Anda di halaman 1dari 24

FAKTOR PENDUKUNG KEEFEKTIFAN KALIMAT DAN FAKTOR

PENYEBAB KETIDAKEFEKTIFAN KALIMAT

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Di Susun Oleh:
Pinta Hijrah Aisyah (1961319)
Shinta Ainani Junda (1961326)
Fajar Surya (1961341)
Silviana Iskandar (1961349)
Elok Dian Puspitasari (1961419)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas berkat rahmat-Nyalah tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Penulisan naskah yang berjudul “Faktor Pendukung Keefektifan
Kalimat dan Faktor Penyebab Ketidakefektifan Kalimat” ini dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah bahasa Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-
kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran
pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi perbaikan naskah
penelitian lebih lanjut.
Tulisan ini dapat terselesaika berkat adanya bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak. Semoga naskah yang jauh dari kata
sempurna ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.

Jombang, 27 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Faktor Pendukung Keefektifan Kalimat............................................3
2.1.1 Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar.................................3
2.1.2 Bahasa Baku............................................................................4
2.1.3 Penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan...............................8
2.2 Faktor Penyebab Ketidakefektifan Kalimat......................................11
2.2.1 Kontaminasi atau Kerancuan..................................................11
2.2.2 Pleonasme...............................................................................13
2.2.3 Ambiguitas atau Keambiguan.................................................13
2.2.4 Ketidakjelasan Unsur Inti Kalimat..........................................14
2.2.5 Kemubaziran Preposisi dan Kata............................................14
2.2.6 Kesalahan Nalar......................................................................15
2.2.7 Ketidaktepatan Bentuk Kata...................................................16
2.2.8 Ketidaktepatan Makna............................................................16
2.2.9 Pengaruh Bahasa Daerah.........................................................18
2.2.10 Pengaruh Bahasa Asing.........................................................19
BAB III PENUTUP.........................................................................................20
3.1 Kesimpulan.................................................................................................20
3.1 Saran...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia dengan sesama
anggota masyarakat pemakai bahasa itu. Bahasa berisi ide atau gagasan, keinginan
atau perasaan yang ada pada diri pembicara. Agar apa yang dipikirkan,
diinginkan, atau dirasakannya dapat diterima oleh pendengar atau orang yang
diajak bicara, hendaknya bahasa yang digunakannya dapat mendukung maksud
atau pikiran dan perasaan pembicara secara jelas.
Setiap gagasan atau konsep yang dimiliki seseorang pada praktiknya harus
dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Kalimat yang benar harus memenuhi
persyaratan gramatikal. Artinya kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah-
kaidah yang berlaku, serta pemilihan kata yang tepat. Kalimat yang memenuhi
kaidah-kaidah tersebut jelas akan mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar.
Kalimat yang demikian disebut kalimat efektif. Kalimat efektif ialah kalimat yang
baik karena apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembaca atau pendengar
sama benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan penutur atau penulis
(Badudu, 1995). Kalimat efektif mampu membuat proses penyampaian dan
penerimaan berlangsung dengan sempurna. Hal itu akan terjadi jika faktor
pendukung terwujudnya kalimat efektif dan faktor penyebab ketidakefektifan
kalimat dikuasai oleh penutur atau penulis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja faktor pendukung keefektifan kalimat?
2. Apa saja faktor penyebab ketidakefektifan kalimat?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung keefektifan kalimat dan
faktor-faktor penyebab ketidakefektifan kalimat sesuai dengan Ejaan
Yang Disempurnakan.

1
2. Mahasiswa dapat menerapkan dalam pembuatan laporan-laporan,
makalah, karya tulis, dan skripsi yang sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor Pendukung Keefektifan Kalimat


2.1.1 Bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sudah lama
didengungkan olehPusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Lahirnya konsep
bahasa Indonesia yang baik dan benar pada dasarnya tidak terlepas dari konteks
pemakaian bahasa yang beragam, seperti bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan situasi
pemakaiannya, sedangkan bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan
kaidah yang berlaku (Putrayasa, 2007). Oleh karena itu, bahasa Indonesia yang
baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang penggunaannya sesuai dengan
situasi pemakaiannya dan sesuai kaidah yang berlaku. Situasi pemakaian
berkaitan dengan masalah baku dan tidak baku. Apabila situasinya resmi, seperti
dalam pengajaran, kotbah, rapat, surat-menyurat resmi, laporan resmi bahasa yang
digunakan bahasa yang benar atau baku. Sebaliknya, jika situasinya tidak resmi,
misalnya di rumah, di pasar, di tempat-tempat rekreasi, asal bahasa yang
digunakan dapat dipahami oleh orang lain, maka bahasa itu sudah tergolong
baik. Kesalahan ucapan, atau kesalahan pilihan kata, atau struktur kalimat yang
asal komunikasi masih jalan, bahasa seseorang sudah tergolong baik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa bahasa Indonesia yang baik
belum tentu merupakan bahasa Indonesia yang benar, sebaliknya bahasa
Indonesia yang benar belum tentu juga merupakan bahasa Indonesia yang baik
karena semua hal itu bergantung pada situasi pemakaian dan kaidah-kaidah yang
berlaku.
Sebagai contoh, situasi rapat dinas, seminar, atau penulisan karya ilmiah
adalah situasi pemakaian bahasa resmi. Dalam situasi resmi semacam itu, kita
dituntut menggunakan bahasa yang mencerminkan sifat keresmian, yaitu bahasa
baku. Apabila dalam situasi semacam itu kita tidak menggunakan bahasa baku,
misalnya menggunakan kata-kata dong, gimana, dibilang, dibikin, ngapain, dan
lain-lainnya, bahasa yang kita gunakan dapat berstruktur seperti:

3
a.“Kemarin telah dibilang oleh pembicara bahwa masalah itu sangat
kompleks”
b. “Ngapain kamu menanyakan masalah itu dalam seminar?”
c. “Tadi jawabannya sudah dibikin komunikatif”
Secara tata bahasa, penempatan kata dibilang, ngapain, dibikin, benar
tetapi secara morfologis bentukan kata dibilang, dibikin, ngapain, pun benar. Atas
dasar kenyataan itu, dapat dikatakan bahwa pemakaian bahasa tersebut benar,
tetapi tidak baik sebab dibilang, ngapain, dibikin, merupakan kata tidak baku,
sementara suasana tersebut merupakan suasana resmi.
Berdasarkan contoh di atas dapat dikatakan, bahwa penggunaan bahasa
pada kalimat-kalimat itu merupakan kalimat yang baik, tetapi tidak benar. Agar
menjadi benar, susunan kalimat itu seharusnya:
a.“Kemarin pembicara telah mengatakan bahwa masalah itu sangat
kompleks”
b. “Mengapa kamu menanyakan masalah itu dalam seminar?”
c. “Tadi jawabannya sudah dibuat komunikatif”
Dengan penjelasan dan contoh-contoh diatas dapat ditegaskan bahwa
berbahasa Indonesia yang baik dan benar, kita harus memperhatikan situasi
pemakaian dan kaidah yang digunakan. Dalam situasi resmi, kita harus
menggunakan bahasa Indonesia yang dapat mencerminkan sifat keresmian, yaitu
menggunakan bahasa yang baku.

2.1.2 Bahasa Baku


Bahasa baku adalah bahasa resmi atau formal baik tertulis maupun lisan.
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar
masyarakat pemakaiannya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan
norma-norma bahasa dalam penggunaannya (Putrayasa, 2007). Ragam bahasa
baku mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. Kemantapan Dinamis
Kemantapan dinamis berupa kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang tetap.
Bahasa baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat. Contoh:

4
“Makanan di toko itu menjadi langganan para warga.”
Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang
berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam kalimat itu, yang menjadi
langganan adalah toko, sedangkan yang berlangganan disebut pelanggan.

b. Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-
tempat resmi. Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang
lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur,
logis, dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa itu sangat penting karena
pengenalan ilmu dan teknologi modern, yang kini umumnya masih bersumber
dari bahasa asing, harus dapat disampaikan dalam bahasa Indonesia. Contoh:
“Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual.”
Frase rumah sang jutawan aneh mengandung konsep ganda, yaitu
rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Sehingga kalimat itu tidak
memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendekia kalimat tersebut harus
diperbaiki menjadi “Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual.” atau “Rumah
milik sang jutawan aneh akan dijual.”

c. Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Artinya, proses pembakuan adalah proses
penyeragaman bahasa. Jadi pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik
keseragaman.
Bahasa baku memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memakai ucapan baku
Ucapan baku/benar berkaitan dengan penggunaan bahasa lisan.
Pembakuan ucapan atau pelafalan masih sulit dilakukan sampai sekarang.
Sebagai acuan, pelafalan yang baik adalah pelafalan yang tidak terpengaruh oleh
ucapan-ucapan kedaerahan. Sebagai contoh masyarakat Jawa mengucapkan bunyi
b, d, j, dan g, diucapkan di awal kata: mBandung, nDemak, nJombang, ngGarut.
Demikian pula, pengucapan kata-kata bersuku mati fonem akhir /b/, /ct/, dan /g/,

5
dilafalkan/p/, /t/, /k/. Misalnya pada kata: bab, murid, ajeg, diucapkan menjadi
bap, murit, ajek.
2. Memakai ejaan resmi
Bahasa Indonesia memakai ejaan resmi, yaitu Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan (EYD) dalam bahasa tulis.
3. Menghindari unsur-unsur daerah baik leksikal maupun gramatikal
Unsur-unsur leksikal adalah kata, terutama kata-kata dari bahasa daerah atau
kata-kata gaul yang merusak eksistensi bahasa Indonesia. Sebagai contoh, kata
yang harus dihindari:
Kata Daerah Seharusnya
Ketemu Bertemu
Situ Kamu
Bikin Membuat
Bilang Mengatakan
Sistim Sistem

Unsur gramatikal adalah unsur yang bersifat ketatabahasaan (pembentuk


kata atau kalimat). Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Rumahnya orang itu bagus. a. Rumah orang itu bagus.
b. Dik, bapaknya kamu ada?. b. Dik, bapakmu ada?
c. Saya sudah tahu di mana dia c. Saya sudah tahu tempat
dilahirkan. kelahirannya.

4. Pemakaian fungsi gramatikal (subjek, predikat,...) secara eksplisit dan


konsisten. Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Kepada Bapak Rektor kami a. Bapak Rektor kami silakan.
silakan. b. Kampus UNY itu megah.
b. Kampus UNY yang megah itu. c. Dalam menyusun makalah itu, saya
c. Penyusunan makalah itu saya dibantu Nana.
dibantu Nana.
5. Pemakaian konjungsi bahwa atau karena (bila ada) secara eksplisit dan
konsisten. Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Hari ini mereka tidak masuk a. Hari ini mereka tidak masuk
mereka sakit. karena sakit.
b. Harap jangan ramai di sini ada b. Harap jangan ramai karena di sini
ujian. ada ujian.

6
6. Pemakaian awalan meN-, di- atau ber- (bila ada) secara eksplisit dan
konsisten. Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Seorang polisi aniaya atasannya. a. Seorang polisi dianiaya atasannya.
b. Untuk masalah itu, saya tidak mau b. Untuk masalah itu, saya tidak mau
ambil resiko. mengambil resiko.

7. Pemakaian partikel lah, kah, pun, (bila ada) secara konsisten. Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Kerjakan tugas itu dengan baik. a. Kerjakanlah tugas itu dengan baik.
b. Berapa harga tomat satu kilogram? b. Berapakah harga tomat satu
kilogram?

8. Pemakaian kata depan, kata sambung secara tepat. Contoh:


Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Cincinnya terbuat daripada emas. a. Cincinnya terbuat dari emas.
b. Dizaman sekarang tidak ada yang b. Pada zaman sekarang tidak ada
tidak mungkin. yang tidak mungkin.

9. Pemakaian pola: aspek-pelaku-tindakan secara konsisten. Contoh:


Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Pengamatan dia belum lakukan. a. Dia belum melakukan pengamatan.
b. Proses yang benar saya telah lalui. b. Proses yang benar telah saya lalui.

10. Menghindari bentuk-bentuk yang mubazir atau bentuk bersinonim.


Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Para hadirin sekalian yang saya a. Hadirin yang saya hormati.
hormati. b. Dia pernah datang sekali saja.
b. Dia pernah datang hanya sekali
saja.

11. Menghindari pemakaian kalimat bermakna ganda (ambiguitas).


Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Anak-anak dilarang tidak boleh a. Anak-anak dilarang menyontek.
menyontek. b. Ayah Budi mencintai istrinya, saya
b. Ayah Budi sangat mencintai juga mencintai istri saya.
istrinya, saya juga.

7
12. Memakai kontruksi sintetis. Contoh:
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Dia punya saudara. a. Saudaranya
b. Dibikin bersih b. Dibersihkan
c. Dikasih komentar c. Dikomentari

13. Kata-kata yang sering salah pemakaiannya. Contoh:


Kata Makna Sebenarnya
a. Acuh a. Peduli
b. Keberatan b. Terlalu berat
c. Pejabat c. Orang yang mempunyai jabatan
d. Penjabat d. Pejabat sementara
e. Pengacara e. Penasehat hukum
f. Pembawa Acara f. Pewara
g. Bangsa g. Satu dalam sebuah Negara
h. Rakyat
h. Ratusan juta jumlahnya
i. Gaji
i. Upah
j. Gajih
j. Lemak

2.1.3 Penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan

Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah (1) penulisan huruf,
(2) penulisan kata, (3) penggunanan tanda baca. Penggunaan Ejaan Yang
Disempurnakan merupakan salah satu faktor pendukung keefektifan kalimat.

a. Penulisan huruf

Dalam ejaan bahasa Indonesiayang disempurnakan, penulisan huruf


mencakup (a) penulisan huruf kapital, (b) penulisan huruf miring.
a) Penulisan huruf besar atau huruf kapital

1. Huruf pertama awal kalimat

2. Huruf pertama pada nama orang, gelar, nama bangsa, suku, dan bahasa.

3. Huruf pertama pada nama, tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.

8
4. Huruf pertama dalam nama khas geografi.

5. Huruf pertama setiap kata pada nama buku, artikel, judul, surat kabar,
dan judul karangan.
6. Huruf pertama pada sebutan kekerabatan atau sapaan.

b) Penulisan Huruf Miring

1. Huruf miring dipakai menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar.

2. Huruf miring untuk menuliskan kata nama-nama ilmiah.

b. Penulisan Kata

1. Kata turunan

Penulisan imbuhan dirangkai dengan kata yang mengikutinya.Contoh:


Penulisan yang salah Penulisan yang benar
(1) di makan (1) dimakan
(2) ketidak adilan (2) ketidakadilan

2. Kata depan
Kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, (kecuali
daripada dan kepada dianggap satu kata). Contoh:
Penulisan yang salah Penulisan yang benar
- Lebih baik pergi dari pada makan hati. - Lebih baik pergi daripada makan hati.

- Ia pergi kejakarta. - Ia pergi ke Jakarta

3. Partikel

Partikel lah, tah,kah, ditulis serangkai sedangkan per dan pun ditulis
terpisah dengan kata yang mendahuluinya. Contoh:
Penulisan yang salah Penulisan yang benar
- -Berapa kah harga gula itu? -Berapakah harga gula itu?

- -Apa lah arti hidup tanpacinta. -Apalah arti hidup tanpa cinta.

9
4. Kata Bilangan

Penulisan kata bilangan dapat mengikuti cara berikut ini. Contoh:


Penulisan yang salah Penulisan yang benar
- Abad ke 20 ini dikenal abad teknologi. - Abad ke-20 ini dikenal abad teknologi.

- Mobilnya keluaran tahun 90an. - Mobilnya keluaran tahun 90-an.

5. Kata-kata yang sering salah penulisannya

Ucapan banyak pengaruhnya terhadap penulisan. Artinya bagaimana


suatu kata diucapkan, begitulah yang dituliskan orang.
Penulisan yang salah Penulisan yang benar
atlit, cuman, akhli, kaedah, apotik atlet, cuma, ahli, kaidah, apotek

6. Ungkapan Idiomatik

Ungkapan idiomatik yaitu pasangan tetap, pasangan yang selalu hadir


bersama-sama dalam kalimat.
Penulisan yang salah Penulisan yang benar
- Kesepakatan diambil sesuai undang- - Kesepakatan diambil sesuai dengan
undang. undang-undang.
- Kecelakaan itu disebabkan kelalaian - Kecelakaan itu disebabkan oleh
pengemudi.
kelalaian pengemudi.

c. Penggunaan Tanda Baca


Penggunaan tanda baca sangat mendukung keefektifan kalimat. Tanda-
tanda yang sangat penting dalam mendukung keefektifan kalimat antara lain (a)
tanda titik, (b) tanda koma, (c) tanda tanya, (d) tanda seru.
Sebagai contoh di bawah ini disampaikan tanda-tanda tersebut.
Penulisan yang salah Penulisan yang benar
- Ani pergi ke Malang - Ani pergi ke Malang.
- Berapakah uang Ani - Berapakah uang Ani?
- Sinta membeli pena, buku dan tas. - Sinta membeli pena, buku, dan tas.
- Rudi lekas pulang. - Rudi lekas pulang!

Tanda baca yang juga menjadi pendukung keefektifan kalimat antara lain:
Tanda titik koma, titik dua, tanda hubung (-), tanda kurung (), tanda garis

10
miring (/), tanda elepsis (...), tanda pisah (-). Contoh sebagai berikut:
Penulisan yang salah Penulisan yang benar
- Hari semakin siang kami belum juga - Hari semakin siang; kami belum juga
berhasil. berhasil.
- Ketua Budi - Ketua: Budi
- Anak anak - Anak- anak
- Ia kuliah di UNY Universitas Negeri - Ia kuliah di UNY (Universitas
Yogyakarta. Negeri Yogyakarta).
- Mahasiswa mahasiswi - Mahasiswa/mahasiswi
- Ia seharusnya-seharusnya sudah - Ia seharusnya...seharusnya...sudah
berada di sini. berada di sini.
- Ia dibesarkan di Yogyakarta dari - Ia dibesarkan di Yogyakarta
1981 1998. dari l991-1998.

2.2 Faktor Penyebab Ketidakefektifan Kalimat


2.2.1 Kontaminasi atau Kerancuan
Kontaminasi ialah gejala bahasa yang dalam bahasa Indonesia
diistilahkan dengan kerancuan. Rancu artinya ‘kacau’. Jadi, kerancuan artinya
‘kekacauan’. Yang dirancukan ialah susunan, perserangkain, dan penggabungan.
Kalimat yang rancu berarti kalimat yang kacau atau kalimat yang susunanya tidak
teratur sehingga informasinya sulit dipahami. Jika dilihat dari segi penataan
gagasan, kerancuan sebuah kalimat dapat terjadi karena dua gagasan digabungkan
ke dalam satu pengungkapan. Sementara itu, jika dilihat dari segi strukturnya,
kerancuan itu timbul karena penggabungan dua struktur kalimat ke dalam satu
struktur. Gejala kontaminasi ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu (a)
kontaminasi kalimat, (b) kontaminasi susunan kata, (c) kontaminasi bentukan
kata.
1. Kontaminasi kalimat
Pada umumnya kalimat yang rancu dapat kita kembalikan pada dua
kalimat asal yang benar strukturnya. Gejala kontaminasi ini timbul karena dua
kemungkinan, yaitu sebagai berikut.

11
a. Orang kurang menguasai penggunan bahasa yang tepat, baik dalam
menyusun kalimat atau frasa maupun dalam menggunakan
beberapa imbuhan sekaligus untuk membentuk kata.
b. Kontaminasi terjadi tidak sengaja karena ketika seseorang akan
menuliskan atau mengucapkan sesuatu, dua pengertian atau dua
bentukan yang sejajar timbul sekaligus dalam pikirannya sehingga
yang dilahirkan sebagian diambilnya dari yang pertama, tetapi
bagian yang lain diambilnya dari bagian yang kedua. Gabungan ini
melahirkan susunan yang kacau.
Contoh: Kalimat Rancu: Murid-murid tidak boleh dilarang merokok
Kalimat Asal: a. Murid-murid dilarang merokok
b. Murid-murid tidak boleh merokok

2. Kontaminasi Kata
Sebagai contoh, yang sering kita jumpai dalam bahasa sehari-hari ialah
kata berulang kali dan sering kali. Kata-kata ini terjadi dari kata berulang-
berulang dan berkali-kali. Contoh:
“Telah berulang-ulang ku nasehati, tetapi tidak juga berubah kelakuannya.”
(telah berkali-kali).

3. Kontaminasi Bentukan Kata


Ada kalanya kita lihat bentukan kata dengan beberapa imbuhan
sekaligus memperlihatkan gejala kontaminasi. Contoh:
”Di sekolah kami dipelajarkan tentang sistem pencernaan”.
Kata dipelajarkan dalam kalimat tersebut jelas dirancukan dari bentuk
diajarkan dengan dipelajari. Bentukan yang tepat untuk kalimat tersebut ialah
diajarkan sehingga kalimat yang benar adalah “Di sekolah kami diajarkan tentang
sistem pencernaan”. Bentukan kontaminasi seperti contoh diatas dapat kita
hindari, hanya apabila kita tahu bagaimana bentuk yang semestinya dan tahu
mengapa bentuk-bentuk seperti itu salah.

2.2.2 Pleonasme

12
Pleonasme berarti pemakaian kata-kata yang berlebihan. Gejala
pleonasme timbul karena beberapa kemungkinan, antara lain:
1. Pembicara tidak sadar, bahwa apa yang diucapkan itu mengandung sifat
berlebih-lebihan. Jadi, dibuatnya dengan tidak sengaja. Contoh:
“Sangat sedikit sekali perhatianya pada istrinya.” (sangat sedikit = sedikit
sekali)
2. Dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena tidak tahu bahwa kata-
kata yang digunakan mengungkapkan pengertian yang berlebih-lebihan.
Contoh:
“Naik ke atas, turun ke bawah, mundur ke belakang, maju ke depan, dll.”
3. Dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk
memberikan tekanan pada arti (intensitas). Contoh:
“Para guru-guru sedang rapat.”

2.2.3 Ambiguitas atau Keambiguan


Kalimat yang memenuhi ketentuan tata bahasa, tetapi masih
menimbulkan tafsiran ganda tidak termasuk kalimat yang efektif. Contoh:
“Tahun ini SPP mahasiswa baru dinaikan.”
Kata baru pada kalimat tersebut menerangkan kata mahasiswa atau kata
dinaikan?. Jika menerangkan mahasiswa, tanda hubung dapat digunakan untuk
menghindari salah tafsir, dan jika kata baru menerangkan dinaikan, kalimat
perbaikanya adalah “Tahun ini SPP mahasiswa, baru dinaikan” atau “SPP
mahasiswa tahun ini baru dinaikan.”

2.2.4 Ketidakjelasan Unsur Inti Kalimat


Suatu kalimat yang baik memang harus menganduung unsur-unsur yang
lengkap. Dalam hal ini, kelengkapan unsur kalimat itu harus memenuhi dua hal
yaitu subjek dan predikat. Jika predikat kalimat itu berupa kata kerja transitif,
unsur kalimat yang disebut objek juga harus hadir. Unsur lain, yaitu keterangan,
kehadirannya bersifat sekunder atau tidak terlalu penting. Contoh:
“Pembangunan itu untuk menyejahterakan masyarakat.”
subjek keterangan

13
Sekilas kalimat tersebut tidak menyiratkan adanya kekurangan. Namun
jika diperhatikan secara cermat, tampak bahwa dalam kalimat itu tidak terdapat
predikat. Kelompok kata pembangunan itu merupakan subjek sedangkan sisanya
merupakan keterangan. Agar kalimat tersebut menjadi lengkap kita tambah
dengan unsur predikat, misalnya bertujuan sehingga kalimat itu menjadi:
“Pembangunan itu bertujuan (untuk) menyejahterakan masyarakat.”
subjek predikat pelengkap

2.2.5 Kemubaziran Preposisi Dan Kata


Ketidakefektifan kalimat sering disebabkan oleh pemakaian kata depan
(preposisi) yang tidak perlu. Sebagaimana telah diuraikan, masalah kemubaziran
kata depan mengakibatkan ketidakefektifan kalimat. Masalah kemubaziran kata
akan diuraikan berikut ini. Keefektifan penggunaan bahasa, selain dapat dicapai
melalui pemilihan kata yang tepat, dapat dilakukan dengan menghindari pemakain
kata yang mubazir. Kata yang mubazir dimaksud disini adalah kata kehadiranya
tidak terlalu diperlukan sehingga jika dihilangkan tidak mengganggu informasi
yang disampaikan.
Kata yang mubazir diakibatkan antara lain:
1. Penggunaan kata yang bersinonim secara bersama-sama. Contoh:
“Kita perlu menjaga kesehatan agar supaya terhindar dari penyakit.”
Kata agar dan supaya merupakan kata yang bersinonim. Dari segi
keefektifan berbahasa, pemakaian, kata yang bersinonim secara
bersama-sama dapat menyebabkan salah satu kata mubazir. Sehingga
harus dihilangkan salah satu agar lebih efektif.
“Kita perlu menjaga kesehatan (agar/supaya) terhindar dari
penyakit.”
2. Kata hari, tanggal, dan bulan dalam konteks tertentu juga ada yang
pemakaiannya tidak perlu dicontohkan karena dapat dianggap mubazir.
Contoh :

14
“Terhitung sejak (tanggal) 1 Februari 1986 ia diangkat menjadi
CPNS.”
Karena dapat dianggap mubazir kata hari, tanggal, dan bulan yang
terletak dalam kurung pada contoh tersebut dapat dihilangkan. Akan tetapi jika
kata hari, tanggal, dan bulan yang didahului kata depan pada umumnya memiliki
nilai informatif yang tinggi. Oleh karena itu, pada kalimat berikut kata hari,
tanggal, dan bulan tidak dapat dihilangkan.
“Rapat itu akan diselenggarakan pada tanggal 15 Desember.”

2.2.6 Kesalahan Nalar


Nalar menentukan kalimat yang kita tuturkan merupakan kalimat yang
logis atau tidak. Nalar ialah aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir
logis. Pikiran yang logis ialah pikiran yang masuk akal yang dapat diterima oleh
orang lain.
Dalam tuturan sehari-hari tidak jarang kita mendengar kalimat yang
dituturkan orang dapat juga dipahami, padahal jika diteliti dengan benar, akan
tampak bahwa kata-kata yang digunakan dalam kalimat itu tidak menunjukan
hubungan makna yang logis. Contoh:
“Hadirin yang kami hormati. Kita tiba sekarang pada acara berikut yaitu
sambutan Bapak Bupati, waktu dan tempat kami persilahkan!”
Jika diperhatian dengan cermat bagian ketiga kalimat tersebut waktu dan
tempat kami persilahkan, jelas kalimat ini tidak logis. Karena yang dipersilahkan
seharusnya adalah Bapak Bupati. Dengan demikian, kalimat perbaikan yang benar
sebagai berikut
“Hadirin yang kami hormati, kita tiba sekarang pada acara berikut yaitu
sambutan bapak bupati. Bapak bupati kami persilahkan.”
Jadi, dalam betutur kata atau menulis, gunakanlah nalar sebaik-baiknya
sehingga dapat menghasilkan kalimat yang logis dan tepat makna serta efektif.

2.2.7 Ketidaktepataan Bentuk Kata

15
Disamping bentuk yang sejajar dengan kata kerjanya, ada juga bentukan
yang menyimpang yang dubuat dengan sengaja untuk memproleh arti lain dari
bentukan yang sudah ada. Contoh:
- Mengadili (kata kerja), pengadilan (kata benda)
“Pengadilan atas suatu perkara artinya hal yang mengadili perkara
itu.”
Gedung pengadilan adalah gedung tempat mengadili perkara. Namun, di
samping itu ada pula bentuk peradilan, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang
bersangkutan dengan hukum pengadilan.

2.2.8 Ketidaktepatan Makna


Jika sebuah kata tidak dipahami maknanya, pemakaianya pun mungkin
tidak akan tepat. Hal itu akan menimbulkan keganjilan, dan salah tafsir. Berikut
ini akan diberikan beberapa contoh kata yang sering dipakai secara tidak tepat.
Contoh:
“Kemarin Ria diberikan baju baru oleh Raminra, kakaknya. Dengan
senang hati dia menerimanya, ‘terima kasih’ kilahnya kepada Raminra.”
Kata kilah disamakan dengan kata-kata ujar sehingga berkilah dianggap
sama dengan berkata atau berujar dan kilah nya dianggap sama dengan katanya
atau ujarnya. Jika kita membuka Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), akan
kita temukan kata kilah dengan makna ‘tipu daya’ atau ‘dalih’. Jadi, pemakainya
seperti pada wacana diatas tidaklah tepat. Berkilah artinya mencari-cari alasan
untuk membantah pendapat orang lain.
Disamping ketidaktepatan makna kata yang menjadi penyebab
ketidakefetifan kalimat, hubungan kata dengan maknanya juga sering
menimbulkan ketidakefktifan kalimat. Oleh kaena itu kita harus memperhatikanya
dengan cermat.
Kita baru menggunakan kata-kata tersebut dengan baik jika kita
mengerti hal-hal yang menyangkut masalah hubungan kata dengan maknanya,
seperti:

16
1. Konsep Makna
Informasi bukan makna, sebab makna menyangkut keseluruhan
masalah dalam ujaran, sedangkan informasi itu hanya menyangkut masalah luar
ujaran. Contoh:

MATI MENINGGAL
Tidak bernyawa lagi Tidak bernyawa lagi
Untuk umum Hanya untuk manusia
Kasar Halus (sopan)

2. Homonimi
Dua buah kata atau lebih yang sama bentuknya, tetapi maknanya
berlainan. Misalnya kata bisa yang bermakna racun ulat adalah berhomonimi
dengan kata bisa yang berarti sanggup atau dapat.
3. Polisemi
Kata-kata yang maknanya lebih dari satu, sebagai akibat terdapatnya
lebih dari sebuah komponen konsep makna pada kata-kata tersebut. Contoh:
“Kepala”
Mengandung arti anggota tubuh, pemimpin atau ketua, orang atau
jiwa, bagian yang sangat penting, bagian yang berada di sebelah atas.

4. Hipernimi dan Hiponimi


Hipernimi adalah kata kata yang memiliki maknanya melingkupi
makna kata-kata yang lain. Misalnya, kata burung maknanya melingkupi makna
kata-kata, seperti merpati, kepodang, terkukur, perkutut, cucakrawa, dan murai.
Dengan kata lain, yang disebut burung bukan hanya merpati atau terkuku,
melainkan juga perkutut, murai, kepodang, dan sebagainya. Hiponomi kata atau
ungkapan maknanya termasuk dalam kata atau ungkapan lain. Misalnya, makna
kata merpati termasuk dalam di dalam makana kata burung.
5. Sinonimi
Dua buah kata atau lebih yang maknanya kurang lebih sama.
Dikatakan kurang lebih, karena memang seperti sudah dibicarakan, tidak akan ada
dua buah kata berlainan yang maknanya sama persis sama. Yang sama sebenarnya
hanya informasinya, sedangkan maknanya tidak persis sama. Kita lihat mati dan

17
meninggal. Kata bersinonim itu tidak persis maknanya kita bisa mengatakan
“kucing itu mati tetapi” tidak bisa “kucing itu meninggal”.
6. Anonimi
Dua buah kata yang maknanya dianggap berlawanan. Dikatakan
dianggap, karena sifat berlawan dari dua kata yang berantonim ini sangat relatif.
Ada kata-kata yang mutlak berlawan seperti kata mati dengan kata hidup, kata
siang dan malam. Ada juga tidak mutlak seperti kata jauh dan dekat, kata kaya
dan miskin. Seorang yang tidak kaya belum tentu miskin.
7. Konotasi
Nilai kata adalah pandangan baik-buruk atau positif-negatif yang
diberikan oleh sekelompok masyarakat bahasa terhadap sebuah kata. Nilai rasa
kata ini sangat ditentukan oleh pengalaman, kebiasaan, dan pandangan hidup yang
dianut oleh masyarakat tersebut. Misalnya, amplop yang sebenarnya bermakna
sampul surat, namun ada beberapa masyarakat yang mengkonotasikan amplop
bermakna uang suap.

2.2.9 Pengaruh Bahasa Daerah


Banyak kata daerah masuk ke dalam bahasa Indonesia, memperkaya
perbendaharaan kata-katanya. Kata-kata bahasa daerah yang sudah diserap ke
dalam bahasa Indonesia tampaknya tidak menjadi masalah jika digunakan dalam
bahasa sehari-hari. Akan tetapi, bahasa daerah yang belum diterima dalam bahasa
indonesia inilah yang perlu dihindari penggunaannya agar tidak menimbulkan
kemacetan dalam berkomunikasi sehingga informasi yang disampaikan mejadi
tidak efektif. Kata-kata, seperti heboh, becus, lumayan, mendingan, gembleng,
cemooh, bobot, melempem, semua berasal dari bahasa daerah.

2.2.10 Pengaruh Bahasa Asing


Dalam perkembangan bahasa Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
bahasa lain, bahasa daerah ataupun bahasa asing. Pengaruh itu di satu sisi dapat
memperkaya khazanah bahasa Indonesia namun di sisi lain dapat juga
mengganggu kaidah tata bahasa Indonesia sehingga menimbulkan
ketidakefektifan kalimat. Contoh:

18
“Saya tinggal di Semarang di mana ibu saya bekerja.”
Kalimat itu bisa jadi mendapatkan pengaruh bahasa Inggris, dari
kalimat “I live in Semarang where my mother works”. Dalam bahasa Indonesia,
kalimat tersebut seharusnya menjadi “Saya tinggal di Semarang tempat ibu saya
bekerja.”

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keefektifan kalimat harus didukung oleh penguasaan beberapa faktor.
Faktor-faktor itu harus dikuasai oleh penulis atau pembicara. Dalam bahasa tulis,
keefektifan kalimat sangat ditentukan faktor penguasaan kaidah bahasa, tanda
baca, ejaan yang disempurnakan (EYD), dan diksi. Sedangkan dalam bahasa lisan
keefektifan kalimat sangat ditentukan oleh pengucapan atau pelafalan dan pilihan
kata yang jauh dari unsur kedaerahan. Kalimat efektif mampu membuat proses
penyampaian dan penerimaan berlangsung dengan sempurna. Hal itu akan terjadi
jika faktor pendukung terwujudnya kalimat efektif dan faktor penyebab
ketidakefektifan kalimat dikuasai oleh penutur atau penulis.

3.2 Saran
Dewasa ini banyak mahasiswa dalam berkomunikasi sehari-hari tidak
menggunakan Bahasa Indonesia dan unsur-unsur bahasa yang baik dan benar,
maka dengan adanya makalah Bahasa Indonesia sebaiknya untuk yang datang
mahasiswa lebih memperhatikan penggunaan unsur-unsur bahasa tersebut agar
Bahasa Indonesia lebih terjaga dan lestari.

20
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H. et. al. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Badudu, J. S. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. II. Jakarta: PT.
Gramedia.
____________. 1994. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. III. Jakarta: PT.
Gramedia
____________.1995. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. IV. takarta: PT.
Gramedia
Putrayasa, I.B. 2005. Aplikasi Bahasa Indonesia. Singaraja: IKIP Singaraja.
____________.2007. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika). Bandung:
PT. Refika Aditama.

21

Anda mungkin juga menyukai