Anda di halaman 1dari 2

Cover Artikel Judul : Ta'rib Bahasa Arab dan Mu'arrab

Jurnal dalam Al-Qur’an


Penulis : Ahmad Zaky, M.A.
Nama Jurnal : Jurnal WARAQAT
Volume, Nomor dan Tahun : Vol. 5, No. 1, 2020
Halaman : 1-18
ISSN Online/Offline : 2655-9196
Website : www.journal.assunnah.ac.id/
index.php/WRQ/index

TA’RIB SEBAGAI KAIDAH ARABISASI TERHADAP KOSAKATA BAHASA NON-


ARAB

Muh. Saiful Mukminin / B0519037

Objek kajian dalam artikel ini yaitu fenomena ta’rib sebagai kaidah
penyerapan kosakata bahasa non-Arab ke dalam bahasa Arab. Penulis membahas
ta’rib berdasarkan hasil tinjauan dan penelusuran pustaka dari berbagai macam
sumber referensi ilmiah. Dalam artikel ini, penulis menjelaskan mengenai definisi
ta’rib secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi, kata ta’rib diartikan sebagai
kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Arab, kemudian mengalami
penyesuaian dengan sifat bahasa Arab. Adapun secara terminologi, kata ta’rib
diartikan sebagai proses penyerapan bahasa asing ke dalam bahasa Arab. Dari proses
ta’rib, akan dihasilkan kata serapan yang disebut dengan mu’arrab.
Secara garis besar, artikel ini membahas mengenai definisi ta’rib sebagai
landasan awal dalam memahami fenomena ta’rib. Artikel ini secara jelas menjelaskan
faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya fenomena ta’rib. Secara umum, fenomena
ta’rib muncul dalam masyarakat tutur Arab yakni karena adanya interaksi antara
bangsa Arab dengan bangsa non-Arab. Timbulnya fenomena ta’rib memunculkan
berbagai perbedaan pendapat di antara linguis Arab dan ahli tafsir.
Pendapat pertama menolak adanya ta’rib dengan dalih bahwa bahasa Arab
mampu lebih baik daripada bahasa saat ini, serta mampu mengatasi problematika
Arabisasi istilah-istilah baru. Pendapat kedua membolehkan adanya ta’rib selama
tidak ada perbedaan makna terhadap istilah-istilah tersebut. Pendapat ketiga sebagai
penengah antara kelompok pertama dan kedua. Dalam menghadapi fenomena ta’rib,
kelompok ini memberikan solusi berupa penelusuran padanan kata dalam bahasa
Arab asli. Namun apabila tidak ditemukan padanannya, maka meminjam istilah asing
melalui proses penyesuaian kaidah dalam bahasa Arab.
Sebagai hasil dari proses ta’rib, persoalan mu’arrab sampai sekarang menjadi
perdebatan oleh para linguis Arab dan ahli tafsir apakah mu’arrab digunakan dalam
al-Qur’an atau tidak. Persoalan tersebut muncul karena terdapat beberapa kata di
dalam al-Qur’an yang dianggap mu’arrab. Dalam mengamati fenomena ini, penulis
menghadirkan tiga pendapat yang memandang fenomena keberadaan mu’arrab
dalam al-Qur’an. Pendapat pertama menolak adanya mu’arrab dalam al-Qur’an
dengan dalih al-Qur’an merupakan mukjizat yang diturunkan berbahasa Arab.
Pendapat kedua membenarkan keberadaan adanya mu’arrab dalam al-Qur’an dengan
dalih al-Qu’ran ditujukan kepada seluruh umat. Pendapat ketiga sebagai penengah,
yang menyatakan mu’arrab dalam al-Qur’an pada akhirnya akan menjadi padanan
bahasa Arab.
Kajian ta’rib dalam artikel ini dapat memberikan pembaca mengenai
fenomena ta’rib serta problematika mengenai eksistensinya. Secara keseluruhan,
pemaparan kajian ta’rib yang ditulis dalam artikel ini disajikan secara komprehensif,
sistematis, jelas, dan runtut sehingga dapat memudahkan pembaca dalam memahami
substansinya. Penggunaan referensi ilmiah menjadikan artikel ini bersifat kredibel,
yakni kebenarannya dapat dibuktikan secara ilmiah. Contoh-contoh mu’arrab sebagai
hasil dari proses fenomena ta’rib juga dicantumkan dalam artikel ini.
Artikel ini tidak lepas dari beberapa kekurangan. Pertama, penulis tidak
mencantumkan metode penelitian (di dalamnya meliputi teknik pengumpulan data,
analisis data, dan penyajian data). Kedua, penulis hanya menggunakan sumber
referensi berbahasa Arab saja, padahal masih banyak sumber referensi berbahasa
non-Arab yang juga mengkaji mengenai ta’rib.
Sebagai bentuk kritik atas artikel ini, pengulas mengajukan beberapa
pertanyaan:
1. Apakah fenomena ta’rib dapat disepadankan dengan teknik penerjemahan
peminjaman (borrowing)?
2. Apakah ada pedoman tertentu dalam melakukan ta’rib terhadap bahasa non-
Arab?
3. Apakah ada lembaga yang memiliki kewenangan dalam melakukan ta’rib
terhadap bahasa non-Arab?
4. Apakah ta’rib dapat merusak keautentikan bahasa Arab apabila diterapkan
secara masif?

Anda mungkin juga menyukai