WAZAN-WAZAN MASHDAR
Dosen Pembimbing:
Mentari Marwa, S.Kep., M.A
Oleh :
MOHAMAD HAPID MUZAKI
SYUKRON DAWAMI
MIFTAHUL KHOIROT
NANA MUAYYANAH
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam
tetap kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya yang senantiasa menjalankan sunnah-
sunnah beliau.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
Dalam peroses belajar BMK (Bimbingan Membaca Kitab), orientasi
yang dihadirkan adalah peningkatan kemapuan membaca tulisan arab gundul,
disertai dengan metode pembelajaran cepat amstilati. Dari sekian metode yang
ada, amtsilati terpilih sebagai primadona metode cepat oleh sebagian pelajar
Indonesia, hal ini terbukti dengan banyaknya para pendidik yang
menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar di sebuah lembaga, termasuk
makalah yang sekarang sedang disususn ini juga membahas tentang bagaimana
metode amtsilati mengantantar para pelajar untuk mampu membaca rangkaian
kalimat tulisan arab tanpa harakat dengan cepat dan tepat.
Dengan serangkaian alasan yang melatarbelakangi di muka, penyusun
dengan penuh usaha menghadirkan tulisan makalah terkait materi itu dengan
judul ”MAKALAH WAZAN-WAZAN MASHDAR”. Penyusunan makalah ini
disusun untuk mengajak pembaca mampu membaca tak hanya tulisan latin
tetapi kemampuan pembaca dapat ditingkatkan kepada tulisan arab gundul tak
berharakat. Walaupun ini hanyalah setetes usaha dari samudera kesukaran
bahasa arab yang tak menutup kemungkian didapati kekurangan dan
kelemahan sebagai metode.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu nomenklatur dari idiom Wazan, Mashdar dalam lingkup linguistik?
2. Bagaimana cara mengetahui pembentukan kata dalam morfologi bahasa
arab?
3. Bagaimana praktek metode amtsilati dan penerapannya dalam membaca
kitab ketika dibenturkan dengan sekelumit permasalahan terkait Mashdar?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar tergapainya ridho Allah Swt.dan cinta Rasulullah Saw.
2. Untuk mengetahui dan mengajarkan materi metode amsilati terkait wazan-
wazan mashdar.
3. Supaya dapat mempraktikan metode amsilati terkait wazan-wazan masdar
dalam tulisan arab tanpa harokat.
4
BAB II
PEMBAHASAN
kata صدر yang bermakna terjadi atau menghasilkan, dan mashdar sendiri
menyandang makna intrinsic referensi atau sumber pengambilan.3 Sedangkan
dalam kajian terminologi, Mashdar adalah kata nomina dari bentukan kata
kerja dengan diberikan konfiks (imbuhan awal dan akhir) pe-an/ ke-an dan
atau kata kerja yang diubah menjadi kata nomina.4
1
Ali Atabik & A. Zuhdi, Kamus Krapyak Al-Ashri Kontemporer Arab Indonesia
(Yogyakarta: Multi Karya Grafika, t.t.), h. 2015.
2
M. Sholehuddin Sofwan, At-Tashrifiyah Li At-tashrif Al-Lughowi wa Al-Istilahi
(Jombang: Maktabah Darul Hikmah, 2014), h. 2.
3
Atabik, Kamus Krapyak Al-Ashri, h. 1171.
4
Taufiqul Hakim, Amstilati Buku 2: Program Pemula Membaca Kitab Kuning (Jepara:
Al-Falah Offset, 2003), h. 38.
5
Ketika kata wazan dan mashdar menjadi sebuah frasa, maka
memberikan pemahaman bahwa wazan (timbangan penyelarasan)
memberikan sumbangsih peran sebagai patokan dalam membentuk mashdar.
Tapi harus diingat, bahwa mashdar sering dianggap ambigu oleh orang-orang
ketika ada penyebutan kata isim masdhar. Padahal dalam kenyataan, dua kata
tersebut memang saling berkelindan tapi memiliki perbedaan. Bila masdar
menjadi kata nomina dari kata kerja dengan huruf asli yang sesuai dengan
jumlah pada fi’ilnya, namun isim mashdar berbeda, ia terbentuk tidak sesuai
dengan jumlahnya.
Dalam proses pembentukan kata mashdar, orang-orang arab
menerapkan aturan kaidah dan juga menggunakan ungkapan percakapan
sehari-hari yang sering berlaku. Istilah linguistic arab untuk hal ini adalah ada
termin sima’i dan qiyasi. Adapun sima’i adalah aturan yang terdengar melalui
ungkapan orang-orang arab dalam bercakap-cakap yang bentuknya dinamis
dan tidak selalu bisa diukur atau diqias dengan kaidah-kaidah kesepeaktan
para ahli bahasa. Bahkan Imam Sibawaih yang mengatakan bentuk-bentuk
sima’i itu tak terhingga. Mashdar sima’i sendiri merupakan kata nomina yang
peroses pembentukannya tak mengikuti aturan kaidah tetapi menukil
langsung kepada perkataan orang-orang arab.5
Maksud dari Qiyasi dalam bab ini adalah lafadz yang datang sesaui
dengan timbangan atau aturan kaidah dalam tata bahasa arab, dan ketika
ditemukan sebuah lafadz yang masih belum diketahui asal muasalnya, maka
tentukanlah dengan mengqiyasikannya.6 Dan menurut Imam Kholil dan Imam
Akhfasy dalam Masdar Qiyasi ini, yaitu apabila kita menemukan suatu
lafadz, dan tidak diketahui bagaimana orang Arab mengucapkan mashdar
lafadz tersebut, maka kita boleh mengqiyaskan (menyamakan) dengan wazan-
wazannya masdar yang ada, bukannya kita mengqiyaskan suatu lafadz
dengan wazannya masdar padahal sudah ada bentuk masdar sima’inya.7
5
M. Aliysy, Syarh Nazh Al-Maqsud (Kediri: Maktabah Ma’na ‘ala Pesantren, t.t.), h. 18.
6
Madrasah Hidayatul Mubtadien, Taqrirot Nazhm Khulosah: Alfiyyah Ibnu Malik
(Kediri: Darul Mubtadien, t.t.), h. 114.
7
Khalid Al-Azhari, Syarh At-Tashrih ‘ala At-Taudih, Jilid 2 (Beirut: Dar Al-Kotob Al-
Ilmiyah, 2011), h.73.
6
Pengertian ini berbeda dengan Imam Farro’ yang mengatakan boleh
mengqiyaskan walaupun sudah ada bentuk sima’i.8
Untuk mengetahui peroses pembentukan wazan-wazan mashdar, kita
tidak bisa lepas dari morfologi bahasa arab (shorf) yang akan
memperkenalkan istilah termin baru dari dunia kata. Mungkin kalangan orang
umum tidak terlalu mengenalnya, berbeda dengan penggiat ilmu, mereka
sudah lumrah dengan istilah-istilah gramatik bahasa. Dan dalam hal ini, ada
istilah tashrif sebagai peroses dari wazan-wazan tersebut dimuka. Baik sima’i
ataupun qiyasi, ada perosesnya.
Tashrif dalam bahasa merupakan ibaroh dari “perubahan” dan dalam
istilah adalah ibaroh dari perpindahan kata asal satu ke beberapa macam kata
yang berbeda dengan tujuan makna yang dimaksud dan kata asal menurut
ulama Bashroh adalah masdhar, karena masdhar sendiri tersusun mandiri
tanpa terkait waktu sedangkan fi’il (kata kerja) harus menunjukan makna
hadas (pekerjaan) dan waktu. Tetapi menurut ulama Kuffah seyogyanya fi’il
yang harusnya menjadi kata asal karena dalam peng’ilalan (metode
membentuk kata) fiil menjadi penentu dalam peng’ilalan mashdar.9
كلمةdalam bahasa Arab. Padahal dua kata ini berbeda makna. Jadi, jangan
sampai salah memahami ketika disebut كلمة, jangan dipahami sebagai
kalimat dalam bahasa Indonesia karena kalimat dalam bahasa arab padanan
8
M. Sholehuddin Shofwan, Pengantar Al-Qowaid Ash-Shorfiyyah (Jombang: Darul
Hikmah, 2014), h. 60.
9
Shofwan, Ar-risalah At-tashrifiyyah, h. 2.
7
Sebagai gambaran umum, berikut ada beberapa contoh mashdar
sekaligus dengan peroses morfologinya agar lebih jelas:
10
M. Aliysy, Syarh Nazh Al-Maqsud (Kediri: Maktabah Ma’na ‘ala Pesantren, t.t.), h. 17.
11
Taufiqul Hakim, Amstilati Buku 2: Program Pemula Membaca Kitab Kuning (Jepara:
Al-Falah Offset, 2003), h. 37.
8
1. Mashdar dari Kata Kerja Tiga Huruf
Ada begitu banyak bentuk kata nomina dari kata kerja tiga huruf
ini dan kebanyakan ada simai. Berikut tabelnya:
Tabel
NO WAZAN CONTOH HUKUM
2.1.
1 فعل سير Sima'i kecuali untuk kata kerja transitif
Waza
n Fi’il 2 فعل علم Sima'i
12
Madrasah Hidayatul Mubtadiin, Taqrirot Al-Qowaid As-Shorfiyyah (Kediri: Darul
Mubtadien, t.t.), h. 9-10.
9
15 فعل هدى Sima'i
10
41 فعلنية رفهنية Sima'i
11
2. Wazan Mashdar untuk Kata Kerja Lebih dari Tiga Huruf
a. Wazan Mashdar إفعال
Huruf yang tertulis ada lima, diawali dengan hamzah qotho
yang dibaca kasroh, huruf sebelum akhir alif, dan huruf yang sebelum
alif dibaca fathah. Hamzah qotho di awal maupun di tengah kalimat
tetap dibaca berbeda dengan hamzah washol, ia tidak dibaca ketika
bersambung dengan kata lain. Contoh:
Islam اإلسالم
Keimanan إيمان
Perbuatan baik إحسان
Merahasiakan إسرار
b. Wazan Mashdar افتعال
12
Huruf yang tersusun ada empat, diawali dengan huruf ta’, dan
Huruf yang tertera ada lima, diawali oleh huruf ta’ dan huruf
yang ketiga berupa huruf alif serta hurut keempat dibaca dhommah.
Contoh:تمارض ,تقاتل
h. Wazan Mashdar مفاعلة
Huruf yang terbaca ada enam, diawali oleh huruf mim yang
dibaca dhommah, huruf ketiga berupa alif dan huruf yang keenam
1. Rumus utama: bedakan setiap kata antara isim, fi’il, dan huruf.
2. Bila mendapati sebuah kata yang memiliki tanda-tanda isim terapkan
rumus A1, bedakan isim antara ma’rifat atau nakirohnya, mabni atau
mu’robnya, mudzakkar atau muannastnya, mufrod atau mutsanna atau
jamaknya.
3. Bila sudah selesai tahap rumus A1, melangkah ke rumus berikutnya
yaitu rumus A2 untuk isim fa’il, isim maf’ul, dan mashdar.
13
Taufiqul Hakim, Amstilati Buku 2: Program Pemula Membaca Kitab Kuning (Jepara:
Al-Falah Offset, 2003), h. 38-45.
13
4. Yang ditentukan oleh kamus antara lain: mashdar dari kata kerja tiga
huruf, mashdar mim, jamak taksir dan jamid.14
Dalam penerapannya pada kalimat-kalimat arab adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
14
Taufiqul Hakim, Qoidati Rumus dan Qoidah: Program Pemula Membaca Kitab
Kuning (Jepara: Al-Falah Offset, 2003), h. 14.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Wazan adalah timbangan yang menjadi patokan dalam membentuk kata
dalam bahasa arab dari sisi penempatan harokat, huruf tambahan dan tanda
baca. Sedangkan masdar adalah sumber pengambilan dalam bahasa arab
dan atau kata kerja yang dibendakan, kata nomina.
2. Wazan mashdar yang menjadi patokan dalam pembentukan kata dalam
bahasa arab adalah إفعال مفاعلة تفاعل تفعل تفعيل إستفعال انفعال افتعال,
dan untuk selain patokan ini ada ketentuan yang hanya terdengar dari
percakapan orang arab atau simai dan kamus yang menjadi patokannya.
3. Secara singkat metode amstilati sampai bab wazan masdhar adalah sebagai
berikut:
a. Rumus utama: bedakan setiap kata antara isim, fi’il, dan huruf.
b. Bila mendapati sebuah kata yang memiliki tanda-tanda isim terapkan
rumus A1, bedakan isim antara ma’rifat atau nakirohnya, mabni atau
mu’robnya, mudzakkar atau muannastnya, mufrod atau mutsanna atau
jamaknya.
c. Bila sudah selesai tahap rumus A1, melangkah ke rumus berikutnya
yaitu rumus A2 untuk isim fa’il, isim maf’ul, dan mashdar.
d. Yang ditentukan oleh kamus antara lain: mashdar dari kata kerja tiga
huruf, mashdar mim, jamak taksir dan jamid..
B. Saran
Dalam pembelajaran bahasa arab, kita dituntut untuk teliti dan teguh
karena memang bahasa arab itu merupakan bahasa dengan sekelumit aturan
dan tata bahasa yang beragam banyak. Tapi tidak menutup kemungkinan kita
yang bukan bangsa arab sendiri bisa lebih memiliki sumbangsih terhadap
perkembangan keilmuan tata bahasa arab. Semoga sukses!!!
15
DAFTAR PUSTAKA
Al-Azhari, Khalid. Syarh At-Tashrih ‘ala At-Taudih, Jilid 2. Beirut: Dar Al-Kotob
Al-Ilmiyah, 2011.
Aliysy, M.. Syarh Nazh Al-Maqsud. Kediri: Maktabah Ma’na ‘ala Pesantren, t.t.
Atabik, Ali & A. Zuhdi. Kamus Krapyak Al-Ashri Kontemporer Arab Indonesia.
Yogyakarta: Multi Karya Grafika, t.t.
16