Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PERMASALAHAN

Pada pengantar bab ini merupakan deskripsi singkat dari bab 1 Permasalahan. Isi bab 1
permasalahan meliputi : deskripsi kegagalan dan mekanisme komponen dari Piston di CV. Imaz
Cemerlang, Bontang.

1.1 Deskripsi Permasalahan Piston


Deskripsi permasalahan dari piston yaitu pada piston mengalami kegagalan dalam
pemakaian, piston hampir secara eksklusif terbuat dari paduan aluminium-silikon eutektik dan
sebagian komposisi hipereutektik, yang dapat dicetak dengan mudah dan hampir selalu dapat
ditempa juga. Kronologi saat ditemukan yaitu saat mesin genset dihidupkan terdengar suara
gesekan sehingga saat dilakukan pengecekan ternyata pada piston terdapat sebuah gesekan
sehingga piston sudah tidak bisa digunakan kembali atau diperbaiki akibat dari kegagalan
pemakaian yang dialami. Pada piston terdapat gosong dan goresan di bagian sisi pada piston,
akibat dari gesekan. Kegagalan pada piston disebabkan karena panas berlebih pada saat
komponen beroperasi di mesin pembakaran. Diperkirakan panas berlebih ini dikarenakan dari
usia pakai komponen, permukaan silinder yang terlalu kecil, atau kurang nya pelumas.

Gambar 1.1 Kegagalan pada piston


1.2 Mekanisme Komponen
Piston merupakan komponen pada mesin yang berfungsi menghasilkan tenaga
pembakaran, yang bertujuan untuk menerima tekanan fluida kemudian mengubah nya menjadi
suatu gaya. Piston bekerja dengan cara bergerak naik turun pada siklus mesin. Dari cara kerja
piston kemungkinan kerusakan dapat terjadi seperti tegangan mekanis, tegangan termal, aus, dan
lainnya. Pada studi ini difokuskan untuk mengetahui kegagalan pada piston yang disebabkan dari
panas yang berlebih.
Genset (Generator set) adalah perangkat kombinasi antara pembangkit listrik yang berupa
Generator dan mesin penggerak yang digabungkan dalam satu set unit untuk menghasilkan
tenaga listrik. Mesin penggerak genset pada umumnya merupakan sebuah mesin pembakaran
dalam berupa motor / mesin diesel yang menggunakan bahan bakar solar atau mesin dengan
bahan bakar bensin.

Gambar 1.2 Genset

Prinsip kerja genset adalah sebuah mesin pembakaran (mesin diesel atau mesin bensin)
yang bergerak dengan mengubah energi bahan bakar fosil menjadi energi mekanik, kemudian
energi mekanik tersebut dikonversi oleh generator sehingga menghasilkan daya listrik. Maka dari
itu Genset ini dapat digolongkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan skala
yang kecil. Genset (generator set) biasanya digunakan untuk menghasilkan daya listrik alternatif
atau pengganti sementara, seperti ketika pasokan daya listrik dari industri pembangkit listrik
(PLN) padam/off, atau saat keadaan dimana di daerah tersebut tidak ada pasokan listrik, atau bisa
juga digunakan pada saat diperlukannya daya listrik tambahan.
BAB II
HIPOTESIS

Pada bab 2 hipotesis ini akan menjelaskan mengenai material yang digunakan, cacat yang
mungkin terjadi pada material dan piston, potensi patahan yang terjadi pada dan piston, dan
rencana serta standar pengujian yang akan digunakan.

2.1 Material Yang Digunakan Pada Piston


Material piston umumnya terbuat dari bahan yang ringan dan tahan tekanan, walaupun
pada kondisi tertentu digunakan bahan besi tuang dan keramik. Metode tempa (forging) dalam
pembuatan piston akan menghasilkan produk yang memiliki unjuk kerja lebih baik
dibandingkan piston yang dihasilkan melalui proses pengecoran (die casting).
Paduan aluminium merupakan bahan yang paling umum digunakan pada piston baik pada
gasoline maupun pada mesin diesel. Hal ini dikarenakan karakteristik spesifik paduan aluminium
memiliki kepadatan rendah, konduktivitas termal tinggi, teknik fabrikasi bentuk jaring sederhana
(pengecoran dan penempaan), kemampuan mesin yang mudah, keandalan yang tinggi, dan
karakteristik daur ulang yang sangat baik. Kontrol yang tepat dari komposisi kimia, kondisi
pemrosesan dan perlakuan panas akhir menghasilkan struktur mikro yang memastikan kinerja
mekanis dan termal yang diperlukan, khususnya ketahanan lelah termal yang tinggi (Röhrle,
1995).
Namun perlu diketahui dalam keadaan murni, kekuatan dan ketahanan ausnya terlalu
rendah. Akan tetapi setelah ditemukannya precipitation hardening oleh Wilm pada 1906, paduan
aluminium kini menjadi pilihan yang cocok digunakan untuk tujuan teknis. Fungsi suhu
kelarutan larutan padat digunakan untuk pengerasan presipitasi. Dengan pendinginan cepat dari
lelehan atau dari suhu anil sekitar 500° C (larutan anil), larutan padat lewat jenuh hadir pada
suhu rendah. Paduan yang cocok untuk piston terutama memiliki larutan padat silikon
aluminium-tembaga-magnesium dan aluminium-magnesium (Mahle, 2012).
Piston hampir secara eksklusif terbuat dari paduan aluminium-silikon eutektik dan
sebagian komposisi hipereutektik, yang dapat dicetak dengan mudah dan hampir selalu dapat
ditempa juga. Tabel berikut menunjukkan gambaran komposisi kimia paduan piston
(Mahle,2012).
Tabel 2.1 Komposisi kimia paduan piston aluminium (persen berat)

2.2 Potensi Cacat Yang Mungkin Terjadi Pada Piston


2.2.1 Benchmarks
Benchmarks dan striasi mengindikasikan patah lelah, sedangkan pada patah merangkak
parameter tersebut tidak terlihat. Pertanda kehadiran benchmarks bisa diketahui melalui
pengamatan makro menggunakan stereomicroscope, dan striasi hanya bisa diamati pada saat
dilaksanakan SEM fractography (Gambar 2.1). Profil benchmarks dan striasi ini merupakan hasil
dari fluktuasi beban yang diberikan pada benda.

Gambar 2.1 Foto SEM yang menunjukkan Benchmarks dan striasi secara mikro
(Poursaedi, 2005)

2.2.2 Gagal Karena Kurangnya Lubrikasi Akibat Bocornya Bahan Bakar atau Aus
Deskripsi kegagalan pada piston karena kurangnya lubricant akibat kebocoran oli atau
bahan bakar menyebabkan keausan pada piston sehingga memunculkan tanda bekas gesekan
pada permukaan piston.
Gambar 2.2 Kegagalan Piston

Bahan bakar yang tidak terbakar yang membasahi di permukaan silinder berjalan telah
diencerkan atau membersihkan lm minyak bantalan beban. Sebagai hasilnya, piston dan silinder
menjadi kering terhadap satu sama lain. Ini menghasilkan tanda gesekan yang panjang dan
sempit. Dengan jenis kerusakan ini, zona cincin tetap tidak rusak, karena disini kebanyakan
hanya cincin piston bersentuhan dengan permukaan silinder berjalan. Berikut adalah
macam-macam penyebab aus atau kurangnya pelumas pada piston :
● Pengoperasian mesin yang berlebihan dan masalah pembakaran yang disebabkan oleh
kesalahan dalam sistem intake, filter udara tersumbat, kesalahan dalam persiapan
campuran atau dalam sistem pengapian.
● Kompresi yang tidak memadai dan sebagai akibatnya pembakaran tidak sempurna.
● Perangkat cold starting rusak atau penggunaan choke yang berlebihan (mesin karburator).
● Pengenceran minyak yang disebabkan oleh sering mengemudi jarak pendek atau over
campuran yang banyak
● Keruntuhan sebagian dari pendinginan mekanisme karena kurangnya pendingin,
gelembung udara, endapan kotoran atau lainnya kerusakan sirkuit pendingin.
● Pada silinder bergaris, kotoran mengendap di bagian luar silinder dapat menyebabkan
panas berlebih lokal pada silinder dan oleh karena itu untuk pemecahan film pelumas
● Cacat, hilang atau salah memasang baffle udara pada berpendingin udara mesin.
● Pada mesin dengan desain di mana minyak juga terciprat ke sisi tekanan silinder di
bawah lebih besar memuat melalui jet semprot di batang penghubung, jenis kerusakan ini
juga bisa disebabkan oleh semprotan yang tersumbat jet atau tekanan oli yang tidak
mencukupi.
● Pengenceran oli atau kadar oli yang tidak sesuai dengan tujuan yang dimaksudkan dapat
awalnya menyebabkan kurangnya pelumasan dari sisi tekanan silinder.

2.2.3 Gagal Karena Overheating


Pada kasus cacat karena overheating, film pelumas rusak akibat temperatur yang terlalu
tinggi. Awalnya hal ini menyebabkan gesekan campuran dengan tanda gesekan individu. Saat
kerusakan berlanjut, material semakin panas dan piston kehilangan semua pelumasan di dalam
silinder. Daerah cacat memiliki perubahan warna gelap dan rusak parah. Tergantung pada
penyebab kerusakan, cacat karena panas berlebih bisa mulai pada bagian bawah piston atau pada
bagian atas piston.

Gambar 2.3 Scratch akibat overheating


Bagian atas piston mengalami overheating sebagai akibat dari kelebihan panas ekstrim
yang berasal dari ruang bakar yang di satu sisi telah menjembatani jarak bebas yang berjalan dan
di sisi lain telah merusak lapisan oli ke tingkat yang semakin meningkat. Pada akhirnya ini
menyebabkan kombinasi scratch karena jarak bebas yang tidak mencukupi dan scratch karena
pelumasan yang tidak mencukupi di sekitar lingkar tanah bagian atas piston
Kemungkinan penyebab kegagalan :
- Pembebanan yang berlebih pada mesin sebelum mesinnya panas
- Overheating karena kegagalan pada proses pembakaran
- Kegagalan pada sistem pendinginan mesin

2.4 Rencana Pengujian dan Standar yang Digunakan


No Jenis Pengujian Jumlah Spesimen Lokasi Pengujian

1 Pengamatan Visual 1 ITK

2 Pengujian Komposisi 1 ITK

3 Pengujian Hardness 1 POLTEKBA


BAB III
EVIDENCE

3.1 Pengujian Kekerasan


Uji kekerasan berfungsi untuk mengetahui nilai kekerasan dari material uji. Kekerasan
suatu bahan merupakan kemampuan bahan dalam menghambat deformasi plastik yang terjadi
(dalam bentuk lekukan kecil atau goresan). Ada tiga jenis uji kekerasan, yaitu:
1. Kekerasan Goresan (Scratch Hardness) Proses pengukuran kekerasan goresan adalah
dengan mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat
oleh jarum penggores yang terbuat dari intan dan diberi beban terbatas.
2. Kekerasan Pantulan (Rebound Hardness) Proses pengukuran kekerasan pantulan
dilakukan dengan cara menjatuhkan penumbuk ke permukaan logam. Alat uji kekerasan
pantulan yang sering dilakukan adalah Skeleroskop Shore dimana nilai kekerasannya
dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan.
3. Kekerasan Lekukan (Indentation Hardness) Uji kekerasan ini menggunakan indenter
kecil yang dikenakan gaya ke permukaan benda uji. Dengan penerapan kondisi
pembebanan terkontrol.
Hasil penetrasi indenter ini akan menunjukkan kekerasan material tersebut. Jenis uji
kekerasan lekukan (Indenter Hardness) adalah Uji Kekerasan Vickers. Uji kekerasan vickers
menggunakan indentor piramida intan, besar sudut antara permukaan piramida intan yang saling
berhadapan adalah 136 derajat . Ada dua rentang kekuatan yang berbeda, yaitu micro (10g –
1000g) dan macro (1kg – 100kg) berdasarkan ASTM E 384.
Langkah-langkah melakukan pengamatan struktur mikro adalah sebagai berikut:
A. Persiapkan alat dan bahan pengujian seperti Mesin uji kekerasan Vickers (Vickers Hardness
Test), Indentor piramida intan (diamond pyramid), Benda uji yang sudah di gerinda, Amplas
halus, Stop watch, Mikroskop pengukur (biasanya satu set dengan alatnya)
B. Indentor di tekankan ke benda uji/material dengan gaya tertentu. rentang micro 10g – 1000g
(disini menggunakan 100g)
C. Tunggu hingga 10 – 20 detik (biasanya 15 detik)
D. Bebaskan gaya dan lepaskan indentor dari benda uji
E. Ukur 2 diagonal lekukan persegi (belah ketupat) yang terjadi menggunakan mikroskop
pengukur. (ukur dengan teliti dan cari rata-ratanya)
F. Masukkan data-data tersebut ke rumus

....................................................(2.1)
Dimana VHN adalah Vickers Hardness Number, P adalah Beban yang diberikan (kgf), d
adalah panjang diagonal rata-rata hasil

3.2 Pengujian Komposisi


Optical Emission Spectroscopy (OES) adalah teknik analisa yang banyak digunakan
untuk menentukan komposisi unsur dari berbagai logam. Bagian dari spektrum elektromagnetik
yang digunakan pada OES meliputi spektrum tampak (visible) dan sebagian spektrum ultraviolet.
Dalam rentang panjang gelombang, bagian spektrum yang digunakan antara 130 nanometer
sampai sekitar 800 nanometer. Dilihat dari kemampuan analisanya, OES dapat menganalisa
berbagai macam elemen dari Lithium hingga Uranium dalam contoh logam padat yang meliputi
rentan konsentrasi yang luas, memberikan akurasi yang sangat tinggi, presisi tinggi dan batas
deteksi yang rendah. Standar pengujian OES yang digunakan mengacu pada ASTM E1251.
Tahapan pengujian komposisi kimia menggunakan OES.
1. Menyiapkan spesimen dengan memotong spesimen hingga ukuran yang dibutuhkan
2. Setelah dipotong kemudian dimounting agar mempermudah penanganan sampel dalam
ukuran kecil
3. Pengamplasan, tujuan dari proses pengamplasan adalah untuk meratakan,
menghaluskan permukaan sampel, menghilangkan kotoran, karat sehingga
didapatkan permukaan sampel yang bersih. Biasanya, sampel yang baru dipotong
akan memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar membuat pengamatan
mikrostruktur sulit dilakukan selain itu, dari hasil pemotongan akan terbentuk
banyak bidang pada permukaannya. Hal itu dapat berpengaruh terhadap hasil
pengujian polarisasi dan juga menyebabkan kesulitan ketika mengamati
mikrostruktur.
4. Membersihkan spesimen dengan memoles permukaan yang akan diamati
5. Mengkarakterisasi spesimen dengan mesin OES
3.3 Piston
Gambar 3.1 dan 3.2 merupakan gambar Komponen Piston yang mengalami kegagalan
akibat terdapat Scracth pada permukaan piston Berikut gambar 3.1 dan 3.2 :

Gambar 3.1 Komponen 1 Tampak Atas

Gambar 3.2 Komponen 1 Tampak Samping


BAB 4
ANALISIS PENYEBAB DAN PENCEGAHAN
Pada bab 4 analisis penyebab dan pencegahan ini akan menjelaskan mengenai analisis
dan pembahasan hasil pengujian yang dilakukan, penyebab kegagalan berdasarkan hasil
pengujian dan cara pencegahan pada kegagalan komponen Piston.

4.1 Hasil Pengamatan Visual

(A)

(B) (C)
Gambar 4.1 Foto Screcth Piston Menggunakan Kamera Hand Phone (A) Tampak Samping (B)
Tampak Depan (C) Tampak Atas
Gambar 4.1 merupakan foto yang menunjukkan patahan dari komponen final drive yang
diterima, foto tersebut sudah diolah menggunakan software untuk menampakkan citra hitam
putih. Dari gambar 4.1 tidak menunjukkan adanya indikasi patahan yang disebabkan fatigue atau
kelelahan. Pada gambar 4.1 tidak ada mengindikasikan adanya beach mark. Bentuk patahan dari
ductile iron yang dihasilkan dari pengamatan visual menggunakan kamera mengindikasi
terjadinya patahan brittle. Indikasi patahan ductile seperti shear lips tidak terdapat pada outer
edge komponen yang amati. Permukaan patahan yang memantulkan cahaya saat pengambilan
gambar menjadi indikasi bahwa patahan brittle terjadi pada komponen.

Secara makroskopis, permukaan retakan memiliki tekstur berbutir atau bersisi (Gambar
4.2b) sebagai akibat dari perubahan orientasi bidang pembelahan dari butir ke butir. Sehingga
butiran-butiran ini akan memantulkan cahaya saat diberi sinar datang. Fitur pembelahan ini
ditunjukkan pada perbesaran yang lebih tinggi dalam mikrograf scanning electron. Untuk
sebagian besar bahan kristal yang brittle, perambatan retak sesuai dengan pemutusan ikatan atom
yang berurutan dan berulang di sepanjang bidang kristalografi tertentu (Gambar 4.2a); proses
seperti itu disebut pembelahan (cleavage). Jenis crack dapat dikatakan transgranular (atau
transkristalin) karena retakan rekahan melewati butir (Callister, 2014).

Secara makroskopik, patahan brittle tidak menunjukkan terjadinya deformasi plastis


seperti patahan ductile. Retakan pada patahan brittle dapat menyebar dengan sangat cepat,
dengan sedikit deformasi plastis yang menyertainya. Retak seperti itu dapat dikatakan tidak
stabil, dan perambatan retak berlanjut secara spontan tanpa peningkatan besarnya tegangan yang
diberikan saat dimulai. Patahan brittle terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan apapun, ini adalah
hasil dari perambatan retak yang spontan dan cepat (Callister, 2014).

Sehingga hasil pengamatan visual menggunakan kamera menunjukkan hasil patahan


brittle. Penyebab patahan brittle adalah beban mekanik. Beban mekanik yang dimaksud dapat
berupa pembebanan tarik yang dapat terjadi secara static, berulang ataupun tiba-tiba.

4.2 Hasil Pengujian Non Destructive (Penetrant Test)


(A) (B)

Pada pengujian liquid penetrant, didapatkan


DAFTAR PUSTAKA

Callister, William D., David G. Rethwisch.2007."Material Science and Engineering

9 th Edition".USA : John Wiley & Sons, Inc.

Mahle, Gmbh. 2012. “Piston Engine Testing”. Vieweg : Teubner Verlag


Röhrle, M. D. 1995. “Pistons for Internal Combustion Engines, Verlag Moderne Industrie”.

Anda mungkin juga menyukai