Anda di halaman 1dari 43

BAB V

SOLUSI NUMERIK INTEGRASI FUNGSI PARAMETER FISIKA


A. Kompetensi yang akan Dicapai
1. Mampu menganalisis secara numerik fungsi parameter satu demensi
2. Mampu membuat algoritma dan coding untuk menentukan nilai integral suatu
fungsi dengan metoda Trapesium
3. Mampu membuat algoritma dan coding untuk menentukan nilai integral suatu
fungsi dengan metoda metoda Simpson 1/3
4. Mampu membuat algoritma dan coding untuk menentukan nilai integral suatu
fungsi dengan metoda metoda Simpson 3/8
5. Mampu membuat algoritma dan coding untuk menentukan nilai integral suatu
fungsi dengan metoda metoda Romberg
6. Mampu menganalis secara numerik fungsi parameter dua demensi
7. Mampu membuat algoritma dan coding untuk menentukan nilai integral lipat dua
suatu fungsi dengan menggunakan metoda yang sesuai
8. Mampu memilih algoritma dan coding integral secara numerik yang dan teliti untuk
menghitung model fenomena Fisika yang kompleks
9. Mampu memilih algoritma dan coding integral secara numerik yang dan teliti untuk
menghitung integral fungsi hasil data eksperimen Fisika yang bersifat diskrit
10. Mampu memilih algoritma dan coding itegral secara numerik yang dan teliti untuk
menghitung model fenomena Fisika dua dimensi yang kompleks
11. Mampu menghitung secara numerik panas yang diserap oleh panel kolektor sinar
matahari melalui pendekatan numerik
12. Mampu menghitung laju seorang penerjun payung selama melayang di udara
setelah payungnya dikembangkan melalui pendekatan numerik.
13. Mampu mensimulasikan energi yang diradiasikan benda hitam berdasarkan rumus
Planck melalui pendekatan numerik.

98
B. Pengertian
Integral suatu fungsi adalah operator matematik yang dipresentasikan dalam
b
bentuk: I = ∫ f ( x) dx (5.1)
a

dan merupakan integral suatu fungsi f (x) terhadap variabel x dengan batas-batas
integrasi adalah dari x = a sampai x = b. Seperti pada Gambar 5.1 dan persamaan
(5.1), yang dimaksud dengan integral adalah nilai total atau luasan yang dibatasi oleh
fungsi f (x) dan sumbu-x, serta antara batas x = a dan x = b. Dalam integral analitis,
persamaan (5.1) dapat diselesaikan menjadi:
b

∫ f ( x) dx = [F ( x)] a = F (b) − F (a )
b

dengan F (x) adalah integral dari f (x) sedemikian sehingga F ' (x) = f (x).
Sebagai contoh:
3
3
1 3   1 3 1 3
∫ x dx =  x  =  3 (3) − 3 (0)  = 9.
2

0 3  0  

Gambar 5.1. Integral suatu fungsi


Penyelesaikan perhitungan menggunkan integral numerik dilakukan apabila:
1. Integral tidak dapat (sukar) diselesaikan secara analisis.
2. Fungsi yang diintegralkan tidak diberikan dalam bentuk analitis, tetapi secara
numerik dalam bentuk angka (tabel).
Sebagai contoh perhatikan Gambar 5.1. Gambar 5.1 memperlihatkan bahwa
untuk menghitung integral fungsi didekati oleh f(x), dengan hasil integralnya adalah
luas daerah di batasi oleh garis y = f(x) dan sumbu-x (antara x = a dan x = b. Bidang

99
tersebut merupakan bentuk trapesium yang luasannya dapat dihitung dengan rumus
geometri, yaitu:
f (a ) + f (b)
I = (b − a)
2

C. Metode Trapesium
Metode integral numerik merupakan integral tertentu yang didasarkan pada
hitungan pendekatan. Hitungan pendekatan tersebut dilakukan menggunakan fungsi
polinomial yang diperoleh berdasar data tersedia. Bentuk paling sederhana adalah
apabila tersedia dua titik data yang dapat dibentuk fungsi polinomial order satu yang
merupakan garis lurus (linier). Seperti pada Gambar 5.2a, akan dihitung:
b
I = ∫ f ( x) dx
a

yang merupakan luasan antara kurve f (x) dan sumbu-x serta antara x = a dan x = b,
bila nilai f (a) dan f (b) diketahui maka dapat dibentuk fungsi polinomial order satu
f1(x).
Perhatikan sketsa pada Gambar 5.2 berikut ini.

Gambar 5.2. Metode integral numerik


Pendekatan ini dikenal dengan metode trapesium dimana integral suatu fungsi
sama dengan luasan bidang yang diarsir (Gambar 5.2), sedang kesalahannya adalah

100
sama dengan luas bidang yang tidak diarsir. Apabila hanya terdapat dua data f (a)
dan f (b), maka hanya bisa dibentuk satu trapesium dan cara ini dikenal dengan
metode trapesium satu pias. Jika tersedia lebih dari dua data, maka dapat dilakukan
pendekatan dengan lebih dari satu trapesium, dan luas total adalah jumlah dari
trapesium-trapesium yang terbentuk. Cara ini dikenal dengan metode trapesium
banyak pias. Seperti pada Gambar 5.2b, dengan tiga data dapat dibentuk dua
trapesium, dan luas kedua trapesium (bidang yang diarsir) adalah pendekatan dari
integral fungsi. Hasil pendekatan ini lebih baik dari pada pendekatan dengan satu
pias. Apabila digunakan lebih banyak trapesium hasilnya akan lebih baik.
Fungsi yang diintegralkan dapat pula didekati oleh fungsi polinomial dengan
order lebih tinggi, sehingga kurve yang terbentuk tidak lagi linier, seperti dalam
metode trapesium, tetapi kurve lengkung. Seperti pada Gambar 5.2c, tiga data yang
ada dapat digunakan untuk membentuk polinomial order tiga. Metode Simpson
merupakan metode integral numerik yang menggunakan fungsi polinomial dengan
order lebih tinggi. Metode Simpson 1/3 menggunakan tiga titik data (polinomial
order dua) dan Simpson 3/8 menggunakan empat titik data (polinomial order tiga).
Jarak antara titik data tersebut adalah sama.
Metode trapesium merupakan metode pendekatan integral numerik dengan
persamaan polinomial order satu. Dalam metode ini kurve lengkung dari fungsi f (x)
digantikan oleh garis lurus. Seperti pada Gambar 5.2, luasan bidang di bawah fungsi
f (x) antara nilai x = a dan nilai x = b didekati oleh luas satu trapesium yang terbentuk
oleh garis lurus yang menghubungkan f (a) dan f (b) dan sumbu-x serta antara x = a
dan x = b. Pendekatan dilakukan dengan satu pias (trapesium). Menurut rumus
geometri, luas trapesium adalah lebar kali tinggi rerata, yang berbentuk:
f (a ) + f (b)
I ≈ (b − a) (5.2)
2
Pada Gambar 5.3, penggunaan garis lurus untuk mendekati garis lengkung
menyebabkan terjadinya kesalahan sebesar luasan yang tidak diarsir.
Besarnya kesalahan yang terjadi dapat diperkirakan dari persamaan berikut:
1
E=− f ' ' (ξ )(b − a ) (5.3)
12
101
dengan ξ adalah titik yang terletak di dalam interval a dan b. Persamaan (5.3)
menunjukkan bahwa apabila fungsi yang diintegralkan adalah linier, maka metode
trapesium akan memberikan nilai eksak karena turunan kedua dari fungsi linier
adalah nol. Sebaliknya untuk fungsi dengan derajat dua atau lebih, penggunaan
metode trapesium akan memberikan kesalahan.

Gambar 5.3. Metode trapesium


Contoh soal:
4
Gunakan metode trapesium satu pias untuk menghitung, I = ∫ e x dx .
0

Penyelesaian:
Bentuk integral diatas dapat diselesaikan secara analitis:

[ ] = [e ]
4 4
I = ∫ e x dx = e x 0
4
− e 0 = 53,598150.
0

Hitungan integral numerik dilakukan dengan menggunakan persamaan (5.2):


f (a ) + f (b) e0 + e4
I ≈ (b − a) = (4 − 0 ) = 111,1963.
2 2
Untuk mengetahui tingkat ketelitian dari integral numerik, hasil hitungan numerik
dibandingkan dengan hitungan analitis. Kesalahan relatif terhadap nilai eksak
adalah:
53,598150 − 111,1963
εt = ×100 % = −107,46 %.
53,598150
Terlihat bahwa penggunaan metode trapesium satu pias memberikan kesalahan
sangat besar (lebih dari 100 %).

102
D. Metode Trapesium dengan Banyak Bias
Dari contoh soal di atas terlihat bahwa pendekatan dengan menggunakan
satu pias (trapesium) menimbulkan kesalahan sangat besar. Untuk mengurangi
kesalahan yang terjadi maka kurve lengkung didekati oleh sejumlah garis lurus,
sehingga terbentuk banyak pias (Gambar 5.4). Luas bidang adalah jumlah dari
luas beberapa pias tersebut. Semakin kecil pias yang digunakan, hasil yang
didapat menjadi semakin teliti.
Dalam Gambar 5.4, panjang tiap pias adalah sama yaitu ∆x. Apabila terdapat n
b−a
pias, berarti panjang masing-masing pias adalah: ∆x =
n
Batas-batas pias diberi notasi: xo = a, x1, x2, …, xn = b, tegral total dapat ditulis
dalam bentuk:
x1 x2 xn
I = ∫ f ( x) dx + ∫ f ( x) dx +  + ∫ f ( x) dx (5.4)
x0 x1 xn −1

Gambar 5.4. Metode trapesium dengan banyak pias


Substitusi persamaan (5.2) ke dalam persamaan (5.4) akan didapat:
f ( x1 ) + f ( x0 ) f ( x 2 ) + f ( x1 ) f ( xn ) + f ( xn − 1 )
I = Δx + Δx + ... + Δx
2 2 2
atau
Δx  n −1

I=  f ( x0 ) + 2 ∑ f ( xi ) + f ( xn ) (5.5)
2  i =1 
atau
Δx  n −1

I=  f ( a ) + f (b ) + 2 ∑ f ( xi ) (5.6)
2  i =1 
Besarnya kesalahan yang terjadi pada penggunaan banyak pias adalah:
103
Δ x2
εt = − (b − a ) f ' ' ( xi ) (5.7)
12
yang merupakan kesalahan order dua. Apabila kesalahan tersebut diperhitungkan
dalam hitungan integral, maka akan didapat hasil yang lebih teliti.
Bentuk persamaan trapesium dengan memperhitungkan koreksi adalah:
Δx  n −1
 Δx
2
I=  f (a ) + f (b) + 2 ∑ f ( xi ) − (b − a ) f ' ' (ξ ) − O (Δ x 4 ) (5.8)
2  i =1  12
Untuk kebanyakan fungsi, bentuk f ''(ξ ) dapat didekati oleh:
f ' (b) − f ' (a )
f ' ' (ξ ) = (5.9)
b−a
Substitusi persamaan (7.9) ke dalam persamaan (7.8) didapat:
Δx  n −1
 Δx
2
I= f ( a ) + f (b ) + 2 ∑ f ( x ) − [ f ' (b) − f ' (a)] (5.10)
2 
i 
i =1  12
Bentuk persamaan (5.10) disebut dengan persamaan trapesium dengan koreksi ujung,
karena memperhitungkan koreksi pada ujung interval a dan b.
Metode trapesium dapat digunakan untuk integral suatu fungsi yang diberikan
dalam bentuk numerik pada interval diskret. Koreksi pada ujung-ujungnya dapat
didekati dengan mengganti diferensial f '(a) dan f '(b) dengan diferensial beda hingga.
Contoh soal 1:
Gunakan metode trapesium empat pias dengan lebar pias adalah ∆x = 1 untuk
menghitung:
4
I = ∫ e x dx
0

Penyelesaian:
Metode trapesium dengan 4 pias, sehingga panjang pias adalah:
b−a 4−0
Δx = = = 1.
n 4
Luas bidang dihitung dengan persamaan (5.6):
Δx  n −1

I=  f ( a ) + f (b ) + 2 ∑ f ( xi )
2  i = 1 

104
=
2
[
1 0 4
e + e + 2(e1 + e 2 + e3 ) = 57,991950. ]
Kesalahan relatif terhadap nilai eksak:
53,598150 − 57,991950
εt= × 100 % = − 8,2 %.
53,598150
Apabila digunakan metode trapesium dengan koreksi ujung, maka integral dihitung
dengan persamaan (5.10). Dalam persamaan tersebut koreksi ujung mengandung
turunan pertama dari fungsi. Apabila f (x) = ex, turunan pertamanya adalah f ' = ex;
sehingga:
Δx  n −1
 Δx
2
I= f ( a ) + f (b ) + 2 ∑ f ( x ) − [ f ' (b) − f ' (a)]
2 
i 
i =1  12

=
1 0
2
[
e + e 4 + 2 ( e1 + e 2 + e 3 ) −
1
12
]
( e4 − e0 )

= 57,991950 − 4,466513 = 53,525437.


Kesalahan relatif terhadap nilai eksak:
53,598150 − 53,525437
εt= × 100 % = 0,14 %.
53,598150
Contoh soal 2:
Diberikan tabel data berikut:
x 0 1 2 4
f (x) 1 3 9 33
Hitung luasan di bawah fungsi f (x) dan di antara x = 0 dan x = 4, dengan
menggunakan metode trapesium dan trapesium dengan koreksi ujung.
Penyelesaian:
Integral numerik dihitung dengan persamaan (5.6):
Δx  n −1
 1
I=  f ( a ) + f (b ) + 2 ∑ f ( xi ) = [1 + 33 + 2(3 + 9 + 19)]= 48.
2  i =1  2
Apabila digunakan metode trapesium dengan koreksi ujung, integral dihitung dengan
persamaan (7.10):
Δx  n −1
 Δx
2
I=
2 
f ( a ) + f (b ) + 2 ∑ f ( xi )  12 [ f ' (b) − f ' (a )]

i =1 
105
Turunan pertama pada ujung-ujung dihitung dengan diferensial beda hingga:
f ( x2 ) − f ( x1 ) f (1) − f (0) 3 − 1
f ' ( x1 = a = 0) = = = = 2.
x2 − x1 1− 0 1

f ( x n ) − f ( x n −1 ) f (4) − f (3) 33 − 19
f ' ( xn = b = 4) = = = = 14.
x n − x n −1 4−3 1

I=
1
[1 + 33 + 2(3 + 9 + 19)]− 1 (14 − 2) = 48 − 1 = 47.
2 12
Flowcahart dan Coding menghitung nilai integral dengan metoda Trapsium
%Program Aturan_Trapesium
f=inline('4*x-x^2','x');
hasil_eksak=1.6667;
a=input(' batas bawah integrasi :');
b=input(' batas atas integrasi :');
N=input(' jumlah segmen N :');
h=(b-a)/N;
sum=f(a)+f(b);
for i=1:N-1
x=a+i*h;
sum=sum+2*f(x)
end
hasil_numerik=sum*h/2.;
beda_hasil=hasil_eksak-
hasil_numerik;
error = abs(beda_hasil/hasil_eksak);
fprintf('%f
%f',hasil_numerik,error);

E. Metoda Simpson
Masalah utama dalam perhitung dengan metoda pendekatan adalah ketelitian
hasil perhitngan. Akurasi hasil perhitungan dengan metoda Trapesium dapat
ditingkatkan dengan mempersempit (memperkecil) pias integrasi. Kelemahan dari
memperkecil pias adalah hasil perhitungan cenderung labih lama, karena iterasi yang
panjang. Akurasi perkiraan hasil perhitungan integrasi dapat ditingkatkan dengan
106
menggunakan pendekatan polinomial order lebih tinggi untuk menghubungkan titik-
titik data, seperti terlihat pada Gambar 5.5

Gambar 5.5. Aturan Simpson


Misalnya, apabila terdapat satu titik tambahan di antara f (a) dan f (b), maka ketiga
titik dapat dihubungkan dengan fungsi parabola (Gambar 5.5a). Apabila terdapat dua
titik tambahan dengan jarak yang sama antara f (a) dan f (b), maka keempat titik
tersebut dapat dihubungkan dengan polinomial order tiga (Gambar 5.5b). Rumus
yang dihasilkan oleh integral di bawah polinomial tersebut dikenal dengan metode
(aturan) Simpson.
1. Aturan Simpson 1/3
Penyelasaian integral fungsi parameter Fisika dengan metoda atau aturan
Simpson 1/3 digunakan polinomial order dua (persamaan parabola) yang melalui
titik f(xi – 1), f(xi) dan f(xi + 1) untuk mendekati fungsi. Rumus Simpson dapat
diturunkan berdasarkan deret Taylor. Untuk itu, dipandang bentuk integral berikut
ini.
x
I ( x) = ∫ f ( x) dx (5.11)
a

Apabila bentuk tersebut didiferensialkan terhadap x, akan menjadi:


dI ( x)
I ' ( x) = = f ( x) (5.12)
dx
Dengan memperhatikan Gambar 5.6. dan persamaan (5.12) maka persamaan deret
Taylor adalah:
Δx 2 Δx 3 Δx 4
I( x i + 1 ) = I( x i + Δx ) = I ( x i ) + Δx f ( x i ) + f ' (x i ) + f ' ' (x i ) + f ' ' ' ( x i ) + O ( Δx 5 ) (5.13)
2! 3! 4!
107
Δx 2 Δx 3 Δx 4
I( x i − 1 ) = I( x i − Δx ) = I ( x i ) − Δx f ( x i ) + f ' (x i ) − f ' ' ( x i )+ f ' ' ' ( x i ) − O( Δx 5) (5.14)
2! 3! 4!

Perhatikan Gambar 5.6 berikut

Gambar 5.6 Penurunan metode Simpson


Gambar 5.6 memperlihatkan nilai I(xi + 1) adalah luasan dibawah fungsi f (x)
antara batas a dan xi + 1. Nilai I(xi − 1) adalah luasan antara batas a dan I(xi − 1). Luasan
di bawah fungsi antara batas xi − 1 dan xi + 1 yaitu (Ai) dengan demikian merupakan
luas daerah I(xi + 1) dikurangi luas daerah I(xi − 1) atau persamaan (5.13) dikurangi
persamaan (7.14).
Ai = I (xi + 1) – I (xi − 1)
atau
Δx3
Ai = 2 Δ x f ( xi ) + f ' ' ( xi ) + O (Δ x 5 ) (5.15)
3
Nilai f ''(xi) ditulis dalam bentuk diferensial terpusat:
f ( xi − 1 ) − 2 f ( xi ) + f ( xi + 1 )
f ' ' ( xi ) = + O ( Δx 2 )
Δx 2

Kemudian persamaan f’’(xi) di atas disubstitusikan ke dalam persamaan (5.15).


Untuk memudahkan penulisan, selanjutnya notasi f (xi) ditulis dalam bentuk fi,
sehingga persamaan (5.15) menjadi:
Δx Δ x3
Ai = 2 Δ x f i + ( fi − 1 − 2 f i + fi + 1 ) + O ( Δx 2 ) + O ( Δx 5 )
3 3
atau
Δx
Ai = ( f i − 1 + 4 f i + f i + 1 ) + O ( Δx 5 ) (5.16)
3

108
Persamaan (5.16) dikenal dengan metode Simpson 1/3. Diberi tambahan nama

1/3 karena ∆x dibagi dengan 3. Pada pemakaian satu pias, ∆x = b − a , sehingga


2
persamaan (5.16) dapat ditulis dalam bentuk:
b−a
Ai = [ f ( a ) + 4 f (c ) + f ( b ) ] (5.17)
6
dengan titik c adalah titik tengah antara a dan b. Kesalahan pemotongan yang terjadi
dari metode Simpson 1/3 untuk satu pias adalah:
1 b−a ,
εt = − Δ x 5 f ' ' ' ' (ξ ) Oleh karena ∆x = maka
90 , 2

(b − a ) 5
εt = − f ' ' ' ' (ξ )
2880
Contoh soal 3:
4
Hitung I = ∫ e x dx, dengan aturan Simpson 1/3.
0

Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan (7.17) maka luas bidang adalah:
b−a
Ai = [ f (a) + 4 f (c) + f (b)] = 4 − 0 (e0 + 4e 2 + e 4 ) = 56,7696.
6 6
Kesalahan terhadap nilai eksak:
53,598150 − 56,7696
εt= × 100 % = − 5,917 %.
53,598150
Terlihat bahwa pada pemakaian satu pias, metode Simpson 1/3 memberikan hasil
lebih baik dari rumus trapesium.

F. Aturan Simpson 1/3 dengan Banyak Pias


Seperti dalam metode trapesium, metode Simpson dapat diperbaiki dengan
membagi luasan dalam sejumlah pias dengan panjang interval yang sama (Gambar
5.6):
b−a
∆x = dengan n adalah jumlah pias.
n
Luas total diperoleh dengan menjumlahkan semua pias, seperti pada Gambar 5.7.

109
b

∫ f ( x) dx = A1 + A3 + ... + An − 1 (5.18)
a

Pada metode Simpson ini jumlah interval adalah genap. Apabila persamaan (5.16)
disubstitusikan ke dalam persamaan (5.18) akan diperoleh:
b
Δx Δx Δx
∫ f ( x) dx = ( f 0 + 4 f1 + f 2 ) + ( f1 + 4 f 2 + f 3 ) + ... + ( fn − 2 + 4 fn −1 + fn )
a 3 3 3
atau
b
Δx  n −1 n−2

∫ f ( x) dx =  f ( a ) + f (b ) + 4 ∑ f ( xi ) + 2 ∑ f ( xi ) (5.19)
a 3  i =1 i=2 

Gambar 5.7. Metode Simpson dengan banyak pias


Gambar (5.7) memperlihatkan bahwa dalam penggunaan metode Simpson dengan
banyak pias ini jumlah interval adalah genap. Perkiraan kesalahan yang terjadi pada
aturan Simpson untuk banyak pias adalah:
(b − a ) 5
ε a =− f ''''
180 n 4

dengan f ' ' ' ' adalah rerata dari turunan keempat untuk setiap interval.
Algoritma untuk menghitung integral dengan metoda Simpson 1/3 adalah sebagai
berikut:
1. Definisikan fungsi yang akan diintegrasikan
2. Tentukan batas bawah b dan batas atas a integrasi
3. Tentukan jumlah pita (pias) N
(𝑎𝑎+𝑏𝑏)
4. Hitung lebar pita ℎ =
𝑁𝑁
5. Inisialisai jumlahan Jum = f(a) + f(b)
6. Inisialisasi faktor bobot fak = 4
7. Hitung jumlahan dari i = 1 hingga i = N-1
8. Tentukan titik setiap 𝑥𝑥𝑖𝑖 = 𝑎𝑎 + 𝑖𝑖ℎ

110
a. Berikan syarat jika (fak = 4), maka fak=2
b. Hitung nilai integral jum =jum + fak * f (x)
c. Hitung hasil akhir penjumlahan jum
Alagoritma di atas dalam bentuk flowchart dengan sedikit modifakasi dapat dibuat
sebagai berikut:

α β ββ
BEGIN
FLOW CHART UNTUK MENGHITUNG
INTEGRA L
DENGAN METODA SIMPSON
x < x2 yes

no
BACA
x1, x2 s(i) = s(i) + dx/3

i=1 yes
i=0
d = 100

d=s(i) - s(i-1)
i = i +1;
j=0
s(i) = 0
x = x1 tulis tulis
p = 2^(i-1) p,s(i),d p, s(i)
dx = (x2 - x1)/p

abs(d)>e yes
fx
No
β ββ

tulis
s(i)
j=j+1

Catatan:
fx = fungsi sembarangan
ενδ ^ = dibaca pangkat

x=x1 or x=x2

No

x>x1 and x<x2


yes
and j mod 2 = 0

x>x1 and x<x2


yes
and j mod 2 = 1

s(i) = s(i) + 2*fx s(i) = s(i) + 4 * fx s(i) = s(i) + fx

no

x = x + dx

Codding dengan Software Matlab dapat ditulis sebagai berikut:

111
%program integral metoda simpson 1/3
clc
a=input('batas bawah = ');
b=input('batas atas = ');
i=0;
d=100;
e=1e-5;
disp('jumlah segmen(N) lebar segmen(h) luas daerah kesalahan');
while abs(d)>e
i=i+1;
j=0;
s(i)=0;
x=a;
N=2^i;
h=(b-a)/N;
while x<=b
fx=x*x;
j=j+1;
if x==a |x==b
s(i)=s(i)+fx;
else
if (x>a) & (x<b) & rem(j,2)==0
s(i)=s(i)+4*fx;
else
if (x>a) & (x<b) & rem(j,2)==1
s(i)=s(i)+2*fx;
end
end
end
x=x+h;
end
s(i)=s(i)*h/3;
if i==1
fprintf('%8d %22f %18f\n',N,h,s(i));
else
d=s(i)-s(i-1);
fprintf('%8d %22f %18f %16f\n',N,h,s(i),abs(d));
end
end

Contoh soal 4:
4
Hitung I = ∫ e x dx , dengan metode Simpson dengan ∆x = 1.
0

Penyelesaian:
112
Dengan menggunakan persamaan (5.19) maka luas bidang adalah:
1
I = [ e 0 + e 4 + 4(e1 + e3 ) + 2 e 2 ] = 53,863846.
3
Kesalahan terhadap nilai eksak:
53,598150 − 53,863846
εt = ×100 % = 0,5 %.
53,598150

G. Metode Simpson 3/8


Metode Simpson 3/8 diturunkan dengan menggunakan persamaan polinomial
order tiga yang melalui empat titik.
b b
I = ∫ f ( x) dx ≈ ∫ f 3 ( x) dx
a a

Penggunaan cara yang sama pada penurunan aturan Simpson 1/3, akhirnya diperoleh:
3Δ x
I= [ f ( x0 ) + 3 f ( x1 ) + 3 f ( x2 ) + f ( x3 )] (5.20)
8
b−a
dengan: ∆x =
3
Persamaan (5.20) disebut dengan metode Simpson 3/8 karena ∆x dikalikan
dengan 3/8. Metode Simpson 3/8 dapat juga ditulis dalam bentuk:

I = (b − a)
[ f ( x0 ) + 3 f ( x1 ) + 3 f ( x2 ) + f ( x3 ) ] (5.21)
8
Metode Simpson 3/8 mempunyai kesalahan pemotongan sebesar:
3
εt=− Δ x 3 f ' ' ' ' (ξ ) (5.22a)
80
b−a (b − a ) 5
dimana ∆x = , maka: ε t = − f ' ' ' ' (ξ ) (5.22b)
3 6480
Metode Simpson 1/3 biasanya lebih banyak digunakan karena mencapai
ketelitian order tiga dan hanya memerlukan tiga titik, dibandingkan metode Simpson
3/8 yang membutuhkan empat titik. Dalam pemakaian banyak pias, metode Simpson
1/3 hanya berlaku untuk jumlah pias genap. Apabila dikehendaki jumlah pias ganjil,
maka dapat digunakan metode trapesium. Tetapi metode ini tidak begitu baik karena
adanya kesalahan yang cukup besar. Untuk itu kedua metode dapat digabung, yaitu

113
sejumlah genap pias digunakan metode Simpson 1/3 sedang 3 pias sisanya digunakan
metode Simpson 3/8.
Contoh soal 5:
4
Gunakan metoda atau aturan Simpson 3/8 hitung I = ∫ e x dx . Hitung pula
0

integral tersebut dengan menggunakan gabungan dari metode Simpson 1/3 dan 3/8,
apabila digunakan 5 pias dengan ∆x = 0,8.
Penyelesaian:
a) Metode Simpson 3/8 dengan satu pias
Integral dihitung dengan menggunakan persamaan (5.21):

I = (b − a)
[ f ( x0 ) + 3 f ( x1 ) + 3 f ( x2 ) + f ( x3 ) ]
8
(e 0 + 3e1,3333 + 3e 2, 6667 + e 4 )
I = (4 − 0) = 55,07798.
8
Besar kesalahan adalah:
53,598150 − 55,07798
εt = × 100 % = − 2,761 % .
53,59815
b) Apabila digunakan 5 pias, maka data untuk kelima pias tersebut adalah:
f (0) = e0 = 1 f (2,4) = e2,4 = 11,02318.
f (0,8) = e0,8 = 2,22554 f (3,2) = e3,2 = 24,53253.
f (1,6) = e1,6 = 4,9530 f (4) = e4 = 54,59815.
Integral untuk 2 pias pertama dihitung dengan metode Simpson 1/3 (persamaan
5.17):
b−a
Ai = [ f ( a ) + 4 f (c ) + f ( b ) ]
6
1,6
I= (1 + (4 × 2,22554 ) + 4,95303 ) = 3,96138.
6
Tiga pias terakhir digunakan aturan Simpson 3/8:

I = (b − a)
[ f ( x0 ) + 3 f ( x1 ) + 3 f ( x2 ) + f ( x3 ) ]
8
(4,95303 + (3 ×11,02318) + (3 × 24,53253) + 54,59815)
I = 2,4 = 49,86549.
8
114
Integral total adalah jumlah dari kedua hasil diatas:
I = 3,96138 + 49,86549 = 53,826873.
Kesalahan terhadap nilai eksak:
53,598150 − 53,826873
εt= × 100 % = − 0,427 %.
53,59815
H. Integral dengan Metode Gauss Kuadratur
Beberapa rumus di atas didasarkan pada titik data yang berjarak sama. Kita
pada kenyataannya (praktek) sering menjumpai suatu keadaan yang memerlukan
pembagian pias dengan panjang tidak sama, seperti terlihat pada Gambar 5.8. Pada
kurva yang melengkung dengan tajam diperlukan jumlah pias yang lebih banyak
sehingga panjang pias lebih kecil dibanding dengan kurva yang relatif datar.

Gambar 5.8. Integral dengan panjang pias tidak sama


Berdasarkan aturan yang telah dibicarakan di atas, metoda yang dapat digunakan
untuk keadaan ini adalah metode Trapesium dengan banyak pias, dan bentuk
persamaannya adalah:
f ( x1 ) + f ( x0 ) f ( x2 ) + f ( x 1 ) f ( xn ) + f ( xn − 1 )
I = Δ x1 + Δ x2 + ... + Δ xn (7.23)
2 2 2
dengan ∆xi = xi – xi – 1.
Hasil integral pada aturan trapesium dan Simpson diperoleh berdasarkan pada
nilai-nilai di ujung-ujung pita. Seperti pada Gambar 5.9a, hasil integral metode
trapesium sama dengan luasan di bawah garis lurus yang menghubungkan nilai-nilai
dari fungsi pada ujung-ujung interval integrasi. Rumus yang digunakan untuk
menghitung luasan adalah:
f (a) + f (b)
I = (b − a) (5.24)
2

115
dengan a dan b adalah batas integrasi dan (b – a) adalah lebar dari interval integrasi.
Hasil integrasi berdasarkan trapesium memberikan kesalahan cukup besar karena
metode trapesium harus dihitung melalui titik-titik ujung batas integrasi, seperti
terlihat pada Gambar 5.9a.

Gambar 5.9. Bentuk grafik metode trapesium dan Gauss kuadratur


Metode Trapesium dan Simpson digunakan untuk menghitung integral secara
numerik untuk bentuk tabel data atau fungsi yang dibuatkan tabelnya, sedangkan
pada metode Gauss Kuadratur data yang diberikan berupa fungsi. Harga integral
pada metode Gauss kuadratur dihitung berdasarkan luasan di bawah garis lurus yang
menghubungkan dua titik sembarang pada kurva. Kita dapat menetapkan posisi dari
kedua titik tersebut secara bebas. Kita akan bisa menentukan garis lurus yang dapat
menyeimbangkan antara kesalahan positif dan negatif, seperti pada Gambar 5.9b.
Persamaan iterasi integral pada metode trapesium seperti diberikan oleh persamaan
(7.25) dapat ditulis dalam bentuk:
I = c1 f (a ) + c 2 f (b) (5.25)
dengan c adalah konstanta. Persamaan (5.25) di atas akan dicari koefisien c1 dan c2.
Seperti halnya dengan metode trapesium, dalam metode Gauss Kuadratur juga akan
dicari koefisien-koefisien dari persamaan yang berbentuk:
I = c1 f ( x1 ) + c 2 f ( x 2 ) (5.26)
Variabel x1 dan x2 dalam hal ini adalah tidak tetap, dan akan dicari seperti pada
Gambar 5.10. Persamaan (5.26) mengandung 4 bilangan tak diketahui, yaitu c1, c2,
x1, dan x2, sehingga diperlukan 4 persamaan untuk menyelesaikannya. Untuk itu
persamaan (5.26) dianggap harus memenuhi integral dari empat fungsi, yaitu dari
nilai f ( x ) = 1, f ( x ) = x, f ( x ) = x2 dan f ( x ) = x3, sehingga untuk:
1
f ( x) = x 3 : c1 f ( x1 ) + c2 f ( x2 ) = ∫ x 3 dx = 0 = c1 x1 + c2 x2
3 3
(5.27)
−1
116
1
2
f ( x) = x 2 : c1 f ( x1 ) + c2 f ( x2 ) = ∫ x 2 dx = = c1 x1 + c2 x2
2 2
(5.28)
−1 3
1
f ( x) = x : c1 f ( x1 ) + c2 f ( x2 ) = ∫ x dx = 0 = c1 x1 + c2 x2 (5.29)
−1

1
f ( x) = 1 : c1 f ( x1 ) + c2 f ( x2 ) = ∫ 1 dx = 2 = c1 + c2 (5.30)
−1

Sehingga didapat sistem persamaan:


2
c1 x1 + c2 x2 = 0 ; c1 x1 + c2 x2 = ; c1 x1 + c2 x2 = 0 ; c1 + c2 = 2.
3 3 2 2

3
Penyelesaian dari sistem persamaan diatas adalah:
1 1
c1 = c2 = 1; x1 = − = –0,577350269; x2 = = 0,577350269.
3 3
Substitusi dari hasil tersebut ke dalam persamaan (5.26) menghasilkan:
1 1
I = f (− )+ f ( ) (5.31)
3 3

Gambar 5.10. Integrasi Gauss kuadratur


Batas-batas integral dalam persamaan (5.27) hingga persamaan (5.30) adalah –
1 sampai 1, sehingga lebih memudahkan hitungan dan membuat rumus yang didapat
bisa digunakan secara umum. Dengan melakukan transformasi batas-batas integrasi
yang lain dapat diubah ke dalam bentuk tersebut. Untuk itu dianggap terdapat
hubungan antara variabel baru xd dan variabel asli x secara linier dalam bentuk:
x = a0 + a1xd (5.32)
Bila batas bawah adalah x = a, untuk variabel baru batas tersebut adalah xd = –1.
Kedua nilai tersebut disubstitusikan ke dalam persamaan (5.32), sehingga diperoleh:
a = a0 + a1(–1) (5.33)

117
dan batas baru xd = 1, memberikan: b = a0 + a1(1) (5.34)
Persamaan (7.33) dan (7.34) dapat diselesaikan secara simultan dan hasilnya adalah:
b+a b−a
a0 = dan a1 = (5.35) dan (5.36)
2 2
Substitusikan persamaan (5.35) dan (5.36) ke persamaan (5.32) menghasilkan:
(b + a ) + (b − a ) xd
x= (5.37)
2
b−a
Diferensial dari persamaan tersebut menghasilkan: dx = dxd (5.38)
2
Persamaan (5.37) dan persamaan (5.38) dapat disubstitusikan ke dalam
persamaan yang diintegralkan. Bentuk rumus Gauss Kuadratur untuk dua titik dapat
dikembangkan untuk lebih banyak titik, yang secara umum mempunyai bentuk:
I = c1 f (x1) + c2 f (x2) + … + cn f (xn) (5.39)
Nilai c dan x untuk rumus sampai dengan enam titik diberikan dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Nilai c dan x pada rumus Gauss kuadratur
Jumlah
Koefisien c Variabel x
titik
c1 = 1,000000000 x1 = − 0,577350269
2
c2 = 1,000000000 x2 = 0,577350269
c1 = 0,555555556 x1 = − 0,774596669
3 c2 = 0,888888889 x2 = 0,000000000
c3 = 0,555555556 x3 = 0,774596669
c1 = 0,347854845 x1 = − 0,861136312
c2 = 0,652145155 x2 = − 0,339981044
4
c3 = 0,652145155 x3 = 0,339981044
c4 = 0,347854845 x4 = 0,861136312
c1 = 0,236926885 x1 = − 0,906179846
c2 = 0,478628670 x2 = − 0,538469310
5 c3 = 0,568888889 x3 = 0,000000000
c4 = 0,478628670 x4 = 0,538469310
c5 = 0,236926885 x5 = 0,906179846
c1 = 0,171324492 x1 = − 0,932469514
c2 = 0,360761573 x2 = − 0,661209386
6
c3 = 0,467913935 x3 = − 0,238619186
c4 = 0,467913935 x4 = 0,238619186
c5 = 0,360761573 x5 = 0,661209386
c6 = 0,171324492 x6 = 0,932469514

118
Contoh soal 1:
4
Hitung integral I = ∫ e x dx, dengan menggunakan metode Gauss kuadratur.
0

Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan (7.37) untuk a = 0 dan b = 4 didapat:
(b + a ) + (b − a ) xd
x=
2
(4 + 0) + ((4 − 0) xd )
x= = 2 + 2 xd
2
Turunan dari persamaan tersebut adalah:
dx = 2 dxd
Kedua bentuk diatas disubstitusikan ke dalam persamaan asli, sehingga didapat:
4 1
(2+ 2xd )
∫ e dx = ∫ e
x
2 dxd
0 −1

Ruas kanan dari persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung luasan dengan
metode Gauss Kuadratur, dengan memasukkan nilai xd = x1 = –0,577350269 dan
nilai xd = x2 = 0,577350269.
Untuk x1 = –0,577350269 → 2 e[ 2 + ( 2 × ( −0,577350269)) ] = 4,6573501.

Untuk x2 = 0, 577350269 → 2 e[ 2 + ( 2 × 0,577350269 ) ] = 46,8920297.


Luas total seperti diberikan oleh persamaan (7.30):
I = 4,6573501 + 46,8920297 = 51,549380.
Kesalahan:
53,598150 − 51,549380
εt = × 100 % = 3,82 % .
53,598150

Contoh soal 2:
4
Hitung integral I = ∫ e x dx, dengan menggunakan metode Gauss Kuadratur 3 titik.
0

Penyelesaian:
Untuk 3 titik persamaan (5.26) menjadi:
I = c1 f ( x1 ) + c 2 f ( x 2 ) + c3 f ( x3 ) (c1)
119
Seperti terlihat dalam Tabel 7.1, untuk 3 titik, koefisien c dan x adalah:
c1 = 0,555555556. x1 = −0,774596669.
c2 = 0,888888889. x2 = 0,000000000.
c3 = 0,555555556. x3 = 0,774596669.
Dari contoh soal sebelumnya didapat persamaan yang telah dikonversi adalah:
4 1
( 2+ 2xd )
∫ e dx = ∫ e
x
2 dxd
0 −1

Untuk x1 = –0,774596669 → 2 e ( 2 + 2 x1 ) = 3,13915546.


Untuk x2 = 0,000000000 → 2 e ( 2 + 2 x 2 ) = 14,7781122.
Untuk x3 = 0,774596669 → 2 e ( 2 + 2 x 3 ) = 69,5704925.
Persamaan (c1) menjadi:
I = (0,555555556 × 3,13915546) + (0,888888889 × 14,7781122)
+ (0,555555556 × 69,5704925) = 53,5303486.
Kesalahan:
53,598150 − 53,5303486
εt= × 100 % = 0,13 %.
53,598150
I. Metoda Romberg
Metode integrasi Romberg merupakan metoda yang digunakan untuk integrasi
secara numerik pada kasus fungsi yang akan diintegrasikan tersedia. Metoda ini
memiliki keunggulan daam hal menghasilkan nilai dari fungsi yang digunakan untuk
mengembangkan skema yang efisien bagi pengintegrasian secara numerik. Integrasi
Romberg didasarkan pada ekstrapolasi Richardson (Richardson’s extrapolation), yaitu
metode untuk mengkombinasikan dua perkiraan integral secara numerik untuk
memperoleh nilai ketiga, yang lebih akurat. Metoda ini lebih bersifat rekursif dan
dapat digunakan untuk menghasilkan sebuah perkiraan integral dalam batas toleransi
kesalahan (error tolerance) yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Metode ini
digunakan untuk memperbaiki hasil pendekatan integrasi metode trapesium, karena
kesalahan metode trapesium “cukup” besar untuk polinom pangkat tinggi dan fungsi
transeden.
Metode integrasi Romberg bertitik tolak pada perluasan untuk memperoleh nilai
integrasi yang semakin baik. Setiap penggunaan ekstrapolasi Richardson akan
120
menambah orde resolusi error dua pada hasilnya (𝑂𝑂(ℎ2𝑛𝑛 ) menjadi 𝑂𝑂(ℎ2𝑛𝑛+2 ).
Misalnya, jika I(h) dan (2h) dihitung dengan metoda Trapesium berorde error 𝑂𝑂(ℎ2 ),
maka ekstrapolasi Richardson menghasilkan metoda Simpson 1/3 berorde 𝑂𝑂(ℎ4 ).
Seperti halnya algoritma integrasi metoda adaptif, integrasi Romberg adalah
perluasan yang relatif mudah dari keluarga algoritma Newton-Cotes. Keduanya
bekerja dengan menggunakan iterasi yang disempurnakan dari beberapa metode
Newton-Cotes yang mendasarinya untuk memberikan perkiraan nilai integral yang
lebih akurat. Integrasi Romberg tidak menggunakan pendekatan geometri terhadap
integrasi. Metode Romberg tidak mengubah kaidahnya berdasarkan perilaku fungsi
yang akan diintegrasikan. Kita pada metoda Romberg mengeksploitasi perilaku fungsi
trapesium pada bidang batas untuk menghasilkan estimasi integral.
Agar integrasi Romberg dapat dipahami, kita harus mulai dengan
implementasikan teknik rekursif dari metoda/aturan trapesium. Jika kita mulai dengan
suatu fungsi, T(f,m) di mana T adalah fungsi trapesium, f adalah fungsi yang akan
diintegrasikan, dan m adalah jumlah pias untuk diintegrasi, maka menggunakan aturan
Simpson kita menulis persamaan:
𝑚𝑚
4𝑇𝑇(𝑓𝑓, 𝑚𝑚) − 𝑇𝑇(𝑓𝑓, 2 )
𝑆𝑆(𝑓𝑓, 𝑚𝑚) =
3
Kemudian, jika didefinisikan 𝑇𝑇(𝑓𝑓, 0) = (𝑏𝑏 − 𝑎𝑎)�𝑓𝑓(𝑏𝑏) + 𝑓𝑓(𝑎𝑎)� = 2 sebagai ketentuan
fungsi rekursif dan merupakan nilai perkiraan dari fungsi yang diintegral. Jadi, secara
umum persamaan iterasi metoda Romberg dapat ditulis menjadi:
4𝑘𝑘−1 𝐼𝐼𝑗𝑗,𝑘𝑘−1 − 𝐼𝐼𝑗𝑗−1,𝑘𝑘−1
𝐼𝐼𝑗𝑗,𝑘𝑘 =
4𝑘𝑘 − 1
dengan I0,0 merupakan aturan trapesium satu pias dan Ij,0 aturan trapesium dengan pias

2𝑗𝑗−1 . Kemudian dengan menggunakan fungsi dasar ini, Ij,k dapat ditemukan secara
iteratif sebagai matriks segitiga-bawah di mana masing-masing nilai di kolom yang
bukan paling kiri adalah fungsi dari nilai di sebelah kiri dan entri di atasnya. Ingat disini
bahwa pada batas ketika k mendekati tak terhingga, nilai Ij,k mendekati nilai eksak,

sedangkan untuk nilai yang lebih kecil dari k, integral Romberg masih hanya perkiraan,
meskipun hasil yang diperoleh sangat bagus.

121
Algoritma Metode Integrasi Romberg adlah sebagai berikut:
1. Tentukan fungsi f(x) dan selang integrasinya [a,b]
2. Tentukan jumlah subinterval m
3. Bentuk matrik kuadrat R dengan ukuran m x m yang akan menampung hasil
perhitungan.
4. Untuk R1,1 hitung integral fungsi menggunakan metode trapesium dengan
m=1
5. Untuk j = 2,…,m dan k=1, hitung integral dengan jumlah grid 𝑚𝑚 = 2𝑗𝑗−1
6. Untuk j=2,…,m dan k=2,…,m hitung nilai perbaikan nilai integrasi
menggunakan persamaan iterasi Romberg
7. Solusi integrasi diperoleh pada Rm,m

Berdasarkan algoritma tersebut, kita akan menyusun suatu fungsi pada R untuk
melakukan proses perhitungan secara komputasi integrasi dengan metode Romberg.
Fungsi untuk menghitung integrasi dengan metoda Romberg adalah sebagai berikut:
clear all;
clc;
n=input('masukkan jumlah iterasi =');
x1=input('masukkan nilai batas bawah x =');
x2=input('masukkan nilai batas atas x =');
disp(' hasil integrasi ');
R=zeros(n,n);
h=x2-x1;
fx1 = x1^2;
fx2 = x2^2;
R(1,1)=h/2*(fx1+fx2);
jum=0;
for i=2:n
p1=2^(i-1);
p2=2^(i-2);
for j=1:p2
s=(2*j-1);
u= x1+s*h/(p1);
fu=u^2; %sesuaikan dengan fungsi
jum = jum+fu;
end
R(i,1)=(R(i-1,1)/2)+h/(p1)*jum ;
jum=0;
for k=2:i
R(i,k)=(((4^(k-1))*R(i,k-1))-R(i-1,k-1))/((4^(k-1))-1);
end
end
R
disp(['hasil integrasi pertama terhadap x yaitu ',num2str(R(n,n))]);

122
J. Integral Lipat Numerik
Integrasi numerik merupakan suatu alat utama yang digunakan untuk
mendapatkan nilai hampiran suatu integral tentu yang tidak dapat diselesaikan secara
analitik. Nilai integral didapatkan melalui hampiran integral tentu, digunakan banyak
metode, salah satu metode yang dapat digunakan adalah metoda trapesium rekursif.
Metoda ini digunakan pada saat perhitungan di kolom pertama. Perhitugan integral
dalam bidang sains dan teknik sering muncul dalam bentuk integral ganda dua (atau
lipat dua) atau integral ganda tiga (lipat tiga). Integral lipat dapat dianggap sebagai
integral pengulangan yang mana dalam bentuk matematis dapat ditulis sebagai :

𝑑𝑑𝑑𝑑)
dimana 𝑔𝑔(𝑥𝑥) = ∫𝑐𝑐(𝑥𝑥) 𝑓𝑓(𝑥𝑥, 𝑦𝑦)𝑑𝑑𝑑𝑑

Tafsiran geometri dari integral ganda adalah menghitung volume ruang di


bawah permukaan kurva f(x,y) yang alasnya adalah berupa bidang yang dibatasi
oleh garis-garis x = a, x = b, y = c, dan y = d. Volume benda berdimensi tiga adalah
V = luas alas × tinggi.
Kaidah-kaidah integrasi numerik yang telah kita bahas dapat dipakai untuk
menghitung integral ganda. Jika pada fungsi dengan satu peubah, y = f(x), luas
daerah dihampiri dengan pias-pias yang berbentuk segiempat atau trapesium, maka
pada fungsi dengan dua peubah, z = f(x, y), volume ruang dihampiri dengan balok-
balok yang berbentuk segiempat atau trapesium. Solusi integral lipat dua diperoleh
dengan melakukan integrasi dua kali, pertama dalam arah x (dalam hal ini nilai,
nilai y tetap), selanjutnya dalam arah y (dalam hal ini, nilai x tetap), atau
sebaliknya. Integrasi dalam arah x berarti kita menghitung luas alas benda,
sedangkan integrasi dalam arah y berarti kita mengalikan alas dengan tinggi untuk
memperoleh volume benda. Misalkan integrasi dalam arah x dihitung dengan
kaidah trapesium, dan integrasi dalam arah y dihitung dengan kaidah Simpson 1/3.
Sekarang kita dapat menghitung I menggunakan formulasi integrasi numeric,
umpamanya aturan Simpson dapat ditulis menjadi

123
atau secara umum dapat ditulis sebagai berikut

Umpamakan suatu bidang dibatasi: y = d(x) dan y = c(x)

y = d(x) j=4
j=3

j=2
j =1
y = c(x) j =0

x= a x= b
Gambar 5.11 Grid integrasi dua dimensi

124
Volume benda yang ditutupi oleh bidang di atas dapat dihitung dengan
mengunakan integral bidang (integral lipat dua) atau dapat ditulis dengan

d ( x )
b

I = ∫  ∫ f ( x, y )dy dx
a  c( x) 
Untuk menyelesaikan integral di atas secara numerik dapat digunakan metoda
trapesiun yaitu:
d ( x) d(x )

Misal G ( x) = ∫ f ( xy)dy
c( x)
, G ( xi ) = ∫ f ( x , y)dy
c ( xi )
i

dengan menggunakan formulasi trapesium


b
I = ∫ G ( x)dx
a

= [ f 0 + 2( f1 + f 2 ............................. + f n −1 ) + f n ]
h
2
h d ( x ) d ( x1 ) d ( x2 ) d ( xn )

= x  ∫ f ( x0 , y )dy + 2 ∫ f ( x1 , y )dy + 2 ∫ f ( x2 , y )dy + ............................. + ∫ f ( xn , y )dy 
2  c ( x0 ) c ( x1) c ( x2 ) c ( xn ) 

I = [ y0 + 2( y1 + y2 ............................. + yn −1 ) + yn ]
h
2

Persamaan dapat ditulis lebih mudah :

I = x [G ( x0 ) + 2(G ( x1 ) + G ( x2 ) ) + ................................. + G ( xn −1 ) + G ( xn )]
h
2
hy = (d ( xi ) − c( xi ) )
i
N
Nilai untuk titik celah y dilambangkan dengan Yi,0, Yi,1, ……………………Yi,N.
Metoda integral trapesoida menjadi
d (x )

G( x i ) = ∫ f ( x , y)dy
i
c( x i )

=
hy
[ f (x , y
i i ,0 ) + 2[ f (xi , yi ,1 ) + f (xi , yi , 2 )....................... f (xi , yi , N −1 )] + f (xi , yi , N )]
2

I ≅
hx
[G ( xo ) + 2G ( x1 ) + 2G ( x2 ) + ........G ( x N )]
2

125
d ( xi )
dimana : G ( x ) =
i ∫ f ( xi , y )dy
c ( xi )

dengan h = 1 [d ( x ) − c( x )] dan h = (b − a ) .
y i i x
N N

Contoh soal 1
Umpamakan kita diberikan tabel f(x,y) parameter Fisika sebagai berikut

0.6 3.0
Hitungah integral : 𝐼𝐼 = ∫0.2 ∫1.5 𝑓𝑓(𝑥𝑥, 𝑦𝑦)𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 berdasarkan data pada tebel di atas.
Untuk sebagai latihan gunakan metoda Trapesium untuk menghitung integrasi variabel
x (sumbu-x) dan metoda Simpson 1/3 untuk integrasi terhadap variabel y (sumbu-y).
Penyelesaian:
Integrasi terhadap variabel x (dalam arah sumbu-x) kita ambil y tetap, sehingga bentuk
integrasi menjadi:

126
Integrasi terhadap variabel y (dalam arah sumbu-y) kita ambil x tetap, namun
harga telah kita bagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan lebar pita yang kita
pilih, sehingga bentuk integrasi menjadi:

0.6 3.0
Jadi hasil 𝐼𝐼 = ∫0.2 ∫1.5 𝑓𝑓(𝑥𝑥, 𝑦𝑦)𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 ≈ 2.6446
Cara perhitugan integral lipat dua di atas dapat kita generalisasikan dalam bentuk
umum untuk integral lipat tiga.
3 1 𝑦𝑦 3
Coding untuk menghitung nilai integral 𝐼𝐼 = ∫0 ∫0 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 adalah
1+𝑥𝑥

sebagai berikut:
clear all;
clc;
f=inline('(y^3)/(x+1)','x','y');
n=input('masukkan jumlah iterasi =');
x1=input('masukkan nilai batas bawah x =');
x2=input('masukkan nilai batas atas x =');
y1=input('masukkan nilai batas bawah y =');
y2=input('masukkan nilai batas atas y =');
disp(' integrasi terhadap x');
R=zeros(n,n);
h=x2-x1;
R(1,1)=h/2*((1/(1+x1))+ (1/(1+x2)));
jum=0;
for i=2:n
for j=1:2^(i-2)
s=(2*j-1);
u= x1+s*h/(2^(i-1));
su=1/(u+1);
jum = jum+su;
end
R(i,1)=(R(i-1,1)/2)+h/(2^(i-1))*jum ;
jum=0;

127
for k=2:i
R(i,k)=(((4^(k-1))*R(i,k-1))-R(i-1,k-1))/((4^(k-1))-1);
end
end
R
disp(['hasil integrasi pertama terhadap x yaitu ',num2str(R(n,n)),'y^3']);
disp(' integrasi terhadap y');
intx=R(n,n);
R=zeros(n,n);
h=y2-y1;
R(1,1)=h/2*(intx*((y1)^3))+ intx*((y2)^3);
jum=0;
for i=2:n
for j=1:2^(i-2)
s=(2*j-1);
u= y1+s*h/(2^(i-1));
su=intx*(u^3);
jum = jum+su;
end
R(i,1)=(R(i-1,1)/2)+h/(2^(i-1))*jum ;
jum=0;
for k=2:i
R(i,k)=(((4^(k-1))*R(i,k-1))-R(i-1,k-1))/((4^(k-1))-1);
end
end
R
disp(['hasil integrasi kedua terhadap y yaitu ', num2str(R(n,n))])

K. Beberapa Penerapan Integrasi Numerik


Sebagaimana telah kita jelaskan sebelum ini, integral banyak digunakan untuk
menghitung luas daerah yag dibatasi oleh fungsi-fungsi tertentu. Pengertian ini dapat
kita mengembangkan dan menggunakannya lebih jauh untuk menghitung luas kulit
dan menghitung volume dari fungsi yang diputar (volume benda putar). Selain itu
integral itu sendiri merupakan rumusan dasar yang sering kita temui dalam model
matematika parameter Fisika, seperti pada Mekanika, Gelombang, Listrik dan Magnet,
bahkan kajian Fisika mikroskopik. Metoda integrasi banyak juga kita dalam
pengolahan data citra, seperti pengolahan sinyal digital, proses integrasi kita temui
untuk menghitung konvolusi dan filtering sebagai berikut:
𝑇𝑇
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐(ℎ, 𝑥𝑥) = ∫0 ℎ(𝑡𝑡)𝑥𝑥(𝑇𝑇 − 𝑡𝑡)𝑑𝑑𝑑𝑑

a. Menghitung Luas Daerah Berdasarkan Gambar


Umpamakan kita mempunyai peta daerah seperti gambar berikut.
128
Gambar 5.12. Grid bidang dengan batas tidak beraturan
Peta pada Gambar (5.12) menunjukan batas daerah yang tidak beraturan, untuk
menghitung luas daerah keseluruhan (integral) perlu menandai atau membuat garis
grid pada setiap segmen dengan lebar h yang dinyatakan dengan kotak. Jika satu
kotak mewakili 1 mm, berdasarkan skala yang diberikan, maka berarti panjangnya
adalah 100.000 mm sama dengan 100 m. Gambar (5.12) di atas memperlihatkan, sisi
kiri kita tandai dengan grid ke-0 dan sisi paling kanan ditandai dengan grid ke-n (pada
gambar ini n = 22). Jadi, tinggi pada setiap dapat dihitung seperti pada tabel berukut:
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
y(n) 0 1 3.5 4.5 5.5 7 6.5 6 6.5 6 6.5 6 5 4 3 0

Luas daerah pada peta di atas dengan menggunakan data pada tabel dapat
dihitung dengan 3 (tiga) cara yaitu metoda integrasi Reimann, metoda intagrasi
Trapesium dan Metoda Simpson.

b. Menghitung Luas dan Volume Benda Putar

Luas dan volume benda putar yang terbentuk oleh fungsi y = f(x) dapat kita
hitung dengan menggunakan persamaan :

129
Gambar 5.13. Bangun terbentuk akibat fungsi diputar dan gridnya
Ruang benda putar dapat dibedakan menjadi 4 bagian seperti terlihat pada Gambar
(5.13), dimana bagian I dan II merupakan bangun selinder yang tidak perlu dihitung
dengan membagi-bagi lagi ruangnya. Bagian III dan IV bangun dengan batas tidak
berupa garis lurus dan tentu perlu dihitungkan kembali
Bagian I : 𝐿𝐿𝐼𝐼 = 2𝜋𝜋(4)(7) = 56𝜋𝜋
𝑉𝑉𝐼𝐼 = 𝜋𝜋 72 4 = 196𝜋𝜋
Bagian III : 𝐿𝐿𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 2𝜋𝜋(4)(7) = 56𝜋𝜋
𝑉𝑉𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝜋𝜋 122 12 = 1.728 𝜋𝜋
Sementara untuk menghitung bagian II dan IV diperlukan pembagian area, umpanya
kita ambil h = 1, sehingga diperoleh hasil seperti pada tabel berikut:
n 0 1 2 3 4 5
Y(n) 7 10 11 11 11.5 12

Pada bagian II dan IV : 𝐿𝐿𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐿𝐿𝐼𝐼𝐼𝐼 dan 𝑉𝑉𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝑉𝑉𝐼𝐼𝐼𝐼 . Luasnya dapat dihitung dengan
menggunakan rumusan metoda Trapesium, sehingga dapat diperoleh:

130
Jadi luas permukaan botol adalah 560𝜋𝜋
dan volume botol dapat yang diperoleh adalah
𝑉𝑉 = 𝑉𝑉𝐼𝐼 + 𝑉𝑉𝐼𝐼𝐼𝐼 + 𝑉𝑉𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 + 𝑉𝑉𝐼𝐼𝐼𝐼
= 196196𝜋𝜋 + 1187.5𝜋𝜋 + 1728𝜋𝜋 + 1187.5𝜋𝜋 = 4299𝜋𝜋
Jadi volume botol adalah 4299𝜋𝜋

c. Menghitung Jarak Tempuh Penerjun Payung

Seorang pada saat keluar dari pesawat terbang akan melakukan terjun payung
kepada bekerja gaya gravitasi yang menyebabkan penerjun payung bergerak ke bawah.
Gaya menyebabkan penerjun bergerak ke bawah menuju permukaan bumi. Ketika
penerjun membuka parasut kepadanya bekerja gaya gesek parasut dan udara. Gaya
gesek berlawanan arah dengan gerakan akibat gaya gravitasi yang dimanfaatkan
penerjun untuk memperlambat jatuhnya ke permukaan Bumi sehingga bisa mendarat
dengan selamat dan pada titik yang ditentukan. Konstruksi model matematika pada
penerjun payung yang akan dibangun adalah saat mulai membuka parasut hingga
mendarat pada target. Pada saat penerjun mulai meloncat dari pesawat maka hukum
II Newton dapat diterapkan dan dalam hal ini penerjun diasumsikan melakukan
gerak jatuh bebas. Selama di udara penerjun melakukan gerak translasi sampai
pada posisi siap membuka parasut. Selanjutnya gaya total dapat dinyatakan dalam
suatu variabel dan parameter yang terukur. Sedangkan gaya total itu sendiri
merupakan penjumlahan dari gaya tarik ke bawah (FD) dan gaya tarik ke atas (FU).

� 𝐹𝐹 = 𝐹𝐹𝑔𝑔 − 𝐹𝐹𝑑𝑑 = 𝑚𝑚. 𝑎𝑎

dimana 𝐹𝐹𝑔𝑔 merupakan gaya gravitasi dari penerjun payung yang arahnya selalu
menuju pusat bumi sedangkan 𝐹𝐹𝑑𝑑 adalah gaya hambat udara yang arahnya selalu

131
berlawanan dengan pergerakan penerjun payung. 𝑚𝑚 adalah massa keseluruhan
yaitu massa penerjun ditambah dengan massa peralatan yang dibawah oleh
penerjun (termasuk parasut). Percepatan merupakan hasil turunan pertama
𝑑𝑑𝑑𝑑
kecepatan terhadap waktu, sehingga dapat ditulis dengan 𝐹𝐹𝑔𝑔 − 𝐹𝐹𝑑𝑑 = 𝑚𝑚 𝑑𝑑𝑑𝑑
, dimana

𝐹𝐹𝑔𝑔 = 𝑚𝑚𝑚𝑚 dan 𝐹𝐹𝑑𝑑 = 𝑐𝑐𝑐𝑐, sehingga persamaan ditulis menjadi


𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑚𝑚𝑚𝑚−𝑐𝑐𝑐𝑐
𝑑𝑑𝑑𝑑
= 𝑚𝑚
……………………………………. (5.40)

Persamaan (5.40) adalah model yang berhubungan antara percepatan benda


jatuh dengan gaya yang bekerja padanya. Persamaan (5.40) diperoleh penyelesain
dengan metode turunan atau diferensial (dv/dt). Berdasarkan persamaan ini dapat
diperoleh
𝑐𝑐 𝑡𝑡
𝑔𝑔𝑔𝑔
𝑣𝑣(𝑡𝑡) = 𝑐𝑐
�1 − 𝑒𝑒 −� 𝑚𝑚 � � (5.41 )

Jarak yang ditempuh penerjun setelah terjun selama (t) detik dapat dihitung dengan
persamaan
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑣𝑣(𝑡𝑡) =
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑐𝑐 𝑡𝑡
𝑡𝑡 𝑡𝑡 𝑔𝑔𝑔𝑔
𝑥𝑥 = ∫0 𝑣𝑣(𝑡𝑡)𝑑𝑑𝑑𝑑 = ∫0 𝑐𝑐
�1 − 𝑒𝑒 −� 𝑚𝑚 � � 𝑑𝑑𝑑𝑑 (5.42)

d. Menghitung Fluks Magnetik


Kawat lurus yang dialiri arus listrik pada arah tertentu akan timbul medan
magnet dengan arah tertentu. Jika dalam suatu ruang terdapat medan magnet,
jumlah garis gaya yang menembus permukaan dengan luas tertentu bisa berbeda-
beda, tergantung pada kuat arus dan sudut antara kawat berarus dengan vektor
permukaan. Fluks magnetik mengukur jumlah garis gaya yang menembus suatu
permukaan. Fluks magnetik didefinisikan sebagai berikut:

𝐵𝐵. ����⃗
𝜙𝜙 = � ���⃗ 𝑑𝑑𝑑𝑑

dimana B induksi magnetik (Wb/m2), da adalah elemen luas bidang yang


terbentuk (m2) serta Φ merupakan fluks magnetik (Wb) yang dihasilkan, seperti
terlihat pada

132
Gambar 5.14: Fluks magnetik menyatakan jumlah garis gaya yang menembus
permukaan dalam arah tegak

Gambar 5.15. Konduktor berbentuk persegipanjang dekat kawat berarus

Umpamakan kawat sangat penjang dialiri arus 10 ampere. Kita dapat menghitung
besar fluks magnet yang menembus suatu persegipanjang yang sisi panjangnya
sejajar dan sisi pendeknya tegak lurus terhadap kawat yang dialiri arus listrik Jika
diketahui panjang persegipanjang 20 cm, lebarnya 9 cm. Jarak salah satu sisi
panjang persegipanjang ke kawat 1 cm, µ0 = 4π x 10-7 weber.Amp-1m-1. Fluks yang
melalui elemen persegipanjang adalah dΦ = B .dA = Bldr . Menurut hukum Ampere,
induksi magnetik pada jarak r dari suatu kawat panjang yang dialiri arus listrik i
adalah
µ0i
B= . (5.43)
2πr
sehingga kita dapat dapatkan fluk magetik yang menembus persegi panjang adalah
𝜇𝜇 𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑Φ = 2𝜋𝜋0 𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑟𝑟
(5.44)

dengan memasukan semua besar yang diketahui integal ini dapat dihitung, dimana
bentuk dapat dapat ditulis menjadi
0.1
−7
𝑑𝑑𝑑𝑑
Φ = 4 𝑥𝑥 10 �
0.01 𝑟𝑟

133
Misalkan, sebuah lingkaran dengan jari-jari R di letakkan berdekatan dengan
kawat panjang yang di aliri arus listrik i. Jarak antara kawat dan lingkaran adalah H.
Kita dapat menentukan fluks magnetik pada lingkaran yang berada dekat dengan
kawat yang dialiri arus listrik tersebut. Ilustrasi kasus ini pada Gambar 5.16

Gambar 5.16. Fluks Magnetik pada luasanberbentuk lingkaran

Fluks magnetik yang menembus area permukaan benda yang berbentuk lingkaran
dapat kita selesaikan menggunakan persamaan dasar untuk menghitung fluks
magnetik dan analisa integral matematis menggunakan sistem koordibat polar.
Berdasarkan Gambar 5.16, terlihat bahwa 𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑟𝑟. 𝑑𝑑𝑑𝑑. 𝑑𝑑𝑑𝑑 dan berdasarkan
Persamaan (5.44) kita bisa tuliskan
µ 0i
B= . (5.45)
2πy

dimana y = H + h dan ℎ = 𝑅𝑅 − √𝑟𝑟 2 − 𝑥𝑥 2 dan 𝑥𝑥 = 𝑟𝑟 sin 𝜃𝜃. Apabila persamaan ini


disubsitusikan diperoleh
𝑦𝑦 = 𝐻𝐻 + 𝑅𝑅 − √𝑟𝑟 2 − 𝑥𝑥 2 = 𝐻𝐻 + 𝑅𝑅 − √𝑟𝑟 2 − 𝑟𝑟 2 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠2 𝜃𝜃 = 𝐻𝐻 + 𝑅𝑅 − 𝑟𝑟 cos 𝜃𝜃 (5.46)
Sehingga fluks magnetik yang menembus area lingkaran dengan mensubsitusikan
Persamaan (5.46) ke Persamaan (5.44) diperoleh:
𝑅𝑅
𝜇𝜇𝑜𝑜 𝑖𝑖 2𝜋𝜋 𝑟𝑟
Φ= ∫ ∫
2𝜋𝜋 𝑟𝑟=0 𝜃𝜃=0 (𝐻𝐻+𝑅𝑅−𝑟𝑟 cos 𝜃𝜃)
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑 (5.47)

e. Radiasi Benda-Hitam

Radiasi benda-hitam merupakan salah satu jenis radiasi elektromagnetik


termal yang terjadi di dalam atau di sekitar benda dalam keadaan kesetimbangan
termodinamika dengan lingkungannya atau ketika benda hitam dalam proses
pelepasan energi. Benda hitam sempurna adalah benda yang buram menyerap semua
energi yang sampai padanya atau tidak terjadi memantulkan energi (cahaya). Radiasi
134
benda hitam memiliki spektrum dan intensitas spesifik bergantung hanya benda
temperatur benda. Radiasi panas yang dilepaskan spontan oleh banyak benda dapat
diperkirakan sebagai radiasi benda hitam. Kawasan yang terinsolasi sempurna pada
kesetimbangan termal secara internal mengandung radiasi benda-hitam. Jika pada
diinding isolasi diberi lubang kecil, maka energi akan terlepas melalui lubang
tersebut namun tidak akan berpengaruh terhadap kesetimbangan. Jika benda
dipanaskan, maka benda tersebut akan memancarkan radiasi gelombang
elektromagnetik. Benda tersebut pada saat mencapai suhu tertentu akan terlihat
menyala (berarti gelombang radiasi yang dipancarkan oleh benda hitam berada pada
frekuensi cahaya tampak).
Planck dapat menjelaskan bahwa rapat spektrum radiasi elektromagnetik
yang dilepas benda hitam dalam kesetimbangan termal pada temperatur T. Radiansi
spektrum suatu benda, Bν, menjelaskan seberapa banyak energi yang dilepas sebagai
radiasi pada beberapa frekuensi. Radiasi diukur dalam daya yang dilepas per satuan
luas benda, per satuan solid angle dimana radiasi diukur, per satuan frekuensi. Planck
menunjukkan bahwa radiansi spektral benda pada temperatur absolut T dirumuskan
dengan
𝐴𝐴1 𝑑𝑑𝑑𝑑 ℎ𝑐𝑐
𝐸𝐸 𝑑𝑑𝑑𝑑 = dengan 𝐴𝐴1 = 2𝜋𝜋𝑐𝑐 2 ℎ dan 𝐴𝐴2 = h
𝜆𝜆5 𝐴𝐴2 𝑘𝑘
𝑒𝑒 𝜆𝜆𝜆𝜆 −1
𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒
dimana e dλ satuan �𝑐𝑐𝑐𝑐2 𝑑𝑑𝑑𝑑� adalah energi radiasi dengan interval panjang gelombang

dλ, λ adalah panjang gelombang dalam cm, h adalah konstanta Planck (6.6256x10-27 erg
det), c adalah kecepatan cahaya (2.99792x1010 cm/det), k adalah kontanta Boltzman
(1.3805x10-16 erg/°K). dan T adalah temperatur absolut dalam °K

Gambar 5.17. Hubungan panjang gelombang spektrum radiasi

135
Hukum Planck juga dapat dinyatakan dalam istilah lainnya, seperti jumlah
foton yang dilepas pada panjang gelombang tertentu, atau rapat energi dalam
volume radiasi. Satuan SI dari Bν adalah Wsr−1m−2Hz−1, sedangkan satuan Bλ adalah
Wsr−1m−3. Pada frekuensi rendah (panjang gelombang panjang), hukum Planck
cenderung ke Hukum Rayleigh–Jeans, sedangkan pada batasan frekuensi tinggi
(panjang gelombang pendek), lebih cenderung ke perkiraan Wien.

L. Kesimpulan
Integrasi numerik mengambil peranan penting dalam masalah sains dan teknik.
Hal ini menginat di dalam bidang sains sering ditemukan ungkapan-ungkapam integral
matematis yang tidak mudah atau bahkan tidak dapat diselesaikan secara analitis.
Metode integral numerik merupakan integral tertentu yang didasarkan pada hitungan
pendekatan. Integrasi numerik digunakan untuk menyelesaikan perhitungan pada
integral tentu. Pendekatan pada integrasi numerik ada dua yaitu metode pias/pita dan
polinom interpolasi. Pendekatan dengan metode pias akan membagi daerah integrasi
menjadi sejumlah pias yang memiliki bentuk segiempat. Luas daerah integrasi
dihampiri dengan luas seluruh pias, yang dihitung dengan aturan tertentu. Beberapa
aturan pada metode pias adalah aturan segiempat, aturan trapesium, dan aturan titik
tengah.
Pendekatan dengan polinom interpolasi akan menghampiri fungsi integrand f(x)
dengan polinom interpolasi pn(x). Integrasi dilakukan terhadap polinom interpolasi
pn(x) karena suku-suku polinom lebih mudah diintegralkan daripada fungsi integrand
f(x). Rumus integrasi numerik yang diturunkan dengan pendekatan ini digolongkan ke
dalam metode Newton-Cotes. Beberapa aturan integrasi yang diturunkan dari metode
Newton-Cotes adalah metoda Trapesium, metoda Simpson 1/3 dan metoda Simpson
3/8
Terdapat dua pendekatan lagi pada integrasi numerik. Namun, dua pendekatan
ini tidak lazim jika dibandingkan dengan dua metode yang sudah dijelaskan.
Pendekatan yang pertama adalah penggunaan ekstrapolasi pada integrasi. Nilai
integrasi akan semakin mendekati nilai integrasi sejati jika jarak antara titik data, h,
semakin kecil. Pada integrasi numerik, ekstrapolasi pada h mendekati 0 (h ≈ 0) akan
136
membantu untuk memperoleh nilai integrasi yang lebih baik. Dua macam metode
ekstrapolasi yang digunakan adalah ekstrapolasi Richardson dan ekstrapolasi Aitken.
Ekstrapolasi Richardson yang diterapkan secara terus menerus disebut sebagai metode
Romberg.
M. Latihan
1. Tabel berikut menunjukkan perubahan posisi sudut (radian) sebuah pertikel yang
bergerak melingkar pada interval waktu t (detik)
θ 0.042 0.104 0.168 0.242 0.327 0.408 0.489
t 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12
Tentukan kecepatan sudut partikel pada saat 0.02 detik dan 0.10 detik
4
2. Gunakan aturan trapezoida untuk menghitung ∫2 𝑓𝑓(𝑥𝑥)𝑑𝑑𝑑𝑑 yang nilai fungsinya
diberikan dalam tabel berikut dan hitung juga kesalahannya

x f(x)
2,0 1,7321
2,4 1,8708
3,0 2,0000
3,4 2,1213
4,0 2,2361

3. Sebuah objek dibatasi oleh sumbu x, garis x, garis x, dan kurva yang melalui titik-
titik pada daftar berikut diputar mengelilingi sumbu .
x 0,0 0,24 0.40 0.74 1.00
𝑦𝑦 2 1.0000 0,9792 0,9194 0,8261 0,7081
Estimasilah volume benda yang terjadi, dan hitunglah teliti sampai tiga decimal
4. Sebuah pondasi gedung dibentang sepanjang sumbu x, garis x = 0, garis x =1 .
Bentangan pondasi yang melalui titik-titik pada tabel berikut diputar mengelilingi
sumbu-x.
x 0,0 0,24 0.40 0.74 1.00
y 1.0000 0,9896 0,9489 0,9089 0,8414
Estimasilah volume yang terjadi, dan hitunglah teliti sampai tiga decimal

1
1
5. Hitunglah integral I = ∫ dx dengan ketelitian sampai dengan tiga tempat
0
1+ x

desimal. Dengan menggunakan metode trapezoida, metode Simpson dan metode

137
Romberg, dengan h = 0.125, h = 0.25 dan h = 0.5. Kemudian bandingkan hasil
perhitungan dari ketiga metoda tersebut
3
1
6. Evaluasi I = ∫ dx dengan menggunakan metode Simpson dengan membagi daerah
1
x
menjadi 4 pias, kemudian tentukan kekeliruannya, apabila dibandingkan dengan
integrasi langsung. Lakukan cara yang sama dengan menambahkan menjadi 8
1
1
7. Hitunglah nilai dari I = ∫ dx dengan.
0
1 + x 2

8. Sebuah balok berada di atas meja yang licin diikatkan pada pegas horizontal yang
mengikuti hukum Hook bekerja gaya F= -kx, dengan x diukur dari posisi seimbang
balok dan konstanta gaya pegas k = 400 N/m. Bila pegas ditekan 5 cm, hitunglah
usaha yang dilakukan pegas, menggunakan aturan Trapezoida dan metode Romberg
untuk h = 0.125, h = 0.25 dan h = 0.5. Kemudian bandingkan hasil perhitungan Sdr.
Kedua metoda tersebut, beri komentar Sdr
Tentukanlah medan magnetik di pusat sebuah solenoid yang panjangnya 20 cm,
jari-jari r = 1,4 cm dengan jumlah lilitan 600 serta arus mengalir sebesar 4 ampere,
dengan metoda Simpson 3/8

9. Hitunglah integral berikut secara dengan menggunakan numerik

10. Tentukan momen inersia suatu batang homogen (kerapatan ρ), terhadap poros
yang melalui salah satu ujungnya.
11. Hitung momen inersia suatu empat persegi panjang dengan lebar b dan tinggi h,
a. terhadap suatu poros yang berimpit dengan garis alas
b. terhadap suatu poros melalui titik berat, yang sejajar dengan garis alas.

12. Hitung momen inersia Ix dari benda yang dipotong dari bola x2 + y2 + z2 = a2 oleh
silinder x2 + y2 = a2
13. Nilai efektif dari arus listrik bolak balik mempunyai rumus :
T

∫i
1
I RMS = 2
(t )dt
T
0

138
Untuk T adalah periode, yaitu waktu untuk suatu gelombang, i(t) adalah arus fungsi
waktu. Hitunglah arus RMS dari bentuk gelombang dalam gambar di bawah ini
menggunakan :
(a) kaidah trapesium
(b) kaidah 1/3 Simpson
(c) metode Romberg
(d) kuadratur Gauss orde 3 dan 4 untuk T = 1 detik. Bandingkan hasilnya dengan
perhitungan analitik.
1 1

∫∫x
3
14. Hitung nilai integral ydydx
0 0

Metode yang digunakan:


a. Kiadah Trapesium dalam kedua arah
b. Kaidah Simpson 1/3 dalam kedua arah
c. Kaidah Gauss-Legendre 2-titik dalam kedua arah

15. Suatu kawat yang sangat panjang dialiri arus listrik 40 ampere.
Hitunglah besar fluks magnet yang menembus suatu persegipanjang yang sisi
panjangnya sejajar dan sisi pendeknya tegak lurus terhadap kawat tadi. Diketahui
panjang persegipanjang 40 cm, lebarnya 10 cm. Jarak salah satu sisi panjang
persegipanjang ke kawat 2 cm, µ0 = 4π x 10-7 weber.Amp-1m-1. Fluks yang
µ0i
melalui elemen persegipanjang adalah dΦ = B .dA = Bldr dan B = . Ambil
2πr
lebar pita integrasi 2 cm.

16. Hitunglah dengan menggunakan aturan Simpson 1/3 integral berikut:


2 ex
I =∫ ∫ (sin( x + y ))dydx ,
0 cos( x )

17. Suatu benda hitam meradiasikan energi berdasarkan rumus Planck berikut:

2πhc 2 dλ erg
e dλ =
λ [exp(hc / kλT ) − 1] cm 2 det
5

dimana e dλ adalah energi radiasi dengan interval panjang gelombang dλ, λ adalah
panjang gelombang dalam cm, h adalah konstanta Planck (6.6256x10-27 erg det), c
adalah kecepatan cahaya (2.99792x1010 cm/det), k adalah kontanta Boltzman

139
(1.3805x10-16 erg/°K), dan T adalah temperatur absolut dalam °K. Hitung besar
energi yang dikeluarkan pada setiap interval panjang gelombang (0,10), (100,110),
(1000,1010), (0,∞) pada kasus T = 10, 100, 1000. Metode yang digunakan:
a. Kaidah Trapesium
b. Kaidah 3/8 Simpson
c. Metode Romberg
d. Metode Gauss-Legendre orde 4

140

Anda mungkin juga menyukai