonesia
KPI : Kongres Perempuan Indonesia
LASWI : Laskar Wanita Indonesia
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
LPI : Laskar Putri Indonesia
ORBA : Orde Baru
ORLA : Orde Lama
PARTINDO : Partai Indonesia
PERSIT : Persatuan Istri Tentara
PBI : Persatuan Buruh Indonesia
PBH : Pemberantasan Buta Huruf
PERWARI : Persatuan Wanita Republik Indonesia
PHK : Pemberhentian Kerja
PKK : Pembinaan Kesejahteraan keluarga
PKI : Partai Komunis Indonesia
PMI : Palang Merah Indonesia.
PNI : Partai Nasional Indonesia
PPI : Perikatan Perhimpunan Indonesia
PPPI : Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia
PPPS : Perkumpulan Pekerja Putri Surakarta
PRT : Pembantu Rumah Tangga
PTPWI : Pusat Tenaga Perjuangan Wanita Indonesia
RUPINDO : Rukun Putri Indonesia Semarang
SARBUPRI : Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia
SI : Serikat Islam
SOBSI : Buruh Seluruh Indonesia
TKW : Tenaga Kerja Wanita
WANI : Wanita Negara Indonesia
WPP : Wanita Pembantu Perjuangan
WIDF : Women's International Democratic Federation

14
DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Keanggotaan Gerwis Tahun 1950-1954 .................................. 44


Tabel 2 : Jumlah Anggota Gerwani tahun 1955-1965 ............................ 52
Tabel 3 : Jumlah Buruh Perempuan......................................................... 61
Tabel 4 : Perbandingan Upah laki-laki dan Perempuan........................... 62

15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Organisasi perempuan yang ada saat ini, memiliki perbedaan dengan

organisasi perempuan yang dibentuk sebelum tahun 1965. Perbedaan itu tentu saja

dipengaruhi oleh situasi yang mereka hadapi, sebab setiap periode memiliki

karakteristik yang berbeda. Pada masa Orde Lama organisasi perempuan bergerak

satu suara, tanpa lagi mempersoalkan perbedaan. Kegiatan mereka pada awalnya

menekankan pendidikan agar dapat membuka cakrawala kaum perempuan,

misalnya memasak, merawat anak, melayani suami, menjahit. Pada periode ini,

gerakan perempuan cukup gigih, militan, dan aktif memperjuangkan negara. Pada

tahun 1950-1965 dengan Gerwani sebagai motor penggerak, organisasi

perempuan memiliki ciri khas yang radikal, dan ini tidak lepas dari ciri

komunisme yang memandang bahwa jalan terbaik untuk mengadakan perubahan

adalah melalui revolusi.

Pada masa rezim Orde Baru (orba), gerakan perempuan muncul sebagai

hasil dari interaksi politik gender orba. Politik gender rezim orba mengarahkan

perempuan Indonesia untuk berperan sebagai ibu dan istri.1 Konsep ini telah

menghancurkan tujuan awal hadirnya gerakan perempuan dan menghalangi

munculnya sebuah gerakan perempuan untuk menegakkan hak asasi manusia

khususnya hak asasi perempuan.

Hal ini diteguhkan dalam UU perkawinan no. 1/1974, konsep keluarga


1

berencana dengan dua anak cukup, Keluarga bahagia sejahtera.

16
Organisasi perempuan yang dibentuk dan didirikan oleh pemerintah orba,

misalnya Dharma Wanita (1974) dan Dharma Pertiwi, diresmikan sebagai

organisasi istri pegawai negeri sipil dan istri anggota ABRI. Persatuan Istri

Tentara (PERSIT), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).2 Pada periode ini,

pemerintah membatasi ruang gerak perempuan, terutama dalam dunia politik dan

bahkan dilarang melakukan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan

keputusan pemerintah. Apabila ada pelanggaran maka berakibat pada pemecatan

terhadap suami.3 Akibatnya perempuan menjadi kurang kritis, tunduk pada

pemerintah, monoton dan kurang bebas.

Pola dari struktur organisasi tersebut, menunjukkan bahwa jabatan

perempuan dalam organisasi mengikuti jabatan suami dalam pemerintahan.

Artinya jika seorang suami menjabat sebagai pemimpin dalam suatu instansi,

maka secara otomatis istrinya menjabat sebagai ketua dalam organisasi tersebut.4

Di samping itu pemerintah “menyeragamkan” perempuan melalui konsep Panca

Dharma Wanita yang membatasi ruang gerak perempuan. Selanjutnya, organisasi

perempuan seolah membisu, keberpihakan kepada kaum lemah terlewatkan begitu

saja karena takut dicap sebagai “organisasi kiri”.

Saskia Eleonora Wieringa. 1999. Penghancuran Gerakan Perempuan di


2

Indonesia. Kalyanamitra dan Garba Budaya. Jakarta. hal. xlvii.


3
Catharina Nanik Purwoko. 1996. Perempuan dan Ketidakadilan. Lembaga
Penelitian dan Pembangunan Sosial dan Jaringan Mitra Perempuan. Seri Forum
LPPS No. 36. Jakarta. hal. 20

Budi Susanto. S.J. (ed). 2003. Politik dan Postkolonialitas di Indonesia.


4

Lembaga Studi Realino. Kanisius. hal. 179

17
Orba menciptakan sebuah ideologi perempuan yang mendasarkan diri

pada ibuisme, sebuah paham yang melihat kegiatan ekonomi perempuan sebagai

bagian dari peranannya sebagai ibu dan partisipasi perempuan dalam politik

sebagai tak layak.5 Hal ini semakin menunjukkan bentuknya setelah Dharma

Wanita dan Dharma Pertiwi diresmikan. Organisasi perempuan kini memasuki

periode “tidak ada perlawanan” terhadap diskriminasi dan eksploitasi yang

dialami kaum perempuan di Indonesia. Dapat dikatakan organisasi perempuan

bentukan orba telah meciptakan peran perempuan sebatas (Istri, Ibu, dan Ibu

rumah tangga).6 Sebaliknya, organisasi perempuan pada masa ini memainkan

peran subordinasi dan menyebarluaskan citra peran ideal perempuan dalam

konteks (istri, ibu dan ibu rumah tangga), dalam konotasi “Kodrat”. Dengan

“kodrat”7 ini perempuan ideal dicitrakan bersifat “lemah lembut, tidak berbicara

dengan keras, tidak mementingkan kepentingan pribadi, tidak mendahulukan

urusan sendiri diatas urusan suami pada pemerintahan.8

Pada era reformasi yang diawali dengan jatuhnya rezim orba, diharapkan

dapat membawa angin segar bagi perempuan dari keterkungkungan dan

ketidakberdayaan. Namun, dalam realitanya justru pada periode ini terjadi banyak

ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan.

5
Ibid. hal 164.
6
Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal. 18
7
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 554.
8
Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal. 2-4.

18
Pertama, mulai dari adanya undang-undang otonomi daerah. Kebijakan

otonomi daerah yang diambil pemerintah era reformasi pada tahun 1999,

diantaranya dimaksudkan untuk penolakan atau perlawanan terhadap paradigma

pembangunan yang sentralistik. Tetapi, problem kebijakan otonomi daerah

banyak disalahgunakan dengan kebijakan-kebijakan yang tidak memihak rakyat,

khususnya perempuan. Kedua, dengan disahkannya RUU APP9 yang berpotensi

mengontrol seksualitas dan mendomestikkan perempuan. Ditambah lagi

sedikitnya ada 27 peraturan daerah yang mengatur kehidupan, cara berpakaian. Seperti

pelaksanaan Syari‟at Islam di daerah tertentu.

Selanjutnya, era reformasi dianggap sebagai tonggak redefinisi peran

politik perempuan selama orba dengan ciri munculnya kelompok-kelompok

perempuan yang melakukan kegiatan atas dasar “empati” terhadap penderitaan

perempuan. Di antara kegiatan tersebut adalah pendampingan untuk

meningkatkan pendapatan perempuan miskin, pendampingan terhadap perempuan

korban kekerasan seksual, pendidikan politik dan advokasi hak-hak perempuan,

peningkatan kesadaran gender, serta upaya-upaya menjembatani terwujudnya

rekonsiliasi nasional atas dasar kemanusiaan. Namun, gerakan perempuan pasca

reformasi masih berjuang sendiri-sendiri untuk membantu kaum perempuan yang

nasibnya tertindas.

Dalam RUU APP, perempuan masih dijadikan obyek. Sebab perempuan


9

masih dinilai sebagai penyebab utama terjadinya pornografi sehingga harus


dikenakan aturan-aturan dan sanksi-sanksi tertentu. Implikasinya mereka sangat
rentan untuk dikriminalkan, apalagi pandangan-pandangan tersebut cenderung
disandarkan pada alasan moral dan agama yang kebanyakan dilihat dari standar laki-
laki.

19
Gerakan perempuan dewasa ini masih berputar pada kepentingan kelompok

tertentu dan masih berputar-putar pada masalah kesetaraan jender, hak-hak politik,

dan sejumlah masalah-masalah pingiran lainnya, sehingga belum menyentuh

masalah esensial dari persoalan perempuan sehari-hari serta kurang merakyat,

sebagai contoh, kasus Pembantu Rumah Tangga (PRT), Tenaga Kerja Wanita

(TKW), kasus perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga yang sampai saat ini

masih sering terjadi.

Dalam hal ideologi, gerakan perempuan dewasa ini sangat lemah. Sejak

tahun 1965, ideologi gerakan perempuan di Indonesia didominasi oleh ideologi

gerakan perempuan liberal dan ideologi gerakan perempuan radikal. Ideologi

gerakan perempuan liberal selalu menuntut kesetaraan antara laki-laki dan

perempuan sedangkan ideologi gerakan perempuan radikal berpandangan kaum laki-

laki adalah musuh kaum perempuan yang menyebabkan kaum perempuan tertindas

untuk selamanya.10

Gerakan perempuan kurang menjadi suatu ikon yang mampu menyemangati

serta kurang menggerakan kaum perempuan pada umumnya. Akhirnya kaum

perempuan hanya mengambil sikap pasrah pada takdir dan tetap tinggal dalam

keadaan tertindas.

Bercermin pada organisasi Gerwani, organisasi perempuan ini tidak hanya

bergerak pada perjuangan untuk menuntut kesamaan hak bagi kaum perempuan

tetapi juga terlibat aktif dalam berbagai aktivitas politik bangsa, sangat militan

serta, sangat mandiri di dalam membina organisasinya. Gerakannya dan kegiatan-

10
Mansour Fakih. 2008. Analisis Gender Tansformasi Sosial. Cet.II.
Insistpres. Yogyakarta. hal. 84-88.

20
kegiatannya sangat relevan dengan situasi yang ada di dalam masyarakat saat itu.

Sehingga organisasi ini diterima baik oleh masyarakat dan mampu menggerakan

kaum perempuan dari berbagai macam golongan, baik kaum perempuan pedesaan

maupun kota. Gerakan perempuan pada periode ini mendasarkan diri pada

perjuangan kaum perempuan di masyarakat dan menyatu dengan kebutuhan

masyarakat.

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan di muka, ada beberapa

alasan mengapa perjuangan perempuan perlu dibahas.

Pertama, topik ini menarik dan penting untuk dikaji, sebab Gerwani

memiliki peran besar dalam mempertahankan kemerdekaan. Untuk itu Gerwani

dijadikan alat perjuangan untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita memperbaiki

hidup masyarakat pada umumnya, dan mempertahankan kemerdekaan khususnya.

Kedua, Gerwani memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi

kaum perempuan sampai pada tingkat pelosok sehingga kaum perempuan sadar

politik dan pada tahun 1965 Gerwani telah dibubarkan oleh pemerintah. Maka

untuk melihatnya, marilah kita pelajari kasus perkembangan Gerwani dalam

memperjuangkan nasib kaum perempuan, kaum buruh dan rakyat tertindas.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan dapat ditarik suatu permasalahan yaitu:

1. Apakah yang melatarbelakangi munculnya Gerwani?

2. Apakah tujuan berdirinya Gerwani?

3. Sejauh mana Pengaruh Gerakan Gerwani terhadap masyarakat

Indonesia?

21
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

mendeskripsikan serta mengalisis latar belakang munculnya Gerakan Perempuan

di Indonesia. Mendeskripsikan serta mengalisis tujuan berdirinya Gerwis,

mendeskripsikan dan mengalisis sejauh mana pengaruh gerakan Gerwani dalam

masyarakat pada periode 1955-1965. Penelitian ini hendak mengkaji ulang serta

merefleksi kembali atas narasi sejarah yang berkembang selama ini di mana

gerakan perempuan dinarasikan sebagai pelengkap yang melengkapi kaum laki-

laki.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sumber inspirasi bagi kaum

perempuan dalam berorganisasi, sehingga organisasi perempuan bisa mandiri.

Disamping itu, penelitian ini dapat memberi tambahan data dan analisis

pemikiran.

E. Tinjauan Pustaka

Tulisan ini merupakan hasil dari studi pustaka. Sumber-sumber diperoleh

dari beberapa literatur berupa buku, koran, majalah, dokumen, dan bahan tulisan

lainnya. Untuk membahas rumusan masalah yang dikemukaan di atas maka

dipakai beberapa sumber untuk menjawab masalah tersebut.

Sumber-sumber tersebut terbagi menjadi dua macam yaitu sumber primer

dan sumber skunder. Sumber primer adalah sumber yang dihasilkan oleh orang

atau lembaga sejaman atau data-data yang dihasilkan pada saat terjadinya suatu

22
peristiwa. Sedangkan sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang

bukan merupakan saksi pandang-mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir atau

terlibat pada peristiwa yang dikisahkannya.11

Sumber-sumber pustaka yang digunakan untuk membantu dalam penulisan

ini secara umum sulit untuk diperoleh. Secara umum dapat disampaikan beberapa

buku yang dapat membantu untuk menjawab permasalahan yang ada.

Dalam penulisan skripsi ini digunakan buku karangan Hikmah Diniah yang

berjudul Gerwani Bukan PKI. Buku ini membantu dalam membahas tujuan dan

latarbelakang berdirinya Gerwis, serta tujuan berdirinya Gerwis. Namun, dalam

buku ini tidak dijelaskan secara terperinci mengenai pengaruh Gerwis bagi kaum

perempuan.

Selain buku tersebut, buku lain yang sangat membantu penulisan adalah

Karangan Tanpa Nama, yaitu Bahaya Laten Komunis di Indonesia, Konsolidasi

dan Infiltrasi PKI, jilid III. Buku ini sangat membantu dalam mengetahui jumlah

anggota Gerwani. Namun data yang ada kurang lengkap, sehingga belum

menjawab jumlah keseluruhan anggota Gerwani serta tidak menjelaskan secara

terperinci perkembangan Gerwani hingga tahun 1965.

Buku karya Sukanti Suryochondro, Potret Pergerakan Wanita di Indonesia

buku ini membahas mengenai latar Belakang terbentuknya organisasi perempuan

berserta sifat dan bentuknya.

Buku karangan Saskia Elenora Wieringa, Penghancuran Gerakan

Perempuan di Indonesia. Buku ini membahas mengenai lahirnya Gerwani, tujuan

Louis Gottschalk. 1969. Mengerti Sejarah


11
(terjemahan Nugroho
Notosusanto). Universitas Indonesia. Djakarta. hal. 35.

23
berdirinya Gerwani dan perjuangan-perjuangan serta nilai-nilai yang dilakukan

Gerwani dalam memperjuangkan emansipasi. Buku ini juga memberi sumbangsih

berharga dalam mendekonstruksi masa lalu dalam hal ini Gerwani. Saskia juga

menyelidiki dinamika Gerwani sejak dirintis hingga kehancurannya dengan

menggunakan konsep gender. Pada taraf tertentu, buku ini menyinggung fase

yang paling menentukan bagi peminggiran gerakan perempuan. Kajian Saskia

terlalu luas, padahal ada beberapa fenomena dan fakta sosial yang berbeda antara

kondisi Gerwani di tingkat pusat dan di daerah. Buku ini juga belum

mengungkapkan pengaruh Gerwani bagi kaum perempuan.

Referensi di dalam buku-buku yang disebutkan di atas, menjelaskan

mengenai keberadaan Gerwani dan lebih menjelaskan penghancuran Gerwani

oleh orba. Penjelasan mengenai peran dan pengaruh Gerwani terhadap tumbuhnya

kesadaran perempuan tidak dijelaskan dalam buku-buku tersebut di atas. Oleh

sebab itu, skripsi ini mencoba untuk mengangkat masalah mengenai peran dan

pengaruh Gerwani bagi tumbuhnya perempuan sadar politik.

F. Kerangka Berpikir

Dalam mengkaji skripsi berjudul, “Gerakan Perempuan di Indonesia tahun

1950 -1965 Studi Kasus Gerwani,” ada beberapa konsep yang digunakan sebagai

landasan berpikir. Hal ini penting untuk menghindari penafsiran yang keliru

(missinterpretation).

Secara etimologis perempuan berasal dari kata empu, yaitu suatu gelar

kehormatan yang berarti “tuan”. Selain itu perempuan juga dapat diartikan sebagai

24
orang yang sangat ahli.12 Kata wanita berasal dari bahasa Sansekerta yang

memiliki arti diinginkan atau dipuji.13 Dalam penulisan skripsi ini akan digunakan

kata Perempuan.

Gerakan perempuan sudah ada jauh sebelum kemerdekaan, pada saat itu

terdorong rasa keprihatinan melihat rakyat dijajah; ketidakadilan yang dialami

perempuan serta perempuan kurang mendapat kesempatan memperoleh

pendidikan. Tahun 1912 organisasi perempuan berdiri dengan tujuan

menggerakkan perempuan dalam menyebarluaskan cita-cita kemajuan rakyat dan

kemerdekaan bangsa.

Perempuan dianggap unsur penting sebagai pendidik generasi muda, dengan

demikian, organisasi perempuan perlu dibentuk dan dikembangkan agar dapat

mendukung perjuangan bangsa serta sebagai kekuatan untuk melawan adat

istiadat yang mendiskriminasikan perempuan.

Pada tahun-tahun berikutnya, organisasi perempuan bermunculan tidak

hanya di Jawa, tetapi juga di luar Jawa, dengan gaya dan ciri khasnya sendiri-

sendiri. Sesudah tahun 1920, perempuan mulai mengorganisasi diri menurut garis

agama, lalu organisasi yang bersifat kedaerahan. Menarik bahwa setiap kelompok

mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghapus ketidakadilan. Oleh karena itu,

untuk mewujudkan tujuan tersebut mereka membentuk federasi

Perikatan

Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988.


12

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. hal. 212.

Thomas Wiyasa Bratawijaya (ed). 1992. Kedudukan Wanita Dalam


13

Kebudayaan Dulu, Kini dan Esok. Praditya Paramita. Jakarta. hal. 92.

25
Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang akhirnya bernama Kongres

Wanita Indonesia (KOWANI).

Walaupun sejak 1930 gerakan nasional berkembang pesat, serta terlihat pula

tanda-tanda tumbuhnya nasionalisme di dalam gerakan perempuan, namun sampai

pada awal kedudukan Jepang tahun 1942, selain kaum perempuan Serikat Rakyat,

Istri Sedar adalah satu-satunya organisasi yang nasionalis.

Pada tahun 1950, kaum perempuan menyadari bahwa begitu banyak

organisai perempuan yang ada. Umumnya bergerak hanya sebatas pendidikan dan

masalah perkawinan. Disamping itu ada satu organisasi perempuan yang ingin

mengubah serta memberdayakan masyarakat agar berkembang, serta ingin

mengubah cara berpikir masyarakat, cara berelasi dan cara berproduksi.

Pada tahun 1955, organisasi perempuan Indonesia ingin mengembangkan

sayapnya dengan terjun ke dunia politik, mereka juga menyadari bahwa organisasi-

organisasi perempuan yang sudah ada tidak banyak membantu kaum perempuan yang

masih tertindas hidupnya dan semakin meningkatnya jumlah kaum buruh

perempuan yang mengalami ketidakadilan oleh karena sistem yang ada.

Perjuangan perempuan di bidang sosial, dapat dilihat ketika perempuan

berjuang untuk menyamakan kedudukannya dengan laki-laki. Perjuangan ini

dapat dilihat jelas, khususnya pada tahun 1928-1942. Pada tahun 1942, kaum

perempuan mulai berjuang di bidang politik, karena situasi negara yang

mendorong perempuan untuk berjuang membela negara. Perjuangan perempuan

26
dalam bidang politik dapat diartikan sebagai perjuangan untuk membela bangsa

dan mempertahankan kemerdekaan.

Penggunaan landasan teori dalam penelitian ilmu sosial menjadi hal yang

utama dalam mendekati sebuah pokok persoalan. Realitas sosial sehari-hari sangat

kompleks dan beraneka ragam bentuknya. Untuk menemukan pola dari semua

realitas sosial memungkinkan sebuah penjelasan umum yang bersifat universal,

berlaku bagi ruang dan waktu apapun, serta lebih sistematis dalam pengaturan

pengalaman-pengalaman maupun ide-ide.

Teori sosial diperlukan untuk mendapatkan penjelasan umum dalam

memahami fenomena keseharian yang bermacam-macam. Penggunaan teori sosial

dalam penelitian sejarah bukan pertama-tama ditujukan untuk penyesuaian teori

besar dengan peristiwa sejarah yang diteliti. Teori sosial diharapkan menuntut

peneliti sejarah untuk berpikir teoritis dalam kategori-kategori fakta sejarah.

Dengan demikian, fakta keseharian dari peristiwa sejarah dapat dipahami secara

lebih jelas serta dapat menemukan keterkaitan-keterkaitan maupun

ketidakterkaitan diantara fakta keseharian dari peristiwa sejarah.

Untuk menjelaskan Gerakan perempuan di Indonesia tahun 1950-1965 Studi

kasus Gerwani dengan menggunakan teori sosial, untuk melihat keberadaan kaum

perempuan dalam masyarakat. Melalui pendekatan teori tindakan diharapkan akan

terdefenisikan faktor yang mendorong pelaku individual atau kolektif yang

tindakannya berlangsung dalam sebuah situasi yang mengandung kondisi-kondisi

tertentu, untuk diarahkan menuju suatu tujuan bersama. Menurut Anthony

27
Giddens & Jonathan Turner14 pengaruh elemen-elemen dasar tindakan adalah

situasi, norma dan tujuan terakhir. Dengan demikian tindakan yang dilakukan

Gerwani sebagai bentuk perlawanan terhadap keadaan tertindas yang dialami

perempuan. Tujuan akhir kebebasan dan kesejahteraan bagi perempuan. Sebagai

teori pendukung dari teori diatas adalah teori struktural. Teori dibangun

berdasarkan asumsi bahwa subordinasi perempuan adalah kultural. Anggapan

bahwa perempuan mempunyai status yang lebih rendah, sekaligus otoritas yang

lebih sedikit, daripada laki-laki, karena perempuan berhubungan dengan arena

domestik sementara itu laki-laki arena publik. Akarnya ialah tanggung jawab

perempuan dalam proses kehamilan dan perawatan anak. Dengan demikian status

relatif perempuan tergantung pada derajat keterlibatan mereka dalam arena publik.

Subordinasi perempuan adalah kultural, akan tetapi ia berakar pada pembagian

kerja berdasarkan gender.15

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan sejarah.

Pendekatan sejarah digunakan untuk mengkaji ulang proses perjuangan kaum

perempuan dari perjuangan Kartini sampai perjuangan Gerwani. Melalui

pendekatan ini juga dapat diketahui mengenai latar belakang terbentuknya

Gerwani, serta situasi-situasi yang mempengaruhi gerakan Gerwani dalam

berorganisasi.

Anthony Giddens & Jonathan Turner (terjh). 1987. Social Theory Today.
14

Pustaka Pelajar. Polity Press. hal. 34.


Fauzie Ridjal (ed). 1993. Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia.
15

Tiara Wacara. Yogyakarta. hal. 34.

28
Selain menggunakan pendekatan sejarah, digunakan juga pendekatan

sosiologi. Pendekatan sosiologi untuk mengamati peristiwa-peristiwa sosial yang

akan dikaji misalnya seperti golongan-golongan sosial mana yang berperan, serta nilai-

nilainya, hubungan dengan golongan lain, konflik berdasarkan kepentingan, ideologi,

dan lain sebagainya.16

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penulisan sejarah sosial yang memerlukan metode

dan pendekatan dalam mengkajinya. Untuk itu perlu diketahui apa itu metode

sejarah serta langkah-langkah dalam penulisan sejarah. Menurut Kuntowijoyo

penelitian sejarah mempunyai lima tahap, yaitu: pemilihan topik; pengumpulan

sumber, verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber); interpretasi: analisis dan

sintesis; dan yang terakhir adalah penulisan. Sebagaimana dengan hal tersebut di

atas, maka penulisan ini pada awalnya telah menentukan topik Gerakan

Perempuan di Indonesia Periode 1950-1965 Studi Kasus Gerwani. Setelah topik

berhasil ditentukan, langkah selanjutnya adalah:

Heuristik atau pengumpulan data masa lampau. Setelah topik-topik

penelitian ditentukan, pencarian sumber-sumber sejarah atau data-data yang

mendukung penelitian dilakukan. Proses pengumpulan data baik yang berupa

sumber primer maupun sumber sekunder yang relevan sesuai dengan obyek yang

dikaji. Pengumpulan data diperoleh dari literature yang terdapat dalam

perpustakaan. Literatur tersebut berupa buku pustaka, Koran, majalah, dokumen

Sartono Kartodirdjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi


16

Sejarah, Gramedia. Jakarta. hal. 14.

29
atau bahan tulisan lainnya yang bersifat primer maupun sekunder. Selanjutnya

adalah kritik sumber (verifikasi data). Langkah ini bertujuan untuk mengetahui

secara kritis mengenai otentitas (keaslihan) dan kredibilitas sumber.17 Dalam

proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan sejarah

untuk melakukan kajian ulang atau membaca ulang atas data yang ada.

Interpretasi. Tujuan dari langkah ini untuk menetapkan makna atas fakta-

fakta sejarah yang ada. Dalam tahap ini perlu dilakukan analisis sumber untuk

menjelaskan data-data yang ada atau menguraikan informasi kemudian

mengkaitkan daya yang satu dengan data yang lain. Setelah analisa sumber maka

dilakukan langkah selanjutnya yaitu membandingkan data-data yang ada,

kemudian menentapkan makna fakta sejarah yang ada. Hal ini supaya tidak

menyimpang dari data yang dimilikinya. Dalam penelitian ini dituntut untuk

mencermati dan mengungkapkan data secara akurat. Maka untuk mengurangi

unsur subyektifitas, diperlukan pengolahan data dan analisis secara cermat.18

Historiografi. Dalam penulisan sejarah yang merupakan penggambaran data

yang diperoleh dan telah diuji kebenarannya. Dalam menggambarkan kisah ini

dilakukan secara kronologis dan sistematis. Bentuk penulisan ini bersifat

deskriptif analitis sehingga penulisannya menuntut alat-alat analitis.19 Alat-alat

analitis itu berdasarkan prespektif, pendekatan, obyektif dan subyektif.

Koentowijoyo. 1995.
17
Pengantar Ilmu Sejarah. Bentang Budaya.
Yogyakarta. hal. 99-100.
18
Sartono Kartodirdjo. op.cit. hal. 62.
19
Ibid. hal. 5.

30
H. Sistematis Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh, skripsi ini akan disajikan

antara lain meliputi bab satu hingga bab lima, yang diawali dengan pendahuluan

dan diakhiri dengan penutupan yang berupa kesimpulan dan saran.

Bab I berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, kerangka berpikir, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II menguraikan Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, yang akan

diuraikan dalam beberapa sub bab yakni; Gerakan Awal, Zaman Jepang, Zaman

Pasca Proklamasi, Gerakan Perempuan Tahun 1946.

Bab III berisikan Gerwani Pelopor Gerakan Perempuan di Indonesia, yang

akan diuraikan dalam beberapa sub bab yakni; Pendahuluan, Sejarah Lahirnya

Gerwani san Kongres-kongres.

Bab IV berisikan Lahir Bergerak dan dibubarkannya Gerwani, yang akan

diuraikan dalam beberapa sub bab yakni; Situasi Umum Kaum Perempuan,

Program Perjuangan Gerwani, Kegiatan Gerwani, Kiprah dalam bidang Politik,

Hubungan dengan organisasi lain, Pengaruh Gerwani bagi Kaum Perempuan.

Bab V merupakan bab Penutup, merupakan kesimpulan dan saran.

31
BAB II

DINAMIKA GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

A. Gerakan Awal

Perkembangan organisasi-organisasi perempuan secara garis besarnya

menggambarkan suatu gerakan yang pada mulanya bercorak feminis. Maka,

terpengaruh oleh cita-cita persatuan, pada pertengahan tahun 1920 gerakan

perempuan telah menjelma menjadi pergerakan nasional Indonesia dan demikian

merupakan suatu pelengkap daripada pergerakan politik “kaum laki-laki”.

Pergerakan perempuan terdiri dari banyak aliran, hal ini tak dapat dihindarkan

dalam masyarakat seperti Indonesia yang beraneka ragam coraknya. Demikian

maka terdapat kelompok-kelompok dari agama Islam (Aisyah), perkumpulan

perempuan yang tidak berorientasi kepada agama (Wanita Oetomo) dan dari

gerakan sosial seperti perempuan Marhaen dan perempuan Ningrat.

Fase pertama, pergerakan perempuan dimulai pada permulaan abad XX oleh

cita-cita R.A. Kartini, maka pergerakan itu bercita-cita emansipasi perempuan,

terutama kearah perbaikan pendidikan dan pengajaran. Emansipasi gerakan

perempuan di Indonesia pertama melalui surat-surat Kartini, di mana Kartini

menuntut pendidikan bagi kaum perempuan. Tekanan orientasinya pada tingkat

kecerdasan individu. Suatu kenyataan bahwa pendidikan seakan-akan hak

istimewa laki-laki saja.20 Perjuangan Kartini saat itu didukung oleh sejumlah nilai-

nilai dan serangkaian norma hidup dalam masyarakat di mana menempatkan

S.C. Utami Munandar (ed). 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita
20

Indonesia Suatu Tinjauan Psikologis. UI Press. Jakarta. hal. 17.

32
perempuan sebagai masyarakat nomor dua. Kartini memandang bahwa pendidikan

bagi kaum perempuan sebagai salah satu syarat penting untuk memajukan

rakyatnya.21 Kartini menjadi simbol gerakan perempuan Indonesia dan selalu

menyuarakan gagasan-gagasan nasionalisme.

Emansipasi dirasakan perlu oleh perempuan yang merasa dirinya dalam

situasi ketergantungan dan tertekan. Sasaran yang lebih jauh adalah mengangkat

martabat kaum perempuan sehingga sejajar dengan martabat golongan umat

manusia lainnya seperti kaum laki-laki. Isu pendidikan dan persamaan hak

merupakan perjuangan kaum perempuan pada saat itu. Hal ini didukung oleh

semangat juang yang tinggi, sehingga tumbuhlah perkumpulan perempuan.

fase kedua, ialah ketika perkumpulan perempuan berhasil menarik kaum

perempuan kegelanggang pergerakan rakyat. Perkembangaan kearah politik

terutama setelah perempuan ikut didalam pergerakan SI, PKI, PNI. Semenjak itu

organisasi perempuan ikut berkecimpung di dalam pergerakan nasional dan yang

terpenting adalah perempuan mulai berbicara di dalam rapat-rapat politik serta

tumbuhnya kesadaran dalam diri kaum perempuan untuk membantu kaum laki-

laki dalam perjuangan mereka kearah perbaikan nasib nusa dan bangsa.22

Perjuangan perempuan juga tidak terlepas dari masalah struktur sosial dan

budaya yang mereka hadapi. Feodalisme yang sangat kental mendorong kaum

perempuan untuk terus melakukan perubahan dalam masyarakat. Dominasi kaum

21
RA.Kartini. 1963. Habis Gelap Terbitlah Terang. Balai Pustaka. Jakarta.
hal. 20-21.
22
. 1985. Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi; Kumpulan Pengalaman
dan Pemikiran. buku V. Dharma Aksara Pratama. Jakarta. hal. 206.

33
laki-laki dan kolonial Belanda mendorong kaum perempuan untuk terus berjuang

untuk memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki.

Gerakan perempuan Indonesia, ditandai dengan berdirinya beberapa

organisasi, semuanya hanya bergerak pada tingkat daerah. Kegiatan mereka belum

terorganisasi dengan baik. Perhatian pokok pada pendidikan kaum perempuan

serta memberikan perhatian pada masalah-masalah kemasyarakatan, seperti

pelacuran, permaduan, perkawinan anak-anak, serta perdagangan perempuan dan

anak-anak.23

Organisasi-organisasi dibangun demi kepentingan kaum perempuan,

diantaranya untuk memperjuangkan posisi perempuan di dalam perkawinan;

kehidupan keluarga; mempertinggi kecakapan; dan pemahaman kaum ibu sebagai

penanggung jawab dan yang menentukan jalannya roda rumah tangga di dalam

suatu keluarga. Harapan kaum perempuan diwujudkan dengan membuka lapangan

pengajaran, memperbaiki pendidikan, dan mempertinggi keterampilan-

keterampilan bagi perempuan.

Meluasnya cita-cita persatuan Indonesia juga turut mempengaruhi

pergerakan perempuan. Demikian, pada bulan Desember 1928 di Yogyakarta

diselenggarakan Kongres Perempuan yang pertama dihadiri 30 organisasi dari

Jawa dan Sumatra, yang menghasilkan kesepakatan untuk dibentuknya sebuah

federasi Perempuan Indonesia yang diberi nama Perikatan Perhimpunan Indonesia

(PPI), dan menuntut dilakukan perbaikan nasib perempuan. Tiga tuntutan PPI

Hikmah Diniah. 2007. Gerwani Bukan PKI. Sebuah Gerakan Feminisme


23

Terbesar di Indonesia. Yogyakarta. hal. 86.

34
tersebut adalah24 (1) pembentukan suatu badan dana (studyfonds) yang

menyediakan beasiswa bagi anak-anak perempuan sehingga dapat meningkatkan

kecerdasan dan keterampilan; (2) diselenggarakannya kursus-kursus pembinaan

lingkungan yang bersih dan sehat; (3) pelarangan perkawinan anak-anak

perempuan di bawah umur.

Sejak kongres tersebut gerakan perempuan Indonesia telah merupakan

bagian yang tak terpisahkan dan tidak ingin memisahkan diri dari gerakan

nasional yang revolusioner dan umum.25 Sejak itu suka dan duka gerakan

kemerdekaan nasional juga menjadi suka dan duka gerakan perempuan Indonesia.

Kongres tersebut merupakan peristiwa sejarah yang penting karena sejak

saat itu dimulai kesatuan pergerakan perempuan Indonesia. Ciri utama

perjuangannya adalah mewujudkan kerjasama demi persatuan dan kesatuan bagi

kaum perempuan, yang berasaskan kebangsaan dan merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari pergerakan kebangsaan Indonesia dalam rangka menghadapi

penindasan dari bangsa asing untuk menuju cita-cita Indonesia merdeka.26

Pada periode ini perjuangan perempuan lebih bersifat feministis, dalam arti

konfrontatif terhadap kaum laki-laki, bukan sekedar untuk menuntut persamaan

hak, derajat dan martabatnya. Gerakan feministis merupakan perjuangan dalam

rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil menuju sistem

24
Fauzie Ridjal (ed). op.cit. hal. 131.

. D.N. Aidit. 1960. Pilihan Tulisan jilid II. Yayasan Pembaruan.


25

Yogyakarta. hal. 558.

A. Nunuk P. Murniati. 2004. Getar Gender: Perempuan Indonesia


26

Dalam Perspektif Agama, Budaya dan Keluarga. Buku II. Indonesiatera.


Magelang. hal. 122-123.

35
yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.27 Didorong juga oleh sifat

kebersamaan dari kesadaran untuk melepaskan diri dari penjajah.

Perjuangan perempuan tidak hanya sebatas keputusan-keputusan, tetapi

lebih pada tindakan karya nyata lewat bidang pendidikan. Dalam proses

pendidikan para gadis ditanamkan pengertian agar perempuan Indonesia dapat

menjadi “ibu bangsa”, dengan tujuan agar dapat menumbuhkan dan

menggembangkan generasi yang lebih sadar akan rasa kebangsaannya.

Aksi nyata dalam bidang sosial yakni memperjuangkan supaya Hari Ibu

yang jatuh setiap tanggal 22 Desember. Hal ini dikarenakan pada tanggal 22-25

Desember 1928, para perempuan yang bergabung dalam perempuan Indonesia

mengadakan kongres.28Aksi lainnya adalah memperjuangkan pensiunan bagi

janda dan anaknya; memberi contoh hidup sederhana kepada masyarakat.

Di antara organisasi perempuan saat itu, organisasi Istri Sedar merupakan

organisasi perempuan yang nasionalis. Organisasi ini lebih melihat situasi nyata

yang dialami oleh kaum perempuan sehari-hari, pada periode ini perdagangan

27
Mansour Fakih. op.cit. hal. 103.
28
Atas dasar peristiwa itu, maka Presiden Soekarno kemudian menetapkan
tanggal 22 Desember sebagai peringatan Hari Ibu dengan ketetapan No.316
tanggal 18 Desember 1958. Sejak penetapan itu, setiap tahun seluruh bangsa
Indonesia memperingati tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu dengan maksud
mengenang dan menghayati api semangat kebangkitan kaum perempuan
Indonesia guna mempersatukan tekad, pikiran dan semangat dalam meningkatkan
kedudukan, hak dan kewajiban. Kemudian tujuan lain adalah mengenang
perjuangan kaum perempuan dalam hal berorganisasi untuk bersama dengan kaum
laki-laki bahu membahu mencapai kemerdekaan.

36
perempuan29 sangat semarak. Sehingga Istri Sedar terpanggil untuk menentang aksi-

aksi yang merugikan atau merendahkan derajat kaum perempuan. Dari peristiwa

diatas pantas kalau istri Sedar melakukan kampanye menentang perdagangan

perempuan. Kampanye yang dicanangkan diikuti oleh aksi-aksi penyelamatan gadis-

gadis di kapal.

Dalam kongres yang dilaksanakan oleh Istri Sedar, disepakati dan diserukan

agar kaum perempuan Indonesia terjun dalam perjuangan untuk kemerdekaan

nasional.30 Pada kongres Juli 1932, organisai Istri Sedar memunculkan ide, kaum

perempuan dan laki-laki bersama-sama terjun dalam perjuangan nasional.31

Keinginan untuk memperoleh kemerdekaan, mendorong organisasi

perempuan untuk melakukan gerakan politik. Hal ini dapat dilihat dari tuntutan-

tuntutan berkaitan dengan hak pilih perempuan yang mulai dimiliki pada tahun

1938, setelah Kongres Perempuan Indonesia (KPI II) diselenggarakan. Pemerintah

Belanda akhirnya memberikan hak pilih kepada perempuan Indonesia untuk

menjadi anggota Dewan Kota (Volksraad).32 Tuntutannya adalah “Indonesia

Menurut Dr. Anantona Gulo dalam Diskusi Dwibulanan Indonesia, Pusat


29

Studi Sejarah Indonesiana Universitas Sanata Dharma, “Perdagangan budak


perempuan di Indonesia menduduki peringkat teratas di dalam praktek
perdagangan manusia. Perdagangan budak perempuan termasuk sumber
penghasilan yang sangat tinggi. Makalah, Tidak diterbitkan.

Gerakan Istri Sedar semula, berjalan menuju fase feminisme dan


30

emansipasi (melawan dominasi kolonial dan kapitalisme). Sebagai reaksi dari


dominasi pria dan kesewenangan-wenangan itu, lalu timbul perlawanan.
Tujuannya tetap sama yaitu untuk kesejahteraan kaum perempuan sendiri.
31
Lihat. Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 201-214.

G. A. Ohorella. 1992. Peranan Wanita Indonesia Dalam Masa


32

Pergerakan Nasional. Depdikbud. Jakarta. hal. 23.

37
Berparlemen” ke arah kemerdekaan bangsa. Tuntutan “Indonesia Berparlemen”

selaras juga dengan tuntutan gabungan Politik Indonesia (GAPI).

Pada tahun yang sama, KPI kembali diselenggarakan di Semarang,

keputusan yang dicapai dalam kongres adalah menganjurkan kepada anggota

Volksraad supaya pelajaran bahasa Indonesia menjadi pelajaran tetap di sekolah-

sekolah. Namun, pada akhir masa pemerintah Belanda, perjuangan perempuan

hampir mencapai hasil yang maksimal dan pada tanggal 9 Maret 1942, Belanda

menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian perjuangan perempuan

terhambat oleh kedatangan Jepang.

B. Zaman Jepang

Bangsa Indonesia menerima kedatangan Jepang yang mengaku sebagai

“saudara tua” bangsa Asia. Dengan semboyan: “Kemakmuran Asia Timur Raya,”

Asia untuk Asia,” dan Indonesia untuk bangsa Indonesia.33 Semboyan dan slogan

anti barat yang diisukan oleh Jepang, dapat menarik hati rakyat Indonesia. Hal ini

menumbuhkan simpati rakyat kepada pemerintah Jepang, sehingga rakyat

memiliki harapan bahwa Jepang dapat memberikan kehidupan yang lebih baik.

Pada awal pemerintahannya, Jepang mulai membentuk pemerintahan militer

didaerah-daerah pendudukan. Tujannya untuk memelihara ketertiban umum,

mencari bantuan yang digunakan untuk pertahanan nasional, dan untuk kelancaran

keswasembadaan militer. Jepang juga mengeluarkan aturan-aturan yang harus

Data hasil wawancara dengan Bp. Leo Salamun, wawancara tanggal 8


33

November 2008, di Pringwulung Yogyakarta.

38
dijalankan oleh rakyat, untuk menyakinkan rakyat bahwa pemerintah Jepang tidak

tergoyahkan.34

Jepang juga mulai menghalangi bahkan mematikan gerakan politik dan

gerakan sosial yang telah dijalankan oleh organisasi perempuan, karena Jepang

mulai mendirikan organisasi dengan memasukan cara-cara yang sesuai dengan

fasisme Jepang, dan semua organisasi yang berdiri di masa pemerintah Belanda

dinonaktifkan dan dibubarkan termasuk organisasi perempuan. Pemerintah

Jepang menghalangi bahkan mematikan gerakan sosial yang telah dijalankan oleh

organisasi perempuan. Dihapusnya organisasi perempuan artinya berhenti juga

kegiatan mereka dalam bidang pendidikan dan bidang sosial.

Di masa pemerintah Jepang, organisasi perempuan tidak dapat berkembang

secara bebas karena diawasi secara ketat oleh tentara Jepang. selain “gerakan tiga

A” Jepang juga mendirikan mendirikan “gerakan istri tiga A”. Organisasi tersebut

didirikan untuk memudahkan pengawasan-pengawasan organisasi yang dibentuk

Jepang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk melakukan pemberantasan buta huruf,

memintal benang, dan mengerakan bermacam-macam pekerjaan tangan.

Di bulan Agustus 1943, Jepang mendirikan dan menggabungkan semua

organisasi perempuan di bawah payung organisasi yang dibentuk oleh Jepang,

Fujinkai 35, dengan tujuan dapat menampung segala kegiatan perempuan dan

34
G. A. Ohorella. loc.cit. hal. 23.

Fujinkai berarti perempuan yang berbakti. Istri-istri pejabat harus


35

mengalang dana dan mempersiapkan logistik untuk berperang.

39
dipakai sebagai pengerahan tenaga perempuan Indonesia untuk membantu serta

mendukung perang tentara Jepang.36

Fujikai dibentuk mulai dari tingkat pusat sampai tingkat bawah. Pemimpin

dari organisasi tersebut adalah istri dari kenco (bupati), dan yang menjadi

anggotanya adalah gadis-gadis yang telah berumur 15 tahun keatas. Keanggotaan

Fujinkai tidak terbatas pada kaum remaja perempuan saja tetapi kaum perempuan

yang sudah keluarga. Kaum perempuan khususnya yang masih remaja dilatih

untuk hidup sederhana seperti prajurit dan mempelajari tata karma dan dijadikan

pelayan.37

Fujinkai memiliki tugas pokok seperti; membantu garis depan dan

memperkuat garis belakang. Bantuan yang diberikan di garis depan berupa,

latihan pekerjaan palang merah, penggunaan senjata, penyelenggaraan dapur

umum, dan menyediakan keperluan serdadu seperti membuat kaus kaki, dan

mencukupi keperluan yang berhubungan dengan perang. Sementara untuk

memperkuat garis belakang, adalah melakukan peluasan penanaman dan

pembiakan hewan untuk dijadikan bahan makanan.

Dilarangnya organisasi perempuan oleh Jepang tidak mematahkan semangat

juang kaum perempuan. Dalam situasi tersebut organisasi perempuan

memanfaatkan organisasi yang dibentuk oleh Jepang untuk dapat melebur

Sihombing, O.D.P. 1962. Pemuda Indonesia Menantang


36
Fasisme
Jepang. Sinar Jaya. Jakarta. hal. 127.

Sagimun M.D. 1989. Mas Trip dari Brigade Pertempuran ke Brigade


37

Pembangunan. Bina Aksara. Jakarta. hal. 57. Baca juga Sumbangsihku Bagi
Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 167.

40
keseluruh pelosok-pelosok untuk mengajar rakyat membaca dan menulis.38

Keterlibatan kaum perempuan tentu bukan untuk kepentingan Jepang tetapi juga

untuk kepentingan kemerdekaan Indonesia. Namun, gerakan perempuan pada

masa ini lebih bersifat ke dalam (internal) untuk memperbaiki diri dan melahirkan

sejumlah konsep agar gerakan perempuan yang bersifat egaliter.39

Ditengah situasi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kaum perempuan

juga harus berjuang untuk menghapus poligami. Bagi perempuan poligami

sebagai penghinaan terhadap kaum perempuan. Oleh karena itu, banyak kaum

perempuan ikut ambil bagian untuk terjun kepelosok mengajar rakyat membaca

dan menulis serta aktif berjuang melawan penjajah.40

Fujinkai melakukan kegiatan domestik41 untuk membantu kegiatan kaum laki-

laki dalam konteks perang.42 Anggota Fujinkai harus mempropangandakan cita-cita

Jepang yaitu “Asia Raya” di bawah pimpinan Dai Nippon dan ruang gerak

perempuan dalam hal ini sangat dibatasi. Fujinkai adalah salah satu di

38
Keterlibatan kaum perempuan terkait program yang dicanangkan oleh
Jepang yaitu melancarkan pemberantasan buta huruf bagi rakyat Indonesia.
39
Fauzie Ridjal. op.cit. hal. 103.
40
Sepuluh Windu perjuangan Wanita Indonesia setelah Kartini: keterlibatan
perempuan dalam mengajari rakyat membaca dengan maksud agar dengan bisa
membaca dan menulis, kaum perempuan sadar bahwa poligami merugikan kaum
perempuan, sehingga bisa diharapkan kaum perempuan melawan poligami yang
merugikan tersebut. Bentuk perlawanan perempuan terhadap poligami dengan
diajarkannya kaum perempuan baca dan tulis.
41
Domestik, dari kata Domus yang artinya rumah. Domestik berarti kegiatan
yang dilakukan diseputar rumah misalnya mendidik dan merawat.
42
Fauzie Ridjal. op.cit. hal. 106.

41
antara organisasi yang digunakan Jepang untuk mengerahkan rakyat Indonesia

untuk bekerja secara “suka-rela” demi kemenangan Jepang.

Pada zaman Jepang, hak politik perempuan dirampas, keadaan ekonomi

sangat parah, penyakit merajalela. Namun, kaum perempuan yang masuk Fujinkai

masih berpengharapan, bahwa melalui wadah tersebut, mereka dapat bergaul satu

sama lain, sehingga jiwa pejuang dan semangat nasionalisme masih bisa

dipertahankan, mereka tetap membangun komunikasi. Pelaksanaan perjuangan

zaman Jepang begitu susah, karena sistem fasisme, kediktatoran dan kekerasan

Jepang yang harus mereka alami.

Suatu penghiburan bagi organisasi perempuan di mana, Jepang menghapus

stratifikasi rasial dan sosial dalam penyelenggaraan pendidikan. Adanya

demokrasi pendidikan dalam arti semua warga negara mendapat kesempatan dan

mempunyai hak yang sama untuk sekolah.43

C. Zaman Pasca Proklamasi

Sesudah Jepang kalah, dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945,

memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum perempuan untuk lebih maju ke

depan membela negara secara nyata. Masa menjelang kemerdekaan, perempuan

juga aktif di medan perang serta, terlibat dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha

Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Perjuangan perempuan bergerak ikut serta

43
. 1984. Perjuangan Wanita Indonesia Sepuluh Windu Setelah
Kartini 1904-1984. op.cit. hal. 76.

42
dengan kaum laki-laki,44 bekerjasama serta berjuang bersama kaum laki-laki

untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Organisasi-organisasi perempuan pada umumnya mengutamakan usaha-

usaha perjuangan. Keterlibatan perempuan dalam revolusi fisik, terutama di front

belakang, sebagai juru rawat, penyelenggara dapur umum, pos-pos palang merah,

di garis depan, di medan pertempuran, melakukan kegiatan intel, jadi kurir,

menyediakan dan mengirimkan makanan ke garis depan, merawat para

pengungsi.45

Revolusi Agustus 1945 mendobrak ikatan-ikatan adat dan tradisi yang

sebelumnya menghambat gerak maju perempuan. Penderitaan dan penghinaan

selama penjajahan sudah cukup berat, dan kini, sewaktu revolusi urusan-urusan

yang tidak pokok tidak dihiraukan lagi. Seluruh rakyat merasa terpanggil untuk

ikut berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan.

Komunikasi yang telah dibangun zaman Jepang, bisa mempermudah kaum

perempuan, untuk mengarahkan tenaga guna kepentingan perjuangan

mempertahankan kemerdekaan. Rakyat, pedagang kecil, kaum buruh, kaum tani,

dikerahkan oleh perempuan untuk menyiapkan makanan, obat-obatan, tempat

perlindungan.

Pada Perang Kemerdekaan I dan Perang Kemerdekaan II, keadaan politik

dan ekonomi di Indonesia semakin memburuk. Perempuan merupakan korban

44
Lihat Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi, op.cit. hal. 75.
45
Ibid.

43
pertama yang sangat merasakan dampak dari keadaan krisis tersebut. Oleh karena

itu perempuan terpanggil untuk ikut berjuang dan mempertahankan kemerdekaan.

Dalam kesibukan revolusi fisik pergerakan perempuan berbenah diri

menggalang persatuan yang kuat. Setelah Fujinkai dibubarkan, dan masing-

masing daerah membentuk organisasi perempuan yang baru dan bebas seperti

PERWANI (Persatuan Wanita Indonesia) dan WANI (Wanita Negara Indonesia).

PERWANI dan WANI menyelenggarakan Kongres pertama kali diadakan oleh

perempuan setelah proklamasi di Klaten pada bulan Desember 1945. Maksud dari

kongres tersebut adalah mempersatukan ideologi dan membentuk badan

persatuan. Perwani dan Wani dilebur menjadi badan fusi dengan nama Persatuan

Wanita Republik Indonesia (PERWARI). Untuk merealisasikan cita-cita di atas,

dibentuklah dapur umum untuk tujuan kemerdekaan, di dalamnya kaum

perempuan memainkan peranan penting dalam membangun jalur komunikasi

antara perbagai satuan gerilya.46

D. Gerakan Perempuan Tahun 1946

Setelah Indonesia merdeka, partai-partai politik didirikan, sejumlah

perempuan masuk dalam dunia politik lewat partai-partai politik yang ada.

Aktivitas para perempuan langsung sangat menonjol, misalnya dengan mendirikan

organisasi bagi perempuan di bawah payung partai-partai tersebut. Perempuan

juga tidak mau ketinggalan membela kemerdekaan tanah air. Lahirnya organisasi-

organisasi perempuan Indonesia pada awalnya hanya untuk kepentingan kaum

Lihat Perjuangan Wanita Indonesia Sepuluh Windu Setelah Kartini


46

1904-1984. op.cit. hal. 80-90.

44
perempuan, yaitu dapat mengembangkan ketrampilan, bisa tulis dan membaca.

Pada masa setelah perjuangan bersenjata, organisasi merupakan wadah dalam

memperjuangkan cita-cita, wadah untuk dapat menampung gerakan dalam

melancarkan perjuangan. Oleh karena itu, perempuan ikut serta dalam perjuangan

bersenjata berusaha membangun suatu organisasi perempuan yang revolusioner.

Sejak kemerdekaan Indonesia, organisasi perempuan menyelenggarakan

Kongres Wanita Indonesia Desember 1945 dan mendirikan badan gabungan yang

diberi nama KOWANI. Program pokoknya adalah pendidikan, sosial dan

ekonomi. Kongres II, III, bertujuan untuk lebih mengkonsolidir dan mengkordinir

tenaga perempuan daam perjuangan tanpa melalaikan tugas pokok sebagai

pendidik anak kandung dan anak rakyat.47

KOWANI mengadakan kongres IV dengan keputusan: melakukan aksi

keluar yaitu memelihara hubungan dengan luar negeri; mendirikan badan-badan

yang bersifat otonom, misalnya mengurus hukum perkawinan dan hak perempuan,

serta masalah buruh perempuan.48

Kongres KOWANI di Solo tahun 1946, Kongres Wanita Indonesia

dibentuk sebagai suatu badan federasi dari semua organisasi perempuan untuk

menyokong kemerdekaan bangsa Indonesia sehingga dibentuklah berbagai organisasi-

organisasi perempuan. Munculnya sejumlah laskar bersenjata yang angotanya para

perempuan, seperti Laskar Putri Indonesia (LPI) di Surakarta, Pusat tenaga

Perjuangan Wanita Indonesia (PTPWI), Persatuan Wanita Indonesia

47
Ibid. hal. 77-78.
48
Ibid. hal. 107.

45
(PERWARI), yang terbentuk setelah bubarnya Fujinkai, Wanita Negara di

Indonesia (Wani), Laskar Wanita Indonesia (Laswi), serta terbentuknya Wanita

Pembantu Perjuangan (WPP) di Yogyakarta.49

Pada bulan Februari lahirlah Badan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI).

Juni 1946 Kongres Wanita Indonesia Ke V di Madiun, diputuskan untuk

mengadakan hubungan dengan luar negeri dengan menjadi anggota Women's

International Democratic Federation (WIDF). Dijiwai oleh tekad untuk ikut serta

dalam pembangunan jaringan kerjasama Internasional untuk mendukung

pergerakan wanita. Selanjutnya menyusun program-program kerja, meliputi

bidang pembelaan negara, bidang-bidang sosial, politik, pendidikan, sesuai

dengan derap perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan republik.

Pertemuan antar organisasi dalam sekian kongres perempuan

memungkinkan perempuan memperluas imajinasi mereka tentang perempuan dan

wujud baru bernama bangsa. Kebangkitan gerakan nasionalis anti kolonial

membuka jalan bagi perempuan untuk keluar rumah, menyatakan pendapat secara

terbuka, dan berorganisasi.

Sesudah kemerdekaan perjuangan perempuan terfokus pada dua pokok

persoalan yakni: merebut kemerdekaan dari Belanda; serta masalah poligami.

Poligami50 merupakan salah satu masalah sentral gerakan perempuan dan

merupakan faktor pemicu pecahnya dan melemahnya persatuan gerakan

49
Fauzie Ridjal (ed). op.cit. hal. 103.

Poligami: seorang laki-laki memiliki dua istri atau lebih dari satu. Sejak
50

zaman Kartini kaum perempuan sudah memperjuangkan masalah tersebut, tetapi


sampai saat ini masalah poligami belum terpecahkan.

46
perempuan. Pihak yang tetap meneruskan perjuangan anti-poligimi, terutama

PERWARI, sedangkan ada organisasi lain menganggap poligami tidak terlalu

penting sehingga perlu diabaikan.

Namun, pemerintah tetap mendorong perempuan untuk giat berpartisipasi

dalam mengisi kemerdekaan. Melalui, buku “Sarinah” 1947 karya Sukarno, buku

ini sebagai persembahan pemikiran bagi posisi perempuan dalam masyarakat,

sebuah bentuk dukungan kebebasan sosial politik perempuan. Masa di mana

menjamurnya partai politik, perempuan mempopulerkan isu-isu perjuangan

perempuan dan peta gerakan perempuan di dunia.

Dalam buku Sarinah, Soekarno mengatakan bahwa pada suatu masa kaum

perempuanlah yang mengemudi masyarakat, kaum perempuanlah yang berkuasa,

kaum perempuanlah yang mengepalai peperangan, kaum perempuanlah yang

memanggul senjata, kaum perempuanlah yang mengorbankan jiwanya guna

sejarah.51

Soekarno merupakan tokoh politik utama pada zaman itu. Ia menguraikan

pandangannya tentang perempuan. Menurut Soekarno, perjuangan perempuan

dibagi dalam tiga tingkatan. Tingkat pertama, merupakan perjuangan untuk

memperbaiki kehidupan perempuan. Tingkat kedua, adalah perjuangan feminisme

yang memperjuangkan persamaan hak dengan kaum laki-laki, sedangkan tingkat

ketiga adalah mengenai perjuangan sosial, di mana perempuan dan laki-laki

Soekarno. 1951. Sarinah., Kewajiban Wanita Dalam Perjoangan


51

Republik Indonesia. Cetak II. Yayasan Pembangunan. Jakarta. hal. 30.

47
berjuang bahu-membahu untuk saling membantu untuk memperbaiki kehidupan.52

Dengan adanya partisipasi perempuan berarti mempercepat sosialisme.

Sebaliknya kaum laki-laki harus sadar, bahwa mereka tidak dapat berhasil tanpa

kaum perempuan. Soekarno mengajak laki-laki agar menjadikan perempuan

sebagai partner.

52
Ibid. hal. 157.

48
BAB III

GERWANI PELOPOR GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

A. Pendahuluan

Revolusi sosial disikapi oleh bangsa Indonesia dengan berbagai macam cara.

Tidak ketinggalan juga kaum perempuan ingin terlibat mewarnai revolusi sosial

dengan melakukan perlawanan dengan cara membentuk organisasi-organisasi,

untuk mengangkat kondisi kaum tertindas dan kaum terpinggir.

Diakui bahwa organisasi perempuan awalnya muncul dengan sifat

keagamaan maupun kedaerahan, sehingga dalam perkembangannya lebih

mengutamakan kelompoknya sendiri. Demikian juga Gerwani tumbuh dalam

revolusi sosial, untuk melawan kaum elit53 Indonesia dan untuk mengubah cara

berpikir, cara berelasi, dan cara berproduksi serta ingin memberdayakan rakyat

khususnya kaum perempuan.

Gerakan perempuan diliputi semangat yang kuat untuk mengadakan

perbaikan dalam masyarakat dipelbagai bidang, seperti pendidikan, dan sosial,

yang disebut dengan gerakan sosial.54 Dibidang pendidikan memperjuangkan

pendidikan bagi kaum perempuan dan dibidang sosial perempuan ingin keadilan

bagi perempuan terutama hak-hak perempuan55; perempuan ingin melawan

53
Kaum elit Indonesia: (elit politik, elit ekonomi dan elit agama) semuanya
adalah kaum laki-laki.
54
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal 73-75.

Yang di maksud dengan hak-hak perempuan di sini antara lain hak untuk
55

mendapatkan upah yang sama, hak yang sama dalam hal mengajukan perceraian.

49
pemilik modal serta ingin melawan adat istiadat yang tidak berpihak pada

perempuan56. Gerakan sosial ditujukan untuk meningkatkan perikemanusiaan,

harkat dan martabat, pengentasan kemiskinan maupun penindasan.

Perempuan dianggap unsur penting sebagai pendidik generasi muda.57

Karena pendidikan pertama-tama diterima oleh seorang anak dari dalam rumah,

dan disamping itu generasi muda khususnya perempuan kurang mendapatkan

pendidikan seperti layaknya kaum laki-laki. Maka, organisasi perempuan dibentuk

pertama-tama untuk memperjuangkan kepentingan perempuan sekaligus untuk

melawan adat istiadat yang mendiskriminasikan perempuan dan untuk

mendukung perjuangan bangsa dalam memperoleh kemerdekaan. Pada dasarnya

masing-masing organisasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu menghapus

ketidakadilan.

Gerakan perempuan disatukan oleh kepentingan bersama, serta basis

solidaritas bersama. Kepentingan bersama yaitu menuntut pendidikan bagi kaum

perempuan, sedangkan bentuk solidaritas adalah melawan segala bentuk

ketidakaldilan yang dialami oleh kaum perempuan dalam kehidupan

bermasyarakat. Perjuangan perempuan pada periode ini muncul dari sekelompok

orang yang memiliki tujuan bersama serta dilandasi ikatan solidaritas untuk

membawa perubahan melalui tindakan sosial58 terhadap otoritas pemerintah59.

Konteks organisator Gerwani dan hubungannya dengan Partai komunis


56

Indonesia dan ciri komunisme.


57
Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal. 44

Tindakan sosial yaitu kerjasama antar organisasi untuk melakukan


58

demontrasi, membuka tempat-tempat kursus bagi perempuan.

50
Dalam masa gerakan sosial60, perempuan telah mengambil bagian dalam

berbagai bentuk tindakan, misalnya, Pemberantasan Buta Huruf (PBH) dengan

membuka sekolah; membuka tempat-tempat kursus; demontrasi hingga lobi ke

legislatif atau melakukan tindakan-tindakan simbolis misalnya mogok makan atau

mengikat kepala dengan kain.61 Akibat adanya gerakan sosial, perempuan akan

melek huruf dan memiliki keterampilan; masyarakat berpendidikan dan

kesejahteraan; pemerintah lebih memperhatikan kepentingan rakyat. Tetapi

kemudian gerakan-gerakan sosial semakin menjadi sarana bersama untuk

membawa perubahan.

B. Sejarah Lahirnya Gerakan Wanita Indonesia (GERWANI)

B.1. Istri Sedar

Istri Sedar didirikan pada tanggal 22 Maret 1930 oleh Nn. Soedimah (Ny.

Asraroedin), Nn. Djoehaeni (Ny.Maskoen Soemadiredjo) dan Ny. Suzanna

Hamdani. Ketiga tokoh tersebut adalah mantan anggota pimpinan perkumpulan

“Putri Indonesia”. Mereka terpanggil untuk menyadari kaum perempuan akan

ketertindasan yang diakibatkan oleh cengkraman imperialisme Belanda. Istri

Otoritas atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak disetujui Gerwani


59

adalah keberpihakan pemerintah pada pemilik modal; pemerintah tidak


menurunkan harga bahan pangan; pembuatan undang-undang yang
menguntungkan para pemilik modah dan kaum laki-laki.
60
Gerakan sosial cenderung berpikir bahwa gerakan sosial muncul terjadi
kalau masyarakat kecewa terhadap ketidakadilan dan memutuskan tindakan
tertentu untuk menyelesaikannya. Gerakan sosial dilandasi oleh keadaan
ketidakadilan.
61
Kekuatan Politik Pengibuan. Kompas, Jumat. 8 Mei 2009.

51
Sedar menyatakan diri ingin meningkatkan status perempuan Indonesia melalui

perjuangan kemerdekaan.62 Ide dasarnya adalah bahwa tidak akan ada persamaan

hak antara laki-laki dan perempuan bila tidak ada kemerdekaan.63

“… Istri Sedar merupakan perkumpulan yang menuju pada kesadaran


perempuan Indonesia dan derajat hidup Indonesia, untuk melekaskan
dan menyempurnakan kemerdekaan.”64

Agar supaya bebas dari genggaman kolonial, maka tenaga perempuan

diperlukan untuk bekerjasama dan berjalan beriringan dengan kaum laki-laki demi

memperjuangkan kemerdekaan nusa dan bangsa serta dalam pembangunan

bangsa.65 Tujuan utama Istri Sedar untuk menyadarkan kaum perempuan, dengan

memperhatikan tugas perempuan, seperti memberi pengajaran apa saja untuk

perempuan dengan tujuan agar perempuan kuat dan matang berjuang di bidang

politik bersama kaum laki-laki serta mencoba mengubah paradigma66 umum. Di

atas semua ini yang terpenting supaya kaum perempuan tidak menghalangi kaum laki-

laki bila terjun dalam aktivitas perjuangan politik. Disarankan juga agar perempuan

langsung ikut serta dalam perjuangan politik suaminya. Lebih penting

62
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal 131.
63
Lihat Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 206.

A.K. Pringgodigdo SH. 1980. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia.


64

Dian Rakyat. Jakarta. hal. 172.


65
Ibid. hal. 174.

Paradigma umum, di mana kaum perempuan dianggap sebagai anggota


66

masyarakat yang tidak lebih rendah dari kaum pria

52
lagi artinya, kaum perempuan sendiri mengambil inisiatif dan menjadi pelopor

atau pemimpin dari satu gerakan masa politik.67

Dalam proses pertumbuhannya, Istri Sedar merumuskan Anggaran Dasar

(AD).68 Di dalam AD, Istri sedar menekankan bahwa dalam diri setiap anggota

harus memiliki jiwa nasionalis yang berpihak pada rakyat, bersikap netral, dan

harus percaya diri serta berjiwa nasional.

Dalam mewujudkan AD, Istri Sedar mulai menyelidiki dan memperhatikan

masalah perempuan dengan memberikan pendidikan kepada perempuan

berdasarkan semangat nasionalis dan semangat kerakyatan, mendorong

perempuan untuk bisa hidup mandiri; mengadakan kursus-kursus; diterbitkan juga

majalah perempuan untuk pengembangkan diri perempuan.

Perhatian utama Istri Sedar adalah persoalan perempuan serta keinginan

untuk melawan realitas sosial yang merendahkan derajat kaum perempuan.

Keadaan perempuan di tengah kehidupan bermasyarakat, yakni; sulit mencari

nafkah, adanya perbedaan upah, mayoritas buta huruf, rendahnya pendidikan anak

perempuan, permaduan, kawin paksa, kasus perceraian yang tidak adil. Untuk

mengatasi realitas tersebut, maka kaum perempuan pertama-tama diberi

pendidikan, diberi kursus-kursus, dan arisan. Disamping itu, kaum perempuan

67
., Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. loc.cit. hal. 206.

Anggaran Dasar: “Perhimpoenan Istri Sedar menoedjoe pada kesadaran


68

perempoean Indonesia dan pada deradjat dan penghargaan sama, antara


perempoean dan laki-laki, didalam pergaoelan hidoep di Indonesia oentoek
mempertjepat memperoleh Indonesia merdeka. Oentoek mentjapai toejoean ini
dirumuskan sebagai dasar: (1). Kenasionalan jang sedalam-dalamnya, (2).
Kepertjajaan pada diri sendiri, (3). Kerakjatan jang seloeas-loeasnya, (4).
Kenetralan terhadap (tidak memihak) pada agama apapoen”. Lihat.
Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. hal. 207.

53
diajak untuk hidup mandiri dan diharapkan bisa mencari solusi atas setiap

problem yang dihadapinya.69

Pergerakan perempuan Indonesia bukan hanya untuk menuntut hak dan

persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki saja, tetapi memikul

kewajiban mengobarkan perasaan kemerdekaan dan kemanusiaan pada kaum

perempuan, guna bekerja untuk rakyat dan tanah air.

Bersandar pada pokok pikiran “percaya pada kekuatan sendiri” Istri Sedar

bergerak terus, bersikap netral, tidak berafiliasi dengan salah satu organisasi. Asas

dan tujuan organisasi Istri Sedar tahun 1945 disesuaikan dengan keadaan

kemerdekaan, dengan berpedoman pada falsafah negara Pancasila dan Undang-

undang Dasar 1945. Tujuannya adalah70: (a) meningkatkan kesadaran perempuan

akan kedudukannya dalam hukum dan masyarakat, serta pada pelaksanaan hak,

derajat dan penghargaan sama antara perempuan dan laki-laki dalam pergaulan

hidup di Indonesia.(b).Tercapainya masyarakat yang adil, makmur dan sentosa.

Isteri Sedar merupakan organisasi perempuan yang paling radikal, serta

tidak mau berkompromi mengenai masalah-masalah poligami dan perceraian. Hal

ini yang menimbulkan perbedaan mendalam di antara organisasi-organisasi

perempuan Islam dan organisasi lainnya.71

Isteri Sedar merupakan satu-satunya organisasi yang secara terbuka dan

sistematis mengecam politik pemerintah kolonial Belanda, dan memberi perhatian

69
A.K. Pringgodigdo. op.cit. hal. 175-180.
70
., Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 211-214.
71
A.K. Pringgodigdo. op.cit. hal. 176-180.

54
pada perjuangan anti-kapitalisme. Misalnya, pada kongresnya tahun 1932, dalam

mana Sukarno yang di kemudian hari menjadi presiden mengucapkan pidatonya

yang berjudul "Gerakan Politik dan Emansipasi Perempuan," Isteri Sedar

menyatakan bahwa perempuan Indonesia harus memainkan peranan aktif di

bidang politik oleh karena "hanya Indonesia yang merdeka oleh usaha besar-

besaran kaum laki-laki dan perempuan yang bersatu padu yang akan sanggup

memberikan persamaan hak dan tindakan kepada rakyat Indonesia."72

B.2. Latar Belakang Lahirnya Gerakan Wanita Indonesia Sedar (GERWIS)

Gerwis didirikan oleh mantan gerilyawan perempuan pada 4 juni 1950,

dengan cita-cita mengajak dan menyadarkan perjuangan menuju Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Organisasi ini lebih banyak menjangkau rakyat pedesaan.

Dari segi ideologi, Gerwis merupakan kelanjutan dari Isteri Sedar. Pada masa

setelah perjuangan bersenjata tahun 1945-1950, sebagian perempuan tidak puas

dengan organisasi-organisasi perempuan yang ada. Dalam pandangan mereka,

organisasi yang ada gerakannya sangat monoton dan tanpa resiko. Rasa tidak puas

itu disebabkan oleh beberapa faktor:

1) Kebanyakan organisasi perempuan73 gerakannya terbatas pada persoalan

mengenai perempuan, sehingga hanya terfokus pada hak-hak perempuan,

serta kurang tergerak untuk membela perempuan dalam kehidupan sehari-

72
Ibid. hal. 174-177.

Organisasi perempuan yang ada, seperti Perwari, Wanita Sosialis Wanita


73

Demokrat Aisyah, Muslimat NU.

55
hari, umpamanya: kasus perkosaan, poligami dan perkawinan di bawah

umur.

2) Walaupun kaum perempuan aktif dalam memperjuangkan reform undang-

undang perkawinan, tetapi dalam kenyataannya kurang berani melawan

secara terang-terangan atas kasus perkosaan, permaduan dan perkawinan

dibawah umur. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan organisasi perempuan

yang ada bernaung di bawah payung agama khususnya agama Islam,

sehingga mereka tidak berani menentang dan menerima keadaan tersebut

karena merupakan ajaran agama.74.

3) Organisasi perempuan yang ada pada waktu itu kurang mau berjuang demi

kepentingan rakyat miskin dan perempuan pedesaan. 75

4) Masing-masing organisasi mempunyai program pendidikan, serta masing-

masing mendirikan sekolah-sekolah umum. Hal ini baik, namun bila terjadi hal-

hal yang perlu diperjuangkan secara politik mereka tidak mau. Mereka membatasi

diri pada pada persoalan sosial, seperti soal pendidikan,76 tidak ada aksi dan

gerakan yang bersifat nasional secara bersama karena masing- masing sibuk

dengan urusan organisasinya sendiri-sendiri dan puas dengan kegiatan yang sudah

ada.

5) Tidak mau membicarakan, apalagi mengadakan aksi menentang ijon di desa-

desa, lintah darat, upah menuai padi yang sangat rendah, dan banyak

74
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 233
75
Ibid. hal. 294.
76
Ibid.

56
problem kehidupan di desa dalam kehidupan perempuan buruh tani yang

sangat miskin.77

Sementara realitas dimasyarakat, banyak terjadi ketidakadilan yang

disebabkan oleh perbuatan tuan tanah atau para pemilik modal. Adanya sistem

ijon78 di desa-desa; problem buruh tani di pedesaan; serta upah buruh yang sangat

rendah, membuat rakyat miskin semakin menderita. Persoalan demi persoalan

dialami oleh rakyat miskin tetapi organisasi perempuan tidak membela kasus-

kasus tersebut.

Dengan mengacu pada permasalah organisasi perempuan yaitu, hanya

berputar pada masalah keterampilan, maka organisasi perempuan tidak akan

berkembang. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka sebagian perempuan mulai

sadar untuk diajak lebih maju. Mereka membentuk suatu organisasi baru. Dengan

suatu keyakian bahwa, organisasi yang baru dapat membantu perempuan keluar

dari kemelut penindasan dan dapat membantu masyarakat.

Para perintis Gerwis memiliki cita-cita berjuang untuk kemerdekaan bagi

bangsa. Mereka berjuang untuk menolak dan mengakhiri berbagai praktek-praktek

feodalisme.

77
Hikmah Diniah. op.cit. hal.87-88.
78
Sistem Ijon, dari kata ijo artinya muda. Sistem Ijon adalah sistem di mana
para petani meminjamkan uang pada pemilik modal dengan jaminan padi yang
masih ijo. Sistem ini sangat merugikan para petani, karena kalau gagal panen
petani harus mengembalikan padi panen 2X lipat. Selama padi masih ijo sampai
kuning petani kerja gratis. Dengan sistem ini, pemilik modal semakin kaya
sedangkan petani semakin miskin, kalau gagal panen terus menerus maka, pada
akhirnya petani harus menjual tanahnya dengan gratis ke pemilik modal.

57
B.2.1. Keanggotaan Gerwis

Atas dasar pengalaman diatas, maka berkumpulah enam orang mewakili

perempuan se-pulau Jawa di Semarang, keenam perempuan ini membawa misi

dan tujuan untuk meleburkan organisasi-organisasi masing-masing kedalam satu

wadah tunggal yakni Gerakan Wanita Indonesia Sedar (GERWIS). Mereka

membentuk wadah yang bernama organisasi dan sering pula menjadikan wadah

tersebut sebagai tempat untuk mengaktualisasikan dirinya. Keenam organisasi

tersebut adalah:79 (1).Rukun Putri Indonesia (Rupindo) Semarang, (2). Persatuan

Wanita Sedar dari Surabaya, (3). Persatuan Wanita Sedar Bandung, (4). Gerakan

Wanita Indonesia (Gerwindo) dari Kediri, (5). Wanita Madura dari Madura, (6).

Pejuang Putri Indonesia dari Pasuruan.80

Keenam tokoh organisasi ini menjadi pelopor berdirinya Gerwis atau

Gerwani. Mereka mempunyai latar belakang sosial yang berbeda-beda, tetapi sama-

sama terjun di tengah pergerakan nasional. Sebelumnya, ada diantara mereka

ikut berjuang dalam satuan gerilya melawan Jepang dan Belanda. Beberapa orang

tokohnya bergerak dibawa tanah dan memiliki semangat komunis, mereka juga

sudah terlibat politik nasional. Para tokoh Gerwis selama bertahun-tahun ikut dalam

kanah perang kemerdekaan, misalnya S.K.Trimurti,81

79
, 1995. Bahaya Laten Komunis di Indonesia jilid III, Konsolidasi
dan Infiltrasi PKI 1950-1959. Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI. Jakarta. hal. 66.
80
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 283.
81
. Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi. op.cit. hal. 74-75.

58
adalah anggota Partindo serta giat dalam organisasi perempuan.82 Salawati Daud

Walikota Makasar; aktif di PPI (pasukan bersenjata), aktif membantu revolusi

dengan mengorganisasi berbagai dapur umum serta layanan kesehatan bagi

pejuang yang ada di garis revolusi. Tokoh-tokoh yang berjiwa sosialis inilah

mempengaruhi gerak organisasi Gerwis.

Dengan bergabungnya keenam tokoh, berarti bergabung juga keenam

organisasi yang sama-sama mempunyai misi bagi kebebasan kaum tertindas.

Gerwis tumbuh dalam situasi yang sangat sulit ketika Negara sedang menata

bangunan infrastruktur setelah kemelut perjuangan bersenjata melawan

kolonialisme.

TABEL 1
Keanggotaan Gerwis Tahun 1950-1954
Tahun Jumlah Anggota Keterangan
1950 6 orang Utusan dari 6 organisasi
1951 6.000
195283 4.000 Pekerjaan dikalangan massa sudah dimulai
1953 84
7.016 85

1954 80000 203 cabang di seluruh Indonesia


Sumber: Tanpa Nama. 1995. Bahaya Laten Komunis di Indonesia , Jilid III. Konsolidasi dan
Infiltrasi PKI 1950-1959, Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Jakarta.

Dari data table di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa keanggotaan

Gerwis bermula dari enam orang utusan dari enam organisasi perempuan,

82
Hikmah Diniah. op.cit. hal. 86-96.
83
Masuknya Istri buruh kereta api (IBKA) berikut 10 cabang yang ada di
Jawa serta 4.000 anggota IBKA
84
Masuknya Organisasi Perwin (Persatuan Wanita Indonesia Dari Manado)
serta Indikasi bahwa pekejaan dikalangan massa sudah mulai.
85
Anggota Gerwani di Jawa Tengah

59
berkembang mencapai 80.000 orang anggota. Laju pertumbuhan Gerwis dari

tahun 1950 hingga 1954 semakin cepat dan bertambah banyak. Dari tabel dapat

dilihat bahwa Gerwis diminati dan memiliki daya tarik dan dikarenakan aksi-aksi

Gerwis sangat relevan dengan kebutuhan rakyat, sehingga mampu menarik kaum

perempuan. Selain karena daya pesona kegiatan organisasi, juga merupakan hasil

kerja keras para kader-kader. Perkembangan ini bukan merupakan suatu

perkembangan yang patut dibanggakan, karena para anggota atau kader-kader

Gerwani masih terbatas pada kaum perempuan yang sadar dan sifatnya terbatas,

dan disadari pula bahwa Gerwis belum menarik perempuan dari kalangan masa.86

Namun, Gerwis yang masih menjadi organisasi mudah masih sibuk membenah

diri dan membangun cabang-cabang di seluruh pulau Jawa dan di luar Jawa.

Gerwis, sebagai organisasi perempuan revolusioner yang segera mendapat

sambutan hangat, terutama didesa-desa, dan cepat berkembang diseluruh

nusantara.

B.2.2. Kegiatan Gerwis

Pada awal berdirinya Gerwis hanya membuat dan melaksanakan program

perjuangan yang sangat sederhana yakni “membuat kaum perempuan menjadi

sadar politik” dengan tujuan mendekati kaum perempuan yang miskin. Bentuk

kegiatannya antara lain: anjangsana; ceramah; dan pertemuan-pertemuan rutin,

seperti rapat dan arisan. Didirikannya 52 tempat kursus-kursus keterampilan dan

kursus pemberantasan buta huruf; 29 kursus bagi penyadang cacat dan; 17 tempat

kursus bagi kader-kader serta didirikannya 8 sekolah Taman Kanak-kanank (TK

86
Hikmah Diniah. op.cit. hal. 167.

60
Melati).87 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Gerwis sangat sederhana tetapi

mampu menjawab kebutuhan rakyat khususnya kaum perempuan.

Sejak awal Gerwis merupakan organisai perempuan yang paling aktif di

bidang politik nasional. Sebagai bukti mereka aktif dalam politik nasional adalah,

mengeluarkan pernyataan menentang “unsur -unsur reaksioner”, mencurahkan

perhatian pada masalah pendidikan dan melek huruf dengan membuka sekolah

dan kursus-kursus, memperjuangkan undang-undang perkawinan, dan

memperjuangkan Hari Perempuan 8 Maret sebagai hari solidaritas perempuan

Indonesia.

Dalam situasi demikian Gerwis menempuh tiga medan perjuangan yaitu:

(a) Medan politik: menghadapi unsur-unsur “reaksioner” antara lain yang telah

mengorganisasi peristiwa 17 Oktober 1952. Melawan kebijakan

pemerintah yang membiarkan para pemilik perkebunan asing serta terlalu

lunak terhadap modal asing, sehingga kaum perempuan menderita.88

(b) Medan perempuan: melawan peraturan pemerintah no.19 dan menyokong

perjuangan Undang-undang Perkawinan yang demokratis.

(c) Perjuangan daerah: di daerah-daerah Gerwis terlibat berjuang bersama

gerakan tani untuk melawan usaha pemerintah yang akan mengusir petani-

petani miskin yang menempati bekas tanah perkebunan yang telah mereka

garap.

Fransisca Ria Susanti. 2007. Kembang-kembang Gender. Jejak. Wangun


87

Pritinka. Yogyakarta. hal. 135-138.


88
Saskia Eleonora Weiringa. op.cit. hal. 295.

61
Dalam mewujudkan ketiga medan perjuangan di atas Gerwis sangat aktif

mengumpulkan massa untuk melawan kebijakan pemerintah melalui aksi-aksi

demontrasi bersama-sama. Kemajemukan persoalan hidup yang ada ditengah

kehidupan masyarakat mendorong Gerwis mengembangkan diri ke dalam

kegiatan yang lebih bermakna dan berguna bagi banyak orang. Gerwis juga

memperketat pengawasan terhadap keresahan sosial yang terus terjadi.

B.3. Lahirnya GERWANI89

Pada tahun 1954, ketika Gerwis menyelenggarakan kongres II, Gerwis ingin

lebih menarik anggota organisasi dari kalangan massa dan ingin lebih feminis.

Sejalan dengan politik partai golongan kiri saat itu, Gerwis memutuskan untuk

lebih berencana menarik kaum perempuan dari kalangan massa. Sebagai simbol

untuk keputusan kongres, nama organisasi diubah menjadi Gerwani.90

Perubahan Gerwis menjadi Gerwani adalah perubahan mendasar format

organisasi, dari sebuah organisasi kader menjadi organisasi yang menggalang

massa perempuan seluas-luasnya. Hal ini berarti Gerwani menjadikan

organisasinya sebagai wadah pendidikan massa. Perumusan format seperti ini

didasarkan pada cita-cita dan tanggungjawab untuk membangun suatu gerakan

perempuan yang membela hak perempuan dan anak. Sedangkan lingkup

89
Gerwani merupakan kelanjutan dari berasal dari Organisasi Wanita
Indonesia Sedar (Gerwis).
90
Pada awalnya Gerwani ketika masih Gerwis lebih pada pendidikan kader
dan ini disadar bahwa garis kader membuat Gerwani tidak berkembang, oleh
karena itu, Gerwani pada tahun 1954 juga mengadakan rekrumen berbasis massa
dan menggalang kekuatan massa. Di garis massa keanggotaan Gerwani semakin
berkembang.

62
perjuangannya tetap melanjutkan apa yang telah diprogramkan Gerwis, yakni

berjuang pada tiga medan.

Faktor-faktor yang mendorong adanya perubahan organisasi kader ke

organisasi massa: pertama, jumlah anggota yang kurang berkembang dan terbatas

pada golongan menengah keatas; kedua, tujuan awal berdirinya Gerwani untuk

mendekati kaum perempuan tani, buruh dan miskin, namun dalam parkteknya hal

ini tidak terwujud karena status sosial anggota dari golongan menengah keatas

sehingga menyulitkan mereka dalam mendekati kaum perempuan di masyarakat.

Sesuai dengan hasil yang disepakati dan diputuskan pada Kongres II, untuk

mengubah arah tujuan yang lebih menyatu dengan kaum perempuan buruh, tani,

serta lebih berbasis massa. Perubahan nama dimaksudkan untuk menghilangkan

kesan “karakteristik sempit” dari Gerwis dan akan mempunyai kemungkinan

besar untuk menggembangkan tanggungjawabnya sebagai gerakan perempuan

yang mampu menggalang massa luas, dan berjuang demi hak-hak perempuan

serta hak anak-anak yang masih tertindas. Dengan perubahan berarti juga Gerwani

lebih berkomitmen untuk berjuang pada tingkat politik.

B.3.1. Tujuan terbentuknya Gerwani

Perhatian umum organisasi perempuan ingin mencapai kesamaan dengan laki-

laki, demikian juga dengan Gerwani. Namun demikian, Gerwani tidak hanya

memusatkan perjuangannya demi kesamaan dengan laki-laki pada reform

perkawinan saja,91 tetapi pada masalah-masalah kesamaan hak. Didasari

91
Saskia Eleonora Weiringa. op.cit. hal. 281.

63
pandangan kerakyatan inilah kemudian Gerwani ingin agar buruh, dan tani

perempuan juga aktif dalam kegiatan politik.

Seluruh kegiatan Gerwani bertujuan untuk mendidik anggotanya menjadi

perempuan yang sadar politik. Perempuan-perempuan ini kemudian didorong

untuk merawat dan mendidik rakyat. Pendidikan berlangsung melalui kegiatan

yang programatik, misalnya kegiatan yang sudah diprogramkan seperti dengan

membuka TK dan lewat pemberian kursus-kursus92 dan kegiatan-kegiatan

informal misalnya: arisan, ceramah, serta mengikuti rapat RT/RK yang

berlangsung dalam pergaulan keseharian antar anggota atau dalam pergaulan

Gerwani dengan masyarakat, serta terlibat didalam perjuangan pembebasan kaum

tertindas.93

Gerwani telah membuktikan militansinya dalam menuntut penurunan harga

kebutuhan hidup sehari-hari dan dalam kegiatan-kegiatan lain untuk meringankan

kesulitan-kesulitan rumah tangga. Militansi kegiatan Gerwani, misalnya;

mengorganisasi belanja bersama, dan ambil bagian dalam koperasi rakyat pekerja,

serta ambil bagian dalam gerakan 100194. Kegiatan-kegiatan ini mempunyai

pengaruh pada gerakan perempuan pada umumnya. Misalnya di desa kaum

92
Kegiatan programatik yaitu kegiatan yang sudah diprogramkan dan yang
sesuai dengan program kerja Gerwani. Program Gerwani. Lihat Lampiran 2.

Yang dimaksud kaum tertindas di sini adalah kaum perempuan; anak;


93

petani miskin serta buruh tani baik buruh perempuan maupun laki-laki.
94
Gerakan 1001 yaitu gerakan yang dengan seribu satu macam jalan
berusaha untuk meningkatkan produksi pangan guna meringankan penderitaan
rakyat.

64
perempuan harus secara aktif ditarik kedalam gerakan enam baik, karena tanpa ini

tidak ada gerakan massa yang luas di desa-desa.

Pada tahun 1962 Gerwani telah mencapai kemajuan yang penting. Di pusat

mereka membentuk front persatuan perempuan anti imperialisme yang luas, di

daerah mereka menjalin kerja sama dengan organisasi-organisasi seperti Barisan

Tani Indonesia dan organisasi perempuan. Kerja sama di daerah sudah lebih maju

dari pada di pusat.

Tujuan dibentuknya Gerwani pertama-tama, untuk pemberdayaan

perempuan agar perempuan mampu berproduksi, agar dapat keluar dari belenggu

penindasan; kedua, ingin mengangkat derajat kaum perempuan sehingga

kedudukan kaum perempuan seimbang dengan kaum laki-laki; ketiga, agar

perempuan mendapatkan pekerjaan dan upah yang sama dengan laki-laki;95

keempat, agar perempuan sadar politik, untuk mewujudkan tujuan ini maka pertama-

tama perempuan diberi pendidikan, karena pendidikan merupakan kunci utama bagi

peningkatan kesadaran perempuan. Tujuan dan tugas Gerwani, adalah melakukan aksi-

aksi kecil misalnya arisan, koperasi, untuk mencukup kebutuhan sehari-hari kaum

perempuan dan hak-hak mereka, bersama-sama dengan organisasi-organisasi buruh,

tani, dan organisasi demokratis lainnya, untuk meneruskan semangat Kartini.

Tujuan Gerwani dapat disimpulkan perjuangan kaum perempuan tidak dapat

dipisahkan dari perjuangan seluruh Rakyat Indonesia, untuk Indonesia yang

demokratis, makmur dan maju.96

95
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 226.
96
Ibid

65
B.3.2. Keanggotaan Gerwani

Dalam sebuah organisasi, anggota adalah penggerak penting organisasi.

Sesuai dengan kesepakatan pada kongres II, Gerwani sebagai organisasi massa

sangat terbuka dalam menerima kaum perempuan yang ingin bergabung, serta

berjuang bersama kader-kader dan anggota-anggota Gerwani yang telah terlibat

sebelumnya.

Untuk menarik anggotanya, Gerwani memiliki nilai-nilai yang bisa

mempengaruhi semangat juang dari anggota, yaitu kemerdekaan, kerja keras, dan

pengabdiannya pada perjuangan. Untuk menarik minat kaum perempuan,Gerwani

melakukan pendekatan sosial dan pendekatan ekonomi serta terjun langsung ke

daerah atau desa serta terjun ketengah massa.97 Pendekatan sosial dengan

membantu istri-istri yang suaminya poligami; pendekatan ekonomi dengan

mengadakan arisan bersama ibu-ibu di tingkat kelurahan, RT, RW; membangun

Koperasi Simpan Pinjam untuk membantu kaum buruh dan tani miskin; membuka

Taman Penitipan Anak dan memberi sumbangan kepada kaum miskin. Metode

pendekatan ini berhasil mempengaruhi kaum perempuan.

Anggota Gerwani lebih banyak berasal dari kalangan perempuan miskin

dari lapisan menengah bawah dan kelas buruh, dari massa rakyat buruh

perempuan, buruh tani. Separoh dari anggota adalah, dari perempuan desa yang

tidak bisa membaca dan menulis atau buta huruf. Susunan keanggotaan; (1).

simpatisan; (2) calon anggota; (3). Anggota; (4). kader; (5). keanggotaan rangkap

diperbolehkan.

97
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 305.

66
TABEL 2
Jumlah Keanggotaan Gerwani98
Tahun Jumlah anggota (orang)
1954 80.000
1955 400.000
1956 640.460
1957 681.342
1961 1.125.000
1964 1.750.000
1965 3.000.000
Sumber: Diolah dari; Saskia Eleonora Wieringa. 1999. Penghancuran Gerakan Perempuan Di
Indonesia. Kalyanamitra dan Garba Budaya. Jakarta. hal.304-339. Lihat juga Hikmah
Diniah. 2007. Gerwani Bukan PKI, Sebuah Gerakan Feminis Terbesar di Indonesia.
Carasvatibooks. Yogyakarta. hal.124.

Dari table dapat disimpulkan, bahwa sejak Gerwani berkomitmen pada garis

massa keanggotaannya berkembang pesat, yang semula berawal dari 6 orang

utusan dari enam organisasi berkembang hingga mencapai angka 3 juta orang

anggota. Meningkatnya jumlah anggota, dapat disimpulkan bahwa organisasi ini

diterima baik dikalangan perempuan dan dikalangan masyarakat. Perkembangan

dari segi keanggotaan dapat dipastikan bahwa kegiatan-kegiatan Gekrwani

umumnya diterima oleh masyarakat dan sangat membantu kaum perempuan.

B.3.3. Masalah Intern Gerwani.

Pertama, masalah komunikasi yang sulit terjangkau.99 Kedua, menghadapi

oposisi keras dari kalangan Angkatan Darat maupun dari kelompok kelompok

98
Harian Rakjat. 31 Januari. 1964. hal. 3.
99
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 120.

67
Muslim (Aisyah)100. Ketiga, Kesulitan yang dihadapi para kader, khususnya di

luar Jawa, adalah terlalu besarnya perhatian pada persoalan yang relevan untuk

kaum perempuan Jawa. Perbedaan daerah di Indonesia demikian besarnya

sehingga hal-hal yang sangat penting bagi kaum perempuan Jawa sangat jauh

berbeda dengan bagi kaum perempuan, misalnya, di luar Jawa. Keempat,

sentralisasi kepemimpinan yang sangat kuat: keputusan-keputusan terpenting

dibuat di Jakarta, khususnya yang menyangkut kebijakan nasional. Sentralisasi

disebabkan oleh dua faktor: (1) struktur hirarkis "sentralisme demokratis" yang

menjadi kecenderungan kebanyakan organisasi kiri; dan (2) paham Jawa tentang

kepemimpinan. Jawa selalu memiliki ciri kepemimpinan yang sangat hirarkis dan

sentralistis. Akibatnya pimpinan pusat tidak selalu menyadari berbagai masalah

paling mendesak yang dihadapi kader di daerah-daerah.

C. Kongres-Kongres Gerwani.

C.1. Kongres I

Pada kongres Gerwis I di Semarang pada Desember 1951 konsep

„Perempuan Sedar‟ sudah menjadi bahan perdebatan sengit. Beberapa

anggota berpandangan bahwa dengan konsep “perempuan sedar”organisasi tidak akan

berkembangan dan anggotanya hanya terbatas pada perempuan yang telah sadar.

Perdebatan ini akhirnya berkaitan dengan apakah Gerwis tetap

akan

Aisyah adalah salah satu organisasi perempuan Islam yang terkuat dan
100

tertua, merasa sangat terancam oleh kekuatan Gerwani.

68
mempertahankan bentuk organisasi kader atau beralih menjadi organisasi

massa.101

Hasil keputusan kongres I disimpulkan, Gerwis lebih banyak

memperhatikan masalah intern organisasi, dan mengesampingkan kepentingan

kaum perempuan sehari-hari. Disadari bahwa Gerwis belum mampu menarik

dukungan massa kaum perempuan, hal ini dikarenakan Gerwis masih

mempertahankan tingkat sosial mereka. Di mana para pemimpin dan anggota

Gerwis umumnya dari kelas menengah dan ini justru menyulitkan mereka untuk

terjun ke masyarakat.

Kembali pada tujuan awal Gerwis, adalah berjuang dan mendekati

perempuan miskin. Namun dalam realitanya para pemimpin Gerwis tidak turun ke

massa perempuan disebabkan oleh status social mereka, keadaan ini menimbulkan

sikap tak ingin bekerja bersama organisasi-organisasi massa lain dan dengan

kekuatan dari massa rakyat.

Dampaknya, tahun 1951 anggotanya tidak lebih dari 6.000 orang. Dalam

kongres I Gerwis melakukan berbagai perubahan di tingkat puncak. Maka,

diambil tindakan paling penting yaitu mengecilkan sayap feminisme di dalam

organisasi dan berusaha mengonsolidasikan pengaruh sayap kiri.

Kelemahan Gerwis pada periode ini lebih banyak memperhatikan masalah

intern organisasi dan fokus menyoroti masalah kepentingan perempuan sehari-

hari. Sehingga Gerwis sendiri menamakan tahun 1950-1954 sebagai periode

Ketegangan diantara anggota tersebut pada akhirnya belum mencapai


101

suatu kesepakatan serta belum memutuskan garis organisasinya. Lihat. Saskia


Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 291

69
“sektarisme”102 serta tidak mengikuti stategis Front persatuan.103 Meskipun

demikian Gerwis masih lamban untuk mendekatkan diri dengan perempuan

massa, karena anggotanya berasal dari perempuan kelas menengah atas.

C.2. Kongres II

Pada kongres II yang dilaksanakan pada bulan Maret 1954, Gerwis sepakat

untuk merubah organisasi garis kader menjadi organisasi garis massa serta menghapus

kata ‟sedar‟. Kata “sedar” dianggap hanya mengutamakan perempuan golongan

menengah, perempuan terdidik yang sudah sadar akan hak-haknya, sementara ada

jutaan perempuan Indonesia yang dianggap belum “Sedar”. Gerwis menginginkan agar

kaum perempuan yang belum sadar akan arti politik, harus dilibatkan dalam

memperjuangkan kemajuan bangsa. Keinginan tersebut diwujudkan dan ditandai

dengan mengganti nama Gerwis menjadi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Pada kongres II, Gerwani sepakat untuk terjun ke panggung politik. Di dalam

panggung politik mereka bisa memperjuangkan nasib kaum perempuan yang masih

tertindas.

Tema kongres II adalah Hak-hak perempuan dan anak, kemerdekaan dan

perdamaian, maka sorotan perhatian mendesak bagi perempuan buruh

perkebunan, yang hak-hak kerjanya tidak terpenuhi, misalnya kebutuhan tempat

penitipan anak, hak-hak perempuan, termasuk pencabutan PP 19 dan masalah

perdamaian. Tuntutan perdamian: mencakup baik pendirian anti-imperialisme,

Sektarisme adalah suatu sikap yang berwatak enggan bekerjasama dengan


102

organisasi-organisasi massa lain dan dengan garis massa. Lihat Saskia Eleonora
Wieringa. op.cit. hal. 290
103
. Bahaya Laten Komunis. op.cit. hal. 66.

70
mengecam keras pencobaan nuklir, menuntut ditumpaskannya gerakan Darul

Islam yang melakukan teror di desa-desa.104

Hasil kongres II diputuskan, untuk menjadikan Gerwis organisasi massa,

seperti dapat dilihat dari AD,105 yang menyatakan bahwa: (a) Gerwani adalah

organisasi untuk pendidikan dan perjuangan, yang tidak menjadi bagian dari partai

politik; (b) keanggotaan Gerwani terbuka untuk semua perempuan Indonesia umur

16 tahun atau lebih baik yang sudah bersuami maupun yang butu huruf106; (c)

keanggotaan rangkap107 diperbolehkan.

C.3. Kongres III

Antara kongres II dan III Gerwani mengalami perkembangan dan kemajuan

yang pesat. Periode ini merupakan periode paling feminis108 bagi Gerwani.

Namun, tetap memperhatikan masalah politik. Pada tahun 1955, Gerwani

melakukan sejumlah aksi perdamaian, melakukan aksi protes menentang

percobaan nuklir, serta aksi “pembebasan” Irian Barat dari Belanda; Gerwani

104
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 299
105
Ibid. hal. 303.
106
Bagi perempuan yang buta huruf, tidak diperlukan tanda tangan atau
mengisi formulir.
107
Keanggotaan rangkap diperbolehkan misalnya, Partai komunis, SOBSI
atau organisasi perempuan apa saja.
108
Dikatakan demikian, karena fokus perhatian dan perjuangan Gerwani
dikhususkan bagi kepentingan kaum perempuan. Misalnya mengenai perkosaan,
perkawinan anak-anak, perdagangan perempuan, menuntut upah yang sama,
pelaksanaan undang-undang perburuhan, menentang poligami, dan
memperjuangkan UU Perkawinan baru. Lih. Saskia Elenora Wieringa. op.cit. hal. 299-
304.

71
melancarkan berbagai tuntutan sosial-ekonomi kepada pemerintah, termasuk

penurunan harga bahan pokok; Gerwani telah menjadi juru bicara petani

miskin.109

Kongres III diadakan tanggal 23-27 Desember 1957. Tujuan yang

diutamakan ialah untuk menjadi suatu gerakan massa yang sebenar-benarnya.

Sasarannya adalah meningkatkan jumlah anggota organisasi. Cita-cita Gerwani

pada kongres III adalah agar kaum perempuan Indonesia berperan serta dalam

melawan segala macam penindasan. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka

dirumuskannya program perjuangan, yang dimulai 9 butir hak-hak sama bagi

perempuan dalam perkawinan; hukum adat dan perburuhan; dibidang pelayanan

sosial, seperti sekolah, penitipan anak dan layanan kesehatan.110

C.4. Kongres IV

Menyongsong kongres IV tahun 1961, Gerwani bergerak dibidang politik

nasional; dibidang ekonomi dan menjalin hubungan dengan gerakan perempuan

lainnya. Hasil kongres III, dapat dikatakan bahwa Gerwani semakin tenggelam

dalam persoalan politik nasional khususnya Demokrasi Terpimpin. Sebagai

contoh; Gerwani ikut berjuang melawan Belanda di Irian barat, dengan mengutus

anggotanya dan selanjutnya Gerwani mendukung Demokrasi Terpimpin, hal ini

dikarenakan untuk kepentingan Gerwani khususnya menyangkut tuntutan undang-

109
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 313.
110
Hikmah Diniah. op.cit. hal. 111.

72
undang perkawinan yang demokratis.111 Bentuk Partisipasi Gerwani dalam politik

nasional dengan usaha meningkatkan produksi pangan dan sandang, serta

pembentukan koperasi.

Hasil keputusan kongres IV antara lain, adalah ikut terlibat dalam

pembebasan Irian Barat; membantu pelaksanaan land-reform, menuntut undang-

undang yang demokratis, keamanan nasional, penurunan harga, dan perdamaian.

pada tahun 1961, Gerwani lebih memperhatikan masalah harga, sebagai bentuk

kepeduliannya pada masalah tersebut Gerwani mengirim delegasinya untuk

menuntut penurunan harga.112

111
Ibid. 113.
112
Saskia Eleonora Weiringa, op.cit, hal. 314-316.

73
BAB IV

LAHIR BERGERAK DAN DIBUBARKANNYA GERWANI

A. Situasi Umum Kaum Perempuan.

Dalam kebanyakan kebudayaan di Nusantara, kaum perempuan adalah kaum

yang bekerja keras, bahkan sering berfungsi tidak lebih daripada budak.113

Penempatannya dalam tata kehidupan bermasyarakat hanya sebatas “dapur,

mengurus anak, melayani” hal ini membuatnya miskin. Khususnya miskin

cakrawala secara ruang-waktu maupun mental. Baik budaya maupun masyarakat

menempatkan perempuan pada masyarakat kelas dua. Kaum laki-laki akhirnya

memonopoli disemua bidang kehidupan, ditambah pengaruh kolonial yang masih

sangat kental melengkapi penderitaan kaum perempuan.

Terbatasnya ruang gerak perempuan baik di dalam maupun di luar rumah,

karena ada pandangan yang menilai perempuan sebagai sosok lemah penurut,

sehingga tidak pantas untuk bergerak di luar rumah. Akibatnya perempuan hanya

berada di dalam rumah dan mengfokuskan pekerjaan pada memasak, sehingga

perempuan mendapat sebutan kanca wingking, yang artinya teman belakang dan

memiliki tugas untuk mengurus rumah tangga.114

Budaya patriarki yang ada di Indonesia membawa pengaruh pada

perkembangan sistem kekerabatan dan sistem kekerabatan yang berkembang luas

113
Mansour Fakih. op.cit. hal.11-12

Kamla Bhasih. 1996. Menggugat Patriarki


114
Pengantar Tentang
Persoalan Dominan Terhadap kaum Perempuan. Yayasan Benteng Budaya.
Yogyakarta. hal. 36.

74
dalam kehidupan sebagian besar suku-suku yang ada di Indonesia.115 Patrilineal

artinya suatu sistem kerabat yang menarik garis keturunan dari pihak laki-laki,

akibatnya setiap individu yang berasal dari keturunan ayah masuk ke dalam batas

hubungan kekerabatan, sementara dari pihak ibu berada di luar batas kekerabatan.

Oleh karena itu, laki-laki memilik kekuasaan yang besar dalam masyarakat di

banding perempuan.116 Patriarki di Indonesia terlanjur mengurat akar dalam sistem-

sistem penindasan dan eksploitasi feodalisme dan kolonialisme.

Sistem tersebut di atas berpengaruh pada keberadaan perempuan khususnya

perempuan tani, buruh perempuan, oleh karena masih kuatnya sisa-sisa

feodalisme di desa yang dalam bentuk monopoli atas tanah oleh tuan tanah, dalam

bentuk sewa tanah yang berwujud barang dan berwujud kerja, dalam bentuk hutang-

hutang yang menempatkan kaum perempuan tani dalam kedudukan sebagai

budak terhadap tuan tanah, dan dalam bentuk tradisi-tradisi serta hukum- hukum adat

yang kaku dan reaksioner.117

Adalah suatu kenyataan, bahwa sambil menggendong anak kaum perempuan

mengerjakan pekerjaan di ladang, memberes rumah tangga, dan mengerjakan

pekerjaan tangan. Sedangkan kaum perempuan tani adalah kaum yang tidak

mengenal masa mudanya. Sebagian besar dari mereka adalah korban dari

perkawinan anak-anak dan kawin paksa. Perceraian sewenang-wenang adalah

Sulistyowati Irianto. 2003. Perempuan Di Antara Berbagai Pilihan


115

Hukum. Yayasan Obor. Jakarta. hal. 79-81.

Koentjoroningrat. 1972. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Dian


116

Rakyat. Jakarta. hal. 119-129.

D.N. Aidit. 1960. Pilihan Tulisan. Dokumen-Dokumen Kongres


117

Nasional Luar Biasa PKI. Pembaruan. Jakarta. hal. 597.

75
kebiasaan yang banyak dialami di desa sehingga anak-anak terlantar. Sarana

kesehatan seperti, poliklinik di desa tidak ada, sehingga tidak ada pertolongan

bagi perempuan yang hamil dan melahirkan.118

Dengan adanya krisis ekonomi yang terus-menerus mencengkeram bangsa

Indonesia menambah penderitaan perempuan. Harga-harga bahan kebutuhan

rumah tangga naik, seperti sembako yang tidak terjangkau. Akibatnya kaum

perempuan merupakan korban pertama daripada merajalelanya pengangguran,

kemiskinan, keterbelakangan, ketidakadilan ekonomi dan ketidakadilan sosial.

TABEL 3
Jumlah Buruh Perempuan
Lapangan Kerja Jumlah

Perusahan rokok 60%

Perusahan testil & pakaian 30%

Perkebunan 45%

Percetakan 20%

Perusahan obat-obatan 30%

Sumber: diolah dari pidato ketua DPP Gerwani dalam dokumen-dokumen Kongres
Nasional ke-VII, Luas Biasa PKI. hal 597-600.

Dari table di atas cukup nyata, bahwa jumlah buruh perempuan sangat besar.

Umumnya pekerjaan bagi perempuan adalah pekerjaan yang tidak memerlukan

latihan atau pendidikan kejuruan tertentu, pekerjaan seperti mandor, pengawas,

kepala hanya boleh dijabati kaum laki-laki. Besarnya jumlah buruh perempuan

yang dipekerjakan berkaitan dengan upah yang rendah. Perempuan adalah tenaga

buruh murah dan kebanyakan dari mereka buta huruf. Dalam hal ini perusahan

118
., D.N. Aidit. op.cit. hal. 598

76
diuntungkan dengan mendapatkan pemasukan yang lebih besar dibanding

pengeluaran yang semestinya. Lajunya industrialisasi mengakibatkan meledaknya

jumlah buruh perempuan yang bekerja di pelbagai pabrik, perkebunan dan sebagai

buruh tani. Mereka pada umumnya berasal dari desa dengan pendidikan dan stutus

ekonomi yang rendah. 119

TABEL 4
Perbandingan Upah120 Laki-laki dan Perempuan
Bekerja di sawah Rp.15 + Makan siang Rp. 7,50 Tidak makan siang

Perusahan Beras Rp. 7 /hari Rp.5,65 /hari

Perkebunan Rp. 4,80 Rp.3,84

Perusahan Gas Rp. 13,25 Rp.8,25

Sumber: Diolah dari pidato ketua DPP Gerwani dalam dokumen-dokumen Kongres Nasional
ke_VII, Luas Biasa PKI. hal 597-599.

Dari table 4, terlihat bahwa perempuan menerima dan mengalami

ketidakadilan. Upah yang diterima perempuan kecil dibanding upah laki-laki.

Buruh laki-laki mendapat tunjangan makan, tunjangan istri dan anak, tunjangan

kesehatan untuk istri dan anak. Untuk buruh perempuan, tidak mendapatkan

tunjangan apa pun dan jaminan sosial121 perempuan belum terlaksana.

Perempuan rumah tangga jumlahnya sangat besar, ialah kaum perempuan

yang hanya mengurus rumah tangga dan menerima serta memutarkan upah suami.

119
Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal. 23
120
Lihat Lampiran 2. Program Gerwani. Hak-hak Perempuan. Pasal. 11.

Jaminan sosial perempuan, menurut UU No. 68 tahun 1958 adalah


121

perempuan diberi tiga bulan cuti hamil dan dua hari cuti haid. Lihat Saskia
Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 227.

77
Kehidupan mereka tergantung dari penghasilan suami, dan sangat tidak

mencukupi, lebih-lebih adanya kenaikan harga yang senantiasa melonjak tinggi.122

Realitas yang dialami oleh kaum perempuan buruh,123 baik buruh perkebunan,

pabrik, menjadi perhatian utama organisasi.

B. Program Perjuangan Gerwani

Gerwani bergerak maju dengan membuat program perjuangan yang sesuai

dengan kebutuhan rakyat, seperti: perempuan kelas bawah, kaum buruh, petani,

nelayan, kaum perempuan dan anak-anak.124 Fokus utama program perjuangan

ada empat poin, yaitu:

1) Pendidikan: pendidikan anggota, pendidikan kader, pendidikan kaum

perempuan, Taman kanak-kanak, tempat penitipan anak.

2) Sosial: hak-hak anak; perempuan khususnya emansipasi menyangkut

perkawinan dan pekerjaan; budaya (menentang peredaran film-film barat

yang merusak budaya dan anak-anak Indonesia); masalah buruh (buruh tani,

buruh nelayan, buruh perempuan).

3) Ekonomi: koperasi, kredit ringan, menentang sistem ijon, pajak, upah sama,

kesehatan.

4) Politik: Front persatuan, memperkuat organisasi, revolusi Agustus‟45.

122
., D.N. Aidit. op.cit. hal. 597.
123
Lihat Lampiran 2. Program Gerwani. Hak-hak Perempuan. Pasal (6, 7, 8,
9).
124
Fransisca Ria Susanti. op.cit. hal. 87.

78
Keempat poin tersebut merupakan pilar yang menentukan arah gerak

organisasi. Sebagai organisasi yang militan, progresif, dan independen125.

Gerwani tidak hanya menjalankan program-program yang sudah dibuat, tetapi

juga bergerak sesuai dengan kebutuhan yang ada disekitar masyarakat.

Gerwani tidak hanya menentang poligami dan poliandri,126 tetapi juga

memperjuangkan hak waris yang sama untuk laki-laki dan perempuan.

Membangun aliansi dengan serikat organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI)

dalam memperjuangkan upah buruh127 perempuan dan hak cuti haid dan hamil,

serta bersama Barisan Tani Indonesia (BTI) memperjuangkan reformasi agrarian.

Dari program kegiatan dapat dilihat bahwa Gerwani bergerak dalam beberapa

bidang serta memiliki hubungan langsung dengan kaum perempuan pedesaan dan

rakyat kecil.

Dapat disimpulkan bahwa, program-program yang menjadi pokok

perjuangan Gerwani dari pusat sampai daerah, yaitu: aktif dalam perjuangan

nasional mencapai cita-cita revolusi Agustus 1945, kemerdekaan sejati, anti-

feodalisme, kolonialisme dan imperialisme untuk mencapai terciptanya

masyarakat Indonesia yang adil dan makmur; membela hak-hak perempuan,

menentang poligami, penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap perempuan,

Independen yaitu organisasi yang tidak terikat dengan pemerintah maupun


125

partai politik, bergerak bagi rakyat kecil. Lihat Budi Susanto. Sj. (ed). op.cit. hal.
175.

Antonius Sumarwan, SJ. 2007. Menyeberangi Sungai air Mata, Kisah


126

Tragedi Tapol’65 dan Upaya rekonsiliasi. Kanisius. Yogyakarta. hal. 155.


127
Lihat lampiran 2. Program Gerwani. Hak-hak Perempuan. Terkait Pasal.
10.10.

79
perkosaan, membela hak waris; membela hak-hak anak-anak. Menentang kawin anak-

anak, meningkatkan pendidikan, memperluas TK "Melati", gerakan PBH

(Pemberantasan Buta Huruf) dari anak-anak sampai orang dewasa; bekerja sama

dengan organisasi-organisasi lainnya dalam hal perjuangan meningkatkan

kehidupan kaum tani. Menentang pemerasan di desa-desa; meningkatkan

kehidupan sosial budaya, ekonomi dengan aktif meningkatkan gerakan-gerakan

yang semakin meluas, baik di pusat maupun di daerah.

C. Kegiatan Gerwani.

Para pemikir pemula kemajuan perempuan, seperti Kartini, sejak awal sudah

melihat selain diberikan kesempatan memperoleh pendidikan perlu dipikirkan

juga mengenai perberdayaan ekonomi. Intelektual tidak akan berarti tanpa ada

peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: memperhatikan

industri kerajinan, organisasi perempuan yang tumbuh sesudah kemerdekaan,

tidak secara khusus memperhatikan perkembangan industri kerajinan, tetapi mulai

membahas persoalan-persoalan sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan

ekonomi kolonial, seperti rendahnya upah buruh perempuan dan kemiskinan pada

umumnya.

Dalam melaksanakan kegiatannya Gerwani sangat fleksibel dalam arti

disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat saat itu. Beberapa

persoalan yang menjadi perjuangan dan sepak terjang Gerwani, misalnya:

walaupun perempuan mempunyai hak-hak sama, namun dalam prakteknya, jika

hamil, perempuan akan terkena pertama oleh perberhentian kerja (PHK); makin

80
banyaknya perkawinan anak-anak berkaitan dengan harga kebutuhan pokok yang

tinggi dan merajalelanya kemiskinan di desa-desa; meningkatnya pelacuran, tidak

hanya di perkotaan tetapi di pedesaan dan di sekitar perkebunan-perkebunan;128

ekonomi dikuasai modal asing.

Untuk mengatasi masalah krisis ekonomi, Gerwani menggembangkan koperasi-

koperasi rakyat pekerja, agar kebutuhan perempuan rumah tangga dapat diringankan.

Untuk memerangi perbedaan dalam hal upah Gerwani menuntut agar dilaksanakannya

undang-undang kepegawaian, agar menjamin upah yang sama bagi perempuan.129

Gerwani kerap kali melakukan aksi mendesak pemerintah dengan cara

melakukan aksi-aksi massa. Bersama massa yang dikumpulkan, Gerwani

melakukan demostrasi untuk menentang keputusan pemerintah yang tidak

memihak kepentingan rakyat kecil. Anggota-anggota Gerwani dengan mudah

memobilisasi massa serta melakukan kerjasama dengan organisasi-organisasi

lain, seperti BTI, SOBSI, Pemuda Rakyat dan CGMI (Consentrasi Gerakan

mahasiswa Indonesia). Mereka melakukan aksi bersama menolak segala bentuk

ketidakadilan.130

Sejak awal Gerwani sangat giat dalam membantu peningkatan kesadaran

perempuan tani, dan bekerjasama dengan perempuan BTI. Pada tahun 1961

diselenggarakan seminar khusus untuk membahas bersama persoalan mereka.

128
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 300-301
129
Lihat lampiran 2. Program Gerwani. Hak-hak Perempuan. Pasal. 6.

Ita F. Nadia. 2007. Suara Perempuan Tragedi’65. Galang Press.


130

Yogyakarta. hal. 113-121.

81
Gerwani membantu aksi-aksi sepihak pendudukan tanah yang dilancarkan oleh

BTI, dan menuntut agar hak atas tanah juga diberikan kepada kaum perempuan.131

Di samping kegiatannya di tengah-tengah perempuan tani, Gerwani juga melakukan

serangkaian kegiatan lain yang menarik. Di antaranya adalah

kampanye PBH yang dimulai tahun 1955; tuntutan perubahan undang-undang

perkawinan yang lebih demokratis; menuntut hukuman yang berat untuk kasus

perkosaan dan kasus penculikan; dan kegiatan-kegiatan sosial-ekonomi untuk

kaum tani dan buruh perempuan.132 Para aktivis Gerwani melakukan kegiatan besar-

besaran untuk PBH di kalangan perempuan, sekaligus mendidik mereka mengenai

masalah-masalah politik yang hangat pada masanya, termasuk masalah-

masalah perempuan.

Bersama dengan kaum perempuan dari organisasi-organisasi lain, mereka

bekerjasama menyelenggarakan berbagai macam kegiatan, baik di tingkat

kampung, kota, maupun provinsi, menyangkut kesejahteraan keluarga, kesehatan,

kebersihan, dan juga soal-soal yang lebih bersifat "feminis" seperti pelacuran,

perkawinan anak-anak, dan perdagangan perempuan.

Kaum ibu diajar dan diajak untuk hidup mandiri, dan untuk berani membuka

usaha sendiri, sehingga mereka tidak perlu bergantung pada orang lain. Ibu-ibu di

Rt/Rw dan perempuan pada umumnya diajar baca, tulis, menghitung, jahit.133

131
Ibid. hal. 141.
132
Ibid. hal. 91-92
133
Ibid. hal. 57.

82
Aksi Gerwani di daerah, secara khusus diwujudkan dalam Gerakan 1001;

untuk menaikan hasil produksi petani, gerakan ini disambut baik oleh kaum

petani. Gerakan 1001 berkaitan dengan krisis pangan yang di alami oleh rakyat.

Selain gerakan 1001, ada gerakan 6 baik yaitu gerakan untuk menurunkan sewa

tanah; menurunkan bunga uang yang dipinjam; menaikan upah buruh tani;

menaikan produksi pertanian; menaikan tingkat kebudayaan kamu tani; menaikan

tingkat kesadaran politik kaum tani.134

Gerwani membangun aliansi dengan SOBSI dan memperjuangkan upah

buruh perempuan dan hak cuti haid dan hamil, serta bersama BTI

memperjungakan reformasi agraria.135

Gerwani Menyelenggarakan seminar nasional, untuk perempuan tani pada

Desember 1960 dan untuk buruh perempuan diselenggarakan pada bulan Mei

1961. Seminar-seminar tersebut diharapkan dapat membantu kader-kader

perempuan yang bekerja di dalam gerakan tani dan buruh.136 Kader-kader daerah

diharuskan hadir serta harus menguasai materi. Dengan maksud, agar para kader

dapat mengsosialisasikan materi tersebut dikalangan perempuan tani dan buruh

perempuan dan dikalangan perempuan muda.

Setelah Kongres 4, perjuangan Gerwani lebih diutamakan pada masalah

kenaikan harga bahan makanan dan sandang, sementara masalah “feminis”

penyalahgunaan perkawinan dan perkosaan semakin kurang diperhatikan. Pada

134
D.N. Aidit. op.cit. hal. 78.
135
Fransisca Ria Susanti. op.cit. hal. 87.
136
. Bintang Merah. 1962. Maju Terus Dokumen-dokumen
Kongres nasional Ke-VII, luar Biasa PKI. Yayasan Pembaruan. Jakarta. hal. 82.

83
perayaan hari Kartini tahun 1961, Gerwani ingin agar gerakan perempuan harus

menjadi “gerakan revolusioner yang sejati”, dan “emasipasi harus dihubungkan

dengan perjuangan melawan imperialisme.137

Banyak diantara kegitan Gerwani bersifat politik nasional, seperti protes

terhadap gerakan 17 Oktober, perlawanan terhadap Darul Islam, dukungan

terhadap pemerintah nasionalis, serta tindakan untuk menggulung konspirasi

Belanda, memberi dukungan terhadap sejumlah aksi kaum buruh, misalnya

berbagai pemogokan, dukungan terhadap Sarbupri, dan dukungan terhadap kaum

tani.138

C.1. Bidang Pendidikan

Saat ini perempuan dapat menduduki posisi-posisi penting di setiap

kehidupan, seperti menjadi guru, dokter, menteri, perawat, militer, pemimpin

perusahaan, dan bahkan presiden. Kedudukan mereka tidak terlepas dari

perjuangan Gerwani, di bidang pendidikan, karena dianggap penting untuk

menunjang perbaikan-perbaikan perempuan. Gerwani berharap supaya pikiran

perempuan menjadi kritis dan terbuka, sehingga potensinya menjadi berkembang.

Diakui bahwa, separoh dari anggotanya adalah, dari perempuan desa yang

tidak bisa membaca dan menulis dan kebanyakan dari perempuan buta huruf

sehingga pendidikan menjadi prioritas utama bagi program Gerwani. Misi awal

Gerwani adalah membantu peningkatan kesadaran perempuan lewat pendidikan.

Sebagai bentuk kepedulian dalam pendidikan, didirikannya Taman Kanak-kanak

137
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 315.
138
Ibid. hal. 300.

84
(TK Melati) bagi anak-anak dari kalangan keluarga yang tidak mampu. TK

diselenggarakan di pasar-pasar, di perkebunan-perkebunan, kampung-kampung.

Pendidikan diberi secara gratis, guru-gurunya adalah kader-kader dan kaum

perempuan yang dididik oleh Gerwani.139

Dengan diberi pendidikan kaum perempuan akan lebih trampil dalam

melaksanakan tugas utamanya sebagai pendidik pertama dari manusia.140

Perempuan diberi pelajaran membaca, menulis, menghitung, juga diberi pelajaran

keterampilan sehingga mereka nantinya bisa mandiri. Gerwani membuka tempat-

tempat kursus (menjahit, memasak) dan tempat pelatihan-pelatihan agar

perempuan dapat menanta dan mengatur kehidupan rumah tangganya dengan

baik.

Agar peran perempuan lebih terarah dan berdaya guna diperlukan

peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Di samping masalah

tersebut, Gerwani memberikan perhatian pada masalah-masalah kemasyarakatan

seperti, pelacuran, permaduan, perkawinan anak-anak, serta perdagangan

perempuan dan anak-anak.

C.2. Bidang Sosial

Gerwani membuka tempat penitipan anak di pasar-pasar, di perkebunan-

perkebunan, dan di kampung-kampung agar mempermudah para ibu bekerja.

Pelayanan yang diberikan Gerwani gratis, bahwakan anak-anak diberi susu

secara

Taman Kanak-kanan didirikan berkaitan dengan Program Gerwani.


139

Lampiran 2. Hak-hak Perempuan. Pasal. 8.


140
S.C. Utami Munandar (ed). op.cit. hal. 62-67.

85
gratis pula. Untuk kaum ibu di pedesaan Gerwani memberi penyuluhan-

penyuluhan agar kaum perempuan dapat menggembangkan diri dengan baik.141

Untuk menambah keterampilan kaum ibu Gerwani menerbitkan majalah

dengan nama api Kartini, berisikan tulisan-tulisan tentang masak-memasak, cara

mengasuh anak, pola-pola baju, tetapi juga persoalan yang lebih "feminis" dan

"kiri" seperti kebutuhan akan TK.142

Gerwani ikut serta dalam berbagai macam demonstrasi, pawai atau protes

serta membantu sekretariat perempuan serikat buruh, dalam perjuangan mereka

menuntut hak-hak buruh perempuan, misalnya upah yang sama, pelaksanaan undang-

undang perburuhan, dan perlindungan terhadap penyerangan seksual.143

Walaupun jumlah kader Gerwani sedikit, dan tingkat pendidikan serta

ideologi dari banyak kader daerahnya umumnya agak rendah, tetapi pengabdian

dan tanggung-jawab mereka sangat tinggi. Kader-kader muda di daerah-daerah

sanggup berjalan kaki berhari-hari tanpa memakai sandal atau sepatu, naik-turun

gunung, melewati sawah ladang, mendatangi kaum miskin di desa-desa terpencil

dan bekerja bersama-sama kaum perempuan di sana, mendidik mereka, serta

berusaha membantu memecahkan persoalan-persoalan mereka.144 Sebagian besar

kader menyerahkan hidup mereka untuk organisasi, bekerja keras sejauh

kemampuan mereka.

141
Fransisca Ria Susanti. op.cit. hal. 152.
142
Hikmah Diniah. op.cit. hal. 129.
143
Terkaitan Program Gerwani. Lampiran 2. Hak-hak Perempuan. Pasal (6,
7, 9, 10).
144
Ita F. Nadia. op.cit. hal. 115.

86
Ditinjau dari sudut ideologi tentang keluarga dan seksualitas, Gerwani

sebagai organisasi agak bersifat konservatif, dan sangat ingin mempertahankan

citra mendukung kaidah-kaidah zamannya. Bentuk "pelembagaan" hubungan

seksual yang lebih dikehendaki ialah hubungan heteroseksual yang monogami.

Untuk mewujudkan perkawinan yang demokratis, Gerwani menuntut hapusnya

PP 19,145 menentang perkawinan paksa, menentang perbuatan mesum. Bekerja

dalam “badan” peyelesaian perselisihan perkawainan dan perceraian, dilapangan

sosial, pendidikan dan mempropagandakan serta memperjuangkan adanya undang-

undang perkawinan yang demokratis.146 Dalam mengatasi masalah perkawinan,

Gerwani menyelenggarakan penyuluhan-penyuluhan perkawinan, di mana pasangan

suami-istri yang menghadapi masalah perkawinan bisa memusyawarahkannya, dalam

rangka menyelamatkan keutuhan perkawinan.

Dalam mewujudkan undang-undang perkawinan yang demokratis Gerwani

mengalami hambatan dari agama Islam menyangkut poligami.147 Bagi penganut

agama Islam Poligami dihalalkan oleh ajaran agama, sedang bagi kaum

perempuan yang sadar, poligami dianggap sebagai bentuk penghina terhadap

martabat perempuan. Di daerah, kader-kader dan anggota-anggota Gerwani terus

berjuang melawan poligimi. Umumnya organisasi yang berada dibawah payung

agama Islam menerima situasi tersebut karena ajaran agama memang

seharusnya

Lihat Program Gerwani. Lampiran 2. Hak-hak Perempuan Pasal. 4.


145

Dengan peraturan ini berarti pemerintah melegalisasikan poligami di Indonesia.


146
D.N. Aidit. op.cit. hal. 233. Lihat juga. Program Gerwani. Lampiran 2 Hak-
hak Perempuan. Pasal. 2.
147
Fransiska Ria Susanti. op.cit. hal. 71.

87
demikian. Dibuka pula badan-badan penyuluh perkawinan untuk membantu kaum

perempuan. Disediakan juga bantuan hukum bagi kaum perempuan yang

mengalami permasalahan dalam perkawinan. Ketika masalah-masalah

menyangkut perkawinan belum terselesaikan dan masalah poligami diangkat dan

dipersoalkan Gerwani di parlemen, sayangnya aksi protes Gerwani tidak didengar

dan bahkan ditentang oleh parlemen yang mayoritas anggotanya adalah kaum laki-

laki dan sebagian melakukan poligami.

Dalam bidang budaya, Gerwani gencar melawan budaya imperialisme

berserta produk-produknya seperti film-film Hollywood, yang dimasukan atau

dibawah dari Eropa.148 Bagi Gerwani Produk-produk Eropa akan sangat merusak

mental dan jiwa anak-anak Indonesia sebagai penerus bangsa Indonesia.

C.3. Bidang Ekonomi

Karena ekonomi berhubungan langsung dengan perempuan sehingga

masalah ini sangat diperhatikan oleh Gerwani. Tahun 1961 Indonesia mengalami

krisis ekonomi, krisis mengakibatkan naiknya harga-harga kebutuhan pokok.

Kemiskinan semakin merajalela dan banyak rakyat kelaparan, karena tidak

sanggup untuk beli bahan pokok dengan harga yang tidak terjangkau. Dalam

keadaan ini Gerwani mulai menitikberatkan perjuangannya pada masalah krisis

ekonomi.149 Sebagai contoh Gerwani mengirim anggotanya ke pemerintah untuk

menuntut penurunan harga, tetapi pemerintah tidak menanggapi tuntutan tersebut,

148
Terkait dengan Program Gerwani. Lihat Lampiran 2 “Hak-hak anak”
Pasal. 28.
149
Lihat Lampiran 2. Pasal. 16-21.

88
sehingga Gerwani melakukan demontrasi, yang diikuti oleh perempuan anggota

SOBSI dan KOWANI. Gerwani sebagai ormas perempuan dipandang

bertanggungjawab dalam mengorganisasi menentang kenaikan harga.

Pada tahun 1961 Gerwani berpartisipasi dalam usaha meningkatkan

produksi pangan dan sandang, serta pembentukan koperasi. Peningkatan produksi

pangan terjadi kalau petani dapat diberi pengertian, harga distabilkan dan korupsi

dapat diberantas.150

Pada tahun 1964 dan 1965 Gerwani mengorganisasikan beberapa

demonstrasi massa yang sangat militan untuk memprotes laju inflasi dan kenaikan

harga barang-barang kebutuhan pokok seperti beras. Misalnya, pada tahun 1965

banyak anggota Gerwani ikut serta dalam demonstrasi yang berlangsung dengan

kekerasan di Surabaya. Dalam tahun yang sama juga Gerwani telah menjadi

organisasi perempuan terbesar di Indonesia. Kaum intelektual, guru, bidan, dan

buruh, serta petani terhimpun di dalamnya.

Gerwani juga menuntut pemerintah agar anggaran belanja untuk kesehatan

dan kesejahteraan untuk ibu dan anak supaya diperbesar, dan dibukanya balai

pengobatan, klinik-klinik bersalin, biro-biro konsultan, BKIA (balai

Kesejahteraan Ibu dan Anak), untuk kepentingan rakyat. Gerwani juga

memperhatikan kesejahteraan kaum nelayan.151

Ita. F. Nadia. op.cit. hal. 57-59. Lihat juga Program Gerwani. Lampiran 2.
150

Hak-hak Perempuan. Pasal. 10 dan 20.


151
Lihat Program Gerwani Lampiran 2. Hak-hak Perempuan Pasal. 17.

89
C.4. Bidang Politik

Saat ini perempuan telah memiliki hak-hak berpolitik seperti: hak pilih, hak

memegang jabatan dipemerintahan, menjalankan fungsi-fungsi resmi

dipemerintah, dan memegang posisi-posisi penting, seperti, menteri, anggota DPR

atau MPR, pemimpin partai politik, bahkan menjadi presiden. Selain itu,

perempuan mulai memiliki keberanian untuk menjadi pemimpin karena telah

mendapatkan pengetahuan-pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

masalah-masalah politik, melalui buku, majalah, televisi bahkan terlibat langsung

menjadi anggota partai politik, sehingga wawasan mereka di bidang politik

semakin berkembang.

Perjuangan perempuan di bidang politik, telah dimulai sejak KPI I

diselenggarakan. Mereka menuntut kesamaan hak di bidang politik, karena

perempuan menginginkan perbaikan hidup disegala bidang. Perjuangan

perempuan, mendapatkan hak pilih tahun 1938, tetapi hak pilih pasif. Menjelang

Pemilihan Umum (PEMILU) pertama tahun 1955, perempuan kembali menuntut

hak politiknya, berupa hak pilih aktif. Perjuangan perempuan mendapat hak pilih

aktif, dapat terwujud pada tahun 1952, sehingga pada tahun 1955 perempuan

dapat menggunakan hak pilih tersebut. 152

Masalah emansipasi dalam politik, saat ini menjadi isu global dan terjadi

hampir di seluruh berbagai negara di belahan dunia. Kenyataan ini memberi

gambaran jelas, betapa sulitnya perempuan menembus panggung politik dan

Menurut G.A.Ohorella. Hak pilih pasif, artinya perempuan memilih hak


152

pilih menjadi anggota legislatif dan hak pilih aktif, artinya, perempuan menuntut
kepemilikan hak memilih anggota legislative. op.cit. hal. 36.

90
kurangnya hak demokrasi. Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan,

presentasi perempuan dalam parlemen sangat rendah. Rendahnya keterwakilan

perempuan disebabkan oleh kurangnya berpartisipasi perempuan dalam dunia

politik. Politik diidentikan dengan dunia laki-laki. Mitos muncul dari anggapan

bahwa dunia politik dipandang lebih tepat ditempati oleh laki-laki, sementara

perempuan lebih pantas berperan di dalam rumah. Anggapan ini kemudian,

dihembuskan secara terus-menerus dan akhirnya melekat menjadi sebuah

ideologi, didukung oleh sistem patriarkhat yang berpadu dengan sistem kekuasaan

feodal, di mana perempuan dianggap sebagai objek.

Gerwani ingin mendobrak ideologi dan mitos serta budaya yang semakin

melemahkan kaum perempuan. Bagi Gerwani peran perempuan dalam politik

sangat penting terutama keterlibatan mereka dalam lembaga legislative. Seperti

yang diungkapkan oleh Holzner, bahwa perempuan yang menempati posisi-posisi

penting secara potensial dapat dipandang sebagai pelaku perubahan.153 Peran

politik perempuan tidak boleh diabaikan. Beberapa catatan sejarah menunjukkan

bahwa banyak perempuan yang ikut berperan serta dalam perjalanan politik di

Indonesia. Mereka tidak hanya menjadi pendukung di belakang laki-laki dalam

melawan Belanda. Tetapi, mereka juga ambil bagian didalamnya yaitu sebagai

pelaku utama. 154

153
Brigitte Holzner. 1997. Perubahan Sosial : Perempuan Kerja dan
Perubahan Sosial Sebuah Pengantar Study Perempuan. Pustaka Utama Grafiti.
Jakarta. hal. 250.

Pelaku utama seperti, Cut Nya Dien, Martha Cristina Tiahahu, Cut Mutia,
154

Salawaty Daud

91
Dari sejarah pergerakan perempuan, tampak bahwa perempuan

berpartisipasi dalam politik baik sebagai pemilih maupun sebagai yang dipilih, hak-

hak mereka sepenuhnya sama dengan kaum pria. Oleh karena itu, pada pemilu

tahun 1955 kaum perempuan ikut terlibat dalam pemilu dan aktif berkampanye, baik

atas nama partai politik maupun atas nama organisasinya sendiri.

Pemilu 1955, untuk pertama kalinya kaum perempuan menggunakan haknya

dalam pemilihan umum dan langsung memegang jabatan yang tertinggi yaitu

mentri Perburuan, salah satu contohnya adalah S.K. Trimurti dan Maria Ulfa

Subadio dari organisasi perempuan yaitu Gerwani. Para perempuan ini telah maju

untuk mulai kiprahnya dalam dunia politik. Dengan terjun ke dunia politik

diharapkan mereka dapat memperjuangkan nasib perempuan yang kedudukannya

masih rendah. Panggung politik merupakan arena yang harus diperjuangkan dan

direbut untuk mengubah pola dan proses pengambilan keputusan yang tidak

berpihak pada kepentingan peremuan.

C.4.1. Aksi Untuk Irian Barat tahun 1962155

Pada tahun 1962 Gerwani ikut menjadi anggota Front Nasional. Di dalam

keanggotan Front nasional memperbolehkan anggotanya terutama Gerwani untuk

mengikuti latihan sukarelawan demi perjuangan nasional.156 Resume dari kongres

II, dapat disimpulkan bahwa Gerwani semakin tenggelam dalam persoalan politik

Terkait dengan Program Gerwani. Lampiran 2. Kemerdekaan Nasional


155

yang Penuh. Pasal. 31.


156
Ibid.

92
nasional. Sebagai contoh Gerwani mengorganisisr aksi-aksi anti imperialis, ikut

berjuangan melawan Belanda di Irian Barat, dengan mengutus anggotanya selama

perjuangan Trikora di Irian barat (1957-1962) dan selama Konfrontasi dengan

Malaysia (1963-1964).157

Gerwani mendukung Demokrasi Terpimpin. Dukungan diberikan semata

untuk kepentingan Gerwani khususnya menyangkut tuntutan tentang Undang-

undang perkawinan yang demokratis.158 Keikutsertaan Gerwani untuk

memperluas peranan sosial dan politik perempuan, dalam arti perempuan tidak

sekedar sebagai istri dan ibu rumahtangga tapi juga sebagai pejuang.159

D. Hubungan Gerwani Dengan Organisasi lain

D.1. Organisasi Perempuan

Pada masa itu Gerwani adalah organisasi perempuan yang paling pesat

perkembangannya, sekaligus paling berpengaruh dan paling militan. Ketika itu

organisasi-organisasi perempuan yang lain juga sangat aktif, sehingga bisa

dikatakan bahwa gerakan perempuan sedang berkembang. Pada tingkat nasional

tampak jelas adanya perbedaan tertentu antara organisasi-organisasi yang

terpenting, tetapi di daerah-daerah kerja-sama antar organisasi dapat terjalin

dengan baik.

157
Fransiska Ria Susanti. op.cit. hal. 71.
158
Lihat Program Gerwani. Lampiran 2. Hak-hak Perempuan. Pasal. 3.
159
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 332.

93
Kongres Wanita Indonesia (KWI) adalah suatu badan koordinasi bagi semua

organisasi perempuan. Sebagai akibat adanya perbedaan yang semakin mendalam

antara bermacam-macam organisasi perempuan sejak tercapainya kemerdekaan,

kongres pun kehilangan banyak kemampuannya. Selama dasa-warsa 1950-an

sampai tahun 1964, kongres ini praktis hanya tinggal sekretariat di tingkat pusat,

tanpa kekuatan eksekutif yang berarti. Para anggota Gerwani memang selalu di

barisan terdepan dalam setiap kegiatan KWI, sehingga pengurus KWI menuduh

Gerwani mendominasi organisasi-organisasi perempuan lainnya.

Hubungan Gerwani dengan golongan perempuan Islam agak tegang,

demikian pula dengan organisasi perempuan nasionalis yang terbesar, PERWARI.

Persoalan dengan PERWARI, karena status sosial keanggotaan160, anggota

Perwari berasal dari kalangan elitis, terutama istri-istri intelektual dan birokrat.

Sedangkan, anggota Gerwani lebih banyak berasal dari perempuan miskin dari

lapisan menengah bawah dan kelas buruh.

Ketegangan lain menyangkut kepentingan nasional untuk mempertahankan

perempuan di wilayah reproduksi sosial dengan pembangunan bangsa dan

kebutuhan perempuan untuk mengartikulasikan agenda politik feminisme. Di satu

sisi, semangat revolusioner yang mewarnai gerakan politik mendorong perempuan

160
Perbedaan anggota: Perwari dan golongan partai Islam, anggotanya
berasal dari kalangan atas terutama istri-istri intelektual dan birokrat yang
merupakan pengikut tradisi barat, sedangkan anggota Gerwani berasal dari
perempuan miskin yaitu dari lapisan menengah bawah dan kelas buruh. Penyebab
lain adalah masalah poligami, di mana ketua Perwari mengambil sikap keras
terhadap poligami, sedangkan Gerwani tidak terlalu keras menentang poligami.
Pengurus KWI sendiri menentang “infiltarsi” Gerwani dan gerakan massa
dibubarkan.

94
untuk menentang nilai-nilai viktorian161 dan tradisi priyayi di mana perempuan

dipandang sebagai penghias rumah tangga seperti yang dikehendaki oleh politik

perempuan 1960an; gambaran ideal perempuan di masa itu adalah aktif di luar

rumah, mengikuti kegiatan-kegiatan sosial dan politik dan melakukan turun ke

bawah (turba), di sisi lain, seruan politik yang dicanangkan pejuang-pejuang

perempuan mengikuti aktifisme arus utama. Ketegangan pada politik front

persatuan nasinalis pemerintah saat itu sudah mengiring perempuan untuk

bergerak dalam koridor kesepakatan-kesepatan yang tidak langsung menjawab

persoalan perempuan. Sebagai contoh, perempuan dimobilisasi untuk terlibat

sebagai sukarelawati162 dalam bela negara.

Pada tahun 1958 anggota anggota Gerwani mendorong kerjasama yang lebih

erat antara berbagai golongan kiri yang ada dalam KWI dengan maksud agar lebih

peka dan aktif dalam masalah-masalah yang relevan bagi kaum perempuan

miskin. Dibentuklah "Gerakan Massa" di dalam KWI. Pengurus KWI, menentang

usaha "infiltrasi" Gerwani, dan "Gerakan Massa" pun dibubarkan. Pada

kongresnya tahun 1961 diputuskan bahwa KWI adalah "alat revolusi," sesuai

dengan semboyan pada masa itu. Maka, kegiatan-kegiatan demi kaum perempuan

miskin pun lebih banyak diselenggarakan.163

161
Nilai-nilai viktorian adalah gaya hidup Barat yang dihidupi di dalam
organisasi perempuan, misalnya, bentuk pakaian yang mewah, suka mengadakan
pesta atau perjamuan, kapitalis dan hanya berjuang untuk kepentingan nyonya-
nyonya pejabat tinggi.
162
Sukarelawati untuk Irian Barat.
163
Saskia Eleonora Wieringa. op.cit. hal. 334-342.

95
Bersama dengan kaum perempuan dari organisasi-organisasi lain, mereka

saling membantu menyelenggarakan berbagai macam kegiatan, baik di tingkat

kampung, kota, maupun provinsi, mengenai soal-soal seperti kesejahteraan

keluarga, kesehatan, kebersihan, dan juga soal-soal yang lebih bersifat "feminis"

seperti pelacuran, perkawinan anak-anak, dan perdagangan perempuan. Gerwani

membantu sekretariat perempuan serikat buruh, dalam perjuangan mereka

menuntut hak-hak buruh perempuan, misalnya upah yang sama, pelaksanaan undang-

undang perburuhan, dan perlindungan.

Progresivitas Gerwani ini kerap kali membuatnya dikucilkan oleh organisasi

perempuan lain. Gerwani dituduh tidak konsisten dengan perjuangan

antipoligaminya.164 Sumber ketegangan adalah poligami. Kalau dimasa sebelum

kemerdekaan pertentangan pendapat tentang “kedudukan perempuan dalam

Islam” terjadi diantara perempuan sekular dan non Islam, pada paruh awal 1960an

bahkan, Gerwani sebagai organisasi radikal, mengorbankan kekukuhan mereka

melawan poligami dan mengambil sikap atau posisi bersebrangan165 dengan organisasi-

organisasi lain.

D.2. Gerwani Dengan Golongan Kiri

Taktik politik golongan kiri yang mempengaruhi Gerwani dalam hal ini

adalah (partai yang berhaluan komunis) adalah front persatuan. Dua macam front

persatuan dan dua macam front persahabatan, yakni; (1) Proletariat dengan kaum

164
Fransiska Ria Susanti. op.cit. hal. 87-88.

Sikap bersebrangan Gerwani mengenai poligami,


165
ketika Soekarno
mengawini Hartini tahun 1962.

96
tani dan borjuis kecil kota adalah front persatuan atau persahabatan antara proletar

dan orang punya sedikit milik. Persekutuan proletariat dengan kaum tani dan

kaum seni disebut persekutuan buruh dan tani; (2) Proletariat dengan orang-orang

yang mengeksploitasi, ini adalah persekutuan atau persahabatan antara proletar

dengan majikan.166

Dalam Kongres ke-VI Partai Komunis Indonesia, di mana Aidit menyadari

bahwa prosentase keanggotaan perempuan di dalam partai, malah berkurang.

Maka ia ingin memperbaiki, dengan menarik kaum perempuan, “harus lebih banyak

kaum perempuan ditarik ke dalam partai‟167. Oleh karena itu, untuk

meningkatkan intelektualitas perempuan (buta huruf menjadi melek huruf), dan

usaha untuk merebut perhatian perempuan, maka perlu diadakan ceramah

dikalangan perempuan, diperluas sekolah-sekolah politik untuk kaum perempuan,

diadakan konfrensi perempuan komunis di daerah-daerah lewat brosur-brosur.

Seperti dalam kebanyakan perjuangan kemerdekaan nasional, laki-laki

biasanya mencari dukungan dari kalangan perempuan. Sebagai pemimpin, Aidit

sadar akan pentingnya usaha untuk menarik dan mengorganisir perempuan, oleh

karena perempuan memegang peranan penting dalam sektor pertanian. Sebagian

besar pekerja pada sektor industri adalah perempuan. Gerwani adalah jembatan

dalam menarik dan mengorganisir perempuan, terutama dari kelas bawah.

Kampanye pemilu 1954 menyatakan bahwa “untuk semua perempuan, yang

memilih partai golongan kiri berarti emansipasi dan jaminan akan persamaan

166
D.N. Aidit. op.cit. hal. 52-53.
167
Bintang Merah. op.cit. hal. 195.

97
hak‟,168 mereka akan menjamin persamaan hak (perempuan) dalam empat hal yaitu;

(1) Dalam perkawinan akan diberi kebebasan pada kedua jenis kelamin untuk

memilih pasangan, persamaan dalam perceraian dan warisan, suami istri dilibatkan

dalam pembinaan anak. (2) Dalam sektor ekonomi setiap perempuan yang terlibat

dalam proses produksi ditempatkan dalam posisi sederajat dengan laki-laki. (3)

Dalam perburuan tidak akan dibenarkan diskriminasi setiap pekerjaan yang sama

akan berlaku upah yg sama. (4) Dalam pertanian perempuan akan mendapat bagian

yang sama bila sebidang tanah dibagi-bagi.169

Metode yang dipakai Golongan kiri merupakan usaha untuk menarik minat

perempuan dari segala lapisan sosial. Metode ini dapat menarik tiga jenis

kelompok sosial: perempuan dari kelas pekerja dan pertanian, kelompok menegah

dan kelompok atas.

Hubungan Gerwani dengan golongan kiri hanya merupakan hubungan

persahabatan. Pada umumnya Gerwani menyokong kampanye-kampanye politik

yang dilancarkan Golongan Kiri. Ketika ketegangan politik meningkat dan

masyarakat Indonesia semakin mengalami politisasi dan polarisasi, Gerwani

bergeser semakin dekat dengan Golongan Kiri. Perkembangan ini terbawa oleh

mereka yang mempunyai keanggotaan rangkap, Golongan Kiri dan Gerwani

sekaligus. Tetapi sampai saat terakhir Gerwani tidak pernah secara resmi menjadi

bagian perempuan Golongan Kiri.

168
Harian Rakyat, edisi Desember 1955.

Kesamaan Program Gerwani dan Partai berhaluan kiri. Lihat. Lampiran 2.


169

Hak-hak Perempuan. Pasal. 13.

98
E. Peran Dalam Mendorong Perempuan Sadar Politik.

Pengaruh Gerwani dalam mendorong perempuan sadar politik, dapat dilihat

ketika Gerwani mencurahkan perhatiannya pada masalah pendidikan melek huruf

yang dimulai tahun 1955 dengan membuka sekolah. Secara besar-besaran

Gerwani melakukan kampanye pemberantasan buta huruf di kalangan perempuan,

yang didukung dengan dibukanya tempat-tempat kursus sekaligus mendidik

perempuan mengenai masalah-masalah politik.170 Selain mendirikan sekolah dan

tempat kursus, Gerwani mengadakan seminar-seminar.

Indikasi lain dengan diterbitkan majalah khusus bagi perempuan yaitu Api

Kartini yang berisikan tulisan tentang masak-memasak, resep masakan; cara

mengasuh anak; mode; pengaruh buruk film-film Amerika yang bermutu rendah;

permasalahan poligami.171 Majalah ini disebarkan melalui kader-kader dan

disebarluaskan kepada para perempuan melalui pertemuan rutin, misalnya arisan

atau rapat rutin anggota.

Kerjasama Gerwani dengan Sarbupri, sebagai tindaklanjut dari program

memperjuangkan buruh perempuan, dengan keterlibatan S.K. Trimurti dalam

Persatuan Buruh Indonesia (PBI).172 Pada saat itu, buruh perkebunan kebanyakan

adalah kaum perempuan dan buta hutuf. Gerwani melancarkan kegiatan untuk

menyadarkan kaum buruh perempuan mengenai hak-hak hukum mereka dan

membantu mereka memecahkan masalah perburuhan dan perkawinan. Di samping

170
Fransiska Ria Susanti. op.cit. hal. 68-70.
171
Hikmah Diniah. op.cit. hal. 128.
172
Fransisica Ria Susanti. op.cit. hal. 136.

99
itu Gerwani membantu buruh perkebunan dalam konfrontasi kekerasan, yang

terjadi ketika pemerintah bertindak mengusir mereka dari perkebunan.173

Gerwani sangat vokal dalam menyuarakan isu-isu populis174, sehingga dapat

mempengaruhi kaum perempuan di masyarakat dan rakyat umumnya. Perwujudan

kesadaran perempuan, dituangkan dalam buah pikiran dalam bentuk tulisan-

tulisan dan menerbitkan majalah, mendirikan sekolah, menyelenggarakan kegiatan

ekonomi dan berorganisasi. Keterlibatan perempuan dalam organisasi formal

dilihat sebagai puncak perwujudan kesadaran politik perempuan dan organissi

merupakan media bergerak yang tepat dan efektif.

Dewasa ini, kaum perempuan dapat menduduki jabatan penting di dalam

sebuah instansi baik swasta maupun pemerintah. Perempuan bisa menjadi

presiden, anggota DPR, Mentri, dll. Keterwakilan perempuan saat ini tidak lepas

dari pengaruh Gerwani dalam memperjuangkan hak-hak politik kaum perempuan,

yang dimulai ketika pemilu pertama, di mana perempuan sudah mulai menduduki

posisi-posisi penting dalam pemerintahan baik menjadi anggota parlemen maupun

menjadi lurah.175

Di dalam parlemen Gerwani memperjuangkan agenda perempuan misalnya,

rancangan undang-undang, seperti UU Perkawinan yang demokratis dan reform

173
Saskia Elenora Wieriga. op.cit. hal. 296.

Populis adalah penganut paham populisme. Populisme artinya paham


174

yang mengakui dan menjunjung tinggi hak, kearifan, dan keutamaan rakyat kecil.
175
Saskia Elenora Wieringa. op.cit. hal. 359-361. Lihat. Hikmah Diniah.
op.cit. hal. 172-175

100
perkawinan.176 Namun, pada saat Gerwani dibubarkan, UU perkawinan ini belum

disetujui oleh pemerintah. Setelah melalui proses yang panjang, yang telah mulai

diperjuangkan Gerwani, akhirnya UU Perkawinan No.I tahun 1974 disahkan.

Dengan UU Perkawinan tersebut, meskipun belum sempurna namun diharapkan

kesejahteraan keluarga lebih terjamin.177

Dapat disimpulkan bahwa, peran Gerwani dalam menyadarkan perempuan

sangat besar. Hal ini dilihat dari keberadaan perempuan saat ini, di mana

perempuan sudah memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki baik dalam

pendidikan, masyarakat, lapangan pekerjaan maupun politik.

176
Ibid. hal 303.
177
Catharina Nanik Purwoko. op.cit. hal.45

101
BAB V

PENUTU

A. Kesimpulan

Dengan melihat uraian di atas, dapat diperoleh gambar tentang organisasi

Gerwani di Indonesia. Sejarah perjuangan perempuan telah melewati proses yang

begitu panjang, suka dan duka menjadi batu loncat mewujudkan cita-cita

perjuangan. Budaya, agama, ekonomi, serta penjajah sebagai faktor penghambat

yang menyebabkan kaum perempuan tidak berkembang.

Agar cita-cita perjuangan terwujud, perempuan telah mengambil bagian dan

bekerjasama dengan kaum laki-laki. Sehingga akhirnya bangsa Indonesia merdeka

dari penjajah. Setelah Indonesia merdeka kaum perempuan harus menerima

realitas di mana kaum perempuan akhirnya dilupakan dan ditinggalkan di tengah

bidang sosial. Diskriminasi baru mulai dialami baik dalam lapangan pekerjaan,

dalam rumah tangga bahkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Tekanan dan diskriminasi yang dialami melahirkan kesadaran baru dalam

diri perempuan untuk melawan bukan dengan kekerasan fisik tetapi melalui

pembentukan organisasi dan pendidikan. Pertama, kaum perempuan yang mulai

sadar akan realitas yang ada, membentuk organisasi. Di dalam organisasi tersebut

mereka dilatih agar melek huruf, bisa baca, bisa tulis, bisa menghitung dan kaum

perempuan diberi kursus-kursus untuk menggembangkan keterampilan. Kedua,

didirikannya sekolah-sekolah agar perempuan melek huruf.

102
Dalam perjalanannya ternyata, organisasi yang telah dibentuk kurang

menjawab kebutuhan perempuan, oleh beberapa perempuan disadari bahwa

organisasi yang ada hanya berputar pada masalah pendidikan dan kurang

menyentuh masalah pokok kaum perempuan sehari hari.

Munculnya organisasi perempuan semata-mata hanya ingin melawan

ketidakadilan serta mengangkat derajat perempuan. Lahirnya tokoh-tokoh

perempuan untuk melawan ketidakadilan, mereka bersatu membentuk kekuatan-

kekuataan. Perlawanan perempuan ini dilakukan tidak dengan kekerasan tetapi

melalui pemberantasan buta huruf dan pendidikan; melalui kerjasama dengan

organisasi yang ada berpihak pada rakyat tertindas serta dengan terjun keranah

politik.

Dilapangan politik kurangnya hak demokrasi, dalam lapangan ekonomi oleh

kurangnya jaminan hidup, dalam bidang sosial masih ada kepincangan-

kepincangan pergaulan karena kurang sempurnanya pendidikan dan kesehatan,

jadi kekurangan selalu dirasakan oleh kaum perempuan, sebagai alasan kaum

perempuan berorganisasi. Artinya, bukan organisasi politik melainkan orang yang

bekerja dalam lapangan kemasyakatan, yang berjiwa peri kemanusiaan.

Gerwani yang merupakan gabungan dari beberapa organisasi perempuan

yang memiliki kesadaran yang tinggi menolak posisi kaum perempuan pada saat

itu. Mereka merasa kecewa dan prihatin dengan keadaan gerakan perempuan yang

hanya bergerak di bidang sosial dan soal perkawinan. Oleh karena itu, Gerwani

yang militan dan independen, masuk dalam ranah politik, dengan tujuan ingin

memperjuangkan nasib perempuan. Hal ini berkaitan dengan realitas di mana

103
tuntutan-tuntutan perempuan diabaikan oleh pemerintah. Maka, dengan terjun

keranah politik Gerwani bisa menyuarakan kepentingan perempuan.

Kongres-kongres yang dilaksanakan Gerwani untuk mencapai kesepakatan

bersama, dan di dalam kongres, program-program diputuskan dan menjadi bekal

dan pegangan bagi setiap anggota baik di pusat maupun di desa dalam berkarya.

Pada awal berdirinya, Gerwani telah menjalin kerja sama dengan organisasi

lain yang juga aktif pada saat itu dan selalu berada digaris depan dalam setiap

kegiatan yang diselenggarakan bersama. Kegiatan Gerwani disesuaikan dengan

perkembangan pemerintahan saat itu, seperti konfrotansi Malaysia, pembebasan

Irian Barat sampai pada aksi-aksi menentang AS.

Munculnya Gerwani yang progresif, militan serta yang berpihak pada rakyat

kecil, miskin, tertindas dan dengan tindakan nyata membebaskan rakyat dari

penindasan membawa harapan baru bagi kaum perempuan. Gerwani sebagai

pahlawan baru dalam membebaskan perempuan dan menyadarkan perempuan.

Selain sebagai pahlawan, aksi-aksi Gerwani membawa ide-ide kiri baru yang

memberikan energi baru bagi tumbunya gerakan demokratik di Indonesia

termasuk gerakan perempuannya. Gerwani bisa dianggap adanya kebudayaan

bangkit. Kebudayaan yang bangkit adalah praktik-praktik, makna-makna dan nilai-

nilai baru yang membebaskan perempuan, sehingga kedudukan laki-laki dan

perempuan sama dan bisa kerjasama untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Sepak terjang Gerwani dalam membebaskan kaum perempuan sangat

mendunia, berpijak pada realitas hidup serta mampu menjawab permasalahan

yang sedang dialami perempuan, kaum buruh serta buruh nelayan. Gerwani sangat

104
militan, berani menuntut pemerintah untuk memperhatikan kepentingan rakyat.

Melalui aksi-aksi yang dilakukan mampu membawa perubahan bagi perempuan

dan rakyat pada umumnya. Perubahan itu memang tidak kelihatan, tetapi adanya

indikasi bahwa, sampai saat ini masih ada organisasi perempuan yang mau

berjuang bagi kaum perempuan dan kaum tertindas. Dapat disimpulkan, bahwa

pengaruh Gerwani dewasa ini, ketika kaum perempuan mampu menjadi pemimpin

bangsa dan bahkan duduk pada posisi-posisi penting baik dibidang politik,

pendidikan, ekonomi dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Gerakan Gerwani menjadi ikon bagi gerakan perempuan dewasa ini,

sayangnya gerakan perempuan sekarang masih merupakan berputar pada

kepentingan kelompok tertentu dan masih berputar-putar pada masalah kesetaraan

gender, hak-hak politik. Sejak kehancuran Gerwani, idelogi gerakan perempuan di

Indonesia melemah.

B. Saran

Keberadaan organisasi Gerwis hingga berubah menjadi Gerwani tidak

mengurangi peran mereka di dalam masyarakat khususnya kaum perempuan dan

rakyat pada umumnya. Gerwis memiliki peranan yang demikian besar bagi kaum

perempuan khususnya bagi setiap permasalahan yang harus dihadapi oleh kaum

perempuan, baik buruh tani, nelayan maunpun tani miskin. Organisasi ini ternyata

juga menjadi harapan bagi tergalangnya sikap solidaritas antara kaum perempuan

baik dari Gerwani maupun dari organisasi lainnya, meskipun harus mengubah

nama dari Gerwis menjadi Gerwani.

105
Terbentuknya Gerwis tak lepas dari partisipasi para anggotanya yang

memiliki semangat nasionalisme sehingga harus mengubah nama organisasi

tersebut ke garis massa. Gerwani sebagai ikon perjuangan perempuan, kiranya

organisasi perempuan saat ini mampu mengadopsi semangat juang Gerwani yang

tidak takut akan tantangan dan sangat fleksibel. Untuk kaum perempuan yang

duduk dalam posisi penting di pemerintahan, diharapkan mampu

memperjuangkan nasib perempuan yang masih tertindas oleh beragam persoalan

hidup.

106
DAFTAR PUSTAKA

I. Buku / Artikel

Ak. Pringgodigdo., Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta,


1980.

Arifin Bey (peny), Pendudukan Jepang di Indonesia, Suatu Ungkapan


Berdasarkan Dokumentasi Pemerintah Belanda, Kesaint Blant, Jakarta,
1987

., Bahaya Laten Komunis di Indonesia, Jilid 3. Pusat Sejarah dan Tradisi


ABRI, Jakarta, 1995.

Budi Susanto, SJ (ed)., Politik dan Postkolonialitas di Indonesia, Lembaga Studi


Realino, Kanisius, Yogyakarta, 2003.

Cassirer, Ernest., Manusia dan Kebudayaan, Gramedia, Jakarta, 1985.

., D.N. Aidit., Pilihan Tulisan Jilid 1 dan Jilid 2, Yayasan Pembaruan,


Jakarta, 1960.

Evans. M. Sara., Lahir Untuk Kebebasan, Sejarah Perempuan Amerika, jilid 2.


Obor. Jakarta, 1994.

Fauzie Ridjal dkk (ed)., Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, Tiara


Wacara Yogyakarta, 1993.

Giddens Anthony & Turner Jonathan (terjh)., Social Theory Today. Pustaka
Pelajar, Polity Press, 1987.

Gottschalk, Louis., Mengerti Sejarah (terjemahan Nugroho Notosusanto),


Universitas Indonesia. Djakarta, 1969.

Hidayat Mukmin., Beberapa Aspek Perjuangan Wanita di Indonesia, Suatu


Pendekatan Deskriptif Komparatif, Binacipta, Bandung, 1980.

Hikmah Diniah., Gerwani Bukan PKI, Sebuah Gerakan Feminisme Terbesar di


Indonesia, Caraswatibooks, Yogyakarta, 2007.

Holzner Brigitte., Perubahan Sosial: Perempuan Pekerja dan Perubahan Sosial


Sebuah Pengantar Study Perempuan, Pustaka Utama Grafiti. Jakarta. 1997.

Ita F. Nadia., Suara Perempuan Korban Tragedi’65 , Galang Press, Yogyakarta,


2007.

107
Kamla Bhasih., Menggugat Patriarki Pengantar Tentang Persoalan Dominan
Terhadap Kaum Perempuan, Yayasan Benteng Budaya, Yogyakarta, 1996.

Koentjoroningrat., Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, Jakarta,


1972.

KOWANI., Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia, Balai Pustaka,


Jakarta, 1978.

Miall Hugh dkk (terjh)., Resolusi Damai Konflik Kontemporer, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1999.

Muhadi., Kritik Antonio Gramsci terhadap pembangunan Dunia Ketiga, Pustaka


Pelajar, Yogyakarta, 1999.

Nanik Catharina Purwoko., Perempuan dan Ketidakadilan, LPPS dan Jaringan


Mitra Perempuan No. 36. Jakarta. 1996

Nunuk A.P Murniati., Getar Gender: Perempuan Indonesia Dalam Perspektif


Agama, Budaya dan Keluarga, buku II, Yayasan Indonesia Tera, Magelang,
2004.

Oherella. G.A., Peranan Wanita Indonesia Dalam Masa Pergerakan Nasional.


Depdikbud, Jakarta, 1992.

Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar


Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1988.

., Perjuangan Wanita Indonesia Sepuluh Windu Setelah Kartini 1904-1984,


Departemen Penerangan Republik Indonesia, Jakarta. 1984

Poerwodarminto.W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka.


Jakarta.1952

Pudjiwati Sajogyo., Peranan Wanita Dalam Perkembangan Masyarakat Desa,


CV. Rajawali dan Yayasan Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta, 1983.

R. A. Kartini., Habis Gelap Terbitlah Terang, Balai Pustaka, Jakarta, 1963.

Riger Simon., Gagasan-gagasan Politik Gramsci (cet II) terj. Sugiono,


Yogyakarta, 2001.

Sagimun M.D., Mas Trip dari Brigade Pertempuran ke Brigade Pembangunan.


Bina Aksara, Jakarta, 1989.

108
Sihombing, O.D.P, Pemuda Indonesia Menantang Fasisme Jepang, Sinar Jaya,
Jakarta, 1962.

Soekarno., Sarinah: Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia


(cet. 2), Yayasan Pembangunan, Jakarta, 1951.

., Sri Sumarah, Pustaka Jaya, Jakarta, 1975.

Sukanti, Suryochondro., Potret Pergerakan Wanita di Indonesia, CV. Rajawali,


Jakarta, 1984.

Sukanti, Kartowijono., Perkembangan Pergerakan Wanita Indonesia, Yayasan


Idayu, Jakarta, 1975.

Sulistyowati Irianto., Perempuan Di Antara Berbagai Pilihan Hukum, Yayasan


Obor, Jakarta, 2003.

Sumarwan Antonius, SJ., Menyeberangi Sungai Air Mata, Kisah Tragedi Tapol
1965 dan Upaya Rekonsiliasi, Kanisius, Yogyakarta, 2007.

., Sumbangsihku Bagi Ibu Pertiwi, Kumpulan Pengalaman dan pemikiran


buku V, PT. Dharma Aksara Pramata, Sinar Harapan, Jakarta, 1985.

Susanti Ria Fransisika., Kembang-kembang Genjer, Jejak, Wangun Printika.


Yogyakarta, 2007.

Wieringa Eleonora Saskia., Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia,


Kalyanamitra dan Garba Budaya, Jakarta, 1999.

Wiyasa Bratawijaya Thomas (ed)., Kedudukan Wanita Dalam Kebudayaan Dulu,


Kini dan Esok, Praditya Paramita, Jakarta, 1992.

II. DOKUMEN-DOKUMEN

Dokumen-Dokumen Kongres Nasional ke VII, Luar Biasa PKI, Maju Terus.


Bintang Merah, Nomor Spesial, Yayasan, Pembaruan, Jakarta, 1963.

Dr. Anatona Gulo., Dokumen Perdagangan Budak Perempuan Indonesia Dalam


India Office Record (IOR) Series R/9, Diskusi Dwibulanan Indonesiana,
Pusat Studi Sejarah Indonesia Universitas sanata Dharma, Yogyakarta,
2007.

109
III. SURAT KABAR DAN MAJALAH

Harian Rakyat, edisi Desember 1955.

Harian Rakyat, edisi 3 Januari 1964

Haryatmoko., Kekuasaan Melahirkan Anti Kekuasaan. Basis. edisi Januari-


Februari, 2002.

Kompas, Jumat 8 Mei 2009.

110
Lampiran 1

SUSUSAN KEPENGURUSAN GERWANI 1950-1965178

Susunan kepengurusan Gerwani sejak tahun 1950-1965 mengalami lima


kali perubahan.

Tahun 1950
Ketua Gerwis I : Tris Metty

Tahun 1850-1951
Ketua Gerwis II : S.K/ Trimurti

Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat:


Tahun 1951-1954
Ketua : Suharti
Wakil Ketua I : Umi Sardjono
Wakil Ketua II : S.K. Trimurti

Tahun 1954-1957
Ketua : Umi Sardjono
Wakil Ketua I : Suharti
Wakil Ketua II : Ny. Mudigdio
Sekretaris : 1. Asiyah
2. Darmini
Anggota : 1. Kartinah
2. Mawarni
3. Paryani
4. Suwarti
Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Harian
Tahun 1957-1965
Ketua : Umi Sardjono
Wakil Ketua I : Suharti (dalam rapat persiapan kongres V
disepakati akan menjadi ketua menggantikan Umi
Sardjono, periode 1965)
Wakil Ketua II : Mudikdio
Wakil Ketua III : S.K. Trimurti
Sekretariat Umum : Kartinah
Wakil sekretariat Umum : Sulami
Seksi Organisasi : NY. Suwarti B.S.
Nn. Darmini

Diambil dari. Hikmah Diniah. 2007. Gerwani Bukan PKI, Feminisme


178

Terbesar di Indonesia. Carasvatibooks. Yogyakarta. hal. 116-117.

111
Seksi Penerangan Pendidikan & Kebudayaan:
Ny. Suwarti Trimo
Nn. Sudjinah

Seksi Hak-hak Wanita/ Anak-anak:


: Ny. Parjani
: Ny. S. Asiyah

Seksi Perbendaharaan : Ny. Mawarni


Ny. Chalisah

112
Lampiran 2

PROGRAM GERWANI179

HAK-HAK PEREMPUAN
1) Hak sama dengan laki-laki dalam semua lapangan supaya dijamin, sesuai
dengan pasal 27 Undang-undang Dasar 1945 RI yang menjamin kedudukan
dan hak sama bagi warganegara wanita dan laki-laki. Undang-undang dan
peraturan-peraturan yang memungkinkan berlakunya diskriminasi bagi
kaum wanita supaya dihapus. Dilaksanakanya Undang-undang No. 68 tahun
1959 tentang persetujuan Konvensi Hak-hak Politik bagi Wanita.
2) Supaya segera dilaksanakan Undang-undang Perkawinan yang melindungi
persamaan hak wanita dan laki-laki sesuai dengan prinsip-prinsip Pasal 16
Piagam PBB. Dalam Undang-undang itu supaya dilarang adanya kawin
paksa, perkawinan anak-anak, perkosaan dan perceraian yang sewenang-
wenang, terhadap wanita, dan hak anak-anak yang orang tuanya bercerai
supaya dilindungi.
3) Hak sipil bagi wanita supaya dijamin dan dilaksanakan, misalnya dalam
perkawinan campuran supaya kaum wanita berhak memilih
kewarganegaraannya sendiri sesuai dengan Undang-undang
kewarganegaraan.
4) Supaya PP 19 tahun 1952 diganti dengan Peraturan Pensiun Janda dan
Yatim Piatu yang adil, dan pengeluaran pensiun supaya dipermudah.
5) Badan-badan seperti BPPPP (Badan Penasehat Perkawinan dan
Penyelesaian Perceraian) dan PPPPP (Panitia Penasehat Perkawinan dan
Penyelesaian Perkawinan) di daerah-daerah supaya diperluas, dimana duduk
wakil-wakil dari organisasi wanita yang luas. Pembelaannya supaya merata
sampai daerah-daerah.
6) Dilaksanakannya Undang-undang pokok Kepegawaian dengan segera
dikeluarkannya peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan Konvensi
ILO No. 100 tentang jaminan upah sama bagi buruh wanita dan laki-laki
untuk pekerjaan yang sama nilainya. Dilaksanakannya jaminan hak sama
bagi buruh/pegawai wanita dengan buruh/pegawai laki-laki untuk naik
pangkat dan menduduki semua jabatan hak untuk mengikuti segala kursus
kejuruan dengan syarat-syarat yang sama dan memasuki segala lapangan
pekerjaan.
7) Mendesak dilaksanakannya peraturan Pemerintah yang mengatur cuti hamil
bagi buruh/pegawai wanita dilapangan Swasta maupun Pemerintah.
Sedemikian rupa sehingga menghilangkan pembatasan-pembatasan dan kesulitan-
kesulitan serta birokrasi untuk memudahkan setiap buruh/pegawai

179
Diambil dari Program Gerwani . http:// redbulletin. Wordpress.com.
Diakses pada 6 Juli 2009

113
wanita mendapatkan cuti dan bantuan selama hamil tua, melahirkan anak,
menggugurkan kandungan, serta menjusukan anak-anaknya dan cuti haid.
8) Dilaksanakan keamanan dan keselamatan kerja bagi buruh atau pegawai
wanita dan diadakannya tempat penitipan baji yang memenuhi syarat
kesehatan, Taman Kanak-kanak, diperusahaan Pemerintah dan swasta dan
jawatan-jawatan yang banyak buruh atau pegawai wanitanya.
9) Mendesak kepada Pemerintah supaya segera dikeluarkan Undang-undang
yang mengatur hubungan-hubungan kerja yang demokratis antara buruh dan
majikan disetiap lapangan kerja. Supaya dilarang setiap bentuk pemecatan
sewenang-wenang dan massal yang sering dilakukan terhadap
buruh/pegawai wanita, dan segera dibentuknya Dewan Peradilan
Pegawai/buruh disemua lapangan kerja.
10) Mengintensifkan dan memperluas koperasi-koperasi buruh disetiap lapangan
kerja yang bisa meringankan beban kaum buruh wanita dan para isteri
buruh.
11) Perlunya segera dihapuskan peraturan-peraturan yang bersumber pada
IGO/IGOB untuk mengakhiri diskriminasi mengenai hak-hak wanita dalam
jabatan Kepala Desa/Pamong Desa, dan lain-lain.
Supaya segera dihapuskannya berbagai macam kerja tanpa dibayar yang
pada hakekatnya sama dengan rodi dan pologoro yang sangat memberatkan
kaum tani.
12) Mendesak supaya Pemerintah segera mewujudkan otonomi tingkat III yang
menjamin ikut-sertanya wanita tani dalam lembaga-lembaga pemerintah
otonomi tingkat III dan supaya diadakan pemilihan-pemilihan secara
periodik.
13) Mengharap para pejabat sungguh-sungguh merealisasi hak milik atas tanah
bagi wanita tani atas namanya sendiri seperti yang tercantum dalam pasal 9
UU Agraria No. 5/1960.
14) Pemerintah supaya segera melaksanakan Undang-undang Perjanjian Bagi
Hasil dengan cara yang tepat dan merata di semua tingkat daerah dan
komposisi Panitia Pertimbangan Kecamatan supaya terdiri dari wakil-wakil
tani penggarap, baik wanita maupun laki-laki.
15) Mendesak kepada Pemerintah supaya segera meIaksanakan land-reform
secara konsekwen sesuai dengan ketetapan MPRS dan mengikutsertakan
wakil-wakil kerja wanita dalam panitia-panitia Pelaksanaan land-reform dan
dalam Badan-badan Musyawarah kerja tani di semua tingkat.
16) Pemerintah supaya mewajibkan lintah darat mendaftarkan diri dan
mengharuskan menurunkan bunga uang pinjaman dan hutang-hutang kepada
lintah darat, yang tidak mendaftarkan harus dianggap tidak sah.
17) Supaya kepada kaum tani, kaum nelayan, tukang-tukang pekerja tangan,
pedagang kecil diberi bantuan kredit yang murah, mudah, dan panjang oleh
Pemerintah. Serta diperbanyak jumlah pasar-pasat dan alat perhubungan
yang mudah dan murah, terutama diluar Jawa, untuk memudahkan
pengangkutan, penjualan dan perbelanjaan kebutuhan sehari-hari.
Mengusahakan berdirinya koperasi-koperasi Tani dan Nelayan sampai ke desa-
desa.

114
18) Pajak-pajak negara yang sangat memberatkan beban rumah tangga supaya
diringankan, tunggakan pajak bumi, setoran paksa, sistem pologoro, rodi,
supaya dihapuskan dan nasib Pamong Desa supaya diperbaiki.
19) Supaya segera diadakan Undang-undang 1192 Kesejahteraan kaum nelayan
beserta keluarganya, dan Undang-undang Bagi Hasil Nelayan.
20) Segera dilaksanakannya Proqram Sandang-Pangan dengan diadakan
pengendalian harga barang-barang pokok kebutuhan hidup sehari-hari
terutama bahan makanan dan pakaian, dengan diadakannya Dewan-dewan
Pertimbangan Distribusi mengikutsertakan wakil-wakil organisasi, terutama
Buruh, Tani dan Wanita. Supaya Pemerintah mengambil tindakan tegas dan
keras terhadap orang-orang yang melakukan penimbunan dan spekulasi-
spekulasi, dan dengan sungguh-sungguh berusaha untuk mencukupi
persediaan bahan pokok serta melaksanakan distribusi secara mudah, murah,
dan merata, dengan jalan melewati koperasi-koperasi, RK-RK, RT-RT.
21) Anggaran belanja untuk kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak supaya
diperbesar. Balai-balai pengobatan, klinik-klinik persalinan, biro-biro
konsultasi dan BKIA-BKIA (Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak) serta
jumlah bidan-bidan supaya diperbanyak sampai ke kecamatan-kecamatan.
Pendidikan bagi dukun-dukun bayi serta pendidikan kesehatan Rakyat
supaya diperluas dan diadakan peraturan tarif dokter/Bidan, yang ringan dan
harga obat-obatan yang murah, sesuai dengan Keputusan MPRS.
22) Mendesak aqar supaya segala bentuk dan perwujudan kebudayaan dan
Kesenian menjadi milik seluruh Rakyat dan menyinarkan sifat-sifat
nasional.

HAK-HAK ANAK
23) Anggaran belanja PD&K. supaya ditambah. Gedung-gedung sekolah yang
memenuhi syarat kesehatan, sekolah-sekolah kejuruan supaya
diperbanyak, dan usaha pemberantasan Buta Huruf serta meningkatkan
taraf kebudayaan nasional diperluas sesuai dengan keputusan MPRS.
24) Bagi para pemuda dan anak-anak supaya ada jaminan untuk mendapatkan
pendidikan yang sesuai dengan bakatnya.
25) Segera diadakan Undang-undang Wajib Belajar dengan mempersiapkan
syarat-syarat pelaksanaannya dan supaya dijamin keseragaman buku-buku
pelajaran dengan harga yang murah, mulai dari S.R. sampai Universitas.
26) Taman Kanak-kanak supaya diperluas dan diberi bantuan oleh Pemerintah.
27) Jumlah taman-taman bermain bagi anak-anak diadakan serta diperbanyak.
28) Perederan film, penerbitan cabul yang mempropagandakan kejahatan dan
perang, supaya dilarang dan dijimin perluasan film/penerbitan yang
bersifat mendidik, dan sesuai dengan perkembangan jiwa anak-anak.

115
KEAMANAN / HAK-HAK DEMOKRASI:
29) Dilaksanakannya Ketetapan MPRS mengenai pemulihan keamanan dalam
waktu sesingkat-singkatnya dengan dimulai penurunan/penghapusan
tingkat keadaan bahaya bagi daerah-daerah yang sudah aman.
30) Hak-hak dan kebebasan demokrasi bagi Rakyat diseluruh daerah-daerah
untuk menjamin ikut-sertanya Rakyat dalam melaksanakan pembangunan
Nasional Semesta Berencana.

KEMERDEKAAN NASIONAL YANG PENUH:


31) Ikutserta aktif dalam perjuangan Pembebasan Irian Barat serta pengembalian
kedalam kekuasaan Republik Indonesia.

PERDAMAIAN:
32) Dilaksanakannya Kerangka Ketiga Manipol mengenai Persahabatan dan
Solidaritas Internasional atas saling menghormat dan kerjasama untuk
melawan persiapan-persiapan perang dan membentuk satu Dunia Baru
yang bersih dari imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme untuk
mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
33) Tenaga atom supaya digunakan untuk maksud-maksud damai/pemakaian
senjata nuklir yang membahayakan keselamatan umat manusia supaya
dilarang.

116

Anda mungkin juga menyukai