Anda di halaman 1dari 14

MU’JAMUL ‘ARAB

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas –I


Pada Mata Kuliah Mu’jamul ‘Arab

Disusun Oleh :

PUTRI ALYA NINDYA


190704080

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Mu’jamul
‘Arab ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Ustadz Andi Pratama pada Mata Kuliah Mu;jamul
‘Arab. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Leksikologi Bahasa Arab bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya
mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Andi Pratama , selaku Dosen pada Mata
Kuliah Mu’jamul ‘Arab yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya
menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Galang, 08 November 2020


Putri Alya Nindya

2
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………....
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………3
A. PENDAHULUAN…………………………………………………………4
B. PEMBAHASAN…………………………………………………………..5
PENGERTIAN KAMUS …………………………………………………5
KRITERIA KAMUS ……………………………………………………..6
FUNGSI KAMUS ..………………………………………………………7
SISTEMATIKA PENYUSUNAN KAMUS …..…………………………9
HAL-HAL YANG DIPERHATIKAN DALAM PENYUSUNAN
MU’JAM…………………………………………………………………………12
C. PENUTUP………………………………………………………………..13
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………14

3
A. PENDAHULUAN
Sebuah bahasa, termasuk bahasa Arab, pada awalnya bermula dari bahasa lisan
(lughah al-nutq) yang digunakan para pemakai bahasa untuk berkomunikasi dengan
sesamanya, sebelum pada tahap selanjutnya, bahasa itu dikodifikasi atau dibukukan
dalam bentuk bahasa tulis (lughah kitabah) yang kemudian banyak orang
menyebutnya dengan istilaah kamus (mu’jam). Pada mulanya, sebelum di mulainya
tradisi tulisan, setiap bahasa berkembang hanya pada tradisi lisan. Tradisi lisan
ternyata tidak dapat menjaga kelangsungan hidup bahasa, sehingga banyak bahasa
yang lenyap akibat tidak mengenal tulisan seperti bahasa semit.
Sebagai sarana untuk berfikir, bahasa terus berkembang sesuai dengan
berkembangnya pemikiran itu sendiri, sehingga manusia tidak bisa menghafal
semua kekayaan bahasanya, walaupun seorang jenius dan sangat kuat hafalannya,
disinilah pentingnya kamus sebagai referensi. Sebelum masa dynasty abasiyah,
bangsa arab belum mengenal penyusunan kamus karena beberapa hal, di antaranya:
Meratanya buta huruf di kalangan bangsa arab.Tabiat kehidpan mereka yang suka
beperang dan hidup. nomaden, sehingga menjahkan mereka dari tradisi tulis
menulis. Bahasa arab menurut mereka merupakan bahasa percakapan (muhadasah)
pidato (khitaabah) dan sya’ir, sehingga apabila mereka dihadapkan pada kata-kata
yang sulit, mereka kembali pada ucapan-ucapan orang arab fusha, atau sya’ir.
Walaupun demikian, bangsa arab merupakan bangsa pertama yang
menyusun kamus secara lengkap dan cermat dalam artian yang dikenal sekarang.
Penyusunan kamus arab ini di mulai setelah turunnya al Quran, ketika kaum muslim
menghadapi kesulitan memahami beberapa kata dalam al quran, Rasulullah yang
menjelaskan kesulitan-kesulitan itu. Ibn’Abbas adalah orang yang paling berjasa
dan paling mengetahui kesulitan-kesulitan itu. Sehingga kita kenal kamus gariibul
qur’an yang dinisbahkan kepadanya, walaupun beliau tidak pernah menulisnya.
Untuk memahami suatu makna dalam mu;jam maka diperlukan saran ilmu
tentang cara menyusun dan memahami karakteristik setiap mu’jam. Maka dari itu
dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian kamus, karakteristik dan
fungsi kamus, sistematika penyusunan kamus serta hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan mu’jam.

4
B. PEMBAHASAN

PENGERTIAN KAMUS
Kamus di dalam KBBI (kamus besar Bahasa Indonesia) mempunyai
beberapa pengertian, diantaranya adalah; buku acuan yang memuat kata dan
ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna,
pemakaian, atau terjemahannya. Adapun mu’jam sendiri tidak termaktub di dalam
KBBI. Karena memang mu’jam sendiri adalah Bahasa Arab bukan Bahasa
Indonesia, berbeda dengan kamus yang diserap dari qomus, dan sudah menjadi
Bahasa Indonesia.
Qomus secara bahasa mempunyai makna laut yang dalam, berasal dari kata
qo-ma-sa yang artinya juga mencelupkan (ke dalam air) atau tenggelam. Dalam
dunia leksikografi (perkamusan) Bahasa Arab, Abu Thohir Muhammad bin Ya’qub
bin Ibrohim Al Fairuz Abadi atau yang masyhur dengan sebutan Alfairuz Abadi
telah menyusun sebuah kamus Bahasa Arab dengan menggunakan istilah qomus,
yaitu Al Qomus Al Muhith.
Istilah ‫المعجم‬dan ‫القاموس‬, sebagaimana kita kenal sekarang, merupakam
dua istilah yang bersinonim, walaupun memiliki arti dasar yang berbeda. Kata
mu’jam berasal dari kata ‫عجم‬yang berarti kabur, samar dan tidak jelas. Dalam lisan
al-‘arab disebutkan ‫ال يفصح وال يبين كالمه الذي‬berarti yang tidak dapat menjelasakan
dan menerangkan pembicaraannya) disebutkan pula ‫سمعت البهينة عجماء ألنه ال‬
)‫)تتكلّم‬.orang arab menyebut negeri-negeri non arab dengan ‫بالد العجم‬karena bagi
mereka bahasa-bahasa tersebut tidak jelas dan tidak di mengerti. Adapun
penambahan huruf hamzah pada kata ‫عجم‬sehingga menjadi ‫أعجم‬mengubah arti
semula menjadi menghilangkan atau menghapuskan kekaburan, kesamaran dan
ketidakjelasan.
Kata mu’jam merupakan isim maf’ul atau masdar mimi dari kata tersebut.
Tidak jelas siapa orang yang pertama kali menggunakan kata ini untuk arti yang
kita kenal sekarang ini. Adapun mu’jam dalam istilah yang dikenal sekarang adalah
buku yang menghimpun sejumlah besar kata yang dilengkapi dengan penjelasan
dan arti, disusun secara khusus, baik berdasarkan urutan huruf hijaiyah atau

5
berdasarkan tema.
Dalam defenisi yang lain kamus adalah Sebuah buku yang
menggabungkan kosakata bahasa dengan arti dalam berbagai kegunaannya, disertai
dengan Cara mengucapkan dan menulisnya,dan di urutkan berdasarkan kata-kata
dengan urutan kata yang sering mereka gunakannya.
Ada perbedaan pendapat siapa yang pertama kali menggunakan kata
mu’jam ini. Pendapat pertama mengatakan orang yang pertama kali menggunakan
kata mu’jam ini adalah Abu Qosim Abdullah bin Muhammad Al Baghowi di dalam
karangannya yang berjudul Al Mu’jam Al Shoghir dan Al Mu’jam Al Kabir.
Pendapat lain, menurut Abdul Ghofur Atthar, orang yang pertama kali
menggunakan kata mu’jam adalah Abu Ya’la At Tamimi dalam karyanya Mu’jam
Al Shohabah.
Kedua karya tadi yang menggunakan kata mu’jam, semuanya adalah kitab
tentang ilmu rijalul hadis. Dan dengan seiring perkembangan zaman, istilah mu’jam
pun digunakan sebagai nama karya atau kitab kebahasaan yang mengumpulkan
kosa kata disertai makna dan penjelasannya. Seperti Mu’jam Al Ain karya Kholil
bin Ahmad (tokoh pencetus leksikografi Arab) dan Mu’jam Lisan Al Arab karya
Ibnu Mandhur (kamus bahasa terlengkap hingga saat ini).
Mu’jam adalah kumpulan kosa kata yang terbatas atau tak terbatas berikut
dengan penjelasan maknanya yang masih dalam bahasa yang sama, dan metode
penyusunnya bermacam-macam. Sedangkan qomus adalah kumpulan unit kosa
kata dengan metode yang sesuai atau tertentu dan disertai dengan penjelasan bahasa
yang sama atau bahasa asing, dan kebanyakan metode penyusunannya sesuai urutan
abjad.
Jadi dapat disimpulkan bahwa mu’jam merupakan kamus yang memuat
makna kata, cara pelafalannya, pengejaannya, penggunaannya, asal-usulnya dan
pembentukannya yang disusun dengan susunan tertentu serta diperluas dengan
penjelasan kosakata yang lebih mendalam.

KRITERIA KAMUS
Menurut Syihabuddin, paling tidak ada 4 syarat yang harus dipenuhi

6
sebuah kamus agar ia menjadi kamus ideal, kamus yang baik dan memenuhi kriteria
sempurna. Keempat kriteria kamus ideal itu adalah :

1. Kelengkapan
Beberapa kriteria kelengkapan kamus yang ideal, paling tidak ia mencakup
beberapa hal, yaitu : (a) terdapat symbol sederhana yang menerangkan cara
pelafalan kata yang dijadikan lema atau entri, (b) pemakaian definisi yang baik
dan mudah, (c) penyajian kata yang paling dasar, lalu diikuti dengan kata
bentukan lainnya, mulai dari afiksasi yang paling sederhana hingga yang paling
kompleks, (d) penyajian ungkapan dan istilah yang frekuensi pemakaiannya
sangat tinggi, (e) penyajian informasi kebudayaan dan peradaban, dan (f)
penyajian kata pengantar berkenaan dengan khalayak sasaran kamus, cara
pemakaian kamus, dan kaidah-kaidah bahasa yang paling pokok.
2. Keringkasan
Kamus yang baik, memfokuskan pembahasan dan uraiannya kepada hal-hal
yang subtansial. Informasi yang tersedia disusun secara hirarkis mulai dari hal
yang universal hingga yang khusus dan dari yang informasi primer ke
informasi sekunder. Yang dimaksud dengan informasi primer ialah yang
memiliki hubungan erat dan langsung dengan masalah yang dibahas,
sedangkan sekunder adalah kebalikannya.
3. Kecermatan
Berkaitan erat dengan objektifitas uraian di dalam kamus. Biasanya dilengkapi
dengan foto, gambar, ilustrasi, dan contoh.
4. Kemudahan Penjelasan
Untuk memudahkan pemahaman, biasanya digunakan saran penjelas seperti
tanda panah, pemberian warna yang menonjol pada bagian yang penting,
penempatan gambar secara proporsional dan pemakaian nomor.

FUNGSI KAMUS
Adapun beberapa fungsi kamus sebagai berikut:
1. Menjelaskan arti kata-kata. Baik kata itu berlaku dan terpakai pada masa

7
sekarang saja, maupun arti kata itu sesuai dengan perkembangan dari masa ke masa.
Untuk itu biasanya kata-kata ditampilkan dengan beberapa frasa (‘ibarah) atau
kalimat (jumlah) atau dalam berbagai konteks. Dengan demikian, arti kata dan
macam-macam penggunaanya dapat di ketahui oleh pengguna kamus.
2. Menerangkan cara melafalkan kata. Dalam kamus bahasa arab, biasanya
dijelaskan harakat setiap kata, dengan mengatakan “ mengikuti bentuk kata seperti
ini (‘ala wazan katza), atau dengan kata “ pelafalan kata ini sama dengan kata anu”,
atau dengan membubuhkan harakat lansung pada kata tersebut, atau bahkan
dengan menegaskan jenis harakat, misalnya “ dengan mem fathahkan huruf
pertama “ (bi fathil awwal), dan seterusnya.
3. Menerangkan cara menuliskan kata, lebih-lebih bila huruf alphabet yang di tulis
tidak di wakili sepenuhnya oleh suara yang di lafalkan, seperti kata (arrahman-maa
ah-hatza-ulaaika-assamawaat) dan lain-lain.
4. Menetukan fungsi morfologi (wazhifatu sharfiyah) dari kata, yaitu apakah kata
itu isim, fi’il atau harf.
5. Menentukan tempat tekanan (nabrah) pada suku kata.

Mu’jam haruslah memiliki fungsi, yakni:


1. Menjelaskan makna kata, baik itu arti kata saat ini atau arti di zaman lain.
2. Menerangkan cara pelafalan.
3.Menerangkan cara penulisan kata.
4.Merincikan derivasi kata.
5.Menjelaskan derajat lafaz yang dipergunakan dan keseragamannya pada tangga
dialek yang berbagai macam.
6. Merincikan posisi tekanan pada kata. Singkat kata, tekanan ialah
menonjolkan satu bagian pada kata dari bagian lain. Tekanan dalam bahasa Arab
tidak boleh berpindah dari suku kata pada suku kata lain sehingga merubah makna.
Banyak penyusun mu’jam tidak begitu peduli dengan penekanan ini, padahal
penekanan itu penting untuk berbicara bahasa Arab yang fasih. Tekan relatif
penting pula dalam berbicara mengunakan dealek
Berbeda halnya dengan kamus bahasa selain Arab, yang memiliki makna

8
kata beragam sesuai tekanannya, yang hanya cukup diperhatikan letak tekanan pada
suku kata yang ditekan. Contoh Import dalam bahasa Inggris jika ditekan pada suku
kata pertama yang dimaksud adalah nama, jika diberi tekanan pada suku kata kedua
arti yang dimaksud kata kerja. Seperti: Present, Subject dll.
Melihat dialek Arab modern, sudah selayaknya mu’jam saat ini menentukan
letak tekanan pada kata karena setiap daerah memiliki perbedaan. Seperti
kata ‫ كتب‬di Kairo tekanannya di awal sedangkan di dataran tinggi mesir
menekankan suku kata kedua.

SISTEMATIKA PENYUSUNAN MU’JAM


Ada 2 model penyusunan mu’jam arabiyah yang digunakan para
leksikolog, yaitu: (a). Sistem Makna (Kamus Ma’ani) dan
(b). Sistem Lafal (Kamus Alfadz).[11]
Sistem makna (Kamus Ma’ani) adalah model penyusunan kosakata (item)
di dalam kamus yang digunakan seorang leksikolog dengan cara menata kata (entri)
kamus secara berurutan berdasarkan makna atau kelompok kosa kata yang
maknanya sebidang (tematik). Dengan kata lain, pengelompokan entri pada kamus-
kamus ma’ani lebih mengedepankan aspek makna yang terkait dengan topik/tema
yang telah ditetapkan oleh leksikolog. Dengan sistematika ini, maka
kamus ma’ani lebih tepat disebut dengan kamus tematik. Kamus-kamus tematik
berbahasa Arab, antara lain: al-Gharib al-Mushannaf karya Abu Ubaid Al-Qasi bin
Salam (150-244 H), al-Alfadz al-Kitabiyyah karya Abdurrahman al-Hamdzani
(w.320 H), Mutakhayyir al-Alfadz karya Ibnu Faris (w.395 H), Fiqh al-Lughah wa
Sir al-Arabiyyah karya Abu Mamsyur Al-Tsa’labi (w.429 H), al-Mukhashshah fi
al-Lughah karya Ibnu Sydah (398-458 H) dan Kifayah al-Mutahaffidz wa Nihayah
al-Muthalaffidz karya Ibnu Al-Ajdani (w 600 H).
Sistem Lafal (Kamus Alfadz) adalah kamus yang kata-kata (item)
didalamnya tersusun secara berurutan berdasarkan urutan lafal (indeks) dari
kosakata yang terhimpun, bukan melihat pada makna kata. Sejak munculnya kamus
bahasa Arab pertama, sistematika penyusunan kamus-kamus alfadz terus
berkembang pesat seiring dengan kebutuhan para pengguna kamus. Pencarian

9
makna kata dengan cara melihat lafal menjadi Trademark kamus-kamus bahasa
Arab. Bahkan, kamus-kamus tematik hanya dipandang sebagai kitab-kitab yang
membahas tafsir makna sebagaimana kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan bukan lagi
sebagai kamus bahasa.
Dalam sejarah perkembangan Leksikon bahasa Arab, Paling tidak terdapat
5 model sistematika (nidzam tartib) yang pernah digunakan leksikolog arab dalam
menyusun kamus-kamus lafal,yaitu: Nidzam al-Shauty (Sistem Fonetik), Nidzam
Al-Alfaba’i al-Khas (Sistem Alfabetis Khusus), Nidzam al-Qafiyah (Sistem
Sajak), Nidzam al-Alfaba’i al-‘Aam (Sistem Alfabetis Umum) dan Nidzam al-
Nutqi (Sistem Artikulasi).
A. Nidzam al-Shauti (sistem fonetik)
Sistem fonetik merupakan model penyusunan kamus pertama yang
diperkenalkan oleh Khalil Bin Ahmad al-Farahidi. Khalil menyusun kata-kata yang
berhasil ia kumpulkan dengan cara mengatur urutan kata-kata secara tertib
berdasarkan urutan huruf yang muncul dalam makharij al-huruf atau tempat
keluarnya huruf hijaiyah menurut sistem fonetik dalam ilmu fonologi yang
kemudian lebih dikenal dengan istilah nidham al-shauty.
Faktor yang melatar belakangi Khalil Bin Ahmad menyusun kamus dengan model
ini diantaranya: pertama, menghindari pengulangan kata dalam kamus, kedua,
mencakup semua materi/kata, ketiga, memudahkan pembaca dalam mencari makna
kata, keempat, tidak ingin meniru system urutan huruf hijai (alfabetis) dan
obsesinya melahirkan kamus bahasa arab yang beda dengan kamus-kamus bahasa
lainnya.
B. Nidzam al-Alfaba’i al-Khas (sistem alfabetis khusus)
Sistem alfabetis khusus adalah sistem penyusunan kamus lafadz yang
diperkenalkan oleh Abu Bakar Bib Duraid (233-321 H.) memulai kamusnya yang
berjudul Jamharah al-Lughah atau yang lebih dikenal dengan kamus al-Jamharah.
Yang dimaksud dengan sistem alfabetis khusus adalah sistem penyusunan urutan
kata-kata dalam kamus berdasarkan urutan huruf hijaiyah yang telah disusun oleh
Nashr Bin Ashim, yaitu urutan huruf sejak alif, ba, ta, tsa, dan seterusnya hingga
huruf ya seperti yang kita kenal saat ini. Urutan alfabetis ini dianggap lebih mudah

10
dan lebih popular di kalangan masyarakat, berbeda dengan urutan huruf yang
berdasarkan makharij al-huruf yang hanya dikenal oleh orang-orang tertentu yang
mengerti tentang ilmu qiraat (ilmu tajwid).
C. Nidzam al-Qafiyah (Sistem Sajak)
Munculnya kamus-kamus bahasa Arab yang menggunakan
system qafiyah merupakan perubahan besar-besaran dalam hal sistem. Dinamakan
sistem qafiyah sebab penyusunan urutan kata dalam kamus didasarkan pada urutan
huruf terakhir dari sebuah kata seperti sajak-sajak dalam syair. Pencarian makna
kata dalam kamus tidak lagi berdasarkan urutan huruf dalam makharij al-huruf atau
sistem alfabetis khusus, tetapi didasarkan pada huruf yang terakhir.
Orang yang pertama memperkenalkan sistem qafiyah adalah Ismail Bin Ahmad al-
Jawhari (w. 1003 M.) dari Basrah dengan kamusnya yang berjudul al-
Shihhah Fi al-Lughah atau yang dikenal dengan kamus al-shihhah.
Ada empat faktor yang melatarnelakangi munculnya kamus bersistem qafiyah,
yaitu: pertama, obsesi al-Jawhari untuk mewujudkan kamus inovatif dengan sistem
baru, mengingat sistem-sistem penyusunan kamus yang telah ada sebelumnya tidak
konsisten, kedua, kebutuhan masyarakat sastra terhadap kamus-kamus yang bisa
menghimpun kumpulan kata yang memiliki sajak yang sama, ketiga, kata dalam
bahasa Arab tidak bisa lepas dari proses derivasi (isytiqaq), keempat, munculnya
banyak karya-karya sastra seperti puisi, prosa, qasidah, lagu, peribahasa dan
sebagainya yang memakai sajak-sajak atau berakhiran huruf yang sama.
D. Nidzam al-Alfaba’i al-‘Aam (Sistem Alfabetis Umum)
Sistem alfabetis umum adalah penyusunan kata dalam kamus berdasarkan
urutan huruf hijaiyah yang kita kenal hingga sekarang, sejak huruf alif hingga ya.
Hanya saja, perbedaan sistem alfabetis umum dengan system alfabetis khusus
terletak pada aspek akar kata (ushul al-kalimah).
Nidzam al-Alfaba’i al-‘Aam disebut juga nidzam awail al-ushul atau sistem yang
merujuk pada asal kata (akar kata). Cikal bakal sistem ini, sebenarnya telah lama
dirintis oleh ulama hadis seperti Imam Bukhari dalam shahih-nya, Ibnu Qutaibah
dalam kitabnya gharib al-hadits, atau al-Syaibani dalam kamusnya al-jiim. Akan
tetapi, sistem penyusunan kata tersebut belum diakui oleh kalangan ahli bahasa

11
sebab karya-karya tersebut tidak sepenuhnya disebut dengan kamus bahasa.
Para peneliti berpendapat, bahwa sistem alfabetis umum yang dikenal dalam ilmu
leksikologi ini, telah lama diperkenalkan oleh al-Zamakhsyari (1074-1143 M).
dalam karyanya, asas al-balaghah. Namun sebagian peneliti berpendapat, bahwa
orang pertama yang menyusun kamus dengan sistem alfabetis umum adalah Abu
Al-Mu’aly Muhammad Bin Tamim Al-Barmaki (w. 1008). Akhirnya, ditemukan
benang merahnya dari silang pendapat ini, bahwa penemu sistem alfabetis umum
tetap al-Barmaki, tetapi orang yang menyempurnakan sistem itu menjadi sebuah
kamus adalah al-Zamakhsyari.
E. Nidzam al-Nutqi (Sistem Artikulasi)
Sistem kamus artikulasi adalah pencarian makna kata berdasarkan huruf pertama
yang terucap dan kata yang dicari langsung bisa diketahui dalam materi kamus,
tanpa harus menuntut seseorang untuk mencari akar kata.
Kelebihan kamus sistem artikulasi terletak pada aspek kemudahan dalam mencari
letak kosakata sehingga pengguna yang awam bisa cepat mencari makna kata dalam
kamus walaupun kurang memahami kaidah ilmu sharf.
Secara historis, sistem artikulasi yang dipakai untuk menyusun kamus-kamus
bahasa Arab, sebenarnya telah lama muncul. Tepatnya, sejak al-Kaafuri menyusun
kamus berjudul al-kulliyat dan al-Jurjani (1340-1413) dengan kamusnya al-
ta’rifat. Hanya saja, bangsa Arab selalu mengabaikan sistem artikulasi dikarenakan
kurang efisien. Sebenarnya system kamus artikulasi pernah dikembangkan
oleh Syekh Muhammad al-Bukhari (w. 1914) dengan cara menggabungkan materi
kosakata yang terdapat di dalam dua kamus besar, yaitu: lisan al-
arab (Ibnu Manzdur) dan al-qamus al-mukhith (al-Fairuzabadi).

HAL-HAL YANG DIPERHATIKAN DALAM PENYUSUNAN MU’JAM


a) Mengumpulkan berbagai pengetahuan mengenai kata, makna kata, karakter
morfologos, dan sintaksis.
b) Memilih entri.
c) Mengurutkannya berdasarkan sistematika tertentu.
d) Menulis materi mu’jam.

12
e) Mencetak mu’jam dalam bentuk dan model yang menarik.
C. PENUTUP
Mu’jam adalah buku memuat sejumlah besar mufaradat (kosakata) bahasa
arab dengan memaparkan penjelasannya, interpretasi atau penafsiran maknanya
yang disusun secara sistematis, adakalanya berdasarkan alfabetis/abjadnya, dan
adakalanya berdasarkan tema-tema (makna). Ada 2 model penyusunan Mu’jam
yang digunakan oleh para leksikolog, yaitu : (a) System Makna (Kamus Ma’ani)
dan (b) System Lafal (Kamus Alfadz).
Dalam sejarah perkembangan Leksikon Bahasa Arab, paling tidak terdapat
5 model sistematika (Nidzam tartib) yang pernah digunakan leksikolog Arab dalam
menyusun kamus-kamus lafal, yaitu : Nidzam al-Shauty (Sistem Fonetik), Nidzam
al-Alfaba’I al-Khas (Sistem Alfabetis Khusus), Nidzam al-Qafiyah (Sistem Sajak),
Nidzam al-Alfaba’I al-‘Aam (Sistem Alfabetis Umum), dan Nidzam al-Nutqi
(Sistem Artikulasi).

13
DAFTAR PUSTAKA

Taufiqurrachman, Leksikologi Bahasa Arab, Malang: UIN Malang Press,


2008.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kamus
Dazirah Saqqal, Nasyah al-Ma’ajim al-Arabiyah Wa
Tathawwuruha, Bairut: Dar Al-Shadaqah Al-Arabiyah, 1995.
Ahmad Amin, Dhuha Al-Islam, Kairo: Maktabah Al-Nahdhah, 1956.

14

Anda mungkin juga menyukai