Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PETA KONSEP,CONTENT REPRESENTATION CORE DAN


STEM

DISUSUN OLEH :
- Zazkia Jilan Fadhila (A1320049)
- Abdussalam Aswin hadist (A1C320051)
- Mentari Sheila Prili Puteri W (A1C320061)
- Dhenis Anugrah Syaputri (A1C320062)
- Nikma Nur Qoidah (A1C320067)
- Ertina Novirasari (A1C320073)

DOSEN PENGAMPU

NENENG LESTTARI, S.Pd.,M.Pd

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam pembelajaran diperlukan pemahaman dari pesert didik untuk


menguasai materi yang diberikan. Dalam pembelajaran tidak sedikit dari peserta didik
yang kesulitan untuk memahami materi yang dihberikan karena berbagai kendala
seperti materi yang terlalu banyak, atau materi pelajaran yang memiliki sifat yang
abstrak yang tentunya dibutuhkan pemahaman yang lebih mendalam. Dengan
berbagai kendala yang demikian, dibutuhkan solusi yang tepat untuk menyelesaikan
permasalahan.

Berbagai soslusi dapat diterapkan untuk menangani kendala – kendala yang


ada seperti menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang ringkas atau
menggunakan model pembelajaran hingga pendekatan tertentu untuk meningkatkan
kualitas peserta didik. Dengan materi yang ringkas, pendekatan, dan model
pembelajaran yang sistematis dan menarik akan menimbulkan potensi yang besar
bagi para peserta didik mampu untuk memahami materi pembelajaran yang diberikan.

Materi pembelajaran yang ringkas dapat disajikan dalam bentuk peta konsep,
disajikan secara langsung dengan CORE atau menggunakan pendekatan STEM. Peta
konsep, CORE dan STEM merupakan suatu bentuk penyajian materi pembelajaran
yang diharapkan bagi para mahasiswa sebagai calon guru untuk dapat memahaminya.
Agar kompetensi mahasiswa sebagai calon guru menjadi lebih mumpuni dan handal.
Oleh karena itu kami menyajikan materi mengenai peta konsep, CORE, dan STEM
agar mahasiswa menegtahui dan dapat mendalami materi tersebut.

Rumusan Masalah

Adapaun yang menjadi tujuan dari penyajian materi mengenai peta konsep, content
representation (CORE), dan STEM adalah sebagai berikut ;

1. Apa itu peta konsep, CORE, dan STEM ?


2. Apa tujuan dari peta konsep, CORE, dan STEM ?
3. Bgaimana peta konsep, content representation (CORE) , dan STEM dapat
menyelesaikan permasalahan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran?
4. Apa manfaat dari peta konsep, CORE, dan STEM dalam proses
pembelajaran?

Tujuan :

Adapaun yang menjadi tujuan dari penyajian materi mengenai peta konsep, content
representation (CORE), dan STEM adalah sebagai berikut ;

1. Mahasiswa mengetahui mengenai peta konsep, content representation


(CORE), dan STEM
2. Mahasiswa dapat memahami penggunaan dari peta konsep, content
representation (CORE), dan STEM
3. Mahasiswa mampu dalam menerapkan dan mengggunakan peta konsep,
content representation (CORE), dan STEM.
BAB2

Landasan Teori

1. Peta Konsep
A. Pengertian Peta Konsep

Menurut Croasdell et al dalam Trisnawati, (2012) Peta konsep adalah bagan


gambar yang menunjukkan suatu daerah yang berisi konsep yang diwakili dengan
kata kunci yang dihubungkan satu dengan yang lainnya menggunakan tanda hubung.
Konsep tersebut berupa kata atau ide pokok yang mewakili kejadian, benda, atau
kejadian. Tanda hubung yang melingkupinya mewakili rantai sebuah konseptual
untuk menunjukkan bahwa suatu konsep bersifat konseptual dan logis maka
dihubungkan dengan suatu alat antara dua konsep atau lebih dengan menggunakan
peta konsep.

Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara


konsep-konsep dalam bentuk proposisi. Peta konsep mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: 1) peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan
proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah bidang itu bidang studi fisika, kimia,
biologi, matematika, sejarah, ekonomi, geografi, dan lain-lain. Dengan membuat
sendiri peta konsep, mahasiswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan
mempelajari bidang studi itu lebih bermakna. 2) peta konsep merupakan suatu
gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi
(Yunita, 2013).

Peta konsep menjadi visual assistance yang konkret dalam membantu proses
penyusunan informasi atau pengetahuan sebelum informasi atau pengetahuan itu
dipelajari. Strategi peta konsep memudahkan mahasiswa untuk mempelajari pokok
bahasan tertentu. Peta konsep secara visual berbentuk hirarki. Konsep yang
kedudukannya lebih luas (inklusif) yang akan diletakkan pada puncak peta dan ada
pula konsep-konsep yang bersifat lebih sempit yang mendukung konsep-konsep
utama (kurang inklusif). Mahasiswa dapat terbantu untuk memahami konsep-konsep
materi perkuliahan. Hasilnya adalah pengaruh positif hasil belajar yang diperoleh
(Ferry, 2019).

B. Kelebihan Peta Konsep

Menurut Dahar dalam Zulva & Hidayati, (2016)mengemukakan bahwa peta


konsep memiliki banyak kegunaan, antara lain:

1) menyelidiki apa yang telah diketahui siswa (mahasiswa). Dalam hal ini, guru
(dosen) mengetahui konsep apa saja yang telah dimiliki siswa (mahasiswa)
sebelum pembelajaran dimulai dengan cara siswa (mahasiswa) diberi pertanyaan
yang menuntut siswa (mahasiswa) untuk, menyebutkan konsep-konsep yang
telah mereka ketahui sebelumnya,

2) mempelajari cara belajar,

3) mengungkapkan konsepsi yang salah, dan

4) sebagai alat evaluasi.

Hal ini senada dikemukakan Husin dalam Zulva & Hidayati, (2016), kegunaan yang
dimiliki peta konsep, yaitu:

1) bagi siswa (mahasiswa) peta konsep dapat berguna untuk membantu cara belajar
konsep-konsep pokok dan proposisi, serta dapat mengaitkan pelajaran yang
sudah dimiliki dengan apa yang sedang dipelajari, sehingga terjadi belajar
bermakna,

2) peta konsep dapat digunakan sebagai alat evaluasi dalam proses belajar mengajar,
dan

3) peta konsep berperan juga sebagai alat untuk merangkum berbagai materi bacaan.

Menururt Novak dan Gowin; Haris dalam (Hardanti et al., 2016) mengemukakan
kelebihan peta konsep bagi guru dan siswa. Kelebihan peta konsep bagi guru adalah
sebagai berikut.

1. Pemetaan konsep dapat menolong guru mengorganisir seperangkat pengalaman


belajar secara keseluruhan yang akan disajikan.

2. Pemetaan konsep merupakan cara terbaik menghadirkan materi pelajaran, hal ini
disebabkan peta konsep adalah alat belajar yang tidak menimbulkan efek verbal bagi
siswa, karena siswa dengan mudah melihat, membaca, dan mengerti makna yang
diberikan.

3. Pemetaan konsep menolong guru memilih aturan pengajaran berdasarkan kerangka


kerja yang hierarki, hal ini mengingat banyak materi pelajaran yang disajikan dalam
urutan yang acak.

4. Peta konsep membantu guru meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengajaran.

2. Content Representation (CoRe)


a. Pengertian Content Representation (CoRe)

Menurut Williams dalam Sukardi., (2017) CoRe merupakan salah satu alat
konseptual yang dikembangkan oleh Lougharn, Berry, & Mulhall (2012) yang
merupakan konsep dasar untuk membantu guru pemula dalam memahami dan
mengembangkan PCK. CoRe dirancang khusus untuk menggambarkan kemampuan
PCK guru pemula yang berkaitan dengan strategi yang dipilih untuk mengajarkan
topik tertentu yang berlandaskan pada pengetahuan pedagogik. Misalnya ide tentang
bagaimana mengajarkan materi kepada siswa, kesulitan apa yang mungkin terjadi
pada siswa ketika mengajarkan materi tersebut, dan apa yang harus dilakukan untuk
mengatasi kesulitan itu, dan bagaimana menentukan langkah-langkah penilaian
terhadap hasil belajar siswa.

Menurut Fitriani dkk dalam Mulhayatiah dkk., (2021) Instrumen CoRe


(Content Representation) yaitu gambaran dari konsep atau isi materi pelajaran yang
akan diajarkan. Pengembangan CoRe dilakukan dengan meminta guru untuk berpikir
tentang apa yang mereka anggap sebagai "ide besar" yang berhubungan dengan
pengajaran topik atau materi pelajaran tertentu berdasarkan pengalaman mereka
mengajar. CoRe biasanya berbentuk sembilan pertanyaan yang harus dijawab calon
guru sebelum proses pembelajaran dilaksanakan dan ditulis dalam bentuk tabel.
b. Kelebihan Content Representation (CoRe)
CoRe terkait dengan materi tertentu yang fokus menggambarkan pemahaman
guru terhadap aspek yang mewakili dan membentuk materi tersebut. Dapat dikatakan
bahwa CoRe ini merupakan cara pandang guru terhadap sebuah materi tertentu yang
akan diajarkan pada siswa tertentu. CoRe disusun sebelum pelaksanaan pembelajaran
berlangsung dan digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan RPP atau skenario
pembelajaran (Purwaningsih, 2015).
Komponen CoRe yang dikembangkan Loughran terdiri dari delapan
pertanyaan yang biasanya direpresentasikan dalam bentuk matrik. Ke delapan
pertanyaan tersebut adalah: 1) apa yang diinginkan guru untuk dipelajari siswa dari
ide ini, 2) mengapa hal ini penting diketahui siswa, 3) hal lain dari materi ini yang
diketahui guru tetapi belum saatnya diketahui siswa, 4) kesulitan/ keterbatasan dalam
pengajaran, berkaitan dengan ide ini, 5) pengetahuan tentang pemikiran siswa yang
mempengaruhi ide, 6) faktor lain yang mempengaruhi cara mengajarkan materi ini, 7)
prosedur mengajar, 8) cara spesifik untuk memastikan pemahaman siswa
(Purwaningsih, 2015).
Pertanyaan tersebut terdiri dari ide pokok/ide besar, konsep apa yang akan
diajarkan kepada peserta didik terkait ide pokok, mengapa konsep tersebut penting
untuk dipelajari oleh peserta didik, konsep apa saja yang belum saatnya untuk
dipelajari oleh peserta didik terkait ide pokok tersebut, kesulitan atau keterbatasan
apa yang berhubungan dengan konsep tersebut, kesalahan konsep atau miskonsepsi
apa saja yang mungkin dialami oleh peserta didik, faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi dalam mengajarkan konsep tersebut, bagaimana urutan langkah
pembelajaran yang akan dilakukan untuk mengajarkan konsep tersebut, bagaimana
cara mengevaluasi pemahaman peserta didik dalam pembelajaran konsep tersebut
(Mulhayatiah dkk., 2021).
3. Pendekatan STEM
Menurut Kennedy Dan Odell dalam Utami dkk.,(2017) menunjukkan bahwa
pendidikan STEM yang berkualitas tinggi harus mencakup (a) integrasi teknologi dan
teknik menjadi ilmu pengetahuan dan matematika; (b) mengedepankan penyelidikan
ilmiah dan desain teknik, termasuk matematika dan instruksi sains; (c) pendekatan
kolaboratif terhadap belajar, menghubungkan siswa dan pendidik dengan STEM; (d)
Menyediakan sudut pandang global dan multi perspektif; (e) Menggabungkan strategi
seperti pembelajaran berbasis proyek, menyediakan pengalaman belajar formal dan
informal; Dan (f) Memasukkan Teknologi yang sesuai untuk meningkatkan
pembelajaran. Tujuan STEM dirancang untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam ilmu pengetahuan dan berinovasi pada produk teknologi agar dapat bersaing
secara global (Utami et al., 2017).
Menurut Tsupros dalam (Erlinawati et al., 2019) STEM merupakan suatu
pendekatan interdisipliner dimana konsep akademik digabungkan dengan pelajaran
atau permasalahan yang ada pada dunia nyata sehingga siswa dapat menerapkan
sains, teknologi, engineering, dan matematika dalam konteks yang membuat
hubungan antara sekolah, masyarakat, pekerjaan, dan perusahaan global sehingga
akan muncul kemampuan untuk bersaing dalam ekonomi baru.
BAB III
Pembahasan

1. Peta Konsep
Peta konsep adalah suatu cara atau strategi untuk menyajikan informasi dalam
bentuk konsep-konsep yang saling terhubung dalam suatu rangkaian.
Peta konsep menggunakan pengingat visual sensorik dalam suatu pola dari ide-ide
yang berkaitan untuk belajar, mengorganisasikan dan merencanakan. Dalam
membuat peta konsep, konsep-konsep yang ada di dalamnya harus diurutkan secara
hirarkis, mulai dari konsep paling inklusif ke konsep yang lebih khusus.

2. Core
Tujuan CoRe adalah memotret konten yang disampaikan guru kepada siswa pada
saat mengajar di kelas dengan mempertimbangkan pedagogi secara khas pada kelas
yang diajarnya. Kekhasan sendiri sangat tergantung pada kondisi pedagogi seperti
kondisi pemahaman siswa. CoRe sendiri disusun pertama kali untuk memotret konten
sains.
CoRe dapat membantu dalam menghubungkan bagaimana, mengapa dan apa isi
yang akan diajarkan dengan konsep yang penting dalam pembelajaran. Berdasarkan
pendapat ahli terkait CoRe, mahasiswa calon guru matematika dapat merencanakan
kegiatan dalam proses pembelajaran yang memiliki kesesuaian antara konten materi
yang diajarkan dengan pedagogisnya. CoRe dikembangkan dengan meminta guru
atau calon guru untuk berpikir tentang apa yang mereka anggap “Ide besar” yang
berhubungan dengan topik tertentu berdasarkan pengalaman mereka.
Penyusunan CoRe disusun berdasarkan pertanyaan pertanyaan yang diajukan
oleh laughran terkait dengan kemampuan guru dalam merencanakan konten untuk
diajarkan kepada siswa. Instrument ini untuk mengukur kemampuan PCK yang
digunakan berupa data CoRe permasalahan konten, pendekatan pengajaran dan
asumsi guru terkait dengan materi yang penting untuk diajarkan kepada siswa,
merencanakan pengajaran konten ditinjau dari struktur konten yang sesuai dengan
siswa, serta merencanakan konten sesuai dengan tingkat pemahaman materi yang ada
di siswa, ada tiga bagian penting dalam penilaian representasi konten ini yang (1)
pemilihan ide besar dalam hal ini data akan ekstarksi dari peta konsep yang dibuat
oleh guru, yang kedua adalah (2) landasan keputusan kurikuler berkaitan dengan
petanyaan tentang landasan (a) pemilihan konsep, (b) nilai pentingnya konsep bagi
siswa (c) keluasan dan kedalaman konsep. Berikutnya (3) landasan keputusan
instruksional meliputi (a) prediksi kesulitan dalam mengajar konsep (b) prediksi
kondisi siswa dalam mengajarkan konsep (c) pertimbangan dalam mengajarkan
konsep tersebut (d) Prosedur (Urutan/alur) mengajarkan konsep (e) pengukuran
tahapan pemahaman siswa (f) Bagaimana memanfaatkan teknologi dalam
pembelajaran. Untuk mempermudah pengambilan data maka disusun instrument
representasi konten dalam dua bentuk yang pertama peta konsep yang dibuat oleh
guru untuk bagian 1 berupa perintah untuk membuat peta konsep tentang konten serta
turunannya, dan daftar isian untuk bagian 2 dan 3.
Penggunaan CoRe bagi perkembangan calon guru memiliki dampak yang sangat
banyak karena dari hasil-hasil pemikiran yang ditemukan dari guru pemula atau calon
guru dapat diaplikasikan langsung di dalam kelas sehingga pada saat menemukan
kekurangan dalam ide yang mereka tuangkan, mereka dapat memikirkan kembali
untuk bagaimana meingkatkan kualitas dalam proses pembelajaran selanjutnya.

3. Stem

STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematic) adalah


pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan antara pengetahuan alam, teknologi,
mesin dan matematika dalam satu pengalaman belajar siswa dan pendekatan
interdisipliner dan diterapkan berdasarkan konteks dunia nyata dan pembelajran
berbasis masalah. Pembelajran STEM meliputi proses berfikir kritis, analisis, dan
kolaborasi dimana siswa mengintregasikan proses dan konsep dalam konteks dunia
nyata dari ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa, dan matematika mendorong
pengembangan ketrampilan dan kompetensi untuk kuliah, karir, dan kehidupan.
Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dan para siswa bereksplorasi
dengan berkolaborasi dalam menyelesaikan tugas belajarnya. STEAM merupakan
sebuah pendekatan pendidikan yang memadukan lima disiplin ilmu secara harmonis
untuk melengkapi dan sebagai dasar untuk memandu siswa dalam inquiry
(penyelidikan), dialog dan pemikiran kritis/critical thinking. Lima disiplin ilmu
tersebut diantaranya adalah sains, teknologi, teknik, seni dan matematika.
Manfaat model pembelajaran STEAM bisa diketahui dari kegunaanya untuk
menjawab tantangan zaman yang serba cepat. Karena apabila pembelajaran ini
diimplementasikan, siswa kedepannya akan lebih mudah untuk beradaptasi dengan
zaman. Karena dengan dasar sains dan matematika siswa bisa mengejar ilmu atau
keterampilan yang nantinya ingin mereka capai atau inginkan. Dengan ilmu atau
keterampilan yang mereka raih maka untuk mendapatkan pekerjaan atau
memproduksi sesuatu akan jauh lebih mudah. Tentu terdapat pula skill lain yang
perlu diasah pada zaman sekarang, yakni critical thinking, komunikasi,
kolaborasi, pemecahan masalah dan literasi digital.
Selain itu dengan memanfaatkan pembelajaran STEAM, guru atau lembaga
pendidikan akan membantu kemajuan sistem pendidikan Indonesia. Karena dengan
penerapan pembelajaran STEAM, kita akan meninggalkan pembelajaran LOTS yang
lebih cenderung untuk menghafal, dan lebih mengutamakan pembelajaran HOTS
yang lebih berpusat pada pemecahan masalah. Ini juga didukung oleh penemuan
Becker dan Park (2011) bahwa dengan memanfaatkan pembelajaran STEAM, maka
siswa akan lebih terlatih dari segi psikomotorik, kognitif dan afektif.
Penggunaan pendekatan STEM dalam bidang pendidikan memiliki tujuan
untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat bersaing dan siap untuk bekerja sesuai
bidang yang ditekuninya. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian
Hannover (2011: 8) menunjukkan bahwa tujuan utama dari STEM Education adalah
sebuah usaha untuk menunjukkan pengetahuan yang bersifat holistik antara subjek
STEM. Dalam konteks pendidikan dasar dan menengah, pendidikan STEM bertujuan
mengembangkan peserta didik yang STEM literate, dengan rincian sebagai berikut :
1. Memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi pertanyaan
dan masalah dalam situasi kehidupannya, menjelaskan fenomena alam, mendesain,
serta menarik kesimpulan berdasar bukti mengenai isu-isu terkait STEM;
2. Memahami karakteristik khusus disiplin STEM sebagai bentuk-bentuk
pengetahuan, penyelidikan, dan desain yang digagas manusia;
3. Memiliki kesadaran bagaimana disiplindisiplin STEM membentu k lingkungan
material, intelektual dan kultural,
4. Memiliki keinginan untuk terlibat dalam kajian isu-isu terkait STEM (misalnya
efisiensi energi, kualitas lingkungan, keterbatasan sumberdaya alam) sebagai
warga negara yang konstruktif, peduli, serta reflektif dengan menggunakan
gagasan- gagasan sains, teknologi, rekayasa, dan matematika.
Pendidikan STEM memberi pendidik peluang untuk menunjukkan kepada
peserta didik mengenai konsep, prinsip, dan teknik dari sains, teknologi, rekayasa,
dan matematika yang diterapkan secara terintregasi dalam pengembangan produk,
proses, dan sistem yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
berbasis STEM peserta didik menggunakan sains, teknologi, rekayasa, dan
matematika dalam konteks nyata yang menghubungkan antara sekolah, dunia kerja,
serta dunia global, guna mengembangkan literasi STEM yang diharapkan peserta
didik mampu bersaing dalam era ekonomi baru yang berbasis pengetahuan.
Engineering merupakan pengetahuan dan ketrampilan untuk memperoleh serta
mengaplikasikan pengetahuan ilmiah, ekonomi, sosial, serta mendesain dan
mengkontruksi mesin, peralatan, sistem, material, dan proses yang bermanfaat bagi
manusia secara ekonomis dan ramah lingkungan.
Pendekatan STEM merupakan solusi alternatif dalam pembelajaran abad 21.
Hal ini karena STEM mampu meningkatkan daya ungkit dan daya angkat potensi diri
siswa. Selain itu, STEM juga mampu menyajikan cara pemecahan masalah dalam
kehidupan nyata. Sebagai contoh, siswa dapat mengembangkan produk, proses, dan
sistem yang bermanfaat melalui keterkaitan antara sains, teknologi, enjinering, dan
matematika.
Meskipun tujuan pendekatan STEM sangat baik bagi perkembangan hard
skills dan soft skills siswa, namun faktanya masih sedikit guru yang
memanfaatkannya. Hal ini jelas sekali terlihat ketika guru mengajarkan materi
pelajaran yang masih memisahkan antara konsep sains-matematika dan rekayasa-
teknologi saat pembelajaran berlangsung. Akibatnya, pembelajaran menjadi kurang
bermakna dan berkembang.
Belum optimalnya penggunaan pendekatan STEM dalam pembelajaran,
disebabkan karena pengetahuan dan keterampilan guru terhadap STEM masih
kurang. Oleh karena itu, para guru harus diberikan pelatihan sekaligus pendampingan
yang memadai. Melalui program guru penggerak dan semacamnya, para guru dapat
digenjot untuk menerapkan pendekatan STEM dalam pembelajaran.
Penerapan pendekatan STEM dalam pembelajaran yang akan diberikan
melalui pelatihan dan pendampingan oleh guru penggerak, sebaiknya difokuskan
pada pengembangan literasi siswa. ada 4 kemampuan literasi siswa yang harus
dikembangkan yaitu sebagai berikut :
1. Literasi sains, yaitu mengidentifikasi informasi ilmiah, mengaplikasikannya, dan
mencari solusi.
2. Literasi teknologi, yaitu terampil menggunakan berbagai teknologi, belajar
mengembangkan teknologi, menganalisis teknologi, dan merubah cara berpikir
seperti para teknokrat.
3. Literasi enjinering, yaitu kemampuan mengembangkan teknologi dengan desain
kreatif dan inovatif melalui penggabungan berbagai bidang ilmu.
4. Literasi matematika sebagai kemampuan dalam menganalisis dan menyampaikan
gagasan, rumusan, menyelesaikan masalah secara matematik dan
pengaplikasiannya.
Sementara itu, untuk menerapkan strategi pembelajaran STEM, ada 4
komponen yang perlu diperhatikan :
1. Support, yaitu dukungan yang terkait dengan berbagai kegiatan dalam
mendukung guru menerapkan pembelajaran STEM.
2. Teaching, yaitu persiapan pembelajaran dan implementasinya di kelas.
3. Efficacy, yaitu rasa percaya diri oleh guru dalam mengimplementasikan
pembelajaran STEM.
4. Material sebagai kesiapan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran.
Kiranya dengan memberikan bekal pelatihan dan pendampingan STEM
kepada guru, diharapkan penggunaan pendekatan STEM dalam pembelajaran akan
lebih optimal. Sehingga siswa sebagai subjek pembelajaran memperoleh kemampuan
dan keterampilan yang memadai untuk menerapkan konsep sains-matematika dan
rekayasa-teknologi yang semakin dibutuhkan dalam tuntutan kerja abad 21.
BAB IV
Kesimpulan

Dari kajian teori yang telah dibahas maka dapat di ambil kesimpulan :

1. Peta konsep dapat menunjukkan hubungan bermakna konsep-konsep dalam


bentuk proposisi, peta konsep adalah skema rencana pengajaran/penyajian
satu set konsep bermakna dalam sebuah kerangka kerja dalam bentuk
proposisi, peta konsep juga bisa sebagai media yang dapat dilihat sebagai peta
jalan kecil, kita dapat melihat hubungan bermakna konsep-konsep dalam
proposisi-proposisi.

2. CoRe terkait dengan materi tertentu yang fokus menggambarkan pemahaman


guru terhadap aspek yang mewakili dan membentuk materi tersebut. Dapat
dikatakan bahwa CoRe ini merupakan cara pandang guru terhadap sebuah
materi tertentu yang akan diajarkan pada siswa tertentu. CoRe disusun
sebelum pelaksanaan pembelajaran berlangsung dan digunakan sebagai acuan
dalam mengembangkan RPP atau skenario pembelajaran.

3. STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) adalah


pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan antara pengetahuan alam,
teknologi, mesin dan matematika dalam suatu pengalaman belajar siswa dan
pendekatan interdispliner dan diterapkan berdasarkan konteks dunia nyata dan
pembelajaran berbasis masalah.

4. Pada strategi pembelajaran STEM terdapat 4 komponen yang harus


diperhatikan yaitu (1) Support, (2) Teaching, (3) Efficacy, (4) Material.
DAFTAR PUSTAKA

Erlinawati, C. E., Singgih, B., & Maryani. (2019). Model Pembelajaran Project Based
Learning Berbasis STEM Pada Pembelajaran Fisika. Seminar Nasional
Pendidikan Fisika 2019, 4(1), 1–4.
Hardanti, E. K., Sarwanto, & Cari. (2016). Pengembangan Modul Pembelajaran
Berbasis Peta Konsep Pada Materi Gelombang Elektromagnetik Kelas XI Sman
1 Dolopo Kabupaten Madiun Jawa Timur. Jurnal Inkuiri, 5(2), 64–70.
https://media.neliti.com/media/publications/67094-ID-pengembangan-modul-
pembelajaran-fisika-b.pdf.
Mulhayatiah, D., Agnia, L. S., & Suhendi, H. Y. (2021). Analisis Kompetensi
Pedagogical Content Knowledge Calon Guru Fisika Berdasarkan Instrumen
CoRe dan PaP-eRs Pada Materi Gelombang Bunyi. Jurnal Penelitian
Pembelajaran Fisika, 12(1), 37–46. https://doi.org/10.26877/jp2f.v12i1.7912
Purwaningsih, E. (2015). Potret Representasi Pedagogical Content Knowledge (PCK)
Guru dalam Mengajarkan Materi Getaran dan Gelombang pada Siswa Smp.
Indonesian Journal of Applied Physics, 5(01), 9.
https://doi.org/10.13057/ijap.v5i01.252
Sukardi, R. R. (2017). Content Representation ( Core ): Instrumen Pengembangan
Pedagogic Content Knowledge ( Pck ) Bagi Guru Pemula. Proceeding Seminar
Nasional IPA VIII, April, 158–163.
Trisnawati, D. (2012). Penerapan Peta Konsep Pada Pokok Bahasan Tekanan Untuk
Mendeskripsikan Penguasaan Konsep Siswa. Unnes Physics Education Journal,
1(1). https://doi.org/10.15294/upej.v1i1.772
Utami, I. S., Septiyanto, R. F., Wibowo, F. C., & Suryana, A. (2017). Pengembangan
STEM-A ( Science , Technology , Engineering , Mathematic And Animation )
Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi, 06 (1),
06(April), 67–73. https://doi.org/10.24042/jpifalbiruni.v6i1.1581
Zulva, R., & Hidayati, D. A. (2016). Hubungan Antara Kemampuan Membuat Peta
Konsep Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Fisika Stkip Pgri Sumatera Barat.
Gravity: Jurnal Ilmiah Penelitian Dan Pembelajaran Fisika GRAVITY, 2(2),
133–142. http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/Gravity

Anda mungkin juga menyukai