Anda di halaman 1dari 9

Makna ISTITHO’AH dalam Konsep Haji dan Umroh

Permasalahan :
Di zaman ini, terjadi pelaksanaan haji atau umroh dengan cara mencicil yakni hanya
dengan membayar 700.000 bisa pergi haji dan umroh.Lalu sisanya dapat dilunasi
setelah pulang dari ibadah tersebut.Sedangkan dalam Alquran terdapat ayat yang
menerangkan bahwa haji itu wajib bagi orang yang mampu/istitho’ah(Qs. Al imron:97),
bagi pelaksanaan haji seperti ini apakah termasuk dalam istitho’ah ? dan apakah haji
nya bisa dihukumi sah?

Berikut penjelasannya:

1.Kitab Tafsir Imam Syafi’i Jilid I

Imam Syafi’i mengatakan, “ayat tentang penjelasan kewajiban haji ditujukan


kepada orang yang berkewajiban menunaikannya”.

Imam Syafi’I berkata : “secara umum,kewajiban haji berlaku bagi setiap orang
yang baligh dan mampu melakukan perjalanan ke baitillah”.

Imam Syafi’i berkata : “Ketika Rasulullah memerintahkan perempuan Khats’an


berhaji untuk mewakili ayahnya maka sunnah Rasulullah SAW menunjukkan bahwa
firman Allah) ‫ ) من استطا ع اليه‬mengandung 2 arti :

1. Orang yang mampu menunaikan haji secara fisik dan financial


2. Orang yang tidak mampu menunaikan haji secara fisik karna faktor tertentu (usia
lanjut,sakit/cacat bawaan yng tidak memungkinkan dia untuk berkendara den;gan
aman). Namun, ada orang yang patuh jika diperintah untuk mewakili hajinya dengan
imbalan tertentu yang dia miliki atau tanpa imbalan secara langsung –Tapi dia wajib
memberikan imbalan tersebut begitu dia mampu—atau bisa juga dengan memerintah
seseorang jika dia menurutinya. Inilah salah satu pengertian ( ‫ ) استطاع‬mampu diatas.
(Al Umm, bab Al-Istitho’ah bi Nafsih wa Ghoirih)

Allah SWT mewajibkan bagi orang yang mampu mengadakan perjanjian (sabil).
Allah berfirman
( ‫ )وهلل على النا س‬disebutkan dalam hadits Nabi bahwa yang dimaksud ‫ سبيال‬adalah
perbekalan dan kendaraan. (Ar Risalah, Bab Al-Hajj)

Apabila istri memiliki kendaraan, perbekalan dan sanggup melakukan perjalanan


haji, maka dia termasuk orang yang dikenai kewajiban. Suami tidak boleh melarangnya
melaksanakan haji, seperti halnya suami tidak boleh melarang istri sholat, berpuasa dan
kewajiban lainnya. Jika istri menemukan perempuan yang terpercaya, maka dia
menunaikan haji bersama mereka. Aku mendesak walinya untuk membiarkannya karena
dia menunaikan haji bersama perempuan yang terpercaya. Semua ini jika kondisi
perjalanan aman.
Dari sabda Nabi, ‫ سبيال‬adalah perbekalan dan kendaraan.(Ikhtilaf Al-Hadits, Bab
Khuruj An Nisa Ila Al masajid)

Sumber: TAFSIR IMAM SYAFI’I JILID I hal.557-566

2.Kitab Tafsir Fi zhilalil Quran Jilid II

Haji merupakan kewajiban yang hanya satu kali seumur hidup seseorang,ketika
pertama kali ia memiliki kemampuan untuk menunaikannya yaitu sehat badannya,
mampu berangkat kesana dan aman perjalanannya.
Kemudian ditetapkanlah lagi sebagai suatu kefardhuan dalam kondisi bagaimanapun
berdasarkan nash yang qoth’i ini, dimana Allah menjadikan haji ke Baitillah sebagai
kewajiban atas “Semua manusia” karena Allah, yaitu, bagi siapa yang mampu
mengadakan perjalanan ke Baitillah.

Sumber: TAFSIR FI ZHILALIL QURAN JILID II hal.114-115

3.Menurut Bpk. M. ABDILLAH MURTADHO

“Haji dengan dicicil itu tidak termasuk istitho’ah, tapi kalau dalam prakteknya yang
umum masyarakat banyak yang tidak sanggup untuk membayar langsung 25-30 juta.
Namun, bila dibantu dengan ditalangi suatu lembaga yang kemudian masyarakat dapat
melunasinya setelah pulang dari ibadah haji tersebut, mungkin mereka akan sanggup.
Karena, berani mencicil itu termasuk ikhtiyar dalam suatu ibadah bagi manusia yang
pada dasarnya adalah ‫ شئ مكلف‬yakni makhluq yang dituntut, dan untuk memenuhi
tuntutan tersebut harus berusaha agar terpenuhi tuntutannya”, tutur beliau yang berdasar
pada kitab ‫ نها ية المحتاج الى شرح المنهاج فى الفقه على مذهب االمام الشافعى‬juz 3
hal.233.
Sebagaimana digambarkan bila seseorang belum haji sedangkan ia mempunyai tanah
yang menganggur (yang bukan ditempati sebagai rumahnya), Maka ia wajib menjual
tanah tersebut sebagai biaya untuk menunaikan ibadah haji sekalipun ia menjadi miskin
setelah menjual tanah tersebut, ia tetap wajib menjualnya.
)‫(مغنى المحتاج الى معرفة معانى الفاظ المنهاج للشيخ شمس الدين بن محمد الخطيب الشربيني‬
4.Di Lazuardiirawan.wordpress.com

Para ulama terbagi menjadi 2 kelompok, tentang keabsahan haji menggunakan harta
hutang. Berikut pendapat dan pemikiran dari tiap-tiap kelompok, serta analisa kritis atas
pendapat-pendapat tersebut:

A.Kelompok yang melarang haji dengan hutang:

1.DR. Nashr Farid Washil

DR. Nashr Farid Washil (mantan mufti Negara Mesir) menolak fatwa yang
mempperbolehkan haji dengan hutang, dan menganggapnya bertentangan dengan teks
Alquran: mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitillah (QS. Ali Imran: 97).

“Ayat ini memberi isyarat bahwa ibadah adalah kewajiban pribadi (faridhoh
‘ainiyyah) bagi setiap muslim dan muslimat sekali seumur hidup, tatkala sudah
terpenuhi semua syarat wajibnya ibadah haji, diantaranya kemampuan harta dan fisik.
DR. Nashr Farid Washil menegaskan bahwa islam menganjurkan untuk melaksanakan
salah satu rukun islam tatkala terpenuhi kemampuan (istitho’ah) seperti yang telah di
definisikan para ahli fiqh dimana seorang muslim dianggap mampu secara fisik dan
memiliki biaya yang menghantarkan pergi haji, baik biaya untuk dirinya dan biaya
untuk orang lain yang menjadi tanggung jawabnya. Dari sini tidak perlu seseorang pergi
haji dengan cara hutang dengan cara mencicil sehingga ia bersikap berlebihan dalam
berhaji, kewajiban ilahi haji telah gugur baginya karena kewajiban ini mengharuskan
adanya kemampuan. Ia memberi isyarat seseorang dapat memenuhi syarat mampu
sebelum ia tuntas membayar hutangnya, maka ia tidak boleh pergi haji dengan cara
hutang yang dicicil.”

Syeikh DR Nashr Farid Washil menyatakan bahwa Allah SWT telah berfirman :
“mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang
sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah “ (Ali Imran – 97).

Ayat ini menjelaskan bahwa syarat wajib haji adalah kemampuan (istitha’ah), dan ini
mencakup kemampuan fisik (istitha’ah al-badaniyah) dan kemampuan harta (istitha’ah
maliyah). Barangsiapa memiliki kelebihan bekal (zad), atau kendaraan (rahilah) serta
terpenuhi syarat wajib haji lainnya, maka wajib baginya untuk ‘bersiap-siap’
melaksanakan ibadah haji untuk mewujudkan kemampuan (istitha’ah). Jika dia tidak
mendapatkan bekal atau kendaraan, maka tidak wajib haji baginya.

Kritik :Maka argumentasi ulama yang melarang haji dengan hutang tidak relevan,
karena kemampuan (istitha’ah) adalah syarat wajib untuk pergi haji, bukan syarat sah
ibadah haji. Maka ibadah haji seseorang dengan hutang adalah tetap sah, asalkan
seluruh rukun dan syarat dalam ibadah haji sudah sempurna dilaksanakan. Hukum asal
bagi seseorang yang tidak punya kemampuan harta dan fisik adalah tidak wajib untuk
melaksanakan haji. Tapi tidak ada nash yang melarang untuk mendapatkan kemampuan
harta (istitha’ah maliyah), baik dengan cara berhutang atau cara lainnya yang halal,
sehingga dia mampu untuk segera melaksanakan ibadah haji. Seperti pernyatan dari
Syeikh Khalid Ar-Rifa’i bahwa : “ Tidak wajib baginya untuk berhutang guna pergi
haji, yang lebih utama dia tidak berhutang. Tapi jika ia melakukannya dan berhaji
dengan hutang (dengan cara mencicil) maka tetap sah hajinya –insya Allah--.

2. Syeikh Ibn Utsaimin :

“Menurut pengetahuan saya, hendaknya ia tidak melakukan hal itu, sebab seseorang
tidak wajib menunaikan ibadah haji jika ia sedang menanggung hutang. Lalu bagaimana
halnya dengan berhutang untuk menunaikan ibadah haji?! Maka saya berpandangan,
jangan berhutang untuk menunaikan ibadah haji, karena ibadah haji dalam kondisi
seperti itu hukumnya tidak wajib atasnya, seharusnya ia menerima rukhshah
(keringanan) dari Allah SWT dan keluasan rahmat-Nya dan tidak membebani diri
dengan berhutang, dimana tidak diketahui apakah ia mampu melunasinya atau tidak ?
bahkan barangkali ia akan mati dan tidak mampu menunaikan hutangnya. Sementara
hutang tersebut tetap menjadi tanggung jawabnya. Wallahu A’lam”.

Kritik :Namun ada ulama kerajaan saudi lain yang menegaskan haji dengan harta
pinjaman adalah diperbolehkan dan hajinya sah, seperti fatwa yang dikeluarkan oleh
Syeikh Abdullah bin Baz :

“Telah bertanya seseorang : ketika datang bulan Dzulhijjah saya i`ngin ziyarah ke
baitullah, akan tetapi gaji saya baru akan keluar sepekan lagi, sedangkan saya tidak
memiliki uang kecuali kebutuhan sampai sebulan, tetapi teman-teman dikantor
memaksa saya untuk ikut dimana kita tidak bisa menjamin hidup sampai kapan. Maka
salah seorang dari mereka meminjamkan uang kepada saya untuk keperluan haji.

Lalu saya (Ibn Baz) berkata: “sesungguhnya hutang tidak menjadikan haji sah. Maka
dia berkata : apabila pemilik hutang mengizinkan orang yang berhutang maka hajinya
tetap sah, dan saya memberimu modal dengan kerelaan dan izin saya, dan sayapun pergi
haji dan setelah kembali pada bulan yang sama saya mengembalikan uangnya ? Maka
beliau menjawab : Isyaallah, haji anda sudah sah, dan hutang anda untuk haji
tidak mempengaruhi keabsahan haji anda”.

3.Kelompok yang melarang ibadah haji dengan berhutang berargumentasi bahwa


berhutang atau mengambil kredit untuk haji merupakan tanda ketidakmampuannya. Ini
menunjukkan sebenarnya dia belum wajib haji. Dalil mereka adalah hadits Imam Al
Baihaqi, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang orang pergi haji dengan
cara berhutang. Dari Abdullah bin Abi Aufa Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata :

‫ ال‬: ‫ أيستقرض للحج ؟ قال‬، ‫سألته عن الرجل لم يحج‬

“Aku bertanya kepadanya, tentang seorang yang belum pergi haji, apakah dia boleh
berhutang saja untuk pergi haji?” Beliau bersabda: “Tidak.”

Imam Asy Syafi’i memberi komentar hadits ini sebagai berikut :


‫ومن لم يكن في ماله سعة يحج بها من غير أن يستقرض فهو ال يجد السبيل‬

“Barangsiapa yang tidak memiliki kelapangan harta untuk haji, selain dengan hutang,
maka dia tidak wajib untuk menunaikannya.”

B. Kelompok Yang Membolehkan pergi haji dengan hutang sebagai berikut :

1. Fatwa Lajnah Daimah dan Fatwa Syeikh Bin Baz :

Diperbolehkan bagi seseorang berhutang untuk melaksanakan ibadah haji, jika ia


yakin/percaya dengan kemampuan finansialnya untuk membayarnya, seperti seorang pegawai
yang punya fixed income (monthly salary) dan ia mengetahui dengan gaji/salary yang
diperoleh dapat digunakan untuk membayar hutang, atau jika ia seorang pedagang dan
semisalnya.

2.Penulis Kitab Mawahib Al-Jalil :

Dalam kitab Mawahib Al-Jalil (jilid 2/hal. 531) : dalam kitab Mansak – Karya Ibn
Jama’ah Al-Kabir : JIka berhutang untuk melaksanakan ibadah haji dengan harta yang
halal yang menjadi tanggungannya, dan ia membayar hutangnya, dan pemberi hutang
rela (ridha) dengannya, maka hal itu tidak mengapa.

3. Syeikh Ibn Baz :

Tidak ada masalah, jika orang yang diberi tanggung jawab (pemberi hutang) memberi
kelonggaran (ijin) untuk pergi haji. Tidak ada masalah berhutang untuk pergi haji, jika
yang bersangkutan mampu untuk membayarnya. Dan Allah Sang Pemberi Taufiq.

4. Ustadz Abdul Fatah Idris :

Ustadz Abdul Fatah Idris – Profesor Perbandingan Fiqh (Ustadz Fiqh Muqaran) di
Universitas Al-Azhar, beliau menyampaikan fatwa bahwa haji dengan hutang adalah
mubah. Karena tidak ada dalil yang melarang perginya seseorang untuk menunaikan
ibadah haji dengan harta hutang. Hal ini sesuai dengan madzhab yang berpendapat
bahwa kemampuan (istitha’ah) dengan harta atau jiwa dapat terwujud walau harta
tersebut berasal dari hutang atau lainnya. Ini adalah pendapat madzhab Syafi’i dan
madzhab dhohiri, yang menguatkan bahwa haji yang sempurna dengan menggunakan
dana yang berasal dari hutang adalah sah (shohih) dan orang yang melakukannya akan
mendapat pahala dari hajinya.

5. DR Ali Hasbullah :

DR Ali Hasbullah – Profesor Syariah Islam dalam fatwanya tentang disyariatkannya


ibadah haji dengan hutang yang dicicil : Sesungguhnya membayar hutang harus
didahulukan dari ibadah haji, dari Abu Hurairah ra., seorang pria berkata : Wahai
Rasullullah, mana yang harus didahulukan haji atau membayar hutang? nabi SAW
menjawab : bayar dahulu hutangmu”.
6. DR Hudzaifah Muhammad Al-Musayar :

DR. Hudzaifah Muhammad Al-Musayar – Profesor di Kuliyah ushuludin : Ibadah Haji


wajib bagi setiap muslim untuk segera dilaksanakan, berdasarkan sabda Rasul SAW :
Wahai manusia telah diwajibkan bagi kalian ibadah haji, maka beribadah hajilah “.
Berikutnya jika seorang muslim memiliki sebab-sebab yang menghantarkannya untuk
melaksanakan ibadah haji tanpa memberatkan orang yang mengikuti dan menjadi
tanggung jawabnya, maka jadilah menunaikan sebagai kewajiban tanpa melihat
apakah dana haji berasal dari hutang dengan mencicil atau lainnya selama harta yang
digunakan berasal dari hal yang halal dan usaha yang di syariatkan.

Kesimpulan

Jika seseorang merasa mampu melunasi hutangnya dengan cara mengangsur dan dia
memiliki sumber pendapatan tetap (fixed income)/barang senilai hutangnya, maka boleh
malaksanakan haji dengan dana pinjaman/hutang, namun apabila hal itu menambah
kesulitan baginya, maka sebaiknya jangan dipaksakan berhaji dengan menggunakan
hutang.

Walhasil berhaji dengan hutang adalah boleh (jaiz/mubah) dengan memperhatikan


beberapa hal sebagai berikut :

–Dalam pengurusan haji, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh mengambil fee
(ujrah) dengan menggunakan akad ijarah.

--Bila dibutuhkan, LKS diperbolehkan memberi dana talangan berupa qard (hutang),
dengan catatan tidak boleh mengambil tambahan apapun darinya.

--Jasa pengurusan haji tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian dana talangan haji.

–Dianjurkan hutang dana talangan haji sudah dilunasi sebelum nasabah tersebut
melaksanakan ibadah haji.

–Besar fee (ujrah) yang diambil LKS tidak boleh didasarkan pada besarnya dana
talangan yang diberikan.

Adapun yang berkaitan dengan pinjaman dari bank konvesional yang menggunakan
bunga, maka haram hukumnya kita mengambilnya. Karena termasuk syarat haji bahwa
harta yang digunakan untuk keperluan haji harus berasal dari hal yang halal, karena
Allah SWT adalah Dzat yang Baik dan tidak akan menerima kecuali dari yang hal baik
(harta halal). Sebagaimana ketetapan Majma Buhuts Islamiyah yang dipimpin Syeikh
Berhutang dari bank (konvensional) untuk melaksanakan ibadah haji adalah perbuatan
yang tidak disyariatkan, terlebih lagi jika ia mengambil hutang dari bank yang
mengambil tambahan/bunga, maka ia diharamkan secara pasti. Yang dituntut dari orang
yang pergi haji adalah segera membayar hutangnya sebelum berangkat.

Sumber:http://lazuardiirawan.wordpress.com/2012/02/04/absahkah-berhaji-
dengan-hutang/
Makna ‫استطاع‬menurut :

 Fathul qorib

Bisa mengerjakan yakni :

1. Ada bekalnya (ongkos dirinya pulang pergi dan belanja untuk


keluarganya yang ditinggal)
2. Ada kendaraannya (kepunyaan sendiri atau menyewa, bagi penduduk diluar
kota mekah yg 15 farsakh atau lebih)
 Bulughul marom hadist no 729

ٌ : ‫ما السبيل ؟ قال‬، ‫ اقيل يا رسول هللا‬: ‫عن انس رضى هللا عنه قال‬
‫ رواه‬. ‫الزادوالرحلة‬
.‫الدارقتنى و صححه الحاكم والرا جح ارساله‬
=bekal dan kendaran

 Al-qur’an ayat 97 surat al-imron

‫ت َم ٌن‬ ٌ ٌ‫علَى الن‬


ٌ ‫اس ٌح ّج البَ ْي‬ َ ٌ‫فٌ ْي ٌه اَيَا تُ بَيّنَا تُ َمقَا ُم اٌب َْرا ٌهي َْمصلى َو َم ْن دَ َخلَهُ َكانَ ٌآمنًا قلى َو ٌ ٌلِل‬
)97( َ‫ع ٌن ال َعالَ ٌميْن‬ َ ‫ى‬ ٌ ٌ‫غن‬َ ‫للا‬ ٌ ‫سبٌ ْيالًج َو َم ْن َكفَ َرفَاٌن‬
َ ‫ع اٌلَ ْي ٌه‬ َ َ ‫ا ْست‬
َ ‫طا‬
 Tafsir jalala’in
‫طريقا فسره صلى هللا عليه وسلم بالزادوالراحلة رواه الحاكم و‬: "‫"من استطاع اليه سبيال‬
‫غيره‬
 Ibanatul ahkam
- Istathoah (kemampuan)dalam masalah ibadah haji ialah : bekal dan
kendaraan, keduanya merupakan penyebab kewajiban melakukan ibadah haji
pengertian inilah yg dinamakan dalam bab haji.
Adapun pengertian Istathoah dalam masalah yang umum yakni ibadah
lainnya artinya berkesempatan untuk mengerjakannya disertai dengan
kemampuan dan jauh dari hambatan.
- Bekal merupakan syarat mutlak, karna orang yg mengerjakan ibadah haji
tidak dapat terlepas darinya, adapun masalah kendaraan adalah syarat bagi
orang yg tanah airnya jauh dari tanah suci yg mengharuskannya memakai
kendaraan jauh dari tanah suci yg mengharuskannya memakai kendaraan
untuk sampai ketempat tujuan.
- Bekal yg dimaksud ialah biaya yg diperlukan di dalam perjalanannya
disamping kelebihan harta yg ditinggalkannya di tanah airnya untuk orang2
yg penghidupanya berada di dalam tanggungannya , pengertian ini
berdasarkan hadist nabi SAW yg mengatakan :
‫ُض ْي َع َم ْن يَعُ ْو َل‬ ْ ‫َكقَى بٌا ْل َم ْر ٌء اٌثْ ًما‬
ٌ ‫ان ي‬
Cukuplah dosa bagi seseorang bila ia menyia2kan (menelantarkan) orang yg
ditanggungnya.
- Bekal 4 kendaraan merupakan 2 syarat bagi kewajiban melakkukan ibadah
haji yakni berasal dari harta yg halal. Adapun harta yg haram tidak wajib
dipergunakan untuk melakukan haji dan pemiliknya berdosa, sekalipun
kewajiban haji gugur karnanya, demikian pendapat jumhur ulama’ , lain
halnya dengan pendapat imam ahmad
- Imam malik tidak mau mengambil tafsir kata as-sabiil dengan pengertian
bekal dan kendaraan kemungkinan karna kedhoifan hadist ini/ Karena
ulama’ ahli madinah tidal mau mengamalkannya menurutnya kata istithoah
dalam ibadah haji artinya “berkesempatan sampai pada tujuan tanpa
masyaqqot yg besar, sekalipun tanpa bekal dan kendaraan bagi orang yg
mampu melakukannya dengan demikian menurutnya kata istithoah
mengandung pengertian umum.
Catatan:
Bekal yg dimaksud oleh nabi SAW untuk pengertian istithoah dalam ibadah
haji adalah bekal yang bersifat materiel, sedangkan bekal yg hakiki ialah
taqwa. Dengan bekal taqwa, haji menjadi mabrur seperti yg disebutkan
didalam firmannya
ٌ ‫ااو ٌلى اَأل َ ْلبَا‬
)197: ‫ب (البقرة‬ ْ َ‫الزا ٌد الت ّ ْق َوىصلى َواتّقُ ْو ٌن ي‬
ّ ‫َوت َزَ ّودُوا فَا ٌّن َخي َْر‬
Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan
bertaqwalah kepadaku hai orang2 yg berakal! (Al- Baqorah 197)

Mengingat ibadah haji adalah jihad melawan hawa nafsu dengan


menanggung masyaqot perjalanan dan menunaikan manasik2 , maka
disyaratkan untuk jihad haqiqi yaitu berupa bekal seperti yg disyaratkan oleh
firmannya
91 ‫ التوبة‬. ‫علَى الّ ٌذيْنَ الَ َي ٌجد ُْونَ َما يُ ْن ٌفقُ ْونَ َح َر ُج‬
َ َ‫َوال‬
tiada dosa bagi orang2 yg tidak memperoleh apa yg mereka nafakahkan

Dan firman lainnya ialah adanya kendaraan seperti yg disyariatkan oleh


firmannya
92 ‫ التوبة‬.‫علَى ال ٌذيْنَ اٌذَا َما اَت َْوكَ ٌلتَحْ ٌملَ ُه ْم‬
َ َ‫َوال‬
Dan tiada dosapula bagi orang2 yg apabila mereka dating padamu, supaya
kamu member mereka kendaraan

#pada dasarnya bekal dan kendaraan diperlukan dalam jihad, sebagaimana


diperlukan pula bekal yg haqiqi dalam segala situasi.
 IBNU KATSIR
Sedangkan istitho’ah ( kemampuan) terdapat beberapa macam, terkadang
seseorang itu mampu dengan dirinya sendiri dan terkadang mampu karna
bantuan orang lain, sebagaimana yg telah ditetapkan dalam kitab2 fiqih imam
ahmad meriwayatkan dari ibnu ‘abbas , ia berkata “rosul ulloh bersabda :
ُ‫ض لَه‬ ْ ‫تَعَ ّجلُ ْوا اٌلى ال َح ّج – يعنى الفَريضة – فَا ٌْن ا َ َحدكم الَيَد ٌْر‬
ُ ‫ي َما يَ ْع ٌر‬
“bersegeralah mengerjakan haji , yaitu haji yg wajib karna salah seseorang
diantara kalian tidak mengetahui apa yg dihalanginya”.

Imam ahmad meriwayatkan pula dari ibnu abbas ‫ رضى هللا عنها‬, rasulullah SAW
bersabda :
‫ فَ ْليَت َ َع ّج ْل‬, ‫َم ْن ا َ َرادَ ال َح ّج‬
“barang siapa yg ingin mengerjakan ibadah haji maka hendaklah ia
(melaksanakannya)” (HR. Abu Dawud)

Mengenai firmannya : (‫ “ )من استطاع اليه سبيال‬yaitu (bagi) orang yg sanggup


mengadakn perjalanan ke baitullah” waki’ dan ibnu jarir meriwayatkan dari ibnu
‘abbas , ia berkata “barangsiapa memiliki 300 dirham berarti ia telah mampu
mengadakan perjalanan haji ke baitullah.

Anda mungkin juga menyukai