PEMASYARAKATAN PEREMPUAN
KELAS IIA TANGERANG
Skripsi
Oleh
Pembimbing : Dr.Alfitra,S.H.,M.Hum
Daftar Pustaka : Tahun 1991 sampai Tahun 2013
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr.Wb.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
Rahmat-Nya, Penyusun Skripsi yang berjudul “PEMBINAAN HUKUM
TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
PEREMPUAN KELAS IIA TANGERANG” dapat diselesaikan dengan baik,
walaupun terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat proses penyusunan skripsi
ini.
Hal ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan
bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
vi
untuk melakukan penelitian kepada penulis sehingga dapat terselesaikan
skripsi ini.
6. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Tidak ada
yang dapat peneliti berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali doa dan
ucapan terima kasih. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima Kasih.
vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
viii
4. Dasar Hukum Pemasyarakatan .............................................31
D. Upaya Pembinaan Narapidana ...................................................32
1. Kesehatan Narapidana...........................................................38
ix
BAB IV MODEL PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS
IIA TANGERANG
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................71
B. Rekomendasi..............................................................................72
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sudikno Mertokusomo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,
2003), h. 83.
1
2
4
Muhammad Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double
Track System dan Implementasinya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h.1
4
terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah didengarkan dan yang
bersalah dipidana, mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan
kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.
C.I. Harsono menjelaskan bahwa sistem pemasyarakatan memandang
sifat pemberian pekerjaan bagi narapidana yang menjalani hukuman dan
pembinaan dengan melatih bekerja narapidana. Hal tersebut dimaksudkan
agar setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, mereka dapat menerapkan
kepandaiannya sebagai bekal keluar dari lapas, sehingga kejahatan yang
pernah dilakukan tidak diulanginya lagi.7
Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebabkan oleh negara kepada
orang yang melakukan perbuatan yang dilarang (tindak pidana). pidana
merupakan reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang dengan
sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik dan dirumuskan pula dalam
hukum.8 Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan yang disebut narapidana adalah terpidana yang menjalani
pidana dan hilang kemerdekaannya di Lembaga Pemasyarakatan, merupakan
masyarakat yang mempunyai kedudukan lemah dan tidak mampu
dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya yang memiliki kebebasan,
karena narapidana akan terampas kemerdekaannya untuk beberapa waktu
tertentu dan mampunyai ruang gerak yang terbatas oleh tembok penjara.
Secara tradisional Lembaga Pemasyarakatan lebih dikenal sebagai
penjara. Pidana penjara pada masa dahulu sampai abad pertengahan di Eropa,
masih diartikan sebagai pidana badan yang ditimpakan berupa penindasan
dengan cara tertentu dibawah kemauan penguasa sebagai reaksi hukum
terhadap orang yang melakukan kejahatan menurut pengertian pada masa itu.
Pelaksanaan pidana penjara itu sendiri dilakukan dengan penyiksaan badan,
7
C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Jakarta: Djambatan, 1997), h.
22.
8
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 9.
6
9
Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan
(Yogyakarta: Liberty, 1986), h. 47
10
C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, h. 5
7
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak
hanya untuk peneliti, tetapi juga untuk akademik dan masyarakat umum
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat dijadikan acuan untuk studi berikutnya yang lebih mendalam
terkait masalah yang sama.
b. Menjadi bahan pustaka untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan pembinaan hukum di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis, penelitian ini adalah untuk mendapatkan bahan
informasi dalam menganalisa serta sebagai suatu pemecahan masalah-
masalah terhadap permasalahan-permasalahan yang penulis hadapi,
khususnya mengenai pembinaan hukum di Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Kelas IIA Tangerang.
b. Bagi Petugas Lapas hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
referensi dalam hal membuat perencanaan pembinaan hukum bagi
narapidana perempuan yang berlandaskan Undang-Undang
Pemasyarakatan agar efektivitas Lapas tersebut dalam memberikan
pembinaan dapat terjamin.
c. Bagi pembuat kebijakan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan
sebagai bahan dalam mengambil dan membuat kebijakan yang akan
dilaksanakan dalam upaya peningkatan pembinaan oleh Lembaga
Pemasyarakatan
E. Metode Penelitian
Dalam metode penelitian ini peneliti akan memaparkan tentang beberapa
metode yang akan digunakan, diantaranya adalah:
10
1. Pendekatan Penelitian
Dalam skripsi ini metode pendekatan yang digunakan adalah
penelitian empiris (socio legal) yaitu penelitian yang data utamanya
adalah data primer atau data lapangan. Penelitian empiris menurut
beberapa pakar bukan merupakan penelitian hukum murni melainkan
penelitian social, karena 65% data yang diperlukan adalah dari data
lapangan bukan data normative atau perpustakaan sebagaimana yang
dilakukan hukum normative, namun penelitian empiris juga tidak dapat
dikatakan penelitian social murni, karena didalam pembahasannya
terdapat pengkorelasian antara fakta dilapangan dengan peraturan
perundang-undangan dan teori-teori hukum yang terkait.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah kualitatif
eksploratif, dimana setelah seluruh data yang penulis peroleh, data
tersebut lalu dianalisa dengan analisa kualitatif, yaitu suatu cara penelitian
yang menghasilkan data deskriptif analisis.11 Adapun metode yang penulis
gunakan adalah kualitatif eksploratif, yaitu menggambarkan secara jelas
dan terperinci mengenai suatu keadaan yang terjadi dilapangan secara
objektif, sehingga didapatkan fakta-fakta yang diselidiki.
3. Data Penelitian
Sumber penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini berupa data
primer dan sekunder yang meliputi:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pihak yang
terkait dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini data primer
dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan pedoman
wawancara yang dilakukan terhadap sumber informasi yang telah
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986), cet. 3, h.13
11
12
http:/digilib.unila.ac.id/9214/4/Bab%20lll.pdf, diakses pada 10 Januari 2018
12
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), cet. 1, h.
155
13
F. Sistematika Penelitian
Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka peneliti merumuskan sistematika
penulisan dalam penelitian ini sebagai berikut:
BAB 1, Dalam bab ini merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang
masalah, yang memuat mengapa peneliti mengambil judul penelitian ini,
identifikasi, pembatasan, dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, rancangan dan sistematika penulisan.
BAB 2, Dalam Bab ini peneliti akan membahas mengenai teori terkait dengan
judul yang di ambil, tinjauan umum tentang Lembaga Pemasyarakatan,
pengertian Lembaga Pemasyarakatan, serta tinjauan umum tentang pembinaan,
pembinaan terhadap narapidana perempuan, program-program pembinaan.
Selain itu dalam bab ini juga akan membahas mengenai sejarah Lembaga
Pemasyarakatan.
BAB 3, Dalam bab ini peneliti akan mendeskripsikan profil Lembaga
Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.
BAB 4, Bab ini berisi pembahasan yang menguraikan hasil dari penelitian
mengenai pembinaan hukum di Lembaga Pemasyarakatan.
BAB 5, Bab ini merupakan bagian akhir dari seluruh kegiatan penulisan, yang
berisi Kesimpulan dan Rekomendasi yang didapatkan paparan dari bab-bab
sebelumnya.
BAB II
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini bertujuan untuk memberikan batasan
mengenai apa yang akan diteliti di dalam penelitian ini. Kerangka
konseptual pada hakikatnya merumuskan definisi operasional yang akan
digunakan untuk menyamakan persepsi. Berikut ialah beberapa definisi
yang peneliti uraikan.
a. Pemasyarakatan
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan merumuskan bahwa Pemasyarakatan adalah
kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara
pembinaan dalam tata peradilan pidana.
b. Sistem Pemasyarakatan
Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah
dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan
tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali
oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara
yang baik dan bertanggung jawab.
15
16
c. Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS
adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan.
d. Warga Binaan Pemasyarakatan
Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik
Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan.
B. Kerangka Teori
Secara umum Lembaga Pemasyarakatan berada dibawah pengawasan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI, dimana departemen ini bertugas mengayomi masyarakat
dalam bidang hukum dan hak asasi manusia. Kewenangan departemen ini
ditangan pemerintah pusat yang diserahkan menjadi kewenangan daerah
otonom.1
1
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Ham R.I, Cetak Biru
Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, (Jakarta: Departemen Hukum dan HAM
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bekerjasama dengan The Asia Foundation, Kedutaan
Besar Australia, dan Institute for Criminal Justice Reform/ ICJR, 2008) h.136.
2
A. Ubaedila dan Abdul Razak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidatullah, 2008), Cet. Ke-3, h. 132
17
ada, jelas, adil, dan benar sehingga harus dihormati, dijaga dan dilindungi
oleh individu, masyarakat dan Negara.”3
Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk memproses atau
memperbaiki seseorang (people processing organization), dimana input
maupun outputnya adalah manusia yang dilabelkan penjahat. 4 Berdasarkan
ketentuan UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka ke-1
yang dimaksud dengan pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan
pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan,
dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan
dalam tata peradilan pidana.
3
Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, (Jakarta: PT.
Refika Aditama, 2013), Cet. Ke-3 h. 159
4
Marlina, Hukum Penitensier, (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 124.
5
P.A.F Lamintang, Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika 2010), Cet. Ke-1, h.54
18
6
A. Josias dan Simon R-Thomas Sunaryo, Studi Kebudayaan Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia, (Bandung: Lubuk Agung, 2010), h.1.
19
7
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
21
8
Petrus Irawa Pandjaitan&Samuel Kikilaitety, Pidana Penjara Mau Kemana,
(Jakarta: CV Indhill Co, 2007), Cet. Ke-1, h.5
22
9
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), Cet. ke-3 h. 14
23
12
www.hukumonline.com Esensi Lemabaga Pemasyarakatan sebagai wadah
pembinaan narapidana http://hmibecak.wordpress.com//diakses 29 September 2018
26
d. Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan adalah Menurut pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,
yaitu: “Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS
adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan.
e. Balai Pemasyarakatan
Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah
pranata untuk melaksanakan bimbingan klien Pemasyarakatan.
f. Rumah Tahanan Negara
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah unit pelaksana teknis
terdapat tersangka dan terdakwa ditahan selama proses penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan.
g. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN)
adalah unit pelaksana di bidang penyimpanan benda sitaan negara dan
barang rampasan Negara.
h. Warga Binaan Pemasyarakatan
Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik
Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan.
i. Narapidana
Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lapas.
j. Klien Pemasyarakatan
Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut klien adalah
seorang yang berada dalam bimbingan Bapas.
29
k. Remisi
Pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana
dan anak pidana yang berkelakuan baik selama menjalani hukuman
pidana.
l. Asimilasi
Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik
pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana
dan anak didik pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat
setelah menjalani setengah dari masa hukuman pidananya.
13
Penjelasan PP No.32 tahun 1999 tentang Syarat Dan Tatacara Pelaksanaan Hak
Waga Binaan Pemasyarakatan
31
14
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarta: PT Intan Sejati,
2007) Cet. Ke-3, h.185
32
1. Proses Pemasyarakatan
Pemasyarakatan adalah suatu proses terapi saat narapidana masuk
Lembaga Pemasyarakatan yang merasa tidak harmonis dengan masyarakat
sekitarnya. System Pemasyarakatan juga beranggapan bahwa hakikat
perbuatan melanggar hokum oleh warga binaan pemasyarakatan adalah
cerminan dari adanya keretakan dengan hubungan hidup, kehidupan dan
penghidupan antara yang bersangkutan dengan masyarakat sekitarnya. Hal
ini berarti factor penyebab terjadinya perbuatan melanggar hokum
bertumpu pada 3 aspek tersebut.15 Aspek hidup diartikan sebagai
hubungan antara manusia dengan pencipta-Nya. Aspek kehidupan
diartikan sebagai hubungan antara sesama manusia. Sedangkan aspek
penghidupan diartikan sebagai hubungan manusia dengan alam atau
lingkungan (yang dimanifestasikan sebagai hubungan manusia dengan
peekerjaannya).
Oleh Karena itu tujuan dari system Pemasyarakatan adalah
pemulihan hubungan hidup,kehidupan, dan penghidupan antara Warga
Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat. Berdasarkan hal ini, maka
pemasyarakatan merupakan proses yang berlaku secara
berkesinambungan.
15
Sujatno Adi, Pencerahan di Balik Penjara, (Bandung, PT Mizan
Publika:2008)h.130
33
16
Sujatno Adi, Pencerahan di Balik Penjara, h. 133
34
17
Thaher Abdullah, Pelaksanaan pembinaan keterampilan narapidana sebagai
bekal reintegrasi dalam masyarakat, (Makalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas I,
Cirebon:2005) h.1
36
18
David J. Cooke, Pamela J. Baldwin, Jaqueline Howison, Menyingkap Dunia Gelap
Penjara, terjemahan In Prisons, diterjemahkan oleh Hary Tunggal, (Jakarta: Gramedia, 2008)
h.1
19
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2006) h. 233
37
2. Kebersihan Narapidana
Dalam ajaran Islam kebersihan menjadi perhatian utama karena
kebersihan merupakan bagian penting dari Iman. Kebersihan adalah
pilar kesehatan, pondasi kekuatan fisik dan terhindar dari penyakit.
Nabi mengatakan: orang mukmin yang sehat lebih dicintai Allah
dibanding orang mukmin yang tidak sehat. Karena itulah, Islam
dengan berbagai cara dan upaya mengutamakan pemeliharaan
kebersihan dalam segala hal. Tidak terkecuali kebersihan narapidana.
Seperti Firman Allah di Surah Al-Baqarah ayat 222 “Allah mencintai
orang yang selalu bertobat dan mencintai orang yang selalu menjaga
kebersihan”
3. Hak Mendapatkan Pendidikan
Narapidana adalah sosok manusia yang paling memerlukan
pendidikan dan pengajaran. Salah satu sebab seseorang melakukan
tindak pidana adalah karena lalai dan ketidaktahuan. Oleh sebab itu,
para ahli hukum Islam mengatakan bahwa penyuluhan hukum-hukum
agama bagi para narapidana yang masih kurang sadar hukum menjadi
wajib agar dia menyadari dirinya sebagai hamba Allah. Kebanyakan
para ahli hukum Islam sepakat bahwa tujuan penahanan adalah
mengembalikan dan mendidik narapidana agar tidak mengulangi
perbuatannya.20 Pengetahuan yang bermanfaat akan meluruskan jalan
pikiran dan menjauhkan dari kelalaian ketidaktahuan.
4. Hak Tempat Tidur
Untuk setiap narapidana ada tempat tidur masing-masing dan
terpisah sebagai penghormatan hak-hak kemanusiaannya. Mengenai
hal ini Nabi Muhammad dalam sebuah hadis bersabda: “Perintahkan
anak-anakmu untuk shalat ketika berumur 7 tahun dan jika umur 10
20
Sujatno Adi, Pencerahan di Balik Penjara, h. 77
38
tahun belum shalat maka beri hukuman pukulan ringan dan paksaan
anak-anakmu (laki dan perempuan) dalam soal tempat tidur. (HR. A l-
Tirmizi).
Ini dimaksudkan untuk menjaga hak-hak kemanusiaan dan
jenis kelamin mereka. Nabi juga pernah bersabda: Di dalam suatu
rumah, harus ada tempat tidur untuk anak laki-laki, tempat tidur untuk
anak perempuan, serta tempat tidur untuk tamu. Ini mengisyaratkan
agar tiap-tiap orang mempunyai tempat tidur sendiri.
5. Hak Mendapatkan Makanan
Para narapidana yang menjalani masa hukumannya juga diberi
makan, seperti diriwayatkan dalam suatu hadis Nabi Muhammad saw.
Menetapkan untuk memberi makan tawanan perang dari Bani tsaqif.
Nabi bersabda: kumpulkan atau sumbangkan makanan dan kirim
kepada Tsumamah ibn Utsal, ketika itu ia ditahan di samping masjid,
maka para sahabat kemudian mengumpulkan makanan.
6. Hak Mendapatkan Pakaian
Para narapidana juga mempunyai hak untuk mendapat pakaian
yang layak, sebagaimana diriwayatkan dalam suatu hadis: bahwa Ibn
Abbas menemui seorang tawanan perang Badar.21 Tawanan tersebut
tidak mempunyai pakaian. Maka Nabi memberikan gamisnya, Imam
Bukhari menempatkan hadis ini dalam bahasan “pakaian bagi
tawanan”. Ali ibn Abi Thalib ketika menjadi khalifah, membagikan
pakaian kepada narapidana dua kali setahun yakni pakaian untuk
musim panas dan pakaian untuk musim dingin. Program yang
dilaksanakan Ali ibn Abi Thalib ini kemudian dilanjutkan oleh
khalifah Umar ibn „Abd Al-Aziz bahkan ia membagikan dua stel
pakaian pada musim dingin.
21
Sujatno Adi, Pencerahan di Balik Penjara,…dll. h. 80
39
22
Sujatno Adi, Pencerahan di Balik Penjara,…dll. h. 80
40
dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013.
Peneliti membahas mengenai sanksi pidana yang dijatuhkan kepada
narapidana narkotika dan dikaitkan dengan perspektif hukum islam.
Bagaimana hukum islam melihat sanksi tersebut dan dikomparasikan
dengan hukum konvensional. Berbeda dengan skripsi yang akan peniliti
bahas yakni mengenai pembinaan hukum di Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan. Karena disini peniliti hanya akan membahas mengenai model
pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Perempuan
Kota Tangerang.
2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta Timur dalam
Merehabilitasi Pelaku Tindak Pidana, skripsi ini di tulis oleh Ade
Bahtiar, dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2014. Skripsi ini hanya membahas mengenai fungsi Lembaga
Pemasyarakatan dalam merehabilitasi pelaku tindak pidana. Berbeda
dengan skripsi yang akan peneliti teliti, yakni mengenai pembinaan
hukum di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan. Sripsi terdahulu
melakukan studi kasus di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, sedangkan
studi lapangan yang akan peneliti lakukan dalam skripsi ini di Lembaga
Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.
3. Dalam buku yang di karang oleh C.I. Harsono yang berjudul Sistem Baru
Pembinaan Narapidana, peneliti melihat dalam buku tersebut membahas
secara rinci mengenai pembinaan terhadap narapidana, baik perempuan,
laki-laki, maupun anak-anak. Semua dijelaskan secara terperinci dan
sesuai dengan sistem hukum yang terbaru.Buku ini selain dijadikan
sebagai kajian review terdahulu, peneliti juga mengambil beberapa bahan
untuk dimasukan kedalam teori-teori yang ada. Perbedaannya dengan
penelitian yang akan peneliti tulis adalah didalam buku tersebut tidak
terdapat pembahasan mengenai kendala-kendala yang dihadapi oleh
Lembaga Pemasyarakatan dalam membina narapidana.
41
1
https://www.kompasiana.com/kenpeng/5535a2796ea834b80fda4308/narapidana-
penjara-lapas-dan-rutan-serta-stigma-kita
42
43
2
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali.
Pers,2003), h.114.
3
https://pasnita.wordpress.com/sejarah-lapas/
44
Dinas Sosial Kota Tangerang, Dinas Taman Kota Tangerang, dan sejumlah
yayasan pembinaan kerohanian dan keterampilan.
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Lambaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tangerang
1) Kalapas
Tugas
Mengkoordinasi pembina dan kegiatan, administrasi, keamanan, dan tata
tertib serta bertanggung jawab atas tata usaha yang meliputi urusan kepegawaian,
keuangan dan rumah tangga sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam rangka
pencapaian tujuan pemasyarakatan narapidana dan anak didik.
46
Fungsi
a. Memimpin Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.
b.Menetapkan Rencana Kerja dan Program Kerja Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Kelas IIA Tangerang.
c. Melakukan Koordinasi Pelaksanaan Tugas dengan Pemda dan Instansi Terkait.
d.Mengkoordinasikan tindak lanjut petunjuk yang tertuang dalam Laporan Hasil
Pemeriksaan.
e. Mengikuti Rapat Kerja.
f. Membina ketatausahaan di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan
Kelas IIA Tangerang
g.Menilai dan Mengesahkan Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pejabat Bawahan.
h.Melakukan Pembinaan Pegawai di Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Kelas IIA Tangerang.
i. Melakukan pengawasan melekat di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Kelas IIA Tangerang.
j. Mengkoordinasikan pengelolaan anggaran rutin Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Kelas IIA Tangerang.
k.Mengkoordinasikan Kebutuhan Formasi Pegawai.
l. Mengkoordinasikan pengendalian administrasi kepegawaian Lembaga
Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.
m. Melaksanakan Tugas-Tugas yang diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah.
n. Mengkoordinasikan Pembuatan dan Penyusunan Laporan Lembaga
Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.
2) Sub Bagian Tata Usaha
Tugas
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.
47
Fungsi
a. Melakukan urusan kepegawaian dan keuangan.
b.Melakukan urusan surat-menyurat, perlengkapan dan rumah tangga.
Sub Bagian Tata Usaha Terdiri dari :
a) Urusan Kepegawaian dan Keuangan: Urusan Kepegawaian dan Keuangan
mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian dan keuangan.
b) Urusan Umum: Urusan Umum mempunyai tugas melakukan surat-menyurat,
perlengkapan dan rumah tangga.
3) Seksi Bimbingan Narapidana / Anak Didik
Tugas
Seksi Bimbingan Narapidana / Anak Didik mempunyai tugas memberikan
bimbingan pemasyarakatan narapidana / anak didik.
Fungsi
a. Melakukan registrasi dan membuat statistik serta dokumentasi sidik jari
narapidana / anak didik.
b.Memberikan bimbingan pemasyarakatan, mengurus kesehatan dan memberikan
perawatan bagi narapidana / anak didik.
Seksi Bimbingan Narapidana / Anak Didik Terdiri dari :
a) Sub Seksi Registrasi: Sub Seksi Registrasi mempunyai tugas melakukan
pencatatan dan membuat statistik serta dokumentasi sidik jari narapidana /
anak didik.
b) Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan: Sub Seksi Bimbingan
Kemasyarakatan dan Perawatan mempunyai tugas memberikan bimbingan
dan penyuluhan rohani serta memberikan latihan olah raga, peningkatan
pengetahuan asimilasi, cuti pengelepasan dan kesejahteraan narapidana / anak
didik serta mengurus kesehatan dan memberikan perawatan bagi narapidana /
anak didik.
48
Fungsi
2. Pembinaan Kemandirian/Keterampilan
a. Keterampilan jahit menjahit
b. Keterampilan menyulam
c. Keterampilan merajut
d. Keterampilan mutte
e. Keterampilan kristik
f. Keterampilan melukis kerudung
g. Keterampilan kecantikan/salon
h. Keterampilan kelola bunga anggrek
i. Keterampilan kelola ikan lele
j. Keterampilan tali kur
k. Keterampilan decopage
l. Keterampilan keset kaki
m. Keterampilan tata boga
n. Keterampilan berkebun
o. Keterampilan mendaur ulang plastik
3. Pembinaan Kesenian
a. vokal grup
b. rampak bedug
c. band
d. choir
e. tari kreasi modern dan tradisional
f. rebbana
4. Jumlah Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan
Kelas IIA Tangerang
Jumlah Narapidana : 427 Orang
Jumalah Tahanan : 0 Orang
Total : 427 Orang
51
Terdiri dari :
WNI : 376 Orang
WNA : 51 Orang
No Tindak Pidana Khusus Jumlah
1 Kasus Narkoba/Narkotik 374 Orang
2 Teroris 1 Orang
3 Korupsi 9 Orang
4 Money Laundry 2 Orang
5 Human Trafficking 4 Orang
6 Pidana Umum 37 Orang
BAB IV
1
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, (Bandung:
Refika Aditama, 2006), h.102.
52
53
Warga Binaan bukan saja objek melainkan juga subyek yang tidak
berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan
kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan sanksi pidana sehingga tidak
harus diberantas, yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat
menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum,
kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat
dikenakan sanksi pidana. Dwidja Priyanto mengemukakan pengertian
pemidaan, bahwa:2 “Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan warga
binaan agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga
masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai
moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang
aman, tertib dan damai.”
2
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, h.103.
54
3
A. Widiana Gunakaya, Sejarah dan konsepsi Pemasyarakatan, (Bandung: CV
Armico, 1988), h.43
55
4
Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.
5
Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.
56
6
Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.
58
Selain petugas, pihak Lapas juga memberikan mentor yang datang dari
luar untuk mengajarkan keterampilan kepada narapidana. Lapas Perempuan
Kelas IIA Tangerang bekerjasama dengan rumah berbagi untuk kegiatan tata
boga, dan La Tulipe untuk kegiatan tata rias, serta ada pula pelatihan babby
sitter. Pihak Lapas juga memberikan kesempatan kepada narapidana yang
mempunyai bakat di bidang seni musik dan tari untuk dikembangkan.
paper art dan Sling bag". Kegiatan pelatihan ini adalah bentuk sinergitas
antara program Bina Santri Lapas (BSL) Dompet Dhuafa, para relawan dari
Universitas Syeikh Yusuf Tangerang, Kegiatan ini merupakan upaya untuk
memberikan hiburan, dan keterampilan bagi para narapidana yang menjalani
masa hukuman di lapas.7
7
Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.
60
8
https://www.kemenkumham.go.id/berita/jadi-contoh-baik-bangkok-rules-lapas-wanita-
tangerang-dikunjungi-putri-thailand
61
9
Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.
62
Namun upaya terus dilakukan untuk mencari jalan agar pembinaan kepada
narapidana kasus terorisme dapat dilaksanakan, dengan cara mengajak
narapidana tersebut untuk mengikuti pelatihan refleksi, yang seperti diketahui
bahwa narapidana Tutin memang memiliki bakat untung refleksi bekam.
10
Wawancara, Sri Setiati, 29 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.
11
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi
Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
63
12
https://jakarta.kemenkumham.go.id/layanan-publik/185-layanan-pemasyarakatan-
/1007-syarat-pelaksanaan-asimilasi
64
1) Kegiatan pendidikan;
2) Latihan keterampilan;
3) Kegiatan kerja sosial;
4) Pembinaan lainnya, di lingkungan masyarakat
1. Asimilasi Biasa
Asimilasi Biasa adalah asimilasi yang dilakukan di lingkungan Lapas,
dimana narapidana dapat melakukan asimilasi dengan pihak dari luar
yang didatangkan oleh pihak Lapas.13 Lapas Perempuan Klas IIa
Tangerang melakukan MoU memorandum of understanding dengan
pembinaan kerohanian, sehingga narapidana ditanamkan program-
program kerohanian, baik itu Islam, Kristen ataupun Budha. Asimilasi
ini dilaksanakan oleh narapidana kasus Narkoba, karena narapidana
kasus Narkoba tidak dapat melaksanakan Asimilasi diluar Lapas
ditakutkan dapat melakuakan hal-hal yang tidak diinginkan, mengingat
13
Djisman Samosir, Tentang Penologi dan Pemasyarakatan,( Bandung: Nuansa Aulia,
2012), h. 128
66
14
Wawancara, Sri Setiati, 29 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.
67
Demikian pula agar pembinaan ini dapat memberikan motivasi bagi hasil
perubahan diri dalam menyongsong masa depan yang lebih baik. Akan tetapi dalam
mewujudkan tujuan yang mulia ini belum dapat sepenuhnya terimplementasi secara
berkesinambungan karena terdapat beberapa kendala yang dialami. Berdasarkan hasil
penelitian Penulis di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang
terdapat beberapa kendala yang dihadapi yakni:
15
Wawancara, Sri Setiati, 30 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA Tangerang.
68
biasanya 1 kamar dihuni oleh 4 orang tetapi sekarang ini diisi oleh 6 orang
narapidana.
2. Sebagian narapidana tidak memiliki keluarga yang jelas, sehingga tidak
ada pihak keluarga yang ikut memberikan support dengan melakukan
kunungan ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang.
Hal ini juga berdampak pada pemberian hak narapidana yakni layanan
Pembebasan Bersyarat yang sulit di ajukan lantaran tidak adanya jaminan
dari pihak keluarga yang harus diketahui oleh Lurah di wilayah tempat
tinggal narapidana. Hal tersebut menyebabkan besarnya potensi untuk
melakukan pelanggaran hukum setelah kembali ke masyarakat dapat
terjadi secara berulang akibat tidak adanya keluarga yang menampung dan
memberikan dukungan kepada mereka.
3. Kurangnya regu pengamanan yang berjaga di Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Kelas IIA Tangerang, karena jumlah petugas pengamanan
yang berjaga dalam satu shift hanya 8 orang, sementara jumlah narapidana
adalah 427 orang. Meskipun pada tahun 2017 terjadi penambahan dari
Kementerian Hukum dan HAM sebanyak 25 orang namun hal tersebut
tetaplah tidak membantu dikarenakan terjadi pergeseran jabatan dan
pemindahan tugas oleh kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan
Kelas IIA Tangerang.
4. Kurangnya Sarana dan Prasarana dalam melaksanakan tugas antara lain
tidak adanya panic button di dalam Lembaga Pemasyarakatan Perempuan
Kelas IIA Tangerang, apabila sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Tidak disediakannya senjata untuk regu pengamanan yang
berjaga. Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang
sebenarnya memiliki senjata api yang memadai akan tetapi para pegawai
yang bekerja disana tidak dapat mempergunakannya dengan baik dan
benar sehingga menyebabkan senjata api tersebut hanya disimpan di
ruangan yang hanya diketahui oleh Kalapas dan Pejabat Struktural.
69
A. Kesimpulan
Berdasarkan pokok permasalahan dan pembahasan mengenai model
pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA
Tangerang, maka peneliti akan menguraikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Model pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan
Klas IIA Tangerang terhadap narapidana yaitu pelaksanaan pembinaan
kepribadian, yang terdiri dari pembinaan kerohanian (Islam, Kristen,
Katholik, dan Budha), Pembinaan kesadaran nasionalisme, penyuluhan
tentang Hukum dan HAM, penyuluhan kesehatan, pembinaan rekreasi
yang terdiri atas pembinaan kepramukaan, kegoatan olahraga, kegiatan
acara nonton tv, dan pelayanan perpustakaan. Selanjutnya ada pembinaan
kemandirian/ ketrampilan dan kesenian. Seluruh narapidana Lembaga
Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Tangerang yang berjumlah 427
orang telah menerima program pembinaan yang dilaksanakan di LAPAS
dengan aman dan tertib.
2. Kendala yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA
Tangerang antara lain adalah kurangnya jumlah petugas pengamanan yang
berjaga, masih adanya oknum petugas yang menjembatani narapidana
mempunyai barang-barang terlarang seperti (handphone, powerbank,
kabel charge), kurangnya dana untuk bahan makanan yang akan diberikan
kepada narapidana sehingga menyebabkan makanan yang dikonsumsi
kurang layak, kurangnya pengetahuan petugas di Lembaga
Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang mengenai tata cara
penggunaan senjata api, sehingga menyebabkan petugas yang berjaga
tidak di bekali dengan senjata apapun untuk berjaga-jaga ketika terjadi
keributan antar narapidana di dalam blok hunian
71
72
B. Rekomendasi
Berdasarkan pada permasalahan yang diangkat oleh penulis yaitu
mengenai Pembinaan Hukum Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas
IIA Tangerang, maka dari itu penulis memberikan rekomendasi sebagai
berikut:
1. Bagi pihak Lapas, agar meningkatkan sumber daya manusia bagi para
petugas pemasyarakatan dengan berbagai macam pelatihan-pelatihan
yang ada, program dan ragam pembinaan terutama dalam program
kemandirian terhadap narapidana, agar para petugas dapat melaksanakan
pelatihan itu sendiri tanpa memnaggil pihak dari luar agar dapat
dilaksanakan secara efektif dan kreatif serta berdaya guna untuk
pengembangan kepribadian serta peningkatan keterampilan bagi
narapidana yang akan memberikan dampak yang cukup besar
kedepannya.
2. Bagi masyarakat, diharapkan masyarakat yang berada di luar Lapas dapat
membantu berjalannya program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Klas IIA Tangerang, dengan cara turut serta mematuhi
peraturan-peraturan yang ada ketika berkunjung ke dalam Lapas, dan
tidak membawakan narapidana barang-barang terlarang. Agar program
pembinaan dapat terus berjalan dengan baik dan dapat bekerjasama
dengan masyarakat di luar.
3. Bagi Direktorat Jendral Pemasyarakatan, diharapkan dapat meningkatkan
sarana dan prasarana pada Lembaga Pemasyarakatan, agar tidak terjadi
lagi kelebihan kapasitas contohnya pada Lembaga Pemasyarakatan
Perempuan Klas IIA Tangerang, Serta perlu adanya peningkatan kualitas
petugas pemasyarakatan seperti penambahan jumlah petugas
73
1. Buku
73
74
Samosir, Djisman, Tentang Penologi dan Pemasyarakatan, Bandung: Nuansa Aulia, 2012.
Sholehuddin, Muhammad. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double
Track System dan Implementasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002.
Sholehuddin, M. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali. Pers, 2003.
Sujatno, Adi. Pencerahan di Balik Penjara, Bandung: PT Mizan Publika: 2008.
Sunaryo, Simon R.Thomas dan A.Josias. Studi Kebudayaan Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia. Bandung: Lubuk Agung, 2010.
Supramono, Gatot. Hukum Acara Pengadilan Anak, cet.3. Jakarta: PT. Intan Sejati,
2007.
Tongat. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan.
Malang: UMM Press, 2008.
2. Peraturan Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti
Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti
Bersyarat.
Penjelasan PP No.32 tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata cara Pelaksanaan Hak
Waga Binaan Pemasyarakatan
3. Jurnal
Angkasa. 2010. Over Capacity Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal
Dinamika Hukum; Unsoed.
Abdullah, Thaher. Pelaksanaan pembinaan keterampilan narapidana sebagai
bekal reintegrasi dalam masyarakat, Makalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas I,
Cirebon, 2005.
75
4. Internet
https://www.kompasiana.com/kenpeng/5535a2796ea834b80fda4308/narapidana-
penjara-lapas-dan-rutan-serta-stigma-kita
https://pasnita.wordpress.com/sejarah-lapas/
https://www.kemenkumham.go.id/berita/jadi-contoh-baik-bangkok rules-lapas-
wanita-tangerang-dikunjungi-putri-thailand
https://jakarta.kemenkumham.go.id/layanan-publik/185-layanan-
pemasyarakatan/1007-syarat-pelaksanaan-asimilasi
pembinaan narapidana http://hmibecak.wordpress.com//diakses 29 September 2018
www.hukumonline.com Esensi Lembaga Pemasyarakatan sebagai wadah narapidana
5. Wawancara
Wawancara, Sri Setiati, 28 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA
Tangerang.
Wawancara, Sri Setiati, 29 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA
Tangerang.
Wawancara, Sri Setiati, 30 Januari 2019, Lapas Perempuan Kelas IIA
Tangerang.
PERTANYAAN WAWANCARA
1. Bagaimana proses pembinaan hukum yang dilakukan Lapas Perempuan Klas IIA
Tangerang terhadap narapidana yang baru datang ke lapas?
2. Apakah pembinaan yang dilakukan oleh Lapas Perempuan Klas IIA Tangerang sudah
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995?
3. Apa yang menjadi hambatan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana?
4. Apakah ada perbedaan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana kasus narkoba
dan kriminal?
5. Apakah ada sanksi yang diberlakukan apabila narapidana tidak mengikuti kegiatan yang
ada di Lapas Perempuan Klas IIA Tangerang?