MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Di Susun Oleh:
Pinta Hijrah Aisyah (1961319)
Shinta Ainani Junda (1961326)
Fajar Surya (1961341)
Silviana Iskandar (1961349)
Elok Dian Puspitasari (1961419)
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Faktor Pendukung Keefektifan Kalimat............................................3
2.1.1 Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar.................................3
2.1.2 Bahasa Baku............................................................................4
2.1.3 Penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan...............................8
2.2 Faktor Penyebab Ketidakefektifan Kalimat......................................11
2.2.1 Kontaminasi atau Kerancuan..................................................11
2.2.2 Pleonasme...............................................................................13
2.2.3 Ambiguitas atau Keambiguan.................................................13
2.2.4 Ketidakjelasan Unsur Inti Kalimat..........................................14
2.2.5 Kemubaziran Preposisi dan Kata............................................14
2.2.6 Kesalahan Nalar......................................................................15
2.2.7 Ketidaktepatan Bentuk Kata...................................................16
2.2.8 Ketidaktepatan Makna............................................................16
2.2.9 Pengaruh Bahasa Daerah.........................................................18
2.2.10 Pengaruh Bahasa Asing.........................................................19
BAB III PENUTUP.........................................................................................20
3.1 Kesimpulan.................................................................................................20
3.1 Saran...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung keefektifan kalimat dan
faktor-faktor penyebab ketidakefektifan kalimat sesuai dengan Ejaan
Yang Disempurnakan.
1
2. Mahasiswa dapat menerapkan dalam pembuatan laporan-laporan,
makalah, karya tulis, dan skripsi yang sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
a.“Kemarin telah dibilang oleh pembicara bahwa masalah itu sangat
kompleks”
b. “Ngapain kamu menanyakan masalah itu dalam seminar?”
c. “Tadi jawabannya sudah dibikin komunikatif”
Secara tata bahasa, penempatan kata dibilang, ngapain, dibikin, benar
tetapi secara morfologis bentukan kata dibilang, dibikin, ngapain, pun benar. Atas
dasar kenyataan itu, dapat dikatakan bahwa pemakaian bahasa tersebut benar,
tetapi tidak baik sebab dibilang, ngapain, dibikin, merupakan kata tidak baku,
sementara suasana tersebut merupakan suasana resmi.
Berdasarkan contoh di atas dapat dikatakan, bahwa penggunaan bahasa
pada kalimat-kalimat itu merupakan kalimat yang baik, tetapi tidak benar. Agar
menjadi benar, susunan kalimat itu seharusnya:
a.“Kemarin pembicara telah mengatakan bahwa masalah itu sangat
kompleks”
b. “Mengapa kamu menanyakan masalah itu dalam seminar?”
c. “Tadi jawabannya sudah dibuat komunikatif”
Dengan penjelasan dan contoh-contoh diatas dapat ditegaskan bahwa
berbahasa Indonesia yang baik dan benar, kita harus memperhatikan situasi
pemakaian dan kaidah yang digunakan. Dalam situasi resmi, kita harus
menggunakan bahasa Indonesia yang dapat mencerminkan sifat keresmian, yaitu
menggunakan bahasa yang baku.
a. Kemantapan Dinamis
Kemantapan dinamis berupa kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang tetap.
Bahasa baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat. Contoh:
4
“Makanan di toko itu menjadi langganan para warga.”
Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang
berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam kalimat itu, yang menjadi
langganan adalah toko, sedangkan yang berlangganan disebut pelanggan.
b. Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-
tempat resmi. Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang
lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur,
logis, dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa itu sangat penting karena
pengenalan ilmu dan teknologi modern, yang kini umumnya masih bersumber
dari bahasa asing, harus dapat disampaikan dalam bahasa Indonesia. Contoh:
“Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual.”
Frase rumah sang jutawan aneh mengandung konsep ganda, yaitu
rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Sehingga kalimat itu tidak
memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendekia kalimat tersebut harus
diperbaiki menjadi “Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual.” atau “Rumah
milik sang jutawan aneh akan dijual.”
c. Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Artinya, proses pembakuan adalah proses
penyeragaman bahasa. Jadi pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik
keseragaman.
Bahasa baku memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memakai ucapan baku
Ucapan baku/benar berkaitan dengan penggunaan bahasa lisan.
Pembakuan ucapan atau pelafalan masih sulit dilakukan sampai sekarang.
Sebagai acuan, pelafalan yang baik adalah pelafalan yang tidak terpengaruh oleh
ucapan-ucapan kedaerahan. Sebagai contoh masyarakat Jawa mengucapkan bunyi
b, d, j, dan g, diucapkan di awal kata: mBandung, nDemak, nJombang, ngGarut.
Demikian pula, pengucapan kata-kata bersuku mati fonem akhir /b/, /ct/, dan /g/,
5
dilafalkan/p/, /t/, /k/. Misalnya pada kata: bab, murid, ajeg, diucapkan menjadi
bap, murit, ajek.
2. Memakai ejaan resmi
Bahasa Indonesia memakai ejaan resmi, yaitu Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan (EYD) dalam bahasa tulis.
3. Menghindari unsur-unsur daerah baik leksikal maupun gramatikal
Unsur-unsur leksikal adalah kata, terutama kata-kata dari bahasa daerah atau
kata-kata gaul yang merusak eksistensi bahasa Indonesia. Sebagai contoh, kata
yang harus dihindari:
Kata Daerah Seharusnya
Ketemu Bertemu
Situ Kamu
Bikin Membuat
Bilang Mengatakan
Sistim Sistem
6
6. Pemakaian awalan meN-, di- atau ber- (bila ada) secara eksplisit dan
konsisten. Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Seorang polisi aniaya atasannya. a. Seorang polisi dianiaya atasannya.
b. Untuk masalah itu, saya tidak mau b. Untuk masalah itu, saya tidak mau
ambil resiko. mengambil resiko.
7. Pemakaian partikel lah, kah, pun, (bila ada) secara konsisten. Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Kerjakan tugas itu dengan baik. a. Kerjakanlah tugas itu dengan baik.
b. Berapa harga tomat satu kilogram? b. Berapakah harga tomat satu
kilogram?
7
12. Memakai kontruksi sintetis. Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Dia punya saudara. a. Saudaranya
b. Dibikin bersih b. Dibersihkan
c. Dikasih komentar c. Dikomentari
Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah (1) penulisan huruf,
(2) penulisan kata, (3) penggunanan tanda baca. Penggunaan Ejaan Yang
Disempurnakan merupakan salah satu faktor pendukung keefektifan kalimat.
a. Penulisan huruf
2. Huruf pertama pada nama orang, gelar, nama bangsa, suku, dan bahasa.
3. Huruf pertama pada nama, tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
8
4. Huruf pertama dalam nama khas geografi.
5. Huruf pertama setiap kata pada nama buku, artikel, judul, surat kabar,
dan judul karangan.
6. Huruf pertama pada sebutan kekerabatan atau sapaan.
1. Huruf miring dipakai menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar.
b. Penulisan Kata
1. Kata turunan
2. Kata depan
Kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, (kecuali
daripada dan kepada dianggap satu kata). Contoh:
Penulisan yang salah Penulisan yang benar
- Lebih baik pergi dari pada makan hati. - Lebih baik pergi daripada makan hati.
3. Partikel
Partikel lah, tah,kah, ditulis serangkai sedangkan per dan pun ditulis
terpisah dengan kata yang mendahuluinya. Contoh:
Penulisan yang salah Penulisan yang benar
- -Berapa kah harga gula itu? -Berapakah harga gula itu?
- -Apa lah arti hidup tanpacinta. -Apalah arti hidup tanpa cinta.
9
4. Kata Bilangan
6. Ungkapan Idiomatik
Tanda baca yang juga menjadi pendukung keefektifan kalimat antara lain:
Tanda titik koma, titik dua, tanda hubung (-), tanda kurung (), tanda garis
10
miring (/), tanda elepsis (...), tanda pisah (-). Contoh sebagai berikut:
Penulisan yang salah Penulisan yang benar
- Hari semakin siang kami belum juga - Hari semakin siang; kami belum juga
berhasil. berhasil.
- Ketua Budi - Ketua: Budi
- Anak anak - Anak- anak
- Ia kuliah di UNY Universitas Negeri - Ia kuliah di UNY (Universitas
Yogyakarta. Negeri Yogyakarta).
- Mahasiswa mahasiswi - Mahasiswa/mahasiswi
- Ia seharusnya-seharusnya sudah - Ia seharusnya...seharusnya...sudah
berada di sini. berada di sini.
- Ia dibesarkan di Yogyakarta dari - Ia dibesarkan di Yogyakarta
1981 1998. dari l991-1998.
11
a. Orang kurang menguasai penggunan bahasa yang tepat, baik dalam
menyusun kalimat atau frasa maupun dalam menggunakan
beberapa imbuhan sekaligus untuk membentuk kata.
b. Kontaminasi terjadi tidak sengaja karena ketika seseorang akan
menuliskan atau mengucapkan sesuatu, dua pengertian atau dua
bentukan yang sejajar timbul sekaligus dalam pikirannya sehingga
yang dilahirkan sebagian diambilnya dari yang pertama, tetapi
bagian yang lain diambilnya dari bagian yang kedua. Gabungan ini
melahirkan susunan yang kacau.
Contoh: Kalimat Rancu: Murid-murid tidak boleh dilarang merokok
Kalimat Asal: a. Murid-murid dilarang merokok
b. Murid-murid tidak boleh merokok
2. Kontaminasi Kata
Sebagai contoh, yang sering kita jumpai dalam bahasa sehari-hari ialah
kata berulang kali dan sering kali. Kata-kata ini terjadi dari kata berulang-
berulang dan berkali-kali. Contoh:
“Telah berulang-ulang ku nasehati, tetapi tidak juga berubah kelakuannya.”
(telah berkali-kali).
2.2.2 Pleonasme
12
Pleonasme berarti pemakaian kata-kata yang berlebihan. Gejala
pleonasme timbul karena beberapa kemungkinan, antara lain:
1. Pembicara tidak sadar, bahwa apa yang diucapkan itu mengandung sifat
berlebih-lebihan. Jadi, dibuatnya dengan tidak sengaja. Contoh:
“Sangat sedikit sekali perhatianya pada istrinya.” (sangat sedikit = sedikit
sekali)
2. Dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena tidak tahu bahwa kata-
kata yang digunakan mengungkapkan pengertian yang berlebih-lebihan.
Contoh:
“Naik ke atas, turun ke bawah, mundur ke belakang, maju ke depan, dll.”
3. Dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk
memberikan tekanan pada arti (intensitas). Contoh:
“Para guru-guru sedang rapat.”
13
Sekilas kalimat tersebut tidak menyiratkan adanya kekurangan. Namun
jika diperhatikan secara cermat, tampak bahwa dalam kalimat itu tidak terdapat
predikat. Kelompok kata pembangunan itu merupakan subjek sedangkan sisanya
merupakan keterangan. Agar kalimat tersebut menjadi lengkap kita tambah
dengan unsur predikat, misalnya bertujuan sehingga kalimat itu menjadi:
“Pembangunan itu bertujuan (untuk) menyejahterakan masyarakat.”
subjek predikat pelengkap
14
“Terhitung sejak (tanggal) 1 Februari 1986 ia diangkat menjadi
CPNS.”
Karena dapat dianggap mubazir kata hari, tanggal, dan bulan yang
terletak dalam kurung pada contoh tersebut dapat dihilangkan. Akan tetapi jika
kata hari, tanggal, dan bulan yang didahului kata depan pada umumnya memiliki
nilai informatif yang tinggi. Oleh karena itu, pada kalimat berikut kata hari,
tanggal, dan bulan tidak dapat dihilangkan.
“Rapat itu akan diselenggarakan pada tanggal 15 Desember.”
15
Disamping bentuk yang sejajar dengan kata kerjanya, ada juga bentukan
yang menyimpang yang dubuat dengan sengaja untuk memproleh arti lain dari
bentukan yang sudah ada. Contoh:
- Mengadili (kata kerja), pengadilan (kata benda)
“Pengadilan atas suatu perkara artinya hal yang mengadili perkara
itu.”
Gedung pengadilan adalah gedung tempat mengadili perkara. Namun, di
samping itu ada pula bentuk peradilan, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang
bersangkutan dengan hukum pengadilan.
16
1. Konsep Makna
Informasi bukan makna, sebab makna menyangkut keseluruhan
masalah dalam ujaran, sedangkan informasi itu hanya menyangkut masalah luar
ujaran. Contoh:
MATI MENINGGAL
Tidak bernyawa lagi Tidak bernyawa lagi
Untuk umum Hanya untuk manusia
Kasar Halus (sopan)
2. Homonimi
Dua buah kata atau lebih yang sama bentuknya, tetapi maknanya
berlainan. Misalnya kata bisa yang bermakna racun ulat adalah berhomonimi
dengan kata bisa yang berarti sanggup atau dapat.
3. Polisemi
Kata-kata yang maknanya lebih dari satu, sebagai akibat terdapatnya
lebih dari sebuah komponen konsep makna pada kata-kata tersebut. Contoh:
“Kepala”
Mengandung arti anggota tubuh, pemimpin atau ketua, orang atau
jiwa, bagian yang sangat penting, bagian yang berada di sebelah atas.
17
meninggal. Kata bersinonim itu tidak persis maknanya kita bisa mengatakan
“kucing itu mati tetapi” tidak bisa “kucing itu meninggal”.
6. Anonimi
Dua buah kata yang maknanya dianggap berlawanan. Dikatakan
dianggap, karena sifat berlawan dari dua kata yang berantonim ini sangat relatif.
Ada kata-kata yang mutlak berlawan seperti kata mati dengan kata hidup, kata
siang dan malam. Ada juga tidak mutlak seperti kata jauh dan dekat, kata kaya
dan miskin. Seorang yang tidak kaya belum tentu miskin.
7. Konotasi
Nilai kata adalah pandangan baik-buruk atau positif-negatif yang
diberikan oleh sekelompok masyarakat bahasa terhadap sebuah kata. Nilai rasa
kata ini sangat ditentukan oleh pengalaman, kebiasaan, dan pandangan hidup yang
dianut oleh masyarakat tersebut. Misalnya, amplop yang sebenarnya bermakna
sampul surat, namun ada beberapa masyarakat yang mengkonotasikan amplop
bermakna uang suap.
18
“Saya tinggal di Semarang di mana ibu saya bekerja.”
Kalimat itu bisa jadi mendapatkan pengaruh bahasa Inggris, dari
kalimat “I live in Semarang where my mother works”. Dalam bahasa Indonesia,
kalimat tersebut seharusnya menjadi “Saya tinggal di Semarang tempat ibu saya
bekerja.”
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keefektifan kalimat harus didukung oleh penguasaan beberapa faktor.
Faktor-faktor itu harus dikuasai oleh penulis atau pembicara. Dalam bahasa tulis,
keefektifan kalimat sangat ditentukan faktor penguasaan kaidah bahasa, tanda
baca, ejaan yang disempurnakan (EYD), dan diksi. Sedangkan dalam bahasa lisan
keefektifan kalimat sangat ditentukan oleh pengucapan atau pelafalan dan pilihan
kata yang jauh dari unsur kedaerahan. Kalimat efektif mampu membuat proses
penyampaian dan penerimaan berlangsung dengan sempurna. Hal itu akan terjadi
jika faktor pendukung terwujudnya kalimat efektif dan faktor penyebab
ketidakefektifan kalimat dikuasai oleh penutur atau penulis.
3.2 Saran
Dewasa ini banyak mahasiswa dalam berkomunikasi sehari-hari tidak
menggunakan Bahasa Indonesia dan unsur-unsur bahasa yang baik dan benar,
maka dengan adanya makalah Bahasa Indonesia sebaiknya untuk yang datang
mahasiswa lebih memperhatikan penggunaan unsur-unsur bahasa tersebut agar
Bahasa Indonesia lebih terjaga dan lestari.
20
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, H. et. al. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Badudu, J. S. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. II. Jakarta: PT.
Gramedia.
____________. 1994. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. III. Jakarta: PT.
Gramedia
____________.1995. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. IV. takarta: PT.
Gramedia
Putrayasa, I.B. 2005. Aplikasi Bahasa Indonesia. Singaraja: IKIP Singaraja.
____________.2007. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika). Bandung:
PT. Refika Aditama.
21