Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING


Disusun Untuk Menenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Inovatif

Dosen Pengampu :
Dr. Ismail, M.Pd
Dr. Janet Trineke Manoy, M.Pd

Disusun Oleh :
Tika Anjasari (20030174010)
Helen Novi Antika (20030174018)
Alifia Rachma Putri (20030174041)
Fauziyah Kartika Aditama (20030174048)
Cika Noviana Putri (20030174050)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan hidayah Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Model Pembelajaran Discovery
Learning" ini tepat pada waktunya. Sholawat dan Salam Kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah memberikan petujuk ke jalan yang lebih baik.
Makalah berjudul "Model Pembelajaran Discovery Learning” ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Inovatif. Dalam penulisan makalah ini. penulis dibantu
oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Dr. Ismail, M.Pd dan Bu Dr. Janet Trineke Manoy, M.Pd. selaku dosen pengampu
mata kuliah pembelajaran inovatif
2. Orang tua yang mendukung dan memberikan doa
3. Teman-teman yang mendukung untuk terus maju bersama
4. Dan seluruh pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini, kami juga berharap
makalah kami dapat berguna bagi pembaca dari semua kalangan.

Surabaya, 04 April 2022

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 4
2.1 Gambaran Umum Model Pembelajaran Discovery Learning .......................................... 4
2.2 Teori yang Melandasi Model Pembelajaran Discovery Learning .................................... 5
2.3 Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning ................................................... 7
2.4 Lingkungan Belajar dan Pengelolaan Kelas................................................................... 10
2.5 Asesmen dan Evaluasi .................................................................................................... 13
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Discovery Learning ......................... 14
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 17
3.2 Saran ............................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan bagi setiap orang merupakan hal yang sangat penting. Dalam proses
pendidikan tentunya yang diharapkan memperoleh hasil yang baik. Hasil belajar yang baik
dapat diperoleh melalui belajar dengan sungguh-sungguh. Belajar dan pembelajaran adalah
suatu kegiatan yang tak terpisahkan dari pendidikan. Dengan belajar manusia bisa
mengembangkan potensi-potensi yang dibawa sejak lahir. Tanpa belajar manusia tidak
mungkin dapat memenuhi kebutuhannya tersebut. Kebutuhan belajar dan pembelajaran
dapat terjadi dimana-mana, misalnya di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kebutuhan manusia akan belajar tidak akan pernah berhenti selama manusia ada di muka
bumi ini. Hal itu disebabkan karena dunia dan isinya termasuk manusia selalu berubah.
Sedangkan pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta
didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik (Warsita, 2008:85).
Dalam pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam
memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik
(Sadiman dkk, 1986:7). Sedangkan menurut Depdiknas (dalam Warsita, 2008:85) “Dalam
UU No.20 Tahun 2003 tentang Sikdiknas Pasal 1 Ayat 20, Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”
Dapat disimpukan pembelajaran merupakan suatu interaksi aktif antara guru yang
memberikan bahan pelajaran dengan peserta didik sebagai objeknya. Proses pembelajaran
merupakan kegiatan yang didalamnya terdapat sistem rancangan pembelajaran hingga
menimbulkan sebuah interaksi antara pemateri (guru) dengan penerima materi (peserta
didik).
Proses pembelajaran dapat berlangsung karena adanya peserta didik, guru,
kurikulum, satu dengan yang lain saling terkait atau saling berhubungan. Peserta didik
dapat belajar dengan baik jika sarana dan prasarana untuk belajar memadai, model
pembelajaran guru menarik, peserta didik ikut aktif dalam proses pembelajaran sehingga
peserta didik tidak merasa jenuh atau bosan ketika mengikuti pembelajaran di kelas.
Peningkatan hasil belajar yang baik tidak hanya didukung oleh kemauan peserta didik
untuk mau belajar dengan baik, tetapi metode pembelajaran yang digunakan oleh guru juga
mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Fakta di lapangan masih ada beberapa guru yang
menggunakan model pembelajaran yang kurang menarik bagi peserta didik sehingga
membuat peserta didik kurang serius dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Guru masih
mendominasi dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik hanya pasif saja. Dapat
dikatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih dilakukan secara
konvensional. Para guru belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara aktif dan
kreatif dalam melibatkan peserta didik dan masih didominasi metode ceramah dan
pemberian tugas. Selain itu, dalam proses pembelajaran kebanyakan guru hanya terpaku
pada buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar mengajar. Terkait dengan pemanfaatan
model, pendekatan dan strategi yang ada sebagai yang memiliki pengaruh cukup besar pada
peningkatan hasil belajar peserta didik.

1
Konsep model pembalajaran menurut Trianto (2010: 51), menyebutkan bahwa
model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial. Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di
dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Seperti yang sudah kita ketahui, model pembelajaran
yang ada sangat bermacam-macam dan memiliki karakteristik tersendiri. Trend yang
berkembang sekarang ini peserta didik harus belajar melalui kegiatan mereka sendiri
dengan memasukkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, di mana mereka harus di dorong
untuk mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen dan membiarkan
mereka menemukan prinsip-prinsip bagi mereka sendiri. Salah satu model pembelajaran
yang sesuai trend saat ini adalah Discovery learning. Discovery learning merupakan
metode memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery learning adalah strategi pembelajaran yang
cenderung meminta peserta didik untuk melakukan observasi, eksperimen, atau tindakan
ilmiah hingga mendapatkan kesimpulan dari hasil tindakan ilmiah tersebut (Saifuddin,
2014:108). Melalui model ini peserta didik diajak untuk menemukan sendiri apa yang
dipelajari kemudian mengkonstruk pengetahuan itu dengan memahami maknanya.
Fungsi utama dari adanya model pembelajaran yang salah satunya adalahsebagai
pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam melaksanakan pembalajaran.
Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan
diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut serta tingkat kemampuan
peserta didik. Melalui makalah ini, kami akan menguraikan pengertian pembelajaran
langsung, karakteristik pembelajaran langsung, teori yang melandaskan pembelajaran
langsung, lingkungan belajar dan pengelolaan kelas saat menerapkan Discovery Learning
serta proses evaluasi Discovery Learning. Adanya makalah ini diharapkan mampu
membantu para guru untuk memahami konsep dari urutan penggunaan model
pembelajaran Discovery Learning sehingga mampu mempermudah penerapannya saat di
sekolah.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana gambaran umum dari model pembelajaran Discovery Learning?
2. Apa landasan teoritik dan empirik model pembelajaran Discovery Learning?
3. Bagaimana langkah-langkah penerapan model pembelajaran Discovery Learning?
4. Bagaimana keadaan lingkungan belajar dan pengelolaan kelas serta kelas pada model
pembelajaran Discovery Learning?
5. Bagaimana evaluasi dari model pembelajaran Discovery Learning?
6. Bagaimana dengan kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran model
pembelajaran Discovery Learning?

2
Tujuan
Berdasakan rumusan masalah tersebut, maka tujuan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami gambaran umum dari model pembelajaran
Discovery Learning.
2. Untuk mengetahui dan memahami landasan teoritik dan empirik model pembelajaran
Discovery Learning.
3. Untuk mengetahui dan memahami langkah-langkah penerapan model pembelajaran
Discovery Learning.
4. Untuk mengetahui dan memahami keadaan lingkungan belajar dan pengelolaan tugas
serta kelas pada model pembelajaran Discovery Learning.
5. Untuk mengetahui dan memahami proses evaluasi dari model pembelajaran Discovery
Learning.
6. Untuk mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran
Discovery Learning.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Model Pembelajaran Discovery Learning


1) Pengertian Pembelajaran Discovery Learning
Pembelajaran Discovery Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang
digunakan dalam pendekatan kontruktivis modern (Slavin, 2018). Pada pembelajaran
penemuan menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide terhadap suatu
disiplin ilmu. Peserta didik didorong untuk belajar sendiri melalui keterlibatan aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong peserta didik agar
mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka
menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Model pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah suatu aturan dalam
proses pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga peserta didik
memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya. bukan dari pemberitahuan,
melainkan sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri (Kemendikbud, 2014). Dalam
pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan. hasil
penemuan ditentukan oleh peserta didik sendiri.
2) Karakteristik Pembelajaran
Karakteristik pembelajaran discover learning yaitu:
(1) Mengeksplorasi dan memecahkan masalah menciptakan, menggabungkan dan
menggeneralisasikan untuk pengetahuan.
(2) Berpusat pada peserta didik
(3) Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah
ada (Hammer, 1997).
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori
konstruktivisme yang dijadikan landasan pada pembelajaran discovery learning yaitu:
(1) Menekankan pada proses belajar, bukan hasil belajar saja.
(2) Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada peserta didik.
(3) Memandang peserta didik sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin
dicapai.
(4) Mendorong peserta didik untuk mampu melakukan penyelidikan.
(5) Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
(6) Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada peserta didik.
(7) Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman peserta didik.
(8) Proses belajar berdasarkan prinsip-prinsip kognitif.
(9) Menekankan pentingnya bagaimana peserta didik belajar serta konteks peserta
didik belajar.
(10) Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi
dengan peserta didik lain dan guru.
(11) Memperhatikan keyakinan dan sikap peserta didik dalam belajar.

4
(12) Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
(13) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan
dan pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata (Svinicki, 1998).
3) Tujuan Pembeleajaran Discovery Learning
Menurut Beli, beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran discovery learning, yakni
sebagai berikut:
a) Dalam discovery learning siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran.
b) Melalui pembelajaran discovery learning, siswa belajar menemukan pola dalam
situasi konkret maupun abstrak.
c) Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab untuk memperoleh informasi
yang bermanfaat dalam menentukan.
d) Pembelajaran discovery learning membantu siswa membentuk cara kerja bersama
yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mengguakan ide-ide
orang lain.
e) Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa konsep dan prinsip yang
dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
f) Ketrampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus,
lebih mudah di transfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar
yang baru.

2.2 Teori yang Melandasi Model Pembelajaran Discovery Learning


Model pembelajaran discovery learning pertama kali
diperkenalkan oleh Jerome Bruner yang menekankan bahwa
pembelajaran harus mampu mendorong peserta didik untuk
mempelajari apa yang telah dimiliki. Belajar penemuan dari
Bruner adalah model pengajaran yang dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery
learning peserta didik didorong untuk belajar sendiri secara
mandiri. Peserta didik terlibat aktif dalam penemuan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip melalui pemecahan masalah atau
hasil abstraksi sebagai objek budaya (Takaya, 2008). Guru mendorong dan memotivasi
peserta didik untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang
memungkinkan mereka untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika
untuk mereka sendiri. Pembelajaran ini dapat membangkitkan rasa keingintahuan peserta
didik (Mulyasa, 2006).

5
Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta
didik dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan
proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan Hipotesis, penemuan-penemuan baru
yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui (Hammer,
1997).
Menurut Bruner belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan,
yakni:
1) Memperoleh informasi baru
Informasi baru merupakan perluasan dari informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang. Atau informasi tersebut dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan
dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.
2) Transformasi informasi
Transformasi informasi/pengetahuan menyangkut cara kita memperlakukan
pengetahuan. Informasi yang diperoleh, kemudian dianalisis, diubah atau
ditransformasikan ke dalam yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan
untuk hal-hal yang lebih luas.
3) Evaluasi
Evaluasi merupakan proses menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Proses
ini dilakukan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan tersebut
cocok atau sesuai dengan prosedur yang ada. Juga sejauh manakah pengetahuan
tersebut dapat digunakan untuk memahami gejala-gejala lainnya.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan ketiga sistem ketrampilan tersebut
untuk menyatakan kemampuan-kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem
keterampilan itu ialah yang disebut tiga cara penyajian (models of presentation) oleh
Bruner. Bruner membagi perkembangan kognitif anak menjadi 3 tahap, yaitu:
a) Enaktif (Enactive).
Tahap ini merupakan tahap representasi pengetahuan dalam melakukan tindakan. Pada
tahap ini anak dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara
langsung. Dengan cara ini anak mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa
menggunakan pikiran atau kata-kata.
b) Ikonik (Iconic).

6
Tahap ini merupakan tahap perangkuman bayangan secara visual. Pada tahap ini anak
melihat dunia melalui gambargambar atau visulisasi. Dalam belajarnya, anak tidak
memanipulasi obyek-obyek secara langsung, tetapi sudah dapat memanipulasi dengan
menggunakan gambaran atau obyek. Pengetahuan yang dipelajari anak disajikan dalam
bentuk gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan
konsep itu sepenuhnya.
c) Simbolik (Symbolic).
Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi
menggunakan obyek-obyek atau gambaran obyek. Pada tahap ini anak memiliki
gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika.

Sesuai dengan perkembangan, ketiga tahapan diperluas dengan membagi enaktif


menjadi dua sub kelompok, yaitu real dan manipulatif, sedangkan yang simbolik
diklasifikasi lagi menjadi dua kelompok, yaitu tertulis dan lisan. Penggambaran
hubungan tahap-tahap di atas satu sama lain secara ruang dan mempraktekkannya
dalam pembelajaran matematika untuk mengembangkan pemahaman peserta didik
tentang konsep matematika.
Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan
dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Peserta didik hendaknya belajar
melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka
memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan
mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

2.3 Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning


Dalam pembelajaran discovery learning siswa tidak diberikan konsep dalam bentuk
finalnya, melainkan siswa diajak untuk ikut serta dalam menemukan konsep tersebut.
Siswa membangun pengetahuan berdasarkan informasi baru dan kumpulan data yang
mereka gunakan dalam sebuah pembelajaran penyelidikan Model pembelajaran penemuan
(discovery learning) memiliki langkah-langkah (sintaks) yang berbeda dengan model
pembelajaran yang lain. Berikut langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan pada
model pembelajaran penemuan:
Langkah–langkah operasional model pembelajaran Discovery Learning
1) Langkah Persiapan

7
a) Menentukan tujuan pembelajaran
b) Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya)
c) Memilih materi pelajaran
d) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari
contoh-contoh generalisasi)
e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh–contoh, ilustrasi, tugas
dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik
f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik
2) Pelaksanaan
Berikut merupakan fase untuk model pembelajaran penemuan:
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pemberian rangsangan pada peserta didik di awal pertemuan dengan
menggunakan model pembelajaran penemuan haruslah dihadapkan pada sesuatu
yang menimbulkan pertanyaan, ketertarikan, keingintahuan maupun kebingungan,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi
bahan/masalah yang diberikan (Kemendikbud, 2014).
b) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah) (Kemendikbud, 2014).
c) Data collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan
demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan
nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Kemendikbud, 2014).
Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan
sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian
secara tidak sengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang
telah dimiliki.
d) Data Processing (Pengolahan Data)

8
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang
telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi,
dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu (Kemendikbud, 2014).
e) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Kemendikbud, 2014).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Kemendikbud,
2014). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi.
Berikut ini kegiatan / aktivitas yang dilakukan guru pada saat menerapkan model
pembelajaran Discovery Learning
No. Langkah-langkah / Fase Discovery Aktivitas Guru
Learning
1. Stimulation (stimulasi/ pemberian Memberikan masalah-masalah yang
rangsangan) menarik untuk peserta didik, terutama
masalah yang sedang hangat saat ini
(up-to-date) dan sesuai dengan
topik/materi matematika
2. Problem statement (pernyataan/ Memancing peserta didik untuk
identifikasi masalah mengungkapkan pernyataan/
pertanyaan sebagai langkah
mengidentifikasi masalah sehingga
dapat memunculkan hipotesis (dugaan
sementara)
3. Data collection (Pengumpulan Data) Membimbing peserta didik untuk
mengumpulkan data dari
permasalahan yang diberikan.
Pengumpulan data ini dapat dilakukan
dari berbagai sumber. Memberikan
kesempatan seluasluasnya untuk
peserta didik menggali informasi.
Mengarahkan peserta didik agar tetap

9
fokus terhadap pencarian data dari
permasalahan yang diberikan
4. Data Processing (Pengolahan Data) Memfasilitasi peserta didik dalam
mengolah data yang sudah didapat
dengan cara mengingatkan materi
matematika yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
5. Verification (Pembuktian) Mengingatkan peserta didik untuk
membuktikan akan temuan yang
didapat dengan cara memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada peserta
didik sehingga peserta didik dapat
berfikir kembali serta mengecek hasil
temuannya, apakah yang ditemukan
sudah sesuai dengan penyelesaian
masalah yang diberikan.
6. Generalization (menarik kesimpulan/ Meminta peserta didik melakukan
generalisasi) kesimpulan dari apa yang telah
ditemukan, dengan cara menuliskan
hasil kesimpulannya pada kertas/
papan tulis sehingga nantinya
mendapat tanggapan dari peserta didik
yang lain.

Adapun peran guru dalam menerapkan model pembelajaran Discovery Learning antara
lain:
1) Merencanakan pembelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada
masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki siswa
2) Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi siswa untuk
memecahkan masalah
3) Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik
4) Apabila siswa memecahkan masalah dilaboratorium atau secara teorits, maka guru
hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor, guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atauaturan yang akan dipelajari, tetapi ia
hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan.
5) Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan.

2.4 Lingkungan Belajar dan Pengelolaan Kelas


Menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2011: 142) istilah model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model
pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau

10
prosedur. Selanjutnya pengertian model pembelajaran didapat juga dari Models of
Teaching oleh Wilson yang menyebutkan bahwa:
Model pengajaran berurusan dengan cara di mana lingkungan belajar dan pengalaman
instruksional dapat dibangun, diurutkan, atau disampaikan. Mereka mungkin menyediakan
kerangka kerja teoretis atau instruksional.
Pada akhirnya setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan dan
lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran yang berbeda
kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari sistem syaraf
banyak konsep dan informasi-informasi dari teks buku bacaan, materi ajar siswa, di
samping itu banyak kegiatan pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang akan dicapai
meliputi aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar
kegiatan siswa (Trianto, 2010: 55).
1) Lingkungan Belajar dalam Model Discovery Learning
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan
mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Sebagaimana dikutip dari
Slameto (2003), untuk menunjang proses belajar, lingkungan perlu memfasilitasi rasa
ingin tahu siswa pada tahap eksblorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning
environment, yaitu lingkungan di mana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-
penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah
diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat
berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada
manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Hal
ini sama dengan pendapat Bruner, bahwa manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk
memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang
dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.
2) Pengelolaan Kelas
Model discovery learning menggambarkan model pembelajaran yang menanamkan
“teaching of thinking”. Hal tersebut dapat membantu peserta didik mempelajari materi
penting sekaligus belajar tentang proses berpikir dan bernalar yang terkait dengan
materi. Ada 8 kriteria yang dibutuhkan jika guru akan mengorganisasikan kelas dengan
budaya berpikir (Hammer, 1997; Svinicki, 1998; Takaya, 2008). Adapaun 8 kriteria
tersebut sebagai berikut.
a) Ekspektasi
Seorang guru hendaknya memiliki harapan (ekspektasi) yang tinggi
terhadap peserta didik dan guru harus memiliki perilaku yang optimis terhadap
pemikiran peserta didik. Jika diperhatikan, apa saja yang dilakukan guru dalam
suatu kelas akan sangat berpengaruh bagi kelas tersebut. Apa yang guru percaya
dan yakini (teacher belief) terhadap proses pembelajaran akan berpengaruh pada
tindakan guru.

11
b) Waktu
Alokasi waktu untuk berpikir. Ini berarti menyediakan waktu pada peserta
didik untuk mengeksplorasi kemampuan peserta didik pada sebuah topik dengan
mendalam. Berdasarkan penelitian para ahli, waktu tunggu sangat berpengaruh
pada hasil belajar peserta didik. Kelas merupakan tempat yang sibuk bagi peserta
didik untuk menghabiskan waktunya dalam berpikir. Hal ini dibutuhkan
pendekatan yang efektif dalam mengatur waktu. Keefektifan pengaturan waktu
dapat dilakukan hal berikut: pertama, merencanakan dengan cermat aktivitas
peserta didik dalam pembelajaran, juga perlu mengenali waktu-waktu yang tepat
untuk melakukan suatu tindakan/keputusan; kedua, harus ada prioritas kegiatan
yang dilakukan peserta didik di kelas; ketiga, perlu adanya waktu jeda (wait time)
tiap kegiatan yang dilakukan peserta didik.
c) Kesempatan
Menyediakan banyak kemungkinan aktivitas yang dilakukan peserta didik
yang dapat membuat peserta didik berpikir dan dapat mengembangkan pemahaman
peserta didik terhadap pekerjaan kelas mereka. Dalam proses pembelajaran peserta
didik memiliki kesempatan untuk mencoba, mengeksplorasi, dan berpikir sesuai
topik permasalahan.
d) Rutin dan Terstruktur
Mendampingi dan membantu peserta didik saat proses berpikir dan belajar
di kelas serta menyediakan peralatan dan mengembangkan pola berpikir yang dapat
digunakan saat mereka bekerja secara individu maupun kelompok. Kegiatan yang
rutin dan terstruktur dapat membantu peserta didik dalam membangun pola pikir
menggunakan strategi kognitif.
e) Bahasa dan Percakapan
Menggunakan bahasa yang membantu peserta didik dalam memahami kosa
kata untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi proses berpikirnya. Guru harus
memilih kosa kata yang tepat untuk mendukung budaya berpikir peserta didik.
f) Pemodelan
Guru sebagai model tidak hanya yang selalu berdiri di depan dan
mempresentasikan keahlian atau prosedur yang ingin dibelajarkan kepada peserta
didik, tetapi secara implisit guru dijadikan model dari kegiatan atau tindakan guru
sehari-harinya. Guru hendaknya mendemonstrasikan bagaimana berpikir itu dan
memerlihatkan bahwa guru juga ikut berpikir keras dalam menyelesaikan suatu
masalah.
g) Interaksi dan Hubungan
Menunjukkan sikap menghormati dan tertarik terhadap ide dan hasil
berpikir peserta didik. Bagaimanapun hubungan dan interaksi yang terjadi terhadap
guru dan peserta didik harus terjalin dengan baik, karena hasil belajar peserta didik

12
serta tingkat berpikir kritis peserta didik juga bergantung pada interaksi dan
hubungan antara peserta didik dan guru.
h) Keadaan Lingkungan
Lingkungan yang mendukung peserta didik dalam berpikir ada tiga yaitu
visibility, flexibility, dan comfortable. Adapun penjelasan dari ketiga aspek tersebut
sebagai berikut: visibility yaitu wujud peran serta peserta didik dalam berbagai
kegiatan di dalam maupun di luar kelas, flexibility yaitu bebas bergeraknya peserta
didik dalam mengikuti semua kegiatan pembelajaran di dalam ataupun di luar kelas,
comfortable yaitu kenyamanan peserta didik dengan pencahayaan, suhu, design
kelas dan kebisingan yang terjadi di kelas.

2.5 Asesmen dan Evaluasi


Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan
dengan menggunakan tes maupun nontes, sedangkan penilaian yang dapat berupa penilaian
kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja. Jika bentuk penilaian berupa penilaian
kognitif, maka model pembelajaran Discovery Learning dapat menggunakan tes tertulis.
Namun, jika penilaian berupa penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja, maka
penilaian dapat menggunakan contoh di bawah ini.
1) Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan
kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Saat menjawab, peserta didik tidak selalu
merespons dalam bentuk tulisan tetapi dapat juga dalam bentuk lain seperti tanda,
mewarnai menggambar, dan lain sebagainya. Ada dua bentuk tes tertulis, yaitu sebagai
berikut:
a) Soal dengan memilih jawaban.
 Pilihan ganda
 Dua pilihan (benar – salah atau ya – tidak)
 Menjodohkan
b) Soal dengan menyuplai jawaban.
 Isian atau melengkapi
 Jawaban singkat
 Soal uraian
Dari dua bentuk tersebut, hal tersebut hanya dapat menilai kemampuan berpikir
rendah, tautu kemampuan mengingat (pengetahuan). Contohnya pilihan ganda, hal ini
dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda
mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya
tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak
mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal ini berakibat
peserta didik tidak memahami pelajaran namun hanya menghafal soal dan jawaban. Alat

13
penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak
menggambarkan kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik
untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang
sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut
dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat
menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis,
dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan
terbatas.
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a) Materi, misalnya kesesuaian soal dengan indikator pada kurikulum;
b) Konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
c) Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang
menimbulkan penafsiran ganda.

2) Penilaian Diri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, subyek yang
ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses
dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang
berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses
pembelajaran di kelas, berkaitan dengan kompetensi kognitif, misalnya: peserta
didik dapat diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan
berpikir sebagai hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria atau
acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi afektif, misalnya, peserta
didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya
terhadap suatu obyek sikap.
Proses penilaian dalam penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau
Penemuan selain menggunakan jenis penilaian tertulis dan penilaian diri, dapat juga
dilakukan melalui penilaian kinerja, penilaian produk, dan penilaian sikap.

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Discovery Learning


Seperti model pembelajaran yang lainnya, model pembelajaran Discovery Learning ini
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Berikut ini kelebihan dan kekurangan
model pembelajaran Discovery Learning :
1) Kelebihan
Adapun kelebihan model pembelajaran Discovery Learning antara lain
a) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan prosesproses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam
proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

14
b) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena
menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c) Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki
dan berhasil.
d) Metode ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannya sendiri.
e) Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f) Metode ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g) Berpusat pada peserta didik dan guru berperan samasama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai peserta didik, dan
sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h) Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i) Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik
j) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar
yang baru
k) Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri
l) Mendorong peserta didik berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri
m) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih
terangsang
n) Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada pembentukan
manusia seutuhnya
o) Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar
p) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2) Kekurangan
Adapun kekurangan model pembelajaran Discovery Learning antara lain
a) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi
peserta didik yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir
atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah peserta didik yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
c) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat tidak sesuai berhadapan
dengan peserta didik dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang
lama.

15
d) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang
mendapat perhatian.
e) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para peserta didik.
f) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan
oleh peserta didik karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Banyak model pembelajaran yang bisa diterapkan baik di sekolah dasar maupun
sekolah menengah bahkan dapat diterapkan di perguruan tinggi. Salah satunya adalah
model pembelajaran discovery learning. Pembelajaran Discovery Learning merupakan
salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan kontruktivis modern.
Pada pembelajaran ini peserta didik didorong untuk belajar sendiri melalui keterlibatan
aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong peserta didik agar
mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka
menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri. Karakteristik
lain dari model pembelajaran ini yaitu, mengeksplorasi dan memecahkan masalah
menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasikan untuk pengetahuan.
Model Discovery Learning memiliki beberapa kelebihan. Pengetahuan yang
diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian,
ingatan dan transfer,menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya
rasa menyelidiki dan berhasil, metode ini memungkinkan peserta didik berkembang
dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
Selain itu model discovery learning juga memiliki kekurangan, diantaranya metode
ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar, bagi peserta didik
yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir dan metode ini
tidak efisien untuk mengajar jumlah peserta didik yang banyak

3.2 Saran
Karena model pembelajaran discovery learning hanya dapat digunakan untuk
materi-materi tertentu, maka seorang guru atau seorang calon guru disarankan agar
mampu memilih dan memilah materi mana yang tepat dan cocok yang dapat diterapkan
dalam proses belajar agar tidak menyita waktunya juga tidak hanya melibatkan
beberapa siswa saja., karena model pembelajaran discovery learning diperlukan
keaktifan seluruh siswa.
Selain itu alat-alat bantu mnegajar (audio,visual, dl) haruslah diusahakan oleh guru
atau calon guru yang hendak menerapkan metode ini, tujuannya untuk memberikan
siswa pengalaman langsung.

17
DAFTAR PUSTAKA

Bicknell-Holmes, Tracy dan Paul S. Hoffman. Engage, Elicit, Experience, Explore:


Applying Discovery Learning to Library Instruction. Library Conference
Presentations and Speeches. (Lincoln: Journal, University of Nebraska, 2000),
Hlm.127
Castronova, J. A. ____. Discovery Learning for the 21th Century: What is it and how it
compare to traditional learning in effectiveness in the 21th century? Delisle, R.
1997. How to Use Problem_Based Learning In the Classroom. Alexandria,
Virginia USA: ASCD.
Yuliana, Nabila. (2018). Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning Dalam
Peningkatan Hasil Belajar Siswa Di Sekolah Dasar.
file:///C:/Users/USER/Downloads/13851-17753-1-PB.pdf
Cahyo, Agus N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan
Terpopuler. Diva Press: Yogyakarta. Hal.109-111

18

Anda mungkin juga menyukai