ceramah di Universitas New York, pada Oktober 1996. Pada kesempatan itu,
dengan lingkungan, pada akhirnya melahirkan beragam cara pandang yang unik.
1
Benoît Peeters, Derrida – A Biography, Polity Press, Cambridge, 2013, 1.
2
Benoît Peeters, Derrida – A Biography, ibid.
1
Sebagaimana para pemikir lainnya, Jacques Derrida juga memiliki latar
tulisan Derrida, maka potret kehidupan tokoh menjadi penting untuk ditelusuri.
Pada bagian ini, penulis akan menguraikan latar belakang hidup Jacques Derrida,
kontroversial. Pada tahun 1992, ia mendapat gelar doctor honoris causa dari
ditata kembali. Menurut Derrida, kultur berpikir hirarkis yang dibangun dalam
sekarang. Hal ini tampak dalam kritikanya atas metafisika kehadiran yang memuat
logocentrisme.4
pada tanggal 15 Juli 1930. Ia dilahirkan dengan nama Jackie Elie Derrida. 5 Ayah
2
bernama Georgette Sultana Esther Safar.6 Derrida memiliki empat saudara, yakni
René Abraham, Paul Moîse, Janine dan Norbert. Keluarga Derrida berasal dari
Yahudi yang tinggal di Aljazair. Akan tetapi, gelombang anti-Semitis tetap hidup
meningkatkan proses asimilasi orang Yahudi ke dalam gaya hidup orang Prancis.
Hal ini dialami oleh keluarga Derrida. Proses transformasi cara berpikir dan gaya
hidup mulai dipengaruhi oleh kebudayaan Prancis. Mengenai hal ini, Derrida
mengatakan:
“Saya adalah bagian dari sebuah transformasi yang luar biasa dari
keluarga Yahudi-Prancis yang ada di Aljazair. Kakek dan nenek saya
masih dekat dengan kultur Arab, di mana mereka masih
mempertahankan bahasa dan adat-istiadat. Akan tetapi, di akhir abad
XIX, ketika Crémieux mengeluarkan dekritnya, mulai muncul
perubahan di mana generasi berikutnya semakin borjuis. Sampai pada
generasi kedua orangtuaku, ada yang menjadi pemikir, menjadi
pengusaha sukses, serta menjadi pejabat-pejabat publik.”7
6
David Mikics, Who Was Jacques Derrida?, Yale University Press, New Haven & London, 2009,
15.
7
Jacques Derrida, Learning to Live Finally: The Last Interview. An Interview with Jean Birnbaum,
Palgrave Macmillan, Basingstoke, 2007, 35.
3
berhenti dan berpindah-pindah sekolah hanya karena latar belakang keluarga dan
jelas terjadi ketika tentara Prancis dikalahkan oleh kekuatan tentara Jerman. Di
diperlakukan secara tidak adil dan bahkan orang-orang Yahudi dianggap sebagai
Supérieure (ENS), Prancis – sekolah yang dikelola oleh Michael Foucault, Louis
mengambil jurusan filsafat, yakni Michel Serres and Derrida dari Louis-le-Grand
dan dua dari Henri-IV (Pierre Hassner and Alain Pons). Karena keempatnya selalu
terpisah, hal ini tentunya membuat mereka selalu mencari pengetahuan tambahan
8
Benoît Peeters, Derrida – A Biography, 16-17.
9
“Henri Bergson, Jean Jaures, Émile Durkheim, Charles Péguy, Léon Blum, Jean-Paul Sartre,
Raymond Aron, and a host of others had, over several generations, ensured the celebrity of this
institution by the time it was Derrida’s turn to enter it,” Benoît Peeters, Derrida – A Biography, 59.
4
secara personal. Derrida selalu mengikuti kuliah ekstra di Sorbonne, yang
Vladimir Jankélévitch. Pada hari pertama kuliah, Derrida diberi kesempatan untuk
menjumpai Louis Althusser – saat itu belum terlalu terkenal dan belum
Saya mengubah nama depan saya ketika saya mulai memasuki ruang
legitimasi sastra atau filosofis. Saya menemukan bahwa Jackie tidak
mungkin sebagai nama depan seorang penulis. Untuk itu, saya
memilih beberapa cara, tentu saja, sebuah nama samaran, tapi sangat
Prancis, Kristen, dan sederhana.”11
banyak karya. Salah satu karya yang diberhasil ditulis adalah mengenai
diterjemahkan oleh Derrida dan diberi pengantar dan komentar oleh Paul Ricoeur.
10
“His eloquence, authority and brilliance were impressive,” Benoît Peeters, Derrida – A
Biography, 64.
11
Benoît Peeters, Derrida – A Biography, 127.
5
Sartre dan Merleau-Ponty. Disertasi Derrida juga mengangkat tema mengenai
mengesankan dirinya. Ada banyak tokoh-tokoh lain yang juga ikut membentuk
gaya fenomenologi Prancis yang sebelumnya telah dikembangkan oleh Sartre dan
dengan seorang filosof muda asal Jerman – Rudolf Boehm – untuk menerjemah
ceramah di Universitas John Hopkins, Amerika pada tahun 1966, di bawah tajuk
“Structure, Sign and Play in the Discourse of Human Sciences.” 15 Derrida secara
12
Benoît Peeters, Derrida – A Biography, 67.
13
Ibid.
14
“As soon as he could, Derrida would bring the conversation round to Heidegger, whose work
was becoming increasingly important to him – Boehm, a former student of Hans-Georg Gadamer,
had an excellent knowledge of it,” Benoît Peeters, Derrida – A Biography, 68.
15
A Sudiarja, “Jacques Derrida: Setahun Sesuadah Kematiannya,” dalam Basis, Nomor 11-12,
tahun ke-54, November-Desember, 2005, 4.
6
terus terang mengakui bahwa pemikirannya sangat berutang budi kepada
Segala kerja keras Derrida akhirnya berakhir pada hari Sabtu, 9 Oktober 2004. 18
Derrida meninggal dengan tenang di Paris setelah dua tahun berjuang melawan
tentunya tidak hanya lahir dari kelola pengetahuan personal. Untuk memperkuat
sebuah gagasan, argumen, konsep, atau jika hendak menawarkan sebuah gagasan
dalam hal ini pun tidak pernah lepas dari pengaruh tokoh-tokoh yang lain. Pada
bagian ini, penulis akan menguraikan beberapa pemikir yang ikut membantu
persalinan karya-karya Derrida. Tokoh-tokoh yang akan diulas pada bagian ini
antara lain Plato, Frederich Nietzsche, Martin Heidegger dan Emmanuel Levinas.
16
Derrida mengakui, “Apa yang saya usahakan tak akan mungkin tanpa membuka pertanyaan-
pertanyaan Heidegger mengenai perbedaan antara Ada dan Mengada,” Jacques derrida, Positions,
diterj. Alan Bass, The University of Chicago, Chicago, 1981, 9.
17
Muhammad Al-Fayyadl, Derrida, LkiS, Yogyakarta, 2015, 6.
18
David Mikics, Who Was Jacques Derrida?, 244.
7
Berbicara mengenai Jacques Derrida sejatinya, tidak pernah terlepas dari
yang diproduksi atau dikontrol oleh seorang subjek; juga bukan sebuah proyek
sebuah teks.
sebagai dirupsi terhadap logos. Kata pharmakon dalam bahasa Yunani berarti
obat-obatan (remedy) atau racun (poison).21 Akan tetapi, dalam teks Plato, istilah
bagi ingatan. Menurut Plato, dengan adanya tulisan, manusia tidak perlu lagi
mencari kebenaran (logos) melalui jiwa dan ingatannya. Selain mereduksi fungsi
19
Penjelasan mengenai istilah ini akan diulas dalam bab III. Istilah dekonstruksi akan dipakai
sebagai “dalang” di balik pembentukan uraian provokatif Derrida mengenai keadilan yang diramu
dalam tulisannya Force of Law.
20
“Deconstruction is not an act produced and controlled by a subject; nor is it an operation that
sets to work on a text or an institution,” Simon Critchley, The Ethics of Deconstruction: Derrida
and Levinas, Edinburgh University Press, Edinburg, 1999, 22.
21
Jacques Derrida, Dissemination, diterj. Barbara Johnson, The Athlone Press, London, 1981, 70.
8
Dalam dialognya dengan Phaedrus, Sokrates menyebut tulisan sebagai
begitu jelas. Maksud Sokrates bisa dimengerti dari penggalan dialognya dengan
hiduplah seorang dewa kuno yang memiliki burung bernama ibis dan nama
hitungan, geometri, astronomi, dan lebih dari itu adalah tulisan. Theuth
memamerkan temuannya kepada Thamus raja Mesir saat itu dan sang raja
“Keahlian ini akan membuat orang-orang Mesir lebih bijaksana dan akan
menurut Thamus, akan membuat orang malas untuk meraih kebenaran sejati.
dari kontaminasi tulisan. Menempatkan yang satu ke posisi yang pertama, dengan
22
Jacques Derrida, Dissemination, 75.
9
Ambiguitas makna pharmakon ini, dipakai Derrida dalam
Sebuah teks selalu menyembunyikan makna yang melampaui apa yang diutarakan
pengarang. Maka, upaya menunda untuk memastikan makna asali sebuah teks,
mendorong seseorang untuk tidak hanya mengikuti logika diam pengarang, tetapi
pada dekonstruksi logika biner dalam teks yang memfungsikan kembali logika
lain yang direpresi oleh logika dominan. Istilah lain yang juga dikritisi dalam
menunjuk pada ‘yang lain’ dari nama. Yang lain dari nama tersebut tidak begitu
saja dapat dipahami. Karena tidak begitu saja dapat dipahami, Khora berada
dalam kawasan asing. Keasingan Khora ini bagi Derrida sudah ditangkap oleh
Plato ketika ia memaknai Khora sebagai genus ketiga (triton genus). Melalui
23
Istilah ini memiliki banyak makna dan makna yang dikenakan padanya (wadah) juga merupakan
sebuah upaya pembatasan pengertian. Khora, sejatinya lebih dari sekedar nama. Khora melampaui
nama yang disematkan kepadanya, yakni wadah (the receptacle). Khora adalah triton genus yang
ditambahkan setelah genus pertama (dunia yang tetap) dan genus kedua (dunia yang selalu
berubah) – ilustrasi dalam kisah terbentuknya alam semesta. things. “Of course, khora is not really
a wife or a nurse but sui generis, a third thing (triton genos), an individual (a "this") and not even a
genus.” Dari gambaran khora di atas, kesimpulan yang dapat ditarik tentang essensi khora adalah
(1) tidak memiliki kualitas yang dapat diindrai; (2) Khora adalah medium dimana benda-benda
indrawi mengalami proses menjadi dan (3) Khora bukan sekedar ruang tetapi sebuah matrix, ’the
stuff without property’, bdk. John D Caputo, Deconstruction in A Nutshell, Fordham University
Press, New York, 1997, 82, 84, 91.
10
philosophers. Dalam logika non-kontradiksi terdapat dua kutub yakni “itu” dan
“bukan itu”. Logika non-kontradiksi ini dapat dimengerti juga sebagai logika
biner atau logika ‘ya’ atau ‘tidak’. Dengan menolak logika biner Khora dengan itu
tidak dapat dijelaskan dengan mengatakan ‘Khora merupakan sebuah wadah’ atau
‘Khora bukan merupakan sebuah wadah.’ Khora bagi Derrida tidak lahir dari
logika yang alami dan legitim. Ia berasal dari sebuah “hybrid, or even corrupted
reasoning.” Sebagai hasil dari rasio yang korup, maka Khora tidak bisa
dimasukkan dalam genus pertama maupun genus kedua. Genus pertama adalah
yang abadi (paradigma, model), sedangkan genus yang kedua adalah yang
berubah (indrawi). Khora adalah genus yang ketiga (triton genus). Genus yang
ketiga tersebut neither intelligible nor sensible; both intelligible and sensible.24
pemaknaan yang terus menerus. Itu artinya, tidak ada sebuah nama yang tepat,
bagi Khora karena setiap penamaan atas khora akan beresiko pada sebuah
anakronisme. Tidak adanya finalitas bagi pemaknaan atas Khora harus dipahami
karena Khora bukanlah suatu nama; ia melampaui nama. Sesuatu yang ingin
dihindari Khora ialah nama itu sendiri. Gambaran tentang keadilan sebagai
sesuatu yang tidak mungkin, atau melampaui keterputusannya dapat dipahami dari
24
John D Caputo, Deconstruction in A Nutshell, 91.
11
Pemikiran Derrida juga sangat dipengaruhi oleh gaya berpikir Nietzsche.
merupakan bagian yang terelakkan dari sejarah yang dibentuk oleh akumulasi
tidak lagi dipandang sebagai antitesis atau konsekuensi logis dari oposisinya
pengembangan dekonstruksi.
kehadiran dan masa lalu dengan mempermainkan ambisi besar filsafat. Dalam
Derrida, menolak dengan sinis ontologi yang terlalu memusatkan diri pada
yang benar-benar berbeda dengan destruksi Heideggerian. Dalam hal ini destruksi
25
Muhammad Al-Fayyadl, Derrida, 119-120.
26
Nietzsche mengkritik corak berpikir zaman Plato yang berusaha mencari arche segala sesuatu
dan menempatkannya sebagai tolok ukur. Menurutnya, kehendak berkuasa lahir dari penemuan
mengenai the idea of Good ini, Catherine H Zuckert, Posmodern Platos, The University of
Chicago Press, London, 1996, 17.
27
Muhammad Al-Fayyadl, Derrida, 121.
12
menolak status kebenaran sebagai origin. Kebenaran ditafsirkan sebagai
menerus terjadi melalui bahasa dan tanda. Perkataan Nietzsche bahwa “Gott ist
ini menunjukkan bahwa manusia sama sekali tidak dapat berbicara tentang Tuhan
bahwa klaim atas kebenaran selalu dimulai dengan negativitas. Dengan kata lain,
kita harus menunda apa yang kita yakini sebagai kebenaran. Ketidakmungkinan
28
Muhammad Al-Fayyadl, Derrida, 122.
13
ia lakukan untuk mengatasi metafisika Barat sebagai suatu keseluruhan. 29 Melalui
berusaha memikirkan kembali Ada (ontos) yang terlupakan oleh metafisika dan
dalam metafisika klasik. Puncak dari pelupaan ini ada dalam paradigma Cartesian
yang mensubordinasi ontos di bawah cogito. Hal ini sangat gamblang terlihat dari
seruan Descartes, “Cogito ergo sum,” saya berpikir, maka saya ada. Dari
memprioritaskan cogito atas sum dan menjadikan “berpikir” sebagai kunci utama
dan Ada, juga kaitan antara waktu dan cara-mengada Dasein serta persentuhan
telah dilupakan. Oleh karena itu, untuk memulai sejarah baru ontologi, pelupaan
29
Sebagaimana jelas dalam analisisnya mengenai waktu, Heidegger menganggap metafisika
sebagai sutau pemikiran tentang Ada sebagai kehadiran (presence), yaitu sebagai sesuatu yang
“memahami” (masa kini atau kehadiran) dengan mengingat modus waktu tertentu. Hal ini tentunya
berkaitan dengan pemikiran yang biasa disebut orang “interpretasi”, yakni menghadirkan ke masa
kini makna sebuah teks sebagaimana yang dimaksudkan oleh penulisnya. Heidegger ingin
melampaui interpretasi makna Ada seperti itu dengan mencoba memikirkan sesuatu yang ada di
luar tradisi metafisika Barat. Dengan cara ini, sejatinya Heidegger tengah mempersiapkan
penyelesaian suatu era yang ia sebut “metafisika.”F Budi Hardiman, Filsafat Fragmentaris, 163-
164.
30
Masykur Arif Rahman, Sejarah Filsafar Barat, IRCiSoD, Yogyakarta, 2013, 387-388.
14
akan Ada harus segera diakhiri dengan fase penyingkapan, yakni dengan
mengingat kembali Ada dan membedakan Ada dan Mengada. Dalam pemikiran
Mengada. Pada tahap ini, Ada menyingkapkan diri pada Dasein. Menurut
apa selain jejak-jejak. Yang tersisa dari penghadiran adalah jejak yang terus
menunda kehadiran (defférance) namun pada saat yang sama juga menunda
antara kehadiran Ada dan penghadiran Ada, murni lahir dari différance. Di sini,
tetapi, différance tetap menjadi nama metafisik – nama bagi sesuatu yang tidak
Dengan kata lain, kita tidak akan pernah menemukan nama bagi yang-tidak-
ternamai.32
31
Selanjutnya kata “ketidaktersembunyian” ini dipakai Heidegger sebagai interpretasi untuk
kebenaran. Kata alétheia (Yunani): a: tidak dan léthe: ketersembunyian. Jadi, alétheia berarti
ketidaktersembunyian un-hiddenness atau ketersingkapan, Vladislav Suvák, “The Essence of
Truth (aletheia) and the Western Tradition in the Thought of Heidegger and Patocka. In: Thinking
Fundamentals,” dalam IWM Junior Visiting Fellows Conferences, Vol. 9: Vienna 2000, 10,
diakses pada Minggu, 21 Mei 2017, 12.17.
32
Muhammad Al-Fayyadl, Derrida, 142-143.
15
Buku Force of Law juga sangat dipengaruhi oleh pemikiran Emmanuel
kesederhanaan absolut, yakni mengenai yang lain.’35 Istilah ‘jejak’ ini, kemudian
mengenai yang hadir (presence) dan yang tidak hadir (absence). Selain itu,
melalui peran istilah ‘bekas atau jejak’ dalam mendekonstruksi kehadiran. Derrida
Menurut Derrida, “Tidak ada etika tanpa kehadiran yang lain, akan tetapi,
mengakui tulisan.”36 Artinya, segala yang ditempatkan pada hitungan kelas kedua
dan yang dilupakan menjadi diakui. Konsep keadilan yang ditawarkan Derrida
33
“Levinas’s concern for the Other in which what Derrida calls his ‘ethics of ethics,” James K. A
Smith, Jacques Derrida Live Theory, 76.
34
Kata yang memiliki keluasan makna. Kata ini kemudian diterjemahkan sebagai “menunda,
menangguhkan, memberi waktu rehat, F Budi Hardiman, Filsafat Fragmentaris, 166.
35
Jacques Derrida, Speech and Phenomena - And Other Essays on Husser vs Theory of Signs,
Northwestern University Press, Evanston 1973, 152.
36
Jaques Derrida, Of Gramatology, diterj. Gayatri Chakravorty Spivak, The Johns Hopkins
University Press, Baltimore and London, 1997, 139-140.
16
“Saya akan melakukannya hanya karena ketakterbatasan ini dan
karena hubungan yans tergantung pada yang lain (autrui), menuju
wajah orang lain yang memerintahkan saya, di mana
ketakterbatasannya, tidak dapat dipahami dan akhirnya menyandera
saya.”37
Dalam Totality and Infinity, Levinas mengatakan “the relation with the
ini tidak bermuara dari gagasan mengenai manusia, tetapi mengenai yang lain:
keluasan hak yang lain ini, secara praktis tidak terhingga. 40 Menurut Levinas,
istilah kesetaraan tidak berarti sama, tidak berkaitan dengan jumlah yang dapat
akan orang lain dan yang sama sekali lain (the wholly other), yakni Allah. Wajah
mengilang dari tatapan kita ketika saya menghampiri wajah dengan konsep atau
37
“I would do so just because of this infinity and because of the heteronomic relation to the other
(autrui), to the face of the other that commands me, whose infinity I cannot thematize and whose
hostage I am.”, Jacques Derrida, Force the Law, 250.
38
Emmanuel Levinas, Totality and Infinity, diterj. A. Lingis, Duquesne University Press,
Pittsburgh, 1969, 89.
39
Jacques derrida, Force the Law, 250.
40
Emmanuel Levinas, Nine Talmudic Readings, diterj. Annette Aronowicz, Indiana University
Press, Bloomington, 1990, 98.
41
Jacques Derrida, Force of Law, 250.
17
kategori yang saya miliki. Dalam hal ini, percakapan yang saya mulai tidak lagi
menaklukan orang lain ke dalam konsep atau kategori yang saya bangun. Pada
momen ini, kekerasan mulai muncul dengan menempatkan kotegori yang ada
pada saya kepada orang lain. Menurut Derrida, wajah tidak dapat direduksi,
karena ia tidak berasal dari kategori yang ada pada kesadaran. Wajah adalah jejak
dari kehadiran orang lain yang tertunda – différance yang tidak memiliki asal
usul. Wajah melampau segala kategori, konsep, dan makna. Alteritasnya tidak
berasal dari ego. Kekerasan metafisik berlangsung justru karena relasi kita dengan
orang lain bersifat disimetris – saya mengandaikan bahwa saya adalah archia42
bagi orang lain. kita tidak bisa membangun hubungan dengan orang lain kecuali
jika kita mengakui différance yang menunda kehadiran dan totalitas saya sebagai
ego.
Derrida muda adalah seorang yang rakus membaca. Sejak kecil, ia sudah
ini ditandai dengan banyaknya karya yang ditulis Derrida selama hidupnya.
Karya-karyanya selalu menjadi rujukan bagi berbagai penelitian atau studi pustaka
atas sebuah tulisan. Ide-ide cemerlang dan kritis yang kini menjadi basis
42
Kata ini berarti asal usul atau sumber kebenaran yang dipakai untuk membangun asumsi-asumsi
filosofis, Muhammad Al-Fayyadl, Derrida, 26.
43
Karya-karya Derrida dirangkum dari berbagai sumber, terutama dari tulisan Benoît Peeters
mengenai biografi Jacques Derrida dan rangkuman talusian James K. A Smith mengenai komentar
atas pemikiran Derrida, Benoît Peeters, Derrida – A Biography, Polity Press, Cambridge, 2013 dan
James K. A Smith, Jacques Derrida Live Theory, Continuum, New York & London, 2005, 120-
125.
18
eksplorasi pengetahuan akademis, tentunya tidak terlepas dari situasi dan kondisi
sebuah ungkapan “perlawanan” atas rezim yang menguasai saat itu. Perjumpaan
Derrida dengan para pemikir lainnya, seperti Michel Foucault, Levinas, Husserl,
Derrida, antara lain: The Origin of Geometry, (1962), diterj. John P. Leavey,
(1967), diterj. Alan Bass, Chicago: University of Chicago Press; Speech and
Chicago; Glas, (1974), diterj. John P. Leavey dan R Rand, Lincoln: University of
Nebraska; The Post Card: From Socrates to Freud and Beyond, (1980), diterj.
University of Chicago; The Gift of Death, (1992), diterj. David Wills, Chicago:
(1992) dalam Cardozo Law Review, dicetak ulang menjadi Deconstruction and
the Possibility of Justice, Drucilla Cornell, Michael Rosenfeld dan David Gray
Carlson (ed), New York: Routledge; Specters of Marx, (1993), diterj. Peggy
Kamuf, New York: Routledge; Limited Inc., (1988), diterj. Samuel Weber,
19
Evanston: Northwestern University Press; Politics of Friendship, (1994), diterj.
George Collins, London: Verso; Passions – On the Name, (1993), diterj. David
Wood, John P Leavey dan Ian McLeod, Stanford: Stanford University Press;
Levinas, (1997), diterj. Pascal-Anne Brault dan Michael Naas, Stanford: Stanford
adn Forgiveness, (2001), diterj. Mark Dooley, London: Routledge; Without Alibi,
(Paris: Editions de Minuit), diterj. Alan Bass, Chicago: Chicago University Press;
Stanford University Press dan For What Tomorrow: A Dialogue, (2001), diterj.
Jeff Fort, Stanford: Stanford University Press. Derrida juga aktif menulis di jurnal
seseorang. Konsep inti yang terus dipakai hingga saat ini adalah mengenai
20
orang untuk memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan analisis teks.
tanpa berpegangan pada maksud dan latar belakang sebuah teks. Berbeda dari
hermeneutik normal yang mencoba merekonstruksi kembali isi asli sebuah makna
dekonstruksi.
2.4 Rangkuman
tentunya sangat dipengaruhi oleh latar belakang keluarganya, yakni sebagai orang
Yahudi. Sebagai seorang Yahudi, ia banyak kali diperlakukan tidak adil dalam
21
Husserl, Heidegger, Levinas, Sigmund Freud, Ferdinand de Saussure, dll.
Gagasannya tentang dekonstruksi lahir dari pembacaan ulang atas teks Plato
mengenai istilah khora dan pharmakon. Kedua istilah ini dipakai Derrida untuk
menunjukkan bagaimana makna sebuah kata tidak bisa distabilkan. Selain Plato,
tidak ada kebenaran final – yang ada hanyalah interpretasi atas interpretasi. Segala
dari unsur kebenaran itu sendiri dan menempatkannya sebagai realitas yang
pemecahan persoalan, selalu ada hal yang tidak terputuskan. Dengan kata lain,
dari sesuatu yang terputuskan, selalu ada hal yang masih belum terputuskan secara
dimungkinkan. Penerimaan yang lain ini, kemudian ditegaskan lagi oleh Levinas.
menuju keadilan. Yang lain dengan segala kekayaannya – sungguh berbeda dari
aku – memerintahku untuk menerimanya. Bagi Derrida, menerima yang lain, yang
22
Derrida menulis banyak karya. Kecintaannya pada dunia tulis dan gaya
berpikirnya yang kritis melahirkan banyak karya baru. Selain menulis banyak
buku, Derrida juga aktif menulis di berbagai majalah, kolom, jurnal, esai dan rajin
Colombia, the New School for Social Research, Universitas Essex, Universitas
23