DITULIS OLEH:
Nama : Aida Marisa (1052019001)
Eva Irmala (1052019007)
Semester / Unit : VI/ 1
Prodi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Mata Kuliah : Pembelajaran IPA MI/SD
Dosen Pengampu : Dr. Jelita, M.Pd
1
DAFTAR ISI
i
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Konstektual
Pembelajaran konstektual (contextual coaching and studying) ialah ide dasar studi yang dapat
menolong pengajar menautkan antara bahan ajar yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata pelajar dan
menunda pelajar membuat hubungan antara wawasan yang dimilikinya dengan pelaksanannya dalam
aktivitas mereka sehari-hari, dengan menautkan 7 bagian Inti proses belajar yang ampuh, ialah
konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, serta evaluasi sebenarnya.
Contextual coaching and learning (CTL) disebabkan oleh prinsip kontruktivisme yang
berpendapat bahwa dasar pengetahuan mempengaruhi rancangan tentang proses belajar, karena belajar
bukanlah hanya menghafal akan tetapi membangun wawasan lewat peristiwa. Pengetahuan bukanlah hasil
”bantuan” dari orang lain seperti pengajar, namun buatan dari metode membangun yang dilaksanakan
tiap-tiap orang.
Proses belajar mempunyai dua karakter, Kesatu, proses belajar menyertakan proses psikologis
siswa secara paling tinggi, tak hanya mengharuskan siswa hanya mendengar, mencatat, tapi menginginkan
kegiatan anak didik dalam proses berpikir. Kedua, pada system pembelajaran mengontruksi waktu yang
bersifat blak-blakan dan proses wawancara berlanjut yang ditujukan buat mengubah serta
mengembangkan kemampuan berpikir anak didik , yang pada putarannya kekuatan berfikir itu dapat
membantu anak didik untuk mendapatkan wawasan yang mereka bangun sendiri.1 (Komara, 2016)
Sedangkan, Howey R, Keneth, pada Rusman (2011), mendefinisikan CTL “Contextual coaching
is teaching that enables analyzing in wich and skills in an expansion of in-and out of college context to
remedy simulated or real global issues, each on my own and with others”. (CTL ialah proses belajar yang
memperbolehkan terjadinya proses belajar di mana pelajar menggunakan pemahaman dan kemampuan
akademiknya dalam aneka macam konteks pada dan luar sekolah untuk memecahkan dilema yang
berkarakter konkret, masing-masing maupun bareng-bareng.2 (F, 2016)
Buat memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang diterapkan bagi anak didik, pasti
dibutuhkan proses belajar yang bertambah banyak menyerahkan peluang pada anak didik buat melakukan,
membuktikan, serta mencicipi sendiri (getting to know to do), serta bahkan cuma pendengar yang stagnan
ibarat penyambut atas seluruh data yang dikirimkan pengajar. sebab itu, melalui pembelajaran konstektual,
mengajar bukan modifikasi pandangan dari pengajar kepada pelajar dengan mengingat sementara aturan-
aturan yang tampaknya terlerai berasal kegiatan actual, akan tetapi lebih diberatkan di perjuangan
menyediakan anak didik untuk memburu keahlian buat mampu hidup (life talent) berasal apa yang
dipelajarinya. dengan begini, pendidikan bertambah ke materiil, madrasah lebih beriringan menggunakan
kawasan sosiologi (tak rapat dari bidang jasmani), tapi cara efisien yang diteliti lembaga sewaktu-waktu
berbelit-belit dan konflik hidup serta terdapat di kawasannya (kerabat serta penduduk). 3
Di konteks ini, pelajar perlu mengerti apa arti studi, apa kegunaannya, di situasi kalian, dan dengan
cara apa menggapainya. Kalian paham atas apa yang mereka pelajari bermanfaat untuk hidupnya kelak.
Lalu, mereka menempatkan menjadi mandiri yang memerlukan suatu cadangan untuk hidupnya kelak.
Kalian mempelajari apa yang berguna buat dirinya dan berusaha meraihnya. pada usaha itu, mereka
memerlukan pengajar menjadi penata dan mentor.
1
Ending Komara, “Belajar dan Pembelajaran INTERAKTIF”. (Bandung: PT Refika Aditama, 2016). Cet ke-2. Hlm 17
2
Nurdyansyah dan Eni Fariyatul F. “Inovasi Model Pembelajaran”. (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016). Hlm.
36
3
Ibid., hlm. 37
1
Pada kelas konstektual, tugas pengajar adalah memandu anak didik memetik harapannya. pengajar
bertambah banyak bergerak menggunakan taktik apalagi menaati perintah. Peran pengajar mengatur kelas
menjadi sebuah anggota yang bertugas beserta untuk mendeteksi materi yang baru untuk awak kelas.
Entitas yang pertama baik wawasan pula kemahiran terlihat berasal “menemukan sendiri” tak berasal ‘
dari pengajar’. Itulah tugas pengajar yang dipegang memakai strategi konteks. Konsistensi cuma menjadi
sebentuk taktik belajar. Ibaratnya taktik penelaahan yang asing, konstektual ditingkatkan menggunakan
wujud biar pendidikan beranjak menguntungkan dan berarti. Penelaahan makna tekstual dapat dikerjakan
tanpa wajib merubah progam studi dan rangkaian mutlak. 4 (Taniredia, 2011)
Pembelajaran konstektual merupakan pembelajaran yang dilakukan memakai suguhan atau tanya
jawab ekspresi (ramah, terbuka dan pendekatan) yang terkait memakai kasatmata kehidupan anak didik
(everyday lifestyles modeling), sebagai akibatnya akan dilalui manfaat dari materi yang akan terasa
berfungsi asal bahan yang akan disediakan, ambisi studi timbul, dalam otak anak didik sebagai berwujud,
dan kondisi sebagai aman serta menyenangkan. Prinsip pembelajaran konteks adalah aksi anak didik
memenuhi serta mengalami, tak hanya menyaksikan dan menulis, serta menyebarkan keahlian
berinteraksi.5 (Handayani, 2020)
Dari beberapa gagasan tadi bisa diyakinkan kalau CTL artinya studi yang mengizinkan pelajar
memakai dan menyambangi apa yang sedang diajarkan menggunakan memutuskan pada problem pasti,
menjadi akibatnya studi dapat lebih bearti serta mengasikkan. Fondasi pengembangan materi CTL tadi di
proses belajar bisa dilaksanakan lewat tindakan-tindakan yakni:
Pada pembelajaran kontekstual memperbolehkan lima bentuk belajar yang krusial, yaitu:
1. Menautkan, inti konstruktivisme. guru menjalankan trik ini saat beliau mengaitkan
inspirasi baru memakai hal yang telah ditemukan pelajar. Mengaitkan apa yang telah
difahami pelajar tentang info baru
2. Mengalami adalah dasar belajar kontekstual di mana mengonfrontasi info
baru/pengetahuan awalnya. Belajar bisa terdapat lebih tangkas waktu pelajar bisa
merancang instrumen serta bahan serta melakukan ilustrasi-ilustrasi penelitian yang
bersungguh dan terniat
3. Menerapkan. Pelajar mempraktikkan suatu hukum ketika beliau melakukan aktivitas
mengatasi masalah. pengajar bisa menyemangati pelajar memakai memberikan kursus
yang pragmatis serta signifikan
4
Tukiran Taniredja, dkk. “Model-model Pembelajaran Inovatif (Bandung: ALFABETA, 2011. Hlm. 50
5
Sri Handayani, dkk. Buku Ajar Strategi Pembelajaran Ekonomi “Model-model Pembelajaran Inovatif di Era Revolusi
Industri 4.0”. (Malang: PT. literindo Berkah Jaya, 2020). Hlm. 23
6
Nurdyansyah dan Eni Fariyatul F. …. (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016). Hlm. 38
2
4. Kerjasama. pelajar yang bertugas selaku sendiri tak jarang tidak menyokong progres yg
fisis. Alih-alih, pelajar yang bertugas secara anggota bisa melewati kesibukan yang
berbelit-belit digunakan sedikit pertolongan. Kejadian himpunan tak pula menolong
pelajar meninjau materi, namun kokoh menggunakan visible.
5. Mengalihkan. Tugas guru membangun beragam pengalaman belajar menggunakan inti
di arestasi bukan bacaan.7 (Helmiati, 2012)
1. Meningkatkan gagasan maka Studi lebih bearti ketika anak-anak bertugas mandiri,
inquiry diri mereka individu, serta membangun wawasan serta kemahiran baru mereka
sendiri.
2. Bila memungkinkan, lakukan aktivity penelitian pada seluruh topik.
3. mempertinggi teknik bertanya pelajar
4. membentuk aktivity belajar grup
5. Memasukkan gaya pembelajaran menjadi gaya belajar pelajar
6. Melaksanakan review seusai pertemuan
7. Laksanakan evaluasi yang sebaik-baiknya.8 (Hasibuan, 2014)
Sesuai E. Mulyasa, setidaknya terdapat 5 faktor yang perlu diamati pada proses belajar konteks:
1. Proses belajar wajib sesuai pada wawasan pelajar yang telah ada.
2. Pembelajaran awalnya dimulai secara keseluruhan (dunia) sampai ke bagian khususnya
(awam ke khusus).
3. Pembelajaran perlu diubahsuaikan buat pemahaman memakai konsep awal,
membagikannya guna mendapatkan tanggapan atau umpan berasal orang lain, serta
melakukan revisi dan meningkatkan ide.
4. Proses belajar menekankan upaya buat menerapkan apa yang telah Anda pelajari secara
langsung.
5. Ada pertimbangan perihal taktik pembelajaran serta penambahan wawasan yang
dipelajari
Sebab itu, strategi pembelajaran kontekstual harusnya:
1. Mengutarakan aktivitas primer proses belajar, yakni ungkapan aktivitas pelajar yakni
adonan antara KD, bahan, serta penunjuk perolehan yang akan terjadi (akibat) belajar.
2. Menguraikan secara transparan niat di pembelajarannya.
3. Jelaskan dengan kentara serta rinci alat dan asal proses belajar yang ingin dipakai guna
menopang aktivitas belajar yang diperlukan.
4. Menjelaskan skenario pertahap aktivitas yang wajib dilaksanakan pelajar ketika
melaksanakan jalannya pembelajaran.
7
Helmiati. “Model Pembelajaran’. (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012). Hlm. 50
8
M. Idrus Hasibuan. “Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning)”, Jurnal Logaritma, Vol. II
No. 1 (Januari, 2014)
3
5. Menguraikan serta laksanakan aturan evaluasi membidik keahlian sebaik-baiknya.
6. yang dimiliki sang pelajar baik pada saat terlaksananya proses pula sehabis pelajar
tersebut sudah terselesai.
2. Menemukan (Inquiry)
Inquiry ialah langkah-langkah pembelajaran dimulai di investigasi dan penemuan lewat
cara teoritis secara tertib. Pengetahuan tidaklah sejumlah keterangan yang akan terjadi
mempertimbangkan, namun dari cara menemukan sendiri, mirip mendesain pembelajaran,
menyediakan dan menuntun pelajar agar mampu menemukan sendiri bahan yang wajib
dimengertinya.
9
Hamruni, “Strategi Pembelajaran”. (Yogyakarta: Insan Madani, 2012) Hlm 142
10
Zainal Aqib, “Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (inovatif)”. (Bandung: Yrama Widya, 2013) Hlm
7.
11
Muhammad Parhan dan Bambang Sutedja, “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan
Agama Islam Di Universitas Pendidikan Indonesia”. Indonesian Journal of Islamic Education. vol 6. No 2 (2019) Hlm. 117-118
12
Thomas Lickona, “Character Matters, Persoalan Karakter, Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik,
Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya” (Jakarta: Bumi Aksara, 2013) Hlm 118
4
Komalasari menguraikan validitas pembelajaran kontekstual bahwa: Pengetahuan serta
kemahiran yang didapatkan diinginkan bukan akibat berasal memikirkan seperangkat
petunjuk-petunjuk , melainkan menemukan sendiri lewat tahapan :
a. observasi (observasion)
b. Menanya(question)
c. Hipotesis
d. mengumpulkan data (data gathering), dan
e. penyimpulan (conclusion). 13 (Komalasari, 2013)
Pengaplikasian dasar Inquiry di pembelajaran kontekstual diawali dari munculnya
pencerahan pelajar akan persoalan yang transparan yang akan diselesaikan.
3. Menanya (questioning)
Bertanya, dasarnya ialah menanya dan menjawab pertanyaan. Menanya bisa dilihat
menjadi spekulasi dari rasa ingin memahami tiap orang. sementara itu, menjawab pertanyaan
mendeskripsikan keahlian seorang di merenung.
Wawasan yang dipunyai seseorang selalu dimulai asal bertanya, bagi guru bertanya
dicermati menjadi aktivitas buat menyorong, membina, serta mengkoreksi kemahiran berpikir
siswanya. di pembelajaran yang menguntungkan aktifitas bertanya akan sangat produktif bagi:
a. menggali kabar akan keahlian pelajar dalam keterampilan bahan pelajaran
b. membangun semangat pelajar untuk belajar
c. menitik rasa ingin tahu pelajar terhadap objek yang disampaikan
d. mendasarkan pelajar akan hal yang diperlukan, serta
e. membina pelajar agar menemukan/meringkas materi
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar (Learning Community) sangat menguntungan saat: menumbuhkan
sebuah rasa kekompakan pada pada sebuah anggota, yakni perspektif dasar dari solidaritas
khalayak pada kelas. Ada 3 hal yang ikut pada bagian khalayak ini:
1) Kelas tersebut punya label kelompok
2) tiap orang merasa Jika beliau artinya tiap anggota yang berkontribusi pada pada
kelasnya, serta
3) tiap orang sadar akan tanggungjawabnya pada grupnya
5. Pemodelan (modeling)
Yakni susunan pembelajaran menggunakan mencontohkan sesuatu memakai teladan yang
bisa diikuti oleh tiap pelajar, guna membuat pelajar mampu merenung, beraktifitas dan
13
Kokom Komalasari, “Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi”, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013) hlm 12
5
belajar.14 (Aqib, 2013) pada pembelajaran keterampilan /wawasan spesifik ada model yang
bisa ditiru, misalnya yaitu orang tua serta pengajar, misal seorang anak diajarkan agar member
model yg baik terhadap temannya.
Pemodelan (modeling) artinya utama yang relatif fundamental bagi pembelajaran
kontekstual, karena supaya pelajar terhindar dari pembelajaran yang hiptesis yang belum
tentu.
6. Refleksi (reflection)
Ialah proses pengalaman yang sudah didalami menertibkan ulang insiden-insiden
pembelajaran yang sudah terlewati. Melalui proses Refleksi (reflection), pengalaman belajar
itu akan dimasukkan ke susunan kognitif yang akhirnya dijadikan modul wawasan yang
dipunyainya.
Dipembelajaran kontekstual melalui dasar refleksi (reflection) pengajar menuntun pelajar
buat berpikir wacana perdana dibahas atau berpikir mundur dari apa-apa yang telah
dilaksanakan saat itu.
7. Penilaian Nyata (authentic assessment)
Progress belajar dinilai dari proses bukan semata hasil, penilaian dapat berbentuk
penilaian tertulis (pencil and paper test) dan penilaian berdasarkan perbuatan (performance
based assessment), penugasan (project), produk (product), atau surat-surat.
Penilaian nyata ialah proses yang dilaksanakan pengajar buat mempertemukan info perihal
rangkaian belajar yang dilakukan anak didik . Evaluasi ini dikerjakan untuk mengetahui apakah
anak didik betul-betul belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar anak didik mempunyai
dampak yang bagus akan pertumbuhan mereka, baik intelektual dan psikis.
Penilaian ini diukur dari wawasan dan keahlian siswa yang lebih berfokus pada penilaian
kinerja serta tugas-tugas yang relevan dan kontekstual. Penilaian nyata dilakukan secara
menyatu dengan proses pembelajaran.15
14
Zainal Aqib, “Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (inovatif)”. (Bandung: Yrama Widya, 2013) Hlm
7
15
Ibid. hlm 8
6
e. Proses belajar menciptakan rasa persatuan, bekerja sama, dan memberikan kesempatan untuk
saling mengerti secara mendalam (know each other deep).
f. Proses belajar dilakukan secara positif, kreatif dan produktif, serta aktif, dengan
mengedepankan kolaborasi (pertanyaan, penelitian, pembelajaran kolaboratif).
g. Proses belajar berlangsung dalam keadaan yang mengembirakan atau menyenangkan (learning
as a joy)16 (Kadir, 2013)
a. Saling Kerjasama
b. Saling mendukung
c. mengembirakan
d. tidak menjemukan.
e. Belajar dengan penuh semangat
f. Pembelajaran terpadu
g. Penggunaan sumber yang berbeda
h. Siswa tidak pasif.
16
Abdul Kadir, “Konsep Pembelajaran Kontekstual di Sekolah”, Jurnal Dinamika Ilmu, Vol. 13 No. 3 (Desember,
2013)
7
E. Prinsip Dasar Pembelajaran Konstektual
Sesuai Johnson; bahwa pendidikan kontekstual memiliki 3 prinsip dasar, yaitu (1) belajar
membuat transformasi tabiat murid yang cukup kukuh, ialah fungsi tokoh pendidikan terutama
pengajar dan dosen ialah menjadi penghasil perubahan (agent of change); (dua) pelajar memiliki
kemampuan, terikut dan kemahiran yang artinya benih murni buat ditumbuhkembangkan tanpa
jeda; (tiga) perubahan atau pencapaian mutu tepat itu tak hidup alami struktur sejalan proses
kehidupan. merupakan, proses belajar membimbing benar merupakan elemen dari kehidupan
itu sendiri, namun dia dibuat secara kentara, dan diniati demi tercapainya kondisi atau kualitas
terbaik.17 (Taniredia, 2011)
Pembelajaran kontekstual akan beruntung Bila umpan primernya artinya mengejar tujuan
memakai menyatukan kewajiban akademik menggunakan kehidupan sehari-hari peserta lain. Ini
bisa terkabul pabila beberapa pembelajar mengerti 3 prinsip primer, yakni: kesalingbergantungan
(interdependence), deferensiasi (differentiation), dan pengaturan diri (self regulation).
1) Prinsip Kesaling bergantungan
Prinsip kesaling bergantungan memanggil pendidik mengidentifikasi keterkaitan
menggunakan pendidik lain, pelajar, rakyat dan lingkungan alam. Mengetahui adanya kesaling
bergantungan ini mampu memupuk pemikiran kritis serta kreatif, dan pemikiran ini mampu
digunakan buat mengenal tautan yang bisa membuat pemahaman baru. Prinsip kesaling
bergantungan ini jua menopang kerjasama antar gerombolan belajar. Prinsip CTL; pendidik,
pelajar dan rakyat menjadi pola yang saling terkait pada di mengaitkan konteks dan menemukan
makna berasal persoalan yang terjadi pada keseharian kita. lalu secara sama-sama menyelesaikan
duduk perkara, mendesain suatu rencana, konsensus, mencari alternative pemecahan masalah dan
mengambil simpulan. Tiap-tiap bagian saling memberi dan mendapatkan, bertanya serta
menjawab konteks yang dibutuhkan
2) Prinsip Diferensiasi
Prinsip ini mewujudkan CTL mengapresiasi dan menjunjung tinggi keberagaman dan
disparitas. mengingat pelajar mempunyai konteks akademik dan sosial yang tak sinkron, CTL
mengasih kesempatan buat saling memuat serta memberikan atensi individu lebih tidak jarang
terkonsentrasi. perbedaan dan keberagaman artinya keterampilan dan bervariasi yang
membuahkan pembelajaran berkualitas dan bermakna. disparitas pada menekuni situasi yang
bernilai luhur pada mengartikan suatu masalah yang membentuk pelajar menjadi eksklusif yang
berpendirian.
3) Prinsip Pengaturan Diri
Prinsip pengaturan diri yaitu aktifitas belajar yang dikelola sendiri, diterapkan sendiri, serta
disadari sendiri oleh pelajar. Prinsip pengaturan diri menuntut pendidik untuk menyorong tiap
pelajar mengeluarkan semua potensinya. buat menyesuaikan prinsip ini, objek utamanya
merupakan menolong pelajar mencapai kelebihan akademik, menerima keahlian tertentu serta
membuatkan watak dengan menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman dan pengetahuan
yang dipunyai. waktu pelajar mengkaitkan materi akademik dengan gaya pribadi mereka yang
mengandung prinsip pengaturan diri. Pelajar akan memperoleh tanggungjawab atas keputusan
serta perbuatan sendiri, menilai alternative, menghasilkan pilihan, menyebarkan rencana,
menyelidiki isu, menciptakan solusi dengan kritis.
17
Tukiran Taniredja, dkk. “Model-model Pembelajaran Inovatif (Bandung: ALFABETA, 2011. Hlm 51
8
F. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual
18
Muhtar S. Hidayat “Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran”, Jurnal Insania, Vol. 16 No. 2 (Mei-
Agustus, 2012)
9
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Proses belajar konstektual (contextual teaching and learning) ialah ide studi yang bisa menolong
pengajar mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan kondisi dunia riil pelajar dan mendorong
pelajar membentuk tautan antara wawasan yang dimilikinya dengan Perwujudan pada aktivitas mereka
sehari-hari, dengan menyertakan 7 bagian utama proses belajar yang ampuh, yakni konstruktivisme,
bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, dan penilaian sebenarnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Z. (2013). Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (inovatif). Bandung: Yrama Widya.
F, N. d. (2016). Inovasi Model Pembelajaran. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
Hamruni. (2012). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.
Handayani, S. (2020). Buku Ajar Strategi Pembelajaran Ekonomi. Malang: PT. Literindo Berkah Jaya.
Hasibuan, M. I. (2014). Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning). Logaritma.
Helmiati. (2012). Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Hidayat, M. S. (2012). Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran. Insania.
Kadir, A. (2013). Konsep Pembelajaran Kontekstual di Sekolah. Dinamika Ilmu.
Komalasari, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama.
Komara, E. (2016). Belajar dan Pembelajaran INTERAKTIF. Bandung: PT Refika Aditama.
Lickona, T. (2013). Character Matters, Persoalan Karakter, Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian
yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutedja, M. P. (2019). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Agama Islam
Di Universitas Pendidikan Indonesia. Indonesian Journal of Islamic Education, 117-118.
Taniredia, T. (2011). Model Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: ALFABETA.
11