Anda di halaman 1dari 20

Rinitis Akibat Kerja

Jerry Tobing
jerryfjtobingtobing@yahoo.com
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia, Medan

Abstrak
Rhinitis merupakan suatu penyakit pada hidung yang salah satunya bisa berhubungan dengan
pekerjaan seperti alergen atau pencetus lainnya. Adapun gejala rhinitis akibat kerja berupa
sumbatan hidung, bersin, hidung berair, gatal, keterbatasan aliran udara pada hidung dan
hipersekresi Salah satu penatalaksanaan rhinitis akibat kerja adalah dengan menghindari dan
mengurangi paparan terhadap agen penyebab yang dikombinasikan dengan terapi obat-obatan.
Rinitis akibat kerja dapat terjadi reaksi lambat yang terisolasi, oleh karena itu gejala-gejalanya
dapat timbul beberapa jam setelah meninggalkan tempat kerja.
Key word : Rhinitis Akibat Kerja, Faktor Pencetus, Alergen

Pendahuluan disebabkan oleh sensitisasi terhadap bahan


Rinitis yang berhubungan dengan kimia ditempat kerja. Diagnosis ditegakkan
pekerjaan, secara umum lebih banyak berdasarkan riwayat pekerjaan, dan jika
dibandingkan dengan asma akibat kerja. tersedia dilakukan sensitisasi terhadap agen
Rata-rata prevalensinya berbeda luas antara penyebab. Penatalaksanaan rinitis yang
lingkungan kerja dan dengan agen berhubungan dengan pekerjaan sama
penyebab yang bervariasi. Sebagai contoh halnya dengan rinitis yang tidak
rinitis akibat kerja diperkirakan menyerang berhubungan dengan pekerjaan, termasuk
2-87% dari pekerja yang terpapar oleh menghindari dan mengurangi paparan
alergen protein di lingkungan kerja, dan 3- terhadap agen penyebab yang dikombinasi
48% disebabkan oleh agen kimia. Rinitis dengan terapi obat-obatan (Sublett et all,
akibat kerja didefinisikan sebagai suatu 2010). Rinitis yang berhubungan dengan
rinitis yang disebabkan oleh substansi pekerjaan meliputi keadaan yang
spesifik pada lingkungan pekerjaan, seperti berhubungan dengan adanya gejala pada
alergen atau pencetus lainnya. Rinitis hidung yang dicetuskan ditempat kerja.
akibat kerja sering dihubungkan dengan Survey paparan pada pekerjaan untuk agen
alergi (yang diperantarai oleh Ig E) yang mensensitisasi rinitis akibat kerja dua
sensitisasi terhadap alergen protein dengan sampai empat kali lipat lebih banyak
berat molekul tinggi atau jarang sekali dibandingkan dengan asma akibat kerja.

Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022 121


Hubungan antara rinitis akibat kerja dengan yang sering didahului oleh perkembangan
asma akibat kerja adalah sebagian besar rinitis akibat kerja, khususnya ketika agen
pasien yang didiagnosa dengan asma akibat dengan berat molekul besar terlibat
kerja juga menderita rinitis akibat kerja, (Moscato et all, 2009).
Bagian bibir atas membentuk cekungan
Anatomi Hidung dangkal memanjang dari atas ke bawah,
Rongga hidung merupakan suatu disebut filtrum. Sebelah menyebelah
terowongan dari depan ke belakang kolumela adalah nares anterior atau nostril
berbentuk segitiga dengan bagian sempit di (lubang hidung) kanan dan kiri
atas dan lebar di bawah. Rongga hidung (Mangunkusumo E et all, 2012).
dipisahkan oleh septum di bagian tengah Kerangka tulang terdiri dari
menjadi rongga hidung kanan dan kiri. (Mangunkusumo E et all, 2012 dan
Lubang bagian depan disebut nares anterior Ballenger, 2003):
dan lubang bagian belakang disebut nares 1. Sepasang os nasalis (tulang
posterior atau koana yang hidung)
menghubungkannya dengan nasofaring 2. Prosesus frontalis os maksila
(Mangunkusumo E et all, 2012). 3. Prosesus nasalis os frontalis
A. Hidung Luar Sedangkan kerangka tulang rawan
Hidung luar berbentuk pyramid terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
dimana kerangkanya dibentuk oleh tulang yang terletak di bagian bawah hidung
dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, yaitu:
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang 1. Sepasang kartilago nasalis lateral
berfungsi untuk melebarkan atau superior
menyempitkan lubang hidung. Bagian 2. Sepasang kartilago nasalis lateral
puncak hidung biasanya disebut apeks. inferior (kartilago ala mayor)
Bagian agak ke atas dan belakang dari 3. Beberapa pasang kartilago ala
apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), minor
yang berlanjut sampai kepangkal hidung 4. Tepi anterior kartilago septum nasi
dan menyatu dengan dahi yang disebut (Mangunkusumo E et all, 2012 dan
kolumella membranosa mulai dari apeks Ballenger, 2003).
yaitu di posterior bagian tengah bibir dan Otot-otot ala nasi terdiri dari dua
terletak sebelah distal dari kartilago kelompok yaitu:
septum. Titik pertemuan kolumela dengan 1. Kelompok dilator
bibir atas di kenal sebagai dasar hidung.

122 Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022


* M. Dilator nares (anterior 2. Kelompok konstriktor
dan posterior) * M. Nasalis
* M. Proserus * M. Depresor septi
* Kaput angular M. Kuadratus (Ballenger, 2003).
labii superior

Gambar 1. Anatomi hidung luar (Dhingra PL, 2007).

B. Hidung Dalam • Lamina perpendikularis os


Hidung bagian dalam terdiri dari etmoid
(Mangunkusumo E et all, 2012 dan • Vomer
Ballenger, 2003). • Krista nasalis os maksila
a. Vestibulum • Krista nasalis os palatine
Terletak tepat di belakang nares Bagian tulang rawan terdiri dari :
anterior, dilapisi oleh kulit yang • Kartilago septum (lamina
mempunyai banyak kelenjar kuadriangularis)
sebasea dan rambut-rambut yang • Kolumella
disebut vibrise. c. Kavum nasi
b. Septum nasi 1. Dasar hidung
Septum dibentuk oleh tulang dan Dasar hidung dibentuk oleh
tulang rawan, yang membagi prosesus palatine os maksila dan
kavum nasi menjadi dua ruang prosesus horizontal os
kanan dan kiri. palatum.
Bagian tulang terdiri dari : 2. Atap hidung

Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022 123


Terdiri dari kartilago lateralis yang melekat pada os maksila
superior dan inferior, os nasal, dan labirin etmoid, sedangkan
prosesus frontalis os konka media, superior dan
maksila, korpus os etmoid dan suprema merupakan bagian dari
korpus os sphenoid. Sebagian labirin etmoid
besar atap dibentuk oleh lamina 5. Meatus nasi
kribosa yang dilalui oleh Di antara konka-konka dan
filament-filamen n. Olfaktorius dinding lateral hidung terdapat
yang berasal dari permukaan rongga sempit yang disebut
bawah bulbus olfaktorius meatus. Meatus inferior terletak
berjalan menuju bagian teratas di antara konka inferior dengan
septum nasi dan permukaan dasar hidung dan dinding lateral
kranial konka superior. rongga hidung. Pada meatus
3. Dinding lateral inferior terdapat muara
Dibentuk oleh permukaan nasolakrimalis. Meatus media
dalam prosesus frontalis os terletek di antara konka media
maksila, os lakrimalis, konka dan dinding lateral rongga
superior, konka media, konka hidung. Pada meatus media
inferior, lamina perpendikularis terdapat bula etmoid, prosesus
os palatum dan lamina unsinatus, hiatus semilunaris
pterigoideus media dan infundibulum etmoid.
4. Konka Disini terdapat muara sinus
Pada dinding lateral hidung maksila, frontalis dan sinus
terdapat 4 buah konka. Yang etmoid anterior.
terbesar dan letaknya paling Pada meatus superior yang
bawah ialah konka inferior, merupakan ruang diantara
kemudian yang lebih kecil ialah konka superior dan konka media
konka media dan konka terdapat muara sinus etmoid
superior, sedangkan yang posterior dan sinus sphenoid.
terkecil disebut konka suprema. 6. Dinding medial
Konka suprema ini biasanya Dinding medial hidung adalah
rudimenter. Konka inferior septum nasi.
merupakan tulang tersendiri

124 Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022


Gambar 2. Anatomi Hidung Dalam (Dhingra PL, 2007).

C. Perdarahan Hidung (Ballenger, Bagian bawah rongga hidung


2003) mendapat perdarahan dari cabang a.
Perdarahan untuk hidung bagian Maksilaris interna, diantaranya ialah ujung
dalam berasal dari 3 sumber: a. Palatina mayor dan a. Sfenopalatina yang
1. A. Etmoidalis anterior, yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama
mendarahi septum bagian superior n. Sfenopalatina dan memasuki rongga
anterior dan dinding lateral hidung hidung di belakang ujung posterior konka
2. A. Etmoidalis posterior (cabang media. Bagian depan hidung mendapat
dari a. ophtalmika), mendarahi perdarahan dari cabang-cabang arteri
septum bagian superior posterior fasialis (Dhingra PL, 2007).
3. A. Sfenopalatine, terbagi menjadi
a. nasalis posterolateral yang
menuju ke dinding lateral hidung
dan a. septi posterior yang
menyebar pada septum nasi.

Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022 125


Gambar 3. Sistem perdarahan hidung (Dhingra PL, 2007).
Pada bagian depan septum terdapat (Mangunkusumo, 2010 dan Ballenger
anatomosis dari cabang-cabang a. 2003).
Sfenopalatina, a. Etmoid anterior, a.
Labialis superior dan a. Palatina mayor, D. Persarafan Hidung
yang disebut pleksus Kiesselbach (Little (Mangunkusumo E et all 2012,
Area) yang letaknya superficial dan mudah Ballenger 2003)
cedera oleh trauma, sehingga sering 1. Saraf sensorik
menjadi sumber epistaksis Bagian depan dan atas rongga
(Mangunkusumo, 2010). hidung mendapat persarafan
Vena-vena hidung mempunyai sensoris dari n. Etmoidalis anterior,
nama yang sama dan berjalan merupakan cabang dari n.
berdampingan dengan arterinya. Vena di Nasosiliaris, yang berasal dari n.
vestibulum dan struktur luar hidung Oftalmikus, yang berasal dari n.
bermuara ke vena ophtalmica superior yang Maksila melalui ganglion
berhubungan dengan sinus kavernosus sfenopalatina.

126 Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022


Gambar 4. Sistem persarafan Hidung (Dhingra PL, 2007).

2. Saraf otonom berakhir pada sel-sel penghidu


Ganglion sfenopalatina, selain pada mukosa olfaktorius di daerah
memberikan persarafan sensoris, sepertiga atas hidung.
juga memberikan persarafan
vasomotor atau otonom untuk E. Mukosa Hidung
mukosa hidung. Ganglion Rongga hidung dilapisi oleh
sfenopalatina terletak dibelakang mukosa pernafasan (mukosa respiratori)
dan sedikit di atas ujung posterior dan mukosa penghidu ( mukosa
konka media. Ganglion ini olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat
menerima serabut sensoris dari pada sebagian besar rongga hidung yang
nervus maksila, parasimpatis dari dilapisi oleh epitel torak berlapis semu
nervus petrosus superfisialis mayor mempunya silia (cilliated pseudostratified
sedangkan serabut simpatis dari collumner epithelium) dan diantaranya
nervus petrosus profundus. terdapat sel-sel goblet. Mukosa penghidu
3. Olfaktorius terdapat pada atap rongga hidung, konka
Nervus olfaktorius turun melalui superior dan spertiga atas septum. Dilapisi
lamina kribosa dari permukaan oleh epitel torak berlapis semu tidak
bawah bulbus olfaktorius dan bersilia ( pseudostratified collumner non

Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022 127


cilliated epithelium), terdiri atas tiga Hidung merupakan saluran udara
macam sel sel penunjang, sel basal dan sel yang kokoh menuju traktus
reseptor penghidu. Daerah mukosa respiratorius bagian bawah. Udara
penghidu berwarna coklat kekuningan. masuk melalui nares anterior, pada
Dalam keadaan normal mukosa respiratori ekspirasi udara masuk melalui
berwarna merah muda dan selalu basah koana.
karena diliputi oleh palut lendir (mukus 2. Pengatur kondisi udara (air
blanket) pada permukaanya conditioning)
(Mangunkusumo et all, 2012). Fungsi ini dilakukan dengan cara
mengatur kelembaban udara yang
F. Sistem Transpor Mukosiliar dilakukan oleh palut lender
Merupakan sistem pertahanan aktif (mucous blanket) dan mengatur
rongga hidung terhadap virus, bakteri, suhu yang dimungkinkan oleh
jamur atau partikel berbahaya lain yang banyaknya pembuluh darah
terhirup bersama udara. Efektivitas sistem dibawah epitel serta permukaan
transpor mukosilier dipengaruhi oleh konka dan septum yang luas.
kualitas silia dan palut lendir. Palut lendir 3. Penyaring udara
ini dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel Untuk membersihkan udara
dan kelenjar seromusinosa submukosa. inspirasi dilakukan oleh rambut
Bagian bawah dari palut lendir terdiri dari (vibrissae) pada vestibulum nasi,
cairan serosa sedangkan bagian silia, palut lender dan lysozim.
permukaannya terdiri dari mukus yang 4. Indra penghidu
lebih elastik dan banyak mengandung Mukosa olfaktorius pada atap
protein plasma seperti albumin, Ig G, Ig M rongga hidung, konka superior dan
dan faktor komplemen. Sedangkan cairan sepertiga bagian atas septum.
serosa mengandung laktoferin, lisozim, 5. Resonansi suara
inhibitor lekoprotease sekretorik, dan Ig A Resonansi oleh hidung penting
sekretorik (s-Ig A) (Mangunkusumo E et untuk kualitas suara ketika
all, 2012). berbicara dan menyanyi. Sumbatan
Fisiologi Hidung hidung akan menyebabkan
Fungsi hidung antara lain resonansi suara berkurang dan
(Mangunkusumo E dan Soetjipto D, hilang, sehingga terdengar suara
2006). sengau (rinolalia).
1. Jalan nafas 6. Proses bicara

128 Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022


Hidung membantu proses Sedangkan rinitis akibat kerja
pembentukan kata-kata. Kata merupakan penyakit inflamasi pada hidung
dibentuk oleh lidah, bibir dan dengan karakteristik gejala yang bersifat
palatum mole. Pada pembentukan intermitten atau persisten, berupa bersin-
konsonan nasal (m, n, ng) rongga bersin, beringus, hidung gatal dan atau
mulut tertutup dan hidung terbuka, hidung tersumbat, dengan hambatan aliran
palatum molle turun untuk aliran udara hidung (nasal air flow) dan atau
udara. hipersekresi yang disebabkan oleh kondisi
7. Reflek nasal lingkungan kerja dimana gejala akan
Mukosa hidung merupakan membaik jika berada di luar tempat kerja
reseptor reflex yang berhubungan (Moscato, 2009).
dengan saluran cerna,
kardiovaskuler dan pernapasan, Kekerapan
contoh iritasi mukosa hidung Meskipun rinitis sering terjadi,
menyebabkan reflex bersin dan tetapi prevalensi dan insidens rinitis akibat
nafas terhenti. kerja pada populasi penduduk hampir tidak
pernah dilaporkan secara spesifik. Analisis
Definisi Rinitis kasus rinitis akibat kerja telah dilaporkan
Rinitis didefinisikan sebagai sebuah selama tahun 1986-1991 menunjukkan
peradangan dari lapisan hidung, dan bahwa adanya peningkatan resiko pada
ditandai dengan gejala-gejala hidung pedagang pakaian bulu, pekerja di toko roti,
termasuk rinore pada anterior maupun pekerja ditempat penyimpanan roti, pekerja
posterior hidung, bersin, hidung tersumbat ditempat pembuatan makanan, dokter
dan gatal. Menurut definisinya, gejala- hewan, petani, pembuat barang-barang
gejala terjadi selama dua hari atau lebih elektronik, dan pada pekerja pembuat kapal
berturut-turut lebih dari satu jam selama (Moscato, 2008).
berhari-hari. Dikarenakan belum ada Pekerja yang sudah ada riwayat atopi,
kesepakatan metode standar internasional intensitas pajanan debu kayu akan
untuk mendiagnosa secara objektif meningkatkan kadar eosinofil kerokan
peradangan hidung, evaluasi gejala mukosa hidung secara signifikan. Intensitas
ditetapkan menjadi hal yang sangat penting pajanan debu kayu dapat meningkatkan
untuk mendiagnosis rhinitis (Airaksinen L, kadar eosinofil kerokan mukosa hidung
2010). pada individu yang atopi (Sendra N, 2008).

Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022 129


Tabel 1. Insidensi rinitis dan asma akibat kerja (Moscato, 2009).
Pada tahun 2009 dilakukan 1. Gangguan (Annoyance)
penelitian oleh Diah Yamini dkk, terhadap Timbul pada individu dengan
56 orang polisi lalu lintas di wilayah kesadaran penciuman yang tinggi
poltabes Denpasar yang terpajan polusi terhadap bahan-bahan seperti
udara setelah bekerja selama delapan tahun parfum dan detergen. Kemungkinan
lebih rentan terkena rinitis akibat kerja perkembangan reaksi gangguan
akibat pajanan polusi udara. Anita dkk, meningkat oleh karena polip nasi,
melakukan penelitian terhadap kualitas sinusitis, ketergantungan tembakau,
hidup penderita yang bekerja dan terpajan dan penggunaan nasal dekongestan
debu terigu di pabrik tepung terigu PT X di yang berlebihan atau obat-obatan
Makasar, dimana tidak ditemukan adanya terlarang.
hubungan yang bermakna antara lama 2. Iritasi (Irritational)
pajanan dengan kualitas hidup penderita Yaitu peradangan nonspesifik pada
rinitis akibat kerja (Darsika, 2009 dan hidung yang non imunologik atau
Manuputy, 2009). alergi. Paparan terhadap bahan-
Etiologi bahan seperti asap rokok, formalin,
Bardana mengklasifikasikan dan capsaicin, menghasilkan
penyebebab rinitis akibat kerja sebagai pelepasan bahan P, suatu transmitter
berikut : sensoris yang mencetuskan suatu

130 Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022


respon peradangan neurogenik. yang menghasilkan perubahan
Rinitis akibat kerja jenis ini permanen pada fungsi fisiologi pada
dijumpai pada pasien yang bekerja sistem olfaktorius dan
pada lingkungan yang tertutup dan menyebabkan kehilangan
yang terpapar terhadap material penciuman. Jenis bahan kimia yang
seperti cat, bedak, dan debu batu reaktif seperti klorin, sulfur dioxida,
bara. amonia, dan formaldehida.
3. Zat Korosif (Corrosive) 4. Imunologi (Immunologic)
Rinitis akibat kerja ini dihasilkan Respon alergi yang diperantarai
oleh paparan terhadap gas-gas oleh Ig E, yang diakibatkan reaksi
kimia larut yang mengiritasi dan hidung yang segera atau lambat.
dengan konsentrasi yang tinggi, Alergen dengan berat molekul
menyebabkan peradangan pada tinggi maupun rendah yang
hidung dimana mukosa hidung mengelilingi protein dapat
dapat rusak dan mengalami ulkus, menimbulkan respon alergi (Slavin,
sama seperti terbakar bahan kimia, 2005).

Tabel 3. Agen penyebab dan paparan rinitis akibat kerja (Slavin, 2010).

Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022 131


Patofisiologi adalah hubungannya dengan
Epitel mulai dari hidung sampai sensitivitas inmunologi, misalnya
saluran nafas bawah adalah sama, jenis dan peningkatan antibodi Ig E spesifik
reaksinya terlihat sama, dan rhinitis dari gejala klinis rintis akibat kerja.
kemungkinan sebuah tanda dari apa yang 2. Atopi
terjadi pada saluran nafas bawah. Ukuran Atopi dihubungkan dengan
partikel dapat mempengaruhi sifat dan peningkatan resiko sensitivitas
keparahan reaksi di setiap situs. Partikel terhadap berbagai jenis agen dengan
yang besar, lebih besar dari 5 micron, berat molekeul tinggi yang spesifik.
cenderung terjebak pada saluran nafas atas 3. Merokok
dan lebihcenderung menyebabkan rhinitis, Hubungan antara merokok, dan
sedangkan partikel kecil melewati filter ini sensitivitas pada pekerjaan seperti
dan cenderung menjadi pencetus asma atau rinitis dan asma masih bersifat
hipersensitifitas pneumonitis. kontroversi (Moscato, 2009)
Bagaimanapun, dengan derajat yang tinggi
dari sensitifitas dan dikarenakan turbulensi Klasifikasi Rinitis Akibat Kerja
aliran udara, perbedaan ini menjadi kabur Rinitis akibat kerja terbagi atas (Moscato,
(DeBernardo R, 2001). 2009) :
1. Rinitis akibat kerja tipe alergi (allergic
Faktor Resiko occupational rhinitis)
Adapun faktor resiko dari rinitis Gejala rinitis yang berhubungan
akibat kerja meliputi paparan, atopi dan dengan pekerjaan yang disebabkan oleh
merokok terus menerus sebagai faktor reaksi hipersensitivitas yang diperantarai
utama untuk meningkatnya resiko oleh sistem imun. Terbagi atas :
menderita rinitis akibat kerja. - Rinitis akibat kerja tipe alergi yang
1. Derajat paparan diperantarai oleh Ig E
Yaitu respon dosis antara derajat Dapat disebabkan oleh agen dengan
paparan dan sensitisasi yang berat molekul tinggi, contohnya
diperantarai oleh Ig E terhadap adalah Glikoprotein yang terdapat
berbagai agen dengan berat molekul pada hewan dan tumbuhan. Dan
tinggi, seperti : laboratorium beberapa agen dengan berat
binatang, tepung, serangga, alpha molekul rendah seperti Platinum
amylase, dan detergen. Meskipun salt, reactivedyes dan asam
demikian bukti yang lebih kuat anhydrase.

132 Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022


- Rinitis akibat kerja tipe alergi yang Rinitis yang diperburuk saat bekerja
tidak diperantarai oleh Ig E didefinisikan sebagai rinitis yang sudah ada
Dapat disebabkan oleh agen dengan sebelumnya atau bersamaan (alergi atau
berat molekul rendah, seperti: non alergi) yang semakin diperburuk oleh
Isocyanates, pershulpate sat, woods paparan kerja, dimana penyakit ini bukan
(Moscato, 2009). disebabkan oleh lingkungan kerja. Hal ini
2. Rinitis akibat kerja tipe non alergi memang sangat mungkin bahwa gejala
(non-allergic occupational rhinitis) rinitis dapat dipicu oleh berbagai kondisi di
Rinitis jenis ini berbeda dengan tempat kerja, termasuk bahan iritan
rinitis yang diperantarai oleh sistem imun. (misalnya bahan kimia, debu, asap), faktor
Rinitis ini disebabkan oleh paparan tunggal fisik (misalnya perubahan suhu), emosi,
atau multipel terhadap bahan-bahan iritan perokok pasif, bau yang menyengat
dengan konsentrasi tinggi yang dapat (misalnya parfum). Survei epidemiologi
menghasilkan gejala rinitis baik sementara selalu menemukan tingkat prevalensi yang
ataupun menetap. Biasanya fase laten tidak tinggi dari gejala gejala hidung yang
dijumpai, meskipun demikian gejala dapat berhubungan dengan pekerjaan pada
timbul akibat paparan berulang dengan beberapa tenaga kerja, meskipun sensitasi
bahan iriran dengan level yang tinggi di IgE-mediated terhadap agen yang
tempat kerja. berhubungan dengan pekerjaan tidak
3. Rinitis yang diperburuk saat terdeteksi atau peradangan hidung tidak
bekerja(work exacerbated rhinitis) didokumentasikan.

Tabel 4. Prevalensi dan agen penyebab rinitis akibat kerja (Moscato, 2009).

Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022 133


Gejala Klinis bahan kimia dengan konsentrasi tinggi
Gejala awal dari reaksi hidung (Moscato, 2008).
adalah sumbatan hidung dari pada bersin, Diagnosis
gatal, atau hidung berair. Gejala biasanya Ada 4 langkah untuk menegakkan
mereda ketika pasien menjauh dari tempat diagnosa rinitis akibat kerja :
kerja pada akhir minggu atau hari libur, 1. Anamnesis
tetapi paparan kronik mungkin Riwayat pekerjaan dan kesehatan
membutuhkan beberapa hari jauh dari kerja yang yang rinci merupakan langkah kunci
sebelum gejala menghilang. Pemeriksaan dalam menentukan dan mendiagnosis
fisik selama masa rinitis aktif menunjukkan rinitis akibat kerja. Tujuan utama riwayat
pembengkakan pada konka nasalis dan kesehatan pada rinitis akibat kerja adalah
sekret hidung yang meningkat. Pada rinitis untuk menentukan pemilihan waktu dari
akibat kerja yang disebabkan oleh bahan- gejala hidung yang berhubungan dengan
bahan iritan dapat juga memberikan gejala paparan ditempat pekerjaan. Riwayat
yang sama seperti rinitis biasanya meliputi lama bekerja pada pekerjaan
disebabkan oleh karena terpapar bahan- sekarang sebelum timbul gejala, bahan-
bahan iritan ditempat kerja seperti pada bahan, tugas atau cara-cara yang
pekerja dimesin uap, asap, asap rokok dan berhubungan dengan memburuknya gejala,
debu, tanpa mengidentifikasi tingginya adanya perbaikan setalah menjauh dari
konsentrasi terhadap bahan paparan tempat kerja misalnya akhir minggu atau
tersebut. Jenis paparan ditempat kerja ini pada saat liburan panjang. Riwayat klinis
juga berhubungan dengan gejala rinitis, juga harus memberikan informasi
yaitu adanya sumbatan pada hidung, mendasar, sederhana dan memberikan
peradangan pada hidung, dan biasanya pengaruh terhadap gejala rinitis (Moscato,
komponen neutrofil akan diujmpai lebih 2008).
dominan. Sedangkan rinitis yang Rinitis akibat kerja dapat
disebabkan oleh bahan-bahan korosif dikelompokkan kepada reaksi lambat yang
biasanya lebih berat dibandingkan dengan terisolasi, oleh karena itu gejala-gejalanya
rinitis oleh bahan iritan dimana gejalanya dapat timbul beberapa jam setelah
akan diumpai karakteristik berupa meninggalkan tempat kerja. Bukti tersebut
peradangan yang permanen dari mukosa menghasilkan kecurigaan bahwa tempat
hidung, kadang-kadang dijumpai ulkus dan kerja adalah sumber rinitis akibat kerja
perforasi pada septum nasi yang dapat berdasarkan banyak hal meliputi riwayat
meningkat setelah terpapar dengan bahan- seperti yang ditunjukkan pada daftar dari

134 Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022


Puchner: Serangan gejala di tempat kerja, sebelumnya dengan mengamati pasien
Perbaikan pada akhir minggu atau saat ditempat kerjanya (Slavin, 2010).
liburan, Gejala kambuh pada paparan 3. Pemeriksaan Hidung
berulang, Paparan terhadap: Udara dingin, Tidak seperti pada saluran nafas
polusi, asap tembakau, binatang, debu, bawah, hidung dapat memberikan
Gejala yang sama pada rekan sekerja, Lama gambaran makroskopik dari mukosa
bekerja pada pekerjaan sekarang, hidung dengan menggunakan rinoskopi
Kecukupan ventilasi, Kesediaan anterior dan pemeriksaan nasoendoskopi.
menggunakan sarung tangan, masker, dan Pada pemeriksaan hidung selama terjadinya
pakaian pelindung, Riwayat kecelakaan rinitis aktif akan dijumpai pembengkakan
atau terjatuh , Tinjauan keamanan, Riwayat pada mukosa hidung dan dujumpai sekresi
atopi perorangan atau keluarga, Gejala yang meningkat. Kumpulan dari sumbatan
yang berhubungan: Bronkial, Kulit, Mata, hidung, bersin, dan sekresi hidung yang
Anosmia, Riwayat merokok, Kegemaran, meningkat dengan paparan ditempat kerja
Pekerjaan sebelumnya, Obat-obatan. memberikan petunjuk utama untuk
Infeksi sinus paranasal harus menegakkan diagnosis (Slavin, 2010).
disingkirkan, oleh karena hal ini sering 4.Pemeriksaan Penunjang
terjadi. Rinitis akibat kerja dapat menjadi Untuk menilai rinitis akibat kerja dapat
predisposisi terjadinya sinusitis. dilakukan pemeriksaan dengan
Mekanismenya adalah terjadinya menggunakan metode objektif sebagai
peradangan, pembengkakan pada mukosa berikut (Moscato, 2009):
hidung, yang menghasilkan sumbatan pada a. Nasal Patency (patensi hidung)
ostium dan menurunkan sirkulasi udara dan - Akustik Rinomanometri :
drainase dari sinus. gejala sinusitis Menganalisa perubahan gelombang
termasuk sumbatan hidung yang menetap aliran udara yang masuk kerongga
dan drainase post nasal yang purulen hidung, kemudian dikonversi ke
(Slavin, 2005). alat inpuls digital yang
2. Tempat Kunjungan dihubungkan dengan perangkat
Merencanakan kunjungan ketempat lunak pada komputer.
kerja dapat membantu dalam menentukan - PNIF ( peak nasal inspiratory flow )
dengan tepat penyebab rinitis akibat kerja. : Menghitung aliran udara pada
Tempat kunjungan dapat memberikan hidung., sederhana, murah, dan
kesempatan pada dokter untuk menegaskan alatnya tersedia untuk menilai
dan menambahkan pada riwayat hambatan aliran udara pada hidung,

Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022 135


tetapi pemeriksaan ini kurang telah diusulkan sebagai penanda
sensitif terhadap adanya perubahan non-invasif peradangan hidung.
patensi pada hidung. Saat ini tidak ada data yang
b. Nasal Inflamation (peradangan berkaitan dengan kegunaan
hidung) pengukuran nitrat oksida hidung
Sel-sel inflammatory dan pada penelitian rinitis akibat kerja.
mediatornya dapat diukur dalam c. Immunological test (tes
sekresi hidung. Sekresi hidung imunnologi)
dapat dikumpulkan dan Demonstrasi sensitisasi IgE-
dipertimbangkan untuk mengukur mediated terhadap agen-agen kerja
aktivasi sekresi, terutama setelah dapat dicapai dengan cara skin prick
paparan alergen. Penggunaan Nasal test dan/atau penilaian serum
lavage dalam praktek klinis masih antibodi IgE alergen spesifik.
terbatas karena antar individu besar Namun sensitivitas dan spesifitas
variabilitasnya dan juga kurangnya tes imunologi hampir tidak pernah
standar dan metode yang valid. akurat dibandingkan dengan nasal
Dengan demikian teknik ini lebih provocation test (NPT). Dalam
berguna dalam situasi dimana studi terbaru, hanya 42% dari
subjek berfungsi sebagai kontrol subjek dengan pekerjaan yang
mereka sendiri seperti yang terjadi berhubungan dengan rinitis dan skin
selama paparan di tempat kerja. Sel- prick test positif, untuk hewan
sel inflamasi juga dapat dinilai laboratorium menunjukkan hasil
dengan menggunakan biopsi positif dengan NPT dengan ekstrak
hidung, yang penerapan dibatasi alergen yang relevan. Diantara 47
oleh karakter invasifnya, atau murid bakery yang gejala-gejala
menggunakan kerokan hidung atau rinitisnya berhubungan dengan
sampel sikat yang lebih sederhana pekerjaan meningkat selama
dan relatif tanpa rasa sakit. Pada periode 2 tahun, NPT positif dalam
subjek dengan rinitis alergi, korelasi 36 subjek menunjukkan sensitisasi
yang baik ditemukan antara IgE terhadap tepung tapi juga dalam
eosinofil hidung dan parameter 2 subjek negatif pada tes imunologi.
klinis, termasuk gejala hidung dan Tes imunologi positif mungkin
patensi hidung. Baru-baru ini, terjadi dalam proporsi yang lebih
pengukuran nitrat oksida hidung besar pada individu yang terpapar

136 Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022


tanpa gejala. Sehingga spesifitas tes dengan menggunakan fasilitas
imunologi mungkin lebih rendah khusus, oleh ahli yang
dari sensitivitasnya. berpengalaman dan dibawah
d. Nasal provocation test (tes pengawasan dokter. Kontra indikasi
provokasi hidung) : Pada wanita hamil, baru
Merupakan gold standart untuk mengalami infeksi hidung atau
mengkonfirmasi diagnosis rinitis bedah sinonasal, rinitis atrofi dan
akibat kerja. Pemeriksaan nasal asthma yang berat.
provocation test harus dilakukan

Tabel 5. Algoritma diagnostik rinitis akibat kerja (Moscato et al, 2009).

Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022 137


Penatalaksanaan Prognosis
Terapi meliputi menghindari Rinitis akibat kerja hampir sama
paparan terhadap agen penyebab dan terapi dengan penyakit saluran pernafasan akibat
farmakologi. Farmakoterapi pada rinitis kerja lainnya yang dapat berlanjut menjadi
akibat kerja sama dengan jenis rinitis asma pada beberapa pasien yang terus
lainnya. Antihistamin merupakan menerus terpapar dengan agen penyebab.
penanganan utama rinitis alergi dan Meskipun demikian hal ini masih belum
nonalergi. Ketika frekuensi gejala pasien cukup untuk dijadikan bukti, karena ada
tidak dapat diprediksi, penggunaan banyak pasien yang menetap menderita
antihistamin secara teratur sangat rinitis akibat kerja selama periode beberapa
diperlukan. Ketika gejala berlangsung tahun, hal ini kontras dengan rinitis akibat
episodik dan dapat diprediksi, sebagai asma yang biasanya menjadi lebih buruk
pencegahan dapat diberikan antihistamin dengan paparan terus menerus (Slavin,
sebelum paparan terhadap iritan atau 2010).
alergen pada umumnya dapat mencukupi.
Efek sedatif antihistamin dapat lebih Pencegahan (Moscato Et Al, 2009)
menyusahkan dibandingkan dengan rinitis Tindakan pencegahan primer fokus
itu sendiri, khususnya ketika tujuan pada linkungan dan faktor resiko host untuk
pengobatan adalah untuk meningkatkan mencegah perkembangan rinitis akibat
kewaspadaan dan produktifitasnya. kerja. Pencegahan sekunder bertujuan
Antihistamin nonsedatif generasi kedua untuk mendeteksi rinitis akibat kerja pada
Loratadin ( Claritin, Schering, Kenilwort, awal staging dan mengambil tindakan yang
NJ), dan Ceterizine ( Zyrtec, Pfizer, tepat untuk meminimalkan durasi dan
Newyork) adalah lebih baik untuk tingkat keparahan. Pencegahan tersier
mengobati pasien yang memerlukan untuk hanya berlaku untuk pasien dengan rinitis
tetap berjaga saat bekerja. Durasi akibat kerja yang menetap. Sejak rinitis
pengobatan sangat bervariasi. Oleh karena akibat kerja diakui sebagai faktor resiko
antihistamin hanyalah bersifat paliatif, dan untuk perkembangan asma akibat kerja,
harus diteruskan sampai pasien dapat pencegahan rinitis terkait dengan pekerjaan
mengontrol gejala dengan menghindari juga memberikan kesempatan yang sangat
paparan terhadap agen yang menyerang baik untuk mencegah asma akibat kerja.
(Moscato, 2009). a. Pencegahan Primer
Data epidemiologis menunjukkan
bahwa tingkat paparan kepekaan

138 Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022


agen adalah penentu yang paling lingkungan kerja dan tidak
penting dari sensitisasi IgE- ditemukan diluar tempat kerja.
mediated dan rinitis akibat kerja, 2. Rinitis akibat kerja merupakan
dan dengan implikasi mengurangi penyakit saluran pernafasan akibat
atau menghilangkan paparan tempat kerja yang paling banyak dijumpai.
kerja untuk meningkatkan kepekaan 3. Derajatan paparan, riwayat atopi
agen harus menjadi pendekatan dan merokok adalah faktor resiko
yang paling efektif untuk untuk menderita rinitis akibat kerja.
meminimalkan kejadian penyakit. 4. Anamnese riwayat pekerjaan sangat
Contohnya mengontrol paparan di penting untuk mengidentifikasi
tempat kerja dan mengidentifikasi kemungkinan agen penyebab rinitis
pekerja yang rentan. akibat kerja.
b. Pencegahan Sekunder 5. Penatalaksanaan rinitis akibat kerja
Periode laten yang pendek pada adalah dengan meminimalisir
kejadian rinitis akibat kerja paparan terhadap agen yang diduga
menunjukkan kebutuhan untuk sebagai penyebab terjadinya rinitis
surveilans individu beresiko pada akibat kerja.
tengah tahun pertama paparan.
Program surveilans harus DAFTAR PUSTAKA
dilaksanakan selama pelatihan Airaksinen L. 2010. Occuptional Rhinitis.
kejuruan, karena sensitisasi Diagnosis and Health-Related of
terhadap alergen kerja dan Life. Dissertation.University of
pekerjaan yang berhubungan Helsinki. Helsinki.
dengan gejala hidung dapat Ballenger JJ, Snow JB. 2003. Ballenger’s
berkembang pada saat itu. Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery: Anatomy and
KESIMPULAN Physioloy of the Nose and
1. Rinitis akibat kerja adalah suatu Paranasal sinuses, 6th ed.
inflamasi hidung dengan gejala Darsika DY, Tjekeg M, Sudipta M,
berupa sumbatan hidung, bersin, Ratnawati LM. 2009. Faktor-
hidung berair, gatal, keterbatasan faktor Resiko Rinitis Akibat
aliran udara pada hidung dan Kerja Oleh Pajanan Polusi Udara
hipersekresi yang disebabkan oleh Pada Polisi Lalu Lintas. Laporan
partikel-partikel yang terdapat pada Penelitian. Bagian Ilmu

Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022 139


Kesehatan Telinga Hidung asthma, Allergy and asthma
Tenggorokan-Kepala dan Leher Proceedings.
Fakultas Kedokteran Udayana. Sendra N, Kuhuwael F.G, Akil A, Arfandy
Bali. R.B. 2008.Dampak Pajanan
DeBernardo R. 2001. Occupational Debu Kayu Terhadap Kadar
Airways: Occuptional Rhinitis. Eosinofil Kerokan Mukosa
Vol 7. Hidung Pekerja Penggergaji
Dhingra PL. Anatomy of nose. 2007. In: Kayu. Laporan Penelitian.
Disease of Ear, Nose and Throat. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga
4th ed. Elsevier. India. Hidung Tenggorokan Fakultas
Mangunkusomo E,Soetjipto D, Wardani Kedokteran Universitas
R.S. 2012. Sumbatan Hidung. Hasanuddin. Makassar.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N Soetjipto D, Mangunkusomo E. 2006.
(ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Sumbatan Hidung. Dalam:
Telinga Hidung Tenggorok Soepardi EA, Iskandar N (ed).
Kepala Leher. Edisi ketujuh. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Penerbit FK UI. Jakarta. Telinga Hidung Tenggorok
Manuputty AC, Rahardjo SP, Djamin R, Kepala Leher. Edisi kelima.
Bahar B. 2009. Hubungan Penerbit FK UI. Jakarta.
Pajanan Debu Terigu Terhadap Sublett J. Wesley et all. 2010. Occupational
Kualitas Hidup Penderita Rinitis Rhinitis, Division of
Akibat Kerja Studi Pada Pekerja Immunology/Allergy Section,
Yang Terpajan Debu Terigu Di Departement of Internal
PT X. Laporan Penelitian. Medicine, University of
Moscato Gianna et all. 2009. EAACI Cincinnati College of Medicine.
position paper on occupational Ohio.
rhinitis. Respiratory Research.
Moscato Gianna et all. 2008. Occupational
rhinitis. Journal compilation.
Slavin Raymond G. 2005 The Allergist and
the Workplace : Ocupational
Asthma and Rhinitis. Vol 26.
Slavin Raymond G. 2010. Update on
occupational rhinitis and

140 Jurnal IKRAITH-HUMANIORA Vol 6 No 1 Maret 2022

Anda mungkin juga menyukai