Anda di halaman 1dari 3

ADANYA PROGRAM KEMUDAHAN DALAM MELAKSANAKAN IBADAH HAJI

MELALUI KREDIT BANK

Oleh : Riza Afifatus Sholihah (12201193023)

Haji sebagai rukun Islam kelima yang diwajibkan atas setiap muslim mukallaf yang
merdeka, baligh, dan mampu (istitha’ah) dalam sekali seumur hidup. Salah satu syarat haji
yaitu mampu (istitha’ah). Mampu (istitha’ah) dalam arti luas meliputi mampu secara
jasmani, rohani, dan finansial. Mampu atau (istitha’ah) sebagai salah satu syarat wajib haji
memberikan konsekuensi kepada seorang muslim yang sudah dikenai kewajiban untuk
menunaikan ibadah haji namun ia tidak melaksanakannya maka ia berdosa.
Dengan demikian mampu (istitha’ah) bukanlah dasar ukuran sah atau tidaknya haji
seseorang. Mampu (istitha’ah) dalam istilah fiqih setidaknya memiliki dua pengertian yaitu;
pertama, adalah mampu (istitha’ah) yang berkaitan dengan hal-hal yang ada di dalam diri
calon haji seperti kemampuan fisik atau kesehatan badan kedua, mampu (istitha’ah) yang
berkaitan dengan hal-hal di luar diri calon haji seperti kemampuan finansial, perbekalan,
keamanan perjalanan, sarana transportasi, dan lain sebagainya.
Mampu (istitha’ah) badaniyah yang ada dalam diri calon haji dalam pandangan
fuqaha adalah kesehatan ataupun kemampuan fisik yang memadai bagi calon haji untuk
menunaikan ibadah haji. Orang yang memiliki fisik tidak sehat, lumpuh, menderita penyakit
kronis, dan orang buta sebenarnya sudah tidak diwajibkan untuk haji. Adapun mampu
(istitha’ah) yang berada di luar diri calon haji seperti kemampuan finansial dan perbekalan
dapat dimaknai sebagai suatu kemampuan seorang muslim untuk melaksanakan haji yaitu
berupa ongkos kendaraan, biaya hidup pulang-pergi di samping biaya-biaya lain yang telah
ditetapkan oleh pemerintah seperti biaya untuk paspor. Ongkos ini wajib merupakan
kelebihan dari hutangnya dan biaya hidup keluarganya selagi dia tidak ada di rumah.
Secara garis besar mampu (istitha’ah) atau kemampuan seseorang adalah
kesanggupan taklif sebagai mukallaf yaitu terpenuhinya faktor-faktor dan sarana-sarana
untuk mencapai tanah suci termasuk diantaranya faktor-faktor adalah tersebut adalah badan
(tidak mengalami cacat atau penyakit yang dapat menghalangi pelaksanaan hal-hal yang
diperlukan dalam perjalanan haji), kesanggupan finansial yaitu memiliki bekal, kendaraan,
dan mampu menanggung biaya pulang-pergi yang merupakan kelebihan dari biaya tempat
tinggal serta keperluan keperluan lain bagi keluarganya.
Di era modern seperti sekarang ini sudah ditemukan berbagai kemudahan yang
ditawarkan bagi calon haji yang ingin mendapatkan kursi (seat) terlebih dahulu dengan

1
pembayaran secara kredit. Beberapa bank syari’ah bahkan menawarkan pembiayaan kredit
kepada nasabah yang menghendaki pergi haji. Maraknya trend ini di kalangan bank syariah
menjadikan daya tarik tersendiri pada masyarakat di Indonesia khususnya sebagai negara
dengan mayoritas muslim. Karena itu banyak sekali masyarakat Indonesia yang berbondong-
bondong ingin menunaikan ibadah haji demi menyempurnakan rukun Islam yang kelima.
Kembali lagi mengingat biaya untuk berhaji itu relatif tinggi maka adanya dana dari bank ini
dapat dijadikan alternatif pilihan bagi calon haji. Masyarakat memandang bahwa hal ini dapat
mengatasi masalah sulitnya berhaji baik karena faktor pendanaan yang belum memadai
maupun terbatasnya kuota haji yang tersedia untuk calon jamaah haji di Indonesia. Tidak
dapat di pungkiri bahwa adanya sistem kredit seperti ini dapat dijadikan upaya untuk
memudahkan realisasi perjalanan ke baitullah secara lebih pasti dan lebih dekat dengan
waktu keberangkatannya meskipun ada juga dampak negatif yang dirasakan atas adanya
sistem ini.
Adapun pandangan Islam bagi orang yang belum mampu atau (istitha’ah) namun
sudah mendapatkan kuota haji karena adanya kredit dari bank hal tersebut tidak menjamin
kepastian jamaah untuk bisa berangkat. Karena pada saat tahun masa pelunasan belum ada
kepastian apakah seorang muslim tersebut bisa melunasi kredit hajinya atau tidak. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya kredit haji tidak dapat menjamin seseorang itu bisa dapat
dikatakan mampu atau belum dalam menunaikan ibadah haji sebelum kreditnya dilunasi
karena dalam praktiknya masih terdapat unsur hutang yang mengurangi kesempurnaan
mampu atau (istitha’ah) yang seharusnya tidak ada paksaan sama sekali sebagaimana yang
terdapat dalam wajib haji.
Menurut saya jika ada seorang muslim yang berhaji namun dengan cara yang
demikian (kredit) maka hajinya tetap sah asalkan seluruh rukun dan syarat dalam ibadah haji
sudah sempurna dilaksanakan. Adapun hukum asal bagi seseorang yang belum mempunyai
kemampuan baik secara finansial maupun fisik adalah tidak wajib dalam melaksanakan
ibadah haji. Sebab dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan juga bahwa untuk mendapatkan
tingkatan kemampuan tersebut diperoleh dengan berhutang atau tidak sehingga ia mampu
melaksanakan haji.
Hal ini berdasarkan pendapat para ulama bahwa haji dengan hutang adalah sebab
status tidak wajib haji karena dia belum mempunyai kemampuan atau (istitha’ah) bukan
berarti tidak boleh haji. Bahkan Rasulullah SAW tidak bermaksud memberatkan umatnya.
Adapun tatkala seorang muslim mengambil dana kredit untuk ibadah haji maka ia harus
dalam kondisi mampu untuk melunasi hutang atau kredit yang diambilnya tersebut dan jika ia

2
tidak mampu melunasi maka tidak bisa dikatakan seseorang itu mampu atau (istitha’ah)
untuk berhaji.

Anda mungkin juga menyukai