INDONESIA
Tidak ada dua bahasa yang sama persis apalagi bahasa yang berlainan rumpun. Dalam proses
penyerapan dari bahasa pemberi pengaruh kepada bahasa penerima pengaruh akan terjadi
perubahan-perubahan.
Ada proses penyerapan yang terjadi secara utuh, ada proses penyerapan yang terjadi dengan
beberapa penyesuaian itu akan terjadi, pergeseran baik dalam ucapan maupun ejaan antar
bahasa pemberi dan penerima pengaruh maupun pergeseran sistematis.
Bunyi bahasa dan kosakata pada umumnya merupakan unsur bahasa yang bersifat terbuka,
dengan sendirinya dalam kontak bahasa akan terjadi saling pengaruh, saling meminjam atau
menyerap unsur asing. Peminjaman ini dilatar belakangi oleh berbagai hal antara lain
kebutuhan, pretise, kurang paham terhadap bahasa sendiri atau berbagai latar belakang yang
lain.
Sebuah huruf tertentu akan berubah menjadi huruf lainnya begitu kosakata asing itu kita
serap menjadi kosakata Indonesia, sebagian lainnya tidak berubah.
Contoh : jika (ain arab) diikuti dengan (a) menjadi (a). dalam kaidah bahasa Indonesia
diserap menjadi (a) saja. Seperti kata (manfaah) diserap dalam bahasa Indonesia, ejaan kata
serapannya menjadi (manfaat). (asr) diserap dalam bahasa Indonesia, ejaan kata serapannya
menjadi (asar). (saah) diserap dalam bahasa Indonesia, ejaan kata kata serapannya menjadi
(saat).
Proses penyerapan itu dapat dipertimbangkan jika salah satu syarat di bawah ini
terpenuhi, yaitu :
Istilah serapan yang dipilih cocok konotasinya
Istilah yang dipilih lebih singkat dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya
Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah
Indonesia terlalu banyak sinonimnya
Secara umum kata serapan itu masuk ke dalam bahasa Indonesia dengan empat cara,
yaitu :
1. Adopsi, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata asing itu
secara keseluruhan, contoh : supermarket, plazza, mall.
2. Adaptasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing itu,
sedangkan ejaan atau penulisannya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia,
contoh : pluralization pluralisasi, acceptabilitu akseptabilitas.
3. Penerjemahan, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung
dalam bahasa asing itu, kemudian kata tersebut dicari padanannya dalam bahasa
Indonesia, contoh : overlap :tumpang tindih, try out :uji coba, psychologist ahli
psikolog.
4. Kreasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang ada
dalam bahasa Indonesia. Cara ini mirip dengan cara penerjemahan, akan tetapi
memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak menuntut bentuk fisik yang mirip seperti
penerjemahan. Boleh saja kata yang ada dalam bahasa aslinya ditulis dalam dua atau
tiga kata, sedangkan bahasa Indonesianya hanya satu kata saja, contoh :
Effective berhasil guna, spare part suku cadang
PERSPEKTIF ANALOGI
Analogi adalah keteraturan bahasa, suatu bahasa dapat dikatakan analogis apabila satuan
tersebut sesuai atau tidak menyimpang dengan konvensi-konvensi yang telah berlaku.
Pembicaraan kata serapan apabila bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan atau
penyesuaian-penyesuaian yang terjadi tentu dilakukan dengan membandingkan antara bahasa
pemberi pengaruh dengan bahasa penerima pengaruh. Untuk membicarakan kata serapan ke
dalam bahasa Indonesia tentu dilakukan dengan memperbandingkan kata-kata sebelum
masuk ke dalam bahasa Indonesia dan setelah masuk ke bahasa Indonesia.
Banyak sekali kata-kata serapan ke dalam bahasa Indonesia yang ternyata telah sesuai dengan
sistem fonologi dalam bahasa Indonesia baik melalui proses penyesuaian atau tanpa melalui
proses penyesuaian. contoh :
Action aksi
Dance dansa
Ecology ekologi
Fonem a,s,d,e,f,g,h,I,k,l,m,n,o,r,s, dan t adalah fonem-fonem yang sesuai dengan sistem
fonologi dalam bahasa Indonesia, dengan demikian termasuk pada kriteria yang analogis,
artinya sesuai dengan fonem yang lazim dalam bahasa Indonesia.
Apabila dikaitkan dengan kenyataan historis ternyata ada kenyataan yang menarik untuk
dicermati yaitu fonem kh dan sy.
Kedua fonem ini diakui sebagai fonem lazim dalam sistem fonologi bahasa Indonesia. Namun
apabila diselidiki lebih teliti secara historis, ternyata kedua fonem ini bukan fonem asli
Indonesia.
Pada awal munculnya dalam bahasa Indonesia bisa dianggap sebagai gejala penyimpangan
atau gejala anomalis, tetapi setelah demikian lama berlangsung serta frekuensi kemunculan
yang cukup tinggi, lama-kelamaan akan dianggap sebagai gejala yang wajar, tidak lagi
dianggap gejala penyimpangan, dengan demikian hal ini dapat disebut sebagai gejala yang
analogis.
Perpektif anomaly
Anomali adalah penyimpangan atau ketidakteraturan bahasa. Suatu aturan dapat dikatakan
anomali apabila satuan bahasa tersebut tidak sesuai atau menyimpang dengan konvensi-
konvensi yang berlaku.
Metode yang digunakan untuk menentukan anomali bahasa pada kata-kata serapan dalam
bahasa Indonesia di sini adalah sama dengan metode yang digunakan untuk menetapkan
analogi bahasa yaitu dengan memperbandingkan unsur intern dari bahasa penerima pengaruh,
suatu kata yang tampak sebagai kata serapan dibandingkan atau dilihat dengan kaidah yang
berlaku dalam bahas Indonesia.
Apabila kata tersebut ternyata tidak menunjukan kesesuaian dengan kaidah yang berlaku
berarti kata tersebut masuk kata yang anomalis.
Semua kata-kata asing yang masih diserap secara utuh tanpa melalui penyesuaian dengan
kaidah di dalam penulisan, pada umumnya merupakan kata-kata yang anomalis di dalam
bahasa Indonesia, contoh :
Bank bank
Intern intern
Modern modern
Kata-kata seperti di atas termasuk anomali bahasa karena tidak sesuai dengan kaidah di dalam
bahasa Indonesia. Hal-hal yang tidak sesuai di sini adalah : [nk], [rn], ejaan tersebut tidak
sesuai dengan ejaan dalam bahasa Indonesia.
Kadang-kadang juga ditemukan kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dan
ditulis sebagaimana aslinya, akan tetapi untuk muncul sebagai gejala anomalis karena secara
kebetulan kata-kata tersebut tidak menyimpang dengan kaidah bahasa Indonesia, contoh :
Era era
Label label
Formal formal
Edit edit
Etalase etalase
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia secara utuh tanpa mengalami
perubahan penulisan memiliki kemungkinan untuk dibaca sebagaimana aslinya, sehingga
menyebabkan timbulnya anomali dalam fionologi.
Contoh anomali dalam fonologi :
Export export
Expose expose
Exodus exodus
Kata-kata dalam contoh di atas, proses penyerapannya dilakukan secara utuh sebagai satu
kesatuan. Jadi kata federalism tidak diserap secara terpisah yaitu federal dan isme, kata
bilingual tidak diserap bi lingua al.
kata serapan dari bahasa inggris yang aslinya berakhir dengan tion yang diserap ke dalam
bahasa Indonesia dengan mengalami penyesuaian sehingga berubah menjadi si diakhiri kata
berlangsung dengan frekuensi sangat tinggi.
Kenyataan ini melahirkan masalah kebahasaan yaitu munculnya akhiran sasi yang melekat
pada kata-kata yang tidak berasal dari bahasa inggris sehingga timbul kata-kata seperti :
Islamisasi = islam+sasi
Jawanisasi = jawa+sasi
Polarisasi = pola+sasi
Sebenarnya akhiran (sasi) di dalam bahasa Indonesia tidak ada. Dengan demikian hal ini
termasuk gejala anomali bahasa. Namun masalah selanjutnya adalah tinggal masalah
pengakuan dari para pakar yang memiliki legalitas di dalam bahasa. Apakah akhiran (sasi) ini
dianggap resmi atau tidak di dalam bahasa indonesia. Jika dianggap tidak resmi berarti
akhiran (sasi) ini benar merupakan gejala anomali. Tetapi jika akhiran (sasi) ini sudah bias
diterima sebagai akhiran yang lazim dalam bahasa Indonesia maka ada perubahan dari
anomali menjadi analogi.
Analogi dan anomali bahasa terjadi di dalam bahasa Indonesia dan secara khusus terjadi di
dalam kata-kata serapan ke dalam bahasa Indonesia. Suatu gejala bahasa pada awalnya bisa
dianggap anomali, namun setelah berlangsung terus menerus dengan frekuensi yang tinggi
bisa berubah menjadi analogi.
Suatu gejala bahasa pakah termasuk ke dalam analogi atau anomali sebenarnya tergantung
pada keberterimaan masyarakat terutama mereka yang memiliki legalitas tentang bahasa.
Penyimpangan bahasa dari konvensi dengan frekuensi yang kecil cenderung dikatakan
sebagai gejala yang anomalis.
Bahasa indonesia adalah dialek baku dari bahasa melayu riau sebagaimana diungkapkan oleh
ki hajar dewantara dalam kongres bahasa Indonesia 1 1939 di solo :
jang dinamakan bahasa Indonesia jaitoe bahasa melajoe jang soenggoehpoen pokoknja
berasal dari melajoe riaoe, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe di koerangi
menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai
oleh rakjat di seloeroeh Indonesia ; pembaharoean bahasa melajoe hingga menjadi bahasa
Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam
kebangsaan Indonesia.
Istilah melayu atau malayu berasal dari kerajaan malayu, sebuah kerajaan hindu-budha pada
abad ke-7 di hulu sungai batang hari, yaitu wilayah pulau sumatera.
Kerajaan Sriwijaya diketahui dari abad ke-7 masehi diketahui memakai bahasa melayu
sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasati kuno yang ditemukan di sumatera bagian selatan
peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman
dari bahasa sansekerta, suatu bahasa indo-eropa dari cabang indo-iran.
Ada bebarapa prasasti yang bertuliskan bahasa melayu kuno dengan memakai huruf pallawa
(India) yang banyak dipengaruhi bahasa sansekerta, jadi bahasa pada waktu itu belum
menggnakan huruf latin. Bahasa melayu kuno ini kemudian berkembang di berbagai tempat
di Indonesia, terutama pada masa Hindu dan pada masa awal kedatangan Islam (abad-13).
Teks yang terdapat dalam kutipan naskah prasasti Kedukan Bukit adalah:
Swastie syrie syaka warsaatieta 605 ekadasyii syuklapaksa wulan waisyaakha
dapunta hyang naayik di saamwanmangalap siddhayaatra
di saptamie syuklapaksa wulanjyestha dapunta hyang marlapas dari minanga taamwan.
(selamat! Pada tahun syaka 605 hari kesebelas pada masa terang bulan Waisyaaka, tuan kita
yang mulia naikk di perahu menjemput Siddhayaatra. Pada hari ke tujuh, pada masa terang
bulan Jyestha, tuan kita yang mulia berlepas dari Minanga Taamwan.)
Dalam kutipan naskah tersebut terdapat beberapa kata yang mengalami perubahan fonem,
seperti fonem /w/ menjadi /b/ atau /sy/ menjadi /s/.
Beberapa kata yang mengalami perubahan fonem tersebut, saat ini dapat digolongkan sebagai
kata serapan dalam bahasa Indonesia.
Berikut ini perubahan fonem dalam kutipan naskah prasasti Kedukan Bukit:
Perubahan fonem sy s
syaka : saka
waisyaakha : waisak
Perubahan fonem w b dan w p
wulan : bulan
saamwan : sampan
Minanga Taamwan diartikan sebagai muara yang berada di daerah Palembang.
Tanggal 11 bulan terang Waaisyakha (tanggal 23 April 683 M) Dapunta Hyang naik perahu.
Tanggal 7 bulan terang Jyestha (tanggal 19 Mei 683 M) Dapunta Hyang berangkat dari
Minanga Taamwan.
Berdasarkan penanggalan tersebut, waktu yang ditempuh kira-kira selama 26 hari perjalanan.
Berdasarkan selang waktu itu, para ahli menyimpulkan perjalanan Dapunta Hyang tanggal 11
bulan terang Waaisyakha itu langsung menuju Minanga Taamwan.
Dalam kutipan naskah ini menggunakan bahasa Melayu Kuno, sedangkan hurufnya
menggunakan huruf latin. Pada kenyataannya huruf yang digunakan dalam naskah yang
sesungguhnya merupakan sebuah prasasti, jenis hurufnya adalah huruf Pallawa.
Tujuan yang terdapat dalam kutipan naskah tersebut mengabarkan kemenangan yang
diperoleh raja Dapunta Hyang dari peperangan melawan Melayu.
Peristiwa yang terdapat dalam naskah tersebut adalah peristiwa perjalanan Dapunta Hyang
ketika menuju peperangan dan akhirnya memperoleh kemenangan.
Dapunta Hyang merupakan gelar bagi raja Sriwijaya, yaitu Raja Sri Jayanasa.
Lingua franca ini secara merata berkembang di kota-kota pelabuhan yang menjadi pusat lalu
lintas perdagangan. Ejaan latin bahasa melayu mulai ditulis oleh Pigafetta, setelah tiga abad
kemudian ejaan ini baru mendapat perhatian dengan ditetapkannya ejaan van Ophuijsen.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahas melayu mulai terlihat di
tahun 1901, Indonesia mengadopsi ejaan van ophuijsen. Bahasa melayu sendiri menyerap
kosakata dari berbagai bahasa terutama dari bahasa sansekerta, Persia, arab dan eropa.
Perbendaharaan bahasa Indonesia diperkaya oleh kata serapan dari berbagai bahasa
asing, misalnya dari bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Prancis, dan Arab. Kata-kata
serapan itu masuk ke dalam bahasa Indonesia melalui empat cara yang lazim
ditempuh, yaitu adopsi, adaptasi, penerjemahan, dan kreasi.
Cara adopsi terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata
asing yang diserap secara keseluruhan. Katasupermarket, plaza, mall,
hotdogmerupakan contoh cara penyerapan adopsi.
Cara adaptasi terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing
yang diserap dan ejaan atau cara penulisannya disesuaikan ejaan bahasa Indonesia.
Kata-kata seperti pluralisasi, akseptabilitas, maksimal, dan kado merupakan contoh
kata serapan adaptasi. Kata-kata tersebut mengalami perubahan ejaan dari bahasa
asalnya (pluralization dan acceptability dari bahasa Inggris, maximaal dari bahasa
Belanda, sertacadeu dari bahasa Prancis). Pedoman pengadaptasiannya
adalah Pedoman Penulisan Istilah dan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan
Nasional.
Cara Penerjemahan terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang
terkandung dalam kata bahasa asing kemudian mencari padanannya dalam bahasa
Indonesia. Kata-kata seperti tumpang-tindih, percepatan, proyek rintisan, dan uji
cobaadalah kata-kata yang lahir karena proses penerjemahan dari bahasa
Inggris overlap,acceleration, pilot project, dan try out. Penerjemahan istilah asing
memiliki beberapa keuntungan. Selain memperkaya kosakata bahasa Indonesia
dengan sinonim, istilah hasil terjemahan juga meningkatkan daya ungkap bahasa
Indonesia. Dalam pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan
pedoman berikut.
a. Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan satu kata.
Misalnya:
inorganic takorganik
bound form bentuk terikat
c. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan
pada istilah terjemahannya.
Misalnya:
Misalnya:
paal-pal octaaf-oktaf
riem-rim politiek-politik
Contoh serapan dari bahasa Sanskerta:
catur-caturwarga caturwarga
sapta-saptamarga saptamarga
dasa-dasawarsa dasawarsa
khalal-halal khusus-kusus
tawaqal-tawakal akir-akhir
Jika kata nama seluruhnya berbahasa Inggris, terjemahkanlah seluruhnya atau jangan serap sama sekali!
Catatan kaki
1. ^ Dalam penulisan modern biasa dieja sebagai
2. ^ Tidak semua akhiran -ty bahasa Inggris dialih-bahasakan menjadi -tas walaupun tak
dimungkiri bahwa mayoritasnya demikian, dalam hal ini berlaku kata-kata seperti
sekuriti dan properti(bukan propertas), tetapi Kamus Besar Bahasa Indonesia juga
memuat lema baik untuk 'sekuritas' maupun 'sekuriti'. Kata-kata lainnya misalnya
kuantitas memang menggunakan penerjemahan-tas.
3. ^ sering diterjemahkan dengan awalan tak-, Contoh: takpadan (asimetri)
4. ^ sering diterjemahkan dengan awalan purba-, Contoh: purbatanggal (antedate)
5. ^ sering diterjemahkan dengan awalan swa-, Contoh: swadidik (autodidak)
6. ^ sering diterjemahkan dengan awalan dwi-, Contoh: dwibahasa (bilingual)
7. ^ sering diterjemahkan dengan awalan sapta-, Contoh: saptamarga
8. ^ sering diterjemahkan dengan awalan antar-, Contoh: antarnegara (internasional),
antarbagian (interseksi)
9. ^ sering diterjemahkan dengan awalan eka-, Contoh: ekatuhan (monoteis)
10. ^ sering diterjemahkan dengan awalan panca-, Contoh: pancasila
11. ^ sering diterjemahkan dengan awalan pra-, Contoh: pratayang, prasangka, praduga
12. ^ sering diterjemahkan dengan awalan ulang-, Contoh: ulangsusun, ulangbuat
13. ^ sering diterjemahkan dengan awalan anak-, Contoh: anakjenis, anakbenua