Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN HASIL PENGECORAN LOGAM DENGAN VARIASI

SALURAN TURUN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Teknik Pengecoran Logam
Yang diampu oleh Bapak Didin Zakaria, S.Pd, M.eng.

Disusun Oleh :
Achmat Ridwan Efendi 200511633216
Altira Khoirun Nisa’aji 200511633207
Andiko Dwi Pangestu 200511633206

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
APRIL 202
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayahnya yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Teknik Pengecoran Logam.
Laporan ini digunakan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Mata
Kuliah Teknik Pengecoran Logam yang wajib ditempuh oleh Mahasiswa Program
Studi S1 Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri
Malang pada semester empat ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan
dukungan yang telah diberikan selama penyusunan laporan ini. Ucapan terima
kasih kami tujukan kepada : 
1. Bapak Didin Zakaria Lubis, S.Pd, M.Eng. Selaku Dosen Pengampu Mata
Kuliah Teknik Pengecoran Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas
Negeri Malang
2. Teman-teman Offering A1 yang yang telah berperan dalam penulisan
laporan ini.
3. Serta berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 04 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses manufaktur adalah proses yang mengubah bahan baku / raw
material menjadi produk. Dimana terdapat tujuh dasar proses manufaktur
terdapat yaitu proses pengecoran, pembentukan, pemesinan, pengelasan,
perlakuan panas, perlakuan permukaan dan metalurgi serbuk.
Salah satu dari tujuh dasar proses manufaktur adalah pengecoran,
dimana proses pengecoran merupakan suatu proses manufaktur yang
menggunakan logam cair dan cetakan untuk menghasilkan bentuk yang
mendekati bentuk geometri akhir produk jadi.
Teknik Pengecoran Logam ini merupakan Mata Kuliah yang wajib
ditempuh oleh Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin khususnya pada Program
Studi S1 Pendidikan Teknik Mesin. Pengecoran logam adalah proses di mana
logam cair panas dituangkan ke dalam cetakan yang berisi potongan
berlubang atau rongga dengan bentuk jadi yang diinginkan. Cetakan ini bisa
terbuat dari pasir, logam atau pun keramik. Logam tersebut dibiarkan
mendingin dan mengeras menjadi bentuk yang diberikan oleh cetakan
tersebut dan kemudian dikeluarkan dari cetakan dengan cara memecahkan
atau memisahkan cetakan..

1.2 Tempat Praktikum


Tempat pelaksanaan : Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin
Universitas Negeri Malang
Waktu pelaksanaan : Selasa, 8 Februari - 22 Maret 2022

1.3 Tujuan Praktikum


Sebelum melaksanakan praktikum Teknik Pengecoran Logam,
mahasiswa telah diajarkan mengenai teori-teori dalam pengecoran tersebut.
Teori-teori yang diajarkan berguna untuk menunjang dalam pelaksanaan
praktikum. Dalam praktikum pengecoran logam, ada beberapa tujuan yang
akan dicapai antara lain :
1. Mahasiswa dapat menentukan dan merencanakan teknik maupun
langkah-langkah dilakukan pada proses pengecoran.
2. Mahasiswa memiliki keterampilan dalam membuat cetakan pengecoran
menggunakan pasir.
3. Mahasiswa dapat menganalisis benda kerja mulai dari awal pembuatan
hingga akhir pengecoran dan finishing.

1.4 Manfaat Praktikum


1. Meningkatkan hard skill dalam pengecoran logam.
2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang berbagai macam jenis pengecoran
logam, terutama pengecoran logam menggunakan pasir.
3. Sebagai referensi penunjang mahasiswa pada pembelajaran Teknik
Pengecoran Logam.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Menurut Surdia dan Chijiwa (1980), pengecoran logam merupakan
proses membuat benda coran, yang mana coran dibuat dari logam yang
dicairkan, dituang dalam cetakan, kemudain dibiarkan sampai dingin dan
membeku. Proses yang harus dilakukan dalam pengecoran logam antara
lain: pencairan logam, membuat cetakan, menuang cairan logam,
membongkar dan membersihkan benda coran.
Pengecoran atau penuangan juga diartikan sebagai proses
pembuatan benda, bahan baku, atau komponen yang memiliki estimasi
harga relatif mahal karena pengendalian kualitas hasil pengecoran harus
dimulai dari bahan mentah sampai benda jadi (Sudjana 2008:144). Sifat
dan karakteristik benda hasil pengecoran akan ditentukan sejak awal mulai
dari bahan mentah, yang dilebur kemudian diberikan unsur tambahan yang
akan membuat sifat benda hasil pengecoran sesuai yang kita inginkan.
Komposisi unsur – unsur yang di tambahkan juga harus pas takaranya,
karena beda takaran beda sifat benda coran yang dihasilkan. Sedangkan
menurut Widarto (2017:1), pengecoran logam merupakan suatu urutan
pembuatan benda atau komponen dengan cara menuangkan logam cair
yang dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pencairan logam,
perancangan benda coran sampai proses pengerjaan akhir. Pengerjaan
akhir dalam proses pengecoran bisa dengan pengamplasan, pemolesan,
atau pemesinan untuk mendapatkan ukuran yang akurat.
Dari pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengecoran
logam adalah proses pembuatan benda dengan bahan logam yang diawali
dengan pencairan bahan baku (logam), kemdian dituangkan kedalam
rongga cetakan dengan bentuk sesuai bentuk benda jadi yang di inginkan.
Setelah cairan dituangkan maka selanjutnya adalah proses pendinginan
yang dilakukan dengan berbagai media pendinginan menyesuaikan dengan
kebutuhan kualitas benda yang akan dihasilkan. Untuk tahap terakhir
adalah proses finishing yaitu dengan proses pemolesan atau proses
pengerjaan dimesin untuk mendapatkan ukuran tertentu yang akurat.

2. Sand Casting (Pengecoran cetakan pasir)


Banyak sekali jenis pengecoran yang berdasar pada penggunaan
cetakan contohnya pengecoran cetakan pasir. Pengecoran dengan cetakan
pasir adalah pengecoran yang cetakannya menggunakan media pasir cetak.
Menurut Sudjana (2008: 145) mengatakan secara sederhana cetakan pasir
ini dapat diartikan sebagai rongga hasil pembentukan dengan cara
mengikis berbagai bentuk benda pada bongkahan dari pasir yang
kemudian rongga tersebut diisi dengan logam yang telah dicairkan melalui
pemanasan (molten metals). Dalam sand casting beberapa bahan dan
peralatan yang diperlukan antara lain:
1. Pasir cetak
Pasir cetak adalah pasir khusus yang digunakan untuk membuat
cetakan dalam proses sand casting. Banyak jenis pasir cetak yang dapat
digunakan dalam proses pengecoran, antara lain pasir gunung, pasir
pantai, pasir sungai, dan pasir silika (Surdia dan Chijiiwa, 1980). Pasir
gunung biasanya digali pada lapisan tua yang memiliki kandungan
lempung. Pasir dengan kadar lempung 10 sampai 20% bisa langsung
digunakan. Pasir pantai diambil dipantai, pasir kali diambil disekitar
pinggiran kali. Pasir pantai, pasir kali, pasir silika alam, dan pasir
silika buatan tidak melekat dengan sendirinya, oleh karena itu butuh
campuran penambah untuk mengikat butirannya. Pasir yang berada
dibawah pohon bambu umumnya memiliki kualitas yang bagus,
sehingga bisa langsung digunakan setelah diayak. Surdia dan Chijiwa
(1980) mengatakan syarat pasir yang bisa digunakan sebagai pasir
cetak antara lain:
a. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam
pembuatan cetakan yang kuat dan tidak mudah rusak ketika
cetakan dipindah tempat dan menahan cairan logam yang dituang.
b. Permeabilitas yang cocok. Yaitu selain kuat pasir harus mampu
dilalui gas yang terjebak dalam rongga cetakan sehingga tidak
terjadi cacat coran.
c. Distribusi besar butir yang cocok. Butir pasir cetak yang bagus
harus bisa menghasilkan permukaan benda cor yang halus dan
mampu mengeluarkan gelembung udara yang terjebak dalam
rongga cetakan.
d. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang.
e. Kandungan komposisi pasir sesuai yang dibutuhkan. Campuran
yang ditambahkan dalam pasir tidak mengalami proses kimia saat
cairan coran dituang.
f. Mampu dipakai kembali setelah digunakan.
g. Pasir harus murah.
2. Rangka cetak
Rangka cetak (frame) berfungsi sebagai bingkai yang dibuat dari kayu
atau besi, dimana rangka cetak (frame) ini harus dapat
mempertahankan bentuk cetakan apabila cetakan menerima
pembebanan yang diberikan oleh cairan tuangan. Rangka cetak terdiri
dari dua bagian yaitu bagian atas yang disebut cope, dan bagian bawah
drag. Rangka cetak memiliki beberapa jenis antara lain, rangka cetak
slip yang dapat ditarik setelah pembuatan cetakan, rangka cetak cepat
yang berengsel pada sudut dari perseginya dan kedua sisinya dapat
dibuka, dan rangka cetak letup yang dapat ditarik dengan melepas kait
– kait yang dipasang pada diagonalnya.
3. Pola
Pola adalah model atau tiruan benda/komponen yang akan dicor
berukuran penuh (Sutopo 2017:2). Pola digunakan untuk membuat
rongga cetakan yang biasanya ukuranya dibuat lebih dari ukuran benda
yang diinginkan untuk menghindari penyusutan dan pengerjaan akhir.
Bahan yang digunakan untuk membuat pola antara lain logam, kayu,
polistiren, lilin, atau sterofom. Surdia dan Chijiwa (1980) mengatakan
untuk perencaaan pembuatan pola harus mempertimbangkan beberapa
hal seperti berikut:
a. Pola mudah dikeluarkan dari cetakan
b. Inti mudah ditempatkan dalam cetakan
c. Sistem saluran harus dibuat dengan baik agar aliran cairan coran
bisa lancar
d. Permukaan pisah harus dibuat sedikit mungkin. Permukaan pisah
yang terlalu banyak menjadikan cetakan rumit, pembuatannya lama
dan mahal.
4. Panci tuang
Panci tuang atau ladel adalah alat bantu dalam proses pengecoran
logam manual yang berfungsi untuk menuangkan cairan logam
kedalam cetakan. Bahan panci tuang dari besi atau baja tuang yang
tahan temperatur logam yang dituang. Untuk pengecoran yang
menggunakan kowi kecil biasanya kowi diangkat langsung dan cairan
logam dituangkan kecetakan sehingga tidak menggunakan panci tuang.
Sedangkan untuk pengecoran yang berskala besar umunya
menggunakan ladel besar yang digerakan dengan mesin dalam proses
penuangan cairan logam.
5. Peralatan penunjang
Peralatan penunjang dalam proses pengecoran logam dengan
cetakan pasir antara lain: penumbuk, sendok pasir, saringan pasir,
pengangkat kowi, palu, perata pasir, pembuat lubang saluran udara,
centong pasir, ember pasir, pengangkat pola, pembersih cairan coran,
pengangkat kowi, dan lainnya. Beberapa peralatan ini bisa dibeli
ditoko peralatan rumah tangga dan yang lain dibuat dengan desain
yang sangat sederhana. Meskipun sederhana tetapi peralatan ini sangat
penting dalam pembuatan cetakan pasir. Biasanya semua peralatan ini
ditempatkan dalam satu box alat agar mudah dalam perawatan.
6. Tungku krusibel
Tungku krusibel adalah jenis tungku pelebur logam yang tertua dan
paling sederhana (Widarto, 2017). Tungku ini umunya berbentuk
silinder dengan konstruksi bagian dinding terbuat dari pelat tebal,
kemudian dalamnya terdapat lapisan lining refraktori. Lapisan lining
terbuat dari bahan batu tahan api, keramik alumina, castable, atau
silikon karbida. Lapisan lining ini dipasang pada bagian bawah,
dinding, dan tutup tungku agar panas dari burner tertahan dalam
ruangan tungku. Di dalam tungku terdapat pot krusibel atau kowi.
Tinggi tungku krusibel diperhitungkan sedemikian rupa agar panas
dari burner atau kompor pemanas bisa memanasi ruangan dengan
maksimal. Saluran masuk untuk panas dari burner dianjurkan tegak
lurus terhadap kowi, tetapi pada posisi menyudut tangensial.
Pot krusibel atau kowi adalah wadah logam yang dicairkan
berbentuk pot atau mangkuk seperti gambar 8 (Widarto, 2017). Nama
krusibel diambil dari bentukny yang berbentuk krus (diameter bagian
bawah lebih kecil dari diameter bagian atas). Kowi umumnya terbuat
bahan yang tahan panas seperti grafit atau logam yang titik cairnya
lebih tinggi dari logam yang dicairkan.
Prinsip kerja pencairan muatan pada tungku jenis krusibel dengan
sumber panas dari bahan bakar minyak (cair) atau arang/kokas (padat)
adalah dengan cara bahan bakar dimasukkan kedalam ruang reaksi
(burner) sehingga akan menimbulakan panas dialirkan secara radiasi
kedinding krusibel. Selanjutnya energi panas ini dipindahkan secara
konduksi kedalam muatan melalui dinding krusibel. Reaksi
pembakaran antara bahan bakar dengan oksigen (O 2) dalam udara
menghasilkan gas CO2 dan H2O serta energi panas. Energi panas
tersebut yang diperlukan untuk mencairkan muatan dalam krusibel
hingga mencair. Effesiensi panas/peleburan dari tungku jenis krusibel
adalah berkisar antara: 15-30 %, rendahnya effisiensi tersebut karena
tingginya panas yang hilang melalui saluran gas buang.
Berdasarkan proses pencairan logamnya tungku krusibel dibagi
menjadi 3 jenis yaitu:
1. Tungku jenis lift-out
2. Tungku jenis stationary
3. Tungku jenis tilting
Pada tungku jenis lift-out, seperti yang ditunjukkan pada gambar,
krusibel ditempatkan didalam rangka tungku, setelah logam mencair
maka krusibel dikeluarkan dari dalam tungku. Krusibel yang
dipergunakan harus selalu menggunakan jenis refraktori dengan
kapasitas maksimum 50 kg aluminium. Kerugian dari jenis tungku ini
adalah keterbatasan dalam menghasilkan produktivitas dalam jumlah
yg tinggi, memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak, dan buruknya
kondisi kerja, tetapi keperluan biaya perlengkapannya paling murah.
Tungku jenis stationary adalah jenis tungku dengan krusibel yang
ditempatkan secara permanen, kapasitas peleburannya berkisar antara
150 –450 kg aluminium dan jenis krusibel refraktori maupun besi cor
dapat digunakan dalam tungku jenis ini, tetapi krusibel jenis besi cor
perlu selalu dilapis ulang dengan bahan refraktori secara periodik.
Keuntungan dari jenis tungku ini adalahterletak pada kecocokkannya
untuk beralih dari peleburan satu jenis paduan kejenis paduan lainnya
dan tungku jenis stationari ini sangat baik untuk pemurnian aluminium
serta biaya instalasi yang diperlukan relatif tinggi.
Tungku krusibel jenis tilting, digunakan untuk peleburan dalam
jumlah yang besar berkisar sampai 450 kg aluminium, dan penuangan
logam cairnya dengan cara dimiringkan, logam cair akan mengalir
melalui saluran yang ada pada dinding tungku atau pada bagian atas
bibir tungku. Keuntungan dari jenis tungku ini adalah dapat melebur
dengan jumlah muatan yang besar, logam cair dapat dituangkan
dengan mudah dan cepat, tetapi memerlukan biaya instalasi yang
relatif cukup tinggi.
7. Aluminium
Aluminium merupakan unsur kimia golongan IIIA dalam
sistem periodik unsur, dengan nomor atom 13 dan berat atom 26,98
gram per mol. Di dalam udara bebas aluminium mudah teroksidasi
membentuk lapisan tipis oksida (Al2O3). Aluminium biasanya
digunakan sebagai bahan baku peralatan rumah tangga, industri
otomotif, elektronik, dan pesawat terbang. Aluminium juga bersifat
amfoter yang mampu bereaksi dengan larutan asam maupun basa.
Struktur kristal aluminium adalah struktur kristal FCC, sehingga
aluminium tetap ulet meskipun pada temperatur yang sangat rendah.
Smith mengatakan, aluminium merupakan material yang sangat
berguna dalam material teknik yang memiliki masa jenis (2,70 g/cm3)
sehingga bagus untuk bahan baku kendaraan. Aluminium memiliki
perlindungan korosi yang baik pada permukaan luarnya. Meskipun
aluminium tidak kuat, tetapi bisa dipadukan sampai kekuatan
mencapai 100 ksi (690 Mpa). Aluminium tidak beracun rehinge bagus
untuk wadah dan pengemasan makanan.
Aluminium adalah logam berwarna putih silver. Memiliki potensi
redoks -1,66 V, bilangan oksidasi +3, dan jari-jari atom yang kecil
yaitu 57 pm untuk stabilitas dari senyawa aluminium. Berat jenisnya
hanya 2,7 Kg/m3 sehingga walaupun kekuatannya rendah tetapi
strength to weight rationya masih lebih tinggi daripada baja, sehingga
banyak digunakan pada konstruksi yang menuntut sifat ringan seperti
alat-alat transportasi terutama pesawat terbang. Sifat – sifat aluminium
sebagai berikut:
a. Ringan
Aluminium memiliki sifat ringan, bahkan lebih ringan dari
magnesium dengan densitas sekitar 1/3 dari densitas besi. Kekuatan
dari paduan aluminium dapat mendekati dari kekuatan baja karbon
dengan kekuatan tarik 700 Mpa (100 ksi). Kombinasi ringan
dengan kekuatan yang cukup baik membuat aluminium sering
diaplikasikan pada kendaraan bermotor, pesawat terbang, alat-alat
konstruksi seperti tangga, maupun pada roket.
b. Mudah dalam pembentukannya
Aluminium merupakan salah satu logam yang mudah untuk
dibentuk dan mudah dalam fabrikasi seperti forging, bending,
rolling, casting, drawing, dan machining. Struktur kristal yang
dimiliki aluminium adalah struktur kristal FCC (Face Centered
Cubic), sehingga aluminium tetap ulet meskipun pada temperatur
yang sangat rendah. Bahan aluminium mudah dibentuk menjadi
bentuk yang komplek dan tipis sekalipun, sepeti bingkai jendela,
lembaran aluminium foil, rel, gording, dan lain sebagainya.
c. Tahan korosi
Aluminium tahan terhadap korosi karena fenomena pasivasi.
Pasivasi adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi
logam terhadap komponen udara sehingga lapisan tersebut
melindungi lapisan dalam logam dari korosi.
d. Konduktifitas panas tinggi
Konduktifitas panas aluminium tiga kali lebih besar dari besi,
maupun dalam pendinginan dan pemanasan. Sehingga aplikasi
banyak digunakan pada radiator mobil, koil pada evaporator, alat
penukar kalor, alat-alat masak, maupun komponen mesin.
e. Konduktifitas listrik tinggi
Konduktifitas listrik dari aluminium dua kali lebih besar dari
pada tembaga dengan perbandingan berat yang sama. Sehingga
sangat cocok digunakan dalam kabel transmisi listrik.
f. Tangguh pada temperatur rendah
Aluminium tidak menjadi getas pada temperatur rendah hingga
-100 °C, bahkan menjadi lebih keras dan ketangguhan meningkat.
Sehingga aluminium dapat digunakan pada material bejana yang
beroperasi pada temperatur rendah.
g. Tidak beracun
Aluminium tidak memiliki sifat racun pada tubuh manusia,
sehingga sering digunakan dalam industri makanan seperti kaleng
makanan dan minuman, serta pipa-pipa penyalur pada industri
makanan dan minuman.
h. Mudah didaur ulang (recyclability)
Aluminium mudah untuk didaur ulang, bahkan 30% produksi
aluminium di Amerika berasal dari aluminium yang didaur ulang.
Pembentukan kembali aluminium dari material bekas hanya
membutuhkan 5% energi dari pemisahan aluminium dari bauksit.
Aluminium secara umum memiliki nilai kekerasan yang lebih
rendah daripada besi/baja. Aluminium memiliki titik cair sampai
suhu 659,7º C dan titik tuang yang baik suhu aluminium berkisar
antara 700º - 800º C yaitu aluminium dalam fasa liquid.

3. Cacat pada pengecoran


a) Faktor penyebab cacat
Proses pengecoran dilakukan dengan beberapa tahapan mulai
dari pembuatan cetakan, proses peleburan, penuangan dan
pembongkaran. Untuk menghasilkan coran yang baik maka semuanya
harus direncanakan dan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Namun
hasil coran sering terjadi ketidak sempurnaan atau cacat. Cacat yang
terjadi pada coran dipengaruhi oleh bebrapa factor yaitu :
1. Desain pengecoran dan pola
2. Pasir cetak dan desain cetakan dan inti
3. Komposisi muatan logam
4. Proses peleburan dan penuangan
5. Sistim saluran masuk dan penambah.
b) Macam-macam cacat coran
Komisi pengecoran internasional telah membuat penggolongan
cacat-cacat coran dan dibagi menjadi 9 macam, yaitu:
1. Ekor tikus tak menentu atau kekasaran yang meluas
2. Lubang-lubang
3. Retakan
4. Permukaan kasar
5. Salah alir
6. Kesalahan ukuran
7. Inklusi dan struktur tak seragam
8. Deformasi
9. Cacat-cacat tak Nampak
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan bahan pembenahan pola cetakan
1. Kertas gosok
2. Dempul
3. Gerinda tangan kecil
4. Wadah
5. Kertas
3.1.2 Alat dan bahan pembentukan rongga cetakan
1. Flask
2. Tatakan
3. Pola
4. Timbangan
5. Penggaris besi
6. Saringan
7. Palu kayu
8. Besi
9. Cetok
10. Kayu kecil kotak (untuk riser)
11. Kayu silinder (untuk saluran turun)
12. Logam silinder (untuk saluran udara)
13. Pasir silika
14. Air
15. Bubuk kapur
16. Bubuk karbon
3.1.3 Alat dan bahan peleburan logam
1. Tungku krusibel
2. Kowi
3. Elpiji
4. Regulator
5. Ladle
6. Pinset penjepit material lebur
7. Sarung tangan
8. Apron
9. Logam aluminium
10. Degasser
3.1.4 Alat dan bahan Finishing
1. Ragum
2. Gergaji besi
3. Kikir persegi
4. Kikir bulat
5. Air
3.2 Proses pembuatan cetakan
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan
cetakan
2. Pembenahan terhadap pola cetakan dengan melakukan pendempulan
terhadap bahian-bagian yang kurang rata dan setelah kering dilakukan
pemerataan menggunakan gerinda tangan kecil.
3. Mempersiapkan pasir cetak, pasir daur ulang dari proses pengecoran
sebelumnya diayak dan ditimbang hingga mencapai massa 15 kg sebagai
kebutuhan pembuatan asbak.

Gambar 1. Pengukuran massa pasir Gambar 2. Pengayakan pasir


4. Melakukan pencampuran pasir cetak yang telah siap guna dengan air
sebanyak 4% dari massa pasir keseluruhan. Untuk kasus pada kelompok
kami menggunakan air sebanyak 600 mL.

Gambar 3. Pencampuran air dan pasir

5. Menyiapkan tatakan dan melumuri dengan bubuk kapur agar cetakan


tidak menempel
6. Melumuri seluruh permukaan pola cetakan, riser, saluran turun, dan
saluran udara dengan bubuk karbon agar tidak menempel dengan pasir.

Gambar 4. Melumuri peralatan dengan karbon

7. Meletakkan drag secara telungkup di atas tatakan setelah itu pola cetakan
diatur di dalamnya beserta kayu kecil (untuk saluran riser) disamping
pola cetakan.
Gambar 5. Pengaturan jarak riser
8. Memasukkan pasir yang telah dicampur hingga memenuhi drag.
Melakukan pemadatan pasir menggunakan palu kayu selama proses
pemasukan pasir ke dalam drag.
9. Membalik drag yang telah padat dan dipenuhi oleh pasir serta menaburi
bagian atas drag dengan bubuk kapur.
10. Meletakkan cope di atas drag dan mengatur penempatan saluran turun
dan saluran udara pada pola cetakan.
11. Memasukkan pasir sembari memadatkannya dengan palu kayu ke dalam
cope.
12. Membuat cekungan di sekitar saluran turun sebagai tempat penuangan
logam cair.
13. Mengangkat cope secara perlahan setelah itu mengambil pola cetakan,
saluran turun, saluran udara, dan riser dari cetakan pasir yang telah
terbentuk secara berhati-hati.
14. Setelah cetakan pasir telah bersih, satukan lagi drag dan cope untuk
mempersiapkan proses selanjutnya dalam pengecoran logam.
15. Letakkan pola cetakan yang telah jadi pada tempat yang aman dan
tentunya dekat dengan tempat peleburan logam agar memudahkan saat
melakukan penuangan logam cair ke dalam cetakan.
3.3 Proses peleburan dan penuangan logam
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk proses peleburan
dan penuangan logam.
2. Nyalakan tungku krusibel yang akan digunakan untuk proses peleburan
dengan bahan bakar elpiji.
3. Memasukkan kowi ke dalam tungku krusibel hingga mencapai suhu
tertentu yang ditandai dengan kowi berwarna merah sebelum
memasukkan bahan logam aluminium yang akan dilebur.
4. Sembari menunggu kowi berwarna merah, lakukan penimbangan massa
logam aluminium.
5. Setelah kowi memerah, masukkan logam aluminium yang telah
ditimbang ke dalam kowi menggunakan penjepit dan juga memakai alat
pelindung diri (apron dan sarung tangan), tunggu hingga logam mencair.

Gambar 6. Memasukkan logam


ke dalam tungku

6. Setelah logam aluminium mencair, masukkan pasta degasser ke dalam


logam cair melalui lubang kecil yang ada pada bagian atas tungku
krusibel. Hal ini dilakukan agar tidak ada gelembung udara yang
terperangkap dalam logam cair yang dapat menyebabkan hasil
pengecoran tidak rata.
7. Buang kerak pada logam yang telah mencair menggunakan ladle.
8. Setelah itu, tuangkan logam cair yang telah bersih ke dalam cetakan pasir
hingga penuh, permukaan pertama yang bersentuhan dengan penuangan
logam adalah bagian cekungan yang telah dibuat sebelumnya dan hindari
penuangan langsung pada saluran turun karena dapat menyebabkan
turbulensi sehingga pasir akan rontok dan memasuki bagian pola cetakan.
9. Tunggu selama beberapa saat agar logam cair yang telah dituang
mengeras (Bentuk asbak).
Gambar 7. Pendinginan hasil coran

10. Setelah asbak telah mengeras, keluarkan dari cetakan pasir dengan cara
memukul cetakan menggunakan palu pada tempat yang telah disediakan.

Gambar 8. Proses pengeluaran hasil coran

11. Siram asbak menggunakan air agar mempercepat proses pendinginan dan
membersihkannya dari pasir yang masih menempel.

Gambar 9. Proses pembersihan hasil coran

12. Lakukan proses finishing dengan memisahkan asbak dengan riser,


saluran turun, dan saluran udara yang masih menempel dengan palu atau
gergaji besi. Setelah itu, lakukan penghalusan dan perataan asbak
menggunakan kikir persegi dan kikir bulat

Gambar 10. Proses finishing hasil coran


BAB IV
ANALISIS
A. Analisis cacat pada pengecoran
1. Cacat rongga

Gambar 1: Cacat rongga pada benda


Sumber: Dokumentasi pribadi

Cacat rongga udara dibagi menjadi dua berdasarkan bentuk


cacatnya, yaitu pinhole (cacat lubang jarum) dan blowhole (cacat lubang
tiup).
Penyebab cacat:
a) Permeabilitas pasir yang kurang cocok (rendah), akan menyebabkan
gas terjebak dalam cetakan dan menimbulkan cacat berupa rongga
udara pada hasil cetakan.
b) Saluran yang kurang rapi, atau kurangnya pembuangan gas pada saat
penuangan logam cair akan menyebabkan gas tidak dapat keluar dari
dalam cetakan.
c) Pasir terlalu basah, akan menyebabkan pembentukan gas pada saat
terkena lelehan logam pada saat penuangan.
d) Pouring speed yang rendah, akan menyebabkan tekanan logam cair
akan menjadi lebih kecil dari pada tekanan gas dalam cetakan. Oleh
karana itu tinggi penuangan yang rendah dapat menyebabkan rongga
udara.
Pencegahan cacat:
a. Menggunakan pasir cetakan dengan tingkat kekasaran yang cukup,
sehingga permebilitas pasir lebih baik.
b. Temperatur tuang logam sebelum penuangan, dipastikan sudah
sesuai dan penuangan dilakukan dengan cepat, temperatur
penuangan yang sesuai yaitu 1350 – 1450 ℃
c. Pembuatan cetakan yang teliti baik permeabilitas, pemadatan yang
cukup, lubang angin yang cukup.
d. Diusahakan tekanan di atas dibuat tinggi dengan jarak penuangan
yang tepat.

2. Cacat kurang isi (Misrun)

Gambar 2: Cacat kurang isi pada benda


Sumber: Dokumentasi pribadi

Penyebab cacat:
a. Logam cair pada ladel tidak cukup memenuhi rongga cetakan dan
ketika ditambah, logam logam dalam cetakan telah membeku,
sehingga akan membuat terhalangnya aliran logam dan terjadilah
cacat.
b. Bagian coran terlalu tipis sehingga memungkinkan terjadi
pembekuan awal pada bagian tertentu dan menyebabkan cacat.
c. Suhu logam cair kurang tinggi atau terjadi penurunan suhu, pada saat
penuangan dan menyebabkan pada bagian tertentu akan mengalami
pembekuan lebih cepat.
Pencegahan cacat:
a) Logam cair pada ladel pada saat penuangan harus cukup untuk
mengisi cetakan, sebelum melakukan penuangan harus mengukur
volume benda cetak dan disesuaikan dengan volume ladel, agar tidak
terjadi kurangnya logam yang akan dituangkan.
b) Cetakan dalam coran harus sama rata agar terjadi pembekuan yang
seragam.
c) Suhu pada saat penuangan harus tepat yaitu 1.350 – 1.450 ℃.

3. Gas Hole
Gas hole yaitu lubang yang nampak pada permukaan coran. Secara visual
terlihat bersih. Lubang ini ukurannya realtif kecil dan dapat dalam jumlah
yang banyak. Cacat ini disebabkan oleh gas yang terperangkap di dalam
coran ketika proses pencetakan.

Gambar 3: Cacat gas hole


Sumber: Dokumentasi pribadi
4. Cacat permukaan kasar

Gambar 4: Cacat permukaan kasar pada benda


Sumber: Dokumentasi pribadi

Penyebab cacat:
a. Terdapat butiran pasir yang terlalu besar, sehingga ada rongga-rongga
kecil yang dapat terisi oleh logam cair.
b. Pasir kurang bahan pengikat sehingga ada butiran pasir yang terlepas
dan menyebabkan permukaan menjadi kasar.
c. Terjadi kesalahan pada saat penataan rongga coran, sehingga
membuat hasil dari cetakan menjadi kasar.
Pencegahan cacat:
a. Ukuran pasir harus diayak hingga benar-benar seragam.
b. Memperhatikan pemberian bahan pengikat, agar tidak kekurangan
biasanya ditambahkan dengan bentonit.
c. Memperhatikan dengan cermat dan teliti penataan dalam pemberian
rongga coran.

B. Analisis Dampak Jarak Saluran Turun Pengecoran


a. Hasil Pengamatan Keutuhan Produk
Pada proses ini yang diamati adalah keutuhan produk coran dari
segi bentuk apakah sudah sesuai dengan cetakan yang dibuat, keutuhan
produk coran dapat dipengaruhi dari hasil pembuatan pola cetakan dan
proses pembekuan logam alumunium berjalan dengan baik maka hasil
produk coran baik, namun hasil coran pada kelompok kami mengalami
pembekuan dini.
b. Hasil Pengamatan Cacat Porositas
Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui cacat porisitas pada
hasil pengecoran. Porositas adalah suatu cacat dimana udara
terperangkap akibat aliran turbulen logam cair saat proses penuangan
melewati gating system yang dapat menurunkan kualitas hasil produk
cor. 
Dari gambar diatas diketahui porositas tertinggi pada posisi sprue
C (5 mm), kemudian diikuti hasil pengecoran posisi sprue B (3mm), dan
posisi porositas terendah pada hasil pengecoran posisi sprue A (1 mm).
Posisi sprue sangat berpengaruh pada cacat porositas. Pada posisi
saluran turun C terdapat cacat porositas paling tinggi karena posisi sprue
berada paling jauh sehingga saat penuangan ke cetakan lebih lamba
tkarena logam mengalir lebih lama, saat itu logam cair sudah mengalami
kepadatan terlebih dahulu pada sela rongga-rongga sebelum cetakan
terisi penuh. Pada posisi saluran masuk B memiliki porositas yang lebih
sedikit karena logam cair lebih cepat masuk ke dalam rongga-rongga
cetakan. Pada saluran masuk A memiliki porositas paling rendah karena
posisi saluran turun paling dekat dengan cetakan, maka logam cair akan
lebih cepat mengisi cetakan.
c. Hasil Pengujian Penyusutan

C. Analisis Dimensi Hasil Pengecoran


1. Massa
Benda Massa
Model 0.191 kg
Produk 1 (Saluran turun 1 cm) 0.190 kg
Produk 2 (Saluran turun 3 cm) 0.195 kg
Produk 3 (Saluran turun 5 cm) 0.185 kg
Tabel 1. Massa hasil coran
2. Dimensi
a. Model Cetakan
Keterangan Ukuran (mm)
Diameter luar besar 64.7
Diameter luar kecil 48.6
Diameter dalam besar 54
Diameter dalam kecil 36
Tinggi 47.5
Kedalaman 39
1 78
Jarak antar sisi segi enam 2 76.6
3 78
1 6.1
Ketebalan cekungan 2 5
3 5.7
1 43
2 45
3 44
Sisi segi enam
4 46
5 45
6 44
1 8.15
2 9
3 8.8
Ketebalan segi enam
4 8.55
5 8.3
6 9.4
Lebar segi enam 1 12.75
2 13.3
3 13
4 11.6
5 11.2
6 11.5
Tabel 2. Ukuran Model Cetakan

b. Produk hasil cor 1 (Saluran turun 1 cm)


Keterangan Ukuran (mm)
Diameter luar besar 63.4
Diameter luar kecil 48.58
Diameter dalam besar 53.5
Diameter dalam kecil 35.8
Tinggi 47.36
Kedalaman 37.3
1 76.1
Jarak antar sisi segi enam 2 72.4
3 75.8
1 5
Ketebalan cekungan 2 5.38
3 Cacat
1 44.3
2 44.12
3 44.4
Sisi segi enam
4 Cacat
5 Cacat
6 Cacat
1 8.2
2 Cacat
3 7
Ketebalan segi enam
4 7.2
5 7.5
6 7.8
Lebar segi enam 1 12.3
2 10
3 8.84
4 10.22
5 8
6 13.24
Tabel 3. Ukuran Produk Hasil Coran 1

c. Produk hasil cor 2 (Saluran turun 3 cm)


Keterangan Ukuran (mm)
Diameter luar besar 63.4
Diameter luar kecil 47.5
Diameter dalam besar 55.3
Diameter dalam kecil 36.2
Tinggi 47.14
Kedalaman 35.6
1 76.4
Jarak antar sisi segi enam 2 76.9
3 76.9
1 6.6
Ketebalan cekungan 2 6.2
3 5.3
1 43.4
2 42.5
3 44.8
Sisi segi enam
4 46.5
5 42.3
6 44.6
Ketebalan segi enam 1 8.8
2 8.4
3 8.3
4 7.9
5 8
6 8.4
1 10.9
2 10.6
3 11
Lebar segi enam
4 10.4
5 11.3
6 9.9
Tabel 4. Ukuran Produk Hasil Coran 2

d. Produk hasil cor 3 (Saluran turun 5 cm)


Keterangan Ukuran (mm)
Diameter luar besar 64
Diameter luar kecil 47.7
Diameter dalam besar 55.5
Diameter dalam kecil 35.9
Tinggi 46
Kedalaman 36.4
1 75.5
Jarak antar sisi segi enam 2 76.4
3 69
1 5.4
Ketebalan cekungan 2 5
3 6.3
1 Cacat
2 45
3 43.8
Sisi segi enam
4 43.3
5 43.6
6 Cacat
Ketebalan segi enam 1 8
2 7.7
3 7.8
4 8
5 8.5
6 8.3
1 10
2 11.3
3 12.7
Lebar segi enam
4 11.2
5 10.7
6 10
Tabel 5. Ukuran Produk Hasil Coran 3
BAB V
PENUTUP
SUMBER RUJUKAN

Anda mungkin juga menyukai