Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENUGASAN 2 TINJAUAN PUSTAKA

GLIOBLASTOMA (GBM)

DISUSUN OLEH:

1. Layus Iranna Umaya (H1A018055)


2. Desyafitri My (H1A019025)
3. Diajeng Aesya Mutiara F (H1A019026)
4. Dita Kholida Nurlalwani (H1A019029)
5. Fahmi Akbar Utomo (H1A019034)
6. Febry Gilang Tilana (H1A019036)
7. Haldy Dwi Febrian (H1A019041)
8. M. Gasim Al Aydrus (H1A019074)
9. Nadia Rahmawati (H1A019077)
10. Ni Wayan Dewi (H1A019082)
11. Sakti Muhammad R.S.H (H1A019096)
12. Shafira Dyah Setyawati (H1A019100)

PEMBIMBING:

Dr. dr.Rohadi, Sp.BS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

TAHUN AJARAN 2020/2021


LEMBAR PENGESAHAN PENUGASAN TINJAUAN PUSTAKA
Tema : Tumor Otak

Judul : Glioblastoma (GBM)

Kelompok : 7

Anggota. : Layus Iranna Umaya (H1A018055)


Desyafitri My (H1A019025)
Diajeng Aesya Mutiara F (H1A019026)
Dita Kholida Nurlalwani (H1A019029)
Fahmi Akbar Utomo (H1A019034)
Febry Gilang Tilana (H1A019036)
Haldy Dwi Febrian (H1A019041)
M. Gasim Al Aydrus (H1A019074)
Nadia Rahmawati (H1A019077)
Ni Wayan Dewi (H1A019082)
Sakti Muhammad R.S.H (H1A019096)
Shafira Dyah Setyawati (H1A019100)

Penugasan tinjauan pustaka ini dibuat sebagai salah satu penugasan dari sistem
pembelajaran Blok Neuropsikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Mataram

Mataram, 4 April 2022

Pembimbing Penugasan

(Dr. dr. Rohadi, Sp.BS)

i
Daftar Isi

LEMBAR PENGESAHAN PENUGASAN TINJAUAN PUSTAKA...........i

A. Pendahuluan.........................................................................................1

B. Tujuan..................................................................................................1

C. Definisi.................................................................................................2

D. Etiologi.................................................................................................2

E. Epidemiologi........................................................................................2

F. Patofisiologi.........................................................................................3

G. Gambaran / manifestasi klinis..............................................................5

H. Penatalaksanaan...................................................................................6

I. Kesimpulan............................................................................................10

ii
A. Pendahuluan
Glioblastoma (GBM) adalah tumor otak ganas yang paling umum pada
orang dewasa dan sangat agresif yang berarti dapat tumbuh dan menyebar dengan
cepat. Sekitar 16% dari semua neoplasma otak primer dan sistem saraf pusat
adalah glioblastoma (Davis, 2016). Glioblastoma terbentuk dari sel yang disebut
astrosit yang berfungsi sebagai penyokong sel saraf. Glioblastoma dapat terjadi
pada semua usia, tetapi cenderung lebih sering terjadi pada orang dewasa
(Rajaratnam et al., 2020).Meskipun GBM termasuk tumor langka dengan
insidensi global kurang dari 10 per 100.000 orang, GBM tetap memiliki prognosis
yang buruk dengan tingkat kelangsungan hidup 14-15 bulan setelah didiagnosis.
Hal ini membuat GBM menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar.GBM
menyumbang sekitar 50% dari semua glioma pada semua kelompok umur. GBM
bisa menyerang semua kelompok usia, namun insiden meningkat seiring
bertambahnya usia dengan puncak pada usia 75-84 tahun dan menurun setelah 85
tahun. Rasio kejadian GBM lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan Wanita
(Hanif et al., 2017). tingkat kejadian pada pria adalah 1,57% lebih banyak
daripada wanita.

B. Tujuan
Tinjauan pustaka ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu wujud
penugasan dari pembelajaran Blok Neuropsikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram. Tinjauan Pustaka ini diharapkan dapat menjadi media
belajar tambahan untuk mempermudah mencapai luaran pembelajaran yang harus
dikuasai pada blok ini. Pembuatan tinjauan pustaka ini dibuat dengan sungguh-
sungguh dengan niatan untuk memperkaya dan berbagi ilmu sesuai topik
penugasan tanpa niatan untuk melakukan plagiarisme. 

1.

1
C. Definisi
Glioblastoma (GBM) adalah tumor otak ganas yang paling umum pada
orang dewasa dan sangat agresif yang berarti dapat tumbuh dan menyebar dengan
cepat. Sekitar 16% dari semua neoplasma otak primer dan sistem saraf pusat
adalah glioblastoma (Davis, 2016). Glioblastoma terbentuk dari sel yang disebut
astrosit yang berfungsi sebagai penyokong sel saraf. Glioblastoma dapat terjadi
pada semua usia, tetapi cenderung lebih sering terjadi pada orang dewasa
(Rajaratnam et al., 2020)

D. Etiologi
Berbagai faktor seperti faktor genetik dan lingkungan telah banyak diteliti
dalam hal etiologi dari glioblastoma. Namun, tidak ditemukan faktor resiko yang
berperan besar sebagai penyebab terjadinya glioblastoma. Sampai saat ini paparan
terhadap radiasi pengion dosis tinggi adalah satu-satunya yang bisa menunjukkan
peningkatan risiko perkembangan glioma. Paparan lingkungan lainnya terhadap
vinil klorida, pestisida, merokok, penyulingan minyak bumi, dan pembuatan karet
sintetis, medan elektromagnetik, formalde-hyde, dan radiasi nonionizing dari
ponsel telah dikaitkan dengan perkembangan glioma namun faktor-faktor tersebut
belum terbukti menyebabkan GBM. Peningkatan risiko perkembangan glioma
terlihat pada beberapa penyakit genetik tertentu, seperti neurofibromatosis,
tuberous sclerosis, sindrom Li-Fraumeni, retinoblastoma, dan sindrom Turcot.
Namun, kurang dari 1% pasien dengan glioma memiliki penyakit keturunan yang
dimaksud (Davis, 2016; Hanif et al., 2017).

E. Epidemiologi
Meskipun GBM termasuk tumor langka dengan insidensi global kurang
dari 10 per 100.000 orang, GBM tetap memiliki prognosis yang buruk dengan
tingkat kelangsungan hidup 14-15 bulan setelah didiagnosis. Hal ini membuat
GBM menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar.
GBM menyumbang sekitar 50% dari semua glioma pada semua kelompok
umur. GBM bisa menyerang semua kelompok usia, namun insiden meningkat

2
seiring bertambahnya usia dengan puncak pada usia 75-84 tahun dan menurun
setelah 85 tahun. Rasio kejadian GBM lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan
Wanita (Hanif et al., 2017). tingkat kejadian pada pria adalah 1,57% lebih banyak
daripada wanita.
GBM dengan prognosis buruk tidak banyak pasien yang bisa bertahan
hidup lebih dari beberapa bulan setelah terdiagnosis. angka kejadian dari GBM
lebih kurang 3 kasus per 100.000 penduduk dengan usia rata-rata usia 64 tahun.
survival rate GBM lebih kurang satu tahun, dan hanya 5% yang dapat bertahan
hidup lebih dari 5 tahun.

F. Patofisiologi
Patogenesis terkait dengan glioblastoma dapat dilihat dari aspek genetik
dan molekulernya. Bahkan, World Health Organization (WHO) memiliki sistem
klasifikasi berdasarkan subtipe dari glioblastoma berdasarkan kesamaan histologis
serta imunohistokimia dengan sel originnya. Grading ini juga dibentuk
berdasarkan gambaran histologis yang terkait dengan tingkat agresivitas secara
biologis seperti nekrosis, gambaran mitosis serta hiperplasia pada endotel
vaskular.
Karakteristik klinis glioblastoma dapat dibagi menjadi primer dan
sekunder. Glioblastoma primer muncul secara de novo tanpa bukti klinis dan lesi
prekursor secara histologis. Perubahan yang terjadi pada glioblastoma primer
ini adalah terjadinya mutasi dan amplifikasi gen epidermal growth factor receptor
(EGFR), ekspresi secara berlebih dari mouse double minute (MDM2), deplesi dari
P16 dan loss of heterozygosity (LOH) dari kromosom 10q yang membawa
phosphatase and tensin homolog (PTEN) dan mutasi promotor TERT. Sedangkan,
glioblastoma sekunder muncul akibat berkembangnya astrositoma secara perlahan
yang sebelumnya sudah pernah ada. Dengan perubahan yang terjadi adalah
ekspresi yang terlalu berlebihan dari platelet-deriveed growth factor A dan
platelet-derived growth factor receptor alpha (PDGFA/PDGFRa), retinoblastoma
(RB, LOH 19q dan mutasi IDH1/2, TP53 dan ATRX. Lesi genetik ini dapat
dikelompokan menjadi 3 jalur sinyal utama yaitu; reseptor tirosin
kinase/RAS/PI3K yang diubah, jalur P53 dan jalur pensinyalan RB

3
Adanya perubahan-perubahan genetik tersebut berpengaruh kepada
proliferasi sel dan pertumbuhan tumor dengan kaskade mutasi pada masing-
masing jalurnya. Selain itu, perubahan genetik juga berpengaruh terhadap
terjadinya angiogenesis. Pada glioblastoma, abnormalitas genetik akan
menyebabkan terjadinya perubahan morfologi seperti terjadinya infiltrasi,
nekrosis dengan pseudopalisade, dan proliferasi mikrovaskular. Sel neoplastik
mensekresikan protein prokoagulan yang bertanggungjawab terhadap jejas endotel
dan trombosis intravaskular. Trombosis intravaskular dapat menyebabkan
hipoksia serta nekrosis tumor perivaskular dengan pseudopalisade sel tumor,
sebuah cara adaptasi terhadap keadaan hipoksia. Pseudopalisade akan
mengekspresikan hypoxia-inducible factor-1a (HIF-1a) secara berlebih, yang
nantinya akan berdampak kepada migrasi sel glioblastoma dari pembuluh darah
yang rusak. Dengan adanya faktor sekresi faktor proangiogenik, sel tumor
semakin berekspansi ke pembuluh darah yang baru terbentuk.  Selain faktor-
faktor di atas, ada pula peran sitokin infalamtori, kemokin, serta growth factor
yang membantu modulasi proliferasi, infiltrasi dan angiogenesis, serta
pertumbuhan tumor. Studi menyatakan pada daerah di sekitar pertumbuhan tumor

4
glioblastoma terdapat peningkatan kadar IL-6, IL-8, serta IL-1B yang diasosikan
dengan proliferasi sel serta penurunan survival rate pasien.

G. Gambaran / manifestasi klinis


Pasien GBM biasanya datang dengan manifestasi klinis non spesifik dan
singkat yang berlangsung selama 3-6 bulan, namun jika tumor berkembang dari
astrositoma derajat rendah, riwayat klinis nya berlangsung selama beberapa tahun.
Pasien dengan GBM memiliki tanda gejala yang berbeda yang dihasilkan oleh tiga
mekanisme, yaitu:
1. efek langsung, yaitu kerusakan jaringan otak akibat nekrosis yang
menimbulkan gejala seperti defisit saraf fokal dan gangguan kognitif yang
terjadi selama berhari-hari hingga berminggu-minggu. Jika tumornya besar
dengan massa yang signifikan dapat menyebabkan ketidakseimbangan gaya
berjalan dan inkontinensia.
2. Efek sekunder, hal ini berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial yang
merupakan dampak dari peningkatan bertahap ukuran dan edema di sekitar
tumor sehingga menyebabkan pergeseran intrakranial. Gejala yang paling
umum dapat berupa sakit kepala. sakit kepala biasanya memiliki karakteristik
unilateral dan tidak memiliki pola yang pesifik. Sakit kepala sering diikuti
oleh  gejala lain seperti kejang, mual muntah, penglihatan kabur dan
perubahan status mental. 
3. Lokasi tumor, pada dasarnya tanda dan gejala yang ditimbulkan bergantung
pada daerah otak yang terkena tumor. Misalnya, pasien yang menunjukkan
gangguan pendengaran dan penglihatan menunjukkan bahwa tumor terletak di
area lobus temporal. Sedangkan, pada pasien yang datang dengan perubahan
kepribadian dan fungsi kognitif menunjukkan tumor terletak di area lobus
frontal.

5
H. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana Umum
Tatalaksana secara umum GBM dibagi menjadi 2:
a. GBM yang diderita pasien berusia muda dengan keadaan klinis yang baik.
Tatalaksananya adalah maksimal reseksi kemudian dilanjutkan dengan
radioterapi dan adjuvant temozolamide yang diberikan bersamaan dan
sesudah radioterapi. Volume target dan dosis standar radiasi yaitu 60 Gy
dalam 30 fraksi pemberian.
b. GBM yang diderita usia tua dengan keadaan klinis yang tidak terlalu
baik. Tatalaksananya adalah dengan radiasi fraksinasi pendek tanpa
kemoterapi. (Hasan & Sekarutami 2014).

2. Pembedahan
Operasi memiliki peran yang penting pada bagian utama tatalaksana
multimodalitas Glioblastoma. Kelangsungan hidup dan kualitas hidup pasien
terbukti terpengaruh oleh prosedur pengangkatan tumor karena operasi, oleh
karena itu pengangkatan tumor diusahakan secara maksimal. Namun GBM
merupakan tumor yang dapat menginfiltrasi jaringan otak sekitarnya dengan
agresif, dengan batas tumor yang tidak jelas yang disebabkan edema dan inflamasi
yang luas, sehingga umumnya tidak dilakukannya reseksi komplit dan karena
adanya resiko defisit setelah operasi, hanya mampu dilakukan reseksi subtotal,
debulking atau bahkan biopsi saja. Sebelum dan setelah operasi harus dilakukan
pencitraan. Untuk mampu memberikan penilaian terkait tingkat reseksi bedah
yang dilakukan dan ukuran tumor pascaoperasi (Hasan & Sekarutami 2014). 

3. Radiologi

1. Volume target

Planning menentukan target volume radioterapi GBM berdasarkan


data CT, namun penggunaan MRI lebih unggul dibanding CT karena lebih
optimal menggambarkan ekstensi tumor otak. Delineasi tumor otak dengan
CT sebaiknya dimodifikasi dengan melakukan fusi MRI. Penelitian

6
menunjukkan bahwa MRI secara signifikan mengurangi variasi delineasi tumor
antar observer. Namun harus dipahami bahwa posisi pasien saat melakukan
planning radioterapi dengan CT berbeda dengan saat dilakukan diagnostik
MRI, sehingga akan berpotensi menghambat delineasi tumor yang akurat.
(Hasan & Sekarutami 2014).

2. Dosis Radioterapi
a. Dosis Konvensional

Standar dosis radioterapi total dosis 60 Gy dalam 30-33 fraksi.


b. Hipofraksinasi

Pengobatan standar glioblastoma yang dilakukan saat ini adalah


operasi dilanjutkan radiasi dengan dosis 60 Gy dan kemoterapi. Namun dengan
pengobatan tersebut, kesintasan hidup glioblastoma tetap rendah. Sehingga
para peneliti tertarik untuk melakukan hipofraksinasi sebagai terapi strategi
glioblastoma . Hipofraksinasi memiliki beberapa keuntungan dibandingkan
dosis konvensional yaitu dosis perfraksi yang lebih tinggi sehingga kemampuan
untuk membunuh sel tumor lebih besar. Overall treatment time yang lebih
pendek akan mengurangi efek accelerated repopulation. Kerugiannya dapat
meningkatkan toksisitas lanjut pada jaringan saraf.

c. Hiperfraksinasi
RTOG menggunakan hiperfraksinasi (total dosis 72 Gy dengan dosis
perfraksi 1,2 Gy, dua kali sehari dalam lima hari perminggu). Namun
keberhasilan pasien dengan dosis konvensional (total dosis 60 Gy, dosis perfraksi
2 Gy per hari, lima kali dalam seminggu) lebih baik dibanding dosis
hiperfraksinasi. (Hasan & Sekarutami 2014).

4. Teknik Radiasi

7
a. 3DCRT dan IMRT
Lapangan radiasi hendaknya menggunakan Multiple field, sebagai
upaya untuk mencapai homogenitas seluruh volume. Hal ini dapat dicapai
dengan menggunakan tekhnik Three dimensional conformal radiation
therapy(3DCRT) atau Intensity modulated radiation therapy (IMRT).
Pada Penelitian lain pada tahun 2013 menyimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan toksisitas signifikan dengan menggunakan teknik IMRT dan 3DCRT
pada GBM. IMRT tidak meningkatkan kontrol local dan kesintasan hidup
dibandingkan 3DCRT.

b. Stereotactic Radiosurgery (SRS)

Stereotactic radiosurgery pertama kali disusun tahun 1951 oleh ahli


bedah saraf swedia Lars Leksell. bertujuan untuk menghancurkan lesi tumor
pada intrakranial yang tidak dapat dilakukan dengan operasi. Dengan dosis
radiasi tinggi fraksi tunggal diperoleh dari multiple beams langsung pada tumor
dengan tetap melindungi jaringan otak sehat disekitarnya.hal tersebut tercapai
karena dosis yang diberikan sangat konformal dan akurat. selain itu radiasi
mengakibatkan dosis kumulatif namun dengan perubahan teknik radiasi
menjadi radiosurgery tanpa meningkatkan kemungkinan efek nekrosis otak
normal disekitar target radiasi.

5. Fractionated Streotaktik Radiation Therapy (FSRT)

Fractionated Streotaktik Radiation Therapi digunakan pada Tumor


yang secara tekhnik tidak memenuhi syarat untuk SRS. Karena ukurannya yang
lebih besar atau dekat dengan organ risk. FSRT diberikan dalam beberapa
fraksi dengan dosis hipofraksi > 4 Gy. (Hasan & Sekarutami 2014).

6. Kemoterapi
Pada glioblastoma digunakan uji klinis regimen kemoterapi alkilator
based. faktor prediksi prognosis telah dibuktikan dari status metilasi gen promoter
MGMT (O6-methylguanine–DNA methyl- transferase), meskipun tidak dapat
menjadi biomarker yang mampu memprediksi secara spesifik. Terbukti pada

8
sebuah penelitian bahwa silencing MGMT melalui proses metilasi sehingga tidak
terwujud proses repair DNA dan dikaitkan dengan kesintasan hidup pasien. pada
pasien yang diberikan temozolamide dan radioterapi memiliki kesintasan hidup
lebih panjang jika tumor terdapat kandungan promoter MGMT yang termetilasi
dengan median kesintasan hidup 21,7 bulan dibandingkan dengan pasien yang
promoter MGMT nya tidak termetilasi dengan median kesintasan hidup hanya
12,7 bulan (Hasan & Sekarutami 2014).
Pemberian terapi adjuvant dengan menambahkan kemoterapi
temozolamide terhadap radioterapi menjadi terapi standar GBM sejak tahun 2005.
Temozolamide (TMZ, Temodal, Temodar) merupakan alkylating yang bersifat
sitotoksik dan diberikan secara oral. Mekanisme pemberian dapat dilihat pada
gambar di bawah (Hasan & Sekarutami 2014).

Skema pemberian temozolamide pada GBM.

9
I. Kesimpulan

Glioblastoma (GBM) adalah tumor otak ganas yang paling umum pada
orang dewasa dan sangat agresif yang berarti dapat tumbuh dan menyebar dengan
cepat yang disebabkan oleh faktor genetik maupun lingkungan. GBM termasuk
dalam kanker langka dengan prognosis yang buruk karena memiliki efek langsung
terhadap nekrosis jaringan otak serta efek sekunder berupa peningkatan tekanan
intrakaranial yang selanjutnya bemanifestasi dalam beberapa gejala termasuk
gangguan pendengaran, pengelihatan, kognitif, dan perubahan kepribadian. GBM
memerlukan perawatan yang intensif yang bisa berupa pembedahan atau
kemoterapi.

10
Daftar Pustaka

Davis, M. E. (2016). HHS Public Access. 20(5), 1–14.


https://doi.org/10.1188/16.CJON.S1.2-8.Glioblastoma
Hanif, F., Muzaffar, K., Perveen, K., Malhi, S. M., & Simjee, S. U. (2017).
Glioblastoma multiforme: A review of its epidemiology and pathogenesis
through clinical presentation and treatment. Asian Pacific Journal of Cancer
Prevention, 18(1), 3–9. https://doi.org/10.22034/APJCP.2017.18.1.3
Rajaratnam, V., Islam, M. M., Yang, M., Slaby, R., Ramirez, H. M., & Mirza, S.
P. (2020). Glioblastoma : Pathogenesis and Current Status of. Cancers,
12(937), 1–28.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5563115/ 
Olar, A., & Aldape, K. D. (2014). Using the molecular classification of
glioblastoma to inform personalized treatment. The Journal of pathology,
232(2), 165–177. https://doi.org/10.1002/path.4282
Hanif, F., Muzaffar, K., Perveen, K., Malhi, S. M., & Simjee, S. (2017).
Glioblastoma Multiforme: A Review of its Epidemiology and
Pathogenesis through Clinical Presentation and Treatment. Asian Pacific
journal of cancer prevention : APJCP, 18(1), 3–9.
https://doi.org/10.22034/APJCP.2017.18.1.3
Kanderi T, Gupta V. Glioblastoma Multiforme. 2021 Nov 20. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan–. PMID:
32644380.
Hasan, I. & Sekarutami, S.M., 2014, “STANDAR PENGOBATAN
GLIOBLASTOMA MULTIFORME,” Journal of the Indonesian
Radiation Oncology Society, 5(2), 51–60.

11

Anda mungkin juga menyukai