Anda di halaman 1dari 6

Kondisi Hidrogeologi Kawasan Karst Watuputih Kabupaten Rembang

Dengan Sistem Informasi Geografis


Oleh
Tri Sukma Dewi
Jurusan Pendidikan Geografi – Universitas Negeri Surabaya
Email : trisukmadewi62@gmail com

PENDAHULUAN
Kawasan karst dicirikan dengan sedikitnya sungai permukaan dan berkembangnya
jalur-jalur sungai bawah permukaan (Adji, 2009). Daerah karst merupakan daerah berbukit-
bukit dengan mayoritas jenis tanahnya berupa latosol atau tanah lempung yang memiliki
kedalaman tanah yang ,minim (rata-rata < 50cm) (Suryatmojo, 2002). Sungai bawah
permukaan atau air bawah tanah karst digunakan oleh masyarakat setempat sebagai air
minum dan air keperluan rumah tangga. Air bawah tanah berasal dari air permukaan yang
terinfiltrasi ke area vadose batuan karst (Budiyanto, 2015). Air bawah tanah terdapat pada
rekahan-rekahan vertikal dan horizontal. Air ini terakumulasi pada zona vadose sebagai
jaringan goa dan keluar sebagai mata air karst (Budiyanto, 2015). Kawasan karst
memiliki fungsi alternatif sebagai penyimpan cadangan air bawah tanah terbesar bagi
wilayah di sekitar kawasan karst.
Daerah selatan Kabupaten Rembang merupakan pegunungan yang memanjang dari
arah barat sampai timur yang memiliki fenomena bentang alam karst dimana merupakan
bagian dari kelurusan Pegunungan Karst Sukolilo yang membentang dari Grobogan, Pati
dan Blora yang ditetapkan dalam Permen ESDM No 17 Tahun 2012, Tentang Penetapan
Kawasan Bentang Alam Kars atau lebih dikenal sebagai Kawasan Karst
Pegunungan Kendeng Utara. Selain itu, kawasan karst Pegunungan Kendeng utara juga
merupakan kawasan imbuhan air terbesar di Kabupaten Rembang yang sering dikenal
sebagai Pegunungan Watuputih atau Kawasan Karst Watuputih.
Pengelolaan kawasan karst yang tidak berorientasi pada prinsip-prinsip
pembangunan berekelanjutan akan memunculkan risiko bencana terhadap aset-aset
kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Berkenaan dengan hal tersebut maka informasi
tentang keberadaan dan nilai kawasan karst tersebut perlu digali dan diinformasikan ke
berbagai pihak sehingga dapat dilakukan kebijakan dan praktek pembangunan yang
baik di kawasan yang berorientasi kepada keberlanjutan kawasan sebagai fungsi
ekologis.
PEMBAHASAN
Karst merupakan suatu kenampakan dengan karakteristik hidrologi dan bentuklahan
yang diakibatkan oleh kombinasi batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder
yang berkembang dengan baik (Ford dan Williams, 1992). Proses pelarutan membentuk suatu
sistem hidrologi yang unik, di mana sistem hidrologi kawasan karst sangat dipengaruhi oleh
porositas sekunder yang menyebabkan air masuk ke dalam sistem aliran bawah tanah dan
menyebabkan kondisi kering di permukaan (Cahyadi, 2010, dalam Cahyadi, dkk, 2017). Karst
dicirikan dengan terdapatnya cekungan tertutup atau lembah kering dalam berbagai ukuran
dan bentuk, tidak terdapatnya drainase/sungai permukaan, serta terdapatnya goa dari sistem
drainase bawah tanah.
Berdasarkan peta Hidrogeologi, Akuifer di Kawasan Karst Watuputih
dikategorikan sebagai akuifer dengan aliran melalui celahan, rekahan, dan saluran.
Akuifer ini diperkirakan mempunyai produktifitas sedang dengan penyebaran yang
luas. Kelompok akuifer ini merupakan penyusun utama di Kawasan Karst
Watuputih yang berada di bagian tengah. Akuifer ini terbentuk oleh batu gamping
Formasi Paciran, yang terdiri dari batu gamping pejal dan batu gamping napalan dengan
kelulusan sedang sampai tinggi tergantung derajat pengkarstan pada batu gamping. Dengan
sifat-sifat batuan penyusunnya, produktifitas akuifer umunya berupa akuifer produktif.
Aliran air tanah pada sistem akuifer ini melalui zona celahan dan rekahan. Muka air
tanah umumnya dalam , debit sumur mataair beragam, dan umumnya rendah.
Berdasarkan batuan penyusun akuifer pada daerah tersebut, mempunyai
klasifikasi dan batasan-batasan yang sama dengan akuifer karst. Akuifer karst dapat
digambarkan sebagai sistem yang dibatasi oleh suatu daerah tangkapan air (catchment
area) dengan sistenn aliran melalul kontrol input dan output (Ford dan Williams, 1989).
lnput dalam hubungannya dengan mekanisme air yang masuk di daerah karst dibagi
menjadi dua yaitu autogenic recharge dan allogenic recharge. Autogenic recharge
terjadi pada daerah dengan batuan relatif homogen berupa batuan karst dan air tertangkap
secara langsung dari infilitrasi air hujan pada daerah tersebut. Allogenic recharge
merupakan mekanisme yang umum terjadi karena kondisi geologi yang bersifat
kompleks dan adanya aliran runoff yang berasal dari daerah bukan karst masuk menuju
akuifer karst. Autogenic recharge pada umumnya bersifat difusi, air masuk melalui
celahan pada singkapan batuan karst, sedangkan allogenic recharge umumnya
terkonsentrasi (mekanisme concentrated point input) melalui sinking streams. Kedua
mekanisme tersebut menghasilkan sifat kimia air tanah dan volume recharge per unit area
yang berbeda.

Menurut Burrough (1986) mendefinisikan SIG adalah sistem berbasis komputer yang
digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan
kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan
dengan pemetaan dan perencanaan. SIG adalah sistem informasi yang dimanfaatkan untuk
mengelolah data informasi keruangan termasuk juga digunakan untuk menganalisis kualitas
air bawah tanah di Kawasan Karst Watuputih dengan metode APLIS.

Dapat diketahui kondisi hidrogeologi Kawasan Karst Watuputih Kabupaten Rembang


menurut Petrasa, dkk (dalam prosding seminar nasional kebumian ke-7, jurusan teknik geologi,
fakultas teknik, universitas gadjah mada, 30-31 oktober 2014) luas batugamping Formasi
Paciran yang membentuk Gunung watuputih lebih kurang 3020 Ha. Cekungan air tanah
pada Kawasan Karst Watuputih yang merupakan area imbuhan air sebesar 2555,09681 Ha
(hasil perhitungan melalui Sistem Informasi Geografis) yang menjadi kawasan resapan
air terbesar yang menyuplai sumber-mata air yang ada di sekitar kawasan
Pegunungan Watuputih. Dari pengukuran lapangan berdasarkan data Amdal PT
Semen Indonesia (2012), mata air yang terbesar adalah Sumber Seribu memiliki debit
600 lt/detik terletak di Desa Tahunan di bagian timur wilayah Cekungan air tanah
pada Kawasan Karst Watuputih, dan mata air yang terkecil adalah Mata air Belik Watu
memiliki debit 0,02 liter/detik, terletak di Desa Timbrangan di bagian barat area Cekungan
air tanah pada Kawasan Karst Watuputih.
Berdasarkan jumlah debit yang terukur di lapangan dari 109 mata air yang ada di
kawasan pegunungan karst Watuputih dapat diperhitungkan estimasi volume air yang
dihasilkan oleh mata air dalam satu hari, bila disimulasikan mata air yang terkecil 0,02
liter/detik dalam 1 hari/24 jam/3600 menit/86400 detik akan menghasilkan air 1728 liter
dalam satu hari, mata air dengan debit terbesar 600 liter/detik dalam 1 hari akan
menghasilkan 51.840.000 liter air dimana kurang dari 10% dimanfaatkan langsung
untuk kebutuhan masyarakat dan sisanya terdistribusi ke lahan pertanian. Ini menunjukkan
bahwa air yang dihasilkan dari sumber-mata air yang ada di sekitar Cekungan air tanah
pada Kawasan Karst Watuputih melebihi dari kebutuhan dasar masyarakat terhadap air
yang rata-rata menggunakan 15 – 20 liter/hari/orang, jika nilai ini di valuasi sebagai
potensi ekonomi maka jumlah air yang dihasilkan akan melebihi nilai yang didapat
dari sector pertambangan, yang berpotensi mengurangi bahkan menghilangkan
pasokan dan distribusi air pada sumber-mata air yang ada di sekitar kawasan karst
Watuputih. Sumber Semen yang menjadi sumber utama untuk pemenuhan kebutuhan air
masyarakat di 14 Kecamatan Kabupaten Rembang dengan estimasi memenuhi
kebutuhan
607.188 jiwa di 14 kecamatan Kabupaten Rembang (PDAM, 2013) sebagian besar
disuplai dari Cekungan air tanah di Kawasan Karst Watuputih dan sebagian lagi dari
sayap antiklin yang membentang antara Gunung Butak – Tengger dan sekitarnya
maupun dari selatan Desa Tahunan.
Mata air-mata air di Kawasan Karst Watuputih banyak dijumpai di bagian selatan,
sebagian di bagian timur, dan sebagian lagi di bagian utara cekungan air tanah. Hanya ada
dua mata air yang secara lokasi berada di wilayah cakupan Cekungan Air Tanah, yaitu
Mata air Sendang Gondang dan Mata air Sendang Ngandong yang berada di desa
Pancuran. Kedua mata air ini mempunyai debit yang tidak terlalu besar, yaitu kurang dari
1 liter/detik. Mata air-mata air lainnya yang banyak tersebar di luar wilayah cekungan
air tanah mempunyai persebaran di Desa Tegaldowo, Desa Suntri, Desa Dowan, Desa
Timbrangan, Desa Pasuncen dan Desa Kajar dengan debit yang bervariasi dari debit
yang relatif kecil (<0.5 liter/detik) sampai debit yang sangat besar, yang mencapai 600
liter/detik, Seluruh mata air yang ada dimanfaatkan untuk pertanian, kebutuhan sehari-hari,
air minum, mencuci, peternakan, dan lain sebagainya.

KESIMPULAN
Cekungan air tanah pada Kawasan Karst Watuputih yang merupakan area imbuhan air
sebesar 2555,09681 Ha (hasil perhitungan melalui Sistem Informasi Geografis) yang
menjadi kawasan resapan air terbesar yang menyuplai sumber-mata air yang ada di
sekitar kawasan Pegunungan Watuputih. Mata air yang ada dimanfaatkan untuk pertanian,
kebutuhan sehari-hari, air minum, mencuci, peternakan, dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Adji, T,N, 2013. Kondisi Tangkapan Sungai Bawah Tanah Karst Gunungsewu dan
Kemungkinan Dapak Lingkungan Terhadap Sumberdaya Air (Hidrologi) Karena
Aktivitas Manusia. http://tjahyo- adji.staff.ugm.ac.id/ancaman_karst_aquifer.pdf. (diakses
pada 3 Juni 2019)
Priambada, P.A., 2018. Kondisi Geohidrologi Kawasan Karst Gunungsewu,
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. http://researchgate.net (diakses pada 2 Juni
2019)
Budiyanto, E,. 2016, Keterkaitan Kondisi Fitur Permukaan Karst yang Diperoleh
dari Data Citra Penginderaan Jauh dengan Kualitas Air Bawah Tanah di GunungSewu
Bagian Barat. http://researchgate.net. (diakses pada 2 Juni 2019)
Budiyanto, E,. 2016, Karakteristik Morfologi Cekungan GunungSewu Melalui Data
GDEM ASTER. http://researchgate.net. (diakses pada 2 Juni 2019)
Budiyanto, E,. 2016, Evaluasi Laju Disertifikasi Batuan Pada Bentang Lahan Karst
GunungSewu Melalui Penginderaan Jauh. http://researchgate.net. (diakses pada 2 Juni 2019)
Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis : Konsep-konsep Dasar (Perspektif
Geodesi & Geomatika). Penerbit Informatika, Bandung.
Wacana, P., Irfanianto., Rodhialfalah, A., dkk., 2014, Kajian Potensi Kawasan Karst
Kendeng Utara Pegunungan Rembang Madura Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
https://repository.ugm.ac.id/135122/1/45-58%20P1O-05.pdf. (diakses pada 3 Juni 2019)

Anda mungkin juga menyukai