Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/325117782

PEMANFAATAN AIRTANAH DALAM URGENSI KEBUTUHAN AIR DAERAH


KARST GUNUNGSEWU DI GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Article · May 2018

CITATIONS READS

0 2,303

9 authors, including:

Putri D dwi Yuliyana


Universitas Gadjah Mada
3 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

PEMANFAATAN AIRTANAH DALAM URGENSI KEBUTUHAN AIR DAERAH KARST GUNUNGSEWU DI GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA View project

Geographic Economic View project

All content following this page was uploaded by Putri D dwi Yuliyana on 14 May 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PEMANFAATAN AIRTANAH DALAM URGENSI KEBUTUHAN
AIR DAERAH KARST GUNUNGSEWU DI GUNUNGKIDUL,
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Analisis Spasial Ketersediaan Airtanah di Wilayah Karst Gunungkidul

Putri Dwi Yuliyana


Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Email: putri.dwi.yuliyana@mail.ugm.ac.id

INTISARI

Kawasan Karst Gunungsewu di Kabupaten Gunungkidul hanya terletak di bagian


selatan dan timur Kabupaten Gunungkidul, namun airtanah dari kawasan karst ini telah
digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di hampir seluruh wilayah Kabupaten
Gunungkidul. Sumberdaya airtanah merupakan sistem hidrologi utama yang sangat
potensial di kawasan karst Gunungsewu.
Gunung Kidul merupakan daerah unik karena memiliki tipologi Karst
Topografi,yaitu bentukan bentang alam khas pada batuan karbonat (gamping) akibat
proses tektonik yang dilanjutkan oleh adanya pelarutan dan terbentuk celah tempat air
mengalir. Sumber air yang berada di dalam tanah yang berupa gua-gua atau sungai-
sungai bawah tanah merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam penyediaan air di
permukaan.
Airtanah adalah air yang terletak pada wilayah jenuh di bawah permukaan tanah
(Asdak, 2007).Sistem hidrologi kawasan karst yang unik sangat dipengaruhi oleh
porositas sekunder yang menyebabkan air masuk ke dalam sistem aliran bawah tanah
dan menyebabkan kondisi kering di permukaan tanah. Sungai permukaan di kawasan
karst sangat minim, tetapi sistem sungai bawah permukaan berkembang dengan baik
yang dikenal dengan sungai bawah tanah. Airtanah di kawasan karst Gunungsewu yang
memiliki peranan yang sangat besar bagi pemenuhan kebutuhan air.
Ketersediaan air yang layak di daerah kering merupakan kebutuhan yang tidak
dapat dihindari. Air merupakan kebutuhan utama manusia untuk pemenuhan kebutuhan
hidup manusia. Kebutuhan air merupakan kebutuhan pokok manusia. Beberapa daerah
kering masih terdapat air pemukaan yang terbatas atau memiliki tingkat kualitas yang
kurang baik. Pemenuhan airtanah yang baik menjadi solusi atas kekeringan dan
keterbatasan air di Gunungkidul yang merupakan daerah karst yang banyak terdapat
goa dan sungai bawah tanah.

Kata Kunci : Airtanah, Ketersediaan air, Kebutuhan air, Daerah Karst, Gunungkidul.

PENDAHULUAN

Ketersediaan air yang layak di daerah kering merupakan kebutuhan yang tidak
dapat dihindari. Air merupakan kebutuhan utama manusia untuk pemenuhan kebutuhan
hidup manusia. Beberapa daerah kering masih terdapat air pemukaan yang terbatas atau
memiliki tingkat kualitas yang kurang baik. Air permukaan yang kuantitasnya banyak dan
mempunyai kualitas yang kurang baik memerlukan pengolahan yang intensif untuk

[1]
digunakan sebagai sumber air baku yang layak digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Walau jumlahnya banyak namun ada masa ketika air permukaan sering tidak tersedia di
sepanjang waktu dalam satu tahun dan sering berada jauh dari wilayah yang
memerlukannya. Hal ini karena jumlah yang banyak tersebut tersebar secara tidak merata di
berbagai wilayah sehingga ada daerah yang banyak dijumpai air permukaan sedangkan
daerah lainnya kekurangan air permukaan. Akibatnya penggunaan airtanah sebagai sumber
air menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan air domestik, air industri maupun air irigasi.
Pemenuhan kebutuhan air dapat berasal dari air hujan yang meresap ke dalam tanah
menjadi air yang mengalir di bawah tanah hingga dapat diambil untuk konsumsi dalam
pemenuhan kebutuhan hidup.
Gunung Kidul merupakan daerah yang unik karena memiliki tipologi Karst
Topografi, yaitu bentukan bentang alam khas pada batuan karbonat (gamping) akibat proses
tektonik yang dilanjutkan oleh adanya pelarutan dan terbentuk celah tempat air mengalir (Sir
McDonald, 1982). Sumber air yang berada di dalam tanah yang berupa gua-gua atau
sungai-sungai bawah tanah merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam penyediaan
air di permukaan, seperti di wilayah Pawonsari (Pacitan, Wonogiri dan Wonosari), Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur serta lainnya. Pemanfaatan airtanah di gua-gua atau
sungai-sungai bawah tanah diperlukan teknologi menaikkan air dari sumber air tersebut
secara efektif dan efisien sehingga masyarakat pengguna mampu melakukan pengoperasian
dan pemeliharaan secara berkelanjutan (sustainable) (BBWS, Serayu-Opak, 2010).
Airtanah merupakan air yang terletak pada wilayah jenuh di bawah permukaan
tanah (Asdak, 2007). Sistem hidrologi kawasan karst yang unik sangat dipengaruhi oleh
porositas sekunder yang menyebabkan air masuk ke dalam sistem aliran bawah tanah dan
menyebabkan kondisi kering di permukaan tanah. Sungai permukaan di kawasan karst
sangat minim, tetapi sistem sungai bawah permukaan berkembang dengan baik yang
dikenal dengan sungai bawah tanah. Airtanah di kawasan karst Gunungsewu yang memiliki
peranan yang sangat besar bagi pemenuhan kebutuhan air. Ketersediaan airtanah perlu
dipetakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat yang memang tidak bisa terlepas dari
kebutuhan air.
Pemanfaatan airtanah yang bertujuan sebagai pemenuhan urgensi air di daerah
karst Gunungkidul yang rentan terhadap kekeringan karena sedikitnya air permukaan atau
air limpasan namun airtanah yang mengalir di goa dan sungai bawah tanah sangat
melimpah. Tujuan analisis spasial ketersediaan airtanah di daerah karst Gunungkidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu untuk mengetahui potensi airtanah yang dapat bersumber
dari berbagai goa-goa dan sungai-sungai bawah tanah yang ada di daerah Gunungkidul.
Kondisi ini akan membantu masyarakat untuk dapat memanfaatkan airtanah dengan baik
dan benar sesuai proporsi dan menjaganya dari pencemaran yang rentan di daerah karst
Gunungkidul.
Pengetahuan tentang ketersediaan airtanah di Gunungkidul menjadi penting untuk
pemenuhan kebutuhan air masyarakatnya. Manfaat pengetahuan tentang airtanah dan
alirannya yaitu untuk membantu dalam pemenuhan air untuk kebutuhan sehari-hari yang
memanfaatkan airtanah yang berasal dari goa-goa dan sungai bawah tanah yang
mengalirkan air dengan debit yang besar sehingga sangat berpotensi dalam pemenuhan
kebutuhan hidup. Pengangkatan isu tentang pemenuhan kebutuhan air di daerah karst
Gunungkidul yang memanfaatkan potensi airtanah yang melimpah di daerah karst

[2]
merupakan hal yang penting dan menarik untuk diteliti karena akan berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakatnya.

ISI

KARST GUNUNGSEWU DAERAH GUNUNGKIDUL, DIY


Karst adalah sebuah istilah dalam Bahasa Jerman yang diturunkan dari Bahasa
Slovenia yang berarti lahan gersang berbatu (Adji dkk, 1999). Istilah tersebut sebenarnya
menggambarkan kondisi yang sering ditemui di banyak daerah yang berbatuan karbonat
atau batuan lain yang memiliki sifat mudah larut. Karst di wilayah Gunungkidul pertama kali
diperkenalkan oleh Danes (1910) dan Lehmann (1936) dan lebih dikenal di dunia dengan
nama karst Gunungsewu. Karst ini dicirikan oleh perkembangan kubah karst (kegelkarst),
salah satu bentuklahan positif yang lebih dikenal dengan kubah sinusoidal.
Karst Gunungsewu merupakan daerah karst yang mencakup wilayah Gunungkidul.
Van Bemmelen (1949) menyebutkan bahwa kawasan Karst Gunungsewu merupakan bagian
dari Pegunungan Selatan Pulau Jawa, dan secara regional Pannekoek (1949) menyebut
Kawasan Karst Gunungsewu sebagai bagian dari plato selatan Pulau Jawa. Kawasan karst
Gunungsewu di hasilkan oleh pengangkatan yang dimulai pada Pleiosen Akhir. Bagian utara
kawasan karst Gunungsewu dibatasi oleh cekungan (basin) Wonosari dan Baturetno yang
tersusun atas material gamping, namun memiliki tingkat karstifikasi yang tidak intensif.
Kedua cekungan ini memisahkan kawasan Karst Gunungsewu dengan pegunungan
berbatuan sedimen vulkano-klastik yang lebih dikenal dengan Pegunungan Baturagung.
Pengangkatan kawasan karst Gunungsewu telah menghasilkan beberapa teras
laut yang terangkat di daratan dan lembah yang ditinggalkan di Sungai Bengawan Solo
Purba. Rekonstruksi terhadap keberadaan teras laut tersebut pernah dilakukan oleh
Urushibara (1997), Brahmantyo dkk. (1998). Keberadaan tiga teras laut utama yang
terbentuk akibat pengangkatan kawasan Karst Gunungsewu mudah dikenali melalui citra
satelit ataupun peta topografi. Karst Gunungsewu telah mengalami karstifikasi lanjut yang
membentuk morfologi karst tropis, yang disebut karst tipe cone/ kerucut atau kegel karst.
Jenis bentuk lahan yang khas ini pertama kali dilaporkan oleh Lehmann (1936) dan dinamai
sebagai karst tipe Gunungsewu.

SISTEM HIDROLOGI DAN KONDISI GOA-GOA DAN ALIRAN SUNGAI BAWAH TANAH
DI GUNUNGKIDUL, DIY
Kondisi hidrologi di daerah karst dapat dikatakan unik dan mempunyai karakteristik
yang sangat berbeda dibandingkan dengan kondisi airtanah di kawasan lain. Keunikan ini
lebih disebabkan karena proses pembentukan geomorfologi bawah permukaan karst yang
didominasi oleh proses pelarutan (solusional). Hal ini mengakibatkan minimnya aliran
permukaan dan lebih berkembangnya sistem aliran bawah permukaan berupa lorong-lorong
dan sungai bawah tanah. Lorong-lorong dan sungai bawah tanah ini secara hidrogeologis
dikenal sebagai porositas sekunder, sementara oleh Gillieson (1996) disebut porositas
lorong, yang terjadi karena proses pelarutan (dissolution) pada batuan karbonat (Adji, 2003).
Sistem hidrogeologi kawasan karst sangat berbeda karakteristiknya dengan
kawasan non karst. Porositas batugamping lebih didominasi oleh porositas sekunder di
mana air lolos melalui rekahan-rekahan (Fracture), perlapisan batuan (bedding plane) dan
patahan (fault) pada formasi batugamping. Sedangkan nilai porositas ruang antarbutir

[3]
(primer) dan permeabilitas pada batugamping terumbu (nonklastik) sangatlah rendah (Fetter,
1994). Porositas primer dan permeabilitas akan tinggi apabila batugamping tersebut bersifat
klastik karena memiliki ruang antar butiran. Aliran air pada aquifer batugamping tersebut
mengalir sekaligus melarutkan bidang perlapisan, rekahan dan patahan. Kebanyakan aliran
air yang mengalir melalui rekahan dan bidang perlapisan memiliki hydraulic conductivity (K)
yang besar.
Sifat dan karakteristik kawasan karst berbeda dengan kawasan non karst. Sifat
aquifer batugamping tidak menerus secara lateral dan tidak seragam dikarenakan aliran air
pada aquifer batugamping mengalir melalui rekahan-rekahan dan bidang perlapisan. Aliran
air yang masuk akan segera lolos mengalir hingga ke aliran dasar (Baseflow). Aliran tersebut
terakumulasi membentuk pola aliran di bawah permukaan tanah sebagaimana layaknya
sungai pada permukaan. Dalam saat bersamaan proses pelarutan memperbesar ruang
rekahan-rekahan dan bidang perlapisan membentuk sistem lorong gua. Lorong-lorong gua
ini berfungsi sebagai koridor menuju ke sistem sungai bawah tanah (underground river)
(Koesoemadinata, 1987).
Salah satu karakteristik daerah karst terletak pada kondisi hidrologinya dimana
banyak aliran bawah tanah dengan debit air yang tergolong besar. Aliran dasar pada sungai
bawah tanah umumnya merupakan muka air tanah dan aquifer batugamping yang
cenderung datar (flat water table). Suplai atau sumber air sungai bawah tanah dapat berasal
dari sungai permukaan yang masuk melalui mulut gua horizontal (shallow hole) atau gua
vertikal (Sink Hole) maupun dari resapan lapisan tanah diatas permukaan yang masuk
melalui rekahan kecil dibawah lapisan tanah tersebut. Rekahan-rekahan kecil pada tanah
banyak dijumpai pada daerah karst sehingga dapat menjadi salah satu jalan masuk air ke
aliran bawah tanah. Aliran air sungai bawah tanah tersebut dapat muncul kembali di
permukaan sebagai mata air (karst Spring) atau sungai keluar dari mulut gua (Sir McDonald,
1982). Daearh karst mempunyai ciri khas sungai yang tiba-tiba hilang dari permukaan dan
tidak mengalir atau banyak dijumpai sungai yang alirannya terputus.
Suatu keberadaan sungai bawah tanah (underground river) yang mengalir di
dalam goa dapat dikatakan pasti keberadaan dan potensinya baik jika telah dilakukan
penelusuran dan pemetaan terhadap goa tersebut. Metode lain untuk mengetahui kepastian
darimana awal air dalam gua tersebut berada dan kemana aliran airnya, perlu dilakukan
water tracing. Pelacakan muka air tanah (water table) pada sungai bawah tanah di kawasan
kars sangatlah komplek dan tidak sederhana, hal ini disebabkan medan goa merupakan
lingkungan yang ektrim sehingga dibutuhkan teknik penelusuran serta memetakan sistem
lorong goa (caving) dengan aman. Penelusuran gua untuk pelacakan sistem sungai bawah
tanah adalah salah satu aplikasi ilmu speleology (Yulianto, 2010).
Goa-goa dan sungai bawah tanah banyak ditemui di daerah karst Gunungkidul.
Salah satu goa bawah tanah adalah goa Seropan. Seropan adalah sungai bawah tanah
yang terletak di Semanu, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa goa di
sekitarnya telah di eksplorasi dan dipetakan oleh team dari Inggris yg bekerjasama dengan
pemerintah Indonesia untuk melacak keberadaan potensi air bersih pada sungai bawah
tanah yang terdapat di dalam goa-goa di kawasan karst khususnya di Yogyakarta. Keunikan
lain dari Gua Seropan ini adalah memiliki 2 buah air terjun, dengan ketinggian masing-
masing sekitar 7 dan 9 meter. Air terjun ini tetap ada meskipun musim kemarau panjang.
Tahun 2009 sempat terjadi banjir besar di dalam Goa Seropan (berdasarkan data logger
tercatat kenaikan muka air mencapai 2,5 meter) dijumpai adanya ruangan baru yang

[4]
sebelumnya tertutup runtuhan. Pada ruangan tersebut dijumpai lorong yang terdapat pada
ketinggian 7 meter, setelah dieksplorasi sejauh 200 meter lorong berakhir pada sebuah
Sump.
Goa Seropan merupakan salah satu goa bawah tanah yang dimanfaatkan
penduduk sekitar untuk memenuhi kebutuhan air sehingga diadakan pembangunan goa
seropan yang menunjang perbaikan pemenuhan air untuk masyarakat. Pembangunan di
seropan akan dilakukan atas beberapa tahap. Pembendungan sungai bawah tanah
diperlukan untuk mendapatkan kestabilan debit air yang akan dimasukkan kedalam turbine.
Tinggi pembendungan mengikuti tinggi bending yang sudah ada yaitu 15 meter dari rencana
peletakkan instalasi hydropower. Sistem pembendungan yang digunakan adalah bendung
tetap, dengan konstruksi beton dan hanya menutupi sebagian penampang goa sehingga air
yang berlebih melimpas melalui puncak mercu bendung. Pembendungan juga
memperhitungkan aspek sistem terowongan berupa rekahan dan junction pada bagian hulu
bendung, sebab apabila tinggi mercu bending lebih tinggi dibandingkan rekahan atau
junction, maka air dikawatirkan akan berpindah dan dalam jangka pendek mengakibatkan
hilangnya sebagian air dan dalam jangka panjang air akan berpindah arah melalui alur baru.

KETERSEDIAAN AIR DAN KEBUTUHAN AIR MASYARAKAT GUNUNGKIDUL


Air merupakan komponen penting di alam, tetapi keberadaannya yang tidak
terdistribusi merata secara ruang dan waktu sering kali menimbulkan permasalahan bagi
kehidupan manusia (Cahyadi dkk, 2011). Salah satu bentang alam yang memiliki nilai
hidrologi cukup besar dan penting sebagai penyedia sumberdaya air adalah kawasan
karst (Cahyadi, 2010). Suryono (2006) menyebutkan bahwa sistem pemenuhan kebutuhan
air di kawasan karst Gunungkidul dan sekitarnya dibagi menjadi empat, yakni: (1) Sistem
Airtanah Bribin yang memenuhi kebutuhan air bersih di Kecamatan Rongkop, Kecamatan
Girisubo, Kecamatan Tepus, dan Kecamatan Semanu; (2) Sistem Airtanah Seropan yang
memenuhi kebutuhan air bersih di Kecamatan Ponjong, Kecamatan Wonosari, Kecamatan
Karangmojo, Kecamatan Semin, dan Kecamatan Semanu; (3) Sistem air tanah Ngobaran
yang memenuhi kebutuhan air bersih di Kecamatan Saptosari, Kecamatan Paliyan,
Kecamatan Panggang dan Kecamatan Purwosari; dan (4) Sistem airtanah Baron yang
melayani kebutuhan air bersih Kecamatan Tanjungsari (). Sistem hidrologi kawasan karst
yang unik sangat dipengaruhi oleh porositas sekunder (aliran airtanah melalui celah-celah
pelarutan) yang menyebabkan air masuk ke dalam sistem aliran bawah tanah dan
menyebabkan kondisi kering di permukaan tanah. Sungai permukaan di kawasan karst
sangat minim, tetapi system sungai bawah permukaan berkembang dengan baik yang
dikenal dengan sungai bawah tanah. Airtanah di kawasan karst Gunungsewu memiliki
peranan yang sangat besar bagi pemenuhan kebutuhan air untuk masyarakat.
Gunungkidul merupakan daerah yang unik karena memiliki topografi karst.
Topografi karst adalah bentukan bentang alam khas pada batuan karbonat (gamping) akibat
proses tektonik. Proses ini kemudian dilanjutkan oleh adanya pelarutan dan terbentuk celah
sebagai tempat air mengalir (MacDonald, 1984). Pelarutan batugamping oleh air hujan
menyebabkan terjadinya lubang–lubang kecil yang kemudian meluas masuk ke bawah tanah
membentuk luweng (sinkhole), sehingga bagian permukaan kekurangan air (Selby, 1985).
Hal ini membuat daerah karst ini mempunyai air permukaan yang sedikit.
Daerah Gunungkidul adalah daerah yang tidak mempunyai deposit airtanah
maupun air permukaan yang cukup. Hal ini disebabkan karena daerah ini mempunyai

[5]
struktur geologi yang didominasi batuan kapur. Oleh karena itu, sumberdaya air utama yang
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan air adalah dari aliran sungai bawah tanah yang
terdapat di daerah tersebut. Sebelum eksploitasi intensif dilakukan, potensi sungai bawah
tanah tersebut perlu dikaji terlebih dahulu. Penerapan eksploitasi sungai bawah tanah yang
lebih berdayaguna dan berkesinambungan perlu dilakukan penelitian mengenai
keterhubungan antara sungai bawah tanah (Rismaningsih, 2017).
Analisis dan penelitian tentang hidrologi karst merupakan suatu hal yang sangat
menarik dan menjadi penting dalam kehidupan masyarakat untuk keberlanjutan hidup.
Permasalahan terbesar yang ada pada daerah kawasan karst adalah sulitnya masyarakat
untuk mengakses sumberdaya air. Sumberdaya air terbesar pada kawasan karst terdapat
pada bawah tanah yaitu pada goa-goa atau pada sungai bawah tanah yang tentunya tidak
bisa diakses secara mudah oleh masyarakat. Adanya sumderdaya air pada goa-goa atau
pada sungai bawah tanah tidak serta merta langsung bisa digunakan, perlu pengkajian
kualitas air pada sumberdaya tersebut.
Daerah Gunung Kidul mempunyai tiga sistem sungai bawah tanah besar yaitu
sistem Bribin-Baron, sistem Sundak dan sistem Ngobaran. Ketiga sistem ini masih terbagi
lagi menjadi subsistem-subsistem yang mempunyai potensi akan sumber air. Sir Mc Donald
and Partners (1979) melakukan penelitian yang mendapatkan sebanyak 266 saluran bawah
tanah yang sudah dipetakan dan 42 saluran yang berpotensi akan sumber air. Dari berbagai
sumber air yang ada ini Gua Bribin dan Gua Seropan sudah dimanfaatkan dengan cara
membuat bendungan dan dipompa yang didistribusikan ke sebagian daerah Gunung Kidul.
Pemilihan Sistem Sungai Bawah Tanah Bribin untuk dibangun bendungan
karenakan sistem ini sangat penting bagi daerah Kabupaten Gunung Kidul. Sistem Sungai
Bawah Tanah Bribin ini sebagai pemasok kebutuhan air masyarakat Gunung Kidul. Dari
debit yang ada baru 120 l/dt yang baru bisa dipergunakan untuk kebutuhan domestik
masyarakat Gunung Kidul. Sejak tahun 1999 Sistem Sungai Bawah Tanah Bribin
mendapatkan perhatian yang lebih dengan diadakannya kerjasama antara Pemerintah
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pihak Jerman tepatnya Universitas Kalsruhe.
Proyek untuk pemanfaatan air ini dilakukan dengan pengeboran sedalam 104 m yang
kemudian akan digunakan metode mikrohidro untuk mengangkat air dan
mendistribusikannya, yang sampai saat ini belum terselesaikan. Sistem Sungai Bawah
Tanah Bribin mempunyai ketiga karakteristik akuifer karst yakni akuifer saluran (conduit),
celah (fissure), dan rembesan (diffuse). Dari ketiga karakteristik itu akan memunculkan
perbedaan kualitas airtanah terutama sifat kimia airtanah. Air hujan yang mempunyai
peranan penting karena sebagai pensuplai air yang utama maka varaiasi temporal curah
hujan akan memberikan efek juga pada pembentukan akuifer air pada sungai bawah tanah
(Purwanto dan Haryono, 2007).
Sungai bawah tanah yang mengalir di dalam gua seropan ini telah dimanfaatkan
untuk mencukupi kebutuhan air minum penduduk yang tersebar di 5 kecamatan (Semanu,
Ponjong, Wonosari, Playen, Rongkop). Target masyarakat yang memanfaatkan air dari Gua
Seropan mencapai 200 ribu jiwa. Gua seropan ini juga menjadi tempat latihan dan obyek
penelusuran gua bagi kelompok-kelompok Pecinta Alam dari berbagai Perguruan Tinggi
tidak hanya dari Yogyakarta saja melainkan dari seluruh penjuru Indonesia. Penelusuran
Goa Seropan ini dilakukan pertama kali pada tahun 1988, oleh kelompok speleology
Acintyacunyata Speleological Club Yogyakarta.

[6]
Ketersediaan air di daerah kering merupakan kebutuhan mendasar yang harus
dipenuhi. Permasalahan utama pemenuhan kebutuhan adalah biaya yang tinggi.
Hydropower merupakan salah satu metode untuk memompakan air dengan biaya murah.
Seropan adalah salah satu daerah kering dengan sungai bawah tanah yang memiliki potensi
untuk dikembangkan sebagai instalasi hydropower. Pengembangan potensi tersebut perlu
didukung dengan penelitian mengenai hidrologi, hidraulika, geologi, geoteknik dan
hidromekanik sebagai dasar awal pembuatan instalasi hydropower.
Sistem airtanah di kawasan ini di dominasi oleh celah-celah hasil pelarutan yang
menyebabkan kondisi kering di permukaan. Kondisi tersebut juga menyebabkan airtanah di
kawasan ini memiliki kerentanan airtanah terhadap pencemar yang tinggi. Beberapa hasil
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa beberapa sumber air yang berasal dari airtanah di
Kawasan Karst Gunungkidul telah tercemar bakteri Escherecia coli (Cahyadi, dkk.,2011 ).
Airtanah adalah air yang terletak pada wilayah jenuh di bawah permukaan tanah
(Asdak, 2007). Sistem hidrologi kawasan karst yang unik sangat dipengaruhi oleh porositas
sekunder (aliran airtanah melalui celah celah pelarutan) yang menyebabkan air masuk ke
dalam sistem aliran bawah tanah dan menyebabkan kondisi kering di permukaan tanah.
Sungai permukaan di kawasan karst sangat minim, tetapi sistem sungai bawah permukaan
berkembang dengan baik yang dikenal dengan sungai bawah tanah. Namun demikian,
akuifer karst memiliki kerentanan terhadap pencemaran yang cukup tinggi. Hal tersebut
disebabkan karena lapisan tanah di kawasan karst yang tipis, konsentrasi aliran yang
terdapat di daerah epikarst, dan resapan air yang melalui ponor, sehingga kontaminan
mudah mencapai airtanah (Widyastuti, 2010). Oleh karena itu, maka diperlukan adanya
upaya perlindungan airtanah di kawansan karst dari ancaman pencemaran.
Proses hidrologi secara sederhana dapat digambarkan dengan adanya hubungan
antara masukan berupa air hujan dan keluaran berupa aliran (Hadi, 2006 dalam Setyawan,
2009). Proses hidrologi ini akan menghasilkan suatu ketersedian air yang dapat digunakan
untuk berbagai kebutuhan (Cahyadi dkk, 2011). Salah satu kebutuhan yang dapat terpenuhi
dengan adanya suatu ketersediaan air adalah kebutuhan air untuk irigasi atau pengairan
(Hidayat, dkk., 2016). Pemanfaatan sungai aliran bawah tanah pada daerah karst dilakukan
dengan memperbaiki sistem pengairan di dalamnya untuk tercapainya kebutuhan air
masyarakat.

PENUTUP/KESIMPULAN
Kebutuhan air merupakan kebutuhan pokok manusia untuk keberlangsungan
hidupnya. Permasalahan tentang air yang menjadi sumber kehidupan terkait dengan sistem
hidrologi di suatu tempat. Daerah Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan
Kawasan karst mempunyai karakteristik khas daerah karst yang berbeda dengan daerah non
karst. Daerah karst mempunyai banyak batuan gamping berkarbonat yang mengalami
pelarutan oleh air hujan menyebabkan terjadinya lubang–lubang kecil yang kemudian
meluas masuk ke bawah tanah membentuk luweng (sinkhole), sehingga bagian permukaan
kekurangan air. Hal ini membuat daerah karst ini mempunyai air permukaan yang sedikit.
Permasalahan terbesar yang ada pada daerah kawasan karst adalah sulitnya
masyarakat untuk mengakses sumberdaya air. Sumberdaya air terbesar pada kawasan karst
terdapat pada bawah tanah yaitu pada goa-goa atau pada sungai bawah tanah yang
tentunya tidak bisa diakses secara mudah oleh masyarakat. Adanya sumderdaya air pada
goa-goa atau pada sungai bawah tanah tidak serta merta langsung bisa digunakan, perlu

[7]
pengkajian kualitas air pada sumberdaya tersebut. Perbaikan sistem pengairan dan
pembangunan sarana prasarana yang terkait sistem hidrologi daerah karst perlu dilakukan
agar masyarakat dapat memanfaatkan air di sungai aliran bawah tanah untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Pemanfaatan airtanah sebagai solusi dari urgensi yang ada di Gunugkidul
akan memberikan dampak positif bagi permasalahan kekurangan air atau kekeringan di
daerah Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulisan berbasis pengamatan langsung di lapangan dan studi literatur dapat
diciptakan atas dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dihaturkan untuk seluruh
dosen mata kuliah geohidrologi yang telah membimbing dan mengarahkan pembuatan
tulisan ini serta para asisten laboratorium geohidrologi dan klimatologi lingkungan yang
berperan aktif dalam memberikan bahan ajar ban masukan dalam penulisan makalah ini
serta rekan seangkatan yang selalu memberikan semangat dalam penyelesaian makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adji, T. N., 2010. Variasi Spasial-Temporal Hidrogeokimia dan Sifat Aliran untuk
Karakterisasi Sistem Karst Dinamis di Sungai Bawah Tanah Bribin Kabupaten
Gunungkidul, D.I. Yogyakarta. Disertasi. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Adji, T.N. 2003. Agresivitas Airtanah Karst Sungai Bawah Tanah Bribin, Gunung Sewu.
Gunung Sewu-Indonesian Cave and Karst Journal, Vol 1. No.1 ,April 2003.
Adji, T.N. dan Haryono, E., 1999. Konflik Antara Pemanfaatan Batugamping dan Konservasi
Sumberdaya Air Das Bribin di Wilayah Karst Gunung Sewu, Makalah Lokakarya
Nasional Menuju Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Berbasis Ekosistem Untuk
Mereduksi Konflik Antar Daerah, Yogjakarta, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah
Mada, September 1999.
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Cahyadi, A. Priadmodjo, A. and Yananto, A. 2011. Criticizing The Conventional Paradigm of
Urban Drainage. Proceeding The 3rd International Graduated Student Conference on
Indonesia. Yogyakarta: Graduate School, Universitas Gadjah Mada.
Cahyadi, A., Lestariningsih, S.P., Zein, A.G., dan Rahmat, P.N. 2010. Tekanan Penduduk
Terhadap Lahan di Kawasan Karst Gunungkidul (Studi Kasus Desa Songbanyu dan
Desa Jerukwudel). Laporan Penelitian. Yogyakarta: Karst Student Forum (KSF)
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Cahyadi, Ahmad; Priadmodjo, Anggit dan Yananto, Ardila. 2011. Criticizing The
Conventional Paradigm of Urban Drainage. Proceeding The 3rd International
Graduated Student Conference on Indonesia. Yogyakarta, 8-9 November 2011. Hal:
547-553.
Danes, J.V., 1910. Die Karstphanomene in Goenoeng Sewoe auf Java, Tjdschrift van het
kon. Ned. Aardrijksk. Gen.Tweede Serie, deel XXVII, 247‐260.
Hidayat, A., Suprayogi, S., dan Cahyadi, A. 2016. Analisis Kesesuaian Kualitas air untuk
Irigasi pada Beberapa Mataair di Kawasan Karst Sistem Goa Pindul. Yogyakarta :
Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.

[8]
Koesoemadinata, 1987. Reff Carbonate Exploration, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Lehmann, H., 1936. Morfologiche Studien auf Java, Gohr, Abh, 3, Stutgart.
McDonald and Partners,1984. Greater Yogyakarta-Groundwater Resources Study. Vol 1:
Main Report. Yogyakarta: Directorate General of Water Resources Development
Project (P2AT).
Nugroho, B. dan Pranantya, P.A. 2012. Klasifikasi Geoteknik Goa Sungai Bawah Tanah
Daerah Seropanwonosari – Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding
Simposium dan Seminar Geomekanika Ke-1 Tahun 2012.
Pannekoek, A.J. 1949. Outline of The Geomorphology of Java. Leiden: EJ Brill.
Purwanto, A. dan Haryono, E. 2007. Analisis Hidrokemograf Airtanah Karst Sistem Sungai
Bawah Tanah Bribin Kabupaten Gunung Kidul. Yogyakarta : Fakultas Geografi UGM.
Rismaningsih, F. 2017. Estimasi Keterhubungan Sungai Bawah Tanahantara Seropan dan
Bribin dengan Metode Geofisika Very Low Frequency di Daerah Gunungkidul,
Yogyakarta. Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2017 Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Jakarta,1-2 November 2017.
Selby, M.J., 1985, Earth’s Changing surface, An Introduction toGeomorphology, Clarendom
press, Oxford.
Sir McDonald, 1982, Laporan Penyelidikan Gunung Pegunungan Sewu, vol. III, di Kabupaten
Gunung Kidul, Wonosari Daerah Istimewa Yogyakarta.
Widyastuti, M. 2010. Karakterisasi Daerah Tangkapan Ponor Karst Gunungsewu sebagai
Variabel Penentu Kerentanan Airtanah terhadap Pencemaran (Studi Kasus di DAS
Bribin). Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Hibah Disertasi Doktor. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Yulianto, Bagus,2010, Goa Seropan – Bahan Referensi IWRM, Yayasan Acintyacunyata,
Yogyakarta.

[9]

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai