20071010289
HUKUM PERIKATAN E
Hukum perikatan merupakan istilah yang paling luas cakupannya. Istilah ”perikatan”
perikatan mencakup semua ketentuan dalam buku ketiga KUH Perdata. 1 2 Buku ketiga
KUH Perdata tidak memberikan penjelasan yang spesifik tentang pengertian perikatan,
namun demikian, para ahli memberikan pengertian tentang perikatan ini diantaranya
yang disampaikan oleh Mariam Darus Badrulzaman, bahwa perikatan dimaknai sebagai
”hubungan (hukum) yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak di bidang
harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib
memenuhi prestasi tersebut” (1994: 3), sedangkan Hukum Perikatan dimaknai sebagai
Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena
Hukum.
Objek Perikatan
Pasal 1234 KUH Perdata memberikan pengaturan tentang objek ataupun jenis
perikatan. Objek dalam perikatan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh kedua belah
pihak di dalam perjanjian itu. Objek dalam hukum perikatan lazim juga disebut sebagai
a. Perikatan untuk memberikan sesuatu (Pasal 1235 – 1238 KUH Perdata): Dalam
rumah tangga yang baik, sampai pada saat penyerahannya. Perikatan ini prestatienya
adalah untuk memberikan sesuatu (menyerahkan) yang dikenal juga dengan istilah
untuk diambil kreditur sebanyak utang debitur, guna pelunasan hutang si debitur,
apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utang tersebut.. Antara Schuld
dan haftung adalah dapat dibedakan namun tidak terpisahkan. Salah satu pasal yang
memberikan pengaturan tentang schuld dan haftung ini adalah Pasal 1131 KUH
Perdata “Segala kebendaan si berutang, baik yang 7 bergerak maupun tidak bergerak,
baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi
Prestasi atau dalam hukum kontrak dikenal juga dalam istilah Inggris sebagai
performance adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan menurut tata
cara yang telah disepakati bersama (term and condition). Macam-macam prestasi
adalah yang diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata. Wanprestasi atau yang juga
dikenal dengan cidera janji; default; nonfulfillment; ataupun breach of contract adalah
hak dari pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti rugi dari
kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk.
menyebabkan force majeure adalah terjadinya air bah, banjir badang, meletusnya
gunung merapi, gempa bumi, mogok massal serta munculnya peraturan baru yang
Pasal 1244 & 1245 KUH Perdata mengatur masalah force majeure dalam
hubungannya dengan penggantian biaya rugi dan bunga saja; namun demikian
ketentuan ini juga dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam mengartikan force
1. Force majeure yang objektif, terjadi terhadap benda yang menjadi objek dari
kontrak tersebut, misal benda tersebut terbakar atau terbawa banjir badang.
2. Force majeure yang subjektif, terjadi terhadap subjek dari perikatan itu.
Misalnya jika si debitur cacat seumur hidup, atau sakit berat sehingga tidak
3. Force majeure yang absolute, yaitu keadaan dimana prestasi oleh debitur tidak
barang yang menjadi objek dalam perikatan tersebut tidak dapat lagi ditemui di
dilaksanakan. contoh force majeure bentuk ini adalah terhadap kontrak ekspor
normal, kontrak ini tidak dapat dilaksanakan, namun dengan cara tidak normal
5. Force Majeure yang permanent, dalam hal ini prestasi sama sekali tidak
yang tidak dapat sembuh lagi sehingga dia tidak mungkin lagi melukis sampai
kapan pun.
6. Force majeure yang temporer adalah suatu force majeure dimana prestasi
tidak mungkin dilakukan untuk sementara waktu, tetapi nanti nya masih mungkin
maka force majeure terjadi. Setelah keadaan reda, dan buruh kembali bekerja
Ada enam (6) macam bentuk ganti rugi yang dikenal dalam Ilmu Hukum yaitu;
1. Ganti Rugi dalam Kontrak, dinyatakan secara tegas di dalam kontrak. Hanya
dapat dimintakan seperti yang tertulis dalam kontrak tersebut; tidak boleh melebihi
ataupun kurang.
3. Penggantian Biaya: Ganti rugi bentuk ini merupakan penggantian biaya atau
yang dikenal dengan istilah out of pocket; Reliance Damages. 12 Ganti rugi ini
telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugkan dalam hubungan kontrak tersebut. Pada
model ini, para pihak ditempatkan dalam posisi “status quo ante” yaitu seolah-olah
dengan kuitansi-kuitansi, oleh karenanya juga dikenal dengan Ganti Rugi Kuitansi.
4. Restitusi: Restitusi adalah suatu nilai tambah/manfaat yang telah diterima oleh
pihak yang melakukan wanprestasi, dimana nilai tambah tersebut terjadi akibat
pelaksanaan prestasi dari pihak lainnya. Nilai tambah tersebut harus dikembalikan
kepada pihak yang dirugikan karenanya. Jika tidak dikembalikan maka pihak
tersebut dianggap “memperkaya diri tanpa hak (unjust enrichment)” – dan terhadap
5. Quantum Meruit: Bentuk ganti rugi ini mirip dengan ganti rugi restitusi. Bedanya,
manfaat barang tersebut sudah tidak dapat dikembalikan lagi. Misalnya dikarenakan
barang telah habis pakai, barang musnah, berubah wujud dan atau sudah dialihkan,
sehingga ganti rugi yang diberikan untuk pengembaliannya adalah nilai wajar
(reasonable value) dari hasil pelaksanaan kontrak tersebut. Contoh, dalam Kontrak
seharusnya dan kontrak diputus oleh pemberi kerja, maka pihak pekerja berhak
untuk dinilai secara wajar dan dibayarkan hasil kerja nya yang telah dilaksanakan
tersebut.
6. Ganti Rugi dengan Pelaksanaan Kontrak: Ganti rugi ini disebut juga dengan
wanprestasi dalam kontrak, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhan
nya dengan melaksanakan kontrak secara utuh tanpa bentuk ganti rugi lainnya.
A. Istilah dan Defenisi Perjanjian Perjanjian lazim dikenal ataupun disebut sebagai
kontrak, yang merupakan adopsi dari istilah Inggris “contract”, serta juga dikenal
sebagai “agreement” atau “overeenkomst” dalam bahasa Belanda. Selain itu, dalam
“persetujuan”.
Defenisi dari perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi “Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih
beberapa teori tentang perjanjian, yaitu : 1) Teori berdasarkan prestasi kedua belah
pihak, 2) Teori berdasarkan Formasi Kontrak, 3) Teori Dasar Klasik, 4) Teori Holmes
tentang Tanggung Jawab yang berkenaan dengan kontrak, serta 5) Teori Liberal
tentang kontrak.
1. Teori berdasarkan prestasi kedua belah pihak adalah dengan melihat prestasi dari
a) Will Theory. Disebut juga dengan teori hasrat yang menekankan kepada
pentingnya hasrat atau “will” atau “intend” dari pihak yang memberikan janji.
Teori ini kurang mendapat tempat, dikarenakan bersifat (sangat) subjektif , dalam
hal mana menurut teori ini yang terpenting dari suatu kontrak bukanlah apa yang
dilakukan oleh para pihaknya, tetapi apa yang mereka inginkan belaka. Aspek
b) Equivalent Theori. Teori ini mengajarkan bahwa suatu kontrak baru mengikat
jika para pihaknya telah memberikan prestasi yang seimbang atau sama nilai
apapun dilakukan dengan prestasi yang tidak seimbang antara para pihak.
c) Bargaining Theory. Teori ini merupakan perkembangan dari teori sama nilai.
Teori ini mengajarkan bahwa suatu kontrak hanya mengikat sejauh apa yang
kontrak sudah dianggap ada jika dengan kontrak yang bersangkutan sudah
menimbulkan kepercayaan bagi pihak terhadap siapa janji itu diberikan sehingga
pihak yang menerima janji tersebut karena kepercaaannya itu akan menimbulkan