Artikel 2 Buku PTK
Artikel 2 Buku PTK
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | i
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data)
Penulis : Jalaludin
ISBN 978-623-308-975-3
Editor : Nurani Ike Budiatmawati
Penata Letak : @timsenyum
Desain Sampul : @timsenyum
Copyright © Pustaka Media Guru, 2021
x, 262 hlm, 21 x 26 cm
Cetakan Pertama, Agustus 2021
Diterbitkan oleh
CV Pustaka MediaGuru
Anggota IKAPI
Jalan Dharmawangsa 7/14 Surabaya
Website: www.mediaguru.id
Dicetak dan Didistribusikan oleh
Pustaka Media Guru
Hak Cipta Dilindungi Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta, PASAL 72
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(PRINSIP DAN PRAKTIK INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA)
BUKU
OLEH
Dr. JALALUDIN, M.Pd.I.
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
Dibiayai Oleh:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM)
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Sesuai dengan Kontrak Penulisan dan Penerbitan Buku Tahun Anggaran 2021
Nomor: B‐/L.II/PP.00.9/04/2021
Sambutan Rektor
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
(Prof. Dr. H. SU’AIDI, M.A., Ph.D.)
B
erpedoman kepada UU No. 12 Tahun 2012, Pasal 1 Ayat 9, dijelaskan bahwa Tridharma
Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut dengan Tridharma adalah kewajiban
Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat. Dalam kegiatan penyelenggaraan tersebut, terdapat elemen‐elemen
yang saling bersinergi guna mencapai visi, misi dan tujuan pendidikan nasional secara umum,
dan tujuan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi secara khusus. Salah satu dari beberapa
elemen tersebut, yaitu dosen. Dosen merupakan salah satu komponen penting dalam
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa,
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yang meliputi kualitas iman/takwa, akhlak mulia,
dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta mewujudkan masyarakat
Indonesia yang maju, adil, Makmur, dan beradab.
Salah satu langkah yang dilakukan oleh UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai
salah satu kampus Islam terbaik di Provinsi Jambi dalam rangka mencapai visi, misi, dan
tujuan pendidikan nasional di atas adalahdengan melakukanaktivitaskonkretseperti
“Menulis Buku oleh Dosen”. Hal itu karena kegiatan menulis buku merupakan aktivitas
mengaktifkan sinergisitas antara ilmu pengetahuan dan realitas dalam fenomena sehari‐
harisupayatidakterjadi pemisahan konsep antara keduanya.Dosen sebagai seorang tenaga
profesional harus mampu menulis atau menghasilkan karya tulis. Dengan menulis, dosen akan
dapat leluasa menyampaikan ide, gagasan, dan pemikiran pada orang lain. Sungguh, karya
tulis merupakan warisan intelektual yang akan tetap hidup dan menghidupkan. Dengan
menulis berarti kita telah mewariskan kekayaan intelektual bagi generasi berikutnya.
Buku ini adalah salah satu bentuk nyata dari realisasi dan pengejewantahan ide
sinergisitas ilmu. Buku ini diharapkan dapat memberikan kontribusi penting untuk
melahirkan inspirasi‐inspirasi serta kesadaran baru dalam rangka pengembangan
iv | Jalaludin
keberilmuan kita sebagai bagian dari civitas akademika UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi yang muaranya diharapkan untuk pencapaian cita‐cita UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi seperti yang disebutkan di atas.
Semoga buku ini yang juga merupakan buku daras di UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi dapat memperoleh rida Allah SWT. Selain itu, hal yang tidak kalah penting, buku ini
juga dapat menjadi rujukan mahasiswa untuk memandu mereka memperoleh gambaran
konkret dari ide sinergisitas teori konsep penelitian dengan realita dalam fenomena
umum dalam dunia penelitian khususnya penelitian pendidikan pada Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Aamiin Ya Rabbal‐Alamin.
Jambi, 30 Juli 2021
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | v
Prakata
S
egala puji hanya milik Allah. Segala keagungan dan kemuliaan hanyalah milik‐Nya.
Dialah Allah yang menguasai kehidupan makhluk‐Nya dan memberikan aneka macam
kenikmatan yang tidak terhingga banyaknya. Selawat dan salam disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW. yang telah berjasa membimbing umat manusia menemukan jati diri
dan mengenal Tuhan‐Nya serta membangun masyarakat menjadi masyarakat madani.
Alhamdulillah, akhirnya buku ini dapat dipublikasikan. Di samping sebagai bahan bacaan
publik, buku ini juga digunakan sebagai bahan ajar (Buku Daras) di UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi sebagai referensi utama dalam mata kuliah “Metodologi Penelitian Tindakan
Kelas” di Perguruan Tinggi.
Penulis sangat menyadari, tulisan ini tentu tidak akan pernah ada jika tidak didukung dan
dibantu oleh mereka yang banyak terlibat dalam penulisan ini. Oleh karena itu,ucapan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi‐tingginya disampaikan kepada:
1. Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama Republik
Indonesia melalui bantuan Litapdimas Tahun Anggaran 2021;
2. Prof. Dr. H. Su’aidi Asy’ari, M.A., Ph.D. selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi yang selalu mendorong para Dosen untuk senantiasa meningkatkan potensi
inner capacity;
3. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi yang telah membiayai penulisan dan penerbitan Buku Daras ini;
4. Kepala Perpustakaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Kepala Perpustakaan
Program Pascasarjana UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi beserta stafnya yang
memberikan fasilitas kepada penulis untuk membaca, menulis, dan meminjam buku‐
buku di perpustakaan.
5. Dosen‐dosen sejawat di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi yang selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi guna
penyempurnaan Buku Daras ini;
vi | Jalaludin
6. Istri (Sri Hartati, M.Pd.), beserta keempat anakku (Bilqis Putri Aulia, Muhammad Rizki
al‐Munawwar, sikembar Aqila Putri Nazhifa dan Azkia Putri Nadhira) yang selalu
memberikan cinta, kasih, dan perhatian serta semangat dalam penyelesaian buku
daras ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga buku ini bermanfaat.
Jambi, Agustus 2021
Penulis
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | vii
Daftar Isi
Sambutan Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi ........................................................... iv
Prakata ......................................................................................................................................... vi
Daftar Isi .................................................................................................................................... viii
Bab I Recall Konsep PTK .............................................................................................................. 1
A. Definisi PTK....................................................................................................................... 2
B. Karakteristik PTK .............................................................................................................. 3
C. Prinsip‐Prinsip Dalam PTK ................................................................................................ 5
D. Model‐model PTK ........................................................................................................... 6
E. Jenis‐Jenis PTK ............................................................................................................... 14
F. Prosedur Sebelum Melakukan PTK ............................................................................... 15
G. Perbedaan Peran Guru sebagai Pengajar dan Pelaksana PTK ..................................... 19
H. Contoh Satu Proposal PTK yang Mendekati Kebenaran secara Teori dan Prinsip
PTK .................................................................................................................................. 22
Bab II Teknik Penelitian dan Instrumen Pengumpulan Data (IPD) PTK ................................. 82
A. Teknik Penelitian ............................................................................................................ 83
B. Gambaran Singkat IPD untuk PTK ................................................................................. 87
C. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS ................................................................................... 91
Bab III Lembaran Observasi ...................................................................................................... 92
A. Definisi Lembaran Observasi ......................................................................................... 93
B. Pentingnya Lembar Observasi dalam PTK ................................................................... 94
C. Syarat Sebuah Lembaran Observasi yang Baik ............................................................ 95
D. Lembaran Observasi untuk Grandtour (Mini Riset) ..................................................... 97
E. Lembaran Observasi Untuk Pelaksanaan Tindakan Dalam Siklus ............................. 102
F. Tahapan Melakukan Observasi ................................................................................... 105
G. Kelebihan dan Kekurangan Observasi ........................................................................ 106
H. Validitas dan Reliabilitas Lembaran Observasi ........................................................... 107
viii | Jalaludin
Bab IV Lembaran Wawancara .................................................................................................. 109
A. Definisi Lembaran Wawancara ................................................................................... 109
B. Jenis‐Jenis Wawancara ................................................................................................ 110
C. Kapan Lembar Wawancara dibutuhkan dalam PTK? .................................................. 113
D. Pentingnya Lembar Wawancara dalam PTK ............................................................... 113
E. Syarat Sebuah Lembaran Wawancara yang Baik ....................................................... 113
F. Ketentuan dalam Melakukan Wawancara dalam PTK ............................................... 115
G. Lembaran Wawancara Untuk Grandtour / Mini Riset ................................................. 118
H. Lembaran Wawancara untuk Pelaksanaan Tindakan dalam Siklus ........................... 121
I. Kelebihan dan Kekurangan Wawancara ..................................................................... 122
J. Validitas dan Reliabilitas Lembaran Wawancara ........................................................ 124
K. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS ................................................................................. 124
Bab V Lembaran Tes ................................................................................................................. 126
A. Tes Tertulis .................................................................................................................... 126
B. Tes Lisan ........................................................................................................................ 145
C. Tes Perbuatan .............................................................................................................. 149
D. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS ................................................................................. 156
Bab VI Lembaran Angket ......................................................................................................... 157
A. Definisi Lembaran Angket ............................................................................................ 157
B. Jenis‐Jenis Angket ........................................................................................................ 158
C. Kapan Lembaran Angket dibutuhkan dalam PTK? ..................................................... 159
D. Pentingnya Lembaran Angket dalam PTK .................................................................. 159
E. Syarat Sebuah Lembaran Angket yang Baik .............................................................. 160
F. Langkah dalam Menyusun Angket .............................................................................. 162
G. Ketentuan Menggunakan Angket dalam PTK ........................................................... 164
H. Skala Angket ................................................................................................................. 165
I. Lembaran Angket untuk Grandtour/Mini Riset ........................................................... 170
J. Lembaran Angket untuk Pelaksanaan Tindakan dalam Siklus ................................... 173
K. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Non‐Tes Angket .................................................. 175
L. Validitas dan Reliabilitas Lembaran Angket ................................................................ 175
M. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS ................................................................................. 176
Bab VII Dokumentasi dalam PTK ............................................................................................. 177
A. Definisi Teknik Dokumentasi dalam PTK ..................................................................... 177
B. Jenis‐Jenis Dokumen .................................................................................................... 178
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | ix
C. Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumentasi ...................................................... 184
D. Kapan Digunakan Dokumentasi dalam PTK? .............................................................. 185
E. Pentingkah Dokumentasi dalam PTK? ........................................................................ 185
F. Kelebihan dan Kekurangan Dokumentasi dalam PTK ............................................... 185
G. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS ................................................................................. 188
Bab VIII Teknik Analisis Data dalam PTK ................................................................................ 189
A. Teknik Analisis Data Kualitatif ..................................................................................... 189
B. Teknik Analisis Data Kuantitatif .................................................................................. 196
C. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS ................................................................................. 198
Bab IX Diseminasi Laporan PTK .............................................................................................. 199
A. Definisi Diseminasi Laporan PTK ................................................................................. 199
B. Teknik Melakukan Diseminasi Laporan PTK .............................................................. 200
C. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS ................................................................................. 201
Bab X Menulis Artikel dari Hasil PTK ...................................................................................... 202
A. Konsep Artikel untuk Jurnal Ilmiah ............................................................................. 202
B. Bentuk‐Bentuk Artikel Ilmiah ...................................................................................... 204
C. Pengubahan Hasil Penelitian Menjadi Artikel Ilmiah ................................................. 204
D. Tata Penulisan Artikel Ilmiah/Komponen Artikel pada Jurnal Ilmiah ....................... 206
Bab XI Menulis Buku dari Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ........................................ 238
A. Cara Mengubah Laporan Hasil PTK Menjadi Buku ..................................................... 238
B. Pentingnya Menulis Buku Ber‐ISBN dari Laporan PTK .............................................. 243
Bonus : Bahan Ajar Powerpoint Mata Kuliah Metodologi PTK ........................................... 244
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 256
Profil Penulis ............................................................................................................................ 259
x | Jalaludin
Bab I
Recall Konsep PTK
“Orang‐orang yang Berhenti Belajar, maka akan Menjadi Pemilik Masa Lalu.
Orang‐orang yang Masih Terus Belajar, maka akan Menjadi Pemilik Masa Depan”
(Quote From: Mario Teguh)
(Sumber Gambar: https://cdn0‐a.production.liputan6.static6.com/medias)
B
ab pertama buku ini diawali dengan quote yang penulis temukan saat membaca
sebuah artikel di internet. Quote ini mengingatkan kita sebagai pebelajar untuk terus
belajar tanpa henti, termasuk kegiatan me‐recall (mengulang kembali) konsep PTK
yang sudah pernah didapatkan pada mata kuliah Metodologi Penelitian Tindakan Kelas I
sebelumnya. Penulis merasa bahwa kegiatan recall konsep ini perlu dikupas kembali guna
memudahkan pembaca dalam memahami keterkaitan antara bab dengan bab berikutnya.
Zaman sekarang, sering kita (khususnya penulis) mendengar keluhan tentang beratnya
beban kerja guru. Pekerjaan guru cukup banyak, selain menjadi pendidik putra putri bangsa
dalam membentuk generasi berkarakter, guru juga wajib mengajar guna mencerdaskan anak
bangsa. Tidak sampai di sana, guru juga dituntut untuk melaksanakan kegiatan penelitian
(Novita, 2018: 1). Serupa dengan guru, Dosen sebagai pendidik dan pengajar di Perguruan
Tinggi juga dituntut untuk melakukan penelitian dalam rangka mengembalikan marwahnya
sebagai pelaksana Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian, dan
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 1
Pengabdian Masyarakat). Tidak lupa mahasiswa jurusan kependidikan baik PGSD/PGMI,
PAUD/PIAUD, dan mahasiswa dari fakultas ilmu pendidikan dengan berbagai program
studinya dituntut untuk melakukan PTK (sebagian besar) sebagai syarat akhir dalam
menyelesaikan studi.
Dari berbagai fakta di atas, maka pertanyaan dasarnya adalah “Mengapa harus
melakukan PTK?”. Nah, untuk menemukan jawabannya mari simak uraian di bawah ini. Chek
it Out Guys!
A. Definisi PTK
Mengingat ini adalah bab Recall, maka penulis langsung saja menguraikan definisi dari
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) itu sendiri yang penulis konstruk dengan bahasa yang mudah
dipahami pembaca dari berbagai literatur.
“Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan penelitian yang dilakukan oleh guru/ dosen/
mahasiswa/ peneliti dalam kelas yang diajarnya berdasarkan hasil refleksi diri dengan tujuan
memperbaiki kualitas pembelajaran melalui siklus‐siklus”.
Berdasarkan uraian definisi di atas, maka terlihat empat konsep penting yang penulis
tandai dalam bentuk “Bold” sebagai konsep inti PTK. Keempat konsep tersebut adalah
1. Pelakunya yaitu Guru, Dosen, Mahasiswa dan Peneliti lainnya;
2. Tempat dilakukannya yaitu kelas. Kelas yang dimaksudkan di sini bukanlah hanya
ruang berupa gedung, namun merupakan tempat berlangsungnya Proses Belajar
Mengajar (PBM) oleh guru dan siswa;
3. Dasar melakukannya adalah karena hasil refleksi diri (yaitu suatu kegiatan menanyai
diri sendiri/memikirkan dan merenungkan kembali atas praktik PBM yang sudah
dilakukan pada kelas yang dibimbingnya baik pada bagian ide, makna, nilai, dan
dampak atas praktik yang sudah dijalankan);
4. Tujuan melakukan PTK adalah untuk meningkatkan/memperbaiki kualitas
pembelajaran (bisa berupa meningkatkan hasil belajar, minat belajar, motivasi belajar,
aktivitas belajar, pengaturan jadwal pembelajaran siswa dan semua hal yang terkait
dengan kualitas PBM antara guru dan siswa);
5. Proses pelaksanaannya harus berupa “Siklus”. Inilah yang menjadi pembeda khas PTK
dengan penelitian pendidikan lainnya.
Nah, sekarang sudah paham ya dengan definisi PTK? Kalau sudah, kita lanjutkan kepada
sub bahasan “Karakteristik PTK”. Sebenarnya apa saja sih yang merupakan karakteristik (ciri
khas) PTK selain adanya siklus seperti yang sudah disebutkan di atas? Mau tau? Kalau begitu,
lanjutkan membacanya pada bahagian berikut ini ya !
2 | Jalaludin
B. Karakteristik PTK
Seperti halnya dengan penelitian lain, PTK juga punya karakteristik tersendiri. Beberapa
karakteristik (keunikan) yang dimiliki oleh PTK adalah
1. Permasalahan yang diangkat dalam PTK adalah permasalahan riil/ nyata dan aktual
dari guru (yang terjadi saat ini) dalam pembelajaran di kelas yang dibimbingnya.
Artinya masalah dalam PTK bukanlah masalah yang dihasilkan dari kajian teoritik atau
penelitian terdahulu melainkan masalah yang muncul dari hasil refleksi diri sang guru.
2. Tujuan melakukan PTK adalah untuk memperbaiki kualitas pembelajaran secara
bertahap dan terus menerus selama kegiatan penelitian dilakukan, bukan untuk
menguji teori ataupun menghasilkan teori. Hal ini sebagaimana dinyatakan juga oleh
Robert bahwa PTK adalah model pembelajaran yang memiliki transparansi tinggi
dalam menilai prestasi siswa setiap harinya (Robert P. Pelton, 2010: 5).
3. Proses pelaksanaan PTK adalah berbentuk siklus/ putaran. Siklus atau putaran adalah
prosedur tahapan dalam tindakan perbaikan yang dilakukan. Satu siklus dalam PTK
pada umumnya terdiri atas tiga kali pertemuan, dengan pertemuan pertama berisi
kegiatan mencobakan alternatif tindakan yang sudah dirumuskan sebelumnya,
pertemuan kedua berisi kegiatan membenahi hasil percobaan alternatif tindakan dan
pertemuan ketiga berisi kegiatan pemantapan guna melihat peningkatan kualitas
pembelajaran. Dalam satu kali melakukan PTK, jumlah siklusnya minimal 2. Hal itu
disebabkan karena jika hanya dilakukan dalam satu siklus, maka belum dapat
dirasakan kelancaran prosesnya oleh si guru.
4. Adanya kolaborasi dalam praktik pelaksanaan penelitiannya. Kolaborasi dapat terjadi
antara Guru, Dosen, Peneliti, dan Siswa. Dalam pelaksanaanya, setiap individu yang
terlibat dalam PTK mempunyai tanggungjawab dan kepentingan yang berbeda namun
tetap dalam tujuan yang sama yaitu memperbaiki dan meningkatkan kualitas PBM.
Beberapa model PTK yang dilakukan secara kolaboratif antara pihak guru dan pihak
lain adalah sebagai berikut:
a. PTK kolaboratif Guru dengan Guru lain dalam Mata Pelajaran yang sama. Ataupun
Dosen yang satu dengan Dosen yang lain namun mengajar mata kuliah yang
sama. Dalam pelaksanaan penelitian, salah satu Guru/Dosen bertindak sebagai
perancang dan pelaksana tindakan sedangkan Guru/Dosen lain sebagai pengamat
yang melakukan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi sebagai akibat
dari tindakan yang diambil.
b. PTK kolaboratif Guru dengan Mahasiswa dengan tujuan menyusun karya ilmiah,
baik berupa skripsi, tesis maupun disertasi. Di sini, bisa saja guru sebagai peneliti
dan mahasiswa yang berkolaborasi dengan guru sebagai pengamat guna
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 3
menyelesaikan tugas akhirnya. Atau bisa juga guru sebagai pelaksana tindakan
atas rancangan desain penelitian oleh mahasiswa selaku peneliti (pemberi ide).
Artinya guru membantu mahasiswa dalam melaksanakan tindakan di kelas yang
dikelolanya.
c. PTK kolaboratif Guru dengan Dosen dengan tujuan menyusun karya ilmiah Dosen
yang bersangkutan. Namun, hasil penelitian tetap dapat digunakan bersama‐
sama oleh guru dengan Dosen (Tanujaya dan Mumu, 2016: 10).
Menambahkan pendapat lain dalam buku Sara dan Ruth bahwa terdapat lima (5)
karakteristik unik dari PTK. Kelima keunikan PTK tersebut adalah sebagai berikut (Sara Efrat
Efron dan Ruth Ravid, 2013: 7);
1. Konstruktivis
Penelitian Tindakan Kelas lebih dianggap sebagai penghasil pengetahuan, bukan
sebagai penerima dan pelaksana pengetahuan yang dihasilkan oleh para ahli diluar
sana. Dari perspektif ini, praktisi adalah professional yang mampu membuat
keputusan berdasarkan informasi mereka sendiri dan mampu memikul
tanggungjawab atas tindakan berbasis penelitian dari mereka sendiri.
2. Situasional
Situasional yang dimaksudkan di sini adalah bahwa PTK bertujuan untk memahami
konteks unik studi mereka dan peserta yang terlibat.
3. Praktis
Praktis di sini mengandung arti bahwa peneliti PTK memilih pertanyaan yang mereka
rencanakan untuk diselidiki berdasarkan keprihatinan mereka sendiri dan bidang
profesi yang diminati sehingga hasil studi yang mereka lakukan sangat relevan dengan
peningkatan praktik mereka.
4. Sistematis
PTK dilakukan secara sengaja, direncanakan dengan matang, sistematis dan metodik.
Proses penelitian tindakan kelas harus dilakukan secara sistematis agar menghasilkan
hasil yang dapat dipercaya dan bermakna.
5. Siklus
Siklus artinya adalah bahwa PTK dimulai dengan pertanyaan penelitian dan diakhiri
dengan penerapan pengetahuan yang diperoleh yang mengarah ke pertanyaan baru
dan siklus penelitian yang baru.
Itulah beberapa karakteristik (keunikan) PTK dari penelitian pendidikan lainnya. Semoga
dengan uraian ini, mampu membawa pembaca kepada pemahaman yang lebih jelas tentang
4 | Jalaludin
PTK. Nah, sekarang model‐model PTK itu apa saja ya? Apakah kita boleh membuat model
sendiri untuk PTK yang akan kita lakukan? Untuk menemukan jawabannya, mari teruskan
membaca serta memahami uraian “Model‐model PTK” di bawah ini! Namun sebelum itu, kita
juga harus sudah tau nih dengan prinsip‐prinsip PTK itu sendiri. Seperti apa prinsip dalam PTK?
Yuk kita simak ulasan berikut!
C. Prinsip‐Prinsip Dalam PTK
Berdasarkan uraian mengenai pengertian dan karakteristik PTK di atas, tentunya kita
dapat mengidentifikasi prinsip‐prinsip dalam PTK itu sendiri. Apa saja ya prinsip‐prinsip dalam
PTK itu? Yuk kita bahas prinsip‐prinsip PTK berdasarkan pendapat ahli, yaitu Hopkins (1992)
yang menyatakan ada enam (6) prinsip penting dalam PTK. Keenam prinsip tersebut adalah
(Subyantoro, 2019:25‐26):
1. PTK tidak boleh menganggu kegiatan pendidik mengajar di kelasnya.
2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan
sehingga menganggu proses pembelajaran. Oleh karena itu,sejauh mungkin harus
digunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh pendidik
sementara ia tetap aktif berfungsi sebagai pendidik yang bertugas secara penuh.
3. Metode yang digunakan harus cukup andal (reliable) sehingga memungkinkan
pendidik mengidentifikasikan serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan,
mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta
memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang
dikemukakannya. Meskipun ada kelonggaran, penerapan asas‐asas dasar telaah yang
taat kaidah tetap harus dipertahankan.
4. Masalah penelitian yang diangkat oleh pendidik seharusnya merupakan masalah yang
memang benar‐benar merisaukannya dan bertolak dari tanggung jawab
profesionalnya.
5. Dalam menyelenggarakan PTK, pendidik harus selalu bersikap konsisten menaruh
kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Prakarsa penelitian harus dikomunikasikan dengan pimpinan lembaga,
disosialisasikan kepada teman sejawat, dilakukan sesuai dengan kaidah‐kaidah ilmiah,
dilaporkan hasilnya sesuai dengan tata krama penyusunan karya ilmiah, disamping
tetap mengedepankan kemashlahatan subjek didik.
6. Dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin pendidik harus menggunakan wawasan yang
lebih luas daripada perspektif kelas. Artinya permasalahan tidak dilihat terbatas dalam
konteks kelas dan/atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi dan
visi sekolah secara keseluruhan.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 5
D. Model‐model PTK
Sebelum melakukan PTK, maka si peneliti (Guru, Dosen, Peneliti dan Mahasiswa) harus
membaca dan memahami terlebih dahulu model PTK yang akan digunakannya berdasarkan
model‐model yang dikembangkan oleh ahli‐ahli PTK. Beberapa model PTK yang telah dikenal
adalah (1) Model Kurt‐Lewin, (2) Model Kemmis dan Taggart, (3) Model Dave Ebbut, (4) Model
John Elliot, (5) Model Mc Keman, (6) Model Risel, (7) Model Taba‐Noel, (8) Model Lip Radke,
(9) Model Cheecland, (10) Model Sagor dan (11) Model DDAER (Tanujaya dan Mumu, 2016: 17).
Namun, dari kesebelas model‐model PTK di atas, maka model PTK yang paling terkenal
dan paling banyak digunakan oleh peneliti dalam melakukan PTK adalah Model Kemmis dan
Taggart (Aqib, 2017: 15). Lain hal dengan Aqib, Darmadi (2015: 208) menyampaikan bahwa
berdasarkan konsep dasarnya ada beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan
dalam dunia pendidikan, yaitu Model Kurt Lewin, Model Kemmis dan Taggart, Model Hohn
Elliot dan Model Dave Ebbut. Dengan demikian, yang akan dijelaskan dalam buku ini hanyalah
Model Kurt Lewin dan Model Kemmis dan Taggart. Hal ini juga terkait dari pengalaman
penulis dalam melakukan bimbingan skripsi mahasiswa, model yang dipakai dan diminati
mahasiswa hanya Model Kurt Lewin dan Model Kemmis dan Taggart.
Mungkin pembaca bertanya, ada apa dengan Model Kurt Lewin dan Model Kemmis dan
Taggart? Kenapa paling diminati oleh peneliti PTK? Nah, untuk mendapatkan jawabannya, ayo
simak penjelasan di bawah ini!
1. Model Kurt Lewin
a. Definisi Model Kurt Lewin
Model Kurt Lewin merupakan model PTK yang menjadi acuan dari berbagai model PTK
lainnya karena Kurt Lewin adalah orang yang pertama kali memperkenalkan konsep
Penelitian Tindakan. Kurt Lewin menyatakan “Action research is proceeds in a spiral of
steps, each of which is composed of a circle of planning, action and fact‐finding about
the result of the action”. Bisa disimpulkan bahwa Penelitian tindakan menurut Kurt
Lewin adalah sebuah spiral yang mencakup (1) penemuan fakta, (2) perencanaan, (3)
pengambilan tindakan, (4) evaluasi dan (5) perbaikan rencana sebelum melaksanakan
siklus selanjutnya” (Tanujaya dan Mumu, 2016: 18).
b. Tahapan Setiap Siklus Model Kurt Lewin
Berdasarkan definisi di atas, maka tahapan melakukan PTK dari Model Kurt Lewin
adalah
6 | Jalaludin
1) Perencanaan (Planning)
Tahap perencanaan ini berisi kegiatan awal yang harus dilakukan guru sebelum
memutuskan tindakan. Perencanaan merupakan hasil penyelidikan yang digunakan
guru sebagai acuan untuk merancang tindakan yang akan dilaksanakan dalam
penelitian. Dari hasil penelusuran sumber dan pengalaman mengajar penulis, maka
permasalahan yang terjadi dalam kelas yang dikelola guru sebagai sumber masalah
PTK terbagi atas tujuh ruang lingkup, yaitu (a) Siswa (kedisiplinan rendah, motivasi
belajar rendah, keterampilan berpikir kritis rendah, kemampuan memecahkan
masalah rendah dan hasil belajar rendah), (b) Guru (Metode, model, strategi,
pendekatan dan teknik pembelajaran kurang bervariasi atau tidak sesuai dengan
karakteristik materi ajar), (c) Materi Pelajaran (Urutan dalam penyajian materi,
pengorganisasian materi, dan integrasi materi belum maksimal), (d) Peralatan atau
sarana pendidikan (Pemanfaatan laboratorium kurang maksimal, penggunaan
media pembelajaran dan sumber belajar tidak maksimal), (e) Hasil Pembelajaran
(Kognitif, Afektif dan Psikomotor masih jauh di bawah KKM sekolah), (f) Lingkungan
(penataan ruang kelas, penataan lingkungan sekolah dsb), dan (g) Pengelolaan
(Pengelompokan siswa, pengaturan jadwal pelajaran, pengaturan tempat duduk
siswa, penataan ruang kelas dsb) (Darmadi, 2015: 13‐14). Penyebab permasalahan
PTK (yang tujuh ruang lingkup di atas) hanya akan diketahui oleh guru apabila guru
melakukan penyelidikan holistik atas kesemua ruang lingkup masalah PTK.
Penyelidikan yang bersifat holistik tersebut dimaksudkan untuk memperoleh data
akurat dari akar masalah yang terjadi. Sebelum memutuskan akar masalah yang
sebenarnya terjadi, maka guru harus melakukan proses “triangulasi”.
Triangulasi merupakan sebuah cara untuk membantu guru dalam memutuskan
atau mengambil keputusan terhadap akar permasalahan PTK yang akan dilakukan
dengan melibatkan beberapa teknik serta instrumen penelitian. Salah satu contoh,
jika ruang lingkup yang dirasa guru bermasalah dari kelas yang dibimbingnya adalah
Hasil Belajar siswa yang rendah (kognitif), maka hal yang pertama sekali dilakukan
guru adalah dengan melihat dokumen hasil rata‐rata Ulangan Harian (UH) siswa (di
sini teknik yang digunakan adalah dokumentasi dengan instrumen lembaran hasil UH
siswa). Hasil rata‐rata UH siswa saja, belum cukup dalam memutuskan akar masalah.
Masih perlu crosscheck (pemeriksaan lanjutan) dengan teknik penelitian yang lain,
misalnya dengan menggunakan teknik wawancara kepada diri guru sendiri dan siswa.
Wawancara terhadap siswa dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan dengan mengambil beberapa sampel dari siswa (Siswa kemampuan
tinggi, sedang dan rendah) untuk mengungkap akar masalah yang terjadi (kenapa
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 7
Hasil Belajar siswa menurun). Setelah teknik wawancara selesai dilakukan, maka tahap
selanjutnya adalah menganalisis hasil wawancara tersebut. Dari hasil analisis akan
muncul beberapa poin yang menjadi akar masalah penyebab rendahnya Hasil Belajar
siswa.Semisal beberapa poin yang menjadi akar masalah rendahnya Hasil Belajar siswa
di kelas tersebut adalah karena: (1) Materi yang dipelajari terlalu rumit, (2) Cara
penyampain guru terlalu cepat, (3) guru kurang memotivasi siswa, (4) guru tidak
menggunakan media, dan lain sebagainya. Dari ke‐empat point di atas, maka tidak
semuanya yang menjadi akar masalah. Untuk memastikan akar masalahnya, maka
masih diperlukan teknik kuesioner (angket) kepada siswa. Angket adalah teknik yang
dilakukan untuk memperoleh pendapat seseorang melalui pengajuan beberapa
pertanyaan baik dalam bentuk pernyataan ataupun pertanyaan. Seluruh siswa
diberikan angket untuk melakukan crosscheck kembali terhadap hasil analisis
wawancara dan dokumentasi. Setelah itu, baru dilakukan tahap analisis akhir. Dari
hasil analisis akhir ini maka guru melakukan pemeriksanaan kesesuaian informasi yang
diperoleh dari ketiga metode dalam triangulasi tersebut.
Setelah melakukan penyelidikan melalui metode triangulasi, maka guru perlu
merancang penelitian dengan seksama untuk melakukan terapi kepada siswa dengan
berbagai alternatif tindakan. Tindakan yang dilakukan bersumber dari hasil
penyelidikan yang dilakukan sebelumnya. Pada tahap ini guru mesti menentukan
indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan tindakan yang dilakukan.
Dengan demikian dalam tahap perencanaan, beberapa hal yang perlu dilakukan
adalah
(a) Penemuan akar masalah yang dihadapi dengan men‐triangulasi melalui triangulasi
metode;
(b) Penemuan tindakan sebagai bentuk alternatif terbaik untuk pemecahan masalah;
(c) Penyusunan tindakan secara rinci, termasuk penetapan indikator keberhasilan
tindakan.
2) Tindakan (Acting)
Tahap tindakan merupakan tahap lanjutan dari tahap perencanaan. Pada tahap
ini, tindakan yang dilakukan merupakan upaya untuk memperbaiki akar permasalahan
dalam PBM berdasarkan hasil penyeldikan secara holistik. Pertimbangan pemilihan
tindakan dalam PTK dapat didasarkan kepada kajian teoritik dari tindakan yang dipilih.
Selain itu juga ditentukan berdasarkan pertimbangan fasilitas, sarana, dan prasarana
yang diperlukan dalam melaksanakan tindakan, termasuk alat peraga dan susunan
kelas yang sesuai dengan tindakan yang terpilih. Setelah terpilihnya tindakan, langkah
8 | Jalaludin
selanjutnya adalah penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dari
tindakan yang terpilih dengan memasukkan prosedur pelaksanaan model secara rinci.
Dalam RPP dinyatakan model yang terpilih tersebut dengan membuatkan langkah‐
langkah secara operasional agar akar permasalahan terselesaikan.
3) Pengamatan (Observing)
Tahap pengamatan (observing) merupakan lanjutan dari tahap tindakan. Pada
model Kurt Lewin, kegiatan observasi dilakukan dalam tahap tersendiri. Observasi
dilakukan dengan mengamati kesesuaian antara RPP yang sudah disusun dengan
fakta di lapangan. Khususnya untuk melihat kesesuaian tindakan dengan indikator
ketercapaian/ keberhasilan tindakan terpilih. Kegiatan observasi ini dapat dilakukan
dengan kolaborasi guru dan teman sejawat, guru dengan mahasiswa yang sedang
melakukan penelitian, ataupun guru dengan mahasiswa yang sedang melakukan
Praktik Pengalaman Lapangan Kependidikan (PPLK). Tahap pelaksanaan observasi ini
harus menggunakan instrumen penelitian, yaitu berupa lembaran observasi yang
sebelumnya sudah dipersiapkan oleh guru (peneliti). Lembaran observasi digunakan
untuk mencatat aktivitas yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung, baik yang
terlihat dilakukan oleh siswa ataupun yang tidak terlihat dilakukan siswa. Selain
menggunakan lembaran observasi, pengamatan juga dapat dilakukan dengan teknik
dokumentasi. Dokumentasi dapat disajikan dalam bentuk foto, video terkait praktik
tindakan yang dilakukan.
Intinya adalah kesesuaian akar masalah dengan alat ukurnya. Kita kembali ke
contoh yang di atas, yaitu rendahnya hasil belajar ranah kognitif siswa yang
disebabkan karena metode, strategi, model dan pendekatan guru yang kurang
inovatif dan kreatif. Maka alat yang dipakai untuk pengamatan bisa berupa lembar
observasi terkait pelaksanaan tindakan dengan model yang dipilih sebagai solusi atas
akar masalah, lalu bisa saja dengan meng‐videokan jalannya PBM agar di rumah bisa
dilihat kembali untuk dilakukan perbaikan jika ternyata masih kurang maksimal
jalannya.
4) Refleksi (Reflecting)
Tahap refleksi merupakan tahap penentuan sudah berhasil atau belumnya
tindakan yang sudah dilakukan. Ini merupakan tahap terakhir dalam siklus pertama
pada model PTK Kurt Lewin. Hasil observasi dijadikan sebagai dasar jawaban tentang
segala sesuatu yang terjadi setelah kegiatan tindakan dilakukan. Dalam rangka untuk
mendapatkan informasi yang lebih fokus, refleksi dilakukan dengan menggunakan
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 9
bahan yang telah diperoleh sebelumnya dalam bentuk hasil observasi, hasil
dokumentasi, hasil tes, hasil kuesioner (angket) dan hasil pengamatan lainnya.
Langkah terakhir ini menjadi awal untuk dimulainya siklus kedua. Dengan demikian,
butuh kejernihan hati dan pikiran dalam memutuskan tindakan perbaikan apa yang
akan dilakukan pada awal siklus kedua (Novita, 2017: 22‐27).
Keempat tahapan model PTK Kurt Lewin di atas, jika digambarkan maka akan terlihat seperti
gambar 1.1 di bawah ini:
PERENCANAAN
(PLANNING)
REFLEKSI TINDAKAN
(REFLECTING) (ACTING)
PENGAMATAN
(OBSERVING)
Gambar 1.1 Tahapan PTK Model Kurt Lewin
(Sumber: Tanujaya dan Mumu, 2016: 19)
c. Kelebihan Model Kurt Lewin
Beberapa kelebihan Model Kurt Lewin adalah sebagai berikut:
1) Merupakan model acuan dari mode‐model PTK lainnya. Hal itu karena Model
Kurt Lewin adalah model pertama yang dimunculkan oleh ahli bernama Kurt
Lewin.
2) Langkah melakukan PTK dengan model ini cukup mudah dilakukan.
d. Kekurangan Model Kurt Lewin
Mengingat ini adalah model rintisan dari model‐model PTK lainnya, maka pasti
ada beberapa kekurangan yang ditemukan saat melakukan PTK dengan model ini.
Termasuk yang penulis rasakan sendiri dari hasil penelitian pada kelas yang penulis
10 | Jalaludin
bimbing di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan IAI Yasni Bungo) beberapa
kelemahannya adalah
1) Meskipun langkah penelitian dengan Model Kurt Lewin ini cukup sederhana,
kesederhanaan itu tidak menguntungkan pada sisi kualitas hasil penelitian
yang dihasilkan. Sedikit sulit untuk mendapatkan data yang valid dengan
model ini karena proses pelaksanaan tindakan dengan waktu observasi tidak
bersamaan. Hal ini mengakibatkan data yang didapatkan di saat observasi
bukan lagi seperti keadaan sebenarnya saat tindakan berlangsung.
2) Tidak disertakannya tahap yang cukup penting setelah dilakukannya refleksi
diri pada model ini sehingga menimbulkan pemahaman bahwa setelah
dilakukan refleksi diri, maka PTK sudah berhenti. Tahap inilah yang disebut
oleh Kemmis and Taggart sebagai tahap Perencanaan Ulang (Revised Plan).
Apalagi jika kita melihat kembali tahapan dari kesebelas model PTK dalam buku
“PTK Tidak Horor” terdahulu, semuanya menyertakan perencanaan ulang
untuk siklus II sebagai rangkaian tahapan penelitiannya. Peluang ini yang
diambil Kemmis dan Taggart untuk mengembangkan model PTK Kemmis dan
Taggart seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
2. Model Kemmis dan Taggart
a. Definisi Model Kemmis dan Taggart
Model Kemmis dan Taggart merupakan model kedua yang dikembangkan atas
dasar kelemahan dari Model Kurt Lewin. Menurut Tanujaya dan Mumu (2016: 22) Model
Kemmis dan Taggart adalah sebuah model yang berbentuk jalinan dalam satu kesatuan
yang terdiri dari komponen yaitu perencanaan, tindakan dan pengamatan, refleksi, dan
perencanaan ulang.
b. Tahapan Setiap Siklus Model Kemmis dan Taggart
1) Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap perencanaan pada Model Kemmis dan Taggart tidak jauh berbeda
dengan model Kurt Lewin. Terdapat sedikit perbedaan dalam hal tahap pertama
ini. Pada Kurt Lewin, tahap pertama dalam perencanaan adalah menemukan akar
permasalahan yang terjadi melalui kegiatan “triangulasi”. Namun, pada Model
Kemmis dan Taggart, tugas pertama guru bukanlah mencari akar permasalahan
yang terjadi, namun menemukan gagasan umum yang ingin dikembangkan.
Gagasan umum dapat berasal dari gagasan baru yang menjanjikan atau dari praktik
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 11
yang sudah ada sebelumnya, namun belum berhasil mengatasi permasalahan yang
terjadi.
Persiapan selanjutnya yang perlu dilakukan guru yang akan melaksanakan PTK
adalah melakukan kajian dengan baik mengenai tindakan yang akan diambil dalam
menyelesaikan masalah pada kelas yang diampu. Sama halnya dengan tahap
perencanaan pada Kurt Lewin, dalam penentuan tindakan guru harus melakukan
kajian mendalam terkait tindakan yang diambil, baik dari segi teoritis, maupun
praktisnya. Seperti ketersediaan sarana dan prasarana di kelas, karakteristik
peserta didik, waktu, dan teknologi yang tersedia.
2) Tahap Tindakan dan Pengamatan (Acting and Observing)
Pada tahap kedua inilah yang menjadi hal pembeda antara Model Kurt Lewin
dengan Model Kemmis and Taggart. Pada model Kemmis and Taggart, tahap
tindakan dengan pengamatan dilakukan dalam waktu bersamaan. Artinya di saat
guru melakukan tindakan, maka guru langsung melakukan pengamatan. Hal ini
mengandung pengertian bahwa semua kegiatan dalam tahap tindakan dan
pengamatan harus dilakukan secara bersamaan/ serempak. Instrumen yang
diperlukan dalam tahapan ini harus dipersiapkan, mulai dari lembaran observasi,
dokumentasi, lembaran wawancara dan angket maupun catatan harian.
Pengamatan yang dilakukan sebaiknya tidak melenceng dari akar masalah yang
telah diidentifikasi sebelumnya.
Setelah dilakukan tindakan dan pengamatan (observasi), maka hasilnya
langsung dianalisis untuk melihat dan mengetahui sejauh mana peningkatan dan
perbaikan permasalahan di kelas dengan tindakan yang terpilih sebelumnya. Di
samping itu, tentu saja hasil analisis ini menjadi bahan refleksi diri bagi si guru sesuai
dengan tahapan yang ketiga dari Model Kemmis dan Taggart.
3) Tahap Refleksi (Reflecting)
Refleksi merupakan aktivitas perenungan/peninjauan kembali oleh guru
terhadap hasil pengamatan dan tindakan yang dilakukan dalam menyelesaikan
masalah PTK di kelasnya. Instrumen penelitian yang digunakan selama proses
penelitian adalah data akurat dalam merefleksi tindakan terpilih. Cara mudah
dalam melakukan refleksi ini bagi guru adalah dengan menyakan kepada diri guru
sendiri mengenai tindakan yang telah dicobakan kepada siswa, misalnya dengan
pertanyaan: (a) apakah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dengan tindakan
yang saya terapkan dalam penelitian ini?(b) apakah terdapat kekeliruan saya dalam
12 | Jalaludin
melakukan PTK dengan tindakan yang saya pilih tadi? (c) apakah tindakan saya
berhasil?, (d) haruskah tindakan terpilih ini sebaiknya dimodifikasi agar hasilnya
lebih baik lagi?, atau (e) apakah perlu diganti tindakan ini?, dan (6) bagaimana
melakukannya?. Beberapa pertanyaan tersebut sekiranya dapat membantu guru
dalam melakukan kegiatan refleksi.
4) Tahap Perencanaan Ulang (Revised Plan)
Pada Model Kemmis dan Taggart ini, kegiatan perencanaan tindakan ulang
mesti harus dilakukan. Hal itu didasarkan atas logika bahwa pasti terdapat saran
dan perbaikan terhadap tindakan yang telah dilakukan. Menurut Kemmis dan
Taggart, mustahil dalam satu kali siklus penelitian akar permasalahan bisa
terselesaikan dengan sempurna. Oleh karena itu, diperlukan tindakan lanjutan
untuk memperbaiki praktik yang sudah dilakukan tersebut guna mendapatkan hasil
yang diinginkan. Hal inilah yang menjadi salah satu dari beberapa keunggulan
Model Kemmis dan Taggart seperti yang akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.
Keempat tahapan Model Kemmis dan Taggart di atas, Jika digambarkan,
seperti gambar 1.2 di bawah ini:
Gambar 1.2 Tahapan PTK Model Kemmis and Taggart
(Sumber: Valsa Koshy dalam Tanujaya dan Mumu, 2016: 22)
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 13
c. Kelebihan Model Kemmis dan Taggart
Beberapa kekurangan/kelemahan dari Model Kurt Lewin menjadi kelebihan Model
Kemmis dan Taggart. Hal itu karena model ini berkembang dari hasil pengkajian ulang
terhadap Model Kurt Lewin sebelumnya.
Beberapa kelebihan Model Kemmis dan Taggart adalah
1) Proses pelaksanaan tindakan dengan waktu observasi dilakukan secara
bersamaan. Hal ini tentu akan membantu peneliti dalam mendapatkan data
yang lebih akurat dan valid karena data yang didapatkan di saat observasi
merupakan gambaran keadaan sebenarnya saat tindakan berlangsung.
2) Disertakannya tahap yang cukup penting setelah dilakukannya refleksi diri
yaitu Perencanaan Ulang (Revised Plan) sehingga tergambar dengan jelas
bagaimana rangkaian kegiatan memasuki siklus berikutnya (siklus 2).
d. Kekurangan Model Kemmis dan Taggart
Adapun kekurangan Model Kemmis dan Taggart ini berdasarkan olah informasi
buku, maka dapat penulis simpulkan bahwa satu kekurangan Model Kemmis dan
Taggart adalah “Kurang terperincinya kegiatan setiap tindakan”. Dengan demikian,
sangat tidak mungkin untuk menyelesaikan masalah dalam satu mata pelajaran yang
terdiri dari beberapa materi (pokok bahasan) dengan hanya satu langkah dalam satu
tindakan (Tanujaya dan Mumu, 2016: 25).
E. Jenis‐Jenis PTK
Menurut jenisnya, PTK dapat dibedakan atas empat (4) jenis, yaitu
1. PTK Jenis Diagnostik
Yaitu PTK yang dilakukan untuk menuntun peneliti ke arah suatu tindakan karena
suatu masalah yang terjadi, misalnya adanya konflik antar siswa di kelas atau adanya
pertengkaran di antara siswa dsb.
2. PTK Jenis Partisipan
Yaitu PTK yang dilakukan dengan keterlibatan langsung peneliti dari awal sampai akhir
proses berupa hasil penelitian yaitu laporan PTK.
3. PTK Jenis Empirik
PTK yang dilakukan apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau
aksi dan membukukan apa yang dilaksanakan dan apa yang terjadi selama aksi
berlangsung (Aqib, 2017: 15).
14 | Jalaludin
4. PTK Jenis Eksperimental
Yaitu PTK yang dilakukan sebagai upaya menerapkan berbagai teknik, metode,
ataupun strategi dalam pembelajaran secara efektif dan efesien dalam suatu kegiatan
belajar mengajar (Darmadi, 2015: 30).
Agak sedikit berbeda dengan dua pandangan di atas terkait dengan Jenis‐Jenis PTK,
Jasa Ungguh Muliawan (2010: 6) menyatakan tiga jenis PTK, yaitu
1. PTK Jenis Penelitian Kasus
Merupakan PTK yang bertujuan untuk meneliti dan menelusuri akar masalah/
persoalan yang muncul di kelas. Setelah itu menemukan solusi dan jalan keluar terbaik
untuk menyelesaikannya.
2. PTK Jenis Penelitian Eksperimen
Merupakan PTK yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi terkait
treatment (perlakukan) atau pengkondisian yang telah diterapkan sebelumnya.
Berarti telah ada scenario tersamar yang dilakukan secara sengaja oleh si peneliti.
3. PTK Jenis Penelitian Deskriptif
Merupakan PTK yang tidak ditujukan untuk memecahkan masalah atau menemukan
suatu yang baru dari objek yang diteliti, namun merupakan penelitian yang bertujuan
untuk memaparkan, menjelaskan, menggambarkan dan melaporkan kondisi objek
yang diamati apa adanya.
F. Prosedur Sebelum Melakukan PTK
Sebelum melakukan PTK, maka terdapat beberapa alur yang harus dilakukan oleh peneliti
(guru, dosen, dan mahasiswa). Alur tersebut penulis namakan dengan “Tahap Eksplorasi
Masalah” sebelum munculnya judul PTK. Subbab E ini sengaja penulis muat dalam buku
“Penelitian Tindakan Kelas: Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data” karena masih
banyak para peneliti baik guru ataupun mahasiswa yang akan menyelesaikan studi mengalami
problema “salah langkah” dalam memulai sebuah PTK. Sebagian besar mahasiswa yang
penulis bimbing, di saat melakukan bimbingan pertama kali, mereka langsung menyodorkan
judul proposal skripsi PTK. Di saat penulis tanyakan, mengapa memilih judul ini? Apa yang
terjadi pada kelas dan sekolah yang terdapat dalam judul proposal Saudara? Kebanyakan dari
mereka tidak bisa menjawab. Hal itu karena mereka tidak melakukan tahapan “Eksplorasi
Masalah” melalui grandtour/mini riset terlebih dahulu sebelum memutuskan judul PTK‐nya.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa ada juga mahasiswa yang mampu untuk
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 15
menjelaskan alasan pemilihan judul yang diajukan karena didasarkan pada pengalamannya
waktu melakukan PPLK II di SD/MI.
Selama Proses Belajar Mengajar, baik guru, dosen ataupun mahasiswa (melalui kegiatan
PPLK II) lambat laun pasti akan merasakan adanya suatu kesenjangan antara harapan dengan
kenyataan yang terjadi. Dalam dunia penelitian, kesenjangan antara harapan dengan
kenyataan itu disebut dengan “Masalah”. Nah, di sinilah awal mula PTK itu dimulai. Apakah
itu? Ya, Identifikasi Masalah. Lalu setelah identifikasi masalah, apa lagi? Yuk, mari pelajari
tahap per tahap “Eksplorasi Masalah” dalam PTK sebelum “Launchingnya Judul PTK”.
1. Tahap Identifikasi Masalah Negatif
Tahap identifikasi masalah negatif diawali dengan:
a. Menulis/mencatat semua hal negatif yang tampak saat melakukan Grandtour/mini
riset
b. Mengklasifikasikan masalah negatif yang terlihat kedalam tujuh (7) ruang lingkup
masalah/ sasaran objek PTK yaitu seperti tabel 1.1 di bawah ini:
Tabel 1.1 Ruang Lingkup Masalah PTK
No Ruang Lingkup Masalah PTK Contoh
- Kedisiplinan rendah
- Motivasi belajar rendah
1 Unsur Siswa
- Keterampilan berpikir kritis rendah
- Kemampuan memecahkan masalah rendah
- Model, metode, strategi, pendekatan,
teknik dan taktik pembelajaran kurang
variatif
2 Unsur Guru
- Model, metode, strategi, pendekatan,
teknik dan taktik pembelajaran tidak sesuai
dengan karakteristik materi
- Urutan dalam penyajian materi tidak tepat
3 Unsur Materi Pelajaran - Pengorganisasian materi belum maksimal
- integrasi materi belum maksimal
- Pemanfaatan laboratorium kurang
Unsur Peralatan/ Sarana maksimal
4
Pendidikan - Penggunaan media pembelajaran kurang
maksimal
16 | Jalaludin
- Penggunaan sumber belajar kurang
maksimal
- Hasil belajar kognitif siswa masih jauh di
Unsur Hasil Pembelajaran
bawah KKM sekolah
- Hasil belajar afektif siswa masih jauh di
5
bawah KKM sekolah
- Hasil belajar psikomotor siswa masih jauh di
bawah KKM sekolah
- Penataan ruang kelas kurang maksimal
6 Unsur Lingkungan - Penataan lingkungan sekolah yang
menunjang kualitas PBM kurang maksimal
- Pengelompokan siswa belum tepat
- Pengaturan jawal pelajaran belum tepat
7 Unsur Pengelolaan
- Pengaturan tempat duduk siswa masih
belum maksimal
c. Mengurutkan dari hal yang paling ringan masalahnya sampai ke yang paling
merisaukan (bisa dengan melihat kepada banyaknya siswa yang mengalami atau di
ruang lingkup mana yang sering nampak muncul masalah).
d. Mengambil beberapa masalah (dua sampai tiga) dari hasil peng‐urutan
berdasarkan kepada tingkatan masalah yang sangat merisaukan hati guru.
2. Tahap Menganalisis Masalah
Setelah dilakukannya tahapan “Identifikasi Masalah” yang menghasilkan beberapa
masalah yang akan diteliti, maka pada tahapan “Menganalisis Masalah” ini tugas dari
peneliti adalah memilih satu masalah yang paling urgen, yang paling merisaukan guru
dan paling problematik. Artinya dari dua atau tiga permasalahan yang didapatkan, maka
pilih satu masalah yang dirasa mendesak untuk segera diteliti (apabila tidak segera
diteliti, hal itu akan berdampak kepada kualitas pembelajaran siswa dan pada berbagai
persoalan lain).
3. Tahap Menetapkan Masalah
Setelah ditetapkannya masalah yang urgen untuk segera diteliti, maka peneliti harus
menetapkan masalah yang akan diteliti dengan cara:
a. Menentukan masalah umum (contoh: Hasil Belajar Tema Lingkungan di SD X Jambi
masih rendah, atau Minat Belajar anak pada tema lingkunganku masih rendah)
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 17
b. Menentukan masalah spesifik (Contoh: lebih dari 80 % siswa kelas V SD X Bungo hasil
belajarnya rendah, atau hampir 75 % siswa memiliki minat belajar rendah pada tema
Lingkunganku).
c. Dalam menetapkan masalah maka harus terjawab rumus 4W+H (what, who, where,
when, dan how).
4. Tahap Menganalisis Penyebab Masalah
Pada bagian ini, peneliti diberi kesempatan untuk memperkirakan penyebab
munculnya masalah urgen yang akan diangkat menjadi PTK. Hal‐hal yang sekiranya bisa
menjadi pemicu timbulnya permasalahan urgen di atas, dapat ditulis oleh peneliti sebagai
bahan pertimbangan dalam menetapkan penyebab utamanya. seperti contoh: (Suasana
belajar kurang menguntungkan, Materi pada tema (………) sulit dipelajari, Metode
pembelajaran pada tema (………) tidak menarik, Materi pelajaran padatema (………)
tidak menyentuh lingkungan kehidupan sehari‐hari siswa, atau bisa jadi karena Guru
belum maksimal dalam menguasai materi pelajaran pada tema (………). Setelah dicatat
semua yang mungkin menjadi penyebab masalah dalam PTK yang akan dilakukan, maka
peneliti harus menentukan penyebab utamanya apa. Ketajaman analisa peneliti sangat
dituntut di sini, agar tidak terjadinya kesalahan dalam memutuskan alternative
pemecahan masalah.
5. Tahap Menemukan Alternative Pemecahan Masalah
Setelah didapatkan akar penyebab permasalahan yang terjadi, maka sebagai
“peneliti PTK” sudah seharusnya kita menentukan alternative pemecahan masalahnya.
Ini seiring dengan tujuan utama serta karakteristik PTK itu sendiri, yaitu PTK dilakukan
untuk memperbaiki kualitas PBM dan kinerja guru serta siswa. Nah, dalam memutuskan
apa alternative pemecahan masalah yang tepat, peneliti harus melakukan beberapa hal:
a. Melakukan analisis RPP terhadap materi/ tema yang bermasalah tersebut (terutama
indikator dan tujuan pembelajaran yang harus didapatkan siswa),
b. Membaca semua buku‐buku ataupun karya tulis ilmiah (KTI) lainnya terkait dengan
model, media, metode, strategi, pendekatan, teknik maupun taktik yang kira‐kira
bisa untuk menjadi alternative pemecahan masalah yang terjadi,
c. Setelah dilakukan pencaharian informasi mengenai model, media, metode, strategi,
pendekatan, teknik maupun taktik dari berbagai buku dan sumber lain, maka
tetapkan beberapa yang mungkin tepat untuk menyelesaikan masalah yang terjadi,
18 | Jalaludin
d. Beberapa (model, media, metode, strategi, pendekatan, teknik maupun taktik) yang
telah terpilih, dibuat karakteristik, keunggulan dan kelemahannya untuk
dibandingkan dengan hasil analisis RPP.
e. Setelah itu lakukan penjodohan antara hasil analisis RPP dengan keunggulan dan
kelemahan metode. Mana yang paling mendekati kecocokannya maka artinya bisa
dijadikan solusi pemecahan masalah.
Jika kelima tahapan di atas sudah dilakukan peneliti PTK, judul PTK‐pun sudah bisa
dirumuskan. Bagaimana pembaca sekalian, sangat sederhana‐kan caranya? Oleh karena itu,
semoga dengan adanya buku ini bisa meluruskan mindset pembaca dalam memulai PTK yang
benar. Sedangkan bagi yang sudah paham dengan alur memulai PTK seperti yang di atas, bisa
menjadi semakin mantap dengan sub bahasan ini.
G. Perbedaan Peran Guru sebagai Pengajar dan Pelaksana PTK
Bagi peneliti (yang sudah guru atau dosen) yang ingin melakukan PTK dalam rangka
meningkatkan dan memperbaiki kualitas PBM yang dilakukan pada kelas yang dikelolanya,
merupakan salah satu cara dalam menunjukkan ciri sebagai guru dan dosen yang profesional.
Namun, di saat itu sudah memutuskan untuk melakukan PTK, muncul pertanyaan:
“Bagaimana caranya melakukan PTK sambil mengajar itu?”, “Apa bedanya “mengajar saja”
dengan “mengajar plus pelaksana PTK”? Di mana perbedaannya? Nah, di bawah ini akan
diuraikan letak perbedaan kedua peran tersebut sesuai dengan yang dipaparkan IGAK
Wardani dkk (2006: 4.4 – 4.10).
1. Persiapan Pembelajaran
Tabel 1.2
Perbedaan Tahap Persiapan Pembelajaran Guru yang Tidak Melakukan PTK dengan
yang Melakukan PTK
Pembeda pada RPP Guru sebagai Pengajar Guru sebagai Pengajar Plus
Pelaksana PTK
Adanya tambahan tujuan yaitu
TIU/TIK Seperti biasanya memperbaiki proses PBM sesuai
indikator
Biasanya hanya 1 (tidak
Bahan Pembelajaran Harus banyak (mesti bervariasi)
bervariasi)
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 19
Harus punya banyak metode
Biasanya didominasi oleh 1
Metode Pembelajaran alternative yang sesuai dengan
metode saja
karakteristik materi
Alat Bantu (Kamera,
Video Recorder,
Tidak ada Harus ada
Pedoman Observasi,
Catatan Harian)
Banyak jenis (bervariasi) agar
Alat Ukur Keberhasilan 1 variasi saja (contohnya: mendapatkan informasi yang
PBM lembaran tes saja) lebih menyeluruh
Merencanakan Fokus Menjadi hal penting untuk
Tidak dilakukan
Pembelajaran dilakukan
Penentuan serta
Harus dicantumkan guna
Penulisan Kriteria
Tidak ada mengetahui keberhasilan
Keberhasilan
metode yang digunakan
Pembelajaran di RPP
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Setelah dilakukannya upaya perencanaan seperti pada Tabel 1.2 di atas, maka di bawah
ini akan diuraikan sejumlah aspek yang perlu menjadi kegiatan PTK pada pelaksanaan
pembelajaran.
Tabel 1.3 Perbedaan Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Guru yang Tidak Melakukan
PTK dengan yang Melakukan PTK
Guru sebagai Pengajar Plus
Pembeda Guru sebagai Pengajar
Pelaksana PTK
Apersepsi tidak ada dan Mesti dilakukan bahkan
tidak menarik dan kalaupun harus mampu membuat
Kegiatan Apersepsi
ada, hanya dilakukan secara siswa termotivasi untuk
biasa, tidak menarik. belajar
Harus dilakukan agar siswa
Kegiatan Penyampaian
Sering tidak dilakukan guru terfokus dengan PBM yang
Tujuan Pembelajaran
akan diberikan guru
20 | Jalaludin
Guru terkadang tidak
menyadari perlunya Guru memberikan
Kegiatan Meyakinkan Guru
penguasaan Materi dasar serangkaian tes/ uraian
bahwa Materi dasar untuk
(Pre Requisite Materian) singkat kepada siswa
memulai materi baru sudah
guna menunjang sebelum materi baru
dikuasi anak
penguasaan materi baru diajarkan
yang akan diberikan
Jarang memperhatikan
pengorganisasian materi,
(guru masih terfokus pada Guru harus mampu
urutan indikator yang harus menetapkan kriteria materi
Pemberian Materi Baru dicapai, namun tidak dengan pengorganisasian
melakukan urutan materi dari yang
pengorganisasian materi termudah ke yang tersulit
(diurut dari yang termudah‐
tersulit)
Harusdioperasionalkan,
misalnya:
- Metode Diskusi
dilaksanakan pada
Metode Pembelajaran Tidak dioperasionalkan
materi…
- Metode Praktik
dilaksanakan pada
materi….
Harus mampu membagi
Terfokus untuk waktu secara efektif dan
Waktu Belajar penyampaian materi dari efisien dalam
ranah kognitif saja melaksanakan
pembelajaran plus PTK
3. Umpan Balik dalam Proses Pembelajaran
Tabel 1.4 Perbedaan Tahap Umpan Balik dalam Proses Pembelajaran Guru yang
Tidak Melakukan PTK dengan yang Melakukan PTK
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 21
Guru sebagai Pengajar Plus
Pembeda Guru sebagai Pengajar
Pelaksana PTK
- Tes Formatif (Tertulis dan
Lisan)
Tes formatif (Tertulis dan
Alat untuk Umpan Balik - Lembaran Angket
Llisan)
- Lembaran Wawancara
- Dokumentasi
Menguji tingkat
Tujuan Melakukan Umpan Menyempurnakan proses
pemahaman siswa terhadap
Balik pembelajaran
materi yang diberikan
H. Contoh Satu Proposal PTK yang Mendekati Kebenaran secara Teori dan
Prinsip PTK
Salah satu keunggulan buku ini adalah dimuatnya satu contoh proposal PTK yang
mendekati kebenaran secara teori dan prinsip‐prinsip PTK. Proposal ini adalah milik Saudari
Mulyati, S.Pd (Mahasiswi Bimbingan Skripsi Penulis) yang sudah berhasil melewati bimbingan
dengan nilai skripsi yang memuaskan. Semoga dengan adanya contoh proposal PTK mampu
menjadi sumber inspiratif dalam mengembangkan ide dan membelajarkan pembaca akan
pemahaman mengenai teknik penulisan dan prinsip utama yang harus ada dalam PTK. Dan
semoga juga kebaikan Mulyati dibalas oleh Allah SWT dengan kesuksesan karir kedepannya.
Berikut akan dipaparkan contoh proposal PTK dari cover sampai lampiran‐lampiran.
Namun mohon untuk diperhatikan oleh pembaca sekalian, dalam penulisan (jenis huruf, spasi,
margin kertas) sesuaikan dengan kebijakan instansi masing‐masing. Contoh yang disajikan
merupakan ketentuan dari IAI Yasni Bungo.
Selamat Membaca…!
22 | Jalaludin
MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS IV
MELALUI METODE RESITASI PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) DI
MADRASAH IBTIDAIYAH SWASTA RAUDHATUL MUJAWWIDIN KECAMATAN RIMBO
BUJANG KABUPATEN TEBO
PROPOSAL SKRIPSI
OLEH
MULYATI
NIM/NIRM : PM.02.214.0219/13004‐1514‐16069
YAYASAN NURUL ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) YASNI
MUARA BUNGO
2018
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 23
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Landasan Teori
B. Penelitian yang Relevan
C. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Setting dan Subjek Penelitian
C. Prosedur Penelitian
D. Jenis dan Sumber Data
E. Teknik Pengumpulan Data
F. Instrumen Pengumpulan Data
G. Teknik Analisis Data
H. Verifikasi Data
I. Indikator Keberhasilan Tindakan
J. Jadwal Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN‐LAMPIRAN
24 | Jalaludin
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Indikator Minat belajar Siswa
Tabel 3.1 Kisi‐kisi Observasi Minat Belajar Siswa
Tabel 3.2 Kriteria Hasil Penelitian
Tabel 3.3 Indikator Keberhasilan Tindakan
Tabel 3.4 Jadwal Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 25
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Siklus PTK Menurut Kemmis danTaggart
Gambar 2.6 Diagram Kerangka Berpikir Penerapan Metode Resitasi
26 | Jalaludin
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Instrumen Pengumpulan Data
Lampiran 2 Dokumentasi
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam atau yang sering disebut sains merupakan terjemahan kata‐kata
dalam bahasa Inggris yaitu natural science.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, berisi penguasaan kumpulan pengetahuan
berupa fakta, konsep, prinsip, proses penemuan, digunakan dalam kehidupan sehari‐hari
untuk memenuhi kebutuhan hidup manu,sia melalui pemecahan masalah yang dapat
diidentifikasikan.2 Jadi, pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pemberian pengalaman
belajar secara langsung dengan mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah. IPA
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan saja, melainkan juga merupakan suatu proses
penemuan.3 Menurut Ahmad Susanto, IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam
semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan
dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapat suatu kesimpulan.4 Menurut BSNP,
pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.5 Pembelajaran
IPA perlu diajarkan dengan cara tepat dan berorientasi pada siswa. Hal tersebut menunjukkan
bahwa peran aktif siswa dalam pembelajaran merupakan suatu keharusan. Dengan adanya
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA, maka akan tercipta situasi belajar yang aktif.6
Salah satu pembahasan dalam IPA yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah materi mengenai mengenal bagian‐bagian makhluk hidup, yaitu tumbuhan.
Pembahasan mengenai materi bagian tumbuh‐tumbuhan dalam IPA ini, terdapat dalam K.I. 3
yang berbunyi: Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar,
melihat, membaca dan menanya) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda‐benda yang dijumpainya di rumah,
sekolah, dan tempat bermain. Sedangkan KD yang memuat tentang materi bagian tumbuhan
1
Ujang Erianto, “Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa dengan Menggunakan Media Gambar dalam Pembelajaran IPA di Kelas IV
SD Krapyak Wetan” (Skripsi, FIP Universitas Negeri Yogyakarta, 2016), h. 41.
2
Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006, “Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar Menengah”.
https://asefts63.files.wordpress.com/2011/01/permendiknas‐no‐22‐tahun‐2006‐standar‐isi.pdf. Diakses pada tanggal 28 April 2017.
3
Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu: Teori, Konsep, dan Implementasi (Yogyakarta: Familia, 2012), h.
149.
4
Nur Khalida Prettiana. “Peningkatan Minat Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Divisions) pada Siswa Kelas V SD N 1 Sedayu Bantul” (Skripsi, FIPUniversitas Negeri Yogyakarta, 2016), h. 13.
5
Hardini dan Puspitasari, Strategi Pembelajaran, h. 150.
6
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 171.
28 | Jalaludin
adalah berada dalam KD 3.1 yaitu Menjelaskan bentuk luar tubuh hewan dan tumbuhan dan
fungsinya, dan KD 4.1 yaitu Menuliskan hasil pengamatan tentang bentuk luar (morfologi)
tubuh hewan dan tumbuhan serta fungsinya. Adapun indikator yang harus dicapai siswa pada
materi ini adalah (1) Menyebutkan fungsi daun, (2) Menyebutkan bagian‐bagian daun, (3)
Menyebutkan Jenis‐Jenis daun berdasarkan tulang daunnya, dan (4). Membedakan macam‐
macam daun berdasarkan tulang daunnya.
Kenyataan yang terjadi di kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Raudhatul
Mujawwidin menunjukkan bahwa minat siswa dalam pembelajaran IPA masih sangat rendah.
Berdasarkan hasil pengamatan dalam proses pembelajaran pada tanggal 18 Juli 2018, siswa
kurang aktif terlibat dalam mengikuti pembelajaran (lembar observasi terlampir). Hanya ada
5,5% siswa yang bertanya tentang materi yang belum dipahami dan mengemukakan
pendapatnya. Sebagian besar siswa justru berbicara dengan teman sebangku, bermain, dan
keluar‐masuk kelas selama pembelajaran berlangsung. Aktivitas tersebut membuat kegiatan
pembelajaran di kelas terganggu dan tidak efektifsehingga dapat memengaruhi ketercapaian
tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Selain itu, tiga indikator minat yang terdapat
dalam teori yang dikemukakan oleh Slameto, siswa yang memiliki minat terhadap subyek
tertentu memiliki ciri‐ciri: (1) Memberi perhatian lebih pada kegiatan yang diamati, (2) Aktif
mengikuti kegiatan atau hal yang diminati, dan (3) Menunjukkan rasa senang ketika
melakukan kegiatan atau hal yang diminati.7 Dan di kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin,
ketiga indikator di atas belum terlihat.
Hal‐hal yang mungkin menjadi penyebab rendahnya minat belajar siswa adalah karena:
(1) pelajaran IPA kelas IV ini disampaikan dengan menggunakan metode pembelajaran yang
konvensional, dimana pembelajaran berorientasi pada guru (teacher centered approach) yaitu
dengan penggunaan metode ceramah. (2) Pembelajaran juga kurang memberikan
pengalaman yang nyata terhadap siswa karena pembelajaran hanya terbatas di dalam kelas
saja. (3) Selain itu, sarana dan prasarana seperti laboratorium IPA juga tidak tersedia di
sekolah ini dan (4) Tingkat keabstrakan materi ini juga memicu timbulnya masalah rendahnya
minat siswa terhadap IPA. Dari ke‐empat faktor yang disebutkan di atas, maka yang menjadi
pemicu utama timbulnya masalah dalam penelitian ini adalah penggunaan metode
pembelajaran oleh guru yang masih teacher centered approach.
Permasalahan tersebut harus dapat diatasi sesegara mungkin mengingat pembelajaran
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta‐fakta, konsep‐
konsep, atau prinsip‐prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan serta dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, serta prospek
7
Prettiana, Peningkatan Minat, h. 12.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 29
pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya di kehidupan sehari‐hari.8 IPA diperlukan
dalam kehidupan sehari‐hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan
masalah‐masalah yang dapat diidentifikasikan.9 Selain itu, apabila permasalahan tersebut
terus dibiarkan, maka akan memengaruhi kualitas belajar siswa.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan minat belajar siswa adalah dengan menerapkan
metode pembelajaran resitasi. Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan
pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa dapat melakukan kegiatan
belajar.10 Fase‐fase penerapan metode resitasi yaitu fase pemberian tugas dengan
mempertimbangkan tujuan serta kemampuan siswa, fase pelaksanaan tugas, dan fase
mempertanggung jawabkan tugas yang disebut dengan resitasi, yaitu pelaporan siswa
terhadap tugas yang diberikan baik secara lisan maupun tertulis. Pada fase ini juga dilakukan
penilaian terhadap tugas yang telah siswa kerjakan.
Penerapan metode resitasi ini dapat merangsang siswa untuk belajar lebih aktif, baik
secara perorangan maupun kelompok, menumbuhkan kebiasaan untuk belajar mencari dan
menemukan, mengembangkan keberanian dan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan
memungkinkan untuk memperoleh hasil yang permanen.11 Metode ini juga dapat memupuk
aktivitas dan kerjasama siswa dalam menjawab pertanyaan, proses pembelajaran lebih
menantang dan siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar mereka. Namun, guru perlu melakukan pengontrolan karena
terkadang siswa didik hanya menyalin atau meniru hasil kerja siswa lain. Berdasarkan latar
belakang yang telah dikemukakan, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul
“Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas IV Melalui Metode Resitasi pada Mata Pelajaran
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) di Madrasah Ibtidaiyah Swasta Raudhatul Mujawwidin
Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran IPA perlu diajarkan dengan cara tepat dan berorientasi pada siswa.
2. Minat siswakelas IV Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Raudhatul Mujawwidin dalam
pembelajaran IPA masih sangat rendah.
8
Hardini dan Puspitasari, Strategi Pembelajaran, h. 149.
9
Ibid., h. 150
10
Jumanta Hamdayama, Metodologi Pengajaran (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016), h. 17.
11
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), cet. 3, h. 208.
30 | Jalaludin
3. Pembelajaran IPA kelas IV disampaikan dengan menggunakan metode yang
berorientasi pada guru (teacher centered approach).
4. Pembelajaran juga kurang memberikan pengalaman yang nyata terhadap siswa
karena pembelajaran hanya terbatas di dalam kelas saja.
5. Selain itu, sarana dan prasarana seperti laboratorium IPA juga tidak tersedia di
sekolah.
C. Batasan Masalah
1. Penelitian dilaksanakan di kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin Semester Ganjil tahun
ajaran 2018/2019.
2. Penelitian dilaksanakan pada mata pelajaran IPA materi bagian‐bagian tumbuhan dan
fungsinya.
3. Penelitian dilaksanakan sebanyak dua siklus dengan tiga kali pertemuan pada setiap
siklus.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah
1. Bagaimanakah proses peningkatan minat belajar siswa kelas IV MIS Raudhatul
Mujawwidin pada mata pelajaran IPA dengan menggunakan metode resitasi?
2. Bagaimana hasil peningkatan minat belajar siswa kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin
pada mata pelajaran IPA dengan menggunakan metode resitasi?
3. Pada indikator apa terjadinya peningkatan minat belajar siswa pada mata pelajaran
IPA yang cukup signifikan dengan penggunaan metode resitasi?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk:
1. Mengetahui proses peningkatan minat belajar siswa kelas IV MIS Raudhatul
Mujawwidin pada mata pelajaran IPA dengan menggunakan metode resitasi
2. Mengetahui hasil peningkatan minat belajar siswa kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin
pada mata pelajaran IPA dengan menggunakan metode resitasi.
3. Mengetahui pada indikator minat belajar yang mana terjadinya peningkatan yang
cukup signifikan pada mata pelajaran IPA melalui penerapan metode resitasi.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 31
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain
sebagai berikut:
1. Bagi siswa, dapat meningkatkan minat, pemahaman terhadap materi pembelajaran
dan hasil belajarnya.
2. Bagi guru, dapat dijadikan bahan masukan dan perbandingan dalam melaksanakan
proses pembelajaran, untuk bahan pertimbangan dalam peningkatan prestasi siswa
dimasa yang akan datang, untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan proses/ hasil
pembelajaran dengan manfaat metode yang tepat, membantu guru berkembang
secara profesional, dan meningkatkan rasa percaya diri guru.
3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan atau input untuk dijadikan bahan pertimbangan
dalam mengambil kebijakan untuk membina guru dalam menentukan keberhasilan
pengelolaan pembelajaran di sekolah dan sebagai bahan masukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.
4. Bagi Peneliti, untuk dapat meningkatkan pengalaman dan wawasan untuk menangani
masalah‐masalah yang terjadi dalam pembelajaran sehingga dapat menerapkan
metode yang tepat dalam proses belajar mengajar.
32 | Jalaludin
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Landasan Teori
1. Minat Belajar Siswa
a. Definisi Minat Belajar
Minat adalah suatu rasa ketertarikan yang timbul dari diri sendiri terhadap sesuatu
setelah melihat sesuatu yang ada di luar dirinya12. Minat (interest) dapat juga diartikan
sebagai kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu.13 Bila anak‐anak berminat pada suatu kegiatan, pengalaman mereka akan jauh
lebih menyenangkan daripada ketika mereka merasa bosan. Begitupula minat dalam
pembelajaran, orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu, sulit untuk
mencapai keberhasilan belajar secara optimal.
Arti kata belajar di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu14. Konsep belajar juga telah banyak didefinisikan
oleh para pakar psikologi. Cronbach dalam Riyanto menyatakan bahwa belajar
merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Menurutnya, belajar
yang sebaik‐baiknya adalah dengan mengalami sesuatu menggunakan
pancaindra.15Winkel mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan‐
perubahan yang bersifat konstan dan berbekas baik dalam aspek pengetahuan‐
pemahaman, keterampilan, maupun nilai‐sikap.16 Djamarah menyatakan bahwa belajar
pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah
melakukan aktivitas belajar.17
Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan
merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentusehingga akan memengaruhi hasil
belajarnya. Menurut Ngainun Naim, belajar yang dilakukan dengan hati ceria, senang,
dan rasa suka akan membawa hasil yang lebih optimal.18 Perasaan senang ketika
mengikuti pelajaran akan membawa hasil yang jauh lebih baik dibandingkan dengan
belajar yang dilaksanakan karena terpaksa. Hal tersebut dikarenakan minat belajar akan
12
H. Cholil dan Sugeng Kurniawan, Psikologi Pendidikan; Telaah Teoritik dan Praktik, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), h. 48.
13
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta, Ar‐Ruzz Media, 2015), h. 29.
14
Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Jogjakarta: Ar‐Ruzz Media, 2014), h. 224.
15
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran : sebagai Referensi bagi Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif
dan Berkualitas (Jakarta: Prenada Media Group, 2014), cet. 4, h. 5.
16
Ibid.
17
Djamarah dan Zain, Strategi Belajar Mengajar, h. 38.
18
Ngainun Naim, Dasar‐dasar Komunikasi Pendidikan (Jogjakarta: Ar‐Ruzz Media, 2011), h. 92.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 33
menjadi daya dorong yang kuat bagi anak untuk memberikan perhatian kepada suatu
aktivas pembelajaran.
Dengan demikian, dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa minat belajar adalah
suatu ketertarikan atau dorongan yang menyebabkan individu melakukan suatu proses
perubahan perilaku yang relatif permanen melalui pengalaman, interaksi dengan
lingkungan, latihan‐latihan.
b. Cara Membangkitkan Minat Belajar Siswa
Minat siswa terhadap pembelajaran memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar.
Oleh karena itu, guru perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik mengikuti
pembelajaran. Cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan minat belajar siswa
menurut Khanifatul adalah sebagai berikut:
1) Membuat materi yang akan dipelajari menarik dan tidak membosankan;
2) Desain pembelajaran membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari;
3) Melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik)
sehingga siswa menjadi aktif.19
c. Fungsi Minat belajar
Minat berfungsi sebagai pendorong bagi siswa untuk melakukan apa saja
yang diinginkannya. Menurut Djamarah, fungsi minat tidak berbeda dengan fungsi
motivasi, yaitu
1) Sebagai Pendorong Perbuatan.
Pada mulanya peserta didik tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena ada
yang dicari (untuk memuaskan rasa ingin tahunya), maka muncullah minatnya
untuk belajar.
2) Sebagai Penggerak Perbuatan
Dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan
suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian terjelma dalam bentuk
gerakan psikofisik.
3) Sebagai Pengarah Perbuatan.
Sesuatu yang akan di cari anak didik merupakan tujuan belajar yang akan
dicapainya. Tujuan belajar itulah sebagai pengarah yang memberikan motivasi
kepada anak didik dalam belajar.20
19
Khanifatul, Pembelajaran Inovatif, h. 102.
20
Djamarah dan Zain, Strategi Belajar mengajar, h. 157‐158.
34 | Jalaludin
d. Indikator Minat Belajar
Menurut Slameto, siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu memiliki
ciri‐ciri:
1) Memberi perhatian lebih pada kegiatan yang diamati,
2) Aktif mengikuti kegiatan atau hal yang diminati,
3) Menunjukkan rasa senang ketika melakukan kegiatan atau hal yang diminati.21
Senada dengan pendapat Slameto, Syaiful Bahri Djamarah menyatakan bahwa
siswa yang berminat dalam kegiatan belajar mempunyai ciri‐ciri:
1) Pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai sesuatu daripada
yang lainnya.
2) Partisipasi aktif dalam suatu kegiatan.
3) Perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminati tanpa menghiraukan
yang lain.22
Berdasarkan beberapa indikator yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini
menggunakan indikator minat sebagai berikut:
1) Perhatian Siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Perhatian siswa mempunyai peran penting dalam kegiatan belajar
mengajar. Menurut Rusman, perhatian siswa terhadap pelajaran akan timbul
apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan.23 Selain
itu, Yaumi mendefinisikan perhatian sebagai suatu sikap mental dalam
memaknai peristiwa sensorik, mendeteksi tanda untuk proses fokus, dan
mempertahankan kesiagaan terhadap peristiwa seperti keadaan serius, gairah
belajar, tekun, dan semacamnya.24 Ciri‐ciri siswa yang memiliki perhatian
terhadap pembelajaran dirumuskan sebagai berikut:
a) Fokus memperhatikan penjelasan guru dalam pembelajaran;
b) Mencatat penjelasan guru;
c) Membaca materi ajar;
d) Serius dalam pelaksanaan tugas;
e) Bersemangat mengerjakan tugas;
21
Nur Khalida Prettiana, “Peningkatan Minat Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Divisions) pada Siswa Kelas V SD N 1 Sedayu Bantul” (Skripsi, FIP Universitas Negeri Yogyakarta, 2016), h. 12.
22
Ferry Sulistiyono, “Peningkatan Minat Belajar Siswa Terhadap Pembelajaran Tematik Kelas I Melalui Metode Story Telling di SD N
Gembongan Sentolo Kulon Progo” (Skripsi, FIP Universitas Negeri Yogyakarta, 2014), h.11.
23
Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2017), h. 94.
24
Yaumi, Prinsip‐prinsip Desain Pembelajaran, h. 207.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 35
f) Tekun dan tidak mudah putus asa dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan.
2) Partisipasi Aktif Siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Sebuah pembelajaran seharusnya dapat mengaktifkan siswa dalam
mengikuti pembelajaran dengan memberikan siswa kesempatan seluas‐luasnya
agar dapat mengembangkan rasa ingin tahunya. Berdasarkan prinsip student
centered, maka peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar.
Menurut Khanifatul, prinsip student centered menekankan bahwa proses
pembelajaran akan lebih berhasil apabila siswa aktif dalam melakukan kegiatan‐
kegiatan yang sesuai dengan kompetensi pembelajaran yang hendak dicapai.25
Yaumi menyatakan bahwa keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran
merupakan suatu tindakan responsif terhadap peristiwa. Beberapa bentuk
partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a) Menjawab pertanyaan guru;
b) Bertanya kepada guru;
c) Mengemukakan pendapat;
d) Aktif melakukan pengamatan;
e) Aktif mempresentasikan hasil pengamatannya;
f) Menanggapi presentasi teman;
g) Diskusi dengan anggota kelompoknya;
h) Menyimpulkan hasil pembelajaran.
3) Perasaan Senang terhadap Kegiatan Belajar Mengajar
Erwin Widiasworo menyatakan bahwa suatu pembelajaran dikatakan
menarik apabila pembelajaran tersebut memerhatikan keseimbangan antara
yang bersifat menyenangkan dan pemberian kesempatan untuk
mengembangkan rasa ingin tahu seluas‐luasnya demi menguasai kompetensi
tertentu.26 Selanjutnya, Darmansyah menjelaskan bahwa apabila peserta didik
mendapat rangsangan yang menyenangkan dari lingkungannya, maka akan
membuat mereka lebih aktif dan kreatif secara mental dan fisik.27 Dengan
demikian, perasaan senang siswa terhadap kegiatan pembelajaran merupakan
25
Khanifatul, Pembelajaran Inovatif, h. 17.
26
Erwin Widiasworo, Strategi dan Metode Mengajar di Luar Kelas (Outdoor Learning): Secara Aktif, Kreatif, Inspiratif, dan
Komunikatif(Yogyakarta: Ar‐Ruzz Media, 2016), h. 17.
27
Khanifatul, Pembelajaran Inovatif, h. 37.
36 | Jalaludin
suatu aspek penting yang perlu diperhatikan. Beberapa bentuk perasaan
senang siswa yang dapat diamati adalah sebagai berikut:
a) Masuk kelas tepat waktu;
b) Membawa alat tulis dan buku;
c) Mempunyai catatan materi ajar yang lengkap;
d) Menyelesaikan tugas tepat waktu;
e) Bertanggungjawab terhadap tugas;
f) Tidak gelisah dalam belajar;
g) Tidak mudah bosan dan menyerah dalam menyelesaikan tugas;
h) Bersikap ceria.
Berikut adalah indikator minat belajar siswa serta bentuk tingkah laku yang akan diamati pada
penelitian ini:
Tabel 2.1
Indikator Minat Belajar Siswa
No. Indikator Bentuk Tingkah Laku
Fokus memperhatikan penjelasan guru dalam
pembelajaran
Mencatat penjelasan guru
Perhatian siswa
Membaca materi ajar
1. dalam kegiatan
Serius dalam pelaksanaan tugas
belajar mengajar
Bersemangat mengerjakan tugas
Tekun dan tidak mudah putus asa dalam
menyelesaikan tugas
Menjawab pertanyaan guru
Bertanya kepada guru
Mengemukakan pendapat
Partisipasi aktif Aktif melakukan pengamatan
2.
siswa Aktif mempresentasikan hasil pengamatan
Menanggapi presentasi teman
Diskusi dengan anggota kelompoknya
Menyimpulkan hasil pembelajaran
Masuk kelas tepat waktu
3.
Membawa alat tulis dan buku
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 37
Perasaan senang Mempunyai catatan materi ajar yang lengkap
terhadap kegiatan Menyelesaikan tugas tepat waktu
belajar mengajar Bertanggungjawab terhadap tugas
Tidak gelisah dalam belajar
Tidak mudah bosan dan menyerah dalam
menyelesaikan tugas
Bersikap ceria
2. Metode Resitasi
a. Pengertian Metode Resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan pelajaran dimana guru
memberikan tugas tertentu agar siswa dapat melakukan kegiatan belajar.28 Metode ini
mendorong anak untuk berusaha memperoleh pengetahuan guna menyelesaikan tugas
yang diberikan guru. Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, resitasi (sebagai istilah
psikologi) disebut sebagai metode belajar yang mengkombinasikan penghafalan,
pembacaan, pengulangan, pengujian dan pemeriksaan atas diri sendiri.29
Metode resitasi ini merangsang siswa untuk belajar lebih aktif, baik secara
perorangan maupun kelompok, menumbuhkan kebiasaan untuk belajar mencari dan
menemukan, mengembangkan keberanian dan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan
memungkinkan untuk memperoleh hasil yang permanen.30 Menurut Sugihartono,
resitasi merupakan bentuk pembelajaran yang berupa tugas kepada siswa untuk
membuat laporan atas pelaksanaan tugas yang telah diberikan oleh guru sebelumnya.31
Resitasi juga dapat digunakan oleh guru sebagai jalan keluar apabila guru menemukan
bahan atau materi dengan bobot banyak, sementara waktu yang tersedia hanya sedikit.32
Jenis‐Jenis tugas yang dapat diberikan kepada siswa yang dapat membantu
berlangsungnya proses belajar mengajar antara lain:
1) Tugas membuat rangkuman;
2) Tugas membuat makalah;
3) Menyelesaikan soal;
4) Tugas mengadakan observasi;
28
Hamdayama, Metodologi Pengajaran (Jakarta: PT Bumi aksara, 2016), h. 17.
29
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), cet. 3, h. 208.
30
Ibid., h. 209
31
Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran ( Jogjakarta, Ar Ruzz
Media, 2014), h. 137.
32
Mudlofir dan Rusydiyah, Desain Pembelajaran Inovatif, h. 118‐119.
38 | Jalaludin
5) Mempraktikkan sesuatu; dan
6) Tugas mendemonstrasikan observasi.33
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa metode resitasi adalah
metode pembelajaran di mana guru memberikan tugas tertentu kepada peseta didik
baik secara individu maupun kelompok dengan tujuan untuk merangsang peserta didik
agar aktif belajar. Setelah itu dilakukan pertanggungjawaban terhadap tugas yang telah
dikerjakan peserta didik.
b. Langkah‐Langkah Metode Pembelajaran Resitasi
Langkah‐langkah penerapan metode resitasimenurut Djamarah dan Zain adalah
sebagai berikut:
1) Fase Pemberian Tugas
Pada fase ini, guru memberikan tugas kepada peserta didik. Tugas yang
diberikan hendaknya mempertimbangkan:
a) Tujuan yang akan dicapai.
b) Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan
tersebut.
c) Sesuai dengan kemampuan siswa.
d) Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa.
e) Tersedianya waktu yang cukup untuk siswa mengerjakan tugas tersebut.
2) Fase Pelaksanaan Tugas
Pada saat pelaksanaan tugas, siswa hendaknya:
a) Diberikan bimbingan atau pengawasan oleh guru.
b) Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.
c) Diusahakan atau dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.
d) Dianjurkan siswa mencatat hasil‐hasil yang ia peroleh dengan baik dan
sistematik.
3) Fase Mempertanggungjawabkan Tugas
Fase inilah yang disebut resitasi. Hal yang harus dikerjakan pada fase ini adalah
a) Laporan siswa baik lisan atau tertulis dari apa yang telah dikerjakannya.
b) Ada tanya jawab atau diskusi kelas.
33
Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu: Teori, Konsep, dan Implementasi (Yogyakarta: Familia, 2012), h.
27.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 39
c)
Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau cara
lainnya.34
c. Kelebihan Metode Resitasi
Menurut Jamil, kelebihan metode pembelajaran resitasi adalah sebagai berikut:
1) Merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individu dan kelompok
2) Meningkatkan kemandirian, tanggung jawab, disiplin, kreativitas, dan kerja sama
siswa di luar pengawasan guru
3) Meningkatkan pemahaman siswa akan materi karena siswa belajar menemukan
sendiri materi melalui tugas yang diberikan
4) Tugas yang diberikan adalah masalah nyata yang dihubungkan dengan materi
pelajaran sehingga siswa memahami makna dan manfaat materi yang dipelajari.35
Kelebihan metode resitasi lainnya yaitu dalam penggunaan metode ini siswa
mempunyai kesempatan untuk membandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain,
dapat mempelajari dan mendalami hasil uraian orang lain.36 Dengan demikian, dengan
demikian, siswa dapat memperluas; memperkaya dan memperdalam pengetahuan
serta pengalamannya.
d. Kelemahan Metode Resitasi
Menurut Jamil, kelemahan metode resitasi ini adalah sebagai berikut:
1) Guru tidak dapat mengontrol apakah siswa telah mengerjakan tugas dengan
benar
2) Guru sulit membedakan siswa yang aktif dan pasif jika tugas dikerjakan secara
berkelompok
3) Tidak mudah menemukan tugas yang sesuai dengan perbedaan kemampuan
individu siswa
4) Tugas yang diberikan tidak boleh terlalu mudah atau terlalu sukar namun perlu
dimodifikasi agar tidak dianggap memudahkan atau mempersulit siswa dalam
mengerjakannya.37
Solusi dari kelemahan metode resitasi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Sesuaikan tugas‐tugas yang diberikan itu dengan kemampuan peserta didik.
34
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar(Jakarta: Rineka Cipta, 2013),h. 86.
35
Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, h. 292‐293.
36
Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar: Salah Satu Unsur Pelaksanaan Strategi Belajar Mengajar: Teknik Penyajian (Jakarta: Rineka
Cipta, 2012), cet. 8, h. 134.
37
Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, h. 293.
40 | Jalaludin
2) Adakan pengontrolan terhadap tugas‐tugas yang dikerjakan peserta didik.
3) Tugas‐tugas yang diberikan kepada guru jangan diberikan berkepanjangan saja,
tapi lakukan secara berkali‐kali.
Berdasarkan uraian di atas, metode resitasi adalah metode penyajian bahan
pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu yang dapat merangsang siswa
untuk belajar lebih aktif, baik secara perorangan maupun kelompoksehingga dapat
menumbuhkan kebiasaan siswa untuk belajar mencari dan menemukan, serta
mengembangkan keberanian dan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan
memungkinkan untuk memperoleh hasil belajar yang permanen.
3. Konsep Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau yang sering disebut sains merupakan terjemahan
kata‐kata dalam bahasa Inggris yaitu natural science.38 IPA berkaitan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan saja, melainkan juga merupakan suatu proses penemuan.39 Menurut
Ahmad Susanto, IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui
pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan
dengan penalaran sehingga mendapat suatu kesimpulan.40 Menurut BSNP, pendidikan
IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.41
Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. kaligis, IPA adalah pengetahuan yang
rasional dan obyektif tentang alam semesta dan segala isinya.42 Selanjutnya, Powler juga
mengemukakan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala‐gejala
alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang
berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.43 Oleh sebab itu, proses
pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung
untuk mengembangkan kompetensi dengan cara menjelajahi alam sekitar secara
ilmiah.Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu ilmu yang
38
Ujang Erianto, “Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa dengan Menggunakan Media Gambar dalam Pembelajaran IPA di Kelas
IV SD Krapyak Wetan” (Skripsi, FIP Universitas Negeri Yogyakarta, 2016), h. 41
39
Isriani, Strategi Pembelajaran Terpadu, h. 149
40
Nur, Peningkatan Minat Belajar, h. 13
41
Isriani, Strategi Pembelajaran Terpadu, h. 150
42
Erna Budiyati, “Penerapan Metode Permainan Untuk Meningkatkan Minat Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Krogowanan
Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2013/2014” (Skripsi, FIP Universitas Negeri Yogyakarta, 2014), h. 10
43
Ibid., h. 11
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 41
bersifat objektif yang mempelajari tentang alam sekitar beserta isinya yakni semua benda
yang ada di alam, peristiwa, dan gejala‐gejalanya.
a. Konsep Bagian Tumbuhan dan Fungsinya
Seperti halnya makhluk hidup yang lain, tumbuhan juga memiliki bagian‐bagian
yang penting. Setiap bagian tumbuhan memiliki fungsi masing‐masing yang berguna bagi
keberlangsungan hidupnya. Bagian‐bagian tumbuhan tersebut yaitu akar, batang, daun,
bunga dan buah44:
1) Akar
Akar adalah bagian tumbuhan yang umumnya berada di dalam tanah. Akar
berfungsi antara lain sebagai bagian yang mengokohkan tumbuhan. Zat‐zat mineral
dan air yang dibutuhkan untuk membuat makanan diserap oleh akar dari dalam tanah.
Akar terdiri atas dua jenis, yaitu akar serabut dan akar tunggang.
Gambar 2.2
Akar Serabut dan Akar Tunggang45
2) Batang
Bagian tumbuhan yang berada di atas tanah adalah batang yang berfungsi
sebagai tempat munculnya daun, bunga, dan buah. Batang juga berfungsi
mengedarkan mineral dan air yang diserap akar, serta zat makanan hasil fotosintesis
ke seluruh bagian tubuh tumbuhan. Batang dapat dikelompokkan menjadi batang
berkayu, batang rumput, dan batang basah.
44
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Peduli Terhadap Makhluk Hidup (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2017), h. 20
45
Poppy K. Devi dan Sri Anggraeni, Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Kelas IV (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h.
35
42 | Jalaludin
Gambar 2.3
Jenis‐Jenis Batang Tumbuhan46
3) Daun
Bagian tumbuhan yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis
adalah daun. Daun banyak mengandung zat warna hijau yang disebut klorofil. Daun
terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Daun terdiri atas tulang daun, helai daun,
tangkai daun, dan pelepah daun.
Gambar 2.4
Struktur Daun47
4) Bunga dan Buah
Bunga merupakan bagian tumbuhan yang berfungsi sebagai alat
perkembangbiakan tumbuhan biji. Bunga yang lengkap terdiri atas beberapa bagian,
yaitu tangkai bunga, kelopak, mahkota, putik, dan benang sari. Buah merupakan
bagian tumbuhan yang berfungsi melindungi biji serta cadangan makanan buat biji
berkecambah.
46
Ibid., h. 38
47
Ibid., h. 39
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 43
Gambar 2.5
Struktur Bunga48
B. Penelitian yang Relevan
Penerapan metode resitasijuga pernah dicobakan dalam pembelajaran, di antaranya oleh
beberapa peneliti lain, yaitu
1. Nur Akhdiyah Fajarwati dalam Skripsi yang berjudul “Upaya Guru Dalam
Meningkatkan Minat Belajar Siswa Melalui Metode Resitasi Pengaruhnya Terhadap
Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Siswa Kelas VIII di
SMP N 1 Ketanggungan Kabupaten Brebes” yang dilakukan oleh pada tahun 2012
menunjukkan bahwa upaya guru dalam meningkatkan minat belajar melalui metode
resitasi dinyatakan baik, hal ini dilihat dengan rata‐rata prosentase 85,07%. Persamaan
skripsi ini dengan skripsi penulis yaitu sama‐sama menggunakan metode resitasi
dalam meningkatkan minat belajar. Perbedaannya yaitu, pada penelitian ini metode
resitasi diterapkan dalam mata pelajaran PAI siswa kelas VIII, sedangkan pada skripsi
penulis diterapkan pada mata pelajaran IPA di kelas IV.
2. Susinawati dalam Skripsi yang berjudul “Meningkatkan Minat Belajar Bahasa
Indonesia dengan Menggunakan Metode Resitasi Siswa Kelas X Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri 2 Tanjungpinang Tahun Ajaran 2011/2012” pada tahun 2013
menunjukkan bahwa minat belajar Bahasa Indonesia siswa kelas X Sekolah Menengah
Kejuruan Negeri 2 Tanjungpinang meningkat setelah menggunakan metode resitasi.
Dapat dilihat dari hasil tes pertama 55,85% meningkat menjadi 76,34% setelah
menggunakan metode resitasi. Persamaan dengan skripsi peneliti yaitu sama‐sama
menggunakan metode resitasi untuk meningkatkan minat belajar, sedangkan
perbedaannya yaitu pada penelitian ini, metode resitasi diterapkan pada mata
pelajaran bahasa Indonesia di kelas X, sedangkan pada skripsi penulis diterapkan pada
mata pelajaran IPA di kelas IV.
48
Ibid., h. 41
44 | Jalaludin
3. Arif Kurniawan dan Esti Harini dalam Jurnal yang berjudul “Upaya Meningkatkan
Minat dan Prestasi Belajar Matematika Melalui Metode Resitasi Siswa Kelas V SD
Negeri 2 Gebangsari Kebumen Tahun Pelajaran 2012/2013” yang ditulis oleh pada
tahun 2014 menunjukkan bahwa minat belajar siswa setelah penerapan metode
resitasi mengalami peningkatan dari siklus I yaitu 48,56% menjadi 77,14% pada siklus II,
atau mengalami peningkatan 28,58%. Persamaan penelitian ini dengan skripsi penulis
yaitu sama‐sama menggunakan metode resitasi untuk meningkatkan minat belajar
siswa. Perbedaannya yaitu, dalam penelitian ini metode resitasi diterapkan pada mata
pelajaran matematika di kelas V sedangkan pada skripsi penulis diterapkan pada mata
pelajaran IPA di kelas IV.
C. Kerangka Berpikir
Minat pembelajaran IPA pada siswa kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin Rimbo Bujang
masih rendah. Proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas masih berorientasi pada
guru. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa kurang aktif terlibat. Siswa cenderung sibuk
dengan aktivitas mereka sendiri dan tidak peduli terhadap materi yang disampaikan. Sebagian
besar siswa justru berbicara dengan teman, keluar masuk kelas, mengganggu teman,
menggambar, bahkan tidur di dalam kelas.
Berdasarkan beberapa masalah di atas peneliti berusaha mencari pemecahan
masalahnya yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran resitasi. Setelah
dilaksanakannya pembelajaran dengan metode resitasi, diharapkan dapat meningkatkan
minat belajar siswa kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin dalam pembelajaran IPA. Uraian di
atas, jika digambarkan maka akan terlihat seperti gambar kerangka berpikir di bawah ini.
Gambar 2.6
Diagram Kerangka Berpikir Penerapan
Metode Pembelajaran Resitasi
A.
Input Proses Output
Teacher Centered Metode Student Centered
B. Approach Approach
Resitasi
C.
Minat Belajar IPA Minat Belajar IPA
Siswa Rendah Siswa Tinggi
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 45
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis pada PTK tidak bertujuan untuk dilakukan pengujian secara statistik, tetapi
bertujuan untuk melakukan tindakan.49 Hipotesis adalah jawaban sementara untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang disajikan dalam rumusan masalah.50 Hipotesis tindakan
pada penelitian ini yaitu penerapan metode resitasi pada mata pelajaran IPA dapat
meningkatkan minat belajar siswa kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin.
49
Ibid., h. 47.
50
Yudhistira, Menulis Penelitian Tindakan Kelas yang APIK, h. 151.
46 | Jalaludin
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan jenis Penelitian Kasus.
Menurut Jasa Ungguh Muliawan, PTK dengan jenis penelitian kasus adalah PTK yang
bertujuan untuk meneliti dan menelusuri akar masalah/ persoalan yang muncul di kelas lalu
menemukan solusi dan jalan keluar terbaik untuk menyelesaikannya51. PTK adalah sebuah
penelitian yang dilakukan guru di dalam kelas guna mengatasi permasalahan yang dihadapi
dalam proses belajar‐mengajar sehingga kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat
meningkat. PTK dapat juga diartikan sebagai kegiatan penelitian dalam bentuk siklus yang
merupakan suatu tindakan sebagai hasil refleksi seorang guru di kelas yang dikelolanya,
dengan tujuan utama untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam rangka perbaikan
dan peningkatan kinerja siswa dalam bentuk prestasi belajar.52 Oleh sebab itu, PTK dipilih
karena jenis penelitian ini cocok untuk mengatasi hal tersebut.
Adapun model PTK yang peneliti pilih adalah Model Kemmis dan Taggart. Sebenarnya
banyak model penelitian tindakan yang telah dikembangkan oleh para ahli. Termasuk yang
dipaparkan Tanujaya dan Mumu dalam buku berjudul “Penelitian Tindakan Kelas: Panduan
Belajar, Mengajar dan Meneliti” menyimpulkan bahwa sudah terdapat sebelas model PTK.
Kesebelas model PTK tersebut adalah (1) Model Kurt‐Lewin, (2) Model Kemmis dan Taggart,
(3) Model Dave Ebbut, (4) Model John Elliot, (5) Model Mc Keman, (6) Model Risel, (7) Model
Taba‐Noel, (8) Model Lip Radke, (9) Model Cheecland, (10) Model Sagor dan (11) Model
DDAER53.
Adapun alasan pemilihan Model Kemmis dan Taggart ini adalah berkaitan dengan
kelebihan yang dimiliki oleh model Rancangan Kemmis dan Taggart ini. Beberapa kelebihan
Model Kemmis dan Taggart adalah (1) Proses pelaksanaan tindakan dengan waktu observasi
dilakukan secara bersamaan. Hal ini tentu akan membantu peneliti dalam mendapatkan data
yang lebih akurat dan valid karena data yang didapatkan di saat observasi merupakan
gambaran keadaan sebenarnya saat tindakan berlangsung. (2) Disertakannya tahap yang
cukup penting setelah dilakukannya refleksi diri yaitu Perencanaan Ulang (Revised Plan)
sehingga tergambar dengan jelas bagaimana rangkaian kegiatan memasuki siklus berikutnya
(siklus 2)54.
51
Jasa Ungguh Muliawan, Penelitian Tindakan Kelas: Classroom Action Research (Yogyakarta: Gava Media, 2010), h. 6.
52
Benidiktus Tanujaya dan Jeinne Mumu, Penelitian Tindakan Kelas: Panduan Belajar, Mengajar, dan Meneliti (Yogyakarta: Media
Akademi, 2016), h. 7.
53
Ibid, h. 17.
54
Tanujaya dan Mumu, Penelitian Tindakan Kelas, h. 22.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 47
Bentuk model dari Kemmis dan Mc. Taggart dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Siklus PTK menurut Kemmis dan Taggart55
(Sumber: Valsa Koshy dalam Tanujaya dan Mumu, 2016: 22)
Model Kemmis dan Taggart bila dicermati merupakan suatu rangkaian perangkat yang
terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Untaian‐
untaian tersebut dipandang sebagai suatu siklus. Menurut Novita, siklus dalam PTK adalah
putaran penelitian yang dilakukan oleh guru.56 Oleh karena itu, pengertian siklus di sini adalah
putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.
1. Perencanaan, yaitu guru‐peneliti melakukan persiapan. Persiapan pertama yang
dilakukan guru menurut Kemmis dan Taggart adalah untuk menemukan gagasan umum
yang ingin dikembangkan.
2. Tindakan dan pengamatan. Dalam Model Kemmis dan Taggart, tindakan dan
pengamatan dilakukan secara bersamaan. Dalam hal ini sewaktu melakukan tindakan
maka guru langsung melakukan pengamatan.
3. Refleksi, yaitu aktivitas yang dilakukan guru berdasarkan hasil pengamatan dan
tindakan yang dilakukan.
55
Ibid., h. 22.
56
Mona Novita, PTK Tidak Horor (Surabaya: Pustaka Media Guru, 2018), h. 11.
48 | Jalaludin
4. Perencanaan Ulang, yaitu perbaikan tindakan sebagai hasil dari refleksi yang
merupakan awal dari pelaksanaan siklus PTK selanjutnya.57
Sedangkan pendekatan penelitian yang dilakukan dalam PTK ini yaitu pendekatan
kolaboratif (parsipatoris). Kolaboratif artinya dalam pelaksanaan PTK ini peneliti melibatkan
pihak lain sebagai partner kerja atau sebagai observer.58 Penelitian dilaksanakan secara
kolaborasi dengan guru kelas, dengan pembagian tugas sebagai berikut:
a. Guru sebagai pengamat/observer.
b. Peneliti sebagai guru dan peneliti.
B. Setting dan Subjek Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Raudhatul
Mujawwidin Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo pada kelas IV semester satu
Tahun Ajaran 2018/2019.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin yang
berjumlah36 siswa, terdiri atas 24 siswa laki‐laki dan 12 siswa perempuan.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan PTK ini sesuai dengan prosedur yang telah dikemukakan oleh
model Kemmis dan Mc Taggart. Rancangan Kemmis dan Taggart dapatmencakup sejumlah
siklus, masing‐masing terdiri dari tahap‐tahap: perencanaan (planning), pelaksanaan dan
pengamatan (acting dan observe), refleksi (reflect) dan perencanaan ulang (revised plan).
Komponen tindakan (acting) dengan pengamatan (observing) disatukan dengan alasan kedua
kegiatan itu tidak dapat dipisahkan. Maksudnya, kedua kegiatan harus dilakukan dalam satu
kesatuan waktu, ketika tindakan dilaksanakan begitu pula observasi juga harus
dilaksanakan59. Selain tindakan dan pengamatan yang digabungkan dalam satu aktivitas,
pada Model Kemmis dan Taggart terdapat adanya penekanan aktivitas perencanaan ulang
(revised plan). Perencanaan ulang yang dikemukakan oleh kedua ahli ini menyatakan
dimulainya siklus berikutnya dalam penelitian tindakan.60
Langkah‐langkah pelaksanaan penelitian tindakan ini yaitu sebagai berikut:
57
Tanujaya dan Mumu, Penelitian Tindakan Kelas., h. 23‐24.
58
Dadang Yudhistira, Menulis Penelitian Tindakan Kelas yang APIK: Asli, Perlu, Ilmiah, Konsisten (Jakarta: PT Grasindo, 2013), h. 44.
59
Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: PT Indeks, 2011), cet. 2, h. 20.
60
Tanujaya dan Mumu, Penelitian Tindakan Kelas, h. 22.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 49
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan hasil penyelidikan yang digunakan guru sebagai acuan untuk
merancang tindakan yang akan dilaksanakan dalam penelitian. Persiapan pertama yang
dilakukan guru menurut Kemmis dan Taggart adalah untuk menemukan gagasan umum
yang ingin dikembangkan. Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan pada pelaksanaan
pembelajaran IPA di kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin, terdapat permasalahan yang
perlu dikaji untuk dicarikan solusi permasalahannya, yaitu rendahnya minat siswa terhadap
proses pembelajaran yang disebabkan penerapan metode pembelajaran yang masih
berpusat pada guru. Permasalahan tersebut perlu segera diatasi, karena jika kondisi ini
terus dibiarkan akan menyebabkan kualitas pembelajaran IPA semakin buruk. Oleh karena
itu, penerapan metode pembelajaran resitasi diperlukan guna mengatasi hal tersebut.
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan perencanaanyaitu
a. Peneliti melakukan analisis standar isi untuk mengetahui Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) yang akan diajarkan kepada peserta didik.
b. Mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
memperhatikan indikator‐indikator yang hendak dicapai siswa dengan
berkonsultasi dengan guru kelas.
c. Menyusun soal quis untuk materi klasifikasi makhluk hidup
d. pembagian kelompok sejumlah empat kelompok dengan masing‐masing
kelompok berjumlah tiga orang siswa
e. Menyusun pedoman lembar observasi minat belajar siswa.
f. Menyusun pedoman wawancara.
2. Tindakan dan Pengamatan
Dalam Model Kemmis dan Taggart, tindakan dan pengamatan dilakukan secara
bersamaan. Dalam hal ini sewaktu melakukan tindakan maka guru langsung melakukan
pengamatan. Tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu penerapan metode
pembelajaran resitasi. Pelaksanaan tindakan ini dapat disusun sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal
1) Salam
2) Mengecek kesiapan siswa untuk belajar, doa, cek kehadiran.
3) Memberikan apersepsi
4) Memotivasi siswa.
5) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
50 | Jalaludin
b. Kegiatan Inti Pelaksanaan Kegiatan Resitasi
1) Fase Pemberian Tugas
a) Menjelaskan materi pembelajaran secara singkat.
b) Memberi kesempatan siswa untuk bertanya hal‐hal yang belum dimengerti.
c) Membagi siswa dalam kelompok‐kelompok kecil.
d) Membagikan lembar kerja siswa serta menjelaskan tugas yang harus
dikerjakan oleh siswa.
e) Menyampaikan batasan maksimun waktu yang diberikan kepada mereka
2) Fase Pelaksanaan Tugas
a) Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan pengamatan dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan.
b) Membimbing dan memotivasi siswa mengerjakan tugas.
3) Fase Pertanggungjawaban Tugas
a) Memberikan kesempatan siswa satu persatu untuk melaporkan hasil kerjanya.
b) Memberikan kesempatan siswa untuk bertanya‐jawab..
c) Memberikan penghargaan kepada siswa yang telah melakukan presentasi dan
mampu menjawab pertanyaan dari siswa kelompok lain.
c. Kegiatan Akhir/ Penutup
1) Memberikan kesempatan siswa untuk bertanya tentang hal‐hal yang belum
diketahui siswa serta menjelaskan kembali permasalahan yang belum dipahami
oleh siswa.
2) Bersama‐sama dengan peserta didik membuat rangkuman/simpulan dari materi
yang telah diajarkan.
3) Memberikan evaluasi berupa tes tertulis atau lisan untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari.
4) Doa, dan salam penutup.
Tindakan alternatif ini juga dapat dilihat secara lengkap pada Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang terlampir. Pengamatan yang dilakukan disesuaikan dengan
indikator keberhasilan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan lembaran
observasi.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 51
Refleksi
Refleksi merupakan aktivitas yang dilakukan guru berdasarkan hasil pengamatan
dan tindakan yang dilakukan. Catatan observasi, rekaman, maupun hasil tes yang
diperoleh siswa serta aktivitas lainnya yang dilakukan siswa yang berhasil diamati guru
merupakan bahan yang digunakan untuk melakukan refleksi. Hasil refleksi berupa saran
atau rekomendasi, apakah yang perlu dilakukan selanjutnya.61
3. Perencanaan Ulang
Saran atau rekomendasi untuk perbaikan umumnya muncul pada siklus pertama dari
PTK. Kemmis dan Taggart menyatakan bahwa pasti terdapat saran untuk memperbaiki
tindakan yang dilakukan. Setelah dilaksanakan observasi dan refleksi, ternyata hasil
refleksi tidak sesuai dengan indikator keberhasilan maka tindakan yang akan dilakukan
yaitu
a. Buat perencanaan baru,
b. Perencanaan ulang dengan mengganti atau memodifikasi metode, menambah,
atau mengurangi metode yang dipilih.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam proposal skripsi PTK ini yaitu
a. Data Berdasarkan Sumber
1) Data Primer
Data primer adalah data yang dihimpun langsung oleh peneliti, umumnya dari
hasil observasi terhadap situasi sosial dan diperoleh dari tangan pertama atau subjek
(informen) melalui proses wawancara62. Data primer pada umumnya dikumpulkan
melalui beberapa cara, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.Data primer
dalam penelitian ini adalah data mengenai minat siswa dalam pembelajaran yang
didapat dengan menggunakan lembaran observasi. Sedangkan data primer dari guru
yaitu berupa data mengenai minat siswa dalam pembelajaran yang didapat dengan
menggunakan lembaran wawancara.
61
Ibid., h. 25.
62
Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Dekriptif Kualitatif, (Jakarta: Referensi, 2013), h. 100.
52 | Jalaludin
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan dan
dianalisis secara tersendiri baik sebelum ataupun setelah data primer didapatkan63.
Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah Data sekunder dalam penelitian ini
yaitu (1) Lembaran observasi, (2) Absen siswa, (3) Nilai rapor/Ulangan Harian dan (4)
Dokumentasi.
b. Data Berdasarkan Bentuk
1) Data Kualitatif
Data kualitatif merupakan data yang diperoleh berbentuk gambaran kata‐kata atau
deskripsi kata. Data kualitatif yang akan peneliti ambil dalam penelitian ini adalah yang
berhubungan dengan hasil belajar siswa dari hasil observasi, wawancara dan hasil
pemberian postest berbentuk tes tertulis.
2) Data Kuantitatif
Data kuantitatif merupakan data yang diperoleh dalam bentuk angka. Data berbentuk
angka ini adalah data yang akan diambil dari penilaian motivasi belajar dari hasil
observasi, wawancara dan hasil pemberian postest berbentuk tes tertulis.
c. Data Berdasarkan Skala
1) Data Nominal
Adapun data nominal dalam PTK ini adalah jumlah siswa yang dijadikan sebagai subyek
penelitian, yaitu lima belas laki‐laki dan empat belas perempuan.
2) Data Ordinal
Data ordinal dalam PTK ini yaitu berupa urutan indicator motivasi belajar siswa yang
peneliti kelompokan menjadi lima urutan, yaitu motivasi belajar dalam kategori sangat
tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
3) Data Interval
63
Cresweel, John W, Educational Research: Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitative Research: Fourth Edition
(Boston MA: Pearson Education Inc, 2012), h. 551.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 53
2. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Adapun yang menjadi
sumber data untuk mendapatkan informasi penelitian adalah
a. Siswa
Data yang didapat dari siswa kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin ini yaitu data
mengenai minat siswa dalam pembelajaran yang didapat dengan menggunakan
lembaran observasi.
b. Guru
Data yang didapat dari guru kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin ini yaitu data
mengenai minat siswa dalam pembelajaran yang didapat dengan menggunakan
lembaran wawancara.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teknik Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang banyak digunakan
guru‐peneliti dalam melaksanakan PTK. Observasi biasa dikenal juga sebagai pengamatan
atau mengamati yang dilakukan terhadap kegiatan penelitian yang sedang dilaksanakan.64
Observasi merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui atau
menyelidiki tingkah laku nonverbal.65 Observasi atau pengamatan dilakukan secara teliti
sehingga dapat dicatat secara sistematis.
Teknik observasi dipergunakan untuk mengetahui minat belajar siswa dalam
penerapan metode pembelajaran resitasi dalam kegiatan belajar mengajar. Jenis observasi
yang dipilih dalam penelitian ini yaitu observasi partisipan. Observasi partisipan adalah
observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan cara terlibat langsung dalam aktivitas yang
dilakukan subjek penelitian.66 Observasi dilakukan pada setiap pelaksanaan pembelajaran
IPA di kelas.
2. Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan tatap muka antara pewawancara dengan sumber
informasi di mana pewawancara bertanya langsung tentang suatu objek yang diteliti dan
telah dirancang sebelumnya.67 Wawancara dilakukan secara verbal antara pewawancara
64
Ibid., h. 68
65
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan (Jakarta: Kencana, 2017), cet. 4, h. 384.
66
Tanujaya dan Mumu, Penelitian Tindakan Kelas, h. 68.
67
Yusuf, Metode Penelitian, h. 372.
54 | Jalaludin
dengan responden yang merupakan ahli atau orang yang dianggap dapat memberikan
informasi, keterangan atau penjelasan terhadap hal‐hal yang ingin diketahui.68
Wawancara yang dilaksanakan adalah wawancara terstruktur yang dilakukan kepada
guru. Dalam jenis wawancara ini, pewawancara telah menyusun sejumlah pertanyaan yang
akan diajukan kepada responden. Pertanyaan yang disusun ini bertujuan mengendalikan
wawancara yang dilakukan69. Teknik wawancara dilaksanakan untuk mengetahui minat
siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Wawancara dilakukan pada awal dan akhir
penelitian.
3. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara memperoleh informasi dari bermacam‐macam sumber
tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat dimana responden
melakukan kegiatan sehari‐hari.70 Dokumen dapat berupa teks tertulis, gambar, maupun
foto. Teknik dokumentasi dipergunakan untuk mengetahui Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) mata pelajaran IPA di MIS Raudhatul Mujawwidin, silabus pembelajaran, jumlah
siswa, serta aktivitas siswa pada saat penelitian berlangsung.
F. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang dipergunakan dalam pengumpulan data penelitian ini yaitu
1. Lembaran/Pedoman Observasi
Lembar observasi merupakan instrumen yang digunakan untuk mendukung kegiatan
pengumpulan data penelitian. Berikut ini adalah kisi‐kisi observasi minat siswa dalam
penerapan metode resitasi:
Tabel 3.1
Kisi‐kisi Observasi Minat Belajar Siswa
Variabel Indikator Bentuk Tingkah Laku
a) Fokus memperhatikan penjelasan guru dalam
pembelajaran;
Minat belajar Perhatian siswa b) Mencatat penjelasan guru;
siswa dalam KBM c) Membaca materi ajar;
d) Serius dalam pelaksanaan tugas;
e) Bersemangat mengerjakan tugas;
68
Tanujaya dan Mumu, Penelitian Tindakan kelas, h. 73‐74.
69
Ibid., h. 74.
70
Yadhik Muftiha Huda, “Penerapan metode Eksperimen untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV MIN Pandansari
Ngunut Tulungagung” (Skripsi, IAIN Tulungagung, 2014), h. 81.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 55
Variabel Indikator Bentuk Tingkah Laku
f) Tekun dan tidak mudah putus asa dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan.
a) Menjawab pertanyaan guru
b) Bertanya kepada guru;
c) Mengemukakan pendapat;
Partisipasi aktif
d) Aktif melakukan pengamatan;
siswa dalam
e) Aktif mempresentasikan hasil pengamatannya;
KBM
f) Menanggapi presentasi teman;
g) Diskusi dengan anggota kelompoknya;
h) Menyimpulkan hasil pembelajaran.
a) Masuk kelas tepat waktu
b) Membawa alat tulis dan buku;
c) Mempunyai catatan materi ajar yang lengkap;
d) Menyelesaikan tugas tepat waktu;
Perasaan senang
e) Bertanggungjawab terhadap tugas;
terhadap KBM
f) Tidak gelisah dalam belajar;
g) Tidak mudah bosan dan menyerah dalam
menyelesaikan tugas;
h) Bersikap ceria.
Untuk contoh instrumennya sendiri, dapat dilihat pada lampiran proposal.
2. Lembaran Wawancara
Kegiatan wawancara yang dilakukan antara peneliti dengan guru meliputi hal‐hal
sebagai berikut:
a. Meminta pendapat guru tentang pelaksanaan pembelajaran di kelas, antara lain
mengungkap minat siswa dalam pembelajaran, kelebihan, kekurangan, dan
permasalahan lain yang berhubungan dengan pembelajaran di kelas.
b. Meminta pendapat guru mengenai efektivitas penerapan metode resitasi dalam
pembelajaran di kelas.
c. Mendiskusikan hal‐hal yang telah dikemukakan baik guru maupun peneliti untuk
disepakati hal‐hal yang perlu dilakukan pada langkah selanjutnya.
Adapun kisi‐kisi daftar pertanyaan dalam wawancara yang akan dilakukan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini. Sedangkan lembaran wawancaranya peneliti muat di
lampiran proposal.
56 | Jalaludin
Tabel 3.2
Kisi‐kisi Lembar Wawancara Guru
Hari/ Tanggal : ......................................................
Nama Guru : ......................................................
Tema Melihat keefektifan pelaksanaan tindakan metode resitasi di kelas
1. Mengetahui tentang pelaksanaan pembelajaran di kelas
2. Mengungkap minat siswa dalam pembelajaran dengan resitasi
3. Kelebihanmetode resitasi dalam pembelajaran di kelas
Tujuan
4. Kekurangan metode resitasi dalam pembelajaran di kelas
5. Mengenai efektivitas penerapan metode resitasi dalam
pembelajaran di kelas
Bentuk
Wawancara terstruktur
Wawancara
Target Wawancara pribadi
Person
Waktunya Setelah tindakan dilakukan
3. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mengetahui KKM mata pelajaran IPA, silabus, serta
jumlah siswa. Untuk memperkuat hasil penelitian ini, peneliti mengambil dokumentasi
berupa foto‐foto pada saat siswa melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan
metode resitasi.
G. Teknik Analisis Data
Dalam setiap penelitian, setelah semua data terkumpul harus dianalisis secara akurat dan
objektif. Analisis data merupakan tahap yang paling penting dan menentukan dalam suatu
penelitian. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dan
kuantitatif.
1. Analisis Data Kualitatif
Menurut Miles dan Huberman, analisis data terdiri atas 3 komponen kegiatan yang
saling terkait satu sama lain, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (display
data), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.71
71
Yusuf, Metode Penelitian, h. 407.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 57
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih,
memfokuskan, membuang, dan mengorganisasikan data dalam satu cara, dimana
kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasi.72
b. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data dari hasil reduksi
data dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi pada akhir
siklus. Penyajian data paling sering berupa teks naratif dan kejadian atau peristiwa itu
terjadi di masa lampau.73
c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Verifikasi merupakan upaya pencarian makna data, mencatat keteraturan, dan
penggolongan data. Simpulan perlu diverifikasi oleh orang lain yang ahli dalam bidang
yang diteliti.74 Hal tersebut dilakukan agar kesimpulan yang diambil dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Analisis Data Kuantitatif
Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka, bukan kata‐kata atau
gambar.75 Kriteria keberhasilan penelitian tentang minat belajar siswa ditetapkan sebagai
berikut:
Tabel 3.2
Kriteria Hasil Penelitian76
Rentang Nilai Kriteria
0% ≤ NR ≤ 60% Sangat Kurang
60% ≤ NR ≤ 70% Kurang
70% ≤ NR ≤ 80% Cukup
80% ≤ NR ≤ 90% Baik
90% ≤ NR ≤ 100% Sangat Baik
72
Ibid.
73
Ibid., h. 409.
74
Ibid.
75
Ibid., h. 58.
76
R. Hidayah, “Bab III Metode Penelitian.” Repo.iain‐tulungagung.ac.id. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2018.
58 | Jalaludin
Kriteria hasil penelitian tersebut diperoleh melalui:
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 10077
H. Verifikasi Data
Hal penting yang harus diperhatikan dalam PTK adalah menverifikasi data‐data yang
didapatkan dari hasil penelitian guna menghasilkan data yang valid. Jika data yang dilaporkan
pada laporan PTK nanti sudah diverifikasi dengan menggunakan metode pengumpulan data
yang bervariasi dan didasarkan kepada sandaran teori maka baru bisa dikatakan valid. Data
yang valid adalah data yang tingkat kebenaran, ketelitian, dan ketepatan dalam menghasilkan
informasi tentang variabel yang diukur sesuai dengan tujuan pengukurannya.78 Guna
memperoleh hasil data penelitian yang mempunyai validitas baik, maka instrumen penelitian
harus divalidasi. Di sini, peneliti akan meminta bantuan Dosen Pembimbing untuk melakukan
validasi terhadap instrumen pengumpulan data peneliti. Setelah nanti data didapatkan, maka
peneliti akan menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode guna mendapatkan hasil
yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Triangulasi sumber digunakan dengan
mendapatkan informasi dari siswa maupun guru. Sedangkan triangulasi metode yaitu peneliti
akan menverifikasi dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi terhadap tujuan
pengukuran PTK.
I. Indikator Keberhasilan Tindakan
1. Indikator Keberhasilan Guru
Indikator adalah acuan yang dipakai guru untuk menentukan tingkat keberhasilan
siswa dalam setiap pembelajaran. Untuk memudahkan dalam mencari tingkat
keberhasilan tindakan, E. Mulyasa mengatakan bahwa kualitas pembelajaran dan
pembentukan kompetensi peserta didik dapat terlihat dari segi proses dan hasil. Dari segi
proses, pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas
apabila seluruhnya atau setidak‐tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara
aktif dalam pembelajaran. Sedangkan dari segi hasil, pembelajaran dan pembentukan
kompetensi dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan kompetensi dan tingkah laku
yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau sekurang‐kurangnya (75%)”.79
77
Ibid.
78
Tanujaya dan Mumu, Penelitian Tindakan Kelas, h. 87.
79
Erwin Widiasworo, Strategi dan Metode Mengajar di Luar Kelas (Outdoor Learning): Secara Aktif, Kreatif, Inspiratif, dan Komunikatif
(Yogyakarta: Ar‐Ruzz Media, 2016), h. 28‐29
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 59
2. Indikator Keberhasilan Siswa
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila minat belajar siswa kelas IV MIS Raudhatul
Mujawwidin pada mata pelajaran IPA materi bagian‐bagian tumbuhan dan fungsinya
memperoleh nilai 75% dari semua indikator minat belajar siswa atau dengan kriteria Cukup.
Berikut adalah indikator keberhasilan tindakan pada penelitian ini:
Tabel 3.3
Indikator Keberhasilan Tindakan
Variabel Indikator Rentang Nilai Kriteria
0% ≤ NR ≤ 60% Sangat Kurang
60% ≤ NR ≤ 70% Kurang
Perhatian siswa dalam KBM 70% ≤ NR ≤ 80% Cukup
80% ≤ NR ≤ 90% Baik
90% ≤ NR ≤ 100% Sangat Baik
0% ≤ NR ≤ 60% Sangat Kurang
Minat 60% ≤ NR ≤ 70% Kurang
Partisipasi aktif siswa dalam
Belajar 70% ≤ NR ≤ 80% Cukup
KBM
Siswa 80% ≤ NR ≤ 90% Baik
90% ≤ NR ≤ 100% Sangat Baik
0% ≤ NR ≤ 60% Sangat Kurang
60% ≤ NR ≤ 70% Kurang
Perasaan senang terhadap
70% ≤ NR ≤ 80% Cukup
KBM
80% ≤ NR ≤ 90% Baik
90% ≤ NR ≤ 100% Sangat Baik
J. Jadwal Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti menyusun jadwal agar penelitian dapat
terlaksana dengan teratur dan terarah. Jadwal pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
60 | Jalaludin
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian
Jenis Bulan
No. Kegiatan April Mei Juli Agustus Sept Okt Nop
Penelitian 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2 4 1 2 1 2 3 4
Penyusunan
1.
Proposal
Bimbingan
2.
Proposal
Seminar
2.
Proposal
Perbaikan
3.
Proposal
Pelaksanaan
4.
Penelitian
5. Analisis Data
Penulisan
6.
Skripsi
Bimbingan
7.
Skripsi
8. Munaqasyah
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 61
DAFTAR PUSTAKA
A. Muri Yusuf. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan. Jakarta:
Kencana, 2017, cet. 4.
Abdul Majid. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.
Ali Mudlofir dan Evi Fatimatur Rusydiyah. Desain Pembelajaran Inovatif: dari Teori ke
Praktik. Depok: Rajawali Pers, 2017.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta, Ar‐Ruzz
Media, 2015.
Bambang Warsita. Teknologi Pembelajaran; Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka
Cipta, 2008.
Benidiktus Tanujaya dan Jeinne Mumu. Penelitian Tindakan Kelas: Panduan Belajar, Mengajar,
dan Meneliti. Yogyakarta: Media Akademi, 2016.
Dadang Yudhistira. Menulis Penelitian Tindakan Kelas yang APIK: Asli, Perlu, Ilmiah, Konsisten.
Jakarta: PT Grasindo, 2013.
Daryanto dan Syaiful Karim. Pembelajaran Abad 21. Yogyakarta: Penerbit Gava Media,
2017.
Erna Budiyati. “Penerapan Metode Permainan Untuk Meningkatkan Minat Belajar
IPA Siswa Kelas V SD Negeri Krogowanan Kecamatan Sawangan Kabupaten
Magelang Tahun Ajaran 2013/2014” (Skripsi, FIP Universitas Negeri Yogyakarta,
2014).
Erwin Widiasworo. Strategi dan Metode Mengajar di Luar Kelas (Outdoor Learning): Secara
Aktif, Kreatif, Inspiratif, dan Komunikatif. Yogyakarta: Ar‐Ruzz Media, 2016.
Ferry Sulistiyono. “Peningkatan Minat Belajar Siswa Terhadap Pembelajaran Tematik
Kelas I Melalui Metode Story Telling di SD N Gembongan Sentolo Kulon Progo”
(Skripsi, FIP Universitas Negeri Yogyakarta, 2014).
H. Cholil dan Sugeng Kurniawan. Psikologi Pendidikan: Telaah Teoritik dan Praktik. Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011.
Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu: Teori, Konsep, dan
Implementasi. Yogyakarta: Familia, 2012.
Jamil Suprihatiningrum. Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar Ruzz
Media, 2013.
Jumanta Hamdayama. Metodologi Pengajaran. Jakarta: PT Bumi aksara, 2016.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Peduli Terhadap Makhluk Hidup. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
62 | Jalaludin
Khanifatul. Pembelajaran Inovatif: Strategi Mengolah Kelas Secara Efektif dan Menyenangkan.
Jogjakarta: Ar‐Ruzz Media, 2014.
Moh Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar‐
Ruzz Media, 2012.
Mona Novita. PTK Tidak Horor. Surabaya: Pustaka Media Guru, 2018.
Muhammad Fathurrohman. Model‐model Pembelajaran Inovatif: Alternatif Desain
Pembelajaran yang Menyenangkan. Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2015.
Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani. Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi dalam
Proses Pembelajaran. Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2014.
Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa. Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan
Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jogjakarta: Ar‐Ruzz Media, 2011.
Muhammad Yaumi. Prinsip‐prinsip Desain Pembelajaran disesuaikan dengan Kurikulum
2013. Jakarta: Kencana, 2017.
Ngainun Naim. Dasar‐dasar Komunikasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar‐Ruzz Media, 2011.
Novan Ardy Wiyani. Desain Pembelajaran Pendidikan: Tata Rancang Pembelajaran Menuju
Pencapaian Kompetensi. Yogyakarta: Ar‐Ruzz Media, 2013.
Nur Khalida Prettiana. “Peningkatan Minat Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) pada Siswa Kelas V SD
N 1 Sedayu Bantul” (Skripsi, FIP Universitas Negeri Yogyakarta, 2016).
Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006. Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar Menengah.
https://www.scribd.com/mobile/doc/48620155/lampiran‐ permendikas‐nomor‐22‐
tahun‐2006tentang‐standar‐isi‐lampiran‐SD‐MI
Poppy K. Devi dan Sri Anggraeni. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Kelas IV.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Purwa Atmaja Prawira. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Jogjakarta: Ar‐Ruzz
Media, 2014.
R. Hidayah. “Bab III Metode Penelitian.” Repo.iain‐tulungagung.ac.id.
Roestiyah N.K. Strategi Belajar Mengajar: Salah Satu Unsur Pelaksanaan Strategi Belajar
Mengajar: Teknik Penyajian. Jakarta: Rineka Cipta, 2012, Cet ke‐VIII.
Rulam Ahmadi. Pengantar pendidikan: Asas dan Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar‐Ruzz
Media, 2014.
Rusman. Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana,
2017.
Suharsimi Arikunto, dkk., Penelitian Tindakan Kelas: Edisi Revisi. Jakarta: PT Bumi Aksara,
2015.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 63
Sukajati. Penelitian Tindakan Kelas di SD. Yogyakarta: PPPPTK, 2008.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta,
2013.
Trianto. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia Dini TK/RA dan Anak
Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana, 2011
Ujang Erianto. “Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa dengan Menggunakan Media
Gambar dalam Pembelajaran IPA di Kelas IV SD Krapyak Wetan” (Skripsi, FIP
Universitas Negeri Yogyakarta, 2016).
UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
http://sindikker.dikti.go.id/dok/UU/UU20‐2003‐sisdiknas.pdf
Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT
Indeks, 2011.
Yadhik Muftiha Huda. “Penerapan metode Eksperimen untuk Meningkatkan Hasil
Belajar IPA pada Siswa Kelas IV MIN Pandansari Ngunut Tulungagung” (Skripsi,
IAIN Tulungagung, 2014).
Yatim Riyanto. Paradigma Baru Pembelajaran : sebagai Referensi bagi Guru/Pendidik
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Prenada
Media Group, 2014, cet. 4.
64 | Jalaludin
LAMPIRAN‐LAMPIRAN
1. Lembar Wawancara GuruPra Siklus
Hari/ Tanggal : …………………………..
Nama Guru : …………………………..
Tema Rendahnya minat belajar IPA Siswa kelas IV MIS Raudhatul
Mujawwidin Kabupaten Tebo.
Tujuan 1. Mengetahui pendapat guru tentang minat belajar IPA siswa
kelas IV.
2. Mengetahui metode yang digunakan guru dalam
membelajarkan IPA selama ini (khususnya untuk materi yang
diteliti)
3. Mengetahui apakah guru pernah menerapkan metode resitasi
untuk materi IPA.
4. Mengetahui faktor‐faktor yang menyebabkan rendahnya
minat belajar anak terhadap pembelajaran IPA.
Bentuk Wawancara terstruktur
Wawancara
Jenis Wawancara pribadi
Wawancara
Target Guru IPA Kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin Kabupaten Tebo
Person
Waktunya Saat Grandtour/mini riset guna mengumpulkan data awal untuk
mengidentifikasi masalah dalam PTK yang akan dibuat.
No Pertanyaan Jawaban
Bagaimana pendapat Bapak mengenai
1 minat siswa dalam pembelajaran IPA di
kelas selama ini?
Metode apa sajakah yang sudah
2 pernah diterapkan pada pembelajaran
IPA di kelas IV?
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 65
Apakah penerapan metode tersebut
3 sudah cukup efektif untuk mengatasi
masalah yang Bapak temui?
Apakah Bapak pernah menerapkan
4 metode resitasi dalam pembelajaran
IPA?
Bagaimana pendapat Bapak jika
5 metode resitasi diterapkan pada
pembelajaran IPA?
Rimbo Bujang, 18 Juli 2018
Narasumber Peneliti
FNW Mulyati
66 | Jalaludin
2. Lembar Wawancara GuruSetelah Pelaksanaan Tindakan dengan Metode Resitasi
Hari/ Tanggal : …………………………..
Nama Guru : …………………………..
Tema Rendahnya minat belajar IPA Siswa kelas IV MIS Raudhatul
Mujawwidin Kabupaten Tebo.
Tujuan 1. Mengetahui pendapat guru tentang perbedaan minat belajar
IPA siswa kelas IV setelah menggunakan metode resitasi.
2. Mengetahui keefektifan metode resitasi dalam meningkatkan
minat belajar IPA siswa kelas IV.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode resitasi dalam
meningkatkan minat belajar IPA siswa kelas IV.
Bentuk Wawancara terstruktur
Wawancara
Jenis Wawancara pribadi
Wawancara
Target Guru IPA Kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin Kabupaten Tebo
Person
Waktunya Setelah dilakukan tindakan pemberian metode resitasi kepada
siswa kelas IV
No Pertanyaan Jawaban
Bagaimana minat siswa dalam
1 pembelajaran setelah dilakukan
metode resitasi?
Apa saja kendala yang kerap Bapak
2 temui dalam pembelajaran sebelum
penerapan metode resitasi?
Menurut pendapat Bapak, apakah
penerapan metode resitasi ini cukup
3
efektif untuk meningkatkan minat
belajar siswa?
Apakah penerapan metode
4
pembelajaran ini bisa mengatasi
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 67
permasalahan yang sebelumnya Bapak
temui?
Menurut Bapak, apa kelebihan dan
5 kekurangan penerapan metode resitasi
ini?
Bagaimanakah cara terbaik untuk
6
mengatasi kekurangan tersebut?
Rimbo Bujang, ……………..2018
Narasumber Peneliti
FNW Mulyati
68 | Jalaludin
3. Pedoman Lembaran Observasi Pra Siklus
A. Pedoman Lembaran Observasi Pra Siklus untuk Guru
Sekolah/ Kelas :_________________
Hari/ Tanggal :_________________
Nama Guru :_________________
Nama Observer :_________________
Tujuan
1. Merekam data proses pembelajaran siswa pada mata pelajaran IPA oleh guru.
2. Merekam data metode, strategi dan model pembelajaran yang digunakan guru dalam
memberikan pembelajaran pada materi IPA.
3. Merekam berapa banyak siswa di kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin yang menujukkan
minat terhadap PBM yang dilakukan oleh guru.
4. Merekam data kualitas aktivitas belajar yang diberikan guru ke siswa yang menunjukkan
minat belajar.
Petunjuk:
Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi tetap dapat
memantau setiap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa.
1. Berilah tanda V (ceklis) pada kolom yang sesuai dengan aspek yang diamati, dan catatlah
hal hal yang penting dan relevan sehubungan dengan aspek yang diamati dalam kolom
keterangan.
No Aspek yang diamati Ya Tidak Keterangan
A. Pendahuluan
1 Apakah guru mengabsen,
memotivasi/membangkitkan minat siswa
belajar?
Adanya apersepsi
Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
Menyiapkan alat bahan/ media pembelajaran
Mengemukakan alur kegiatan yang akan
dilakukan siswa
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 69
B. Kegiatan Pokok
Apakah guru menggunakan alat, bahan atau
media pembelajaran?
Sesuaikah media dengan materi?
2
Memotivasi siswa untuk bertanyakah?
Berperan sebagai fasilitator
Mengaktifkan diskusi
Memantau kesulitan/ kemajuan belajar siswa?
C. Penutup
Apakah siswa membuat rangkuman/catatan?
3
Apakah guru memberikan tugas/PR?
Apakah guru melakukan refleksi?
Penampilan Guru
Apakah guru ceria?
Apakah guru antusias dalam mengajar
4
Apakah guru memiliki semangat dalam
mengajar?
Apakah penampilan guru rapi dan sopan?
Penggunaan Papan tulis
Apakah tulisan guru di papan tulis dapat
5 terbaca sampai belakang?
Apakah guru menuliskan istilah‐istilah
/kosakata baru?
Pengelolaan Waktu
Apakah guru menggunakan waktu secara
6 efektif dan efisien?
Apakah guru menggunakan sebagian waktu
untuk menciptakan situasi siswa belajar?
Pengelolaan Kelas
Apakah guru menenangkan kelas sebelum
7
memulai pelajaran?
Apakah guru mengatur pengelompokan siswa?
Teknik bertanya
8 Apakah guru menyebarkan pertanyaan kepada
siswa?
70 | Jalaludin
Apakah guru memperhatikan waktu tunggu
jawaban siswa?
Apakah guru menghindari jawaban serentak?
Apakah guru menanggapi jawaban siswa
dengan baik dan penuh perhatian?
Pengelolaan pembelajaraan kooperatif
9 Apakah guru membagi dalam kelompok?
Apakah guru memberikan uji awal dan uji akhir?
(Sumber: Adopsi dari https://minhermina.blogspot.com/2016/02/lembar‐observasi‐penelitian‐
tindakan.html)
B. Pedoman Lembaran Observasi Pra Siklus untuk Siswa
LEMBAR PRILAKU SISWA DALAM PBM
Sekolah/ Kelas :_________________
Hari/ Tanggal :_________________
Siswa Kelas :_________________
Nama Observer :_________________
Tujuan:
1. Merekam data proses pembelajaran siswa pada mata pelajaran IPA.
2. Merekam data berapa banyak siswa di kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin yang
menujukkan minat terhadap PBM yang dilakukan oleh guru.
3. Merekam data kualitas aktivitas belajar siswa yang menunjukkan minat belajar.
Petunjuk:
1. Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi tetap
dapat memantau setiap kegiatan yang dilakukan siswa.
2. Berilah tanda V (ceklis) pada kolom yang sesuai dengan aspek yang diamati, dan
catatlah hal hal yang penting dan relevan sehubungan dengan aspek yang diamati
dalam kolom keterangan.
No Perilaku Siswa Dalam PBM Tally Jumlah Persentase
1 Menyelesaikan tugas
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 71
2 Interaksi dengan buku sumber/ LKS
3 Interaksi dengan bahan pelajaran
4 Interaksi dengan teman
5 Menyimak/ mencatat penjelasan
6 Bermotif kerja
7 Bertanggungjawab
8 Bercanda/ bermain di kelas
9 Keluar/ masuk kelas
10 Tidak memperhatikan penjelasan
11 Menjawab pertanyaan guru
12 Mengajukan pertanyaan
13 Datang terlambat
14 Acuh tak acuh dalam kelompok
Tebo,...........................
Observer
…………………………….
3. Berikan tally bagi tiap siswa yang melakukan kegiatan deskriptor.
4. Observer memberikan skor sesuai dengan petunjuk berikut:
Kriteria hasil penelitian minat belajar siswa dihitung dengan rumus berikut:
Rumus Rentang Nilai Kriteria
0% ≤ NR ≤ 60% Sangat Kurang
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 60% ≤ NR ≤ 70% Kurang
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
70% ≤ NR ≤ 80% Cukup
100
80% ≤ NR ≤ 90% Baik
90% ≤ NR ≤ 100% Sangat Baik
72 | Jalaludin
4. Pedoman Lembaran Observasi Saat Siklus Dijalankan
A. Pedoman Lembaran Observasi Saat Siklus untuk Siswa
Sekolah/ Kelas :_________________
Hari/ Tanggal :_________________
Siswa Kelas :_________________
Nama Observer :_________________
Tujuan:
Merekam data proses pembelajaran siswa pada mata pelajaran IPA oleh guru dengan metode
resitasi.
1. Merekam data keunggulan dan kelemahan metode resitasi dalam meningkatkan minat
belajar IPA siswa.
2. Merekam data berapa banyak siswa di kelas IV MIS Raudhatul Mujawwidin yang
menujukkan minat terhadap PBM yang dilakukan oleh guru melalui penggunaan
metode resitasi.
3. Merekam data kualitas aktivitas belajar yang diberikan guru ke siswa yang menunjukkan
minat belajar dengan metode resitasi.
Petunjuk:
Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi tetap dapat
memantau setiap kegiatan yang dilakukan siswa.
1. Observasi memuat tiga aspek minat belajar yang masing‐masing memuat deskriptor‐
deskriptor sebagai berikut:
a. Perhatian siswa dalam KBM
1) Fokus memperhatikan penjelasan guru dalam pembelajaran
2) Mencatat penjelasan guru
3) Membaca materi ajar
4) Serius dalam pelaksanaan tugas
5) Bersemangat mengerjakan tugas
6) Tekun dan tidak mudah putus asa dalam menyelesaikan tugas
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 73
b. Partisipasi aktif siswa
1) Menjawab pertanyaan guru
2) Bertanya kepada guru
3) Mengemukakan pendapat
4) Aktif melakukan pengamatan
5) Aktif mempresentasikan hasil pengamatan
6) Menanggapi presentasi teman
7) Diskusi dengan anggota kelompok lainnya
8) Menyimpulkan hasil pembelajaran
c. Perasaan senang siswa terhadap KBM
1) Masuk kelas tepat waktu
2) Membawa alat tulis dan buku
3) Mempunyai catatan materi ajar yang lengkap
4) Menyelesaikan tugas tepat waktu
5) Bertanggungjawab terhadap tugas
6) Tidak gelisah dalam belajar
7) Tidak mudah bosan dan menyerah dalam menyelesaikan tugas
8) Bersikap ceria
2. Berikan tally bagi tiap siswa yang melakukan kegiatan deskriptor.
3. Observer memberikan skor sesuai dengan petunjuk berikut:
Kriteria hasil penelitian minat belajar siswa dihitung dengan rumus berikut:
Rumus Rentang Nilai Kriteria
0% ≤ NR ≤ 60% Sangat Kurang
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 60% ≤ NR ≤ 70% Kurang
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
70% ≤ NR ≤ 80% Cukup
100
80% ≤ NR ≤ 90% Baik
90% ≤ NR ≤ 100% Sangat Baik
74 | Jalaludin
4. Lembar Observasi Minat Belajar Siswa Saat Siklus Dijalankan
Indikator Deskriptor Tally Jumlah Persentase
1. Fokus memperhatikan
penjelasan guru dalam
pembelajaran
2. Mencatat penjelasan guru
3. Membaca materi ajar
Perhatian 4. Serius dalam pelaksanaan
siswa dalam tugas
KBM 5. Bersemangat mengerjakan
tugas
6. Tekun dan tidak mudah
putus asa dalam
menyelesaikan tugas yang
diberikan.
1. Menjawab pertanyaan
guru
2. Bertanya kepada guru
3. Mengemukakan pendapat
4. Aktif melakukan
pengamatan
Partisipasi
5. Aktif mempresentasikan
aktif siswa
hasil pengamatannya
dalam KBM
6. Menanggapi presentasi
teman
7. Diskusi dengan anggota
kelompoknya
8. Menyimpulkan hasil
pembelajaran.
1. Masuk kelas tepat waktu
2. Membawa alat tulis dan
Perasaan
buku
senang
3. Mempunyai catatan materi
terhadap
ajar yang lengkap
KBM
4. Menyelesaikan tugas tepat
waktu
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 75
Indikator Deskriptor Tally Jumlah Persentase
5. Bertanggungjawab
terhadap tugas
6. Tidak gelisah dalam belajar
7. Tidak mudah bosan dan
menyerah dalam
menyelesaikan tugas
8. Bersikap ceria.
Rimbo Bujang, 2018
Observer
......................
76 | Jalaludin
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP) Siklus I Pertemuan I
Nama Sekolah : MIS Raudhatul Mujawwidin
Kelas / Semester : IV (Empat) / 1
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit
A. Standar Kompetensi (SK)
1. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya
B. Kompetensi Dasar (KD)
1. Menjelaskan hubungan antara struktur akar tumbuhan dengan fungsinya
C. Indikator
1. Menyebutkan ciri‐ciri akar
2. Menyebutkan bagian‐bagian akar
3. Membedakan Jenis‐Jenis akar
4. Menjelaskan fungsi akar bagi tumbuhan
D. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menyebutkan ciri‐ciri akar
2. Siswa dapat menyebutkan bagian‐bagian akar
3. Siswa dapat membedakan Jenis‐Jenis akar
4. Siswa dapat menjelaskan fungsi akar bagi tumbuhan
E. Materi Pembelajaran
Materi Akar pada tumbuhan
F. Metode Pembelajaran
Pendekatan : Kontekstual
Metode : Resitasi
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 77
G. Kegiatan Pembelajaran
Langkah‐langkah
Alokasi
Kegiatan dalam Metode Deskripsi Kegiatan
Waktu
Resitasi
a. Guru membuka pelajaran dengan
mengucapkan salam dan
menanyakan kabar mereka,
kemudian mempersiapkan siswa
untuk belajar.
b. Guru melakukan apersepsi dengan
menghubungkan pelajaran dengan
pengalaman sehari‐hari siswa “Siapa
Kegiatan
yang pernah mencabut rumput di 10 menit
Pembuka
rumah atau di halaman sekolah?
Bagaimana bentuk akarnya?”
c. Guru memberi motivasi kepada
siswa agar semangat dalam
mengikuti pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
d. Menyampaiakan tujuan
pembelajaran.
a. Guru memberikan pertanyaan‐
pertanyaan untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa.
“Bagaimana bentuk akar rumput?
Apa saja yang termasuk bagian‐
bagian akar?” serta memberikan
Kegiatan penjelasan singkat mengenai akar
Fase Pemberian
Inti tumbuhan. 50 menit
Tugas
b. Siswa dipersilahkan untuk
mengajukan pertanyaan‐pertanyaan
untuk memperkuat pengetahuan
yang telah ditemukan.
c. Guru membagi siswa menjadi
kelompok kecil yang beranggotakan
2 orang.
78 | Jalaludin
Langkah‐langkah
Alokasi
Kegiatan dalam Metode Deskripsi Kegiatan
Waktu
Resitasi
d. Guru menuliskan soal‐soal yang akan
diselesaikan oleh siswa dan
ditemukan jawabannya sendiri
dengan cara berdiskusi dan
melakukan pengamatan, serta
menjelaskan batas waktu
pengerjaan soal.
a. Siswa melakukan kegiatan
pengamatan untuk menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan
akar.
Fase Pelaksanaan
b. Guru berkeliling untuk mengamati,
Tugas
memotivasi, dan memfasilitasi
kerjasama setiap kelompok.
c. Guru memberikan kesempatan
kepada perwakilan setiap kelompok
untuk tampil membacakan hasil
diskusinya
d. Guru memberikan kesempatan
kepada kelompok lain untuk
Fase bertanya pada kelompok yang
Pertanggungjawaban membacakan hasil diskusinya
Tugas (Resitasi) didepan kelas, kemudian
memberikan jawaban kepada
kelompok yang bertanya
e. Guru memuji kelompok yang aktif
dalam diskusi dan mampu menjawab
pertanyaan dari kelompok lain
dengan benar
Kegiatan a. Guru menanyakan kepada siswa
10 menit
Akhir tentang hal‐hal yang belum dipahami
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 79
Langkah‐langkah
Alokasi
Kegiatan dalam Metode Deskripsi Kegiatan
Waktu
Resitasi
b. Guru bersama siswa menyimpulkan
hasil diskusi kelompok
c. Guru memberikan evaluasi yang
berupa pertanyaan‐pertanyaan
untuk mengetahui tingkat
penguasaan siswa terhadap materi
yang baru dipelajari serta
mengetahui respon siswa terhadap
proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
d. Do’a dan salam penutup
H. Sumber dan Media Pembelajaran
1. Sumber Belajar
Buku IPA Kelas IV
2. Media/Alat/Bahan
a. Tumbuhan di sekitar sekolah,
b. Alat tulis.
I. Penilaian
1. Jenis Tes
a. Tes Tertulis
b. Tes Lisan
c. Perbuatan
2. Instrumen
a. Lembar Kerja Siswa
b. Lembar Penilaian Aktivitas Siswa
Rimbo Bujang, 23 Juli 2018
Wali Kelas IV Peneliti
FNW Mulyati
80 | Jalaludin
G. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS
1. Di antara karakteristik PTK yang telah diuraikan sebelumnya, yang mana menurut
Saudara yang paling penting, yang benar‐benar membedakannya dari penelitian
formal? Berikan alasan atas jawaban Saudara.
2. Ada banyak model PTK yang telah dikemukakan oleh para ahli, misalnya Model Kurt‐
Lewin, Model Kemmis dan Taggart, Model Dave Ebbut, dan Model John Elliot. Jika
Anda hendak melaksanakan PTK guna meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran, model PTK apa yang akan Anda pilih? Jelaskan alasan Anda!
3. Bagaimanakah cara merumuskan judul PTK yang baik?
4. Guru bisa saja melakukan PTK di kelasnya guna meningkatkan kualitas kegiatan
pembelajaran. Apakah perbedaan antara guru yang mengajar saja di kelas dengan guru
yang mengajar sekaligus melakukan PTK?
5. Umumnya PTK dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa atau minat dan
motivasi siswa. Selain hal tersebut, masalah apa yang dapat diangkat sebagai objek
PTK? Berikan contohnya!
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 81
Bab II
Teknik Penelitian dan Instrumen
Pengumpulan Data (IPD) PTK
“Try, Try, Try, and Keep on Trying, is the Rule that must be followed
to Become an Expert in anything”
(Quote From: W. Cleament Stone)
(Sumber Gambar: http://www.naphill.org/wp‐content/uploads/stone‐portrait‐frontpage‐original.jpg)
B
ab II buku ini akan membahas secara jelas perbedaan teknik penelitian dengan
instrumen pengumpulan data dalam PTK. Masih banyak peneliti yang ragu dengan
kedua istilah ini, yaitu mana yang teknik dan mana yang instrumen pengumpulan data.
Nah, untuk memantapkan pemahaman pembaca sekalian mengenai kedua konsep istilah
tersebut, simak secara santai tapi serius ulasan di bawah ini ya..!
82 | Jalaludin
A. Teknik Penelitian
Berdasarkan jenis data, penelitian dibagi menjadi dua, yaitu; penelitian kuantitatif dan
penelitian kualitatif. Penelitian dengan landasan filsafat positivismeterdapat pada penelitian
kuantitatif. Selain itu juga yang digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu,
teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012:14). Sementara itu, penelitian yang
menjadikan landasan filsafat postpositivisme merupakan penelitian kualitatif. Oleh sebab itu,
penelitian kualitatif bisa dimaknai menjadi penelitian yang berlandaskan pada filsafat
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball,
analisis bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian lebih menekankan makna atau data
sebenarnya (Sugiyono, 2012:15).
Berdasarkan paparan di atas, pertanyaan mendasarnya adalah “PTK itu termasuk
penelitian dengan jenis data apa sih?” Ya, benar. PTK adalah penelitian dengan jenis data
gabungan keduanya (kualitatif dan kuantitatif) yang diistilahkan dengan PTK jenis kuantitatif‐
kualitatif. Menurut Jasa Ungguh Muliawan (2010: 10) bahwa PTK jenis terakhir atau yang
terbaru yaitu jenis kualitatif‐kuantitatif yang merupakan kombinasi atau gabungan antara
pendekatan kualitatif dengan pendekatan kuantitatif. Artinya cara pengolahan data yang
digunakan juga merupakan kombinasi atau gabungan dari model kuantitatif dan kualitatif.
Dengan demikian, dapat ditarik benang merahnya bahwa PTK adalah penelitian yang
termasuk Mixing Method.
Teknik penelitian adalah cara atau prosedur yang digunakan oleh peneliti untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan tujuan tertentu. Menurut Tokan (2016: 78)
teknik‐teknik yang lazim digunakan untuk memperoleh data pada penelitian kualitatif adalah
teknik observasi, dan teknik wawancara. Sedangkan untuk penelitian kuantitatif
menggunakan angket/kuesioner, namun bisa juga dengan wawancara. Berikut ini adalah
teknik‐teknik pengumpulan data yang biasanya digunakan untuk penelitian tindakan kelas
sebagai bentuk gabungan penelitian kualitatif dan kuantitatif.
1. Teknik Wawancara
Wawancara dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan‐pertanyaan langsung kepada subjek penelitian. Wawancara
biasanya dilakukan dengan bertatap muka langsung dengan subjek, namun seiring
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 83
perkembangan teknologi, wawancara juga bisa dilakukan melalui media komunikasi,
seperti telepon, email, skype, dan sebagainya. Sebelum melakukan wawancara biasanya
seorang peneliti akan membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu. Daftar pertanyaan
yang dibuat harus sesuai dengan topik penelitian. Wawancara dikategorikan ke dalam tiga
teknik, yaitu wawancara terstruktur, wawancara tak terencana, dan wawancara terencana
tetapi tidak terstruktur.
a. Wawancara Terstruktur
Merupakan wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara yang jelas. Sebelum mengadakan wawancara, peneliti akan membuat
daftar pertanyaan serinci mungkin untuk ditanyakan kepada narasumber. Jadi peneliti
tidak akan kebingungan mencari pertanyaan yang akan diajukan kepada subjek
penelitian. Wawancara dengan jenis seperti ini akan memudahkan proses wawancara,
terutama jika peneliti belum begitu ahli dalam melakukan penelitian.
b. Wawancara Semi‐terstruktur
Merupakan wawancara yang dilakukan dengan cara mengajukan satu atau dua
pertanyaan kepada narasumber, setelah itu pewawancara memberikan kesempatan
kepada narasumber untuk memilih apa yang akan dibicarakan.
c. Wawancara Tidak Terstruktur
Merupakan wawancara bebas, artinya peneliti tidak terikat dengan ketat pada
daftar pertanyaan yang dibuat sebelum wawancara. Meskipun tidak ada daftar
pertanyaan terperinci seperti pada teknik wawancara terstruktur, tetapi peneliti tetap
harus membuat pedoman wawancara. Pedoman wawancara tersebut hanya berisi
poin‐poin yang akan ditanyakan pada saat wawancara. Hal ini bertujuan agar
wawancara yang dilakukan tidak melebar dari pokok bahasan. Untuk pertanyaan lebih
lanjutnya bisa dikembangkan oleh peneliti sendiri ketika wawancara.
2. Teknik Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik penelitian yang digunakan dalam PTK.
Observasi disebut juga pengamatan atau mengamati. Observasi merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati secara langsung keadaan atau
situasi dari subjek penelitian. Teknik observasi lebih cocok apabila digunakan untuk
penelitian terkait gejala‐gejala alam, perilaku manusia, dan lainnya. Observasi sangat
sesuai digunakan untuk mencari data‐data yang subjek penelitiannya tidak terlalu besar,
84 | Jalaludin
jadi subjek penelitiannya spesifik. Teknik observasi dalam pengumpulan data sendiri
dikategorikan menjadi 2 bagian, yaitu observasi partisipasi dan observasi nonpartisipasi.
a. Observasi Partisipasi
Dapat diartikan sebagai teknik/cara pengumpulan data yang penelitinya
terlibat/ikut serta secara langsung dengan kehidupan subjek penelitian. Peneliti ikut
dan merasakan langsung situasi dan keadaan dari subjek penelitian, tidak hanya
mengamati dari jauh saja. Teknik penelitian seperti ini sangat cocok digunakan untuk
penelitian terkait hubungan sosial antar suatu masyarakat.
b. Observasi Nonpartisipasi
Teknik ini dilakukan dengan peneliti mengamati subjek yang ditelitinya, tetapi ia
tidak ikut dalam kegiatan atau proses dari apa yang ditelitinya.
3. Teknik Angket (Kuesioner)
Angkat atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secra tidak
langsung (Tanujaya dan Mumu, 2016: 59). Angket atau kuesioner adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab, dimana peneliti tidak langsung
bertanyajawab dengan responden (Sutopo, 2006:87) dan angket ini berlaku untuk
penelitian kuantitatif. Teknik ini akan sangat efektif apabila peneliti mengetahui benar
variabel yang ingin diukur dan keinginan yang diharapkan oleh responden atau subjek
penelitian. Kuesioner bisa digunakan untuk mengumpulkan data dari responden atau
subjek penelitian yang jumlahnya sangat banyak sekalipun. Bahkan juga bisa digunakan
untuk mengumpulkan data dari responden yang tersebar di banyak wilayah.
Apabila dilihat dari bentuk pertanyaannya, kuesioner dibedakan menjadi 2, yaitu
kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertutup yaitu pertanyaan tertulis
yang sudah disertai dengan pilihan jawaban untuk respondennya. Jadi ketika menjawab
pertanyaan yang ada dikuesioner tersebut, responden harus memilih jawaban yang sudah
disediakan yang paling dekat dengan pendapat, penilaian, atau posisi mereka. Sedangkan
kuesioner terbuka yaitu pertanyaan tertulis yang jawabannya diisi sendiri oleh subjek
penelitian. Jadi peneliti hanya menyediakan pertanyaan‐pertanyaan, selanjutnya
jawabannya subjek penelitian sendiri yang menentukan (seperti pertanyaan uraian).
Angket ini akan menghasilkan jawaban yang beragam sehingga membutuhkan
pengelompokan jawaban sebelum melakukan analisis lebih lanjut.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 85
4. Teknik Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk melakukan analisis terhadap topik permasalahan yang
ingin diteliti. Pengumpulan data seperti ini sangat cocok untuk jenis penelitian studi
pustaka. Jadi, data dalam penelitian studi pustaka tersebut diambil dari dokumen, arsip,
atau buku‐buku. Studi pustaka terbagi menjadi 2 kategori, yaitu dokumen primer dan
dokumen sekunder. Dokumen primer adalah dokumen yang ditulis langsung pelaku
kejadian atau seseorang yang mengalami suatu peristiwa secara langsung, contohnya
yaitu buku autobigorafi. Sedangkan dokumen sekunder adalah dokumen yang ditulis
berdasarkan laporan, peristiwa, atau cerita orang lain, contohnya yaitu buku biografi.
5. Analisis Dokumen
Analisis dokumen merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan guru atau
peneliti dalam melakukan PTK. Analisis dokumen dilakukan dengan menggunakan
dokumen‐dokumen yang ada pada guru, Tata Usaha, atau Kepala Sekolah. Dokumen yang
dapat digunakan di antaranya surat, memo, papan pengumuman, hasil pekerjaan siswa,
hasil tes, arsip guru, dan lain‐lain. Selain itu, pelaku PTK juga perlu melakukan analisis
dokumen terhadap dokumen yang dijadikan panduan, pedoman, peraturan perundang‐
undangan seperti kurikulumpembelajaran, silabus dan Rencana Pembelajaran, serta
kebijakan‐kebijakan atau peraturan yang diterapkan di sekolah tersebut.
6. Portofolio
Portofolio merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk membuat koleksi bahan
yang disusun dengan tujuan tertentu. Bahan‐bahan yang disusun dapat berupa hasil rapat
yang berkaitan dengan dengan suatu persoalan yang diteliti. Dokumen apapun yang
berkaitan dengan persoalan yang diteliti dapat digunakan sebagai portofolio, misalnya dari
korespondensi atau surat menyurat sekolah, atau klipingsurat kabar yang berkaitan
dengan persoalan penelitian.
7. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar merupakan salah satu teknik utama yang digunakan dalam PTK.
Bentuk tes yang dapat digunakan di antaranya tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Tes
digunakan untuk mengetahui perkembangan atau pencapaian hasil belajar siswa.
Penjelasan di atas jika dirangkum dalam satu tabel, maka terlihat pada Tabel di bawah
ini:
86 | Jalaludin
Tabel Jenis dan Teknik Penelitian PTK
Jenis Penelitian Teknik Penelitian
Wawancara
Observasi
Penelitian Tindakan Kelas Angket/ Kuesioner
(PTK) Analisis Dokumen
Tes Hasil Belajar
B. Gambaran Singkat IPD untuk PTK
Muatan Bab II dengan sub judul “Instrumen Pengumpulan Data/ IPD” dalam buku ini
hanya penulis jelaskan secara garis umumnya saja, hal itu karena pada bab‐bab selanjutnya
setiap IPD yang digunakan dalam PTK akan dijelaskan secara terperinci. Dalam sebuah PTK
diperlukan adanya alat/ instrumen untuk mengumpulkan data terkait kegiatan pembelajaran.
Instrumen menjadi sesuatu yang vital dalam penelitian. Hal itu karena tanpa adanya
instrumen tidak akan dapat tercapai tujuan penelitian yang diinginkan.
Instrumen dalam penelitian tindakan digunakan untuk mengumpulkan data sebelum ada
tindakan (pretest), selama tindakan (proses pelaksanaan tindakan) dan setelah ada tindakan
(posttest). Jumlah instrumen yang digunakan pada penelitian tindakan tergantung level
penelitian dan jumlah variabel tindakan maupun hasil. Dengan demikian pengaruh tindakan
akan dapat diketahui dengan membandingkan nilai sebelum tindakan (pretest) dengan nilai
setelah tindakan (posttest). Bentuk instrumen yang dipilih harus sesuai jenis data yang akan
dihasilkan. Oleh karena itu, bentuk instrumen yang dikembangkan dapat berupa bentuk
instrumen tes dan nontes, sebab hasil belajar atau aspek‐aspek pembelajaran bersifat aneka
ragam (Zaenal Arifin, 2009: 152).
Dalam PTK banyak IPD yang dapat digunakan. Pada dasarnya terdapat dua jenis
instrumen pengumpulan data, yaitu tes dan non‐tes. Tes merupakan suatu cara atau alat yang
digunakan untuk memberikan penilaian terhadap siswa yang berbentuk serangkaian tugas
yang harus dikerjakan. Dari tugas tersebut, maka dihasilkan sebuah nilai atau prestasi siswa.
Prestasi tersebut menunjukkan tingkat pemahaman siswa terhadap seperangkat kompetensi
yang menjadi tujuan pembelajaran. Berdasarkan modelnya, tes dapat dibedakan menjadi tes
dikotomi betul salah, tes politomi betul salah, dan tes pilihan baik buruk. Sementara itu,
berdasarkan bentuknya, tes dapat dibedakan menjadi tes lisan, tes tulisan, dan tes perbuatan.
Instrumen pengumpulan data dalam bentuk nontes di antaranya adalah dalam bentuk angket
(kuesioner), observasi, dan wawancara. Angket disusun dengan menggunakan berbagai
pertanyaan yang dalam pelaksanaannya menggunakan skala sikap dan skala penilaian.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 87
Sedangkan observasi dan wawancara mempunyai metode, teknik, dan pendekatan yang
beragam.
Penggunaan instrumen pengumpulan data sangat tergantung pada jenis permasalahan
yang akan diteliti. Oleh karena itu, suatu instrumen yang cocok untuk mengumpulkan data
tertentu belum tentu cocok juga untuk mengumpulkan data yang lain. Ada baiknya kita
memahami terlebih dahulu jenis data yang akan dikumpulkan sebelum kita menentukan suatu
teknik atau instrumen penelitian. Kejelasan data yang diharapkan akan menuntun peneliti
dalam menetapkan instrumen yang dianggap cocok. Misalnya, apabila kita ingin mengetahui
minat siswa terhadap pembelajaran maka tidak mungkin kita menggunakan tes sebagai
instrumen penelitian. Instrumen yang cocok untuk mengetahui minat belajar siswa adalah
dengan menggunakan observasi dan angket. Sebaliknya, apabila kita ingin mengetahui hasil
belajar siswa, tidak mungkin kita menggunakan observasi sebagai instrumen penelitian,
namun lebih cocok menggunakan tes.
Untuk kepentingan PTK, terdapat banyak instrumen yang dapat digunakan. Instrumen‐
instrumen tersebut di antaranya lembaran observasi, lembaran wawancara, lembaran
angket, lembaran tes yang meliputi tes tertulis; tes lisan; dan tes perbuatan, serta
dokumentasi.
1. Lembaran Observasi
Di dalam artian IPD, lembaran observasi adalah lembaran yang berisideretan aspek
yang akan diamati sesuai dengan variabel judul yang diteliti. Pedoman observasi berisi
sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati yang harus tercatat
secara holistik atau menyeluruh. Lembaran observasi ditulis sendiri oleh peneliti
berdasarkan turunan dari indikator variabel harapan dari judul.
2. Lembaran Wawancara (Interview)
Lembaran wawancara merupakan sebuah lembaran yang berisi daftar pertanyaan
yang akan ditanyakan kepada sumber data, baik sumber data primer maupun sumber data
sekunder yang sudah ditentukan dari awal meneliti. Muatan dari lembaran wawancara ini
harus terkait dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan terdahulu. Lembaran
wawancara/ Interview digunakan oleh peneliti untuk menilai keberhasilan tindakan yang
dilakukan, efektivitas (proses) dari metode yang digunakan, keadaan seseorang, misalnya
untuk mencari data tentang variabel latar belakang murid, orang tua, pendidikan,
perhatian, sikap terhadap sesuatu dll.
88 | Jalaludin
3. Lembaran Angket atau Kuesioner
Lembaran angket/kuesioner adalah lembaran yang berisi sejumlah pertanyaan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal‐hal yang ia ketahui. Lembaran angket merupakan lembaran
pengumpul data berbentuk pertanyaan yang akan diisi atau dijawab oleh responden.
Beberapa alasan digunakannya kuesioner adalah (1) kuesioner terutama dipakai untuk
mengukur variabel yang bersifat faktual, (2) untuk memperoleh informasi yang relevan
dengan tujuan penelitian, dan (3) untuk memperoleh informasi dengan validitas dan
reliabilitas setinggi mungkin.
4. Lembaran Tes
Lembaran Tes adalah sederetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengukuran, inteligensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok. Lembaran tes ini digunakan dalam PTK jika tujuan
yang ingin dicapai oleh si peneliti adalah terkait dengan hasil belajar. Hasil belajar yang
dimaksudkan di sini, baik ranah kognitif, afektif maupun psikomotor.
5. Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal kata dokumen, yang artinya barang‐barang tertulis. Di dalam
melaksanakan metode dokumentasi, penelitian menyelidiki benda‐benda tertulis seperti
buku‐buku, majalah, dokumen, peraturan‐peraturan, notulen rapat, dan sebagainya.
Bagaimana langkah dalam menyusun IPD? Iskandar dalam Fitrah dan Luthfiyah (2017:
63) mengemukakan enam langkah dalam penyusunan instrumen penelitian, yaitu
a. Mengidentifikasi variabel‐variabel yang diteliti;
b. Menjabarkan variabel menjadi dimensi‐dimensi;
c. Mencari indikator dari setiap dimensi;
d. Mendeskripsikan kisi‐kisi instrumen;
e. Merumuskan item‐item pertanyaan atau pernyataan instrumen;
f. Petunjuk pengisian instrumen.
Prinsip utama pemilihan instrumen adalah memahami sepenuhnya tujuan penelitian
sehingga peneliti dapat memilih instrumen yang dirahapkan dapat mengantar ke tujuan
penelitian. Tujuan penelitian menentukan instrumen apa yang akan digunakan. Kadang
terjadi bahwa tujuan penelitian justru ditentukan oleh instrumen yang tersedia, atau
digunakan instrumen yang sudah popular walaupun sebenarnya tidak cocok dengan tujuan
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 89
penelitiannya. Pedoman umum yang dapat digunakan dalam pemilihan instrumen, khususnya
bagi peneliti pemula adalah
1. Pakailah instrumen seperti yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu.
2. Buatlah daftar instrumen yang tersedia, kemudian kategorikan tiap instrumen sesuai
dengan input yang diperlukan dan output yang dihasilkan, baru dipilih yang paling
sesuai.
Ada beberapa kriteria penampilan instrumen yang baik, baik yang digunakan untuk
mengontrol maupun untuk mengukur variabel, yaitu
1. Akurasi (Accuracy)
Akurasi dari suatu instrumen pada hakekatnya berkaitan erat dengan validitas
(kesahihan) instrumen tersebut. Apakah instrumen benar‐benar dapat mengukur apa yang
hendak diukur. Validitas tentang apa yang hendak diukur disebut validitas kualitatif.
Instrumen dapat mengukur dengan cermat dalam batas yang hendak diukur maka validitas
yang diperoleh adalah validitas kuantitatif.
2. Persisi (Precision)
Persisi instrumen berkaitan erat dengan keterandalan (reliability), yaitu kemampuan
memberikan kesesuaian hasil pada pengulangan pengukuran. Instrumen mempunyai
presisi yang baik jika dapat menjamin bahwa input‐nya sama memberikan output yang
selalu sama baik kapan saja, di mana saja, oleh dan kepada siapa saja instrumen ini
digunakan memberikan hasil konsisten (ajeg). Instrumen dengan presisi yang baik belum
tentu akurasinya baik dan sebaliknya. Namun, instrumen yang baik tentu akurasi dan
presisinya baik.
3. Kepekaan (Sensitivity)
Penelitian yang ingin mengetahui adanya perubahan harga variabel tertentu
membutuhkan instrumen yang dapat mendeteksi besarnya perubahan tersebut. Makin
kecil perubahan yang terjadi harus makin peka instrumen yang digunakan. Kepekaan
berkaitan erat dengan validitas kuantitatif.
Berdasarkan hasil penjelasan di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
perbedaan utama antara teknik penelitian dengan IPD PTK adalah teknik penelitian adalah
cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, sedangkan IPD PTK adalah
alat bantu yang digunakan dalam untuk mengumpulkan data.
90 | Jalaludin
C. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS
1. Uraikan dengan bahasa Saudara sendiri tentang perbedaaan teknik penelitian dan
Instrumen Pengumpulan Data (IPD)!
2. Agar observasi dapat dimanfaatkan secara efektif, berbagai prinsip dan aturan harus
diikuti. Uraikan tiga aturan yang menurut Saudara paling penting dan jelaskan
mengapa aturan tersebut harus diikuti!
3. Selain observasi, sebutkan teknik lain yang digunakan dalam mengumpulkan data
dalam PTK dari pembelajaran (kelas) yang berlangsung. Beri contoh untuk masing‐
masing teknik, dan coba kaji kelebihan serta kekurangan dari setiap teknik yang
Saudara sebutkan tersebut!
4. Penggunaan instrumen penelitian yang tepat akan menghasilkan data yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Bagaimanakah cara Saudara memilih instrumen yang akan
dipakai dalam PTK sehingga menghasilkan data yang valid dan reliabel?
5. Sebuah kegiatan PTK dilaksanakan guna mengatasi masalah kedisiplinan siswa yang
rendah. Teknik dan instrumen apa yang tepat digunakan dalam PTK ini? Jelaskan!
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 91
Bab III
Lembaran Observasi
“Anyone Who has Never Made a Mistake has Never Tried Anything New”
(Quote From: Albert Einstein)
(Sumber Gambar: https://i.ytimg.com/vi/IxTUmGAPPq4/maxresdefault.jpg)
B
ab III buku ini akan membahas secara jelas tentang IPD utama dalam PTK, yaitu
lembaran observasi. Mengapa lembaran observasi disebut sebagai IPD utama dan
terutama dalam PTK? Untuk menjawabnya, terdapat beberapa penjelasan yang dapat
penulis paparkan. Alasan pertama adalah tujuan dilakukannya PTK adalah memperbaiki dan
meningkatkan proses pembelajaran. Hal itu sebagaimana yang sudah dibahas pada Bab 1
subbab karakteristik PTK, bahwa tujuan PTK adalah meningkatkan kinerja guru dan siswa
melalui peningkatan proses. Untuk melihat proses tentu butuh yang namanya lembar
observasi karena lembaran observasi merupakan alat yang digunakan untuk pengamatan
proses. Kedua, berdasarkan model PTK yang sudah dikenal, terlihat bahwa semua model PTK
selalu menggunakan observasi sebagai tahapan yang tidak bisa ditinggalkan. Tentu saja
tahapan observasi ini bisa dilakukan dengan alat yang dinamakan lembaran observasi.
Konteks yang terjadi dalam PBM di kelas selalu berhubungan dengan tingkah laku siswa dan
92 | Jalaludin
guru, interaksi kelompok dalam kelas yang dikelola, semangat belajar siswa, minat dan
motivasi belajar siswa ataupun kevariasian dari metode pembelajaran yang digunakan guru.
Intinya semua yang berhubungan dengan aktivitas PBM sehari‐hari siswa. Dengan demikian,
untuk melihat itu semua dibutuhkan instrumen lembaran observasi. Ketiga, lembar observasi
dijadikan sebagai sarana untuk melakukan refleksi diri bagi si guru guna menemukan
kelemahan dan penyebab kurang berhasilnya suatu strategi yang dilakukan guru untuk
perbaikan pada siklus berikutnya.
Oleh karena itu, melihat kepada urgensi lembaran observasi sebagai IPD utama, maka
pahami secara menyeluruh ya bahasan di bawah ini. Tongkrongin terus buku kita yak.
A. Definisi Lembaran Observasi
Lembaran observasi merupakan instrumen yang digunakan untuk melakukan kegiatan
observasi. Adler dan Adler (1987:389) menyebutkan bahwa observasi merupakan salah satu
dasar fundamental dari semua metode pengumpulan data dalam penelitian PTK kualitatif,
khususnya menyangkut ilmu‐ilmu sosial dan perilaku manusia. Menurut Sanjaya (2016:75),
observasi merupakan cara mengumpulkan data dengan mengamati setiap kejadian yang
berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal‐hal yang akan diamati atau
diteliti. Menurut Supardi (Fitrah dan Luthfiyah, 2017:72), metode observasi merupakan
metode pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara
sistematik gejala‐gejala yang diselidiki. Observasi hakikatnya merupakan sebuah kegiatan
yang dilakukan dengan menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan guna menjawab masalah penelitian. Guba dan Lincoln (Fitrah dan Luthfiyah,
2017:72) juga menegaskan bahwa observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu
peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Dengan demikian, dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa observasi berarti
pengamatan dengan tujuan tertentu. Dalam PTK, observasi bisa dilakukan untuk memantau
guru dan siswa. Sebagai alat pemantau kegiatan guru, observasi digunakan untuk mencatat
setiap tindakan yang dilakukan guru sesuai dengan masalah dalam PTK itu sendiri. Dari hasil
pengamatan tersebut dapat ditemukan kelemahan‐kelemahan sehingga dapat ditindaklanjuti
untuk diperbaiki pada siklus berikutnya.Sebagai alat pemantau kegiatan siswa, observasi
dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang perilaku‐perilaku siswa sebagai
pengaruh tindakan yang dilakukan guru.Observasi digunakan untuk mengamati dan
menyelidiki tingkahlaku nonverbal. Misalnya mencatat perhatian siswa dalam pembelajaran
yang dilakukan, serta partisipasi aktif siswa. Dengan menggunakan observasi, peneliti dapat
melihat secara langsung objek yang ingin diteliti tanpa melalui perantara yang mungkin bisa
melebih‐lebihkan atau mengurangi data yang sebenarnya.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 93
Lembaran observasidapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan pola pelaksanaannya.
Kedua jenis tersebut yaitu
1. Lembaran Observasi Terstruktur
Pada lembaran observasi terstruktur ini, peneliti membuat daftar yang berisikan
kategori aktivitas‐aktivitas atau fenomena‐fenomena apa saja yang perlu diperhatikan.
Format pencatatan data juga terlebih dahulu dibuat secara spesifiksehingga observasi
yang dilakukan menjadi lebih efisien dan waktu yang diperlukan lebih pendek. Biasanya hal
tersebut mungkin dilakukan apabila peneliti memiliki kuasa untuk mengendalikan situasi
yang ada, atau telah memiliki gambaran mengenai apa yang akan terjadi.
2. Lembaran Observasi dari Observasi Tidak Terstruktur
Pada jenis observasi ini, peneliti tidak membatasi pengamatannya pada hal‐hal
tertentu saja. Peneliti mencatat seluruh informasi yang didapatkan pada saat pelaksanaan
observasi. Biasanya jenis ini banyak dilakukan pada penelitian kualitatif. Setelah
memperoleh data sepanjang periode tertentu, peneliti akan mengamati pola yang ada
dalam rangka menarik temuan secara induktif. Observasi ini dilakukan apabila peneliti
tidak memiliki kuasa atas situasi, atau terdapat kemungkinan bahwa situasi akan
berkembang diluar kendali.
B. Pentingnya Lembar Observasi dalam PTK
Observasi merupakan sebuah cara untuk mengumpulkan data melalui kegiatan
pengamatan. Hal‐hal yang menjadi fokus dalam kegiatan pengamatan adalah tingkah laku
individu. Dengan demikian, observasi sangat penting digunakan dalam PTK guna mencapai
tujuan penelitian yang berkenaan dengan tingkah laku individu. Adapun bentuk‐bentuk
tingkah laku yang dapat diamati menurut Simon dan Bayer (Yusuf, 2017: 385) dalam kegiatan
observasi adalah sebagai berikut:
1. Afektif, terutama yang berkaitan dengan aspek emosional dalam berkomunikasi;
menerima atau menolak keseluruhan tingkah laku individu; serta dalam menerima dan
mempertimbangkan ide seseorang.
2. Kognitif, terutama berkenaan dengan komponensial,intelektual dalam
berkomunikasi. Salah satu kategori tingkah laku kognitif adalah memberi data,
meminta data, menjelaskan, merumuskan, dan memberikan pendapat.
3. Psikomotor, difokuskan pada tingkah laku orang yang berkomunikasi, bukan pada
kata‐kata yang digunakan. Observasi diarahkan pada postur tubuh, posisi, ekspresi
muka, gerak tangan, dan sebagainya.
94 | Jalaludin
4. Prosedur, rutinitas, dan kontrol. Kategori ini difokuskan pada apa yang dibicarakan
atau orang yang sedang membicarakan apa. Apakah individu itu siap bekerja, siap ikut
serta, atau bagaimana isi yang dibicarakan.
5. Lingkungan fisik observasi, dalam hal ini berkaitan dengan ruangan dimana observasi
itu berlangsung serta tempat mencatat material spesifik yang digunakan.
6. Struktur sosiologis, difokuskan pada siapa yang berbicara kepada siapa, peranan yang
diamati, umur, jenis kelamin, ras, dan lain sebagainya.
7. Aktivitas, difokuskan pada aktivitas dimana orang tertarik atau terikat, seperti
membaca, melihat film, dan sebagainya.
8. Sistem khusus lainnya.
Dari kedelapan bentuk tingkah laku di atas, pola umum dari tingkah laku individu tersebut
menyangkut:
1. Tingkah laku nonverbal, meliputi gerakan tubuh dan ekspresi dari individu yang
diamati.
2. Tingkah laku linguistik, berkaitan dengan isi pernyataan yang dibicarakan serta
struktur percakapan.
3. Tingkah laku khusus yang berkaitan dengan keadaan di sekitar individu.
4. Tingkah laku ekstra linguistik seperti kecepatan percakapan, kerasnya percakapan,
atau ejaan yang digunakan.
C. Syarat Sebuah Lembaran Observasi yang Baik
Guna menciptakan sebuah lembaran observasi yang baik, Hopkins (1993) dalam Sanjaya
(2016: 77) mengemukakan sejumlah prinsip yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan Bersama
Observasi yang baik diawali dengan perencanaan bersama antara pengamat, dalam
hal ini yaitu teman sejawat yang akan melakukan pengamatan, dan yang akan diamati yaitu
guru yang akan mengajar. Hal ini disebabkan observasi digunakan sebagai alat
mengumpulkan informasi tentang berbagai tindakan yang dilakukan guru sebagai bahan
masukan dalam kegiatan refleksi. Dalam pelaksanaannya, guru (yang diobservasi) dengan
mitra atau teman sejawat (yang mengobservasi) perlu menetapkan kesepakatan
khususnya tentang berbagai kriteria yang diperlukan. Tujuan dilakukannya perencanaan
bersama ini adalah untuk membangun rasa saling percaya serta menyepakati hal‐hal yang
akan diamati, contohnya fokus pengamatan, pelajaran yang akan berlangsung, berapa
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 95
lama waktu pengamatan, sikap pengamat terhadap siswa, serta dimana pengamat akan
duduk.
2. Fokus pada Hal yang Spesifik
Fokus pengamatan mungkin sangat luas, tetapi dapat pula sangat khusus atau
spesifik. Fokus yang terlalu luas atau umum akan menyebabkan pengamat lebih banyak
mengandalkan pertimbangan yang bersifat subjektif dalam menafsirkan data sehingga
tidak banyak manfaatnya bagi guru yang diamati. Sebaliknya, fokus yang sempit akan
menghasilkan data yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan profesional guru. Oleh
sebab itu, hal‐hal yang harus diamati oleh observer harus fokus sesuai dengan kebutuhan.
Dengan demikian, observer dan observant perlu merencanakan instrumen observasi yang
dianggap cocok atau sesuai dengan masalah yang akan diamati sehingga dapat
mengurangi berbagai kelemahan observasi.
3. Membangun Kriteria yang Jelas
Observasi akan sangat membantu guru jika kriteria keberhasilan atau sasaran yang
ingin dicapai dalam pembelajaran telah disepakati sebelumnya. Misalnya, guru
menargetkan akan melibatkan 75% siswa dari keseluruhan siswa di kelas dalam kegiatan
diskusi. Dengan adanya kriteria ini, maka pengamat dapat merekam data yang memang
relevan.
4. Keterampilan Observasi
Seorang pengamat yang baik memilki minimal tiga keterampilan. Pertama, observer
dapat menahan diri untuk tidak terlalu cepat memutuskan dalam menginterpretasikan
suatu peristiwa. Kemampuan ini diperlukan karena terkadang observer terpengaruh oleh
hanya satu tindakan yang dilakukan guru atau siswa, misalnya observer
menginterpretasikan si “A” bagus dalam mengembangkan ide atau gagasan hanya karena
dia satu‐satunya siswa yang berbicara ketika diskusi berlangsung. Kedua, dapat membantu
menciptakan suasana pembelajaran yang mendukung. Baik guru maupun siswa memiliki
kecenderungan untuk berperilaku tidak wajar manakala merasa dirinya sedang
diobservasi. Oleh sebab itu, observer sebaiknya menempatkan diri sebagai orang yang
tidak sedang melakukan penilaian kinerja guru, akan tetapi sebagai orang yang sedang
memantau yang akan memberi masukan untuk perbaikan proses pembelajaran. Ketiga,
menguasai berbagai teknik untuk menggunakan instrumen observasi. Terdapat berbagai
alat observasi yang dapat digunakan, misalnya chek list dan skala penilaian. Agar hasil
96 | Jalaludin
observasi benar‐benar akurat, maka observer perlu memahami setiap instrumen yang
digunakan.
5. Balikan (Feedback)
Agar hasil observasi dapat dimanfaatkan sebagai balikan untuk memperbaiki proses
pembelajaran, maka sebaiknya dilakukan hal‐hal berikut:
a. Hasil observasi didiskusikan segera setelah selesai kegiatan pembelajaran, artinya
segala sesuatu yang ditemukan oleh observer harus dibicarakan dan diungkapkan
setelah kegiatan berakhir. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh yang membuat
observer mengubah interpretasinya sehingga keputusan yang dibuatnya tidak lagi
objektif.
b. Balikan diberikan berdasarkan data faktual yang direkam atau dicatat dengan
cermat melalui instrumen observasi. Hal tersebut berkaitan dengan objektivitas
observer untuk mengungkapkan data atau fakta apa adanya.
c. Data diinterpretasikan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan disepakati
bersama. Artinya, kesepakatan yang dilakukan sebelum observasi dijadikan sebagai
pedoman yang benar.
d. Guru yang diamati diberi kesempatan pertama untuk menafsirkan data.
e. Diskusi mengarah kepada perbaikan strategi pembelajaran sesuai dengan apa yang
telah dipelajari. Diskusi yang dilakukan hendaknya tidak hanya mencari kelemahan
guru dalam mengajar, melainkan juga mencari cara untuk memperbaiki proses
pembelajaran.
D. Lembaran Observasi untuk Grandtour (Mini Riset)
Observasi harus dilakukan sebagai langkah awal dalam menetapkan masalah dalam PTK
yang akan dilakukan. Tentu saja bagi guru yang sudah mengajar dalam waktu yang lama,
kegiatan observasi ini dapat dilakukan selama proses belajar mengajar dalam kelas.
Sementara, bagi peneliti PTK yang statusnya mahasiswa, maka langkah kegiatan observasi ini
juga mesti dilakukan. Namun dalam prosesnya ada sedikit perbedaan dengan peneliti PTK
dengan jabatan guru. Peneliti PTK dari mahasiswa, dapat melakukan observasi kelas dengan
cara datang ke Sekolah Dasar yang ia ingin teliti, setelah masuk ke sekolah maka si mahasiswa
berkolaborasi dengan guru kelas di sana untuk sama‐sama mengobservasi supaya hasil
observasinya lebih riil. Selain itu, digunakan teknik wawancara dalam upaya memperkuat hasil
observasi yang telah diperoleh. Data yang diperoleh merupakan data awal dalam
merumuskan masalah PTK yang akan dipecahkan.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 97
Berikut ini merupakan contoh lembaran observasi yang digunakan dalam kegiatan
grandtour atau miniriset.
Pedoman Lembaran Observasi Pra‐siklus untuk Guru
Sekolah/ Kelas :_________________
Hari/ Tanggal :_________________
Nama Guru :_________________
Nama Observer :_________________
Tujuan:
1. Uraian tentang proses pembelajaran yang dilakukan guru terhadap mata pelajaran
yang bermalasah/ yang sedang diteliti.
2. Uraian tentang metode, strategi dan model pembelajaran yang digunakan guru dalam
pembelajaran yang diteliti.
3. Merekap data banyak siswa di kelas yang diteliti yang menunjukkan aktivitas
pembelajaran terhadap pembelajaran yang dilakukan guru.
4. Merekam data kualitas aktivitas belajar yang diberikan guru ke siswa yang
menunjukkan minat/ aktivitas belajar.
Petunjuk:
1. Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi tetap
dapat memantau setiap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa.
2. Berilah tanda V (ceklis) pada kolom yang sesuai dengan aspek yang diamati, dan
catatlah hal hal yang penting dan relevan sehubungan dengan aspek yang diamati
dalam kolom keterangan.
No Aspek yang diamati Ya Tidak Keterangan
1 A. Pendahuluan
Apakah guru mengabsen,
memotivasi/membangkitkan minat siswa
belajar?
Adanya apersepsi
Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
Menyiapkan alat bahan/ media pembelajaran
98 | Jalaludin
Mengemukakan alur kegiatan yang akan
dilakukan siswa
B. Kegiatan Pokok
Apakah guru menggunakan alat, bahan atau
media pembelajaran?
Sesuaikah media dengan materi?
2
Memotivasi siswa untuk bertanyakah?
Berperan sebagai fasilitator
Mengaktifkan diskusi
Memantau kesulitan/ kemajuan belajar siswa?
C. Penutup
Apakah siswa membuat rangkuman/catatan?
3
Apakah guru memberikan tugas/PR?
Apakah guru melakukan refleksi?
Penampilan Guru
Apakah guru ceria?
Apakah guru antusias dalam mengajar
4
Apakah guru memiliki semangat dalam
mengajar?
Apakah penampilan guru rapi dan sopan?
Penggunaan Papan tulis
Apakah tulisan guru di papan tulis dapat
5 terbaca sampai belakang?
Apakah guru menuliskan istilah‐istilah
/kosakata baru?
Pengelolaan Waktu
Apakah guru menggunakan waktu secara
6 efektif dan efisien?
Apakah guru menggunakan sebagian waktu
untuk menciptakan situasi siswa belajar?
Pengelolaan Kelas
Apakah guru menenangkan kelas sebelum
7
memulai pelajaran?
Apakah guru mengatur pengelompokan siswa?
8 Teknik bertanya
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 99
Apakah guru menyebarkan pertanyaan kepada
siswa?
Apakah guru memperhatikan waktu tunggu
jawaban siswa?
Apakah guru menghindari jawaban serentak?
Apakah guru menanggapi jawaban siswa
dengan baik dan penuh perhatian?
Pengelolaan pembelajaraan kooperatif
Apakah guru membagi dalam kelompok ?
9
Apakah guru memberikan uji awal dan uji
akhir ?
Pedoman Lembaran Observasi Pra‐siklus untuk Siswa
LEMBAR PRILAKU SISWA DALAM PBM
Sekolah/ Kelas :_________________
Hari/ Tanggal :_________________
Siswa Kelas :_________________
Nama Observer :_________________
Tujuan:
1. Merekam data proses pembelajaran siswa pada mata pelajaran yan diteliti.
2. Merekam data berapa banyak siswa di kelas yang diteliti yang menujukkan minat/
aktivitas belajar yang baik terhadap PBM yang dilakukan oleh guru.
3. Merekam data kualitas aktivitas belajar siswa yang menunjukkan minat/ motivasi/ hasil
belajar yang bagus.
Petunjuk:
1. Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi tetap
dapat memantau setiap kegiatan yang dilakukan siswa.
2. Berilah tanda V (ceklis) pada kolom yang sesuai dengan aspek yang diamati, dan
catatlah hal hal yang penting dan relevan sehubungan dengan aspek yang diamati
dalam kolom keterangan.
100 | Jalaludin
No Perilaku Siswa Dalam PBM Tally Jumlah Persentase
1 Menyelesaikan tugas
2 Interaksi dengan buku sumber/ LKS
3 Interaksi dengan bahan pelajaran
4 Interaksi dengan teman
5 Menyimak/ mencatat penjelasan
6 Bermotif kerja
7 Bertanggungjawab
8 Bercanda/ bermain di kelas
9 Keluar/ masuk kelas
10 Tidak memperhatikan penjelasan
11 Menjawab pertanyaan guru
12 Mengajukan pertanyaan
13 Datang terlambat
14 Acuh tak acuh dalam kelompok
Kota, Bulan dan Tahun Observasi
Nama Observer
…………………………….
3. Berikan tally bagi tiap siswa yang melakukan kegiatan deskriptor.
4. Observer memberikan skor sesuai dengan petunjuk berikut:
Kriteria hasil penelitian minat belajar siswa dihitung dengan rumus berikut:
Rumus Rentang Nilai Kriteria
0% ≤ NR ≤ 60% Sangat Kurang
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 60% ≤ NR ≤ 70% Kurang
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
70% ≤ NR ≤ 80% Cukup
100
80% ≤ NR ≤ 90% Baik
90% ≤ NR ≤ 100% Sangat Baik
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 101
E. Lembaran Observasi Untuk Pelaksanaan Tindakan Dalam Siklus
Bagian ini akan melihat perbedaan antara lembaran observasi yang digunakan saat
grandtour dengan yang digunakan saat siklus dijalankan. Hal ini perlu diperjelas mengingat
masih banyaknya peneliti PTK (khususnya mahasiswa penulis) yang masih ragu dengan
lembaran observasi saat grantour dengan saat siklus dilakukan. Perbedaan utama antara
lembaran observasi saat grantour dengan saat siklus dijalankan adalah pada indikator yang
akan diamati. Pada saat grandtour, yang diamati adalah hal‐hal yang berkaitan dengan
informasi umum mengenai Proses Belajar Mengajar (PBM) yang terjadi dalam kelas sebelum
dilakukan tindakan. Sedangkan lembaran observasi yang digunakan saat dilakukan siklus
adalah yang berkenaan dengan indikator variabel yang diteliti, khususnya variabel harapan
dari judul PTK yang sudah dirumuskan. Dalam artian bahwa lembaran observasi yang
digunakan dalam pelaksanaan tindakan dalam siklus PTK disesuaikan dengan indikator‐
indikator yang menjadi fokus dalam kegiatan pengamatan. Seperti contoh, observasi yang
digunakan untuk mengamati peningkatan minat belajar siswa harus memuat indikator‐
indikator minat belajar. Lembaran observasi yang digunakan hendaknya dilengkapi dengan
petunjuk pengisian sehingga memudahkan observer dalam penggunaannya.
Di bawah ini adalah contoh lembaran observasi yang digunakan peneliti di saat siklus
(tindakan) dijalankan.
Pedoman Lembaran Observasi Saat Siklus untuk Siswa
Sekolah/ Kelas :_________________
Hari/ Tanggal :_________________
Siswa Kelas :_________________
Nama Observer :_________________
Tujuan:
1. Mengetahui proses pembelajaran siswa pada mata pelajaran yang diteliti dengan
metode yang diusulkan peneliti (Variabel Tindakan Judul PTK).
2. Merekam data keunggulan dan kelemahan metode yang diusulkan peneliti dalam
meningkatkan proses pembelajaran siswa (khususnya variabel harapan judul PTK).
3. Merekam data berapa banyak siswa di kelas yang diteliti yang menujukkan aktivitas
pembelajaran yang bagus terhadap PBM yang dilakukan oleh guru melalui
penggunaan metode pembelajaran yang diusulkan peneliti.
4. Merekam data kualitas aktivitas belajar yang diberikan guru ke siswa yang
menunjukkan aktivitas belajar yang baik dengan metode yang diusulkan peneliti.
102 | Jalaludin
Petunjuk:
1. Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi tetap
dapat memantau setiap kegiatan yang dilakukan siswa.
2. Observasi memuat aspek indikator dari variabel harapan yang diteliti. Di sini penulis
contohkan minat belajar sebagai variabel harapan judul PTK. Maka di dalam lembaran
observasinya, minat belajar yang akan diobservasi harus memuat deskriptor‐
deskriptor sebagai berikut (sesuai landasan teori yang didapatkan peneliti sendiri):
a. Perhatian siswa dalam KBM
1) Fokus memperhatikan penjelasan guru dalam pembelajaran
2) Mencatat penjelasan guru
3) Membaca materi ajar
4) Serius dalam pelaksanaan tugas
5) Bersemangat mengerjakan tugas
6) Tekun dan tidak mudah putus asa dalam menyelesaikan tugas
b. Partisipasi aktif siswa
1) Menjawab pertanyaan guru
2) Bertanya kepada guru
3) Mengemukakan pendapat
4) Aktif melakukan pengamatan
5) Aktif mempresentasikan hasil pengamatan
6) Menanggapi presentasi teman
7) Diskusi dengan anggota kelompok lainnya
8) Menyimpulkan hasil pembelajaran
c. Perasaan senang siswa terhadap KBM
1) Masuk kelas tepat waktu
2) Membawa alat tulis dan buku
3) Mempunyai catatan materi ajar yang lengkap
4) Menyelesaikan tugas tepat waktu
5) Bertanggungjawab terhadap tugas
6) Tidak gelisah dalam belajar
7) Tidak mudah bosan dan menyerah dalam menyelesaikan tugas
8) Bersikap ceria
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 103
3. Berikan tally bagi tiap siswa yang melakukan kegiatan deskriptor.
4. Observer memberikan skor sesuai dengan petunjuk berikut:
Kriteria hasil penelitian minat belajar siswa dihitung dengan rumus berikut:
Rumus Rentang Nilai Kriteria
0% ≤ NR ≤ 60% Sangat Kurang
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 60% ≤ NR ≤ 70% Kurang
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
70% ≤ NR ≤ 80% Cukup
100
80% ≤ NR ≤ 90% Baik
90% ≤ NR ≤ 100% Sangat Baik
Lembar Observasi Minat Belajar Siswa Saat Siklus Dijalankan
Indikator Deskriptor Tally Jumlah %
1. Fokus memperhatikan
penjelasan guru dalam
pembelajaran
2. Mencatat penjelasan guru
3. Membaca materi ajar
Perhatian siswa 4. Serius dalam pelaksanaan
dalam KBM tugas
5. Bersemangat mengerjakan
tugas
6. Tekun dan tidak mudah putus
asa dalam menyelesaikan tugas
yang diberikan.
1. Menjawab pertanyaan guru
2. Bertanya kepada guru
Partisipasi aktif 3. Mengemukakan pendapat
siswa dalam 4. Aktif melakukan pengamatan
KBM 5. Aktif mempresentasikan hasil
pengamatannya
6. Menanggapi presentasi teman
104 | Jalaludin
Indikator Deskriptor Tally Jumlah %
7. Diskusi dengan anggota
kelompoknya
8. Menyimpulkan hasil
pembelajaran.
1. Masuk kelas tepat waktu
2. Membawa alat tulis dan buku
3. Mempunyai catatan materi ajar
yang lengkap
4. Menyelesaikan tugas tepat
Perasaan waktu
senang 5. Bertanggungjawab terhadap
terhadap KBM tugas
6. Tidak gelisah dalam belajar
7. Tidak mudah bosan dan
menyerah dalam
menyelesaikan tugas
8. Bersikap ceria.
F. Tahapan Melakukan Observasi
Pertemuan
Pendahuluan
Diskusi
Observasi
balikan
Tahapan pelaksanaan observasi menurut Wardhani dan Wihardit terdiri dari tiga tahap
(2010:2.26)yaitu pertemuan pendahuluan, observasi, dan diskusi balikan. Tahapan‐tahapan ini
disebut juga sebagai siklus pengamatan. Secara sederhana, siklus ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 105
1. Pertemuan Pendahuluan
Pertemuan pendahuluan sering disebut sebagai pertemuan perencanaan. Pertemuan
ini dilakukan sebelum observasi berlangsung dengan tujuan untuk menyepakati hal‐hal
yang berkaitan dengan pembelajaran serta observasi yang akan dilaksanakan.
2. Observasi
Berdasarkan kesepakatan yang telah diambil pada pertemuan pendahuluan, observasi
dilakukan terhadap proses dan hasil tindakan perbaikan. Hal tersebut tentu saja terfokus
pada pembelajaran yang dilakukan, meliputi perilaku mengajar guru, perilaku belajar
siswa, serta interaksi guru dan siswa. Pengamat merekam/ menginterpretasikan data
sesuai dengan kesepakatan serta berusaha mendukung proses perbaikan.
3. Diskusi Balikan
Diskusi balikan dilakukan segera setelah tindakan perbaikan yang diamati berakhir.
Sebaiknya pertemuan ini tidak ditunda lebih dari 24 jam, semakin cepat pertemuan ini
dilakukan maka akan semakin baik. Dalam tahap ini, guru dan pengamat berbagi informasi
yang dikumpulkan selama proses pengamatan, mendiskusikan hasil pengamatan tersebut,
serta mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan.
G. Kelebihan dan Kekurangan Observasi
Agar observasi dapat mengumpulkan informasi yang akurat, Sanjaya (2016: 76)
menyatakan bahwa guru atau observar (peneliti) perlu mewaspadai penggunaannya karena
terdapat beberapa kelemahan, yaitu
1. Banyak hal atau gejala tingkah laku yang tidak memungkinkan dapat diungkap dengan
observasi, terutama hal‐hal yang bersifat pribadi dan rahasia.
2. Bagi observant (yang diobservasi) yang mengetahui bahwa dirinya sedang diobservasi
(diamati) mungkin sekali melakukan kegiatan yang dibuat‐buat atau tidak sewajarnya.
3. Apabila yang diamati mengenai gejala tingkah laku, maka sangat sulit bagi observant
untuk bertindak secara objektif.
Di samping itu, ditinjau dari sudut observer itu sendiri, observasi juga memiliki kelemahan
di antaranya:
1. Bisa jadi observer terpengaruh oleh kesan‐kesan umum yang tampak dari perilaku
yang diobservasi. Hal ini menyebabkan observasi tidak objektif lagi. Kelemahan ini
disebut sebagai gejala hallo effect. Misalkan observer menganggap seorang siswa
memiliki inteligensi yang tinggi hanya karena ia sering berbicarasehingga observer
106 | Jalaludin
memberikan nilai kemampuan yang tinggi. Padahal belum tentu siswa yang banyak
berbicara memiliki kemampuan intelektual yang tinggi. Begitu pula sebaliknya.
2. Kemungkinan observer merasa ragu untuk memberikan penilaian. Observer bisa saja
merasa nilai yang diberikan kepada siswa terlalu tinggi atau terlalu rendahsehingga
dapat menguntungkan atau merugikan siswa yang diobservasi. Salah satu cara untuk
mengatasi hal ini adalah dengan terlebih dahulu menentukan kriteria yang jelas dalam
setiap kategori penilaian.
3. Kemungkinan terjadinya kesalahan persepsi dari observer. Artinya, tidak bisa
membedakan fenomena yang satu dengan fenomena yang lain. Misalnya, observer
menganggap siswa yang sering mengemukakan pendapat memiliki kemampuan
penguasaan materi yang baik. Padahal, siswa yang sering mengeluarkan pendapat
belum tentu memiliki penguasaan materi yang bagus.
Terlepas dari kelemahan‐kelemahan yang dikemukakan di atas, observasi juga memiliki
kelebihan, yaitu observasi dapat meringankan beban subjek penelitian atau yang diobservasi
karena mereka tidak perlu mengerjakan apa‐apa. Mereka dapat melakukan kegiatan seperti
yang bisa dikerjakan sehari‐hari tanpa harus dibuat‐buat.
H. Validitas dan Reliabilitas Lembaran Observasi
Dalam rangka pelaksanaan penelitian, perlu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas
instrumen yang digunakan. Tujuan utama pengujian tersebut bukan hanya valid atau
reliabelnya suatu instrumen, tetapi bagaimana upaya yang dilakukan agar instrumen yang
dihasilkan tetap valid dan reliabel. Hal tersebut dapat menjamin data yang dihasilkan valid dan
reliabel, serta menjamin kesimpulan yang diambil juga mempunyai validitas dan reliabilitas
yang baik.
Pengujian validitas dan reliabilitas lembaran observasi dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik triangulasi. Teknik ini merujuk pada pengumpulan informasi atau data
dengan menggunakan metode yang berbeda. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah
triangulasi tidak menjamin bebasnya suatu instrumen terhadap ancaman validitassehingga
hal‐hal berikut harus dihindari:
1. Jangan menggunakan metode yang memiliki bias yang sama.
2. Jangan menggunakan metode yang berbeda dengan tujuan untuk mendukung
kesimpulan.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 107
A. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS
1. Salah satu kelemahan observasi bagi observant (yang diobservasi) adalah kemungkinan
melakukan kegiatan yang dibuat‐buat atau tidak sewajarnya. Tindakan apa yang dapat
Anda lakukan untuk mengatasi hal tersebut apabila Anda bertindak sebagai observer?
2. Salah satu prinsip yang harus diperhatikan guna menciptakan sebuah lembaran
observasi yang baik adalah adanya perencanaan bersama antara observer dan
observant. Bagaimana pendapat Anda apabila prinsip tersebut tidak dilaksanakan?
3. Prosedur observasi terdiri dari tiga tahap, yaitu pertemuan pendahuluan, observasi, dan
diskusi balikan. Idealnya, diskusi balikan dilakukan sebelum 24 jam setelah tindakan
yang diamati berakhir. Mengapa demikian? Jelaskan!
4. Dalam sebuah pembelajaran, Anda diminta untuk mengamati partisipasi aktif siswa.
Jenis observasi apa yang akan Anda gunakan? Jelaskan!
5. Berdasarkan soal nomor 4, buatlah sebuah lembaran observasi sederhana yang akan
Anda gunakan dalam kegiatan pengamatan!
108 | Jalaludin
Bab IV
Lembaran Wawancara
“ I Learning Something in the Interviews From Time to Time” and “The important thing is
not to stop questioning”
(Quote From: Samantha Bee and Albert Einstein)
(Sumber Gambar: https://independent.media.clients.ellingtoncms.com)
A. Definisi Lembaran Wawancara
Selain observasi, lembaran wawancara merupakan instrumen penelitian yang sering
digunakan untuk mengumpulkan data dalam PTK. Sanjaya (2016: 84) mengartikan
wawancara sebagai sebuah teknik mengumpulkan data dengan menggunakan bahasa lisan
baik secara tatap muka maupun melalui saluran media tertentu. Fitrah dan Luthfiyah (2017:
66) menyatakan bahwa wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
menggunakan pertanyaan secara lisan kepada responden terutama untuk responden yang
tidak dapat membaca‐menulis atau sejenis pertanyaan yang memerlukan penjelasan dari
pewawancara. Selain pendapat di atas, Yusuf (2017: 372) mengatakan bahwa wawancara
(interview) adalah suatu kejadian atau proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 109
sumber informasi atau orang yang diwawancarai (interviewee) melalui komunikasi langsung.
Menurutnya, wawancara juga dapat diartikan sebagai percakapan tatap muka (face to face)
antara pewawancara dengan sumber informasi di mana pewawancara bertanya langsung
tentang sesuatu objek yang diteliti dan telah dirancang sebelumnya. Walaupun wawancara
adalah proses percakapan yang berbentuk tanya jawab dengan tatap muka, wawancara
adalah suatu proses pengumpulan data untuk suatu penelitian.
Beberapa hal dapat membedakan wawancara dengan percakapan sehari‐hari adalah
antara lain:
1. Pewawancara dan responden biasanya belum saling kenal‐mengenal sebelumnya.
2. Responden selalu menjawab pertanyaan.
3. Pewawancara selalu bertanya.
4. Pewawancara tidak menjuruskan pertanyaan kepada suatu jawaban, tetapi harus
selalu bersifat netral.
5. Pertanyaan yang ditanyakan mengikuti panduan yang telah dibuat sebelumnya.
Pertanyaan panduan ini dinamakan pedoman wawancara.
B. Jenis‐Jenis Wawancara
Wawancara dapat ditinjau dari tiga bentuk berdasarkan jenis pertanyaannya, yaitu
1. Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur adalah bentuk wawancara dimana pewawancara telah
menyusun secara rinci dan sistematis pedoman pertanyaan dengan menggunakan format
yang baku. Dalam pelaksanaannya, pewawancara hanya membacakan pertanyaan‐
pertanyaan yang telah disusun, kemudian mencatat jawaban yang diberikan oleh sumber
informasi. Wawancara ini lebih sering digunakan dalam penelitian survey atau penelitian
kuantitatif, walaupun dalam beberapa situasi, wawancara terstruktur juga dalam
penelitian kualitatif. Wawancara bentuk ini sangat terkesan seperti introgasi karena sangat
kaku, dan pertukaran informasi antara peneliti dengan subyek yang diteliti sangat minim.
Dalam melakukan wawancara, fungsi peneliti sebagian besar hanya mengajukan
pertanyaan dan subyek penelitian hanya bertugas menjawab pertanyaan saja.
Beberapa ciri‐ciri wawancara terstruktur adalah sebagai berikut:
a. Daftar Pertanyaan dan Kategori Jawaban Telah Dipersiapkan
Dalam wawancara ini, daftar pertanyaan sudah tertulis dalam form pertanyaan
serta dengan kategori jawaban yang telah disediakan. Biasanya dalam bentuk pedoman
wawancara. Peneliti hanya tinggal membacakan pertanyaan yang telah tertulis,
110 | Jalaludin
sementara subyek penelitian hanya tinggal menjawab sesuai dengan jawaban yang
telah disediakan.
b. Kecepatan Wawancara Terkendali
Karena jumlah pertanyaan dan jumlah pilihan jawaban sudah tersedia, dan
kemungkinan jawaban yang akan diperoleh sudah dapat diperediksi, tentu saja waktu
dan kecepatan wawancara dapat terkendali dan telah diperhitungkan sebelumnya oleh
peneliti. Peneliti dapat melakukan simulasi terlebih dahulu sebelum melakukan
wawancara, dan mencatat waktu yang dibutuhkan selama wawancara tersebut.
c. Tidak ada Fleksibilitas (Pertanyaan atau Jawaban)
Fleksibilitas terhadap pertanyaan atau jawaban hampir tidak ada. Peneliti tidak
perlu lagi membuat pertanyaan lain dalam proses wawancara karena semua
pertanyaan yang dibuat sudah disimulasikan terlebih dahulu dan biasanya sudah “fix”
ketika turun ke lapangan. Begitu juga dengan jawaban.
d. Mengikuti Pedoman/Guideline Wawancara
Dalam urutan pertanyaan, penggunaan kata dan kalimat, pilihan jawaban dan tidak
improvisasi mengikuti pedoman wawancara. Pedoman wawancara mencakup
serangkaian pertanyaan beserta urutannya yang telah diatur dan disesuaikan dengan
alur pembicaraan. Tidak diperkenankan menggunakan Bahasa atau kata‐kata yang tidak
tertulis dalam pedoman wawancara
e. Tujuan Wawancara Biasanya untuk Mendapatkan Penjelasan tentang Suatu
Fenomena
Wawancara terstruktur biasanya digunakan dalam rangka untuk mendapatkan
penjelasan saja dari suatu fenomena atau kejadian, dan bukan tujuan untuk memahami
fenomena tersebut. Karena alasan tersebut biasanya wawancara terstruktur lebih
sering digunakan dalam penelitian survey atau kuantitatif ketimbang penelitian
kualitatif walaupun wawancara terstruktur juga bisa digunakan dalam penelitian
kualitatif.
2. Wawancara Semi‐terstruktur
Wawancara ini dimulai dari isu yang dicakup dalam pedoman wawancara. Sekuensi
pertanyaan tidak sama pada tiap partisipan, melainkan bergantung pada proses
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 111
wawancara dan jawaban dari tiap individu. Namun, pedoman wawancara ini menjamin
peneliti untuk dapat mengumpulkan jenis data yang sama dari partisipan.
Wawancara semi‐terstruktur memiliki ciri‐ciri berikut ini:
a. Pertanyaan yang Diajukan Bersifat Sangat Terbuka, Jawaban Subyek Bersifat
Meluas dan Bervariasi
Peneliti dapat berimprovisasi sebebas‐bebasnya dalam bertanya dengan
membentuk pertanyaan yang sangat terbuka, hampir tidak ada pedoman yang
digunakan sebagai kontrol. Demikian pula pada halnya dengan jawaban dan
subyek/interviewer, dapat sangat luas bervariasi. Batasan pertanyaan‐pun tidak tegas
sehingga sangat memungkinkan pembicaraan akan meluas.
b. Kecepatan Wawancara Sulit Diprediksi
Layaknya mengobrol santai, kecepatan waktu wawancara lebih sulit diprediksi
karena sangat tergantung dari alur pembicaraan yang kontrolnya sangat fleksibel dan
lunak. Akhir dari wawancara tidak terstruktur juga terkadang tidak mendapatkan
kesimpulan yang cukup jelas dan mengerucut.
c. Sangat Fleksibel (dalam Hal Pertanyaan Maupun Jawaban)
Pertanyaan yang diajukan oleh peneliti/interviewer dan jawaban yang diperoleh dari
subyek penelitian/interviewee sangat fleksibel. Bahkan terkesan seperti ngobrol santai
“ngalor‐ngidul”. Jika peneliti yang memilih bentuk wawancara ini belum
berpengalaman atau yang memiliki jam terbang yang kurang, maka akan mengalami
kendala dalam merumuskan tema serta menarik kesimpulan wawancara. Maka dari itu
jika peneliti masih belum cukup pengalaman sebaiknya tidak menggunakan bentuk
wawancara tidak terstruktur.
d. Tujuan Wawancara adalah untuk Mengetahui Suatu Fenomena
Dalam hal tujuan, terdapat kesamaan dengan wawancara semi terstruktur yaitu
untuk memahami suatu fenomena, hanya dalam kedalaman pembahasan dan
pengendalian data tidak seakurat wawancara semi terstruktur sehingga bentuk
wawancara semi terstruktur kurang sesuai untuk digunakan dalam penelitian kualitatif.
3. Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang biasanya diikuti oleh suatu topik
yang dicakup dalam wawancara. Namun tidak ada pertanyaan yang ditetapkan
112 | Jalaludin
sebelumnya kecuali dalam wawancara yang awal sekali. Jenis wawancara ini sangat
fleksibel dan peneliti dapat mengikuti minat dan pemikiran partisipan. Pewawancara
bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada orang yang diwawancarai. Partisipan juga
dapat bebas memberikan jawaban. Baik isi maupun panjang pendeknya penjelasan yang
diberikan. Dengan demikian, dapat diperoleh informasi yang sangat dalam dan rinci.
C. Kapan Lembar Wawancara dibutuhkan dalam PTK?
Wawancara digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan‐permasalahan yang harus
diteliti. Selain itu wawancara juga digunakan apabila peneliti ingin mengetahui hal‐hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Menurut Wardhani
dan Wihardit (2010:2.30) wawancara dapat dilakukan untuk mengungkap pendapat siswa
tentang pembelajaran. Wawancara dapat terjadi antara guru dan siswa, pengamat dan siswa,
serta siswa dengan siswa. Wawancara antara pengamat dan guru terjadi pada tahap
pertemuan pendahuluan dan diskusi balikan.
D. Pentingnya Lembar Wawancara dalam PTK
Pada pelaksanaannya, wawancara membutuhkan waktu dan kesungguhan dari peneliti.
Wawancara sangat penting dilakukan guna mengumpulkan informasi yang tidak mungkin
diperoleh melalui observasi. Misalnya, jika kita lihat kembali contoh proposal pada bab I
sebelumnya (tujuan penelitian pertama yaitu mengetahui efektivitas penerapan metode
resitasi, maka untuk mengungkap kondisi riil sebenarnya yang terjadi itu, kita tidak dapat
mengandalkan observasi saja sebagai cara mendapatkan jawabannya. Artinya, di sini
dibutuhkan yang namanya wawancara. Mengapa? Ya, karena metode yang bisa digunakamn
untuk mengungkap pendapat seseorang adalah wawancara. Guru diwawancarai untuk
mengetahui pendapatnya tentang keefektifan metode resitasi tersebut setelah diterapkan
dalam pembelajaran di kelasnya. Guru juga dapat mengungkapkan kelebihan dan kelemahan
dalam penerapan metode inisehingga dapat dirumuskan solusi untuk mengatasi hal‐hal
tersebut. Hal‐hal seperti ini akan sulit diobservasisehingga cara yang tepat untuk
mengungkapnya adalah melalui wawancara.
E. Syarat Sebuah Lembaran Wawancara yang Baik
Sebuah lembaran wawancara yang baik hendaknya memuat pokok‐pokok pertanyaan
yang akan diajukan, serta disediakan tempat untuk mencatat jawaban yang diberikan.
Dengan demikian, data yang diperoleh dapat disusun dengan baik. Guna menciptakan sebuah
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 113
lembaran wawancara yang baik, maka terlebih dahulu disusunlah secara sistematis materi
yang akan ditanyakan.
Langkah‐langkah yang harus ditempuh guna menciptakan lembaran wawancara yang
baik adalah sebagai berikut (Yusuf, 2017: 479):
1. Melakukan studi literatur untuk memahami dan menjernihkan masalah secara tuntas,
seperti menemukan domain yang mewakili masalah yang sebenarnya,
mengidentifikasi sampel secara lebih terperinci, serta menentukan tipe wawancara
yang akan dilakukan.
2. Menentukan bentuk pertanyaan wawancara, apakah menggunakn bentuk langsung
atau tidak langsung, khusus atau tidak khusus, atau berupa fakta atau pendapat.
3. Menentukan isi pertanyaan wawancara, yaitu menyatakan pertanyaan dalam urutan
yang jelas, mulai dari pertanyaan fakta dan sederhana, pertanyaan yang kompleks
ditunda sampai kegiatan akhir, gunakan bahan yang tidak meragukan dalam bentuk
yang khusus sehingga dapat dipahami oleh sumber informasi, jangan mencoba
berkomunikasi sebagai responden karena akan mengurangi hormat dari sumber
informasi, serta hindari pertanyaan yang membimbing yang menyarankan sumber
informasi untuk memberikan jawaban sesuai dengan yang diharapkan pewawancara.
Lembaran wawancara yang baik perlu memuat pokok‐pokok bahasan sebagai berikut:
1. Pendahuluan
Bagian ini memuat pengantar berupa uraian tentang wawancara dilakukan dalam
rangka penelitian apa, objeknya dan kegunannya secara ilmiah dan praktis.
2. Tujuan
Bagian ini berisi penjelasan tentang tujuan wawancara, tetapi bukan tujuan penelitian.
Tujuan dimaksud harus dirumuskan secara operasional dan bersifat khusus, dalam arti
tidak bersifat ideal melainkan harus praktis,terbatas dan dapat diwujudkan setiap kali
wawancara dilakukan.
3. Ruang Lingkup
Dalam bagian ini diketengahkan tentang variabel penelitian lengkap dengan gejala‐
gejala yang menjadi bagian setiap variabel.
4. Objek Wawancara
Dalam bagian ini disebutkan siapa yang akan diwawancarai secara menyeluruh,
disertai dengan memberikan gambaran tentang karakteristiknya secara umum.
114 | Jalaludin
5. Waktu Wawancara
Bagian ini memuat uraian tentang waktu keseluruhan yang diperlukan untuk
mewawancarai semua interviewe.
6. Cara Melakukan Wawancara
Bagian ini memuat uraian tentang bagaimana memulai wawancara, cara
menyampaikan pertanyaaan, bagian‐bagian mana yang harus diberi penekanan,
bagaimana meminta interviewe mengulang jawabannya jika diperlukan, pembacaan
kembali seluruh jawaban interviewe sebelum mengakhiri wawancara dan bagaimana cara
mengakhiri wawancara. Dalam kegiatan ini, jika dipandang perlu dapat diketengahkan juga
tentang segala sesuatu yang tidak boleh atau sepatutnya dilakukan oleh interviewer,
sebelum, selama dan sesudah wawancara berlangsung.
7. Cara Mencatat Jawaban
Dalam bagian ini mengururaikan tentang tata cara mencatat data atau informasi dari
yang diwawancarai, apakah akan dicatat seketika pada saat wawancara berlangsung atau
setelah selesai di tempat lain. Jika menggunakan alat bantu seperti daftar cek (check‐list),
skala nilai, tape recorder dan lain‐lain jelaskan bagaimana alat itu dipergunakan.
F. Ketentuan dalam Melakukan Wawancara dalam PTK
Lebih mudah membicarakan teknik melakukan wawancara dibandingkan dengan
melaksanakannya. Kondisi lapangan yang sanagta bervariasi, menyebabkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh pewawancara menjadi kurang atau bahkan tidak terjadi.
Pewawancara tidak sekedar harus mengerti apa yang seharusnya dilakukan, tetapi juga harus
kreatif menangani persoalan yang muncul di lapangan. Tidak jarang responden memberikan
respon yang tidak sesuai dengan harapan pewawancara. Tugasg pewawancara tidak hanya
bertanya, tetapi juga mendengarkan dengan seksama, merekam apa yang didengarnya dan
melakukan pertanyaan ulang dan mendalam jika diperlukan (Ameilia dan Nurliana, 2019: 83).
Selain itu, keberhasilan suatu wawancara sangat ditentukan oleh bagaimana hubungan
antara pewawancara dengan yang diwawancarai.Suasana yang kondusif dapat diusahakan
dengan melalui beberapa cara (Fitrah dan Luthfiyah, 2017: 66), yaitu
1. Hendaknya pewawancara terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan wawancara yang akan dilakukan.
2. Pada awal pertemuan, pewawancara harus menciptakan suasana yang santai dan
bebas serta tidak formal agar proses wawancara dapat berlangsung secara lebih
alamiah.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 115
3. Pewawancara hendaknya mengawali pembicaraan dengan mengajukan pertanyaan‐
pertanyaan ringan sebagai pendahuluan, sekalipun pertanyaan tersebut tidak
berkaitan dengan tujuan penelitian. Kemudian perlahan‐lahan pewawancara
mengarahkan pembicaraan pada tujuan penelitian. Hal‐hal yang ditanyakan pada
pendahuluan tersebut sebaiknya adalah hal‐hal yang menarik minat subjek.
4. Pewawancara tidak boleh menunjukkan sikap tidak percaya dan kurang menghargai
jawaban yang diberikan oleh subjek.
5. Wawancara yang dilakukan hendaknya tidak tergesa‐gesa. Ada kalanya wawancara
tidak berlangsung dengan lancar karena subjek yang diwawancarai mengalami
blocking atau pikiran tersumbat. Pewawancara harus dapat membantu subjek untuk
keluar dari masalah tersebut dengan cara mengalihkan topik pembicaraan ke topik
lain untuk sementara waktu.
Creswell (Fitrah dan Luthfiyah, 2017: 70) mengemukakan hal yang berbeda mengenai
prosedur wawancara, yaitu
1. Identifikasi para partisipan berdasarkan prosedur sampling yang dipilih.
2. Tentukan jenis wawancara yang akan dilakukan dan informasi apa yang relevan dalam
menjawab pertanyaan penelitian.
3. Siapkan alat perekamyang sesuai, misalnya mikeuntuk pewawancara maupun
partisipan.
4. Cek kondisi alat perekam, misalnya kondisi baterai.
5. Susun protokol wawancara serta sediakan ruang yang cukup di antara pertanyaan
untuk mencatat respon terhadap jawaban partisipan.
6. Tentukan tempat untuk melakukan wawancara. Jika memungkinkan, pilihlah tempat
yang tenang dan nyaman bagi partisipan. Idealnya peneliti duduk berhadapan dengan
perekam berada di antaranyasehingga suara keduanya dapat terekam dengan baik.
Posisi ini juga mempermudah peneliti untuk mencatat ungkapan nonverbal partisipan,
seperti tertawa, menepuk kening, dan sebagainya.
7. Berikan inform consent pada calon partisipan.
8. Selama wawancara, sesuaikan dengan pertanyaan, hargai partisipan, dan selalu
bersikap sopan santun. Pewawancara yang baik adalah yang lebih banyak
mendengarkan daripada bericara.
Yusuf (2017: 378) mengemukakan aturan‐aturan umum yang perlu diperhatikan oleh
pewawancara sebagai berikut:
116 | Jalaludin
1. Pewawancara harus memperhatikan penampilan dan sikapnya. Pakaian yang
dikenakan hendaknya tidak terlalu mencolok dan berlebihan. Pewawancara
hendaknya bersikap menyenangkan, rendah hati, hormat kepada sumber informasi,
ramah, mampu berbahasa yang baik dan benar, serta mau dan dapat mendengarkan
pernyataan sumber informasi dengan baik.
2. Pewawancara hendaklah terbiasa dengan model pertanyaan yang akan disampaikan.
3. Ikuti perkataan dalam pertanyaan dengan tepat untuk menghindari perubahan pada
isi pertanyaan.
4. Catat jawaban pertanyaan dengan tepat dan benar. Pewawancara jangan sekali‐kali
membuat kesimpulan dan ringkasan tentang apa yang dikemukakan sumber informasi
atau membetulkan gramatika yang salah, dan sebagainya.
5. Bila jawaban belum jelas, gunakan teknik menjaring/probing, yaitu menggali informasi
lebih dalam sehingga terdapat jawaban yang lebih spesifik, tepat, dan jelas.
Setelah memperhatikan aturan‐aturan umum di atas, Yusuf (2017:380) mengemukakan
pedoman yang harus diperhatikan pada waktu wawancara, yaitu
1. Ikuti tata aturan yang telah ditetapkan dalam petunjuk. Perkenalkan tujuan secara
jelas dan tepat tanpa menambah atau menyimpang dari tujuan.
2. Tanyakan pertanyaan dengan hati‐hati dan berusahalah agar bersifat informal agar
hubungan tanya jawab lebih komunikatif.
3. Jangan menyarankan jawaban atau membuat persetujuan atau menolak suatu
jawaban yang diberikan oleh sumber informasi.
4. Jangan menginterpretasikan suatu pertanyaan. Apabila sumber informasi tidak
mengerti, ulang pertanyaan itu secara lambat.
5. Jangan menambah kata dari pertanyaan yang ada. Bacalah apa yang dituliskan
(terutama bagi pemula).
6. Ikutilah urutan pertanyaan yang ada, jangan melompati pertanyaan.
7. Jangan bertanya berdasarkan pertanyaan yang telah dihafal, tetapi bacalah pedoman
yang telah dibuat sebelumnya.
8. Jangan bersikap reaktif terhadap jawaban yang diberikan oleh sumber informasi,
seperti tertawa, marah, dan sebagainya.
9. Tugas wawancara mengambil dan mengumpulkan informasi, bukan memberi
informasi.
10. Usahakan merekam atau mencatat dengan baik semua jawaban dari sumber
informasi.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 117
11. Usahakan tidak menyampaikan pertanyaan berikutnya sebelum pertanyaan yang
diberikan dijawab oleh sumber informasi.
12. Usahakan selama wawancara tidak ada orang lain yang mengganggu.
13. Usahakan datang sendiri kepada sumber informasi, kecuali kalau merupakan suatu
tim.
14. Selalu konsultasi dengan pembimbing ketika mengalami kesulitan.
15. Usahakan untuk selalu bersikap sabar dan jauh dari perbuatan emosional.
16. Usahakan selalu ‘wajar’ dalam tindakan.
17. Usahakan untuk memusatkan perhatian sumber informasi pada pertanyaan.
18. Pada akhir wawancara jangan lupa mengucapkan terimakasih kepada sumber
informasi atas kesediaannya diwawancarai.
G. Lembaran Wawancara Untuk Grandtour / Mini Riset
Pertanyaan‐pertanyaan yang diajukan pada saat grandtour atau mini riset hendaknya
memuat jenis informasi berikut:
1. Pertanyaan pengalaman atau tingkah laku, dimaksudkan untuk mengungkap deskripsi
pengalaman, tingkah laku, tindakan, dan kegiatan, yang telah teramati andaikan
peneliti ada pada latar tertentu.
2. Pertanyaan opini dan nilai, dimaksudkan untuk mengungkap opini responden
mengenai peristiwa atau kejadian tertentu.
3. Pertanyaan perasaan, dimaksudkan untuk mengungkap respon emosional responden
terhadap pengalaman mereka.
4. Pertanyaan pengetahuan, dimaksudkan untuk mengungkap respon kognitif dari
responden mengenai informasi faktual tentang sesuatu yang sedang diteliti.
5. Pertanyaan sensori, dimaksudkan untuk mengungkap respon sensori dari responden,
yaitu yang diperoleh melalui suara, sentuhan, rasa, atau penciuman.
6. Pertanyaan latar belakang atau demografi, dimaksudkan untuk mengungkap
hubungan lokasi dari responden terhadap orang lain, khususnya yang menyangkut
usia, pendidikan, ras, tempat tinggal, dan sebagainya.
Berikut ini contoh pedoman wawancara dan lembaran wawancara yang digunakan pada
saat kegiatan grandtour dan saat siklus dijalankan. Di sini, contoh yang penulis ambil adalah
contoh lembaran wawancara yang terdapat pada proposal BAB I sebelumnya. Untuk
menghidarkan pembaca dari hal yang meragukan, ulas kembali bahasan BAB I mengenai
contoh proposal yang disajikan.
118 | Jalaludin
Pedoman Wawancara Guru untuk Pra‐siklus
Hari/Tanggal Wawancara :
Tempat :
Data Guru
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Jabatan :
No. Hal yang Ingin Diungkap/Diketahui Bentuk Pertanyaan
Pendapat Guru kelas (lokasi penelitian yang Bagaimana pendapat Bapak
diteliti) mengenai minat siswa (tergantung mengenai minat siswa dalam
1. yang ingin diteliti, kalau hasil belajar maka pembelajaran di kelas selama ini?
yang ditanyakan tentang hasil belajar)
selama ini.
Metode yang digunakan guru kelas Metode apa sajakah yang sudah
2. tersebut pada mata pelajaran yang diteliti. pernah diterapkan pada
pembelajaran IPA di kelas IV?
Keefektifan metode yang digunakan guru Apakah penerapan metode tersebut
3. tersebut dalam mengatasi permasalahan sudah cukup efektif untuk mengatasi
yang dialami sang guru. masalah yang Bapak temui?
Pengalaman sudah pernah atau belumnya si Apakah Bapak pernah menerapkan
4. guru kelas tersebut menggunakan model metode resitasi dalam pembelajaran
yang ingin diteliti oleh peniliti. IPA?
Pendapat guru kelas tersebut tentang Bagaimana pendapat Bapak jika
5. metode yang ditawarkan oleh penelit metode resitasi diterapkan pada
pembelajaran IPA?
Lokasi, Tanggal, Bulan dan Tahun
Narasumber Peneliti
................ ...............
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 119
Lembaran Wawancara Guru untuk Pra‐siklus
No Pertanyaan Peneliti Respon Guru Tanggal
Bagaimana pendapat Bapak …………………………...................
mengenai minat siswa …………………………...................
1
dalam pembelajaran di …………………………...................
kelas selama ini? …………………………...................
Metode apa sajakah yang …………………………...................
sudah pernah diterapkan …………………………...................
2
pada pembelajaran IPA di …………………………...................
kelas IV? …………………………...................
Apakah penerapan metode …………………………...................
tersebut sudah cukup …………………………...................
3
efektif untuk mengatasi …………………………...................
masalah yang Bapak temui? …………………………...................
Apakah Bapak pernah …………………………...................
menerapkan metode …………………………...................
4
resitasi dalam pembelajaran …………………………...................
IPA? …………………………...................
Bagaimana pendapat Bapak …………………………...................
jika metode resitasi …………………………...................
5
diterapkan pada …………………………...................
pembelajaran IPA? …………………………...................
Lokasi, Tanggal, Bulan dan Tahun
Narasumber Peneliti
................ ...............
120 | Jalaludin
H. Lembaran Wawancara untuk Pelaksanaan Tindakan dalam Siklus
Lembaran wawancara pada pelaksanaan tindakan dalam siklus biasanya bertujuan untuk
menggali informasi perubahan terhadap fokus penelitian yang dilakukan. Pertanyaan‐
pertanyaan yang diberikan selain memuat Jenis‐Jenis informasi yang terdapat pada
grandtour, juga harus memuat informasi terpenting yaitu mengenai tujuan penelitian
tindakan yang dilakukan.
Di bawah ini, penulis akan memperlihatkan satu contoh lembaran wawancara yang
digunakan saat siklus dijalankan. Contoh yang digunakan, juga merujuk kepada proposal yang
terdapat dalam BAB I buku ini. Mudah‐mudahan pembaca sekalian mampu melihat
perbedaan mendasar antara lembaran wawancara saat grandtour dengan saat siklus
dijalankan.
Lembaran Wawancara Guru Saat Siklus Berlangsung
No Pertanyaan Peneliti Respon Guru Tanggal
Bagaimana pendapat …………………………...................
Bapak/ Ibu mengenai …………………………...................
minat siswa dalam …………………………...................
pembelajaran di kelas …………………………...................
sebelum penerapan …………………………...................
1
metode resitasi …………………………...................
(sesuaikan dengan …………………………...................
metode, model dan …………………………...................
pendekatan yang peneliti
gunakan)?
Bagaimana minat siswa …………………………...................
dalam pembelajaran …………………………...................
2
setelah dilakukan …………………………...................
metode resitasi? …………………………...................
Apa saja kendala yang …………………………...................
kerap Bapak/Ibu temui …………………………...................
3 dalam pembelajaran …………………………...................
sebelum penerapan …………………………...................
metode resitasi?
Menurut pendapat …………………………...................
4 Bapak/Ibu, apakah …………………………...................
penerapan metode …………………………...................
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 121
resitasi ini cukup efektif …………………………...................
untuk meningkatkan …………………………...................
minat belajar siswa? …………………………...................
Apakah penerapan …………………………...................
metode pembelajaran ini …………………………...................
bisa mengatasi …………………………...................
5
permasalahan yang …………………………...................
sebelumnya Bapak/Ibu …………………………..........................
temui?
Menurut Bapak/Ibu, apa …………………………...................
kelebihan dan …………………………...................
6
kekurangan penerapan …………………………...................
metode resitasi ini? …………………………...................
Bagaimanakah cara …………………………...................
7 terbaik untuk mengatasi …………………………...................
kekurangan tersebut? …………………………...................
Lokasi, Tanggal, Bulan, dan Tahun
Narasumber Peneliti
................ ...............
I. Kelebihan dan Kekurangan Wawancara
1. Kelebihan Wawancara
Sebagai salah satu instrumen penelitian yang sering digunakan,Sanjaya (2016:84)
mengemukakan bahwa wawancara memiliki beberapa kelebihan, yaitu
a. Wawancara dapat digunakan untuk mengecek kebenaran data/informasi yang
diperoleh dengan cara lain.
b. Teknik wawancara bisa memungkinkan data yang diperoleh lebih luas, bahkan bisa
memunculkan sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya.
c. Kegiatan wawancara memungkinkan pewawancara dapat menjelaskan
pertanyaan yang kurang dipahami oleh yang diwawancarai.
122 | Jalaludin
Kelebihan penggunaan wawancara sebagai alat untuk mengumpulkan
informasi menurut Yusuf (2017: 382) sebagai berikut:
a. Response rate lebih tinggi dibanding penggunaan kuesioner karena pewawancara
menemui responden.
b. Sampel penelitian lebih sesuai dengan rencana karena semua sumber informasi
dapat ditemui.
c. Dapat mengumpulkan informasi pelengkap yang dibutuhkan untuk memperkuat
pembuktian atau analisis pada penyusunan laporan hasil penelitian.
d. Visualisasi informasi dapat disajikan dan pewawancara dapat memberikan
response dan meminta informasi yang lebih terperinci dan terarah pada fokus
persoalan.
e. Dapat melengkapi atau memperbaiki kembali informasi yang kurang atau salah.
f. Dapat menangkap situasi, apakah apakah informasi yang diberikan itu spontan
atau sengaja diatur khusus untuk kepentingan penelitian.
g. Dapat mengontrol jawaban masing‐masing pertanyaan.
h. Pertanyaan‐pertanyaan yang sensitif dapat ditanyakan dengan hati‐hati atau
dimanipulasi sedemikian rupa sehingga tidak menyinggung sumber informasi.
i. Mudah diubah, artinya pewawancara dapat mengubah situasi dengan mendorong
atau memancing sumber informasi untuk memberikan jawaban yang lebih spesifik
atau mengajukan pertanyaan tambahan yang lebih sesuai dengan tujuan
penelitian.
j. Lebih lengkap, karena pertanyaan yang semula belum dijawab secara eksplisif
dapat dilacak kembali.
2. Kelemahan Wawancara
Selain kelebihan‐kelebihan di atas, wawancara juga memiliki kelemahan. Kelemahan
wawancara menurut Yusuf (2017:382) adalah sebagai berikut:
a. Biaya yang diperlukan lebih tinggi.
b. Waktu yang dibutuhkan lebih banyak.
c. Kecondongan (bias) pewawancara akibat kemampuan pewawancara dalam
memahami apa yang disampaikan oleh sumber informasi.
d. Kurang anonim karena identitas sumber informasi tercatat dan dicatat secara
lengkap sehingga memengaruhi kesahihan data yang diberikan.
e. Sumber informasi tidak memiliki kesempatan berkonsultasi.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 123
Kelemahan lain yang mungkin terjadi dalam kegiatan wawancara adalah adanya
pengaruh suasana dari proses wawancara itu sendiri karena ada dua orang yang berfungsi
sebagai pewawancara dan yang diwawancarai. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya
pewawancara dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, bebas, dan terbuka
sehingga yang diwawancarai dapat terbuka dalam memberikan informasi yang diperlukan.
Responden bisa saja tidak jujur atau enggan berterus terang dalam menjawab pertanyaan
yang diberikan. Selain itu, sebaiknya sebelum wawancara dimulai terlebih dahulu disusun
pedoman wawancara agar wawancara yang dilakukan lebih terarah kepada pokok
pembicaraan yang diharapkan.
J. Validitas dan Reliabilitas Lembaran Wawancara
Pengujian validitas dan reliabilitas lembaran wawancara dapat dilakukan dengan
meminta masukan, saran atau feedback. Meminta masukan, saran, kritik, dan komentar dari
orang lain sangat dianjurkan untuk mengidentifikasi ancaman terhadap validitas, bias, dan
asumsi peneliti, serta kelemahan‐kelemahan logika penelitian yang sedang dilakukan. Bagi
peneliti yang dalam hal ini adalah mahasiswa, maka cara terbaik dalam melihat validitas dan
reliabilitas dari lembaran wawancara yang digunakan adalah dengan meminta Dosen
Pembimbing (Dosbing) sebagai validator ahli dalam menvalidasi setiap butir pertanyaan
dalam lembaran wawancara yang akan digunakan. Sedangkan bagi peneliti yang berstatus
Guru atau Dosen, maka salah satu cara terbaik dalam melakukan validasi instrumen lembaran
wawancara adalah dengan melakukan diskusi dengan sejawat yang berada pada bidang yang
sama dengan si peneliti atau meminta ahli lain yang berasal dari Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan di kota terdekat. Sejalan dengan prinsip triangulasi, feedback ini seyogyanya
diminta dari beberapa individu. Semakin banyak dan beragam sudut pandang atau masukan
yang diterima, semakin tinggilah validitas data dan interpretasinya.
K. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS
1. Apa sajakah tujuan dilakukan wawancara?
2. Jika dibandingkan dengan observasi, apa kelebihan yang terdapat pada kegiatan
wawancara?
3. Apa yang membedakan lembaran wawancara yang digunakan pada kegiatan grandtour
dengan lembaran wawancara yang digunakan pada saat pelaksanaan tindakan?
124 | Jalaludin
4. Jika diminta untuk mewawancarai seorang guru mengenai metode pembelajaran yang
telah diterapkan, jenis wawancara apa yang akan Anda pilih? Jelaskan!
5. Berdasarkan soal nomor 4, buatlah sebuah lembaran wawancara sederhana yang dapat
Anda gunakan untuk mewawancarai guru tersebut!
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 125
Bab V
Lembaran Tes
“There are two kinds of people in this world: those who want to get things done and those
who don’t want to make mistakes.”
(Quote From: John Maxwell)
(Sumber Gambar: https://i.ytimg.com/vi/IxTUmGAPPq4/maxresdefault.jpg)
A. Tes Tertulis
1. Definisi Tes Tertulis
Tes berasal dari bahasa latin yaitu “testum” yang memiliki arti sebuah piring atau
jambangan dari tanah liat. Tes pada hakikatnya adalah suatu alat yang berisi serangkaian
tugas yang harus dikerjakan atau soal‐soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk
mengukur suatu aspek perilaku tertentu (Arifin, 2012: 7). Artinya, fungsi tes adalah sebagai
alat ukur. Dalam tes prestasi belajar, aspek perilaku yang hendak diukur adalah tingkat
kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan.
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan dengan cara siswa menjawab sejumlah item soal
secara tertulis (Sanjaya, 2009:239). Tes tertulis atau sering disebut paper and pencil test
126 | Jalaludin
adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk tertulis (Arifin, 2012:
136).Tes dapat berupa serentetan pertanyaan, lembar kerja atau sejenisnya yang dapat
digunakan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat, dan kemampuan dari
subjek penelitian. Lembar instrumen berupa tes ini berisi soal‐soal tes yang terdiri atas
butir‐butir soal. Setiap butir soal mewakili satu jenis variabel yang diukur.
2. Jenis‐Jenis Tes Tertulis
Ada dua jenis tes yang termasuk dalam tes tertulis ini, yaitu
a. Tes Esai
Tes esai adalah bentuk tes dengan cara siswa diminta untuk menjawab pertanyaan
secara terbuka, yaitu dengan cara menjelaskan atau menguraikan melalui kalimat yang
disusunnya sendiri. Tes essai disebut juga dengan tes subjektif. Pada umumnya tes
subjektif berbentuk esai atau uraian. Tes esai merupakan bentuk tes yang jawabannya
berupa uraian kalimat yang relatif panjang. Ciri‐ciri pertanyaan tes uraian didahului
dengan kata‐kata seperti uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, dan sebagainya.
Tes bentuk uraian ini dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu
1) Uraian Terbatas (Restricted Respons Items)
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus
mengemukakan hal‐hal tertentu sebagai batas‐batasnya. Walaupun kalimat jawaban
peserta didik itu beraneka ragam, tetap harus ada pokok‐pokok penting yang
terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan batas‐batas yang telah
ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.
Contoh :
1. Sebutkan Jenis‐Jenis akar tumbuhan!
2. Sebutkan bagian‐bagian bunga dan fungsinya!
2) Uraian Bebas (Extended Respons Items)
Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan
sistematika sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan
kemampuannya. Meskipun demikian, guru tetap harus mempunyai acuan atau
patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti.
Contoh :
1. Mengapa makhluk hidup memerlukan air?
2. Bagaimanakah proses terjadinya fotosintesis pada tumbuhan?
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 127
Berikut ini adalah kaidah penulisan tes esai seperti yang perlu diperhatikan:
Hendaknya butir soal meliputi ide‐ide pokok dari materi yang diujikan, dan kalau
mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif yang mampu mewakili materi
pokok dalam mata pelajaran yang diujikan.
Sebaiknya butir soal tidak mengambil kalimat yang disalin langsung dari buku atau
catatan.
Pada saat menyusun butir soal sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta
pedoman penskoran dalam rangka meningkatkan realibilitas butir soal.
Hendaknya ada variasi pertanyaan di antaranya jelaskan, mengapa, bagaimana,
uraikan, bandingkan,supaya lebih diketahui tingkat penguasaan responden
terhadap bahan ujian.
Hendaknya rumusan butir soal mudah dipahami oleh peserta tes.
Hindari penggunaan kata yang mempunyai makna ganda.
b. Tes Objektif
Tes objektif adalah bentuk tes yang mengharapkan siswa memilih jawaban yang
sudah ditentukan. Misalnya bentuk tes benar‐salah (BS), tes pilihan ganda (multiple
choice), menjodohkan (matching), dan bentuk melengkapi (completion). Penjelasan dari
jenis tes objektif ini adalah sebegai berikut:
1) Tes Benar‐Salah (True‐False Test)
Merupakan tipe tes yang butir‐butir soalnya terdiri dari pernyataan yang disertai
alternatif jawaban yang benar dan salah, siswa diharuskan mempertimbangkan
suatu pernyataan tersebut sebagai pernyataan yang benar atau salah. Bentuk soal
seperti ini lebih banyak digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi
informasi berdasarkan hubungan yang sederhana.
Contoh:
Pilihlah B jika pernyataan berikut benar, dan S jika pernyataan salah.
(B – S) Daun merupakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis
(B – S) Akar serabut dimiliki oleh tumbuhan padi, jagung, rumput.
Kaidahyang harus diperhatikan dalam penulisan butir soal benar‐salah meliputi
adalah
Menghindari pernyataan berarti ganda.
Meyakinkan sepenuhnya bahasa butir soal bisa dipastikan benar atau salah.
128 | Jalaludin
Hindari menulis butir soal yang memperdayakan.
Hindari pernyataan negatif.
Menggunakan suatu bentuk yang tepat.
Hindari jawaban benar yang berpola.
Hindari penggunaan kata‐kata kunci, seperti: pada umumnya, semua dan yang
lain.
2) Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Merupakan bentuk tes yang butir‐butir soalnya selalu terdiri atas dua komponen
utama yaitu sistem yang menghadapkan siswa kepada sebuah pertanyaan tak lengkap
atau satu pertanyaan langsung; dan 2 atau lebih pilihan jawaban yang mana satu di
antaranya lebih benar dan sisanya salah.
Contoh:
Perhatikan pertanyaan berikut dan pilihlah jawaban yang tepat!
1. Fungsi akar adalah sebagai berikut, kecuali ...
a. Menunjang berdirinya tumbuhan.
b. Menyerap air dan mineral dari dalam tanah.
c. Menyimpan cadangan makanan.
d. Berfotosintesis.
2. Batang dapat dikelompokkan menjadi batang berkayu, batang rumput, dan batang
basah. Contoh tumbuhan dengan batang berkayu adalah ...
a. Pohon mangga.
b. Padi.
c. Bayam.
d. Tebu.
Berikut ini adalah kaidah penulisan tes pilihan ganda seperti yang perlu
diperhatikan:
Pokok soal yang merupakan permasalahan harus dirumuskan secara jelas.
Untuk satu soal hanya terdapat 1 jawaban yang benar atau paling benar.
Perumusan pokok soal dan alternatif jawaban sebaiknya merupakan pernyataan
yang diperlukan saja.
Pada pokok soal, hindari perumusan pernyataan yang bersifat negatif.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 129
Alternatif jawaban (option) hendaknya logis, dan pengecoh (distractors) harus
berfungsi atau menarik.
Diusahakan supaya tidak ada petunjuk menuju jawaban yang benar.
Diusahakan supaya tidak menggunakan pilihan jawaban yang terakhir bunyinya
“semua pilihan jawaban di atas benar atau semua pilihan jawaban di atas salah”.
Diusahakan supaya pilihan jawaban sifatnya homogen, baik dari segi isi maupun
panjang pendeknya pernyataan jawaban.
Dalam merakit soal diusahakan supaya jawaban yang benar (kunci jawaban)
letaknya tersebar di antara a,b,c dan yang lain ditentukan secara acaksehingga
tidak terjadi pola jawaban tertentu.
Jika pilihan jawaban berbentuk angka, hendaknya disusun secara berurutan mulai
dari angka yang terkecil di atas dan yang terbesar di bawah.
Pada pokok soal sebaiknya tidak menggunakan ungkapan atau kata‐kata yang
bersifat tidak tentu, seperti seringkali, kadang‐kadang, pada umumnya, dan yang
sejenis.
Diusahakan supaya jawaban butir soal yang 1 tidak bergantung dari jawaban butir
soal yang lain.
3) Tes Menjodohkan (Matching Test)
Merupakan bentuk tes yang butir‐butir soalnya terdiri atas kalimat pernyataan
yang masih belum sempurna yang mana peserta tes atau responden diminta untuk
melengkapi kalimat pada titik yang disediakan. Butir soal tipe menjodohkan ditulis
dalam 2 kolom atau kelompok. Kelompok pertama di sebelah kiri adalah pertanyaan
atau pernyataan yang disebut dengan premis. Kelompok kedua di sebelah kanan
adalah kelompok jawaban. Tugas responden adalah mencari dan menjodohkan
jawaban‐jawabansehingga sesuai atau cocok dengan pernyataan atau pertanyaan.
Contoh:
Cocokkan pernyataan berikut dengan jawaban yang paling benar!
No Pernyataan Jawaban
1 Pembungkus mahkota bunga Klorofil
2 Batang berkayu Kelopak
3 Zat warna hijau daun Pohon jati
Berikut ini kaidah penulisan soal menjodohkan yang perlu diperhatikan:
Meyakinkan bahwa antara premis dan pilihan yang dijodohkan keduanya
homogen.
130 | Jalaludin
Dasar‐dasar untuk menjodohkan setiap premis dan pilihan dibuat secara jelas.
Menggunakan bentuk yang cocok.
4) Tes Melengkapi (Completion Test)
Merupakan bentuk tes yang butir‐butir soalnya terdiri atas kalimat pernyataan
yang masih belum sempurna dimana siswa diminta untuk melengkapi kalimat tersebut
dengan satu atau beberapa kata pada titik‐titik yang disediakan. Penulisan bentuk soal
melengkapi sebagai berikut:
Meyakini bahwa pertanyaan dapat dijawab dengan kata atau penggalan kalimat
yang mudah atau khusus, dan hanya ada satu jawaban yang benar.
Menggunakan bentuk yang cocok.
Jangan memutus‐mutus butir soal melengkapi.
Menghindari pemberian petunjuk ke arah jawaban yang benar.
Menunjukkan bagaimana seharusnya jawaban yang benar.
Contoh:
1. Bagian bunga yang berfungsi sebagai alat kelamin jantan adalah ....
2. Bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah
adalah ....
3. Kapan Peneliti Menggunakan Lembaran Tes Tertulis dalam PTK?
Bentuk instrumen ini dapat dipergunakan salah satunya dalam mengevaluasi
kemampuan hasil belajar siswa di sekolah dasar (SD), tentu dengan memperhatikan aspek
aspek mendasar seperti kemampuan dalam pengetahuan, sikap serta keterampilan yang
dimiliki baik setelah menyelesaikan salah satu materi tertentu atau seluruh materi yang
telah disampaikan.
4. Pentingnya Lembaran Tes Tulisan dalam PTK
Tes tertulis dalam PTK penting digunakan dalam mengevaluasi pencapaian hasil
belajar siswa. Tes ini efektif digunakan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa
terhadap materi ajar yang telah disampaikan. Tanpa tes tertulis, sulit bagi guru atau
peneliti dalam mengamati peningkatan hasil belajar siswa pada pra‐tindakan dan setelah
dilakukan tindakan.
5. Syarat Sebuah Lembaran Tes Tertulis yang Baik
Arifin (2011) dalam Arifin (2012: 64) mengemukakan karakteristik instrumen evaluasi
yang baik adalah yang memenuhi persyaratan:
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 131
a. Valid
Suatu alat ukur dapat dikatakan valid jika betul‐betul mengukur apa yang hendak
diukur secara tepat. Misalnya, alat ukur mata pelajaran IPA, maka alat ukur tersebut
harus betul‐betul dan hanya mengukur kemampuan peserta didik dalam mempelajari
IPA, tidak boleh dicampur‐adukkan dengan materi pelajaran yang lain.
Validitas suatu alat ukur dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain validitas
ramalan (predictive validity), validitas bandingan (concurent validity),validitas isi
(content validity) dan validitas konstruk (construct validity).
b. Reliabel
Suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel atau handal jika ia mempunyai hasil yang
taat asas (consistent). Misalnya, suatu alat ukur diberikan kepada sekelompok peserta
didik saat ini, kemudian diberikan lagi kepada sekelompok peserta didik yang sama pada
saat yang akan datang, dan ternyata hasilnya sama atau mendekati sama, maka dapat
dikatakan alat ukur tersebut mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi.
c. Relevan
Artinya alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditetapkan. Alat ukur juga harus sesuai
dengan domain hasil belajar, seperti domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Jangan
sampai ingin mengukur domain kognitif menggunakan alat ukur non‐tes. Hal ini tentu
tidak relevan.
d. Representatif
Artinya materi alat ukur harus betul‐betul mewakili dari seluruh materi yang
disampaikan. Hal ini dapat dilakukan bila guru menggunakan silabus sebagai acuan
pemilihan materi tes. Guru juga harus memperhatikan proses seleksi materi, mana
materi yang bersifat aplikatif dan mana yang tidak, mana yang penting dan mana yang
tidak.
e. Praktis
Artinya mudah digunakan. Jika alat ukur itu sudah memenuhi syarat tetapi sukar
digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari pembuat alat
ukur (guru), tetapi juga bagi orang lain yang ingin menggunakan alat ukur tersebut.
132 | Jalaludin
f. Deskriminatif
Artinya adalah alat ukur itu harus disusun sedemikian rupasehingga dapat
menunjukkan perbedaan‐perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu alat ukur,
maka semakin mampu alat ukur tersebut menunjukkan perbedaan secara teliti. Untuk
mengetahui apakah suatu alat ukur cukup diskriminatif atau tidak, biasanya didasarkan
atas uji daya pembeda alat ukur tersebut.
g. Spesifik
Artinya suatu alat ukur disusun dan digunakan khusus untuk objek yang diukur. Jika
alat ukur tersebut menggunakan tes, jawaban tes jangan menimbulkan ambivalensi
atau spekulasi.
h. Proporsional
Artinya suatu alat ukur harus memiliki tingkat kesulitan yang proporsional antara
sulit, sedang dan mudah. Begitu juga ketika menentukan jenis alat ukur, baik tes
maupun non‐tes.
6. Domain Hasil Belajar
Menurut Benyamin S. Bloom dkk, hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga
domain. Setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal yang
sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah sampai dengan
hal yang sukar, dan mulai dari hal yang konkrit sampai dengan hal yang abstrak.
Penyusunan tes tertulis perlu memerhatikan domain‐domain tersebut, yaitu tiga domain
hasil belajar tersebut adalah
a. Kognitif
Dalam domain kognitif (cognitive domain), terdapat enam jenjang kemampuan,
yaitu
1) Pengetahuan (Knowledge)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali
atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta, atau istilah tanpa harus mengerti atau
dapat menggunakannya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan di antaranya:
mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama, menyusun daftar,
mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan, dan memilih.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 133
2) Pemahaman (Comprehension)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau
mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat
memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal‐hal lain. Kemampuan
ini dijabarkan lagi menjadi tiga, yakni menterjemahkan, menafsirkan, dan
mengekstrapolasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan di antaranya:
mengubah, mempertahankan, membedakan, memprakirakan, menjelaskan,
menyimpulkan, memberi contoh, meramalkan, dan meningkatkan.
3) Penerapan (Application)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide‐
ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip dan teori‐teori dalam situasi baru dan
konkrit. Kata kerja operasional yang dapat digunakan di antaranya: mengubah,
menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti,
menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan,
menggunakan.
4) Analisis (Analysis)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu
situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur‐unsur atau komponen pembentuknya.
Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis
hubungan, dan analisis prinsip‐prinsip yang terorganisasi. Kata kerja operasional yang
dapat digunakan di antaranya: mengurai, membuat diagram, memisah‐misahkan,
menggambarkan kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci.
5) Sintesis (Synthesis)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan
sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh
dapat berupa tulisan, rencana, atau mekanisme. Kata kerja operasional yang dapat
digunakan di antaranya: menggolongkan, menggabungkan, memodifikasi,
menghimpun, menciptakan, merencanakan, merekonstruksikan, menyusun,
membangkitkan, mengorganisir, merevisi, menyimpulkan, menceritakan.
6) Evaluasi (Evaluation)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat
mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan kriteria
134 | Jalaludin
tertentu. Hal penting dalam evaluasi ini adalah menciptakan kondisi sedemikian
rupasehingga peserta didik mampu mengembangkan kriteria atau patokan untuk
mengevaluasi sesuatu. Kata kerja operasional yang dapat digunakan di antaranya:
menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengritik, membeda‐bedakan,
mempertimbangkan kebenaran, menyokong, menafsirkan, menduga.
b. Afektif
Domain afektif (affective domain), yaitu internalisasi sikap yang menunjuk ke arah
pertumbuhan batiniah dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang
diterima, kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam
membentuk nilai dan menentukan tingkah laku. Domain afektif terdiri atas beberapa
jenjang kemampuan, yaitu
1) Kemauan Menerima (Receiving)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk peka terhadap
eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan
penyadaran kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. Kata kerja operasional
yang dapat digunakan di antaranya: menanyakan, memilih, menggambarkan,
mengikuti, memberikan, berpegang teguh, menjawab, menggunakan.
2) Kemauan Menanggapi/Menjawab (Responding)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya
peka pada suatu fenomena tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara.
Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk menjawab secara sukarela,
membaca tanpa ditugaskan. Kata kerja operasional yang dapat digunakan di
antaranya: menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi nama,
menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan, membaca, melaporkan, menuliskan,
memberitahu, mendiskusikan.
3) Menilai (Valuing)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menilai suatu
objek, fenomena atau tingkah laku tertentu secara konsisten. Kata kerja operasional
yang digunakan di antaranya: melengkapi, menerangkan, membentuk, mengusulkan,
mengambil bagian, dan memilih.
4) Organisasi (Organizing)
Yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menyatukan
nilai‐nilai yang berbeda, memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 135
kerja operasional yang dapat digunakan di antaranya: mengubah, mengatur,
menggabungkan, membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan,
memodifikasi.
c. Psikomotor
Domain psikomotor (psychomotor domain), yaitu kemampuan peserta didik yang
berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian‐bagiannya, mulai dari gerakan yang
sederhana sampai dengan gerakan yang kompleks. Perubahan pola gerakan memakan
waktu sekurang‐kurangnya 30 menit. Kata kerja operasional yang digunakan harus
sesuai dengan kelompok keterampilan masing‐masing, yaitu
1) Muscular or Motor Skill
Aktivitasnya yang meliputi: mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil,
melompat, menggerakkan, menampilkan.
2) Manipulations of Materials or Objects
Aktivitasya meliputi: mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser,
memindahkan, membentuk.
3) Neuromuscular coordination
Aktivitasnya meliputi: mengamati, menerapkan, menghubungkan,
menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan menggunakan.
7. Lembaran Tes Tertulis untuk Grandtour/Mini Riset (Pre‐Test)
Tes tertulis yang digunakan dalam kegiatan grandtour/mini riset biasanya disesuaikan
dengan bentuk tes yang kerap dipergunakan guru dalam pembelajaran. Jika tes yang kerap
digunakan guru adalah tes objektif dengan bentuk pilihan ganda, maka tes tertulis yang
digunakan dalam grandtour/mini riset adalah bentuk pilihan ganda juga.
Berikut contoh lembaran tes tertulis untuk grandtour/mini riset:
Pilihlah jawaban yang paling tepat!
1. Di antara tanaman berikut yang memiliki akar tunggang adalah ...
a. Jagung
b. Padi
c. Kacang tanah
d. Pohon mangga
136 | Jalaludin
2. Bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dari dalam tanah adalah ...
a. Tudung akar
b. Bulu akar
c. Ujung batang
d. Ujung akar
3. Air dan mineral dari akar akan sampai ke daun melalui ....
a. Batang, tunas, daun
b. Batang, tangkai daun
c. Batang, tangkai daun, tulang daun
d. Batang, tunas
4. Batang berkayu umumnya keras sehingga tidak digunakan untuk ....
a. Makanan
b. Perabot rumah
c. Rangka rumah
d. Perabot kantor
5. Perhatikan gambar berikut.
Pot A, B, C, D dibiarkan 3 hari dengan tetap disiram setiap hari satu kali. Tanaman yang
paling cepat tumbuh adalah ....
a. Tanaman pada pot A
b. Tanaman pada pot B
c. Tanaman pada pot C
d. Tanaman pada pot D
6. Tumbuhan dapat membuat makanan karena memiliki ....
a. Zat warna hijau daun
b. Mahkota bunga
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 137
c. Bulu akar
d. Batang berkayu
7. Bunga sangat menarik dan indah dipandang mata karena memiliki ....
a. Mahkota bunga
b. Benang sari
c. Putik
d. Kelopak bunga
8. Warna‐warni mahkota bunga berguna untuk menarik ....
a. Manusia
b. Burung
c. Serangga
d. Lebah
9. Fungsi utama bunga untuk membentuk biji karena memiliki ....
a. Putik dan benang sari
b. Putik dan mahkota bunga
c. Benang sari dan mahkota bunga
d. Kelopak bunga dan mahkota bunga
10. Air dan mineral dari akar akan sampai ke bunga melalui ...
a. Batang dan tunas
b. Batang dan daun
c. Batang dan tangkai bunga
d. Tangkai bunga dan bunga
8. Lembaran Tes Tertulis untuk Pelaksanaan Tindakan dalam siklus (Post‐Test)
Lembaran tes tertulis untuk pelaksanaan tindakan atau post‐test harus dapat
mengukur ketercapain indikator dan tujuan pelajaran yang semestinya didapatkan siswa
dengan metode, strategi, model, pendekatan, ataupun media yang digunakan peneliti.
Selain itu lembaran tes tertulis juga perlu memperhatikan kriteria‐kriteria lembaran tes
tertulis yang baik. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa lebih tertarik dengan tampilan soal
yang disajikan sehingga memacu semangat siswa dalam mengerjakannya. Bentuk soal
yang disajikan dapat divariasikan dengan beberapa macam jenis soal seperti yang sudah
penulis uraikan di bagian sebelumnya.
138 | Jalaludin
Berikut adalah contoh soal tes tertulis yang dapat digunakan dalam kegiatan post‐test
saat siklus dijalankan.
Contoh Soal Tes Tertulis yang Bervariasi untuk Post‐Test saat Siklus Dijalankan
1. Lengkapilah paragraf di bawah ini!
Daun merupakan bagian tumbuhan yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya (1)
...... Daun banyak mengandung zat warna hijau yang disebut (2) ........ Daun terdiri atas (3)
.........., (4) ............., (5) ..........., dan (6) .............
2. Pilihlah B jika pernyataan berikut benar, dan S jika pernyataan salah !
(B – S) Daun merupakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis.
(B – S) Akar serabut dimiliki oleh tumbuhan padi, jagung, dan rumput.
3. Perhatikan pertanyaan berikut dan pilihlah jawaban yang tepat!
1. Fungsi akar adalah sebagai berikut, kecuali ...
a. Menunjang berdirinya tumbuhan.
b. Menyerap air dan mineral dari dalam tanah.
c. Menyimpan cadangan makanan.
d. Berfotosintesis.
2. Batang dapat dikelompokkan menjadi batang berkayu, batang rumput, dan batang
basah. Contoh tumbuhan dengan batang berkayu adalah ...
e. Pohon mangga.
f. Padi.
g. Bayam.
h. Tebu
2. Cocokkan pernyataan berikut dengan jawaban yang paling benar!
No Pernyataan Jawaban
1. Pembungkus mahkota bunga Klorofil
2. Batang berkayu Kelopak
3. Zat warna hijau daun Pohon jati
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 139
Kaktus
3. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Bagian bunga yang berfungsi sebagai alat kelamin jantan adalah ....
2. Bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah adalah
....
3. Sebutkan Jenis‐Jenis akar tumbuhan!
4. Sebutkan bagian‐bagian bunga dan fungsinya!
5. Tuliskan bagian‐bagian bunga di bawah ini!
9. Kelebihan dan Kekurangan Tes Tertulis
Tes tertulis efektif digunakan guru guna mengetahui tingkat pemahaman siswa
terhadap materi yang diajarkan. Tes ini juga tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama
karena sejumlah besar siswa dapat melakukan tes secara serentak. Namun, siswa bisa saja
menyontek pekerjaan siswa lainsehingga guru perlu mewaspadai terhadap kemungkinan
tersebut.
10. Validitas dan Reliabilitas Lembaran Tes tertulis
a. Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
peserta didik yang pandai (menguasai materi) dengan peserta didik yang kurang pandai
(kurang/tidak menguasai materi). Logikanya adalah peserta didik yang pandai tentu
akan lebih mampu menjawab dibandingkan dengan peserta didik yang kurang pandai.
Indeks daya pembeda biasanya dinyatakan dengan proporsi. Semakin tinggi proporsi
itu, maka semakin baik soal tersebut membedakan antara peserta didik yang pandai
dengan peserta didik yang kurang pandai.
Untuk menguji daya pembeda (DP) ini, hal‐hal yang perlu ditempuh adalah sebagai
berikut :
1) Menghitung jumlah skor total tiap peserta didik.
2) Mengurutkan skor total mulai dari skor terbesar sampai dengan skor terkecil.
140 | Jalaludin
3) Menetapkan kelompok atas dan kelompok bawah. Jika jumlah peserta didik
banyak (di atas 30) dapat ditetapkan 27 %.
4) Menghitung rata‐rata skor untuk masing‐masing kelompok (kelompok atas
maupun kelompok bawah).
5) Menghitung daya pembeda soal dengan rumus :
DP =
Keterangan :
DP = daya pembeda
X KA= Rata‐rata kelompok atas
X KB = Rata‐rata kelompok bawah
Skor maks = skor maksimum
6) Membandingkan daya pembeda dengan kriteria seperti berikut:
Harga Daya Pembeda Soal Keterangan
0.40 ke atas sangat baik
0,30 – 0,39 baik
0,20 – 0,29 cukup, soal perlu perbaikan
0,19 ke bawah kurang baik, soal harus dibuang
Contoh Cara Menghitung Daya Pembeda Soal:
Empat orang peserta didik mengikuti Ujian Akhir Semester dengan jumlah soal
3 dalam bentuk uraian. Kotak yang diarsir menunjukkan perolehan skor masing‐
masing peserta didik.
Nama
Skor Kelompok
Peserta Nomor Soal/Skor
Total
Didik
1 2 3
A 8 7 8 23 Atas
B 7 6 9 22 Atas
C 6 1 8 15 Bawah
D 3 2 7 12 Bawah
Jmlh.Skor 24 16 32
Skor maks 10 8 12
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 141
Rata‐rata 24/4 = 6 16/4 = 4 32/4 =8
. .
DP soal nomor 1 = 0.30
Penafsiran : Setelah dibandingkan dengan kriteria, ternyata soal nomor 1 memiliki daya
pembeda 0,30 yang termasuk kategori baik.
. .
DP soal nomor 2 = 0.63
Penafsiran : Setelah dibandingkan dengan kriteria, ternyata soal nomor 2 memiliki daya
pembeda 0.63 yang termasuk kategori sangat baik. Artinya, soal tersebut mampu
membedakan kelompok atas dengan kelompok bawah, mampu membedakan antara anak
yang pandai dengan anak yang kurang pandai.
. .
DP soal nomor 3 = 0.08
Penafsiran :
Setelah dibandingkan dengan kriteria, ternyata soal nomor 3 memiliki daya pembeda 0,08
yang termasuk kategori kurang baik, karena itu soal tersebut harus dibuang. Artinya soal ini
tidak memiliki daya pembeda yang baik, yang berarti pula tidak mampu membedakan antara
anak yang pandai dengan anak yang kurang pandai. Dengan kata lain, anak yang
pandai dengan anak yang kurang pandai memperoleh prestasi yang sama (mungkin sama‐
sama baik atau sama‐sama jelek).
3. Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada
tingkat kemampuan tertentu yang biasa dinyatakan dengan indeks. Indeks ini biasa
dinyatakan dengan proporsi yang besarnya antara 0,00 sampai dengan 1,00. Semakin
besar indeks tingkat kesukaran berarti soal tersebut semakin mudah. Untuk menghitung
tingkat kesukaran soal bentuk uraian, Anda dapat menggunakan langkah‐langkah sebagai
berikut:
a. Menghitung rata‐rata skor untuk tiap butir soal dengan rumus :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑜𝑎𝑙
𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘
142 | Jalaludin
b. Menghitung tingkat kesukaran dengan rumus :
𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑜𝑎𝑙
c. Membandingkan tingkat kesukaran dengan kriteria berikut:
Range Tingkat Kesukaran Soal Keterangan
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
d. Membuat penafsiran tingkat kesukaran dengan cara membandingkan koefisien
tingkat kesukaran (poin b) dengan kriteria (poin c).
6
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑛𝑜𝑚𝑜𝑟 1 0,6 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔
10
4
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑛𝑜𝑚𝑜𝑟 2 0,5 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔
8
8
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑠𝑢𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑛𝑜𝑚𝑜𝑟 3 0,67 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔
12
11. Penyusunan Soal HOTS dalam Kurikulum 2013
Soal Higher Order Thinking Skils (HOTS) merupakan soal yang digunakan untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak hanya
sekedar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate) atau merujuk tanpa melakukan
pengolahan (recite). Namun soal HOTS bukanlah soal yang lebih sulit dibandingkan soal
mengingat (recall). Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur
dimensi metakognitif, tidak sekedar mengukur dimensi faktual, konseptual atau
prosedural saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan
beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah, memilih
strategi pemecahan masalah, menemukan metode baru, berargumen, dan mengambil
keputusan yang tepat.
Anderson dan Kratwohl dalam Istiqomah (2018: 275) menyatakan ada dua acara yang
dijadikan pedoman dalam menulis soal HOTS, yakni:
a. Materi yang ditanyakan diukur menggunakan perilaku sesuai ranah kognitif HOTS
pada level menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.
b. Setiap pertanyaan diberi stimulus berbentuk sumber/bahan bacaan seperti teks
bacaan, paragraf, kasus, gambar, grafik, foto, rumus, tabel, daftar kata/simbol,
contoh, film atau rekaman suara.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 143
Secara lebih rinci, karakteristik soal HOTS dapat diuraikan seperti di bawah ini:
1) Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses menganalisis,
merefleksi, memberikan argument (alasan), menerapkan konsep pada situasi
berbeda, menyusun, menciptakan, bukan sekedar mengukur kemampuan untuk
mengingat, mengetahui atau mengulang. Oleh karena itu, jawaban‐jawaban soal
HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus.
2) Menggunakan Stimulus Berbasis Permasalahan Kontekstual
Soal HOTS dikembangkan dengan menggunakan stimulus berbentuk
sumber/bahan bacaan seperti teks bacaan, paragraf, kasus, gambar, grafik, foto,
rumus, tabel, daftar kata/simbol, contoh, film atau rekaman suara yang diangkat dari
permasalahan kontekstual, yang nyata ada dalam kehidupan. Penilaian berbasis
situasi nyata dalam kehidupan sehari‐hari ditujukan agar siswa dapat menerapkan
konsep‐konsep pembelajaran yang dipelajari di kelas untuk menyelesaikan masalah
nyata. Penilaian kontekstual menuntut kemampuan siswa untuk menghubungkan
(relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan
(integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan
permasalahan dalam konteks nyata. Kelima komponen ini disingkat dengan REACT.
(a) Relating: Penilaian terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan
nyata.
(b) Experiencing: Penilaian yang ditekankan kepada penggalian, penemuan dan
penciptaan.
(c) Applying: Penilaian menuntut kemampuan siswa untuk menerapkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah‐
masalah nyata.
(d) Communicating: Penilaian menuntut kemampuan siswa untuk mampu
mengkomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.
(e) Transfering: Penilaian menuntut kemampuan siswa untuk mentransformasi
konsep‐konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru.
3) Menggunakan Bentuk Soal Beragam
Ada empat alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir
soal HOTS (yang digunakan pada pengujian PISA), yaitu pilihan ganda, pilihan ganda
kompleks, jawaban singkat/pendek dan uraian. Adapun uraian dari Jenis‐Jenis soal di
atas, telah penulis jabarkan pada bagian sebelumnya.
144 | Jalaludin
B. Tes Lisan
1. Definisi Tes Lisan
Tes lisan adalah bentuk tes yang menggunakan bahasa secara lisan (Sanjaya,
2009:240). Tes ini bagus untuk menilai kemampuan nalar siswa. Melalui bahasa verbal,
penilai dapat mengetahui secara mendalam pemahaman siswa mengenai sesuatu yang
dievaluasi.
2. Kapan Digunakan Lembaran Tes Lisan dalam PTK?
Tes lisan cocok dipergunakan untuk menilai kemampuan nalar siswa. Melalui bahasa
verbal, guru dapat mengetahui secara mendalam pemahaman siswa terhadap sesuatu
yang dievaluasi, bukan hanya pemahaman konsep, melainkan bagaimana aplikasinya serta
hubungannya dengan konsep lain. Bahkan penilai juga dapat mengungkap informasi
mengenai pendapat atau pandangan mereka terhadap sesuatu yang dievaluasi. Tes lisan
hanya mungkin dilakukan manakala jumlah siswa yang dievaluasi sedikit, serta menilai
sesuatu yang tidak terlalu luas akan tetapi mendalam.
3. Pentingnya Lembaran Tes Lisan dalam PTK
Tes lisan penting dilakukan oleh guru atau peneliti guna mengetahui secara langsung
kemampuan peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya secara lisansehingga
kemungkinan peserta didik akan menerka‐nerka jawaban dan berspekulasi dapat dihindari.
4. Syarat Sebuah Tes Lisan yang Baik
Beberapa petunjuk praktis dalam pelaksanaan tes lisan adalah
a. Jangan terpengaruh oleh faktor‐faktor subjektifitas, misalnya dilihat dari kecantikan,
kekayaan, anak pejabat atau bukan, hubungan keluarga.
b. Berikanlah skor bagi setiap jawaban yang dikemukakan oleh peserta didik. Biasanya
kita memberikan penilaian setelah tes itu selesai. Cara ini termasuk cara yang kurang
baik, akibatnya penilaian akan dipengaruhi oleh jawaban‐jawaban yang terakhir.
c. Catatlah hal‐hal atau masalah yang akan ditanyakan dan ruang lingkup jawaban yang
diminta untuk setiap pertanyaan. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai
pertanyaan yang diajukan menyimpang dari permasalahan dan tak sesuai dengan
jawaban peserta didik.
d. Ciptakan suasana ujian yang menyenangkan. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik
tidak ketakutan menghadapi ujian lisan tersebut. Kadang‐kadang ada juga guru yang
sampai berbuat tidak wajar seperti membentak‐bentak peserta didik, dan mungkin
pula bertindak berlebihan. Tindakan ini harus dihindari, karena dapat mengakibatkan
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 145
proses pemikiran peserta didik menjadi terhambatsehingga apa yang dikemukakan
oleh mereka tidak mencerminkan kemampuan yang sesungguhnya.
e. Jangan mengubah suasana ujian lisan menjadi suasana diskusi atau suasana ngobrol
santai atau juga menjadi suasana pembelajaran.
5. Bentuk Pertanyaan Tes Lisan
Pertanyaan dalam tes lisan (wawancara) dapat menggunakan bentuk seperti berikut:
a. Bentuk Pertanyaan Berstruktur
Yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban agar sesuai dengan apa yang terkandung
dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini biasanya digunakan jika
masalahnya tidak terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret.
b. Bentuk Pertanyaan Tak Berstruktur
Yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka dimana peserta didik secara bebas
menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini tidak memberi struktur
jawaban kepada peserta didik, karena jawaban dalam pertanyaan itu bebas.
c. Bentuk Pertanyaan Campuran
Yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran, ada yang berstruktur ada pula
yang bebas.
6. Langkah Menyusun Tes Lisan
Arifin (2012:188) mengemukakan bahwa untuk menyusunan pedoman tes lisan,
sebaiknya mengikuti langkah‐langkah sebagai berikut :
a. Merumuskan tujuan tes lisan.
b. Membuat kisi‐kisi atau layout dan pedoman tes lisan.
c. Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk pertanyaan
yang diinginkan. Untuk itu perlu diperhatikan kata‐kata yang digunakan, cara
bertanya, dan jangan membuat peserta didik bersikap defensif.
d. Melaksanakan uji‐coba untuk melihat kelemahan‐kelemahan pertanyaan yang
disusunsehingga dapat diperbaiki lagi.
e. Melaksanakan tes lisan dalam situasi yang sebenarnya.
Contoh:
146 | Jalaludin
Kisi‐kisi Pedoman Tes Lisan
Bentuk
No. Masalah Tujuan Pertanyaan
Pertanyaan
1 ………………….. ……… ………… …………
Format Pedoman Tes Lisan
Ringkasan
No. Aspek‐aspek yang diujikan Keterangan
Jawaban
7. Tes Lisan untuk Grandtour/Mini Riset (Pre‐Test)
Tes lisan yang digunakan pada kegiatan grandtour atau mini riset hendaknya
disesuaikan dengan tes lisan yang biasa dilakukan oleh guru, baik dalam hal bentuk
pertanyaan, suasana pelaksanaan tes, tempat dan waktu pelaksanaan, serta hal‐hal lain
yang berkaitan dengan pelaksanaan tes.
8. Tes Lisan untuk Pelaksanaan Tindakan dalam siklus (Post‐Test)
Tes lisan yang digunakan dalam pelaksanaan tindakan atau post‐test hendaknya
mengikuti kriteria‐kriteria lembaran tes lisan yang baik. Selain agar guru mudah dalam
memberikan penilaian, juga membuat siswa lebih nyaman dan fokus dalam melaksanakan
tes lisan ini.
Berikut adalah contoh lembaran tes lisan yang dapat digunakan dalam pelaksanaan
tindakan. Di sini, lagi‐lagi contoh yang digunakan adalah merujuk kepada proposal yang
penulis paparkan dalam BAB I sebelumnya.
Kisi‐kisi Pedoman Tes Lisan
Bentuk
No. Masalah Tujuan Pertanyaan
Pertanyaan
Menyebutkan fungsi Siswa dapat Coba Terstruktur
1. daun menyebutkan sebutkan
fungsi daun fungsi daun
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 147
pada
tumbuhan
Apa yang akan Tak terstruktur
terjadi jika
suatu
tumbuhan
tidak memiliki
daun?
Menyebutkan bagian‐ Siswa dapat Terstruktur
Apa sajakah
bagian daun menyebutkan
2. bagian‐bagian
bagian‐bagian
daun?
daun
Format Pedoman Tes Lisan
No. Aspek‐aspek yang diujikan Ringkasan Jawaban Keterangan
Coba sebutkan fungsi daun pada
1.
tumbuhan
Apa yang akan terjadi jika suatu
2.
tumbuhan tidak memiliki daun?
3. Apa sajakah bagian‐bagian daun?
9. Kelebihan dan Kekurangan Tes Lisan
a. Kelebihan Tes Lisan
Kelebihan penggunaan tes lisan di antaranya yaitu
1) Dapat digunakan untuk melakukan penilaian hasil belajar yang mendalam.
2) Dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan berpikir bertaraf tinggi.
3) Dapat digunakan untuk menguji pemahaman seseorang terkait dengan hasil
karyanya.
4) Tidak memungkinkan penyontekkan dan bahannya cukup luas.
148 | Jalaludin
b. Kekurangan Tes Lisan
Selain kelebihan di atas, tes lisan juga memiliki kelemahan, yaitu
1) Jika pertanyaannya tidak dipersiapkan dgn baik, maka penguji hanya akan bertanya
pada hal‐hal yg diingatnya saja.
2) Sangat mungkin terjadinya ketidak‐adilan antara peserta tes, baik yang berkaitan
dengan: lama waktu ujian, tingkat kesukaran soal maupun tolok ukur dlm penilaian.
3) Penilaiannya bersifat sangat subjektif.
4) Banyak memakan waktu dalam pelaksanaannya; dan
5) Memungkinkan peserta tes untuk bersikap ABS, atau mengiyakan semua komentar
penguji dengan maksud supaya diluluskan.
10. Validitas dan Reliabilitas Lembaran Tes Lisan
Cara yang dapat digunakan untuk menjamin validitas dan reliabilitas tes lisan adalah
sebagai berikut:
a. Bersikap objektif terhadap siswa.
b. Memberikan skor bagi setiap jawaban yang dikemukakan oleh peserta didik.
c. Pertanyaan hendaknya tidak menyimpang dari tujuan awal.
C. Tes Perbuatan
1. Definisi Tes Perbuatan
Tes perbuatan adalah tes dalam bentuk peragaan (Sanjaya, 2009:240). Tes perbuatan
atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku,
tindakan, atau perbuatan. Tes tindakan adalah suatu bentuk tes dimana peserta didik
diminta untuk melakukan kegiatan khusus di bawah pengawasan penguji yang akan
mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar
yang didemontrasikan. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan
ditanyakan. Misalnya, coba kelompokkan daun‐daun berikut berdasarkan tulang daunnya!
2. Kapan Digunakan Lembaran Tes Perbuatan dalam PTK?
Tes perbuatan cocok digunakan ketika kita ingin mengetahui kemampuan dan
keterampilan seseorang mengenai sesuatu. Contohnya tes melakukan gerakan‐gerakan
tertentu, mengoperasikan alat, atau membuat sebuah karya.
3. Pentingnya Tes perbuatan dalam PTK
Tes tindakan dapat dilakukan secara kelompok dan individual. Secara kelompok
berarti seorang guru menghadapi sekelompok peserta didik, sedangkan secara individual
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 149
berarti seorang guru menghadapi seorang peserta didik. Tes tindakan dapat digunakan
untuk menilai kualitas suatu perkerjaan yang telah selesai dikerjaan oleh peserta didik,
termasuk juga keterampilan dan ketepatan menyelesaikan suatu pekerjaan, kecepatan
dan kemampuan merencanakan suatu pekerjaan, dan mengidentifikasi suatu piranti
(komputer misalnya). Tes tindakan dapat difokuskan kepada proses, produk atau
keduanya.
Tes tindakan sangat bermanfaat untuk memperbaiki kemampuan/ perilaku peserta
didik, karena secara objektif kesalahan‐kesalahan yang dibuat oleh peserta didik dapat
diamati dan diukursehingga menjadi dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya.
4. Syarat Sebuah Lembaran Tes Perbuatan yang Baik
Sebuah lembaran tes perbuatan yang baik hendaknya memuat petunjuk pelaksanaan
tes tersebut atau tata cara pelaksanaannya.
5. Tes Perbuatan untuk Grandtour/mini Riset (Pre‐Test)
Tes perbuatan yang digunakan dalam kegiatan grandtour atau mini riset hendaknya
disesuaikan dengan tes perbuatan yang biasa digunakan oleh guru dalam pembelajaran.
Hal ini dapat para peneliti (khusus mahasiswa) lakukan jika situasi dan kondisi sekolah
tempat penelitian memungkinkan untuk melakukan tes perbuatan. Namun jika tidak
memungkinkan, maka peneliti dapat mengkoreksi kondisi tes perbuatan siswa melalui
wawancara langsung dengan guru dan siswa tersebut.
6. Lembaran Tes Perbuatan untuk Pelaksanaan Tindakan dalam siklus (Post‐Test)
Di bawah ini terdapat dua contoh tes perbuatan dalam PTK. Semoga dapat
memberikan gambaran kepada peneliti PTK sekalian.
150 | Jalaludin
Contoh Satu
FORMAT PENILAIAN TINDAKAN
MENGIDENTIFIKASI BAGIAN‐BAGIAN TUMBUHAN
Nama Sekolah:
Mata Pelajaran :
Nama Siswa :
Kelas :
Semester :
Hari dan Tanggal :
Tujuan :
Petunjuk :
Berilah penilaian dengan menggunakan tanda cek ( V ) pada setiap aspek yang tertera di
bawah ini sesuai dengan tingkat penguasaan peserta didik.
Keterangan nilai :
SB = Sangat Baik
B = Baik
C = Cukup
K = Kurang
SK = Sangat Kurang
No. Aspek yang di amati SB B C K SK
1. Menunjukkan bagian‐bagian bunga
Menunjukkan macam‐macam daun
2.
berdasarkan jenis tulang daunnya
Menunjukkan dan menyebutkan macam‐
3.
macam akar tumbuhan
Membedakan batang kayu, batang
4.
rumput, dan bayang basah
............., .......................
(Guru)
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 151
Contoh Dua
LEMBAR KERJA SISWA
MENGIDENTIFIKASI JENIS‐JENIS BATANG
Nama Sekolah :
Mata Pelajaran :
Nama Siswa :
Kelas :
Semester :
Hari dan Tanggal :
Petunjuk :
Amatilah batang tumbuhan yang ada di lingkungan sekolah atau rumahmu, lalu masukkan
hasil pengamatanmu dalam tabel di bawah ini!
Jenis Batang
No. Nama Tumbuhan
Berkayu Rumput Basah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
7. Kelebihan dan Kekurangan Tes Perbuatan
a. Kelebihan Tes Perbuatan
Kelebihan tes perbuatan adalah sebagai berikut:
1) Tes perbuatan dapat digunakan untuk melakukan penilaian sejumlah perilaku
atau penampilan yang kompleks dalam situasi riil.
2) Tes perbuatan dapat digunakan untuk melakukan penilaian penampilan yang
tidak dapat dievaluasi dengan alat‐alat evaluasi lainnya.
3) Ujian perbuatan dapat digunakan untuk melihat kesesuaian antara pengetahuan
yang bersifat teoritis dan keterampilan di dalam praktik.
152 | Jalaludin
4) Di dalam ujian perbuatan tidak ada peluang untuk saling menyontek.
b. Kekurangan Tes Perbuatan
Adapun kekurangan Tes Perbuatan adalah sebagai berikut:
1) Ujian perbuatan memerlukan waktu yang lebih banyak, karena penilaiannya
hanya dapat dilakukan seorang demi seorang (terutama pada penilaian proses).
2) Ujian perbuatan pada umumnya memerlukan peralatan, mesin‐mesin atau bahan‐
bahan khusussehingga menjadi lebih mahal daripada ujian tertulis. Penilaian
dalam ujian perbuatan pada umumnya lebih subjektif, karena akan selalu
melibatkan keputusan penilai.
3) Seringkali sangat membosankan, karena umumnya bersifat monoton.
8. Validitas dan Reliabilitas Lembaran Tes Perbuatan
Norman E.Gronlund (1985) dalam Arifin (2012: 88) mengemukakan langkah‐langkah
yang harus ditempuh dalam perencanaan suatu tes perbuatan, yaitu sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan tes (detrermine the purpose of the test).
b. Mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur melalui tes (identify the learning
outcomes to be measured by the test).
c. Merumuskan hasil belajar dalam bentuk perilaku yang spesifik dan dapat diamati
(define the learning outcomes in the terms of specific, observable behavior).
d. Menyusun garis besar materi pelajaran yang akan diukur melalui tes (outline the
subject matter to be measurred by the test).
e. Menyiapkan suatu tabel yang spesifik atau kisi‐kisi (prepare a table of specifications).
f. Menggunakan tabel spesifik sebagai dasar untuk persiapan tes (use the table of
specifications as basis for preparing test).
9. Tahapan Pembuatan Instrumen Tes dalam PTK
Berdasarkan uraian tiga jenis tes di atas, maka dalam perencanaan evaluasi, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu
a. Menentukan Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi hendaknya jangan terlalu umum, karena tidak dapat menuntun
Anda dalam menyusun soal. Misalnya, tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat
pencapaian suatu program pembelajaran atau untuk mengetahui tingkat penguasaan
peserta didik terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Tujuan evaluasi dapat juga
dirumuskan untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik dalam proses
pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan evaluasi harus dirumuskan sesuai dengan jenis
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 153
evaluasi yang akan dilakukan, seperti formatif, sumatif, diagnostik, penempatan atau
seleksi. Dalam penilaian hasil belajar, tujuan harus memperhatikan domain hasilbelajar
seperti penjelasan sebelumnya.
b. Menyusun Kisi‐kisi
Penyusunan kisi‐kisi dimaksudkan agar materi evaluasi betul‐betul representatif
dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta
didik. Untuk melihat apakah materi evaluasi relevan dengan materi pelajaran atau
apakah materi evaluasi terlalu banyak atau kurang, maka disusunlah kisi‐kisi (lay‐out
atau blue‐print atau table of specifications). Kisi‐kisi adalah format pemetaan soal yang
menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan
jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi‐kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis
soal atau merakit soal menjadi perangkat tes. Dalam penilaian hasil belajar, kisi‐kisi
disusun berdasarkan silabus setiap mata pelajaran. Jadi, hal pertama yang harus
dilakukan adalah menganalisis silabus terlebih dahulu. Perhatikan langkah‐langkah
berikut ini :
ANALISIS SILABUS
MENYUSUN KISI-KISI
MEMBUAT SOAL
Kisi‐kisi soal yang baik harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain :
1) Representatif, yaitu harus betul‐betul mewakili isi kurikulum yang akan dievaluasi.
2) Komponen‐komponennya harus terurai/rinci, jelas, dan mudah dipahami.
154 | Jalaludin
3) Soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
Terdapat beberapa format kisi‐kisi yang dikembangkan para pakar evaluasi.
Namun, pada umumnya format kisi‐kisi dapat dibagi menjadi dua komponen pokok,
yaitu komponen identitas dan komponen matriks. Komponen identitas ditulis dibagian
atas matriks, sedangkan komponen matriks dibuat dalam bentuk kolom yang sesuai.
Komponen identitas meliputi jenis/ jenjang madrasah, bidang studi/ mata pelajaran,
tahun ajaran dan semester, kurikulum acuan, alokasi waktu, jumlah soal keseluruhan,
dan bentuk soal. Sedangkan komponen matriks terdiri atas kompetensi dasar, materi,
jumlah soal, jenjang kemampuan, indikator, dan nomor urut soal.
Contoh :
KISI‐KISI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER
Nama Madrasah : ...............................................................
Mata Pelajaran : ...............................................................
Alokasi Waktu : ...............................................................
Jumlah Soal : ...............................................................
Standar Kompetensi : ...............................................................
Kompetensi Jenjang Bentuk Nomor
No. Materi Indikator
Dasar kemampuan Soal Soal
Dalam kisi‐kisi, Anda harus memperhatikan domain yang akan diukur, seperti telah
dikemukakan sebelumnya.
4. Menulis Soal
Penulisan soal merupakan salah satu langkah penting untuk dapat menghasilkan alat
ukur atau tes yang baik. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan‐
pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi‐kisi. Setiap pertanyaan
harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan
maupun bentuk jawabannya.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 155
5. Uji Coba dan Analisis Soal
Jika semua soal sudah disusun dengan baik, perlu diujicobakan terlebih dahulu
dilapangan. Tujuannya untuk melihat soal‐soal mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan
dibuang sama sekali, serta soal‐soal mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya.
6. Revisi dan Merakit Soal
Setelah soal diuji‐coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat
kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada soal yang masih dapat diperbaiki
dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal
(stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang atau
disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini, barulah Anda merakit soal menjadi suatu alat
ukur yang terpadu.
D. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS
1. Setelah melaksanakan tindakan, Anda akan melakukan tes guna melihat peningkatan
hasil belajar siswa. Jika materi yang telah diajarkan adalah shalat, jenis tes apakah yang
Anda terapkan? Jelaskan!
2. Menurut Benyamin S. Bloom, hasil belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam tiga
domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jenis tes apa yang cocok digunakan
untuk masing‐masing domain tersebut? Jelaskan pendapat Anda!
3. Tes yang digunakan dalam kegiatan grandtour/mini riset hendaknya disesuaikan
dengan bentuk tes yang kerap dipergunakan guru dalam pembelajaran. Mengapa
demikian? Apa yang akan terjadi jika tes yang diberikan pada kegiatan grandtour tidak
sama dengan tes yang kerap digunakan oleh guru?
4. Salah satu kekurangan tes perbuatan adalah tes tersebut seringkali membosankan
karena umumnya bersifat monoton. Apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi hal
tersebut?
5. Dalam perencanaan evaluasi, hal pertama yang harus diperhatikan adalah menentukan
tujuan evaluasi. Tujuan ini harus memperhatikan domain‐domain hasil belajar.
Mengapa demikian?
156 | Jalaludin
Bab VI
Lembaran Angket
“Setiap Bertambah Ilmuku, Maka Semakin Bertambah Aku Tahu Akan Kebodohanku.”
(Quote From: Imam Asy‐ Syafi’i)
(Sumber Gambar: https://chapoenx22.files.wordpress.com/2012/04/imam‐syafii‐3.jpg)
A. Definisi Lembaran Angket
Angket disebut juga kuesioner. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kuesioner
merupakan alat riset atau survei yang terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis, bertujuan
mendapatkan tanggapan dari kelompok orang terpilih melalui wawancara pribadi atau
melalui pos, daftar pertanyaan. Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab, dimana peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden
(Sutopo, 2006 : 87) dan angket ini berlaku untuk penelitian kuantitatif. Angket atau kuesioner
merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (Tanujaya dan Mumu, 2016:
59). Hal tersebut dikarenakan peneliti bertanya jawab dengan responden secara tidak
langsung. Angket berisi serangkaian pertanyaan tertulis yang diharapkan dijawab oleh
responden melalui jawaban tertulis.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 157
B. Jenis‐Jenis Angket
1. Berdasarkan Cara Responden Menjawab
a. Angket Terbuka
Angket terbuka atau open ended questionnaire disebut pula angket tidak
terstruktur. Angket ini memberi kesempatan kepada responden untuk memberi
jawaban secara bebas dengan menggunakan kalimatnya sendiri. Misalnya: “Bagaimana
pendapat anda jika metode resitasi diterapkan dalam pembelajaran IPA?” Untuk
menjawab pertanyaan ini, responden bebas menggunakan kalimatnya sendiri.
b. Angket Tertutup atau Closed Questionare
Angket tertutup disebut juga angket terstruktur adalah angket yangjawabannya
telah disediakan. Dalam hal ini responden tinggal memilih jawaban yang sesuai.
Misalnya: Bagaimana pendapat anda jika metode resitasi diterapkan dalam
pembelajaran IPA?
A. sangat setuju
B. setuju
C. kurang setuju
D. tidak setuju
Untuk menjawab pertanyaan ini responden tinggal memilih jawaban mana yang
dianggap sesuai dengan pendapatnya.
c. Angket Semi‐terbuka
Merupakan angket yang pertanyaan atau pernyataanya memberikan kebebasan
pada respondennya untuk memberikan jawaban dan pendapat menurut pilihan‐pilihan
jawaban yang telah disediakan. Pada dasarnya peneliti meminta responden untuk
memilih kalimat atau penjelasan yang paling mendekati pendapat, penilaian, atau posisi
mereka.
2. Berdasarkan Bentuknya
Angket berdasarkan bentuknya dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Angket Pilihan Ganda (Sama dengan Angket Tertutup)
b. Angket Isian
Angket isian seperti angket check‐list/daftar ceksehingga responden tinggal
membubuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai.
158 | Jalaludin
Bentuk lembaran angket dapat berupa sejumlah pertanyaan tertulis, tujuannya
untuk memperoleh informasi dari responden tentang apa yang ia alami dan
diketahuinya. Bentuk kuesioner yang dibuat sebagai instrumen sangat beragam,
seperti:
1) Kuesioner Terbuka, responden bebas menjawab dengan kalimatnya sendiri,
bentuknya sama dengan kuesioner isian.
2) Kuesioner tertutup, responden tinggal memilih jawaban yang telah disediakan,
bentuknya sama dengan kuesioner pilihan ganda.
3) Kuesioner langsung, responden menjawab pertanyaan seputar dirinya.
4) Kuesioner tidak langsung, responden menjawab pertanyaan yang berhubungan
dengan orang lain.
5) check‐list, yaitu daftar isian yang bersifat tertutup, responden tinggal
membubuhkan tanda check pada kolom jawaban yang tersedia
6) Skala bertingkat, jawaban responden dilengkapi dengan pernyataan bertingkat,
biasanya menunjukkan skala sikap yang mencakup rentang dari sangat setuju
sampai sangat tidak setuju terhadap pernyataannya.
C. Kapan Lembaran Angket dibutuhkan dalam PTK?
Angket umumnya digunakan untuk mengukur sikap atau penilaian tertentu pada seorang
atau kelompok tertentu. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien jika
peneliti mengetahui dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu yang tidak bisa
diharapkan dari responden. Angket sebagai teknik pengumpulan data sangat cocok untuk
mengumpulkan data dalam jumlah besar.Yusuf (2017: 202) menyatakan bahwa kuesioner
atau angket sebagai salah satu bentuk instrumen dalam penelitian cocok digunakan apabila:
1. Peneliti familiar terhadap semua kemungkinan jawaban pada semua pertanyaan yang
digunakan.
2. Peneliti percaya bahwa responden akan mau menerima peran yang relatif pasif
terhadap semua jawaban yang diajukan kepadanya.
3. Peneliti bersedia menerima data yang diberikan responden tanpa perlu ditindaklanjuti
dengan pertanyaan tambahan atau interview.
4. Sampel kuesioner lebih luas dan tersebar pada lokasi yang luas pula.
D. Pentingnya Lembaran Angket dalam PTK
Angket dapat digunakan oleh guru/peneliti untuk mengukur sikap atau penilaian siswa
terhadap sesuatu. Dalam PTK, angket dapat digunakan untuk mengetahui sikap siswa
terhadap metode atau strategi pembelajaran yang dipergunakan sebelum atau sesudah
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 159
pelaksanaan tindakan. Angket juga dapat digunakan untuk mengetahui ketertarikan siswa
terhadap pembelajaran, motivasi, ataupun respon siswa terhadap pembelajaran sebelum
atau sesudah pelaksanaan tindakan. Angket merupakan teknik yang tepat untuk digunakan
apabila peneliti hendak mengumpulkan data dalam jumlah besar sementara waktu yang
tersedia terbatas.
E. Syarat Sebuah Lembaran Angket yang Baik
Penyusunan angket sebaiknya memenuhi beberapa prinsip. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan angket menurut Uma Sekaran (Sugiyono, 2011: 142‐144)
terkait dengan prinsip penulisan angket, prinsip pengukuran, dan penampilan fisik adalah
sebagaiberikut:
1. Isi dan Tujuan Pertanyaan
Artinya adalah apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau
bukan. Jika berbentuk pengukuran, dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap
pertanyaan harus disusun dalam skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk
mengukur variabel yang diteliti.
2. Bahasa yang Digunakan
Bahasa yang digunakan dalam angket harus disesuaikan dengan kemampuan
berbahasa responden (memperhatikan jenjang pendidikan keadaan sosial budaya dari
responden).
3. Tipe dan Bentuk Pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka (pertanyaan yang mengharapkan
responden untuk menuliskan jawabannya dalam bentuk uraian) atau tertutup (pertanyaan
yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah
satu alternatif jawaban yang telah disediakan) dan dapat pula menggunakan kalimat
positif ataupun negatif.
4. Pertanyaan Tidak Mendua (Double Barreled)
Contohnya “Bagaimana pendapat Anda mengenai penerapan Kurikulum 2013 saat
ini?”
160 | Jalaludin
5. Tidak Menanyakan yang Sudah Lupa
Misalnya “Bagaimana pendidikan agama yang Anda dapatkan pada saat anda berusia
tiga tahun?”
6. Pertanyaan Tidak Menggiring
Maksudnya pertanyaan dalam angket tidak menggiring/ mengarahkan ke jawaban
yang baik atau yang buruk saja.Misalnya “Apakah penjelasan guru IPA anda dapat dengan
mudah Anda mengerti?”
7. Panjang Pertanyaan
Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjangsehingga akan membuat
responden jenuh dalam mengisi.
8. Urutan Pertanyaan
Urutan pertanyaan dalam angket dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik
atau dari hal yang mudah menuju ke hal yang sulit. Hal ini perlu diperhatikan karena secara
psikologis dapat memengaruhi semangat responden, jika pada awalnya sudah diberi
pertanyaan yang sulit maka responden akan merasa malas untuk mengisi angket yang
telah mereka terima.
9. Prinsip Pengukuran
Angket yang diberikan kepada responden merupakan instrumen penelitian yang
digunakan untuk mengukur variable yang akan diteliti. Oleh karena itu, angket tersebut
harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variabel
yang diukur, sebelum instrumen angket tersebut diberikan kepada responden, sebaiknya
diuji dulu validitas dan reabilitasnya.
10. Penampilan Fisik Angket
Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan memengaruhi responden
dalam mengisi angket. Angket yang dibuat dikertas buram, akan mendapat respon yang
kurang menarik dari responden. Dalam menata tampilan pada lembar kuesioner, perlu
diperhatikan hal‐hal yang berkaitan dengan keindahan, kemudahan mengisi, dan
kemudahan memeriksa jawaban. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas untuk membuat
tampilan kuesioner menjadi enak dibaca, seperti penggunaan garis‐garis dan kotak pada
hal‐hal yang dianggap penting, penggunaan warna‐warna dan hiasan, serta meletakkan
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 161
kelompok pertanyaan tentang identitas pengisi, pengantar, dan pertanyaan inti pada
tempat yang berbeda.
F. Langkah dalam Menyusun Angket
Menurut Arifin (2012: 203) langkah‐langkah yang harus diikuti dalam menyusun angket,
sebagai berikut:
1. Menyusun Kisi‐kisi Angket
Contoh Satu:
Kisi‐Kisi Angket Siswa/Mahasiswa
Nomor
No. Masalah Tujuan Indikator Sumber Data
Angket
Contoh Dua:
Kisi‐Kisi Angket Siswa/Mahasiswa
Variabel yang Diteliti Indikator Instrumen No. Item
................................ ..........
............................... ..........
Angket menggunakan
.........................
skala.........
............................... ..........
............................... ..........
162 | Jalaludin
............................... ..........
............................... ..........
2. Menyusun pertanyaan‐pertanyaan dan bentuk jawaban yang diinginkan, berstruktur,
atau tak berstruktur. Setiap pertanyaan dan jawaban harus menggambarkan atau
mencerminkan data yang diperlukan. Pertanyaan harus diurutkansehingga antara
pertanyaan yang satu dengan lainnya ada kesinambungan.
3. Membuat pedoman atau petunjuk cara menjawab pertanyaansehingga memudahkan
peserta didik untuk menjawabnya.
4. Jika angket sudah tersusun dengan baik, perlu dilaksanakan uji‐coba di
lapangansehingga dapat diketahui kelemahan‐kelemahannya.
5. Angket yang sudah diujicobakan dan terdapat kelemahan perlu direvisi, baik dilihat
dari bahasa, pertanyaannya maupun jawabannya.
6. Menggandakan angket sesuai dengan banyaknya jumlah peserta didik.
Sejalan dengan pendapat Arifin di atas, Yusuf (2017: 200) juga menyatakan beberapa hal
dalam menyusun instrumen angket. Yusuf menyatakan bahwa ada beberapa pertanyaan
yang harus diperhatikan oleh peneliti sebelum dan di saat menyusun angket untuk PTK, yaitu
Apakah butir itu diperlukan?
Apakah butir itu akan dianalisis?
Apakah butir itu relevan?
Bagaimanakah caranya pertanyaan itu akan diolah?
Teknik manakah yang cocok untuk itu?
Apakah dengan pertanyaan yang ada pokok masalah yang diajukan telah terjawab?
Apakah masing‐masing sub‐subvariabel sudah terwakili?
Apakah kuesioner itu sesuai dengan responden penelitian?.
Selain hal‐hal di atas, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun dan
menyebarkan angket, yaitu
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 163
a. Setiap pertanyaan harus menggunakan bahasa yang baik dan benar, jelas, singkat,
tepat, dan mudah dimengerti oleh peserta didik, seperti :
Hindarkan pertanyaan yang ambiguous.
Kata tambahan, seperti “biasanya”, “seringkali” hendaknya dihindari.
b. Jangan membuat pertanyaan yang mengarahkan pada jawaban. Misalnya, “kamu
tidak menganggap IPA pelajaran yang sulit, bukan?”
c. Jangan menggunakan dua kata sangkal dalam satu kalimat pertanyaan. Misalnya,
“apakah kamu tidak senang untuk tidak membaca buku IPA?”
d. Hindari pertanyaan berlaras dua, seperti : “apakah kamu senang belajar IPA dan
matematika?”
e. Buatlah pertanyaan yang tepat sasaran. Misalnya, apakah kamu suka belajar
komputer di rumah? Pertanyaan ini tidak tepat. Bagaimana jika anak tidak
mempunyai komputer? Untuk itu, perlu dibuat dua pertanyaan, seperti (1) apakah
kamu mempunyai komputer di rumah? (2) Jika Ya, apakah kamu senang belajar
komputer di rumah?
f. Jika terdapat angket yang tidak diisi, Anda harus membagikan lagi angket itu kepada
peserta didik yang lain sebanyak yang tidak menjawab (tidak mengembalikan).
g. Dalam menyebarkan angket, hendaknya dilampirkan surat pengantar angket.
h. Hendaknya jawaban tidak terlalu banyak dan tidak pula terlalu sedikit.
G. Ketentuan Menggunakan Angket dalam PTK
Berikut ini adalah hal‐hal yang harus diperhatikan dalam menyusun kuesioner, di
antaranya:
1. Mulai dengan pengantar yang isinya berupa permohonan untuk mengisi kuesioner
sambil menjelaskan maksud dan tujuannya.
2. Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah bila perlu berikan contoh
pengisiannya.
3. Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden.
4. Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian sesuai dengan variabel
yang diungkapkan sehingga mudah mengolahnya.
5. Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak membingungkan dan
menimbulkan salah penafsiran.
6. Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lainnya harus dijaga
sehingga tampak keterkaitan logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis.
7. Usahakan agar jawaban yakni kalimat dan rumusannya tidak lebih panjang daripada
pertanyaannya.
164 | Jalaludin
8. Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan
membosankan responden sehingga pengisiannya tidak objektif lagi.
9. Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengisi untuk menjamin
keabsahan jawabannnya.
10. Untuk melihat validitas jawaban kuesoiner, ada baiknya kuesioner diberikan kepada
beberapa responden secara acak dan dilakukan wawancara dengan pertanyaan yang
identik dengan isi kuesionernya yang telah diisinya.
H. Skala Angket
Angket lazimnya memuat dua skala, yaitu
1. Skala Sikap
Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku peserta didik untuk berbuat
sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik
berupa orang‐orang maupun berupa objek‐objek tertentu. Model‐model skala sikap yang
biasa digunakan untuk menilai sikap peserta didik terhadap suatu objek, antara lain:
Menggunakan bilangan untuk menunjukkan tingkat‐tingkat dari objek sikap yang
dinilai, seperti 1, 2, 3, 4, dan seterusnya.
Menggunakan frekuensi terjadinya atau timbulnya sikap itu, seperti: selalu,
seringkali, kadang‐kadang, pernah, dan tidak pernah.
Menggunakan istilah‐istilah yang bersifat kualitatif, seperti: bagus sekali, baik,
sedang, dan kurang. Ada juga istilah‐istilah lain, seperti: sangat setuju, setuju, ragu‐
ragu (tidak punya pendapat), tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Menggunakan istilah‐istilah yang menunjukkan status/kedudukan, seperti: sangat
rendah, di bawah rata‐rata, di atas rata‐rata, dan sangat tinggi.
Menggunakan kode bilangan atau huruf, seperti: selalu (diberi kode 5), kadang‐
kadang (4), jarang (3), jarang sekali (2), dan tidak pernah (1).
Adapun jenis skala sikap dalam angket yang paling populer dalam dunia penelitian
yaitu
a. Skala Sikap Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorangatau kelompok orang tentang fenomena sosial. Biasanya cara pengisian
kuisioner jenis ini dengan menggunakan check‐list atau pilihan ganda. Kemudian untuk
masing‐masing sikap kemudian diberi bobot.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 165
Contoh skala Likert adalah
Persepsi responden Nilai sikap
Sangat setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Ragu‐ragu (R) 3
Tidak setuju (TS) 2
Sangat tidak setuju (STS) 1
Sistem penilaian dalam skala Likert adalah sebagai berikut:
Item positif: Sangat Setuju/Sangat Baik (5), Setuju/Baik (4), Ragu‐ragu (3), Tidak
Setuju/Tidak Baik (2), Sangat Tidak Setuju/Sangat Tidak baik (1)
Item negatif: Sangat Setuju/Sangat Baik (1), Setuju/Baik (2), Ragu‐ragu (3), Tidak
Setuju/Tidak Baik (4), Sangat Tidak Setuju/ Sangat Tidak Baik (5).
Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk check‐
list.
Contoh bentuk check‐list
Berilah jawaban pernyataan berikut sesuai dengan pendapat Anda, dengan cara
memberi tanda (√) pada Kolom yang tersedia.
SS : SangatSetuju
S : Setuju
RG : Ragu‐ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
No. Pernyataan SS S R TS STS
1. Saya senang belajar IPA
2. Pelajaran IPA membosankan
3. Pelajaran IPA dengan metode resitasi sangat
menarik
166 | Jalaludin
Contoh bentuk pilihan ganda
Berilah salah satu jawaban terhadap pernyataan berikut sesuai dengan pendapat Anda,
dengan cara memberi tanda lingkaran pada nomor jawaban yang tersedia.
Pelajaran IPA dengan metode resitasi sangat menarik.
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu‐ragu
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
Saya bersemangat mengerjakan tugas.
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu‐ragu
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
Melalui bentuk pilihan ganda pada angket skala Likert di atas maka jawaban dapat
diletakkan pada tempat yang berbeda‐beda. Untuk jawaban di atas “Sangat Setuju”
diletakkan pada nomor pertama. Untuk item selanjutnya jawaban “Sangat Setuju” dapat
diletakkan pada nomor terakhir. Pada bentuk check‐list, sering jawaban tidak dibaca karena
letak jawaban sudah menentu. Namun, dengan bentuk check‐listmaka akan didapat
keuntungan dalam hal singkat pembuatannya, hemat kertas, mudah mentabulasikan data,
dan secara visual lebih menarik.
b. Skala Sikap Thurstone
Skala Thurstone adalah skala yang disusun dengan memilih butir yang berbentuk
skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan
nilai yang berjarak sama. Skala Thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah pernyataan
yang relevan dengan variable yang hendak diukur kemudian sejumlah ahli menilai
relevansi pernyataan itu dengan konten atau konstruk yang hendak diukur.
Penyusunan kuesioner dengan skala sikap ini diawali dengan pembuatan butir‐butir
pernyataansehingga membentuk koleksi butir. Butir‐butir pertanyaan ini kemudian
dinilai oleh sejumlah pakar dengan penilaian dari A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, dan K. Pilihan
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 167
A menunjukkan bahwa butir tersebut sangat tidak dikehendaki, sedangkan butir K
sangat dikehendaki. Pilihan A diberi nilai 1, pilihan B diberi nilai 2, dan seterusnya hingga
pilihan K diberi nilai 11. Penilaian dilakukan minimal 200 pakar sebanyak 5‐10 kali dari
jumlah butir yang dinilai. Hasil penilaian tersebut kemudian dihitung nilai median yang
merupakan skor satuan dan jarak antar‐kuartil sebagai nilai mutu. Makin kecil nilai antar‐
kuartil maka makin tinggi nilai mutunya karena kehomogenan nilai pakar.
Contoh Skala Sikap Thurstone:
IPA hendaknya diberikan pada jam pertama siswa masuk kelas.
IPA tidak bermanfaat bagi siswa.
IPA sangat penting bagi siswa.
IPA merupakan pelajaran yang menarik.
Butir‐butir pernyataan tersebut kemudian dinilai oleh pakar pendidikan. Contoh hasil
penilaian pakar untuk satu butir pada skala ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Nilai Frekuensi
A 1 2
B 2 2
C 3 6
D 4 2
E 5 6
F 6 62
G 7 64
H 8 26
I 9 18
J 10 8
K 11 4
Berdasarkan contoh di atas, maka nilai median yang didapat adalah 6,8. Dengan demikian
butir yang dianalisis tersebut mempunyai skor sama dengan 6,8. Butir‐butir yang lain juga
diberlakukan prosedur yang sama sehingga setelah seluruh butir diketahui skornya maka
butir‐butir tersebut dipilih untuk membentuk suatu kuesioner. Butir yang terpilih
merupakan butir yang memiliki jarak skor yang sama dan disusun secara acak. Responden
kemudian mencontreng butir yang disetujuinya.
168 | Jalaludin
2. Skala Penilaian
a. Skala Frekuensi Verbal
Pada skala jenis ini disajikan pilihan pernyataan atas dasar frekuensi dari selalu
sampai tidak pernah.
Contoh:
Contreng pernyataan yang sesuai dengan pendapat anda!
Saya bersemangat belajar IPA.
Selalu
Sering
Kadang‐kadang
Jarang
Tidak pernah
b. Skala Ordinal
Skala ordinal tidak hanya membedakan kategori dan nama pada skala nominal,
pada skala ordinal kategori‐kategori ini kemudian diberi urutan yang berjenjang atau
berdasarkan tingkatan.
Contoh:
Contreng salah satu pilihan
Pendidikan terakhir orang tua
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Diploma
Sarjana
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 169
Contoh:
Contreng salah satu pilihan yang menunjukkan pendapat anda!
Penilaian Pilihan Jawaban Penilaian
No. Pernyataan
Negatif 1 2 3 4 5 6 7 Positif
1. Pelajaran Tidak Suka Suka
IPA dengan
metode
resitasi
2. Materi Membosankan Menarik
bagian‐
bagian
tumbuhan
dan
fungsinya
3. Soal tes Sulit Mudah
tertulis IPA
materi
struktur
daun dan
fungsinya
I. Lembaran Angket untuk Grandtour/Mini Riset
Angket yang diberikan pada kegiatan grandtour atau mini riset umumnya berisi tentang
pendapat responden terhadap pembelajaran yang telah berlangsung sebelumnya sebelum
tindakan penelitian (siklus) dilakukan. Misalnya, angket digunakan untuk mengetahui minat
belajar siswa terhadap pembelajaran IPA sebelum dilakukan tindakan.
Di bawah ini akan penulis berikan satu contoh angket untuk mini riset yang sudah memenuhi
persyaratan sebuah angket yang baik.
170 | Jalaludin
Contoh Angket untuk Grandtour/Mini Riset
Lembaran Angket Siswa
Angket Minat Siswa Terhadap Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
A. Pengantar
Untuk menyelesaikan studi program S1 pada Program Studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) di Institut Agama Islam (IAI) Yasni Muara Bungo, maka
dikemukakan satu ide penggunaan metode resitasi dalam meningkatkan minat belajar
siswa pada mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar. Ide ini dituangkan dalam judul
“Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas IV Melalui Metode Resitasi pada Mata Pelajaran
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) di Madrasah Ibtidaiyah Swasta Raudhatul Mujawwidin
Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo”.
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar selama ini (metode,
strategi, model, dan media yang sudah digunakan guru), maka dibutuhkan pendapat dan
tanggapan dari Ananda, dengan jalan memberikan jawaban dari pernyataan yang telah
disediakan dan memberikan saran dan tanggapan. Atas kesediaan Ananda diucapkan
terima kasih.
B. Petunjuk Pengisian
1. Pada angket ini terdapat 5 pernyataan. Pertimbangkan baik‐baik setiap pernyataan
dalam kaitannya dengan materi pembelajaran yang baru selesai kamu pelajari, dan
tentukan kebenaranya.
2. Berilah jawaban yang benar sesuai dengan pilihanmu.
3. Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan kebenarannya.
Jawabanmu jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap pernyataan lain.
4. Catat responmu pada lembar jawaban yang tersedia, dan ikuti petunjuk‐petunjuk
lain yang mungkin diberikan berkaitan dengan lembar jawaban.
5. Untuk memudahkan Ananda isilah dengan memberi tanda (√) pada jawaban
menurut pendapat Ananda
Keterangan pilihan jawaban:
1 = Sangat Tidak Senang
2 = Tidak Senang
3 = Ragu‐ragu
4 = Senang
5 = Sangat Senang
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 171
C. Identitas
Nama Siswa :
Kelas :
Sekolah :
5. Angket Tertutup
No Pertanyaan SS S RR TS STS
1 Perasaan Saya saat sedang mengikuti pelajaran
IPA
2 Perasaan Saya saat mendengarkan Penjelasan
guru
3 Perasaan saya saat diminta guru mengajukan
pertanyaan
4 Perasaan saya saat diminta guru menjawab
pertanyaan yang dilontarkan guru
5 Perasaan saya saat berdiskusi dengan teman saat
pembelajaran berlangsung
6 Perasaan saya terhadap metode yang digunakan
guru dalam mengajar
7 Perasaan saya ketika mempelajari materi bagian‐
bagian tumbuhan dan fungsinya
6. Angket Terbuka
1. Mengenai metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mata pelajaran IPA
khususnya materi mengenal bagian‐bagian tumbuhan
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
2. Mengenai aktivitas pembelajaran yang berlangsung dalam kelas
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
Responden
………………………….
172 | Jalaludin
J. Lembaran Angket untuk Pelaksanaan Tindakan dalam Siklus
Lembaran angket yang digunakan pada pelaksanaan tindakan/siklus erat kaitannya
dengan pelaksanaan metode, strategi, model, ataupun media yang diberikan guru di kelas
tersebut sebagai salah satu cara menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Misalnya, angket
digunakan untuk mengetahui minat belajar IPA siswa setelah penerapan metode resitasi.
Dengan demikian akan diketahui perbedaan tingkatan minat belajar siswa sebelum dan
sesudah diberikan tindakan.
Contoh Angket Saat Siklus/Tindakan Dilakukan
Lembaran Angket Siswa
Angket Peningkatan Minat Siswa Terhadap Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
dengan Metode Resitasi
A. Pengantar
Untuk menyelesaikan studi program S1 pada Program Studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) di Institut Agama Islam (IAI) Yasni Muara Bungo, maka
dikemukakan satu ide penggunaan metode resitasi dalam meningkatkan minat belajar
siswa pada mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar. Ide ini dituangkan dalam judul
“Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas IV Melalui Metode Resitasi pada Mata Pelajaran
Ilmu pengetahuan Alam (IPA) di Madrasah Ibtidaiyah Swasta Raudhatul Mujawwidin
Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo”.
Untuk mengetahui bagaimana efektivitas, proses dan hasil (peningkatan) minat belajar
siswa dengan metode resitasi, maka dibutuhkan pendapat dan tanggapan dari Ananda,
dengan jalan memberikan jawaban dari pernyataan yang telah disediakan dan memberikan
saran dan tanggapan. Atas kesediaan Ananda diucapkan terima kasih.
B. Petunjuk Pengisian
1. Pada angket ini terdapat 5 pernyataan. Pertimbangkan baik‐baik setiap pernyataan
dalam kaitannya dengan materi pembelajaran yang baru selesai kamu pelajari, dan
tentukan kebenaranya.
2. Berilah jawaban yang benar sesuai dengan pilihanmu.
3. Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan kebenarannya.
Jawabanmu jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap pernyataan lain.
4. Catat responmu pada lembar jawaban yang tersedia, dan ikuti petunjuk‐petunjuk
lain yang mungkin diberikan berkaitan dengan lembar jawaban.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 173
5. Untuk memudahkan Ananda isilah dengan memberi tanda (√) pada jawaban
menurut pendapat Ananda.
Keterangan pilihan jawaban:
1 = Sangat Tidak Senang
2 = Tidak Senang
3 = Ragu‐ragu
4 = Senang
5 = Sangat Senang
D. Identitas
Nama Siswa :
Kelas :
Sekolah :
E. Angket Tertutup
No Pertanyaan SS S RR TS STS
Perasaan Saya setelah mengikuti pelajaran IPA
1
dengan metode resitasi
Perasaan Saya saat memahami pelajaran IPA
2
dengan metode resitasi
Perasaan saya ketika mempelajari materi bagian‐
3 bagian tumbuhan dan fungsinya dengan metode
resitasi
Perasaan saya saat berdiskusi dengan teman saat
4 pembelajaran berlangsung dengan metode
resitasi
Perasaan saya saat mengisi LKS yang diberikan
5
guru saat metode resitasi berlangsung
F. Angket Terbuka
1. Mengenai metode resitasi yang digunakan guru dalam membelajarkan materi
mengenal bagian‐bagian tumbuhan dan fungsinya
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
2. Mengenai aktivitas pembelajaran yang berlangsung dalam kelas dengan metode
resitasi yang diterapkan guru
174 | Jalaludin
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
3. Mengenai rangkaian kegiatan pembelajaran yang diberikan guru dengan metode
resitasi
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
Responden
………………………….
K. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Non‐Tes Angket
1. Kelebihan Teknik Non‐tes Angket
Kelebihan dari teknik angket menurut (Soehartono Irawan: 1995) sebagai berikut:
a. Angket dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar karena dapat dikirimkan
melalui pos.
b. Biaya yang diperlukan untuk membuat angket relatif murah.
c. Angket tidak terlalu menggangu responden karena pengisiannya ditentukan oleh
respoden sendiri sesuai dengan kesedian waktunya.
2. Kekurangan Teknik Non‐tes Angket
Kekurangan teknik angket menurut (Soehartono Irawan: 1995) adalah
a. Jika angket dikirimkan melalui pos, persentase yang dikembalikan relatif rendah.
b. Angket tidak dapat digunakan untuk respoden yang kurang bisa membaca dan
menulis.
c. Pertanyaan‐pertanyaan dalam angket dapat ditafsirkan salah dan tidak ada
kesempatan untuk mendapat penjelasan.
L. Validitas dan Reliabilitas Lembaran Angket
Pengujian validitas dan reliabilitas lembaran angket dapat dilakukan dengan meminta
masukan, saran, atau feedback. Meminta masukan, saran, kritik, dan komentar dari orang lain
(ahli) sangat dianjurkan untuk mengidentifikasi ancaman terhadap validitas, bias, dan asumsi
peneliti, serta kelemahan‐kelemahan logika penelitian yang sedang dilakukan. Bagi peneliti
yang dalam hal ini adalah mahasiswa maka cara terbaik dalam melihat validitas dan reliabilitas
dari lembaran angket yang digunakan adalah dengan meminta Dosen Pembimbing (Dosbing)
sebagai validator ahli dalam menvalidasi setiap butir pernyataan/pertanyaan dalam lembaran
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 175
angket yang akan digunakan. Namun sebelum memperlihatkan lembaran angketnya kepada
Dosbing ataupun orang yang dianggap ahli dalam instrumen penelitian, pastikan syarat‐syarat
sebuah angket yang baik sudah terpenuhi guna mengefisienkan waktu dalam validasinya.
Semakin banyak dan beragam sudut pandang atau masukan yang diterima, semakin tinggilah
validitas data dan interpretasinya.
M. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS
1. Pada dasarnya, angket dan wawancara sama‐sama bertujuan untuk mendapatkan
jawaban dari responden. Adakah perbedaan dari penggunaan kedua teknik tersebut?
2. Salah satu kelemahan teknik pengumpulan data dengan angket adalah kemungkinan
salah penafsiran pernyataan oleh responden. Sebagai seorang peneliti, bagaimana
cara Anda mengatasi hal tersebut?
3. Mengapa penampilan fisik angket perlu diperhatikan oleh peneliti? Apa pengaruh
penampilan fisik angket dengan respon dari responden?
4. Anda akan menggunakan angket sebagai teknik penelitian dalam kegiatan grandtour
PTK Anda. Jika masalah yang akan Anda teliti adalah motivasi belajar bahasa Arab
siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah, skala sikap apa yang akan Anda pilih? Jelaskan
alasan Anda!
5. Berdasarkan soal nomor 4, buatlah sebuah lembaran angket yang akan Anda gunakan
dengan memperhatikan syarat‐syarat lembaran angket yang baik!
176 | Jalaludin
Bab VII
Dokumentasi dalam PTK
“Research is Creating New Knowledge”
(Quote From: Neil Armstrong)
(Sumber Gambar: www.digitaljournal.com/img)
A. Definisi Teknik Dokumentasi dalam PTK
Dokumen berasal dari bahasa latin, yaitu docere yang berarti mengajar. Pengertian dari
kata dokumen ini menurut Louis Gottschalk (Fitrah dan Luthfiyah, 2017: 74) sering kali
digunakan para ahli dalam dua pengertian, yaitu sumber tertulis bagi informasi sejarah, dan
diperuntukkan bagi surat‐surat resmi dan surat‐surat negara seperti surat perjanjian,undang‐
undang, hibah, konsesi dan lainnya. Dokumen dalam pengertian yang lebih luas menurut
Gottschalk adalah setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik
itu yang bersifat tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis. Arikunto (Fitrah dan Luthfiyah,
2017: 74) mendefinisikan metode dokumentasisebagai upaya mencari data mengenai hal‐hal
atau variasi yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, monumen,
notulen, raport, dan sebagainya. Dokumen menurut Yusuf (2017: 391) merupakan catatan
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 177
atau karya seseorang tentang sesuatu yang telah berlalu. Menurut Sugiyono (2013: 240),
dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya‐karya monumental dari
seorang.Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life
histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya
foto, gambar hidup, sketsa dan lain‐lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni,
yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain‐lain. Studi dokumen merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif termasuk
PTK.Dokumen merupakan fakta dan data yang tersimpan dalam berbagaibahan, yang tidak
terbatas oleh ruang dan waktu sehingga memungkinkanbagi peneliti untuk mengetahui hal‐
hal yang pernah terjadi sebagai penguatdata observasi dan wawancara dalam memeriksa
keabsahan data, interpretasi,kesimpulan (Djaelani, 2013: 88). Hal ini sejalan dengan
Sudaryono yangmenyatakan bahwa dengan adanya dokumentasi maka hasil penelitian
akansemakin kredibel (Sudaryono, 2013: 41).Selain melalui observasi, wawancara, dan angket,
informasi juga dapat diperoleh melalui dokumentasi. Dokumentasi yang dimaksud dapat
berupa daftar kehadiran siswa, rekapitulasi nilai ulangan harian, RPP dan Silabus, surat‐surat,
catatan harian, foto‐foto, hasil rapat, dan lain sebagainya. Dokumen yang diperlukan dalam
PTK adalah dokumen yang relevan dengan fokus penelitian dan dibutuhkan oleh peneliti
untuk melengkapi data. Berdasarkan definisi dari berbagai pandangan ahli di atas, maka dapat
penulis simpulkan bahwa dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan fakta dan data yang
tersimpan dalam berbagaibahanyang relevan dengan fokus penelitian guna menghasilkan
penelitian yuang kredibel.
B. Jenis‐Jenis Dokumen
Sumber dokumen yang ada di dalam pengambilan dalam instrumen penelitian, pada
umumnya dibedakan menjadi empatsebagai berikut:
1. Dokumen resmi, berupa dokumen atau berkas yang dikeluarkan oleh suatu lembaga
secara resmi, misalnya rapor, nilai akhir semester, dan arsip sejarah.
2. Dokumen tidak resmi, berupa dokumen yang diperoleh dan sumber tidak resmi tetapi
memberikan informasi penting terkait suatu kejadian.
3. Dokumen primer, berupa dokumen yang diperoleh dari sumber asli atau orang yang
menjadi informan dan penelitian. Dokumen ini mempunyai nilai keaslian dan bobot
lebih valid daripada dokumen lain.
4. Dokumen sekunder, berupa dokumen yang diperoleh selain dan sumber asli, bisa
orang lain atau berbagai media seperti surat kabar, laporan penehitian, makalah, dan
178 | Jalaludin
publikasi lainnya. Dokumen ini tidak memiliki nilai dan bobot keaslian sevalid dokumen
primer.
Berikut ini adalah Jenis‐Jenis dokumen yang dapat dipergunakan sebagai instrumen
pengumpulan data dalam PTK:
a. Dokumen Arsip
Dokumen memiliki arti barang‐barang tertulis. Jadi dalam pengumpulan data
dengan menggunakan dokumen arsip, peneliti mengumpulkan dan mencermati benda‐
benda tertulis yang dapat digunakan untuk memperoleh wawasan kejadian masa lalu,
mengidentifikasi kecenderungan masa depan, dan menjelaskan tentang sesuatu
seperti yang dapat diamati sekarang. Sumber data arsip di sekolah dapat berupa hal‐hal
berikut:
1) Daftar hadir peserta didik
2) Daftar peserta didik yang melanjutkan
3) Daftar disiplin
4) Daftar peserta didik yang dropout
5) Daftar hadir pertemuan guru‐orang tua peserta didik
6) Data prestasi peserta didik dalam berbagai ajang kegiatan lomba, seperti
matematika, membaca, menulis, dll.
7) Skor pada saat mengikuti tes standar
8) Daftar keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan ekstra kurikuler
9) Selain itu, dokumen yang berguna dalam pengumpulan data penelitian ini adalah
“biodata subjek” dan “nilai nilai harian” yang dikumpulan sebelum penelitian
dimulai. Data ini dikumpulkan sebagai data sekunder untuk mendukung
penelitian. Misalnya, untuk menggambarkan kondisi awal, pada saat peneliti
mendeskripsikan hasil praobservasi guna membuat rencana umum penelitian.
Contoh cara pengumpulan data tersebut antara lain:
(a) Data hasil belajar, diambil dengan memberikan tes kepada siswa
(b) Data tentang situasi pembelajaran pada saat dilaksanakannya tindakan, diambil
dengan menggunakan lembar observasi.
(c) Data tentang refleksi diri serta perubahan‐perubahan yang terjadi di kelas,
diambil dari jurnal yang dibuat guru.
(d) Data tentang keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan
pembelajaran, didapatkan dari rencana pembelajaran dan lembar observasi.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 179
b. Catatan Harian
Catatan harian (diaries) adalah catatan pribadi tentang pengamatan, perasaan,
tanggapan, penafsiran, refleksi, firasat, hipotesis, dan penjelasan. Catatan tidak hanya
melaporkan kejadian tugas sehari‐hari, melainkan juga mengungkapkan perasaan
bagaimana rasanya berpartisipasi dalam penelitian tindakan kelas. Kejadian khusus,
percakapan, introspeksi perasaan, sikap, motivasi, pemahaman waktu bereaksi
terhadap sesuatu, dan kondisi akan membantu merekonstruksi apa yang terjadi waktu
itu. Catatan harian juga dapat dibuat oleh siswa. Catatan meraka dapat menjadi sumber
informasi tentang apa yang mereka alami dalam penelitian tindakan Kelas. Untuk
mendukung suatu pandangan yang dikemukakan atau sebagai pembuktian sebaiknya
diadakan diskusi untuk membandingkan catatan harian guru dan siswa.Penulisan
catatan harian (diaries) harus selalu dengan menuliskan tanggal kejadian. Demikian juga
dengan hal‐hal yang mendetail dari penelitian tindakan kelas, seperti waktu, pokok
bahasan, kelas tempat PTK dilaksanakan sebaiknya dituliskan pada bagian
pendahuluan. Catatan harian guru dan siswa akan berguna juga sebagai pelengkap atau
pembanding dari catatan lapangan (field notes) yang dibuat oleh para mitra peneliti
yang melakukan pengamatan atau observasi.
c. Catatan Lapangan
Adapun yang dimaksud dengan catatan lapangan (field notes) dalam penelitian
adalah bukti otentik berupa catatan pokok, atau catatan terurai tentang proses apa
yang terjadi di lapangan, sesuai dengan fokus penelitian, ditulis secara deskriptif dan
reflektif. Catatan lapangan ini dibuat oleh peneliti atau mitra peneliti yang melakukan
pengamatan atau observasi terhadap subjek atau objek penelitian tindakan kelas.
Berbagai hasil pengamatan tentang aspek pembelajaran di kelas, suasana kelas,
pengelolaan kelas, interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa dan
beberapa aspek lainnya dapat dicatat sebagai catatan lapangan dan akan digunakan
sebagai sumber data PTK. Pada umumnya catatan lapangan dibuat dengan tulisan
tangan si peneliti, yang hanya dimengerti oleh dirinya saja. Orang lain akan mengalami
kesulitan untuk membacanya karena penuh dengan singkatan‐singkatan atau simbol‐
simbol dan kode‐kode. Oleh karena itu,sebaiknya sesegera mungkin catatan lapangan
tersebut ditulis kembali dengan cara mengetiknya sehingga dapat dibaca dan
dimengerti oleh semua orang. Salah satu contoh menganalisis catatan lapangan adalah
dengan mengidentifikasi data esensial dari catatan lapangan itu seperti hal‐hal berikut:
1) Siapa, kejadian, atau situasi apa yang terlibat dan terjadi?
2) Apa tema dan isu utama dalam catatan itu?
180 | Jalaludin
3) Pertanyaan‐pertanyaan penelitian apa saja yang diajukan?
4) Hipotesis, dugaan, atau perkiraan apa yang diajukan peneliti tentang tokoh atau
situasi yang dideskripsikan dalam catatan lapangan?
5) Masalah atau fokus apa yang perlu dikejar peneliti dalam pertemuan atau
kegiatan atau kontak berikutnya(Miles [1984] dalam Rochiati[2005]).
Menurut Schaltzman dan Strauss model catatan lapangan dapat diorganisasikan ke
dalam tiga paket, yaitu
(a) Catatan Pengamatan (CP)
Catatan Pengamatan, berisi tentang semua peristiwa yang terjadi, apa yang
dilihat, didengar dan segala apa yang teramati di lapangan, pada latar tertentu.
Catatan ini berisi jawaban atas pertanyan siapa, apa, bilamana, di mana dan
bagaimana suatu aktivitas terjadi.
(b) Catatan Teori (CT)
Catatan Teori, merupakan bagian catatan yang berisi pendapat pengamat
(peneliti) yang didasarkan pada suatu teori. Jadi, catatan teori, bukan lagi berisi
fakta, melainkan sudah merupakan interpretasi, pemaknaan suatu gejala
(interpretive meaning).
(c) Catalan Metodologi (CM)
Catatan metodologi, terkait dengan pernyataan tindakan operasional,
berupa kritik terhadap diri sendiri tentang cara cara atau taktik dalam melaksanakan
pengamatan di lapangan (Hopkins, 1993).
d. Jurnal
Jurnal Harian adalah salah satu format yang merupakan modifikasi catatan
lapangan (field notes) yang dapat dimanfaatkan oleh guru yang merangkap fungsi
sebagai pelaku tindakan perbaikan dan pengamat dengan hasil yang menjanjikan.
Sebagaimana telah dikemukakan jurnal harian merupakan semacam catatan harian
sehinggga dapat berfungsi sebagai rekaman pengamatan yang sangat efektif. Jurnal
harian merupakan alat bantu yang lebih sederhana yang sangat praktis namun juga
cukup produktifsehingga cocok digunakan oleh pengamat yang juga sekaligus pelaku
tindakan. Pada dasarnya, jurnal harian yang produktif adalah yang mengandung 4
komponen yaitu (a) identifikasi konteks observasi, (b) rekaman faktual, (c) pemberian
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 181
makna terhadap informasi factual yang terekam, dan (d) paparan mengenai implikasi
dari PTK yang tengah dilakukan. Dengan pengertian tersebut, jurnal bukan sekadar
sumber data tetapi juga merupakan salah satu upaya berkelanjutan agar guru dapat
melakukan refleksi secara sistematis mengenai kegiatan pembelajarannya dengan
menuliskan narasi hasil pengamatannya dan perasaan yang dirasakannya pada saat
pembelajaran berlangsung. Jurnal harian merupakan salah satu sumber data yang
sangat berharga, baik yang ditulis peserta didik maupun guru. Jurnal peserta didik
memberikan masukan berharga bagi guru mengenai dunia peserta didik, bagaimana
peserta didik mempelajari materi yang dibahas dalam kelas, termasuk kesulitan dan
hambatan yang dialami peserta didik. Jurnal harian guru memberi kesempatan kepada
guru untuk mencatat apa yang terjadi dalam kelasnya.
Cochran Smith Lytle (1993, dalam Mills, 2003) mengemukakan bahwa jurnal guru
merupakan bagian terpenting dalam PTK karena jurnal guru/calon guru mungkin berisi
hal‐hal seperti berikut:
1) Catatan mengenai kehidupan di kelas di mana guru/calon guru mencatat hasil
pengamatan dan merefleksikan pengalaman mengajarnya.
2) Catatan mengenai deskripsi, analisis, dan interpretasi guru/calon guru.
3) Catatan mengenai pokok‐pokok kejadian dalam kelas yang dialami peserta didik
dan apa arti kejadian ini bagi guru dalam menyiapkan pembelajaran berikutnya.
4) Catatan sebagai landasan untuk mengamati kembali, menganalisis, dan
mengevaluasi pengalaman mereka.
5) Catatan mengenai apa yang terjadi dalam kelas dilihat dari kaca mata guru.
e. Peta (Map)
Peta tempat duduk peserta didik dalam kelas maupun letak peralatan dalam kelas
sangat membantu guru yang baru pertama kalinya masuk ke kelas itu. Peta memberikan
wawasan konseptual dengan alat untuk melakukan refleksi dengan cara berpikir
kembali mengenai keadaan kelas.
f. Rekaman Foto, Slide, Tape, dan Video
Rekaman foto, slide, tape, dan video merupakan sumber data tidak tertulis yang
dapat membantu guru dalam memantau kegiatannya di kelas sehingga peneliti
mempunyai alat pencatatan untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi di kelas
pada waktu pembelajaran dalam rangka penelitian tindakan kelas. Alat‐alat elektronik
ini berfungsi untuk menangkap suasana kelas, detail tentang peristiwa‐peristiwa
penting atau khusus yang terjadi atau ilustrasi dari episode tertentu sehingga dapat
182 | Jalaludin
digunakan untuk membantu mendeskripsikan apa yang peneliti catat di catatan
lapangan, apabila memungkinkan. Gambar‐gambar foto, cuplikan rekaman tape atau
slide berguna juga dalam wawancara, baik untuk memulai topik pembicaraan ataupun
untuk mengingatkan agar peneliti tidak menyimpang dari tujuan wawancara.
Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil pengumpulan informasi yang telah
dilakukan dalam tahap pengumpulan data. Misalnya, dengan memutar kembali hasil
rekaman proses pembelajaran. Setiap usai liputan, rekaman diputar ulang, dilihat
bersama (peneliti dan para kolaborator). Kemudian diadakan diskusi, untuk melihat
gejala apa, data apa yang dapat diakses? apa yang dapat dikritisi sebagai titik lemah,
terutama pada sisi cara atau pendekatan pembelajaran, atau teknik penilaian serta alat‐
alat yang digunakan. Akses data penelitian lewat teknik ini, lebih bersifat otentik dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Artinya, objektivitas data yang dituturkan
secara deskriptif betul betul didasarkan pada fakta yang terjadi di lapangan. Dengan
demikian, data dokumentasi gambaran utuh itu, digunakan pula dalam proses validasi
data. Dengan video dan tape recorder guru juga dapat mengamati kegiatan
mengajarnya dan membahas masalah‐masalah yang menjadi perhatian
penelitiansehingga guru memperoleh kesempatan untuk melakukan refleksi mengenai
penguasaan konsep, keterampilan, dan sikap peserta didiknya. Selain itu, foto juga
dapat dibuat untuk memberikan penekanan atas suatu peristiwa yang terjadi di kelas.
Pada proses analisis dibahas apa yang diharapkan terjadi, apa yang kemudian
terjadi, mengapa terjadi tidak seperti yang diharapkan, apa penyebabnya atau ternyata
sudah terjadi seperti yang diharapkan, dan apakah perlu dilakukan tindak lanjut. Alat
bantu rekam elektronik memang menjanjikan kelengkapan dokumentasi, meskipun
masih mengandung keterbatasan‐keterbatasan juga. Kamera hanya mampu merekam
informasi visual, sedangkan kamera video dapat merekam 2 dimensi informasi yaitu
audio, dan visual, meskipun masih tetap ada keterbatasan teknis seperti misalnya dari
segi sudut pandang kamera. Dalam banyak hal, penggunaan berbagai alat bantu rekam
yang canggih memang sangat menggoda dan menjanjikan kemanfaatan yang nyata
untuk keperluan‐keperluan tertentu dalam bentuk kelengkapan rekaman. Namun
disamping berbagai keuntungan yang dijanjikannya, penggunaan alat bantu rekam
dalam konteks PTK juga perlu dipertimbangkan dari segi kelayakannya (feasibility).
Artinya, hasil rekaman yang sangat lengkap dengan alat bantu rekam yang canggih itu,
tidak akan termanfaatkan secara maksimal apabila untuk keperluan tayang ulang
(replay) karena diperlukan persiapan dan/ atau perlengkapan yang memakan waktu
untuk menggelarnya. Belum lagi apabila juga diperhitungkan investasi yang diperlukan
atau gangguan (intusion) yang diakibatkan dalam penggunaannya. Alat bantu
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 183
perekaman elektronik lebih berpeluang menghasilkan gambaran yang lebih obyektif,
tetapi agar benar‐benar bermanfaat sebagai masukan, interpretasi secara jelas
memang dibutuhkan. Oleh karena itu, hasil rekaman elektronik harus secepatnya
ditranskripsikan dan dibubuhi catatan‐catatan sesuai dengan keperluan sehingga
terwujud sebagai catatan lapangan (field notes).
Dalam penggunaan alat‐alat elektronik seperti alat pengambil foto, slides dan
kamera video jangan sampai mengganggu siswa dan guru yang sedang terlibat dalam
pembelajaran serta tidak mengganggu jalannya pembelajaran di kelas karena
dikhawatirkan para siswa akan lebih terpikat pada kesibukan rekaman video dari pada
berpartisipasi dalam pembelajaran itu sendiri. Untuk itu alat pengambil foto, slides, dan
kamera video sebaiknya dipegang oleh mitra peneliti (teman sejawat) bukan oleh
penyaji bahan pembelajaran.
g. Artifak
Kelas juga kaya akan artifak, yaitu sumber data tertulis atau berupa visual yang
dapat memberikan sumbangan pada pemahaman peneliti mengenai apa yang terjadi di
kelas dan sekolah. Misalnya, penggunaan autentik asesmen berupa portofolio,
memberikan kesempatan pada guru untuk memperoleh sampel pekerjan peserta didik
selama periode waktu tertentu.
C. Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data melalui
pengumpulan dokumen‐dokumen yang diperlukan yang berhubungan dengan masalahyang
diteliti untuk ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambahkepercayaan
dan pembuktian suatu masalah (Iskandar, 2009:135). Menurut Irawan(2000:70), studi
dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukankepada subjek penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, teknik ini merupakan alatpengumpul data yang utama karena
pembuktian hipotesisnya yang diajukan secara logis dan rasional melalui pendapat, teori, atau
hukum‐hukum yang diterima, baik mendukung maupun yang menolong hipotesis tersebut.
Cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip, termasuk juga buku
tentang teori, pendapat,dalil atau hukum, dan lain‐lain yang berhubungan dengan masalah
penelitian (Zuriah, 2009:191). Dengan studi dokumentasi ini, peneliti dapat memperoleh data
atau informasi dari berbagai sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada informan.
Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pendukung teknik observasi dan
wawancara (Iskandar, 2009:135).
184 | Jalaludin
D. Kapan Digunakan Dokumentasi dalam PTK?
Dokumen merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik
berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), dan karya‐karya monumental, yang semuanya itu
memberikan informasi bagi proses penelitian. Dalam PTK, dokumentasi sangat dibutuhkan
saat peneliti sedang melakukan tindakan di dalam kelas, terutama saat mencobakan metode,
strategi, model, pendekatan, dan media yang sudah dirancang guna meningkatkan proses
dan hasil yang diharapkan. Hal‐hal yang didokumentasikan adalah jabaran dari setiap
indikator dalam lenmbaran observasi yang sudah disusun sebelumnya oleh peneliti.
E. Pentingkah Dokumentasi dalam PTK?
Penggunaan dokumen sebagai salah satu teknik pengumpulan data dalam pelaksanaan
penelitian kualitatif terkhusus PTK memiliki banyak keunggulan yang akan menguntungkan
penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian yang diperoleh dari proses observasi dan
wawancara akan lebih tinggi kredibilitasnya/lebih dapat dipercaya jika didukung dengan
dokumen‐dokumen pribadi dari pihak yang diteliti baik berupa gambar/foto, catatan harian,
autobiografi, dan lain sebagainya.
F. Kelebihan dan Kekurangan Dokumentasi dalam PTK
1. Kelebihan Dokumentasi dalam PTK
Ada beberapa keuntungan dari penggunaan studi dokumentasi terkhusus dalam PTK,
di antaranya yang dikemukakan oleh Nasution (Fitrah dan Luthfiyah, 2017: 74) di bawah ini:
a. Bahan dokumenter telah ada dan siap pakai.
b. Penggunaan bahan ini tidak memakan biaya, hanya memerlukan waktu untuk
mempelajarinya.
c. Banyak pengetahuan yang bisa diambil bila bahan tersebut dianalisis dengan cermat
dan teliti.
d. Dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian.
e. Dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data.
f. Bahan utama dalam penelitian historis.
John W. Creswell (2014: 811‐812) menyebutkan beberapa keunggulan penggunaan
dokumen sebagai teknik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut:
1) Memungkinkan peneliti untuk memperoleh gaya bahasa dan kata‐kata dari
partisipan. Dengan mengakses dokumen‐dokumen pribadi dari partisipan,
peneliti akan memahami pola bahasa yang dimiliki oleh partisipan, baik bahasa
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 185
verbal maupun bahasa perilaku sehingga akan memudahkan peneliti untuk
mengkaji permasalahannya yang berkaitan dengan partisipan dengan baik.
2) Dapat diakses sewaktu‐waktu sesuai kebutuhan peneliti—untuk sumber
informasi yang tidak menonjol. Tidak semua sumber informasi mudah untuk
diakses. Beberapa dokumen‐dokumen publik mungkin memerlukan izin dan
sebagainya untuk dapat memperoleh akses pribadi. Dalam hal ini, peneliti dapat
menunda dahulu pengaksesan dokumen dari sumber yang mudah diakses
sehingga memudahkan peneliti untuk megatur jadwalnya.
3) Menampilkan data yang menjadi perhatian partisipan. Dengan meminta bantuan
pada partisipan untuk mencari dokumen‐dokumen terkait masalah yang diteliti,
peneliti akan mengetahui mana materi yang menjadi fokus utama partisipan
terkait masalah yang diteliti saat peneliti menerima dokumen pilihan partisipan.
4) Sebagai bukti tertulis, dokumen menghemat waktu peneliti dan biaya
perekaman. Dengan menggunakan dokumen, peneliti tidak perlu membuang
waktu terlalu banyak untuk mengobservasi ataupun mengatur jadwal wawancara
dengan partisipan. Selain itu, penggunaan dokumen juga menghemat tenaga
peneliti karena tidak perlu lagi mencatat atau merekam materi yang dibutuhkan.
2. Kekurangan Dokumentasi dalam PTK
Meskipun demikian, tidak semua dokumen yang ada dapat selalu diakses dengan
mudah dan siap digunakan oleh peneliti. Creswell (2014: 811‐812) mengemukakan beberapa
keterbatasan dari penggunaan dokumen sebagai teknik pengumpulan data yang mungkin
akan sering ditemui peneliti dalam proses pengumpulannya, yaitu
a. Tidak semua orang memiliki gaya pengungkapan yang sama dan cepat memahami
maksud dari peneliti. Dalam hal ini partisipan bisa saja memberikan informasi yang
tidak berhubungan sama sekali dengan materi yang ingin diketahui penulis karena
kekurang tanggapan partisipan. Selain itu, beberapa orang memiliki gaya
pengungkapan peristiwa yang berbeda‐beda sehingga jika peneliti dan partisipan
memiliki gaya pengungkapan yang berbeda akan memungkinkan terjadinya salah
paham dalam menginterpretasi maksud sebenarnya dari dokumen pribadi
partisipan.
b. Mungkin merupakan informasi yang dilindungi yang tidak tersedia untuk umum atau
akses pribadi. Beberapa partisipan mungkin tidak bersedia untuk membagi
dokumen‐dokumen pribadi yang dimiliki dengan alasan privasi. Selain itu, beberapa
dokumen publik juga membatasi para pengaksesnya hanya pada kalangan tertentu
saja demi kepentingan tertentu.
186 | Jalaludin
c. Mengharuskan peneliti untuk mencari informasi di tempat yang sulit dijangkau.
Dalam beberapa kasus, sangat mungkin jika sumber informasi atau dokumen yang
ingin diketahui oleh peneliti berada diluar jangkauan peneliti, bisa berada di tempat
yang jauh atau berada pada tempat tertentu yang sulit diakses oleh sembarang
orang.
d. Mengharuskan perekaman/pencatatan atau mencari langsung dari data dalam
komputer secara manual. Beberapa data mungkin sudah diinput ke dalam sistem
komputer dalam pengelompokan yang cukup besar sehingga untuk mencari
beberapa data kecil seperti nilai matematika salah satu siswa dari kelas satu sampai
kelas lima mungkin membutuhkan pengorbanan peneliti untuk mencarinya secara
manual di komputer sekolah. Selain itu, dokumen‐dokumen yang tidak dapat dibawa
dari tempat penyimpanannya juga mengharuskan peneliti untuk mencatat materi
yang ingin diketahui secara manual.
e. Materi‐materi yang mungkin tidak lengkap. Tidak semua hal yang kita butuhkan
terdapat dalam dokumen yang disimpan oleh partisipan. Biasanya, orang hanya akan
mendokumentasikan hal‐hal yang dianggap penting saja, tidak sampai pada detail
pelaksanaannya secara rinci.
f. Dokumen mungkin tidak otentik atau akurat. Beberapa dokumen yang didapat dari
pengalaman pribadi partisipan mungkin berisi pengalaman subjektif. Orang akan
mendokumentasikan sesuatu sesuai dengan pandangan dan pemahamannya sendiri
jika hanya untuk kepentingan dokumentasi pribadi. Dalam hal ini, data yang
diperoleh tidak dapat disebut sebagai data yang otentik atau akurat.
Selain batasan‐batasan tersebut, peneliti perlu memahami poin‐poin penting jika ingin
memanfaatkan dokumen sebagai teknik pengumpulan data penelitian seperti yang
dikemukaan Creswell (2014: 814), yaitu
a. Buatlah jurnal selama proses penelitian berlangsung. Dengan membuat jurnal ini,
peneliti dapat mengevaluasi apa saja yang mungkin luput dari perhatiannya atau
datanya.
b. Minta partisipan untuk juga membuat jurnal yang berkaitan dengan penelitian
selama penelitian berlangsung. Hal ini dapat memudahkan peneliti untuk
mengevaluasi kegiatan penelitian yang dilakukan serta untuk dapat memperoleh
timbal balik dari partisipan.
c. Kumpulkan surat‐surat pribadi dari partisipan. Surat pribadi ini juga mencakup email,
sms, maupun percakapan melalui sosial media.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 187
d. Analisis dokumen‐dokumen publik (nota‐nota resmi, laporan, arsip, bahan
kearsipan).
e. Periksa autobiografi‐autobiografi dan biografi‐biografi.
f. Adakan audit perencanaan. Dengan mengaudit perencanaan penelitian, peneliti
dapat menemukan mana rencana yang perlu disempurnakan.
g. Tinjau arsip medis. Ada kalanya partisipan atau peneliti dalam keadaan kurang sehat.
Jika partisipan atau peneliti sedang dalam kondisi kurang baik, maka data yang
diperoleh mungkin tidak akurat dan penelitian tidak dapat berjalan dengan baik.
G. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS
1. Jelaskan dengan bahasa Anda sendiri pengertian dari dokumentasi!
2. Selain menggunakan observasi, wawancara, dan angket, informasi juga dapat
diperoleh melalui dokumentasi. Dokumen seperti apa yang dibutuhkan dalam PTK?
3. Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dengan dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan data yang utama. Mengapa demikian?
4. Anda akan melaksanakan kegiatan grandtour PTK untuk mengetahui motivasi belajar
siswa dalam pembelajaran. Apakah teknik dokumentasi dapat Anda gunakan dalam
tahap ini? Mengapa?
5. Jika masalah yang Anda teliti berkaitan dengan hasil belajar siswa, jenis dokumen apa
yang dapat Anda gunakan untuk mendukung proses penelitian Anda?
188 | Jalaludin
Bab VIII
Teknik Analisis Data dalam PTK
(Sumber Gambar: https://image.slidesharecdn.com)
S
eperti halnya analisis data hasil penelitian lainnya, data yang diperoleh dalam PTK juga
perlu dilakukan analisis guna membantu guru (peneliti) dalam melakukan penarikan
kesimpulan (Tanujaya dan Mumu, 2015: 98). Setelah semua data terkumpul harus
dianalisis secara akurat dan objektif. Analisis data merupakan tahap yang paling penting dan
menentukan dalam suatu penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam PTK dapat
berupa teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif.
A. Teknik Analisis Data Kualitatif
Menurut Miles dan Huberman, analisis data terdiri atas 4 komponen kegiatan yang terkait
satu sama lain, yaitu pengumpulan data, reduksi data (data reduction), penyajian data (display
data), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Yusuf: 407). Penjelasan setiap komponen di
atas akan diuraikan di bawah ini:
1. Pengumpulan Data
Kegiatan penelitian yang terpenting adalah pengumpulan data. Menyusun instrumen
adalah pekerjaan penting di dalam langkah penelitian, tetapi mengumpulkan data jauh
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 189
lebih penting lagi. Itulah sebabnya menyusun instrumen pengumpulan data harus
ditangani secara serius agar diperoleh hasil yang sesuai dengan kegunaannya yaitu
pengumpulan variabel yang tepat. Pengumpulan data dalam penelitian perlu dipantau
agar data yang diperoleh dapat terjaga tingkat validitas dan reliabilitasnya. Walaupun telah
menggunakan instrumen yang valid dan reliabel tetapi jika dalam proses penelitian tidak
diperhatikan bisa jadi data yang terkumpul menjadi tidak bermakna. Walaupun demikian,
prosedur pengambilan data masih perlu dipertimbangkan. Pengambil data dalam
penelitian juga sangat besar peranannya. Pengambil data hendaknya memiliki
kemampuan, keterampilan, dan kemahiran dalam melakukan prosedur pengumpulan
data. Data yang diungkap dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu fakta,
pendapat, dan kemampuan.
a. Pengumpulan data melalui metode observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah
melengkapinya dengan format pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun
berisi item‐item tentang kejadian atau tingkah laku yang merupakan bentuk indikator
dari variabel yang diamati. Misalnya, observasi yang dilakukan untuk mengetahui minat
belajar siswa, maka instrumen pengamatannya harus memuat bentuk‐bentuk tingkah
laku yang merupakan indikator minat belajar. Peranan yang paling penting dalam
menggunakan metode observasi adalah pengamat atau observer. Pengamat harus jeli
dalam mengamati segala tingkah laku objek yang diamati, gerak atau proses.
Pengamatan yang dilakukan harus objektif. Mengamati bukanlah pekerjaan yang
mudah karena manusia banyak dipengaruhi oleh minat dan kecenderungan‐
kecenderungan yang ada padanya. Padahal hasil pengamatan harus samawalaupun
dilakukan oleh beberapa orang.
b. Pengumpulan data melalui metode wawancara
Penggunaan metode wawancara memerlukan waktu yang cukup lama untuk
mengumpulkan data. Dibandingkan dengan mengedarkan angket kepada responden,
wawancara cukup rumit. Dalam melakukan wawancara, peneliti harus memperhatikan
sikap pada waktu datang, sikap duduk, tutur kata, keramahan, kesabaran serta
keseluruhan penampilan, akan sangat berpengaruh terhadap isi jawaban responden
yang diterima oleh peneliti. Oleh sebab itu, maka perlu adanya latihan yang intensif bagi
calon interviewer (pewawancara).
Terdapat beberapa jenis wawancara yang kerap dipergunakan, yang pertama yaitu
pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya
190 | Jalaludin
memuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreativitas pewawancara sangat
diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak tergantung
dan pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden. Jenis
wawancara ini cocok untuk penelitian kasus. Dan jenis kedua adalah pedoman
wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara terperinci
sehingga menyerupai check‐list. Pewawancara tinggal membubuhkan tanda √ (check)
pada nomor yang sesuai.
Pedoman wawancara yang banyak digunakan adalah bentuk semi terstruktur.
Dalam hal ini maka mula‐mula pewawancara menanyakan serentetan pertanyaan yang
sudah terstruktur, kemudian satu per satu diperdalam dalam mengorek keterangan
lebih lanjut. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel,
dengan keterangan yang lengkap dan mendalam.
c. Pengumpulan data melalui angket atau kuesioner
Sebagian besar penelitian umumnya menggunakan kuesioner sebagai metode
yang dipilih untuk mengumpulkan data. Kuesioner atau angket memang mempunyai
banyak kebaikan sebagai instrumen pengumpul data. Prosedur penyusunan kuesioner.
1) Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner.
2) Mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner.
3) Menjabarkan setiap variabel menjadi sub‐variabel yang lebih spesifik dan tunggal.
4) Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus untuk menentukan
teknik analisisnya.
d. Pengumpulan data melalui metode dokumentasi
Tidak kalah penting dan metode‐metode lain, adalah metode dokumentasi, yaitu
mencari data mengenai hal‐hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan
dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada
kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi
yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Seperti yang telah dijelaskan, dalam
menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang chek‐list untuk mencari
variabel yang sudah ditentukan. Apabila terdapat/muncul variabel yang dicari, peneliti
tinggal membubuhkan tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat
hal‐hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti dapat
menggunakan kalimat bebas.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 191
2 Reduksi data
Data‐data yang dihasilkan dalam kegiatan pengumpulan data perlu diseleksi dalam
kegiatan reduksi. Reduksi data merupakan kegiatan menyeleksi data sesuai dengan fokus
masalah yang diteliti. Dalam melakukan reduksi data, peneliti akan dipandu oleh tujuan
yang akan dicapai. Pada kegiatan ini, peneliti akan mengumpulkan semua instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data, kemudian dikelompokkan berdasarkan fokus
masalah atau hipotesis. Misalnya data dari hasil observasi, data dari hasil wawancara,
ditambah dengan data dari dokumentasi. Data‐data yang dihasilkan tersebut diseleksi,
data‐data yang dianggap tidak relevan dapat dibuang sedangkan data‐data yang dianggap
relevan dipergunakan dan dianalisis sesuai kebutuhan.
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan
keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru dapat
mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dianggap ahli dalam mereduksi data.
Melalui kegiatan diskusi tersebut, maka wawasan peneliti akan berkembang sehingga
dapat mereduksi data dan menganalisisnya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
3 Penyajian Data
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Setiap
data perlu disajikan agar setiap data dapat memberikan informasi yang jelas, mudah
dibaca, dan dipahami. Melalui penyajian data tersebut, data dapat tersusun dan
terorganisasikan sehingga mudah dipahami. Miles dan Huberman menyatakan bahwa
yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks naratif. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, juga melakukan perencanaan ulang berdasarkan apa yang telah
dipahami. Selain melakukan penyajian data dengan teks naratif, data‐data tersebut dapat
pula disajikan dalam bentuk tabel, diagram, atau grafik.
Tabel merupakan bentuk penyajian data dalam bentuk kolom dan baris. Sebuah tabel
biasanya terdiri atas judul tabel, judul kolom, judul baris, serta sel‐sel dan sumber data.
Bentuk tabel dapat dilihat seperti di bawah ini. Namun, untuk diperhatikan bahwa judul
tabel ditulis pada bagian atas tabel. Judul kolom dan judul baris yang merupakan bagian
dari tabel ditulis secara singkat, padat, dan jelas.
192 | Jalaludin
Judul tabel
Judul
Kolom
Sel
Judul Baris Sel
Sel
Contoh Aplikatif Penyajian Data dengan Tabel
Tabel 4.7
Peningkatan Minat Belajar Siswa Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II
Indikator Siklus I Siklus II
No Minat Pra Siklus
P.1 P.2 P. 3 P. 1 P. 2
Belajar
Perhatian
1. 45,78% 49,96% 59,68% 70,3% 77,28% 81,41%
Siswa
Partisipasi
2. Aktif 36,075% 43,7% 58,3% 71,125% 73,57% 76,68%
Siswa
Perasaan
3. 59,675% 62,8% 69,075% 74,93% 80,86% 85,71%
Senang
Rata‐rata Per
47,17% 52,15% 62,35% 72,11% 77,23% 81,26%
Pertemuan
Rata‐rata Per
47,17% 62,20% 79,24%
Siklus
Selain disajikan dalam bentuk tabel, data‐data diatas dapat pula disajikan dalam bentuk
Grafik dan Diagram Lingkaran seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 193
90
80
70
60
50 Perhatian Siswa
40 Partisipasi Aktif
30 Perasaan Senang
20
10
0
Pra Siklus I Siklus I Siklus I Siklus II Siklus II
Siklus P.1 P.2 P.3 P.1 P.2
300
250
200
150
100
50
0
Pra Siklus I Siklus I Siklus I Siklus II Siklus II
Siklus P.1 P.2 P.3 P.1 P.2
Perasaan Senang 59,675 62,8 69,075 74,93 80,86 85,71
Partisipasi Aktif 36,075 43,7 58,3 71,125 73,57 76,68
Perhatian Siswa 45,78 49,96 59,68 70,3 77,28 81,41
194 | Jalaludin
Nilai 65 Nilai 85
10% 20%
Nilai 70
25% Nilai 80
15%
Nilai 75
30%
Jenis diagram ini biasanya digunakan untuk menyajikan perolehan data dalam suatu
kegiatan. Misalnya hasil tes belajar siswa diperoleh data 20% siswa memperoleh nilai 85, 15%
siswa memperoleh nilai 80, 30% siswa memperoleh nilai 75, 25% siswa memperoleh nilai 70,
dan 10% siswa memperoleh nilai 65.
4 Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan langkah terakhir dalam melakukan analisis data.
Miles dan Huberman menyatakan bahwa kesimpulan awal yang telah dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti‐bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti‐bukti yang valid dan konsisten saat
peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel.
Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab
rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak. Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya, masalah dan rumusan masalah dalam penelitian
kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian dilakukan di
lapangan. Kesimpulan dalam penelitian yang diharapkan adalah temuan baru yang belum
pernah ada sebelumnya.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 195
B. Teknik Analisis Data Kuantitatif
Selain analisis data secara kualitatif, dalam PTK juga terdapat analisis data secara
kuantitatif. Analisis data kuantitatif merupakan teknik analisis data yang berbentuk angka,
bukan kata‐kata atau gambar.Dari pernyataan tersebut, dapat dianalisis bahwa hasil
penelitian yang berbentuk angka diolah secara kuantitatif. Ukuran keberhasilan dari variabel
harapan yang diteliti, dinyatakan dalam angka sebagai kriteria hasil penelitian.
Seperti contoh, untuk variabel harapan yang diteliti berupa hasil belajar, maka salah satu
ukuran keberhasilan tindakan (secara kuantitatif) yang dapat peneliti gunakan adalah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) dari materi/tema pelajaran yang sedang di PTK‐kan. Dan
terkadang juga menggunakan KKM sekolah sebagai ukuran keberhasil tindakan terkait
dengan hasil belajar ini. Intinya, sesuaikan dengan kondisi sekolah yang diteliti. Namun, jika
variabel harapan yang diteliti adalah berupa minat, motivasi, dan aktivitas belajar, ukuran
keberhasilan yang digunakan bukan lagi KKM mata pelajaran/KKM sekolah, melainkan dalam
analisis data kuantitatifnya berupa konversi turunan indikator dari variabel harapan yang
diteliti menjadi range angka.
Contoh kecil variabel harapan yang diteliti adalah minat belajar siswa (merujuk contoh
proposal di BAB I buku ini), sebelumnya peneliti sudah menemukan indikator terhadap minat
belajar tersebut dari berbagai literatur seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1
Indikator Minat Belajar Siswa
No. Indikator Bentuk Tingkah Laku
Fokus memperhatikan penjelasan guru dalam
pembelajaran
Mencatat penjelasan guru
Perhatian siswa dalam
Membaca materi ajar
1. kegiatan belajar
Serius dalam pelaksanaan tugas
mengajar
Bersemangat mengerjakan tugas
Tekun dan tidak mudah putus asa dalam menyelesaikan
tugas
Menjawab pertanyaan guru
Bertanya kepada guru
Mengemukakan pendapat
2. Partisipasi aktif siswa
Aktif melakukan pengamatan
Aktif mempresentasikan hasil pengamatan
Menanggapi presentasi teman
196 | Jalaludin
Diskusi dengan anggota kelompoknya
Menyimpulkan hasil pembelajaran
Masuk kelas tepat waktu
Membawa alat tulis dan buku
Mempunyai catatan materi ajar yang lengkap
Perasaan senang
Menyelesaikan tugas tepat waktu
terhadap kegiatan
3. Bertanggungjawab terhadap tugas
belajar mengajar
Tidak gelisah dalam belajar
Tidak mudah bosan dan menyerah dalam menyelesaikan
tugas
Bersikap ceria
Setelah dapat indikator dari variabel minat belajar tersebut, kita tidak bisa melakukan
penilaian secara kuantitatif jika tidak dikonversikan kedalam suatu kriteria hasil penelitian
berbentuk angka seperti di bawah ini sebelum nantinya dijadikan dalam bentuk persentase:
Tabel 3.2
Kriteria Hasil Penelitian
Rentang Nilai Kriteria
0% ≤ NR ≤ 60% Sangat Kurang
60% ≤ NR ≤ 70% Kurang
70% ≤ NR ≤ 80% Cukup
80% ≤ NR ≤ 90% Baik
90% ≤ NR ≤ 100% Sangat Baik
(Sumber: R. Hidayah, 2018).
Kriteria hasil penelitian tersebut diperoleh melalui:
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 197
C. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS
1. Pengumpulan data merupakan proses terpenting dalam kegiatan penelitian.
Bagaimanakah cara agar data yang dikumpulkan memiliki tingkat validitas dan
reliabilitas yang baik?
2. Selain dianalisis secara kualitatif, data dalam PTK juga perlu dianalisis secara
kuantitatif. Mungkinkah peneliti melakukan analisis kuantitatif dari data variabel
harapan yang bukan berupa angka? Jika mungkin, bagaimanakah caranya?
3. Data yang dihasilkan dalam kegiatan pengumpulan data harus direduksi.
Bagaimanakah cara Anda mereduksi data agar mendapatkan data yang sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai?
4. Hasil pengamatan perhatian siswa dalam kegiatan belajar mengajar menunjukkan
bahwa dari 36 siswa, terdapat 13 siswa yang fokus memperhatikan penjelasan guru
dalam pembelajaran, 26 siswa mencatat penjelasan guru, 20 siswa membaca materi
ajar, 17 serius dalam pelaksanaan tugas, 17 siswa bersemangat mengerjakan tugas, dan
15 siswa tekun dan tidak mudah putus asa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
Sajikanlah data di atas dalam bentuk tabel!
5. Dari hasil penelitian didapatkan data berikut:
Bentuk Tingkah Pra Siklus I
No.
Laku Siklus P. 1 P. 2 P. 3
Menjawab
1. 30,5% 47,2% 61,1% 72,2%
pertanyaan guru
Bertanya kepada
2. 25% 33,3% 44,4% 58,3%
guru
Aktif melakukan
3. 50% 55,5% 69,4% 77,7%
pengamatan
Diskusi dengan
4. anggota 44,4% 44,4% 61,1% 77,7%
kelompoknya
Menyimpulkan hasil
5. 36,1% 41,6% 69,4% 77,7%
pembelajaran
Sajikanlah data di atas dalam bentuk grafik!
198 | Jalaludin
Bab IX
Diseminasi Laporan PTK
“All Religions, Arts and Sciences are Branches of the Same Tree”
(Sumber Gambar: 2.bp.blogspot.com)
A. Definisi Diseminasi Laporan PTK
Diseminasi secara harfiah artinya menyebarluaskan (Wardhani dan Wihardit, 2010:6.38).
Pada umumnya, hal‐hal yang disebarluaskan terkait dengan informasi yang dianggap penting.
Salah satu tujuan diseminasi adalah agar apa yang disebarluaskan tersebut diketahui oleh
orang banyak, terutama oleh orang yang membutuhkannya. Setelah informasi tersebut
diketahui, pihak yang mengetahui tentu akan melakukan suatu tindak lanjutsehingga
diseminasi tidak berhenti dengan sudah tersebar‐luaskannya suatu informasi. Dalam
kaitannya dengan diseminasi laporan PTK, sasaran diseminasi pada umumnya terbatas pada
guru‐guru dan pihak yang terkait dengan pendidikan. Lantas, mengapa laporan PTK perlu
didiseminasikan? Laporan PTK perlu didiseminasikan agar guru‐guru lain mengetahui apa
yang telah dikerjakan oleh rekan sejawatnya dalam upaya memperbaiki pembelajaran.
Dengan demikian, guru tersebut akan tertarik untuk mencobakan hal tersebut di kelasnya
atau membandingkan dengan apa yang telah dikerjakannya sendiri.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 199
B. Teknik Melakukan Diseminasi Laporan PTK
Diseminasi laporan PTK dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya melalui
media cetak dan pertemuan tatap muka (Wardhani dan Wihardit, 2010:6.39). Diseminasi
melalui media cetak dapat dilakukan dengan mengubah laporan PTK menjadi sebuah artikel
yang dapat dikirim ke jurnal ilmiah atau jurnal lain yang dapat dibaca oleh guru. Laporan PTK
dapat pula dikirimkan ke redaksi majalah atau jurnal yang diperuntukkan bagi para
gurusehingga apabila artikel tersebut dimuat akan diketahui oleh guru lain. Dengan demikian,
temuan yang telah dihasilkan melalui kegiatan PTK dapat disebarluaskan.
Penyebarluasan laporan PTK melalui pertemuan tatap muka dapat dilakukan secara
terbatas dan secara luas. Pertemuan tatap muka terbatas misalnya terjadi secara personal
antara peneliti dengan teman akrab seprofesi dalam sebuah diskusi kecil. Laporan PTK dapat
juga didiseminasikan dalam pertemuan tatap muka yang lebih besar seperti rapat guru,
Forum Pemantapan Kerja Guru (PKG), forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), atau
dalam bentuk seminar.
Beberapa teknik melakukan diseminasi laporan PTK adalah sebagai berikut:
1. Rapat Guru
Umumnya, rapat guru diadakan secara rutin di sekolah. Dalam rapat guru yang
mengagendakan masalah peningkatan kualitas pembelajaran, kita dapat meminta agar
salah satu acara rapat adalah membahas laporan PTK yang telah dikerjakan. Dalam rapat
tersebut dapat disampaikan garis besar laporan PTK, memberi tekanan pada apa telah
dicapai, serta kelemahan yang masih muncul dalam PTK yang dilakukan. Penyampaian
laporan ini dapat diikuti dengan diskusi sehingga dapat merumuskan tindak lanjut
terhadap laporan PTK yang dipaparkan.
2. Pusat Kegiatan Guru (PKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
PKG merupakan wadah bagi guru SD yang berdekatan untuk bertemu dan membahas
masalah‐masalah yang berkaitan dengan pembelajaran, sedangkan MGMP merupakan
wadah bagi guru SMP/ SMA yang memegang mata pelajaran yang sama. Diseminasi
laporan PTK pada kedua forum ini akan memungkinkan diskusi yang menarik karena tujuan
kedua forum ini adalah untuk mengoptimalkan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran yang berkualitas. Dari forum ini, kita bisa mendapatkan masukan yang
berharga untuk menindaklanjuti hasil penelitian kita. Selain itu, guru‐guru lain mungkin
akan termotivasi untuk mencoba apa yang telah kita hasilkan. Dengan demikian, hasil
penelitian kita dapat disebarluaskan dan bermanfaat bagi orang lain.
200 | Jalaludin
3. Seminar
Seminar ilmiah sangat bermanfaat bagi orang yang mau meningkatkan wawasannya.
Bagi guru, Penyajian laporan PTK dalam sebuah seminar dapat dikombinasikan dengan
topik lain yang relevan.
C. Soal Evaluasi Pemahaman HOTS
1. Diseminasi artinya menyebarluaskan. Mengapa PTK perlu didiseminasikan?
2. Anda adalah seorang peneliti di daerah terpencil. Dengan segala keterbatasan yang
ada, Anda berniat untuk mendiseminasikan PTK Anda. Teknik apa yang dapat Anda pilih
untuk mendiseminasikan PTK yang telah Anda lakukan?
3. Apa sajakah manfaat diseminasi PTK bagi guru dan peneliti?
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 201
Bab X
Menulis Artikel dari Hasil PTK
“Orang Boleh Pandai Setinggi Langit, Tapi Selama Ia Tidak Menulis, Ia akan Hilang dari
Masyarakat dan dari Sejarah. Menulis adalah Bekerja untuk Keabadian”
(Quote From: Pramoedya Ananta Toer)
(Sumber Gambar: Pramoedya Ananta Toer) ‐ Bing images)
A. Konsep Artikel untuk Jurnal Ilmiah
Jurnal ilmiah merupakan sebuah publikasi yang diterbitkan secara berkala oleh suatu
organisasi profesi atau institusi akademik yang memuat artikel yang merupakan produk
pemikiran ilmiah secara empiris (artikel hasil penelitian) maupun secara logis (artikel hasil
pemikiran) dalam bidang ilmu tertentu (Suryoputro dalam Istiqomah, 2019:146). Jurnal ilmiah
juga merupakan sebuah buku yang berisi paper‐paper yang dikelola dan diterbitkan secara
berkala oleh sebuah publisher. Publisher yang paling umum adalah sebuah masyarakat ilmiah
dalam bidang tertentu (Imam Robandi, 2008: 155).
Lebih lanjut, Istiqomah menyatakan bahwa artikel ilmiah yang ditulis berdasarkan hasil
penelitian mesti memiliki tiga ciri khusus, yaitu (1) Memfokuskan kepada hasil/temuan
202 | Jalaludin
penelitian, pembahasan atas hasil penelitian dan penekanan kepada kesimpulan berdasarkan
rumusan masalah penelitian yang dilakukan, (2) kajian teoretik/pustaka tidak boleh disajikan
sebagai subjudul tersendiri. Hal itu dikarenakan, subjudul hanya merupakan bagian awal dari
artikel tanpa subjudul yang berfungsi sebagai bagian penting dari latar belakang masalah, dan
(3) prosedur penulisan dapat dilakukan pada: sebelum laporan teknis resmi dibuat, setelah
laporan teknis resmi dibuat dan atau hanya satu‐satunya tulisan yang dibuat oleh peneliti.
Bagi dosen, guru, ataupun peneliti yang akan menjadikan jurnal ilmiah hasil PTK‐nya ini
sebagai salah satu persyaratan dalam hal kenaikan pangkat (untuk dihitung angka kreditnya),
maka mesti memenuhi beberapa syarat. Syarat‐syarat tersebut merujuk kepada Peraturan
Menristek Dikti Nomor 9 Tahun 2018 tentang akreditasi Jurnal ilmiah, yaitu
1. Jurnal ilmiah adalah bentuk pemberitaan atau komunikasi yang memuat karya ilmiah
dan diterbitkan berjadwal dalam bentuk elektronik dan/atau tercetak;
2. Jurnal ilmiah memuat artikel yang secara nyata memajukan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau seni yang didasarkan pada hasil penelitian, perekayasaan,
dan/atau telaahan yang mengandung temuan dan/atau pemikiran yang orisinal serta
tidak plagiat;
3. Diterbitkan oleh perguruan tinggi, organisasi profesi, kementerian, lembaga
pemerintah nonkementerian, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga
pendidikan;
4. Perusahaan penerbitan, dan/atau badan usaha;harus berafiliasi dengan perguruan
tinggi, organisasi/asosiasi profesi, kementrian, lembaga pemerintah nonkementerian,
lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan;
5. Memiliki dewan penyunting jurnal berkualifikasi sesuai dengan bidang ilmu yang
mewakili bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni;
6. Melibatkan mitra bestari berkualifikasi sesuai dengan bidang ilmu jurnal dari berbagai
perguruan tingi dan/atau badan penelitian dan pengembangan serta industri dari
dalam dan/atau luar negeri yang mengulas naskah secara objektif;
7. Menggunakan bahasa Indonesia dan/atau bahasa resmi Perserikatan Bangsa‐Bangsa;
8. Menjaga konsistensi gaya penulisan dan format penampilan;
9. Dikelola dan diterbitkan secara cetak dan/atau elektronik melalui jejaring teknologi
informasi dan komunikasi;
10. Terbit sesuai dengan jadwal (maksimal empat kali terbit dalam setahun, minimal lima
artikel dan maksimal lima belas artikel setiap terbit); dan
11. Memiliki nomor seri standar internasional secara elektronik (Electronic International
Standard Serial Number/EISSN) dan pengenal objek digital (Digital Object
Identifier/DOI) apabila diterbitkan secara elektronik.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 203
B. Bentuk‐Bentuk Artikel Ilmiah
Bentuk‐bentuk artikel ilmiah dalam jurnal bertaraf nasional, nasional terakreditasi dan
jurnal internasional untuk bidang sains maupun bidang pendidikan hampir sama, yang
membedakan adalah dalam hal penekakan publisher sesuai dengan visi dan misinya. Adapun
bentuk‐bentuk artikel yang umum dalam jurnal ilmiah menurut Manihar Situmorang adalah
sebagai berikut (2019: 130):
1. Artikel Ulasan (Review Article)
Artikel ulasan merupakan kumpulan ulasan dari berbagai jenis artikel yang
berhubungan dengan satu atau beberapa topik tertentu yang disatukan atau dibuat
menjadi satu bidang ilmu atau kajian atau ulasan dan kajian satu atau beberapa topik
tertentu sehingga menjadi lebih mudah dipahami, saling terkait, rasional, dan terarah.
2. Artikel Laporan (Report Article)
Artikel laporan merupakan laporan hasil penelitian atau ulasan laboratorium yang
disajikan dalam jurnal ilmiah. Artikel laporan ditujukan kepada pembaca profesional untuk
semakin mendalami perkembangan penelitian dan penemuan terkini sehingga dapat
dibandingkan dan dihubungkan dengan penelitian yang sudah ada sesuai dengan bidang
ilmu yang dibahas. Misalnya pada penelitian PTK telah ditemukan perangkat instrumen
berupa angket, media pembelajaran, strategi baru dalam pembelajaran yang sudah
distandarisasi dan dipublikasikan melalui artikel ilmiah sehingga dapat diadopsi pada
penelitian PTK untuk bidang ilmu sejenis atau yang berbeda.
3. Komunikasi Singkat (Short Communication)
Komunikasi singkat adalah laporan hasil penelitian yang sangat singkat, tetapi sangat
penting untuk dikomunikasikan kepada pembaca dan peneliti professional. Biasanya
komunikasi singkat dalam pemuatan artikel, khususnya pada jurnal internasional hanya
dibatasi beberapa halaman saja dan ulasannya juga pada umumnya belum tuntas serta
hasil yang dipaparkan dalam komunikasi singkat dapat dikoreksi di kemudian hari (bila
dipandang perlu).
C. Pengubahan Hasil Penelitian Menjadi Artikel Ilmiah
Pengubahan hasil penelitian dimaksudkan agar hasil‐hasil penelitian PTK yang sudah
dilakukan dapat diubah menjadi artikel ilmiah yang siap untuk dipublikasikan pada jurnal
ilmiah. Untuk memulai menulis artikel ilmiah, maka naskah sudah semestinya mengikuti
pedoman dan format penulisan artikel yang sudah ditetapkan oleh editor atau penerbit.
Sebaiknya peneliti menelusuri terlebih dahulu nama jurnal yang mungkin menerima topik
204 | Jalaludin
pada cakupan penelitian PTK yang sudah selesai dilakukan dan dilaporkan. Lebih ideal lagi jika
penelusuran dilakukan secara online pada google scholar dan mengunduh satu contoh
(sampler) artikel yang sudah terbit dan perhatikan secara seksama format artikel tersebut.
Di bawah ini akan dijelaskan beberapa langkah/tahapan sebelum memulai menulis artikel
ilmiah hasil penelitian PTK untuk dikirimkan ke jurnal ilmiah pilihan. Adapun langkah atau
tahapannya adalah sebagai berikut (Manihar Situmorang, 2019: 133‐134):
1. Tahap Persiapan Penulisan Artikel
Adapun isi tahapan ini adalah membuat pertimbangan objektif (pada diri sendiri
sebelum menulis artikel ilmiah) terhadap kecukupan data, tingkat originalitas penelitian,
dan kontribusi ilmiah yang sudah dimiliki dari hasil penelitian PTK yang sudah diperoleh.
Originalitas penelitian sangat menentukan artikel tersebut akan diterima atau ditolak
editor jurnal ilmiah. Terdapat strategi untuk menguji originalitas hasil penelitian yang
dimiliki agar yakin bahwa draft artikel yang akan ditulis memenuhi syarat yang ditetapkan
untuk jurnal ilmiah. Adapun strategi yang dapat digunakan adalah pengujian melalui studi
pustaka penulis harus terlebih dahulu melakukan studi pustaka yang tuntas terhadap topik
artikel yang akan ditulis. Agar lebih cepat dan akurat menguji tingkat originalitas satu
artikel penelusuran pustaka ini dapat dilakukan melalui “database” berupa kumpulan
abstrak sebelum membaca lebih rinci pada naskah yang lengkap.
2. Tahap Penulisan Artikel
Setelah yakin bahwa hasil penelitian PTK yang diperoleh tergolong original, hasil
penelitian dapat diubah menjadi draft artikel ilmiah yang akan dipersiapkan dikirim pada
jurnal ilmiah pilihan. Maka langkah berikutnya yang akan dilakukan adalah tahap penulisan
artikel. Namun sebelum memulai menulis artikel ilmiah, pastikan tidak melakukan tindakan
plagiat. Plagiat adalah menggunakan ide seseorang atau merangkum atau paraphrase
suatu artikel atau kaliamt dan mempresentasikan ide tersebut seolah‐olah menjadi ide
sendiri tanpa memberikan kredit/menyebutkan sumber utamanya.
3. Koreksi dan Finishing
Setelah tahapan penulisan atau penyusunan artikel telah selesai dilakukan, maka ada
baiknya draft artikel yang sudah ditulis tersebut dilanjutkan pada tahap koreksi dan
finishing. Koreksi dapat berupa penyelarasan isi dari segi ilmiah, bahasa dan tata bahasa,
format dll. Tahapan koreksi dapat berupa validasi dan pengujian data secara ilmiah
terhadap hasil yang sudah disajikan di dalam artikel ilmiah, terutama apabila hasil yang
akan dilaporkan tersebut berbeda dengan hasil yang sudah ditemukan dan dikemukakan
orang lain. Tahapan koreksi ilmiah pada draft artikel dapat dilakukan melalui rekan sejawat
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 205
yang memiliki latar belakang ilmu yang sama atau hampir sama dengan bidang yang ditulis.
Akan lebih baik lagi apabila koreksi diberikan kepada ahli yang sudah berpengalaman
sebagai reviewer atau editor (bila ada). Setelah masukan dari pakar (ahli) telah lengkap,
maka tahap berikutnya adalah penyelarasan dan penyelesaian naskah (finishing). Finishing
artikel dapat dilakukan sendiri, atau melalui bantuan orang lain. Apabila koreksi dan
finishing telah dilakukan dengan baik maka pada akhirnya naskah artikel tersebut sudah
dapat dikirimkan ke alamat editor atau publisher jurnal ilmiah yang akan dituju.
4. Pengiriman Naskah
Pada saat ini ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengirimkan naskah ke editor
jurnal ilmiah, yaitu melalui pos atau email dan melalui submit secara online pada website
jurnal yang dituju. Persyaratan‐persyaratan yang dibutuhkan oleh publisher harus selalu
diikuti dan dilengkapi, dapat berupa pengiriman statement of originalitas dan persetujuan
untuk dimuat yang ditandatangani oleh semua penulis. Semua yang dipersyaratkan oleh
jurnal dapat dilakukan dengan mengunggah mandiri secara online pada website jurnal
yang dituju.
5. Tanggapan Terhadap Keputusan Reviewer
Pendapat dan komentar dari reviewer akan menjadi keputusan untuk menetapkan
apakah tulisan dapat atau layak untuk dimuat dalam jurnal. Ada beberapa kategori yang
merupakan kesimpulan dari beberapa kriteria yang sudah ditetapkan, yaitu a) Naskah
dapat dipublikasi tanpa perbaikan (accepted), b) naskah dapat dipublikasi dengan
perbaikan (minor/mayor revision), c) Naskah tidak dapat dipublikasikan (rejected). Seluruh
komentar dan tanggapan reviewer harus dijawab dengan cermat dan jelas.
D. Tata Penulisan Artikel Ilmiah/Komponen Artikel pada Jurnal Ilmiah
Tata penulisan artikel ilmiah sering juga disebut dengan “Gaya Selingkung Jurnal”.
Biasanya antara satu jurnal dengan jurnal lain akan memiliki gaya selingkung tersendiri dalam
mengatur isi jurnal yang akan dimuat. Namun komponen inti seperti: nama penulis jurnal,
judul tulisan, abstrak, kata kunci, pendahuluan, metode, hasil, diskusi, simpulan dan daftar
pustaka sudah pasti ada dalam gaya selingkung jurnal manapun.
Istiqomah (2019: 148) menyampaikan bahwa tata penulisan artikel ilmiah (nasional, nasional
terakreditasi, dan internasional) sebagai berikut:
1. Penulisan Judul Artikel
Judul artikel merupakan wajah dari satu artikel dan juga sebagai identitas satu
penelitian yang telah berhasil dilakukan peneliti. Judul artikel ditulis secara informatif dan
206 | Jalaludin
mencerminkan PTK yang dilakukan (Kisyani dan Tatag, 2018: 101). Dalam menetapkan judul
artikel ilmiah, penulis diberikan kebebasan untuk berkreasi, berinovasi dan berkomunikasi
dengan orang lain untuk meminta masukan sehingga judul yang telah ditetapkan
merupakan pilihan terbaik sesuai dengan hasil penelitian untuk diyakini menjadi judul
artikel.
Syarat judul artikel ilmiah yang baik adalah
a) Informatif dan komprehensif;
b) Mencerminkan isi artikel;
c) Menarik perhatian;
d) Memuat variabel‐variabel yang diteliti atau kata‐kata kunci yang menggambarkan
masalah yang diteliti.
e) Adapun judul artikel ilmiah yang diangkat dari PTK, meskipun pada judul PTK nya
sangatlah panjang karena mencantumkan setting tempat dan waktu penelitian,
tetapi untuk judul artikel ilmiahnya nanti boleh dihilangkan setting waktu dan
tempat penelitiannya.
2. Identitas/Authorship/Nama Penulis
Identitas atau authorship adalah nama penulis dan alamat penulis yang memberikan
kontribusi ilmiah penting pada satu artikel. Nama‐nama semua penulis dan yang
memberikan kontribusi penting pada satu penelitian harus lengkap, tanpa gelar, dimulai
dari nama pertama (first name), nama tengah (middle name) dan nama keluarga (family
name). Alamat penulis artikel harus lengkap dan dapat dijangkau dengan pos atau
elektronik sehingga memudahkan untuk korespondensi bagi orang lain yang tertarik atau
ingin bertanya tentang isi artikel yang dipublikasi. Sebaiknya alamat penulis harus
dilengkapi dengan facsimile dan e‐mail sehingga komunikasi dapat berlangsung dengan
sangat cepat. Berdasarkan kode etik ilmiah, penulisan nama urutan nama pengarang
biasanya dibuat secara berurutan berdasarkan banyaknya kontribusi ilmiah yang diberikan
dalam pelaksanaan penelitian kecuali sudah dengan persetujuan di antara sesama peneliti
untuk menetapkan nama pertama dan anggota yang akan ditulis pada authorship artikel
tersebut.
Adapun ketentuan dalam membuatkan nama penulis dalam artikel ilmiah dari PTK
adalah sebagai berikut:
a) Nama penulis ditulis tanpa gelar (baik kesarjanaan, magister, doktor bahkan
profesor atau gelar apapun)
b) Setelah mencantumkan nama tanpa gelar, maka identitas penulis ditambahkan
dengan memasukkan informasi nama lembaga atau instansi tempat bertugas si
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 207
penulis disertai alamat email si penulis sebagai alat narahubung selama proses
review.
3. Abstrak
Abstrak tulisan ilmiah merupakan deskripsi yang akurat dalam menggambarkan isi
artikel dalam jumlah kata terbatas (biasanya 25‐150 kata). Abstrak harus mampu
menggiring pembaca menjadi tertarik terhadap isi artikel. Abstrak artikel jangan berulang
dengan kesimpulan, tetapi isi hasil penelitian terangkum baik dalam abstrak maupun di
dalam kesimpulan. Pada dasarnya abstrak berisi tujuan PTK, metode/prosedur yang
digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil PTK yang merujuk pada tujuan yang telah
digariskan.
Ketentuan abstrak dalam artikel ilmiah PTK yaitu
a) Abstrak berisi pernyataan ringkas dan padat tentang gagasan yang paling penting
dari isi tulisan;
b) Komponen yang harus ada dalam sebuah abstrak yaitu uraian masalah, tujuan,
metode pemecahan dan ringkasan hasil penelitian.
c) Panjang abstrak yaitu 25‐150 kata. Namun, biasanya dibatasi maksimal 200 kata
dengan satu spasi.
d) Ditulis dalam satu atau beberapa paragraf dalam spasi tunggal dengan format yang
lebih sempit dari teks utama.
e) Artikel berbahasa Indonesia biasanya mensyaratkan abstrak dalam dua Bahasa, yaitu
Indonesia dan Inggris.
4. Kata Kunci
Kata kunci (keywords) biasanya ditulis sesudah abstrak, yang merupakan identitas
atau ciri bidang yang dibahas di dalam artikel. Kata kunci bertujuan untuk memberikan
pengelompokan terhadap topik yang sedang dibahas di dalam artikel yang memudahkan
bagi pembaca untuk penelusuran topik artikel secara online. Dalam pemilihan kata‐kata
kunci, penulis harus lebih fokus pada identitas penelitian, bahasan utama dan istilah‐istilah
yang mengarahkan terhadap isi artikel yang ditulis dan temuan utama yang menjadi ciri
suatu penelitian.
5. Pendahuluan dan Studi Pustaka
Tata cara penulisan pendahuluan di dalam artikel ilmiah sedikit berbeda dari
pendahuluan yang ditulis pada laporan penelitian. Pada artikel ilmiah, penulisan
pendahuluan sekaligus diikuti oleh tinjauan pustakanya. Sedangkan pendahuluan di dalam
208 | Jalaludin
laporan penelitian dibuat pada bab tersendiri yaitu terpisah dari bab studi pustaka. Dalam
bagian pendahuluan pada satu artikel disajikan hal‐hal yang menjadi keinginan penulis,
terutama faktor‐faktor yang mendasari ketertarikan dalam melakukan suatu penelitian
PTK.
Paragraf awal pendahuluan dalam satu artikel harus disusun secara terstruktur mulai
dari latar belakang dan masalah penelitian, alternatif pemecahan masalah yang ditawarkan
sampai pada tujuan umum penelitian. Setelah pendahuluan mengenai latar belakang
masalah sampai tujuan penelitian disusun oleh penulis, langkah berikutnya adalah
membuat tinjauan pustaka dengan memperhatikan beberapa pedoman umum. Adapun
pedoman umum dalam penulisan studi pustaka dalam artikel ilmiah adalah a) harus
diyakinkan bahwa literatur yang berhubungan dengan artikel yang ditulis telah
dikumpulkan, diketahui dan dipahami oleh penulis mulai dari artikel paling tua sampai
artikel terkini, b) sumber bacaan yang dikutip adalah yang relevan dan terpenting sesuai
dengan topik dan subtopik penelitian yang ditulis dalam artikel, c) urutkan studi literatur
dalam bentuk alur cerita, yaitu satu topik dengan topik lain saling berhubungan dalam
konteks topik penelitian yang dikaji, dimulai dari dasar pemikiran, komponen penelitian,
alternatif pemecahan masalah yang sudah ada diperoleh penulis melalui hasil penelitian,
d) ada baiknya bila artikel yang ditulis selalu mengaitkannya dengan hasil penelitian yang
telah dilaporkan oleh penulis dalam tulisan ilmiah sebelumnya.
6. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang ditulis dalam artikel ilmiah harus jelas dan akurat tetapi
tidak terulang. Apabila metodologi dan prosedur penelitian yang digunakan adalah
merupakan rujukan dari sumber primer jurnal ilmiah yang terbit maka metodologi tersebut
tidak perlu dijelaskan lagi secara terperinci, cukup hanya menyebutkan sumber
referensinya sehingga pembaca dapat melihat lebih terperinci metodologi tersebut dari
artikel sumber primernya.
7. Hasil dan Pembahasan
Hasil dan pembahasan dalam artikel merupakan inti dari isi suatu hasil penelitian PTK.
Kualitas hasil dan pembahasan menjadi kriteria utama yang dipergunakan oleh reviewer
untuk menentukan satu artikel dapat diterima atau ditolak naskahnya pada jurnal ilmiah
bereputa sisehingga penulis harus menampilkan hasil dan memberikan pembahasannya
sebaik mungkin untuk membuktikan bahwa hasil yang diperoleh memiliki kontribusi
ilmiah. Oleh karena pentingnya kedudukan hasil dan pembahasan ini, maka penulis harus
membuatnya secara hati‐hati, jelas, lengkap, dan mudah dipahami. Penyajian hasil dapat
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 209
dilakukan dalam bentuk tabel atau gambar. Pada umumnya kualitas, originalitas, dan
kontribusi ilmiah yang diperoleh dari hasil dan pembahasan ini dapat mengklasifikasikan
suatu tulisan ilmiah menjadi: a) tulisan utama/feature article, b) tulisan yang sedang
mengikuti trend dan hangat pada saat ini/hot article, c) artikel yang digolongkan sebagai
artikel ilmiah biasa/contributed article.
8. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dan saran merupakan bagian akhir dari isi bagian utama satu artikel dan
menjadi intisari dari kegiatan penelitian yang sudah dilakukan dan memberikan penekanan
pada kontribusi ilmiah yang diperoleh sebagai temuan baru. Kesimpulan harus dibuat
singkat, jelas, dan mudah dipahami, tetapi tidak berulang dengan apa yang sudah
dikemukakan di dalam abstrak. Kesimpulan harus dibuat selaras dengan masalah
penelitian dan mengungkapkan hasil dan kelebihan hasil penelitian.
9. Pustaka Acuan
Pustaka acuan yang ditulis pada artikel ilmiah hanya pustaka yang dirujuk/dikutip di
dalam manuscript. Tata cara penulisan daftar pustaka acuan adalah berdasarkan pada
petunjuk yang diberikan oleh editor. Pedoman penulisan daftar pustaka ini harus konsisten
mengikuti standar internasional, yaitu menurut pedoman American Psychological
Association (APA) Style citations yang banyak dipergunakan pada penulisan artikel bidang
ilmu Psychology dan health science atau Modern Language Association (MLA)Documentation
yang banyak dipergunakan pada penulisan artikel dalam bidang ilmu Humanities, dan
Harvard System yang banyak diadopsi pada penulisan artikel pada bidang ilmu sosial
sciences,business, engineering and science dan sistem perujukan lain yang ditetapkan oleh
jurnal sasaran.
210 | Jalaludin
A. Contoh Artikel Ilmiah dari PTK yang Dimuat dalam Jurnal Ilmiah
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 211
212 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 213
214 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 215
216 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 217
218 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 219
220 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 221
222 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 223
224 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 225
226 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 227
228 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 229
230 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 231
232 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 233
234 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 235
236 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 237
Bab XI
Menulis Buku dari Hasil Penelitian
Tindakan Kelas (PTK)
“Jika Anda Hanya Membaca Buku yang Dibaca Orang Lain, Anda Hanya Bisa Memikirkan Apa
yang Dipikirkan Orang Lain”
(Quote From: Haruki Murakami)
(Sumber Gambar: Haruki Murakami ‐ Bing images)
A. Cara Mengubah Laporan Hasil PTK Menjadi Buku
Hasil sebuah penelitian, termasuk PTK harus dipublikasikan agar temuannya daalm
memecahkan masala hang dihadapi dapat jadi referensi bagi orang lain. Selama ini, menurut
Istiqomah (2019: 172), publikasi hasil PTK lazim diwujudkan dalam bentuk laporan yang
kemudian diseminarkan dan disimpan di perpustakaan sekolah. Publikasi terbatas ini
membuat kebermanfaatan hasil PTK yang dilakukan oleh guru menjadi kurang luas.
Sementara, laporan hasil PTK sejatinya dapat diterbitkan dalam bentuk buku dan dinilaikan
dalam pengajuan Angka Kredit (AK) dengan nilai 4.
Laporan penelitian termasuk salah satunya PTK, dapat diubah menjadi buku dengan tiga
kemungkinan kriteria yaitu 1) Diterbitkan ber‐ISBN dan diedarkan secara nasional, 2)
238 | Jalaludin
Mendapat pengakuan dari BSNP, dan 3) Diterbitkan ber‐ISBN dan diedarkan secara nasional
serta mendapat pengakuan dari BSNP. Permasalahannya adalah bagaimana cara
menerbitkan hasil penelitian dalam bentuk buku ber‐ISBN? Apakah hanya dengan mengubah
tata letaknya dari bentuk laporan ke bentuk buku? Lalu mendaftarkan ISBN‐nya, lalu
mencetak ke dalam bentuk buku? Tentu saja jawabannya adalah “Tidak”. Jika itu yang terjadi,
maka artinya orang tersebut bukan menerbitkan hasil penelitian dalam bentuk buku,
melainkan mencetak hasil penelitian dalam bentuk buku.
Sesuai dengan judul subbab ini, sebenarnya bagaimana cara mengubah laporan hasil
penelitian PTK itu menjadi buku ber‐ISBN? Di sini, penulis akan coba menjabarkan berdasarkan
sumber referensi yang penulis dapatkan dari buku Ibu Istiqomah (beliau adalah kepala editor
MediaGuru Surabaya) dengan judul bukunya “Cerdas Berkarya: Dari Laporan PTK, Jadi Artikel
Ilmiah dan Buku Ilmiah”.
Menulis buku berdasarkan hasil penelitian berarti mengonversi karya ilmiah nonbuku
menjadi buku. Karya ilmiah yang bisa dikonversi menjadi buku dapat berupa skripsi, tesis dan
disertasi, penelitian tindakan kelas, penelitian pengembangan dll. Konversinya dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu 1) Meringkas atau menambahkan. Bilai KTI nonbukunya
berupa tesis atau disertasi yang cenderung tebal dengan banyak lampiran, maka untuk
konversinya dapat dilakukan dengan meringkasnya dengan cara hanya menyajikan bagian‐
bagian penting dalam buku saja. 2) Sebaliknya karya ilmiah karya guru seperti PTK, penelitian
dan pengembangan atau eksperimen yang seringkali dibatasi oleh jumlah halaman, konversi
dapat dilakukan dengan menambah analisis atau kajiannya.
Di bawah ini akan dijelaskan cara mengonversi laporan hasil penelitian PTK menjadi buku,
1. Mengubah Outline Naskah Terlebih Dahulu
Sistematika penulisan laporan penelitian disajikan dengan aturan baku yang ketat. Ini
terlihat dari gaya penulisan laporan. Berbeda dengan buku yang menuntut sajian yang
tidak terlalu formal supaya pembaca dapat membaca dan memahami isinya lebih santai
dan lebih mudah dipahami. Oleh karena itu, outline naskah laporan penelitian harus diubah
seperti lazimnya naskah buku baik dalam penomoran maupun perumusan bab dan
subbabnya.
Di bawah ini akan disajikan cara mengonversi outline laporan hasil PTK menjadi outline
buku PTK. Adapun judul hasil laporan PTK nya sesuai dengan contoh proposal yang
disajikan pada bab I Buku ini dengan judul “Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas IV
Melalui Metode Resitasi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Madrasah
Ibtidaiyah Swasta Raudhatul Mujawwidin Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo”. Di
sini penulis mengadopsi cara dan strategi yang dijelaskan Ibu Istiqomah dalam hal konversi
outline laporan hasil penelitian menjadi outline buku PTK. Agar lebih mudah dipahami
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 239
perbedaan antara outline laporan dengan outline naskah bukunya, maka disajikan dalam
bentuk tabel seperti di bawah ini:
Tabel Konversi Outline Laporan Hasil Penelitian Menjadi Outline Buku
OUTLINE LAPORAN PTK HASIL KONVERSI DALAM BUKU ILMIAH
BAB I PENDAHULUAN Minat Belajar Siswa Sebagai Dasar
A. Latar Belakang Masalah Pengembangan Kemampuan Siswa
B. Identifikasi Masalah Mengenal Metode Resitasi
C. Batasan Masalah Tindakan Kelas sebagai Upaya
D. Rumusan Masalah Peningkatan Kualitas Pembelajaran
E. Tujuan Penelitian Catatan: Bab I ini menguraikan hal‐hal yang
F. Manfaat Penelitian dibahas dalam latar belakang dari sisi obyektif,
fenomena yang berkembang dan secara
teoritis. Bukan mengulang hal yang ada dalam
Bab I Laporan hasil penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bagaimana Meningkatkan Minat Belajar
A. Landasan Teori Siswa pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan
B. Penelitian yang Relevan Alam (IPA)?
C. Kerangka Berpikir Mengenal Lebih Dekat Metode Resitasi
D. Hipotesis Tindakan sebagai Salah Satu Metode dalam
Pembelajaran IPA SD
Hasil Belajar Siswa Sebagai Tolak Ukur
Keberhasilan Sebuah Metode Pembelajaran
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tidak Disertakan dalam Buku
Bab IV HASIL PENELITIAN DAN Membelajarkan IPA dengan Metode Resitasi
PEMBAHASAN Praktik Metode Resitasi untuk Meningkatkan
A. Hasil Penelitian Minat Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA
1. Hasil Penelitian Pra‐Siklus Manfaat Penerapan Metode Resitasi dalam
2. Hasil Penelitian Tindakan Siklus I Pembelajaran IPA guna Peningkatan Minat
3. Hasil Penelitian Tindakan Siklus II Belajar Siswa
B. Pembahasan
BAB V PENUTUP Pekerjaan Rumah (PR) Panjang Guru dalam
A. Kesimpulan Pembelajaran IPA SD
B. Saran
Daftar Pustaka Tetap dimuat
240 | Jalaludin
Lampiran Cukup lampirkan: RPP, Kisi‐kisi soal dan soal
tesnya, instrumen penelitian tanpa isian data
hasil penelitian.
(Tabel Diadopsi dari Buku Istiqomah, 2019: 173‐175)
Catatan: Untuk konversi bab IV dapat juga dilakukan dengan tetap mempertahankan
paparan dari laporan penelitiannya. Fokusnya adalah menyajikan pada pembaca bahwa
metode / pendekatan / model / media yang disajikan dalam bab‐bab terdahulu terbukti
dapat meningkatkan komponen pembelajaran yang akan ditingkatkan kualitasnya seperti
hasil, minat, keaktifan dan motivasi belajar
2. Mengembangkan Naskah Buku Sesuai Outline
Setelah regangan (outline) buku jadi, penulis harus mengubah isi laporan hasil
penelitiannya kedalam bentuk naskah buku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat
menulis buku setelah tahap penyusunan outline adalah
a. Bila diperlukan, ubahlah bahasanya menjadi lebih luwes, tidak kaku agar lebih mudah
dipahami;
b. Hindari penulisan bab dan subbab dengan penomoran yang kaku;
c. Bab‐bab yang dikembangkan dari bab dua sebaiknya dipertajam dengan
menambahkan kajian teori agar lebih tajam. Hal ini penting dilakukan mengingat
kajian pustaka dalam laporan PTK biasanya singkat karena adanya batasan jumlah
halaman lapran PTK itu sendiri. Penambahan kajian teori serta pembahasan lebih
dalam membuat buku yang dihasilkan akan meningkatkan manfaat buku sebagai
referensi.
d. Pada bagian awal bab yang dikembangkan dari Bab IV (Hasil Penelitian dan
Pembahasan), berilah penjelasan bahwa uraian dalam bab tersebut ditulis
berdasarkan laporan PTK. Uraian pengantar tersebut setidaknya meliputi uraian
singkat tentang latar belakang dan masalah penelitian, analisis data penelitian, serta
setting penelitian. Fokus pembahasan bab ini adalah hasil penelitiannya. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa hampir semua bab hasil dan pembahasan semuanya
digunakan dalam buku. Meskipun demikian, penulis harus mengubah penggunaan
bahasanya dari bahasa karya tulis ilmiah menjadi buku.
e. Bab penutup tidak lagi berisi simpulan dan saran. Akan tetapi, diarahkan pada
masalah‐masalah pembelajaran dan atau tindakan kelas yang masih harus dilakukan
peneliti maupun peneliti lainnya.
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 241
f. Sedapat mungkin mengurangi uraian yang menampilkan data mentah, nama
responden seperti daftar nilai siswa lengkap dengan namanya.
g. Tidak perlu menyertakan foto kegiatan. Namun apabila perlu, guru dapat
menggunakan foto‐foto dalam laporan penelitian untuk memperkuat isi buku,
terutama bab yang merupakan analisis pelaksanaan PTK
h. Daftar pustaka harus menyertakan pustaka baru yang menjadi sumber tambahan
naskah
i. Kelengkapan naskah buku agar dapat terbit ber‐ISBN adalah (1) judul buku, (2) kata
pengantar, (3) daftar isi, (4) bab‐bab isi buku, (5) profil penulis, (6) daftar pustaka,
(7) sinopsis yang ditulis pada cover belakang buku.
3. Menerbitkan Buku Ber‐ISBN
Setelah naskah buku selesai, pastikan untuk kita menerbitkan buku kita tersebut pada
penerbit yang layak untuk menerbitkannya. Ada dua model penerbitan buku yang dapat
kita pilih, yaitu (a) penerbit mayor dan (b) penerbit indie. Bila buku kita diterbitkan oleh
penerbit mayor, seluruh biaya penerbitan hingga pemasaran menjadi tanggung jawab
penerbit itu sendiri. Kita sebagai penulis, tinggal menikmati royalti atas penjualan buku kita
tersebut. Selain itu, besaran royalti tergantung perjanjian antara penulis dengan penerbit.
Namun jika buku yang akan kita terbitkan itu diterbitkan secara indie, seluruh proses
penerbitan buku mulai dari editing, layout, desain sampul pemasaran, dan distribusi
menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya. Meskipun proses penerbitan itu kita
serahkan pada penerbit (penerbit indie), kita harus menanggung biayanya. Hal itulah yang
menyebabkan penulis tidak mendapatkan royalti (bagian dari keuntungan penjualan
buku). Namun, penulis akan menikmati sepenuhnya keuntungan hasil penjualan bukunya
tersebut (Istiqomah, 2019: 181).
Kelebihan untuk kita menerbitkan buku pada penerbit indie adalah (a) penulis bisa
menulis buku apa saja dengan gaya tulisan yang diinginkan. Ia tidak lagi terikat oleh
standar naskah yang bisa lolos terbit di penerbit seperti penerbit mayor, (b) Dengan
keseriusan manajemen produksi, marketing dan distribusi, penulis dapat meraih
penghasilan lebih besar. Karena itu, selain memasukkan ke toko‐toko buku, penulis juga
harus aktif di komunitas serta aktif mengadakan kegiatan yang dapat menjadi ajang
promosi dan pemasaran bukunya, (c) Penulis dapat menulis sesuai dengan ritme penulisan
yang diinginkan. Tidak terikat oleh ketatnya DL yang ditetapkan penerbit. Kapan buku
terbit pun dapat ia putuskan sendiri.
Adapun kelemahan jika kita menerbitkan pada penerbit indie adalah (a) semua hal
harus dilakukan sendiri oleh penulis mulai dari editing, proofreading, covering, layout,
242 | Jalaludin
promosi, distribusi, dan penjualan. Meskipun bunyinya ia bertanggung jawab sendiri,
dalam faktanya ia tetap menggunakan jasa penerbit indie. Termasuk dalam marketing,
distribusi dan penjualan, penulis juga dapat menyerahkan kepada penerbit asal pendanaan
ditanggung oleh penulis, (b) butuh perjuangan sendiri bagi penulis untuk dapat terkenal.
Meski demikian, dengan usaha yang gigih dan karya yang bagus, bukan tidak mungkin
untuk kita bisa menjadi penulis terkenal.
B. Pentingnya Menulis Buku Ber‐ISBN dari Laporan PTK
1. Memperdalam disiplin ilmu
2. Menguasai model atau metode pembelajaran
3. Mengembangkan kreativitas
4. Pengembangan karir/kredit poin untuk kenaikan pangkat
5. keuntungan finansial
6. Menumbuhkan etos ilmiah
B. Prinsip Konversi Laporan PTK Menjadi Buku Ber‐ISBN
1. Original Lakukan uji plagiasi dengan cek similaritas dengan aplikasi turnitin
2. Tidak semua data dan lampiran dapat dipublikasikan.
3. Laporan hasil penelitian bukan sesuatu yang rahasia
4. Bahasa buku harus berbeda dari Bahasa laporan
5. Memilih penerbit yang layak
6. Mengikuti prosedur penerbit
Perbedaan Laporan Penelitian PTK dengan Buku PTK
LAPORAN PENELITIAN BUKU
Pembaca Terbatas Pembaca Luas
Tidak ber‐ISBN Ber‐ISBN
Bahasa baku Bahasa lebih mudah dipahami
Penuh dengan lampiran dan data Mengurangi sajian data lampiran
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 243
Bonus
Bahan Ajar Powerpoint Mata Kuliah
Metodologi PTK
244 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 245
246 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 247
248 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 249
250 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 251
252 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 253
254 | Jalaludin
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 255
Daftar Pustaka
Ameilia Zuliyanti Siregar dan Nurliana Harahap. Strategi dan Teknik Penulisan Karya Tulis Ilmiah
dan Publikasi. Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2019.
A Muri Yusuf. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan. Jakarta:
Kencana, 2017, cet. 4.
Aunu Rofiq Djaelani. Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif. Semarang: FPTK
IKIP Veteran, 2013.
Benidiktus Tanujaya dan Jeinne Mumu. Penelitian Tindakan Kelas: Panduan Belajar, Mengajar,
dan Meneliti. Yogyakarta: Media Akademi, 2016.
Hamid Darmadi. Desain dan Implementasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Bandung:
Alfabeta. 2015.
IGAK Wardhani dan Kuswaya Wihardit. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2010, cet. 10.
. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka, 2006.
Imam Robandi. Becoming the Winner: Riset, Menulis Ilmiah, Publikasi Ilmiah dan Presentasi.
Yogyakarta: ANDI Yogyakarta. 2008.
Iskandar. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.
. Metodologi Penelitian dan Sosial Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada
Press, 2008.
Istiqomah. Pembelajaran dan Penilaian High Order Thinking Skills: Teori dan Inspirasi
Pembelajaran untuk Menyongsong Era Revolusi Industri 4.0. Surabaya: CV. Pustaka
MediaGuru, 2018.
.Cerdas Berkarya: Dari Laporan PTK, Jadi Artikel Ilmiah dan Buku Ilmiah. Surabaya: CV.
Pustaka MediaGuru, 2019.
Jasa Ungguh Muliawan, Penelitian Tindakan Kelas: Classroom Action Research. Yogyakarta:
Gava Media, 2010.
John W.Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2017.
256 | Jalaludin
Kisyani‐Laksono dan Tatag Yuli Eko Siswono. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2018.
Manihar Situmorang.Penelitian Tindakan Kelas: Strategi Menulis Proposal, Laporan dan Artikel
Ilmiah. Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2019.
Matthew B. Milles dan A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif .Jakarta: UI Press, 2009.
Mona Novita. PTK Tidak Horor. Surabaya: Pustaka Media Guru, 2018.
Muh. Fitrah dan Luthfiyah. Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif, Tindakan Kelas dan
Studi Kasus. Jawa Barat: CV Jejak, 2017.
Nurul Zuriah. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2009, cet. 3.
P. Ratu Ile Tokan. Manajemen Penelitian Guru. Jakarta: Gramedia, 2016.
Robert P. Pelton. Action Research for Teacher Candidates. United Kingdom: Rowman dan
Littlefield Publishing Group, Inc, 2010.
Rochiyati Wiriaatmaja. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya, 2005.
Sara Efrat Efron dan Ruth Ravid. Action Research in Education. New York: Guilford Press. 2013.
Soehartono Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995.
Subyantoro. Penelitian Tindakan Kelas: Metode, Kaidah Penulisan dan Publikasi. Depok: PT
RajaGrafindo Persada. 2019.
Sudaryono, dkk. Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013.
Sugiyono. Metode Penelitian pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan RdanD.
Bandung; Alfabeta, 2013.
. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta, 2012, cet. 15.
. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan RdanD. Bandung; Alfabeta, 2011, cet.
14
. Metode Penelitian kualitatif dan RdanD. Bandung: Alfabeta, 2008.
Sumadi Suryabrata. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo, 2008.
Sutopo. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS, 2006.
Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Indeks,
2011.
Wina Sanjaya. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana, 2016, cet. 7.
. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2009, cet. 2.
Zainal Arifin. Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2012.
. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. 2009.
Zainal Aqib, dkk. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD/ MI. Bandung: CV. Yrama Widya. 2008
https://cdn0‐a.production.liputan6.static6.com/medias
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 257
http://www.naphill.org/wp‐content/uploads/stone‐portrait‐frontpage‐original.jpg
https://i.ytimg.com/vi/IxTUmGAPPq4/maxresdefault.jpg
https://independent.media.clients.ellingtoncms.com)
https://i.ytimg.com/vi/IxTUmGAPPq4/maxresdefault.jpg
https://chapoenx22.files.wordpress.com/2012/04/imam‐syafii‐3.jpg
https://image.slidesharecdn.com
https://2.bp.blogspot.com
www.digitaljournal.com/img
258 | Jalaludin
Profil Penulis
Dr. Jalaludin, M.Pd.I.,dilahirkan di Desa Baru Kecamatan AirHitam
Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi, pada tanggal 5 Pebruari 1975, dari
pasangan H. A. Rapani dan Siti Zuriyah (alm). Pada tahun 2003 penulis
melangsungkan pernikahannya dengan Sri Hartati, M.Pd. dan telah
dikarunia empat orang anak, Bilqis Putri Aulia, Muhammad Rizki al‐
Munawwar, dan sikembar Aqila Putri Nazhifa dan Azkia Putri Nadhira.
Riwayat pendidikan penulis, diawali dari pendidikan SD Negeri 128/IV
Tanjung Pasir Kecamatan Danau Teluk, MTs. As’ad Olak Kemang dan melanjutkanpendidikan
di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Koto Baru Padang Panjang Sumatra Barat.
Jenjang sarjana (S‐1) diselesaikan pada tahun 1998 di Jurusan Peradilan Agama Fakultas
Syari’ah IAIN STS Jambi. Jenjang magister (S‐2) ditempuh pada Kosentrasi Manajemen
Pendidikan Islam (MPI) Program Pascasarjana IAIN STS, lulus tahun 2003.
Jenjang Doktor (S‐3) ditempuh pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung, Program Studi Administrasi Pendidikan, sejak tahun 2007 dan dapat
diselesaikan pada tahun 2011.Perjalanan karir Jalaludin diawali pada bulan Desember tahun
2003 diangkat menjadi CPNS yang ditugaskan sebagai ajudan Rektor IAIN STS Jambi (2003‐
2006), sekaligus sebagai dosen Fakultas Tarbiyah hingga sekarang. Keaktifannya menggeluti
dunia pendidikan mengantarkannya untuk terus berkiprah mengajar pada beberapa
perguruan tinggi di Provinsi Jambi, antara lain sebagai dosen dan pengelola STAI Ma’arif
Jambi (2002 hingga sekarang), STIT Tebo (2003 hingga sekarang), STAI Sarolangun (2003
hingga sekarang), STAI al‐ Mau’izhah Tanjung Jabung Barat (2005 hingga sekarang), dan
STAIN Kerinci (2009 hingga sekarang).
Selain itu, penulis juga pernah dipercaya menjabat sebagai Sekretaris Lembaga
Pengembangan UIN STS Jambi (2007‐2009), Anggota Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Jambi
tahun 2004, Tim Pemantau Independen UN SMP‐SMA (2009‐2010). Dari tahun 2009 hingga
tahun 2014 menjabat sebagai Sekretaris Program Dual Mode System (DMS) Fakultas Tarbiyah
IAIN STS Jambi. Tahun 2017‐2019 dipercaya sebagai Sekretaris Program Studi S‐3 (MPI dan
Ilmu Syari’ah) pada Pascasarjana UIN STS Jambi. Mengawali tahun 2020 menjabat pada
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 259
bidang organisasi, penulis merupakan seorang aktivis yang cukup dikenal di antara teman‐
temanya. Hal itu terbukti sejak menjadi mahasiswa hingga sekarang sering menduduki
jabatan yang strategis di berbagai organisasi kemahasiswaan, kepemudaan, maupun
organisasi sosial keagamaan, seperti pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Hubungan Luar
SMI IAIN STS Jambi tahun 1996‐1997, Sekretaris Umum SMI IAIN STS Jambi (1997‐1998), Ketua
Korkom Syari’ah HMI Cabang Jambi tahun (1996‐1997), Sekretaris Ittihadul Muballighin Kota
Jambi tahun 2006 hingga sekarang, Ketua Koordinator Publikasi dan Penelitian MDC Kanwil.
Kementerian Agama Provinsi Jambi 2010 hingga sekarang, dan Pengurus Badan
Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Jambi 2011.Jalaludin juga pernah mengikuti
berbagai pelatihan, seminar, workshop, dan lokakarya baik yang berskala regional, nasional,
maupun internasional. Misalnya, Pelatihan Metodologi Penelitian oleh Puslit IAIN STS Jambi
(2006), Pelatihan Metode dan Strategi Pembelajaran oleh CTLD IAIN STs Jambi (2006),
Participatory Action Research (PAR) oleh Kementerian Agama RI (2008). Pada saat menjadi
mahasiswa S3 UPI Bandung, penulis berkesempatan melaksanakan PKL ke berbagai negara
antara lain: Singapura, Malaysia dan Thailand.
Karya tulis ilmiah yang pernah dihasilkan oleh Jalaludin, antara lain:
1. Filsafat Pendidikan Barat dan Islam (Perspektif Perbandingan Tujuan dan
FungsiPendidikan)dimuatdiJurnalMediaAkademikaIAINSTSJambi(2006);
2. Desentralisasi Pengelolaan Pendidikan dimuat pada Jurnal An‐Nahdhah STAI Maarif
Jambi (2008);
3. Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Masyarakat dimuat di Jurnal Media
Akademika IAIN STS Jambi (2008);
4. Total Quality Management (TQM) dan Peningkatan Kualitas Perguruan Tinggi dimuat
pada Jurnal Paedagogy Fakultas Tarbiyah IAIN STS Jambi (2008);
5. Manajemen Pengembangan Kinerja Perguruan Tinggi (Studi Tentang Pengaruh
Kompetensi Individu, Kreativitas Pimpinan dan Faktor Lingkungan Terhadap Kinerja di
IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi) penelitian pada Puslit IAIN STS Jambi (2009).
6. Manajemen Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jambidalam Peningkatan
Pelayanan Publik Bidang PendidikanAgamaIslam dalam Innovatio: Journal for
Religious‐Innovation StudiesVol. XVIII, No. 2, July‐December 2018, p. 89‐110
7. Bagi Hasil (Studi Tentang Implikasi Konsep Maqasid Al‐Syariah Al‐Syatiby)
Dalam Ijieb,Vol. 1,No,1, Juni2016 133
8. Menggagas Pendidikan Madrasah Dan Perguruan Tinggi Islam Masa Depan dalam
Jurnal Al‐Ulum Jilid 3 Tanggal Terbit 2016/1/26
9. Efektivitas Pengembangan Kinerja (Studi pada IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi)
10. Jurnal Pendidikan Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Volume 05, No. 02,
260 | Jalaludin
Desember 2019, “SWOT Analysis on The Transformation of Islamic Higher Education”.
Tahun 2019.
11. University Leadership Management For Developing University Students’
Entrepreneurship dalam International Journal Of Educational Review.
12. The Role Of University‐Based Entrepreneurship Ecosystems In Facing The Challenges
Of The Industrial Revolution 4.0 dalam 4th Asian Education Symposium (AES 2019).
Penelitian Tindakan Kelas (Prinsip dan Praktik Instrumen Pengumpulan Data) | 261
262 | Jalaludin