Perencanaan desain teknis didasarkan atas keadaan fisik lokasi proyek berdasarkan analisa
keadaan fisik lokasi proyek sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 3. Hasil-hasil analisa
yang akan digunakan untuk perencanaan desain teknis fasilitas-fasilitas pelabuhan adalah
sebagai berikut:
1. Pasang Surut
⇒ Dari hasil analisa, pasang surut di lokasi memiliki tipe campuran condong ke harian
ganda (semidiurnal) dengan pasang tunggang yang terjadi sebesar 2,04 m.
⇒ Elevasi muka air perencanaan diambil untuk acuan LLWL (Lowest Low Water Level)
di mana:
HHWL = 2,04 m
MSL = 0,97 m
LLWL = 0,00 m
2. Suhu Udara, Kelembaban dan Curah Hujan
⇒ Suhu udara rata-rata bulanan maksimum yang terjadi sebesar 27,70 0C dan rata-rata
bulanan minimum sebesar 22,90 0C.
⇒ Kelembaban udara rata-rata bulanan berkisar antara 80 % sampai dengan 92 %.
⇒ Curah hujan rencana diambil dari hasil perhitungan dengan metode Gumbell untuk
periode ulang 10 tahun sebesar 304,12 mm.
⇒ Persamaan intensitas hujan rencana yang digunakan adalah hasil analisa dengan kurva
IDF untuk periode ulang 10 tahun, yaitu:
I10 = 46.644,28/(t + 93,373)
3. Arus
⇒ Arus yang terjadi mempunyai kecepatan sebesar 0,17 m/detik dengan arah rata-rata ke
arah Barat.
4. Angin
⇒ Pada musim Barat Laut di bulan November hingga Maret, angin bertiup dominan dari
arah Barat dengan kecepatan rata-rata 1-3 m/s.
⇒ Pada musim Tenggara Laut di bulan Mei hingga September, angin bertiup dominan
dari arah Tenggara dengan kecepatan rata-rata 3-5 m/s.
⇒ Angin dominan tahunan bertiup dari arah Tenggara dengan kecepatan 3-5 m/s.
⇒ Kecepatan angin perencanaan sebesar 24,97 km/jam atau 6,95 m/dtk dengan arah
angin dari Barat Daya.
5. Gelombang
⇒ Gelombang dominan berasal dari arah Tenggara dengan tinggi antara 0,3-0,6 m.
⇒ Gelombang signifikan dengan periode ulang 5 tahun di mana tinggi gelombang
signifikan (HS) sebesar 4,61 m dan periode signifikan (TS) sebesar 8,25 detik.
⇒ Tinggi gelombang operasional 0,5 m.
6. Keadaan Tanah
Jenis fasilitas yang direncanakan terbagi menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu:
Alur pelayaran direncanakan selebar 60,0 m di mana kapal dapat masuk-keluar kolam
pelabuhan secara 2 arah. Kedalaman alur sebesar 3,5 m diukur dari Lowest Low Water Level
(LLWL). Perencanaan alur secara lengkap dapat dilihat pada Sub Bab 4.3..
Alur pelayaran direncanakan akan dilindungi oleh bangunan pengarah yang pada bagian
ujungnya dilengkapi dengan menara suar sebagai pemandung navigasi. Pemandu navigasi di
perairan juga dilengkapi dengan jenis pelampung (Buoy). Struktur pengarah alur harus tegak
lurus dengan sisi dalam alur sehingga tidak mengurangi lebar alur dan direncanakan kuat
terhadap benturan gelombang. Tipe struktur bangunan yang akan digunakan untuk bangunan
pengarah adalah struktur caisson.
Pemasangan kaison dilakukan pada daerah karang di depan mulut alur rencana dengan
elevasi muka air acuan ± 0,0 LLWL. Elevasi puncak kaison dapat dihitung sebagai berikut:
Sistem kaison terbuat dari beton berongga yang diisi dengan material pengisi untuk
menambah beban struktur. Kaison termasuk struktur jenis gravitasi yang mengandalkan
beratnya sendiri dalam menjaga stabilitasnya sehingga tanah dasar untuk meletakkan sistem
struktur ini harus memiliki karakteristik yang baik. Kondisi tanah dasar yang direncanakan
sebagai dudukan kaison ini merupakan tanah keras (batuan karang).
Analisa geoteknik dilakukan dengan parameter tanah hasil penyelidikan dan desain sebagai
hasil kompilasi dari penyelidikan tanah seperti telah dipaparkan pada Sub Bab 3.9 dan Sub
Bab 6.1. Perhitungan yang dilakukan untuk analisa ini menggunakan cara-cara yang telah
dijelaskan pada Sub Bab 2.9.4 sampai Sub Bab 2.9.7. Parameter tanah yang akan digunakan
untuk desain adalah:
Pembebanan yang bekerja pada tanah dasar untuk kaison disebabkan berat sendiri yaitu berat
beton dan berat isian kaison. Perhitungan daya dukung tanah yang dilakukan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Pengecekan geser dilakukan untuk menganalisa keadaan kaison dalam menahan gaya-gaya
geser yang terjadi. Perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
FS = (Fr1+Fr2)/F1 = 2,87
4. Angka keamanan ijin (FSijin) = 1,5
FS > FSijin Stabilitas geser oke!
Gaya-gaya yang bekerja pada kaison akan menimbulkan momen penyebab guling pada suatu
titik tinjauan tertentu. Perhitungan pengecekan stabilitas guling yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Momen guling
H pelat
(WBS + WTB ).
2
Momen gaya berat sendiri (Mr1) = = 400,45 tm
L pelat
Tekanan yang terjadi di dasar kaison (q) disebabkan oleh berat sendiri kaison sebesar 18,5
t/m2. Pengecekan penurunan dilakukan dengan memperhatikan tahanan konus/kerucut (qc)
terhadap faktor tegangan vertikal (Iz) sampai kedalaman 15 m (2B). Tanah di bawah pondasi
dibagi per lapisan yang didasarkan atas harga konus (qc). Pembagian lapisan dan hubungan
antara N-SPT, qc dan Iz dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Contoh perhitungan penurunan yang terjadi pada lapisan 1 (0,0 m – 0,5 m):
3. Koefisien pemampatan
Cc = 1,5.qc/po’ = 461,54
4. Faktor pengaruh tegangan vertikal
Iz Diperoleh dari Gambar 6. 3.
5. Penambahan tegangan vertikal tanah
6. Penurunan primer
H . Cc P '+ Δσ z
S= log 0 = 0,04 m
1 + e0 P0 '
7. Penurunan segera
H P0 '+ Δσ z
Si = ln = 0,0022 m
Cc P0 '
Hasil perhitungan penurunan untuk masing-masing lapisan dapat dilihat Tabel 6. 1. Dari
hasil perhitungan penurunan total yang terjadi pada kaison sebesar 0,456 m atau 456 mm.
Tebal Kedalaman Tahan Tekanan Efektif Koef. Faktor Tambahan Penurunan Penurunan
Lapisan Lapisan Tengah Konus (tengah lapisan) Pemampatan Teg.Vertikal Teg.Vertikal Po '+ Δ σz ln
Po '+ Δσ z Primer Segera
No. lo g
(H) (z) (qc) (po') (∆σz) P0 ' P0 ' (S) (Si)
CC Iz
2 2 2
(m) (m) (m) kg/cm kg/m kg/m m m
1. 0.0 - 0.5 0.5 0.25 15.0 488 461.54 0.043 3,182.74 0.87672 2.01872 0.0400 0.0022
2. 0.5 - 0.9 0.4 0.70 28.6 1,365 314.29 0.120 8,882.06 0.87547 2.01584 0.0319 0.0026
3. 0.9 - 1.4 0.5 1.15 60.0 2,243 401.34 0.197 14,581.38 0.87519 2.01521 0.0399 0.0025
4. 1.4 - 2.0 0.6 1.70 90.0 3,315 407.24 0.291 21,538.99 0.87491 2.01456 0.0479 0.0030
5. 2.0 - 2.5 0.5 2.25 110.0 4,388 376.07 0.386 28,570.62 0.87575 2.01648 0.0399 0.0027
6. 2.5 - 2.9 0.4 2.70 46.0 5,265 131.05 0.463 34,269.94 0.87558 2.01610 0.0319 0.0062
7. 2.9 - 3.5 0.6 3.20 19.0 6,240 45.67 0.549 40,635.41 0.87576 2.01651 0.0479 0.0265
8. 3.5 - 4.0 0.5 3.75 17.6 7,313 36.10 0.586 43,374.05 0.84083 1.93608 0.0383 0.0268
9. 4.0 - 5.0 1.0 4.50 160.0 8,775 273.50 0.430 31,827.37 0.66530 1.53192 0.0606 0.0056
Σ Penurunan 0.3783 0.0780
Total Penurunan = 0.4563 m
Analisa struktur dilakukan untuk perancangan detail tulangan penyusun kaison yang akan
digunakan. Perhitungan tulangan yang diperlukan sebagai berikut:
1. Pelat kaison
Pelat 4,0 m x 7,0 m
Pelat 7,0 m x 7,0 m
2. Pelat penutup kaison
⇒ Beton:
fc’ = 25 Mpa
Analisa dilakukan dengan memodelkan pelat sebagai pelat dua arah dengan penyaluran
menurut arah x dan arah y. Tebal pelat diambil sebesar 300 mm dan selimut beton 70 mm.
Pembebanan berasal dari beban lateral aktif tanah isian (pasir) dan perhitungannya dianggap
sebagai pelat yang menumpu pada balok di semua sisinya.
∈' +
E s
CU
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
> Arah y
∈' CU ∈' CU
.d =
cy =
(
∈' CU + ∈y )
∈' CU + y
f
. d = 142,86 mm
Es
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
Analisa dilakukan dengan memodelkan pelat sebagai pelat dua arah dengan penyaluran
menurut arah x dan arah y. Tebal pelat diambil sebesar 300 mm dan selimut beton 70 mm.
Pembebanan berasal dari beban lateral aktif tanah isian (pasir) dan perhitungannya dianggap
sebagai pelat yang menumpu pada balok disemua sisinya.
> Arah x
∈' CU ∈' CU
.d =
cx =
(
∈' CU + ∈y )
∈' CU + y
f
. d = 157,14 mm
Es
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
> Arah y
∈' CU ∈' CU
.d =
cy =
(
∈' CU + ∈y )
∈' CU + y
f
. d = 142,86 mm
Es
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
Analisa dilakukan dengan memodelkan pelat sebagai pelat dua arah dengan penyaluran
menurut arah x dan arah y. Tebal pelat diambil sebesar 300 mm dan selimut beton 70 mm.
Pembebanan berasal dari berat tanah isian (pasir) dan perhitungannya dianggap sebagai pelat
yang menumpu pada balok disemua sisinya.
> Arah x
∈' CU ∈' CU
.d =
cx =
(
∈' CU + ∈y )
∈' CU + y
f
. d = 157,14 mm
Es
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
> Arah y
∈' CU ∈' CU
.d =
cy =
(
∈' CU + ∈y )
∈' CU + y
f
. d = 142,86 mm
Es
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
Kondisi dasar perairan yang memiliki cukup banyak hambatan navigasi (batuan karang) dan
curamnya bathimetri perairan di lokasi ditambah dengan cukup besarnya gelombang di lepas
pantai akan membutuhkan bangunan pengaman gelombang (breakwater) yang tinggi
dengan bentangan yang cukup panjang sehingga dikhawatirkan akan menelan biaya yang
sangat besar. Untuk itu direncanakan pembangunan kolam pelabuhan dengan
mengeruk/menggali lahan pantai di lokasi pangkalan pendaratan ikan eksisting.
TAHAP I TAHAP II
URAIAN
(2005 - 2015) (2016 - 2025)
2
Luas Kolam Pelabuhan (m ) 24,606 19,486
Kedalaman Kolam
Kedalaman Rencana (m) 3.5 3.5
Kedalaman Saat Surut (m) 3.5 3.5
Kedalaman Saat Pasang (m) 5.54 5.54
Berdasarkan hasil perencanaan masterplan layout pada Sub Bab 5.8, pembangunan kolam
pelabuhan dilakukan di area darat karena kondisi sepanjang garis pantai pada lokasi ditutupi
oleh lapisan batuan karang. Untuk itu perlu dilakukan pekerjaan penggalian kolam hingga
mencapai kedalaman rencana ± 3,5 m LLWL dan dilakukan penggalian alur untuk
menghubungkan antara kolam pelabuhan dan laut.
Pekerjaan penggalian kolam dan alur terdiri dari penggalian, transportasi, dan pembuangan
material dari daerah yang digali ke lokasi pembuangan yang telah ditentukan. Bahan-bahan
hasil penggalian yang memenuhi syarat mekanika tanah, dapat digunakan sebagai material
pengisi kaison dan timbunan pada dinding kolam. Sedangkan sisanya yang tidak bisa dipakai
harus dibuang ke daerah pembuangan yang telah ditentukan.
1. Penampang melintang dibagi beberapa segmen, dengan jarak antar segmen ± 25,0 m.
A1
Pembagian segmen untuk perencanaan dapat dilihat pada gambar pada lampiran. Hasil
perhitungan volume penggalian kolam dan alur dapat dilihat pada Tabel 6. 3. Dari hasil
perhitungan perencanaan penggalian dan timbunan diperoleh hal sebagai berikut:
⇒ Kolam pelabuhan
Volume penggalian = 247.761,628 m3
Volume timbunan = 1.079,527 m3
Selisih volume = 246.682,101 m3
⇒ Alur pelabuhan
Volume penggalian = 49.058,084 m3
Volume timbunan = 5,088 m3
Selisih volume = 49.052,996 m3
⇒ Total
Volume total penggalian = 296.819,712 m3
Volume total timbunan = 1.084,615 m3
Selisih volume total = 295.735,097 m3
Tabel 6. 3 Volume Penggalian Kolam dan Alur.
Total Kolam dan Alur 506.0 12,633.288 43.512 296,819.712 1,084.615 295,735.097
6.6. DERMAGA
TAHAP I TAHAP II
URAIAN
(2005 - 2015) (2016 - 2025)
Panjang Dermaga (m) 255 200
Lebar Dermaga (m) 6 6
Tinggi Dek Dermaga
Terhadap LLWL (m) 3.55 3.55
Terhadap HHWL (m) 1.51 1.51
HHWL + 2.04 m
LLWL + 0.0 m
Perkerasaan dinding dermaga dan pekerjaan perkuatan dinding kolam pelabuhan merupakan
pekerjaan yang sama sehingga perencanaan detail perkerasan dinding kolam pelabuhan
tercakup dalam perencanaan dermaga.
Sebagai hasil penyelidikan tanah yang telah dilakukan dan melihat kondisi lapangan yang
ada, alternatif jenis struktur dermaga dipilih tiga jenis struktur dermaga yang umum
digunakan, yaitu:
Struktur deck on pile menggunakan tiang pancang sebagai pondasi bagi lantai dermaga.
Seluruh beban di lantai dermaga (termasuk gaya akibat berthing dan mooring) diterima
sistem lantai dermaga dan tiang pancang tersebut. Di bawah lantai dermaga, kemiringan
tanah dibuat sesuai dengan kemiringan alaminya serta dilapisi dengan perkuatan
(revetment) untuk mencegah tergerusnya tanah akibat gerakan air yang disebabkan oleh
manuver kapal. Untuk menahan gaya lateral yang cukup besar akibat berthing dan mooring
kapal perlu dilakukan pemasangan tiang pancang miring. Pada tahap akhir pekerjaan
dermaga dilakukan pembuatan lantai dermaga.
Struktur sheet pile adalah jenis struktur yang tidak menggunakan kemiringan alami tanah.
Pada jenis struktur ini, deretan sheet pile dipancangkan pada garis muka rencana dermaga
sampai kedalarnan rencana kemudian baru dilakukan pengerukan (dredging) sesuai dengan
kedalaman rencana pada sisi laut/kolam. Gaya-gaya yang terjadi akibat perbedaan elevasi
antara dermaga dengan dasar kolam ditahan oleh struktur sheet pile. Tiang pancang masih
diperlukan untuk menahan gaya lateral dari kapal yang sedang sandar atau untuk membantu
sheet-pile menahan tekanan lateral tanah. Struktur sheet pile dapat direncanakan dengan
menggunakan penjangkaran (anchor) maupun tanpa penjangkaran.
Alternatif terakhir adalah tipe retaining wall. Struktur tipe retaining wall terbuat dari beton
bertulang untuk menambah kestabilan struktur. Retaining wall ini dibuat di darat yang
kemudian diangkut ke lokasi pekerjaan untuk diluncurkan atau diletakkan pada posisinya.
Struktur ini termasuk termasuk jenis struktur gravitasi yang mengandalkan berat sendiri
dalam menjaga stabilitasnya sehingga tanah dasar untuk meletakkan sistem struktur ini harus
memiliki karakteristik yang baik. Jika kondisi tanah kurang baik maka terlebih dahulu harus
dilakukan perbaikkan tanah dengan mengganti tanah dasar dengan jenis tanah yang lebih
baik (misalnya pasir).
Selain itu untuk menempatkan retaining wall pada posisinya, diperlukan perataan tanah yang
baik karena keadaan tanah existing jauh di atas rencana dasar kolam. Jenis struktur ini
memerlukan biaya cukup tinggi, narnun diperkirakan merupakan tipe yang tingkat
kemenangan paling tinggi dibandingkan dengan alternatif jenis struktur yang lainnya..
Dari hasil studi yang dilakukan terhadap alternatif-alternatif jenis struktur dermaga di atas
dengan mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan, biaya konstruksi, keadaan tanah
eksisting serta kemungkinan material existing untuk material pengangkeran maka jenis
struktur yang akan digunakan untuk struktur dermaga adalah tipe retaining wall (struktur
tipe gravity).
Pertimbangan untuk pemilihan sistem struktur dermaga tipe retaining wall (struktur tipe
gravity) antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kondisi tanah pada kedalaman lebih dari sepuluh meter sudah merupakan tanah keras
(N-SPT > 60) sehingga penerapan sistem sheet pile atau tiang pancang akan sangat
menyulitkan. Kebutuhan kedalaman pemancangan minimal 20 m akan sulit tercapai
(berdasarkan pengalaman, tanah dengan N-SPT > 60 hanya dapat ditembus dengan
pemancangan sampai kedalaman 4 - 5 meter, selebihnya menyebabkan kerusakan fisik
sheet pile atau tiang pancang).
4. Teknologi dan pelaksanaan konstruksi struktur ini mudah dipahami dan diterapkan
Sebagai lantai/platform dermaga akan digunakan jenis struktur beton bertulang yang
direncanakan mampu memikul beban-beban kendaraan berat seperti forklift, mobile crane
dan truk-truk pengangkut.
Analisa berthing dilakukan untuk menghitung energi yang terjadi akibat tumbukan antara
kapal dan dermaga. Perhitungan menggunakan persamaan-persamaan yang telah dijelaskan
pada Sub Bab 4.
Perhitungan energi dilakukan untuk ukuran kapal terkecil sampai dengan ukuran kapal
maksimum yang dapat merapat di dermaga. Sesuai dengan proyeksi pengembangan,
dermaga direncanakan untuk dapat melayani operasional kapal motor sampai bobot 60 GT.
Data-data ukuran kapal motor rencana dapat dilihat pada Tabel 6. 6 berikut.
Ukuran Kapal Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal Kecepatan Sandar
(LOA) (B) (d) Sejajar Tegak Lurus
GT m m m m/s m/s
5 9.0 1.50 0.75 0.75 1.00
15 14.0 2.70 1.20 0.75 1.00
30 18.5 4.50 1.50 0.60 0.80
60 25.0 5.00 1.75 0.50 0.70
Pada waktu akan merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan sehingga akan
terjadi benturan antara kapal dan dermaga. Perhitungan energi berthing dari masing-masing
kapal dilakukan terhadap 2 kondisi berthing sebagai berikut:
⇒ Sudut Berthing 0°
⇒ Sudut Berthing 10°
Ukuran kapal 60 GT
Panjang (LOA) = 25,0 m
Lebar (B) = 5,0 m
Draft (d) = 1,75 m
Berat = 60 t
Sudut berthing (α) = 100
Kecepatan sandar sejajar (Vs) = 0,5 m/dt
Kecepatan sandar tegak lurus (Vt) = 0,7 m/dt
1. Sudut yang dibentuk antara pusat massa dengan titik bentur kapal
l = 0,25.LOA = 6,25 m
0,5 B
δ = arctan = 21,80
l
= 6,73 m
3. Sudut yang dibentuk pada titik bentur kapal antara vektor kecepatan dan badan kapal
γ = 90 – – α = 58,20
4. Displacement tonnage
Diambil asumsi berat kapal = 60 t
Wd = berat kapal = 60 t
5. Added weight
6. Virtual weight
W = Wa + Wd = 101,09 t
7. Koefisien block
W
Cb = = 0,451
LOA . B. d . γ airlaut
8. Koefisien hidrodinamik
2d
Cm = 1 + = 1,7
B
9. Radius ration
K = (0,19.Cb + 0,11).LOA = 4,892
10. Koefisien eksentrisitas
K 2 + R 2cos 2 γ
Ce = = 0,5273
K2 + R 2
W . VS2
Energi desain : Edesain = .Cm.Ce.Cs.Cc = 1,040 tm
2.9,81
W . Vt 2
Energi ultimate : Eultimate = .Cm.Ce.Cs.Cc = 2,039 tm
2.9,81
Resume hasil perhitungan energi berthing untuk berbagai ukuran kapal akibat dengan
kondisi berthing 00 dan 100 dapat dilihat pada Tabel 6. 7, sedangkan perhitungan energi
berthing selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. 8.
DATA KAPAL
Ukuran Kapal Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal Kecepatan Sandar
(LOA) (B) (d) Sejajar Tegak Lurus
GT m m m m/s m/s
5 9.0 1.50 0.75 0.75 1.00
15 14.0 2.70 1.20 0.75 1.00
30 18.5 4.50 1.50 0.60 0.80
60 25.0 5.00 1.75 0.50 0.70
0
Berthing Angle = 0
Ukuran Kapal 0.5B l = LOA/4 tan δ δ R γ cos γ
GT m m derajat m derajat
5 0.75 2.25 0.333 18.43 2.37 71.57 0.316
15 1.35 3.50 0.386 21.09 3.75 68.91 0.360
30 2.25 4.63 0.486 25.94 5.14 64.06 0.437
60 2.50 6.25 0.400 21.80 6.73 68.20 0.371
Pada pemilihan fender ini digunakan energi berthing yang dihasilkan oleh kapal rencana
terbesar yang akan beroperasi di pelabuhan, yaitu kapal motor dengan kapasitas 60 GT.
Energi tumbukan kapal motor 60 GT untuk masing-masing kondisi berthing adalah:
Berdasarkan besarnya energi berthing yang akan diserap, dipilih fender karet dengan jenis
Bridgestone Super Arch (Type V) No. tipe FV002-3-1. Dimensi dan kapasitas fender karet
tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. 9 sedangkan gambar tipikal fender karet seperti pada
Gambar 6. 9.
c c c
Fluktuasi muka air pasang surut yang cukup tinggi di lokasi (2,04 m) mengharuskan fender
yang digunakan mempunyai bentangan vertikal yang cukup untuk keadaan muka air pasang
dan muka air surut agar tetap dapat menyerap energi benturan dari semua jenis dan ukuran
kapal. Untuk itu, fender ini akan dipasang menurut arah vertikal sehingga panjang fender
dermaga rencana 2,1 m (B) dengan harapan dermaga aman terhadap tumbukan kapal baik
pada pada keadaan pasang maupun surut. Posisi pemasangan fender dapat dilihat pada
gambar berikut.
HHWL + 2.04 m
5 GT Kondisi Pasang
2.10 m
Dalam arah horizontal, jarak antar fender harus ditentukan sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari kontak langsung antara kapal dan dinding dermaga. Berdasarkan hal tersebut,
penempatan antar fender dilakukan dengan memperhatikan dimensi kapal terkecil. Hasil
perhitungan jarak antar fender dapat dilihat pada Tabel 6. 10. Dari tabel tersebut dapat
dilihat untuk ukuran kapal terkecil yang akan merapat memerlukan jarak antar fender sebesar
1,35. Dengan pertimbangan ekonomis, untuk diambil jarak antar fender sebesar 2,0 m.
Contoh perhitungan jarak antar fender diberikan sebagai berikut:
Ukuran kapal 5 GT
Panjang (LOA) = 25,0 m
Berat (Wd) = 5,0 t
Analisa gaya reaksi dari fender dilakukan terhadap 2 kondisi berthing yaitu untuk sudut
berthing 10° dan sudut berthing 0°. Energi yang diserap oleh sistem fender dan dermaga
ditetapkan setengah dari energi tumbukan yang terjadi dan setengahnya lagi diserap oleh
kapal dan air. Hasil perhitungan gaya reaksi untuk berbagai tipe fender dapat dilihat pada
Tabel 6. 11. Sesuai dengan jenis fender terpilih yaitu Bridgestone Super Arch (Type V) No.
tipe FV002-3-1, gaya reaksi fender maksimum yang terjadi sebesar 16,22 ton yang
merupakan gaya yang perlawanan terhadap energi tumbukan kapal yang diterima.
Energi Berthing Maksimum Energi yang Diserap Fender Gaya Reaksi Fender
R/E (ton-meter) (ton-meter) (ton)
Nomor Tipe
(ton/ton-meter)
α = 00 α = 100 α = 00 α = 100 α=0
0
α = 100
FV002-3-1 15.91 1.685 2.039 0.843 1.019 13.406 16.220
FV002-3-2 15.00 1.685 2.039 0.843 1.019 12.639 15.292
FV002-3-3 15.33 1.685 2.039 0.843 1.019 12.917 15.629
FV002-3-4 15.00 1.685 2.039 0.843 1.019 12.639 15.292
Kapal ditambatkan pada dermaga dengan menggunakan tali atau kabel baja yang diikatkan
pada tiang tambatan (bollard). Tiang Tambatan dibuat dari baja cor. Untuk menentukan
kekuatan bollard yang diperlukan dilakukan analisa mooring. Analisa gaya mooring (gaya
tambat) yang dilakukan didasarkan pada cara yang telah dijelaskan pada Sub Bab 4.5.7.
Gaya reaksi dari kapal yang bertambat pada prinsipnya merupakan gaya-gaya horizontal
yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem mooring (tambat) didesain untuk dapat
mengatasi gaya-gaya akibat kombinasi angin dan arus. Keseluruhan gaya angin dan arus
yang terjadi dapat dimodelkan sebagai gaya-gaya dalam arah transversal dan longitudinal
yang dikombinasikan dengan gaya momen terhadap sumbu vertikal yang bekerja di tengah
kapal. Data yang diperlukan untuk analisa adalah:
Ukuran kapal 60 GT
Panjang (LOA) = 25,0 m
Lebar (B) = 5,0 m
Draft (d) = 1,75 m
Berat = 60 t
Tinggi lambung (t) = 2,5 m
Kecepatan angin (Vw) = 6,95 m/dt
Kecepatan arus (Vc) = 0,17 m/dt
Rapat massa air laut (ρair laut) = 104 kg/m3
Dari hasil perhitungan di atas gaya tambat maksimum untuk arah x diperoleh sebesar 71,787
kg dan arah y sebesar 1.170, 135 kg. Gaya-gaya tersebut merupakan gaya tambat total yang
terjadi untuk satu unit kapal.
Tali atau pengikat kapal untuk tiap-tiap gaya yang bekerja diasurnsikan mempunyai
karakteristik yang sama dan analisanya harus memperhitungkan pengaruh sudut-sudut yang
dibentuk oleh masing-masing tali. Seperti yang telah dijelaskan, jenis tali yang digunakan
untuk menahan gaya tambat adalah sebagai berikut:
Fx
Fbreasting = = 0,072 t
2. cosβ b .1000
Berdasarkan pemilihan alternatif desain struktur dermaga (Sub Bab 6.6.2), jenis struktur
dermaga yang dipilih adalah jenis struktur retaining wall. Retaining wall yang direncanakan
tidak hanya dapat menahan beban-beban yang disebabkan oleh kegiatan kapal di pelabuhan
akan tetapi juga harus dapat menahan tanah yang berada di belakang dari kelongsoran untuk
tetap mempertahankan bentuk kolam yang telah direncanakan.
Untuk maksud tersebut diperlukan data profil tanah beserta parameter tanah desain yang
akan digunakan sebagai hasil kompilasi dari penyelidikan tanah seperti telah dipaparkan
pada Sub Bab 3.9 dan Sub Bab 6.1. Perhitungan yang dilakukan untuk analisa ini
menggunakan cara yang telah dijelaskan pada Sub Bab 2.9.4 sampai Sub Bab 2.9.7.
Kekuatan tanah dasar sangat berpengaruh dalam mendukung struktur yang berada di atasnya.
Pembebanan yang bekerja pada tanah dasar dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
1. Beban
WTB
Akibat timbunan (P2) = = 14,25 t/m2
Ppelat . L pelat
Pengecekan geser dilakukan untuk menganalisa keadaan struktur dinding penahan tanah
dalam menahan gaya-gaya geser yang bekerja. Permodelan gaya-gaya geser yang bekerja
dapat dilihat sebagai berikut.
Gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan akan menimbulkan momen pada suatu titik
tinjauan tertentu dinding penahan tanah. Pengecekan stabilitas guling dinding penahan dalam
menerima momen yang bekerja dapat dilihat sebagai berikut:
1. Momen guling
H pelat
(WBS + WTB ).
2
Momen gaya berat sendiri (Mr1) = = 445,50 tm
L pelat
Dari perencanaan yang dilakukan, dinding penahan tanah untuk dermaga akan ditanam pada
kedalaman 1,5 m dari dasar kolam. Dalam pengecekan penurunan yang dilakukan,
kedalaman 1,5 m inilah yang digunakan untuk kedalaman dasar dinding (Df) sehingga
tekanan-tekanan yang bekerja pada lantai dinding penahan tanah (retaining wall) dapat
diberikan sebagai berikut:
Permodelan perhitungan penurunan dilakukan sampai kedalaman 20,0 m dari dasar dinding
atau 28,0 m dari keadaan tanah asli. Untuk keakuratan perhitungan, tanah di bawah dasar
dinding dibagi dalam beberapa lapisan tanah seperti pada gambar berikut ini.
Dari hasil perhitungan, penurunan total yang terjadi pada kedalaman 20,0 m dari dasar
dinding adalah sebesar 0,208 m. Perhitungan penurunan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Analisa struktur dilakukan untuk perancangan detail tulangan struktur penyusun dinding
penahan tanah yang akan digunakan. Penghitungan tulangan dilakukan untuk bagian-bagian
sebagai berikut:
6.6.6.1 Material
Struktur dermaga direncanakan berupa struktur beton bertulang. Parameter kekuatan bahan
yang digunakan dalam perencanaan untuk kedua material tersebut adalah;
⇒ Beton:
fc’ = 25 Mpa
6.6.6.2 Pembebanan
Beban akibat tambatan kapal untuk arah x sebesar 0,071 kg dan arah y 1,170 kg.
3. Beban Mati
Beban mati adalah berat sendiri struktur dermaga yang dapat dihitung dari berat
material-material pembentuknya di mana berat sendiri beton : 2.400 kg/m3.
4. Beban Hidup
Untuk struktur beton bertulang yang merupakan daerah zona gempa 2. Dengan asumsi
kondisi tanah pada lokasi adalah tanah keras maka koefisien gempa (C) = 0,07 dan
faktor keutamaan (I) = 1,0 serta faktor jenis struktur (K) = 4 (struktur direncanakan
bersifat statis pada saat gempa kuat). Berat total struktur dihitung dari berat komponen
struktur balok dan pelat lantai setebal 300 mm serta beban hidup 3 tf/m yang direduksi
50 % untuk kombinasi pembebanan gempa.
Faktor beban yang digunakan perencanaan yakni dalam perencanaan komponen beton
bertulang, digunakan faktor beban 1,2 untuk beban mati dan 1,6 untuk beban hidup.
qu= 1,2.DL+1,6.LL
Di mana DL, LL berturut-turut adalah beban mati, dan beban hidup.
Pada desain dinding penahan tanah, pembebanan berasal dari beban lateral aktif tanah dan
beban lateral beban merata. Ukuran pelat yang direncanakan 3,0 m x 7,5 m. Dalam desain,
dinding dibagi menjadi tiga bagian kedalaman dan analisa dilakukan dengan memodelkan
pelat dinding sebagai pelat satu arah atau sebagai balok dengan dua tumpuan. Pada tiga
bagian kedalaman yang ditinjau disini akan dilakukan perhitungan tekanan dan gaya tanah
yang bekerja pada ketiga bagian tersebut. Tebal pelat diambil sebesar 250 mm dan selimut
beton 70 mm.
Dengan menganggap pelat dinding penahan tanah sebagai balok dua tumpuan, maka
diperoleh besar momen lapangan dan tumpuan pelat.
1. Momen lapangan
ml 3 m = PT 3 m.l2/12 = 2,912 tm
ml 6 m = PT 6 m.l2/12 = 4,098 tm
ml 9 m = PT 9 m.l2/12 = 5,285 tm
2. Momen tumpuan
mt 3 m = PT 3 m.l2/24 = 1,456 tm
mt 6 m = PT 6 m.l2/24 = 2,049 tm
2
mt 9 m = PT 9 m.l /24 = 2,642 tm
Dari besar gaya momen yang terjadi, maka penulangan pelat dinding penahan tanah
dilakukan sebagai berikut:
1. Tinggi efektif
Tebal pelat = h = 250 mm
Penutup beton = r = 70 mm
Asumsi diameter tulangan = φ = 20 mm
Tinggi efektif = d = h - r- 0,5φ = 170 mm
Es
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
b. Tulangan tumpuan
mt 9 m = 2,642 tm
Luas perlu tulangan tumpuan
mt 9 m
Ast = = 903,68 mm2
0.8. f y .(d − a . c b )
Pelat ini berfungsi untuk menopang pelat retaining wall dalam menahan gaya lateral tanah
yang bekerja akibat tekanan tanah aktif dan akibat pengaruh beban merata yang bekerja di
muka tanah. Dalam analisa, balok dimodelkan sebagai kantilever dan membagi titik
pembebanan menjadi tiga bagian kedalaman. Pembebanan yang digunakan berasal dari
pembebanan yang bekerja pada retaining wall. Tebal pelat diambil sebesar 250 mm dan
selimut beton 70 mm. Besar momen yang bekerja dapat dilihat sebagai berikut
Es
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
mt 3 m = 41,348 kgm
Luas perlu tulangan kedalaman 0 – 3,0 m
mt 3 m
As = = 4.724,62 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )
Digunakan tulangan 6 φ 32 mm
Es
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
mt 6 m = 206,432 kgm
Luas perlu tulangan kedalaman 3,0 m – 6,0 m
mt 6 m
As = = 4,982.91 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )
Digunakan tulangan 7 φ 32 mm
Es
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
mt 9 m = 556,812 kgm
Luas perlu tulangan kedalaman 6,0 m – 9,0 m
mt 9 m
As = = 6,624.81 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )
Digunakan tulangan 9 φ 32 mm
Pada desain pelat lantai dermaga pembebanan disebabkan beban hidup, beban mati dan
beban gempa. Sekalipun dalam teknisnya pelat langsung menumpu ke tanah, tetapi dalam
perhitungannya dianggap sebagai pelat yang menumpu pada balok di semua sisinya.
Dimensi pelat yang direncanakan 6,0 m x 6,0 m. Analisa dilakukan dengan memodelkan
pelat dinding sebagai pelat dua arah dengan penyaluran menurut arah x dan arah y. Tebal
pelat diambil sebesar 300 mm dan selimut beton 70 mm.
Beban yang bekerja pada lantai dernaga dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Beban merata
Beban hidup (LL) = 3.000 kg/m2
Beban mati (DL) = 1.000 kg/m2
qu = 1.2 DL +1.6 LL = 6.000 kg/m2
2. Beban terpusat
Beban roda = P = 6.000 kg
Momen-momen yang bekerja pada pelat dihitung dengan:
1. Tinggi efektif
Tebal pelat = h = 300 mm
Penutup beton = r = 70 mm
Asumsi diameter tulangan
> dalam arah x : 20 mm
> dalam arah y : 20 mm
Tinggi efektif d
> dalam arah x : dx = h - r- 0,5φ = 220 mm
> dalam arah y : dy = h - r- 0,5φ = 200 mm
∈' +
E s
CU
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
> Arah y
∈' CU ∈' CU
.d =
cy =
(
∈' CU + ∈y )
∈' CU + y
f
. d = 142,86 mm
Es
β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
Balok direncanakan mempunyai bentang 6000 mm dengan tinggi 700 mm dan lebar 500 mm
dengan selimut beton 70 mm. Pembebanan pada balok berasal pelat di atasnya sehingga
perhitungan beban-beban di balok sebagai berikut:
1. Tinggi Efektif
Tebal balok = h = 700 mm
Lebar balok = b = 500 mm
Penutup beton = r = 70 mm
Asumsi diameter tulangan = f = 20 mm
Tinggi efektif d = h - r- 0,5φ = 630 mm
∈' +
E s
CU
β = 0,85 mm
a = 0,5 . β = 0,425 mm
Digunakan tulangan 12 φ 32 mm
4. Tulangan tumpuan
mt = 43.200 kgm
Luas perlu tulangan tumpuan
mt
Ast = = 4.826,55 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )
Digunakan tulangan 6 x 6 φ 32 mm
Revertment ini direncanakan untuk perkuatan lereng yang berada di sepanjang pantai lokasi
pelabuhan. Mengenai letaknya secara tepat, dapat dilihat pada gambar layout masterplan di
bagian lampiran. Tinggi tebing yang akan dilindungi 4,0 m dari dasar dengan kemiringan
tebing sebesar 450. Bahan yang direncanakan untuk digunakan adalah blok beton praktis
dengan ukuran:
Analisa dilakukan untuk melihat kekuatan dan kestabilan revertment untuk menahan tanah
yang ada dibelakangnya. Untuk maksud tersebut diperlukan data profil tanah beserta
parameter tanah dari penyelidikan tanah seperti telah dipaparkan pada Sub Bab 3.9 dan Sub
Bab 6.1. Perhitungan yang dilakukan untuk analisa ini menggunakan cara yang telah
dijelaskan pada Sub Bab 2.9.4 sampai Sub Bab 2.9.7.
Parameter tanah yang akan digunakan adalah parameter tanah dasar, yaitu:
Pembebanan yang terjadi pada revertment berasal dari tanah yang ditahannya dan dari berat
sendiri. Untuk perhitungan berat sendiri, revertment akan dibagi dalam beberapa segmen
berat agar memperteliti hasil perhitungan. Gambar pendekatan gaya-gaya yang bekerja untuk
perhitungan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Pengecekan daya dukung tanah dasar dalam menahan berat sendiri sebagai berikut:
1. Beban
W1 = 0,59 t
W2 = 11,76 t
W3 = 1,18 t
W4 = 2,35 t
Berat sendiri (WBS) = W1+W2+W3+W4 = 15,88 t
2. Tekanan yang bekerja pada lapisan tanah dasar
WBS
Akibat berat sendiri (P1) = = 2,27 t/m2
P.L
(WBS ). tan 2 Φ
3
Gaya akibat berat sendiri (Fr2) = = 6,55 t/m
L
Perhitungan stabilitas lereng dilakukan dengan mencari angka keamanan dari lereng dengan
rumus:
FS =
∑ ΔL n . C+ ∑W n . cosα n . tanφ
∑W n . sinα n
Permodelan irisan atau pembagian segmen dapat dilihat pada Gambar 6. 19. Hasil
perhitungan stabilitas lereng diberikan pada Tabel 6. 15 bagian berikut ini.
An Wn αn Wn Sin α n Wn Cos α n
No. Sin α n Cos α n ∆Ln
(m2) (kg/m) (derajat) (kg/m) (kg/m)
1 0.647 1,261.46 67 0.9205 0.3907 1.80 1,161.18 492.89
2 1.67 3,252.02 50 0.7660 0.6428 1.45 2,491.19 2,090.35
3 1.62 3,162.12 36 0.5878 0.8090 1.16 1,858.65 2,558.21
4 1.27 2,476.31 25 0.4226 0.9063 1.03 1,046.53 2,244.29
5 0.80 1,564.68 12 0.2079 0.9781 1.43 325.32 1,530.49
Σ 6.88 6,882.86 8,916.24
FS = 10.89
FSijin = 1.5
Hasil pemeriksaan Ok !
6.8. BANGUNAN
Perencanaan teknis bangunan yang dilakukan adalah perencanaan bahan dan perhitungan
struktur untuk setiap bangunan. Jenis dan luas bangunan pada Pelabuhan Perikanan
Tasikmalaya ini sebagaimana yang telah direncanakan pada analisa kebutuhan fasilitas (Sub
Bab 5.6). Jenis dan luas bangunan dari hasil analisa kebutuhan mengalami beberapa
penyesuaian dari segi arsitektural dan berdasarkan permintaan pemilik untuk
melengkapi/menambah fasilitas-fasilitas pendukung di pelabuhan.
Perencanaan bahan yang akan digunakan untuk tiap bangunan disesuaikan dengan fungsi
dan kegunaan dari masing-masing bangunan. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan
dalam perencanaan bahan adalah:
Jenis Pekerjaan
No. Nama Bangunan Kuda-kuda dan
Pondasi Kolom Sloof Ringbalk Dinding Plesteran Atap Lantai Kusen Daun Pintu
Rangka Atap
1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (20 x 20) Beton (25 x 30) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Beton ringan
Beton (15 x 15) Rabat beton
2. Kantor Adminitrasi Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (25 x 30) Beton (25 x 30) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (15 x 15) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton Tripleks
Keramik (20x20)
3. Rumah Pompa Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Asbes Beton ringan Kayu gunung lokal Multipleks
Beton (20 x 20) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
Beton (15 x 15)
4. Depot BBM Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
5. Gudang Peralatan Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan
Beton (20 x 20) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
6. Pabrik Es Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Multipleks
Beton (15 x 15) Beton ringan
Rabat beton
7. Masjid Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (20 x 20) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton Tripleks
Keramik (20x20)
8. Gardu PLN Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Beton cor Beton ringan Besi Plat besi
Bata 1:3 Plesteran 1:3
9. Pos Jaga Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton Tripleks
Keramik (20x20)
10. Selter Nelayan Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan
Rabat beton
11. Cold Storage Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (15 x 15) Rabat beton
12. Gudang Pengepakan Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (15 x 15) Rabat beton
13. Bengkel Dermaga Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan Kayu gunung lokal Panil teakwood
Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
14. Gudang Suku Cadang Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (15 x 15) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
15. Gedung Serba Guna Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (25 x 30) Beton (25 x 30) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (15 x 15) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton Tripleks
Keramik (20x20)
16. Kantin Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Rabat beton
17 Toilet Umum Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (20x20) Kayu gunung lokal Tripleks
Beton (15 x 15) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
Analisa struktur untuk bangunan dilakukan untuk pengecekan kekuatan struktur bangunan
yang direncanakan. Analisa strukur yang dilakukan adalah:
Beban-beban rencana yang dipakai untuk analisa berdasarkan standar antara lain:
Pada bab ini akan diberikan contoh perhitungan salah satu bangunan yang direncanakan,
yaitu Kantor Administrasi Pelabuhan. Perhitungan struktur bangunan lainnya dapat dilihat
pada lampiran.
Pengecekan rangka atap dilakukan untuk kuda-kuda yang menempati daerah triburial
terbesar (daerah kritis). Berdasarkan alasan tersebut maka pengecekan dilakukan untuk kuda-
kuda penuh dengan bentang 10,5 m.
10 7
9 10
9
6 11
16
12 14 15 13
3 8
1 2 5
4 6
1 2 3 8 4 5
Persyaratan kuat tekan dan tarik kayu dapat diberikan sebagai berikut:
P.ω
Kuat tekan : σ = ≤ σ ds// = 85 kg/cm2
A
P
Kuat tarik : σ= ≤ σ tr// = 85 kg/cm2
A
Dimensi kayu kuda-kuda yang digunakan 8/15 cm. Hasil pengecekan terhadap kuat tekan
dan tarik kayu dengan dimensi tersebut pada kuda-kuda penuh (atap limas) sebagai berikut.
3. Kekuatan Gording
Gording yang dicek adalah gording yang mengalami pembebanan paling besar yaitu gording
dengan jarak antar gording 1,0 m untuk jarak antar kuda-kuda 3,5 m.
a. Data gording
Jarak antar gording (l) = 1,0 m
Jarak antar kuda-kuda (L) = 3,5 m
Tinggi gording (h) = 6 cm
Lebar gording (b) = 12 cm
Sudut (α) = 300
E = 100.000 kg/m2
I = 864 m4
EI = 8,640 kgm2
b. Beban yang bekerja
Berat atap (Wa) = 50 kg/m2
Gaya angin (Fa) = 40 kg/m2
Berat kayu (Wk) = 1.000 kg/m3
Beban hidup (Wh) = 100 kg
Berat gording (Wg) = b.h.Wk = 7,2 kg
c. Momen yang bekerja
Momen akibat angin
Ma = 0,125.L2.l.Fa.kt = 45,938 kgm
Momen akibat berat atap
Mbt = 0,125.L2.l.Wa.sinα = 57,422 kgm
Momen akibat berat gording
Mg = 0,125.L2.l.Wg.sinα = 8,269 kgm
Momen akibat beban hidup
Mh = 0,25.L2.Wh.sinα = 43,750 kgm
Total momen yang bekerja
Mt = Ma + Mbt + Mg + Mh = 155,378 kgm
d. Kontrol tegangan
Mt
σ= = 82,062 kg/cm2 ≤ σijin = 100 kg/cm2 → OK !!
1
bh
6
e. Kontrol lendutan
q = (Wg + Wa).sin α + Fa.kt
P = Wh.sin α
5 ql 4 1 Pl 3 L
δ= . + . = 1,62 cm ≤ δijin = = 1,75 cm → OK !!
384 EI 48 EI 200
4. Detail Sambungan
b. Sambungan
Baut tampang satu
P1 = 40.b.dbaut.(1-0,6.sin α)
P2 = 215.dbaut2.(1-0,35.sin α)
Baut tampang dua
P1 = 100.b.dbaut.(1-0,6.sin α)
P2 = 430.dbaut2.(1-0,35.sin α)
Jumlah baut (n) = F/(P1+P2)
Hasil perhitungan sambungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
1. Tulangan Ringbalk
Ringbalk yang dihitung adalah ringbalk yang mempunyai beban maksimum. Penulangan
ringbalk lainnya dianggap sama. Bentang penulangan dibagi menjadi tiga bagian. Berikut
perhitungan keperluan tulangan balok ring:
a. Data balok
fc` = 25 Mpa
fy = 240 Mpa
Lebar (b) = 200 mm
Tinggi (h) = 250 mm
Selimut (r) = 30 mm
3 φ-13
150 φ-10
250
2 φ-13
200
2 φ-13
150 φ-10
250
3 φ-13
200
2. Tulangan Kolom
Perhitungan kolom diambil dari gaya-gaya maksimum dari hasil kombinasi pembebanan.
a. Kolom 25 x 25
Gaya-gaya yang bekerja pada kolom 25 x 25 dapat dilihat pada Tabel 6. 20 berikut.
MAJOR MINOR
MAJOR MINOR AXIAL TORSIONAL
COL ID MOMENT MOMENT
SHEAR SHEAR FORCE MOMENT
TOP BOTTOM TOP BOTTOM
1 252.79 -182.72 -128.09 -99.31 278.36 111.08 -4051.96 -7.57
2 226.08 -178.58 -119.02 78.26 146.52 20.08 -1993.1 -7.57
3 21.3 -63.21 -24.86 -18.89 161.22 48.68 -4241.38 -7.57
4 98.04 -106.44 -60.14 -128.79 204.09 97.91 -4640.77 -7.57
5 25.43 -65.54 -26.76 -92.23 151.69 71.74 -4540.54 -7.57
6 124.24 -121.2 -72.19 18.44 60.17 11.28 -4232.53 -7.57
7 -113.55 12.77 37.15 216.07 -81.07 -87.4 -2000.27 -7.57
8 -216.54 109.41 95.87 -199.11 152.83 103.51 -2532.86 -7.57
9 -623.49 356.85 288.34 95.81 -13.32 -32.1 -3250.56 -7.57
10 -238.67 178.68 122.75 -291.9 205.11 146.18 -2070.81 -7.57
11 -31.21 61.8 27.36 -132.73 135.01 72.36 -4314.44 -7.57
12 -82.88 90.91 51.12 -173.59 237.8 111.19 -4316.15 -7.57
13 113.9 -19.96 -39.37 -437.11 436.86 257.05 -2103.8 -7.57
14 178.76 -67.4 -72.4 -338.23 412.96 220.94 -4282.07 -7.57
15 23.58 -71.07 -25.58 -75.2 142.1 63.91 -615.33 -7.57
16 59.59 -88.9 -40.13 -117.89 197.95 92.89 -514.08 -7.57
17 -251.43 204.04 133.96 -211.06 218.63 126.38 -1756.48 -7.57
18 103.88 3.86 -29.42 -251.76 273.37 154.45 -1706.81 -7.57
19 272 -165.83 -128.77 -411.87 422.64 245.44 -4293.68 -7.57
20 256.74 -139.05 -116.41 -128.23 262.85 115.02 -4441.16 -7.57
21 -288.46 149.93 128.94 -171.27 228.03 117.44 -2553.34 -7.57
22 -343.48 199.1 159.58 -47.84 158.49 60.69 -4149.2 -7.57
23 73.19 -53.82 -37.36 -119.71 167.17 84.38 -1342.58 -7.57
24 338.59 -185.16 -154.04 2.39 98.38 28.23 -4201.81 -7.57
b. Kolom 15 x 15
Gaya-gaya yang bekerja pada kolom 15 x 15 dapat dilihat sebagai berikut:
MAJOR MINOR
MAJOR MINOR AXIAL TORSIONAL
COL ID MOMENT MOMENT
SHEAR SHEAR FORCE MOMENT
TOP BOTTOM TOP BOTTOM
25 14.65 -9.95 -7.24 -58.31 61.96 35.37 -1794.82 -0.98
26 11.71 -5.91 -5.18 -37.92 50.4 25.98 -1458.67 -0.98
27 -48.07 31.59 23.43 -30.15 38.69 18.61 -783.97 -0.98
28 2.1 4.55 0.72 -49.55 45.19 27.86 -5135.28 -0.98
29 -20.01 17.09 10.91 -43.53 37.64 23.88 -5141.11 -0.98
30 11.92 -8.39 -5.97 -19.62 18.77 10.38 -1695.8 -0.98
31 -31.17 12.44 12.83 -6.39 26.86 8.99 -755.92 -0.98
32 0 0.69 0.19 0 9 2.43 -2599.9 -0.98
33 0 0.69 0.19 0 19.72 5.33 -2599.9 -0.98
34 0 -1.56 -0.42 0 19.72 5.33 -99.9 -0.98
Parameter tanah yang akan digunakan adalah parameter tanah dasar, yaitu:
1. Beban rencana
Beban terpusat kolom = 4,64 t
Beban rencana kolom (P) = 6,00 t
2. Tekanan yang bekerja pada lapisan tanah dasar
FS = qu/P = 14,11
FS > FSijin Daya dukung tanah oke!
Perencanaan geometrik jalan tergantung pada kondisi topografi daerah yang akan dilalui
jalan tersebut dan fungsi serta kecepatan lalu lintas yang akan lewat. Jalan pada lokasi
Pelabuhan Perikanan Tasikmalaya direncanakan sebagai berikut :
1. Bagian Lurus
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Sub Bab 4.8.2.2 bahwa panjang maksimum bagian
lurus harus dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 2,5 menit dengan pertimbangan
keselamatan pengemudi akibat kelelahan. Berdasarkan klasifikasi jalan dan kondisi geografis
di lokasi, panjang bagian jalan yang lurus direncanakan kurang dari 2.000 m.
2. Tikungan
Perencanaan tikungan dilakukan pada jalan akses pelabuhan saja, mengingat jalan tersebut
juga berfungsi sebagai jalan untuk lalu lintas umum selain lalu lintas operasional pelabuhan
perikanan. Untuk jalan kompleks pelabuhan tidak direncanakan alinyemen horizontal karena
pergerakan di dalam pelabuhan tidak memerlukan manuver yang cepat.
a. Menentukan titik awal proyek (A) dengan stasionnya dan titik akhir proyek (B).
b. Menentukan arah utara yang sejajar salah satu garis grid.
c. Menentukan besar skala.
d. Menentukan jarak antar grid.
e. Menentukan koordinat acuan.
f. Dalam membuat trase dihindari memotong tegak lurus kontur, akan tapi sedapat
mungkin dibuat sejajar kontur.
g. Tikungan dianjurkan tidak pada daerah menanjak, sebaiknya pada daerah datar.
h. Jika trase melalui sungai, usahakan jarak minimal tepi sungai ke lengkung
peralihan (Ts) adalah 50 m.
Berdasarkan kontur yang ada dan faktor tata ruang maka ditentukan trase terbaik dari
jalan yang direncanakan dengan mempertimbangkan jalan lama yang telah ada. Trase
jalan baru ini terdiri dari 4 buah tikungan yang salah satunya merupakan tikungan
tajam dan 2 buah jalan lurus.
b. Perhitungan koordinat, jarak (d), azimuth (α), dan sudut tikungan (∆)
Berdasarkan trase jalan yang dibuat dengan menggunakan peta kontur dengan skala 1:
2.000, diperoleh koordinat-koordinat titik awal proyek (A), titik akhir proyek (B) serta
koordinat titik pusat tikungan. Perhitungan sudut tikungan dapat diperoleh dari
koordinat-koordinat tersebut. Hasil perhitungan koordinat, jarak, azimuth, dan sudut
tikungan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 6. 22 Perhitungan Koordinat, Jarak (d), Azimuth (α), dan Sudut Tikungan (∆).
Contoh Perhitungan:
Koordinat A (178.524,633; 9.139.921,278)
Koordinat I (178.558,283; 9.139.898,897)
Koordinat II (178.620,087; 9.140.025,257)
a. Jarak:
b. Azimuth :
XI − XA
α A = tan −1
Y −Y
= -56,372
I B
Karena harga α berada pada kuadran II maka ditambah 180o, jadi harga αA adalah
sebesar 123,628o
c. Sudut tikungan:
Titik I:
∆I = αI − αA
= 26,064 – 123,628
= -97,565o
= 97,565o (dipakai harga mutlak)
c. Penentuan nilai jari-jari (R) minimum dan data-data tikungan
Perencanaan tikungan pada suatu trase jalan sangat dipengaruhi oleh panjang Ts
antara dua tikungan yang saling berdekatan di mana jumlah kedua Ts harus lebih kecil
dengan jarak antara titik pusat dua tikungan yang berdekatan.
Berdasarkan peta kontur dan trase jalan yang direncanakan maka akan dibuat jenis
tikungan yang sama yaitu tikungan tipe Spiral-Lingkaran-Spiral pada keempat buah
titik tikungan, yaitu titik I, II, III dan IV. Untuk memperoleh harga jari-jari (R)
minimum dilakukan dengan cara coba-coba hingga mendapatkan harga Ts yang sesuai
agar dapat menghindari overlap pada diagram superelevasi kedua tikungan yang
berdekatan. Besarnya nilai superelevasi dan lengkung Ls berdasarkan superelevasi
maksimum 10 %. Contoh perhitungan penentuan R dan data tikungan:
Tikungan IV
Untuk Vr = 50 km/jam
∆ = 61,516o
Ambil Rc = 143 m
maka,
Ls = 50 m
θs = Ls/2.R = 10,017o
∆c = ∆ - 2θs = 41,483o
Lc = (∆c/180).π.Rc = 103,533 m
Ltot = Lc + 2.Ls = 203,533 m
Xc = Ls – Ls3/40.Rc2 = 49,987 m
Yc = Ls2/6.Rc = 2,914 m
k = Xc – Rc sin θs = 24,974 m
p = Yc – Rc(1-cos θs) = 0,734 m
Ts = (Rc+p) tan (0,5∆) + k = 110,514 m
Es = (Rc+p) sec (0,5∆) – Rc = 24,262 m
Tikungan I II III IV
Tipe SCS SCS SCS SCS
Vr, (km/jam) 20 40 40 50
Rmin (m) 25 84 70 143
e 0.100 0.082 0.092 0.077
Ls (m) 20 35 45 50
Lc (m) 22.571 39.549 64.801 103.533
0s 22.918 11.937 18.417 10.017
Delta c 51.728 26.976 53.040 41.483
Yc (m) 2.667 2.431 4.821 2.914
Xc (m) 19.680 34.848 44.535 49.847
k (m) 9.945 17.474 22.421 24.974
p (m) 0.693 0.614 1.236 0.734
Ts (m) 39.276 57.697 93.499 110.514
Es (m) 13.993 9.688 30.632 24.262
Ltotal (m) 62.571 109.549 154.801 203.533
f. Superelevasi
Pada saat kendaraan memasuki tikungan, kendaraan mengalami gaya gesek akibat
gaya sentrifugal sesuai dengan kemiringan (superelevasi) jalan. Besarnya superelevasi
dan gaya gesek yang terjadi di tikungan dapat dilihat di tabel berikut ini.
Kecepatan yang direncanakan untuk kawasan ini adalah sebesar 40 - 50 km/jam, dengan
kemiringan melintang jalan maksimal 10 %.
Untuk menghitung lalu lintas rencana di lokasi, perlu dilakukan perkiraan volume kendaraan
yang akan melewati jalan rencana seperti berikut:
Perhitungan lalu lintas rencana secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. 27. Dari hasil
perhitungan diperoleh Lintas Ekivalen Rencana (LER) untuk masing-masing jenis jalan:
Dari data tanah dasar untuk CBR ≥ 6 % dengan menggunakan grafik korelasi CBR dan daya
dukung tanah (DDT) diperoleh daya dukung tanah sebesar 5.
Perencanaan tebal perkerasan didasarkan pada indeks tebal perkerasan yang mengacu pada
indeks permukaan seperti yang telah dijelaskan pada Sub Bab 4.8.8. Dari hasil perhitungan
indeks tebal perkerasan dapat disimpulkan perkerasan untuk masing-masing jenis jalan
sebagai berikut:
Lintas Lintas
Beban Sumbu Lintas Ekivalen
Volume Ekivalen Kendaraan Lintas Ekivalen Permulaan Ekivalen Ekivalen
Tipe Jalan Jenis Kendaraan (ton) Rencana
Kendaraan Akhir Tengah
Depan Belakang Depan Belakang E C LEP LEP Total LEA LET FP LER
Jalan Komplek I Truk 10 ton 100 4 6 0.0577 0.2923 0.3500 0.50 17.500 21.583 69.218 45.400 2 90.801
Mobil Penumpang 500 1 1 0.0002 0.0002 0.0004 0.50 0.100
Bus 50 3 5 0.0183 0.141 0.1593 0.50 3.983
Jalan Akses Truk 10 ton 35 4 6 0.0577 0.2923 0.3500 0.45 5.513 5.522 17.708 11.615 2 23.230
Mobil Penumpang 75 1 1 0.0002 0.0002 0.0004 0.30 0.009
Indeks Tebal
Lapis Permukaan Lapis Pondasi Atas Lapis Pondasi Bawah
Tipe Jalan Jenis Kendaraan Volume Kendaraan % Kendaraan Berat Perkerasan
Jalan Akses Truk 10 ton 100 23.08% 8.25 0.40 7.50 LASTON 0.28 10.00 LASTON 0.13 18.85 Sirtu
Mobil Penumpang 500 ATAS (Kelas A, CBR 70)
Bus 50
Jalan Kompleks Truk 10 ton 35 31.82% 7.25 0.35 7.50 LASBUTAG 0.12 20.00 Batu Pecah 0.11 20.23 Sirtu
Mobil Penumpang 75 (Kelas C, CBR 60) (Kelas C, CBR 30)
Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai perhitungan perencanaan teknis sistem drainase
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Sub Bab 4.9. Perencanaan sistem drainase tidak
dapat berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi harus mempertimbangkan saluran-saluran air yang
ada terutama saluran alam (sungai) sehingga saluran drainase yang baru merupakan satu
kesatuan sistem yang utuh dengan keadaan sekitarnya. Di samping itu juga, perencanaan
sistem drainase perlu mempertimbangkan perubahan tata guna lahan yang ada pada daerah
tersebut selama umur rencana proyek karena kondisi permukaan tanah dalam perencanaan
drainase memberikan gambaran persentase air permukaan atau air limpasan (run off).
Perencanaan sistem drainase diupayakan secara optimal agar mampu mengalirkan air dari
awal atau hulu sampai dengan pembuangan terakhir tanpa halangan apapun (tersumbat,
dimensi terlalu kecil, dll).
Masukan utama yang digunakan dalam perencanaan sistem drainase adalah hasil analisa data
hidrologi yang telah dilakukan pada Sub Bab 3.4. Langkah-langkah perhitungan kapasitas
dan dimensi saluran samping seperti yang telah dijelaskan pada Sub Bab 4.9. Secara garis
besar, data yang digunakan dalam perencanaan ini adalah:
⇒ Curah hujan rencana untuk periode ulang 10 tahun sebesar 691,215 mm yang dihitung
dengan metoda Gumbell.
⇒ Intensitas hujan rencana dari kurva IDF untuk periode ulang 10 tahun.
⇒ Luas daerah tangkapan hujan (catchment area).
⇒ Dimensi saluran rencana.
Pada perencanaan saluran ini, digunakan saluran segiempat berdimensi ekonomis, yaitu
ukuran B = 2H, sehingga diperoleh hubungan:
Q = 2h2.1/n.(0.5h)2/3.S1/2
⇒ Koefisien manning (n) = 0,015 untuk pasangan batu kali
⇒ Kemiringan saluran 0,002.
Untuk penentuan dimensi saluran drainase ini lokasi dibagi menjadi beberapa area tangkapan
air hujan (catchment area) di mana masing-masing area terdiri dari beberapa bangunan.
Lokasi dibagi dalam 7 (tujuh) catchment area yang luasnya disesuaikan dengan luas masing
bangunan dan lahan di sekitarnya. Pembagian cathcment area yang dilakukan dapat dilihat
pada Tabel 6. 29 berikut ini.
Luas
Area Fasilitas 2 Rencana Tipe Saluran dan Bahan
(m )
AREA 1 Gardu PLN, Shelter Nelayan
3,463.84 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Masjid, WC/Tempat Wudhu
AREA 2 Gedung Serba Guna, TPI
Kantor Administrasi, Parkir TPI 5,522.39 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Parkir Kantor
AREA 3 Rumah Alat, Kantin
Pos Satpam, Pemadam Kebakaran
4,469.59 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Area Parkir Pelabuhan, Kantor BBM
Tempat Distribusi BBM
AREA 4 Pabrik Es, Cold Storage
Rumah Pompa, Tangki Air 4,649.18 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Gudang Pengepakan
AREA 5 Area Penjemuran, Area Industri
11,138.60 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Tempat Limbah Padat dan Cair
AREA 6 Bengkel, Docking Area
3,884.62 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Gudang Suku Cadang
AREA 7 Jalan Akses Pelabuhan Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Penentuan dimensi dan kapasitas saluran dengan cara coba-coba, mengambil ukuran saluran
untuk lebar dan tinggi tertentu. Penetapan dimensi terpilih dilakukan dengan
membandingkan debit limpasan yang terjadi dan kapasitas saluran yang diambil. Syarat
antara debit limpasan dan kapasitas saluran adalah:
Dimensi Saluran
Area Fasilitas
b (cm) h (cm)
AREA 1 Gardu PLN, Shelter Nelayan
50 50
Masjid, WC/Tempat Wudhu
AREA 2 Gedung Serba Guna, TPI
Kantor Administrasi, Parkir TPI 50 50
Parkir Kantor
AREA 3 Rumah Alat, Kantin
Pos Satpam, Pemadam Kebakaran
50 50
Area Parkir Pelabuhan, Kantor BBM
Tempat Distribusi BBM
AREA 4 Pabrik Es, Cold Storage
Rumah Pompa, Tangki Air 50 50
Gudang Pengepakan
AREA 5 Area Penjemuran, Area Industri
50 50
Tempat Limbah Padat dan Cair
AREA 6 Bengkel, Docking Area
50 50
Gudang Suku Cadang
AREA 7 Jalan Akses Pelabuhan 50 50
Luas Daerah Koef. Kelandaian Koef. Jarak Terjauh Waktu Waktu Intensitas Curah Debit
Node Inlet Time
Pengaliran Pengaliran Permukaan Hambatan Dari Saluran Pengaliran Konsentrasi Hujan Limpasan
Posisi
(A) (Lt) (t1) (t2) (tC) (I) (Qa)
Awal Akhir (Cw) (k) (nd)
m2 m menit menit menit mm/jam m3/det
12 22 Kiri 248.12 0.35 0.025 0.107 5.00 1.40 0.000 1.40 492.190 0.029
Kanan 354.46
11 21 Kiri 0.00 0.29 0.025 0.007 5.00 0.87 0.000 0.87 494.910 0.010
Kanan 248.12
A1 21 Kiri 419.66 0.14 0.025 0.107 38.42 1.96 2.496 4.46 476.783 0.082
Kanan 3,883.18
C1 B1 Kiri 333.72 0.70 0.025 0.013 6.00 1.01 2.194 3.21 482.961 0.140
Kanan 1,159.34
A2 B1 Kiri 380.49 0.70 0.025 0.013 6.00 1.01 1.344 2.36 487.248 0.059
Kanan 238.77
B1 B2 Kiri 1.00 0.70 0.025 0.013 1.00 0.75 0.340 1.09 493.777 0.000
Kanan 1.00
C2 B2 Kiri 4,131.80 0.66 0.025 0.107 47.01 2.03 0.981 3.01 483.945 0.399
Kanan 333.72
B2 31 Kiri 1,311.84 0.16 0.025 0.107 27.93 1.86 0.811 2.67 485.653 0.031
Kanan 157.20
C2 D2 Kiri 151.20 0.24 0.025 0.057 37.15 1.76 0.953 2.71 485.467 0.090
Kanan 2,669.38
D2 41 Kiri 861.89 0.75 0.025 0.100 24.60 1.80 0.731 2.53 486.353 0.087
Kanan 0.00
D2 E2 Kiri 254.25 0.75 0.025 0.107 37.16 1.95 1.603 3.55 481.232 0.187
Kanan 1,616.21
E2 51 Kiri 225.61 0.75 0.025 0.200 25.50 2.04 0.731 2.77 485.172 0.091
Kanan 671.65
E2 F2 Kiri 50.99 0.74 0.025 0.107 8.09 1.51 0.321 1.83 489.925 0.019
Kanan 137.48
G F2 Kiri 177.75 0.75 0.025 0.100 9.25 1.53 0.517 2.05 488.827 0.018
Kanan 0.00
F2 I2 Kiri 192.75 0.70 0.025 0.013 14.38 1.17 1.220 2.39 487.071 0.105
Kanan 917.51
G H2 Kiri 442.69 0.59 0.025 0.107 12.92 1.64 0.549 2.19 488.125 0.057
Kanan 279.52
M2 61 Kiri 28.82 0.24 0.025 0.107 10.00 1.57 0.215 1.78 490.194 0.004
Kanan 98.34
J2 H1 Kiri 124.38 0.72 0.025 0.107 12.92 1.64 0.474 2.11 488.512 0.050
Kanan 389.43
H1 71 Kiri 46.52 0.73 0.025 0.107 4.81 1.39 0.215 1.60 491.126 0.008
Kanan 28.82
I2 K2 Kiri 113.79 0.74 0.025 0.013 10.03 1.10 0.713 1.82 490.017 0.051
Kanan 394.78
K2 L2 Kiri 63.53 0.75 0.025 0.007 3.00 0.80 0.402 1.21 493.182 0.007
Kanan 0.00
J1 L2 Kiri 406.77 0.74 0.025 0.013 10.78 1.12 0.713 1.83 489.949 0.052
Kanan 113.04
L2 L1 Kiri 6.40 0.70 0.025 0.007 1.00 0.67 0.121 0.79 495.358 0.001
Kanan 0.00
C1 K1 Kiri 2,535.39 0.70 0.025 0.013 10.00 1.10 2.973 4.08 478.655 0.307
Kanan 760.62
K1 L1 Kiri 0.00 0.70 0.025 0.007 3.00 0.80 0.546 1.35 492.433 0.008
Kanan 86.55
J2 M2 Kiri 132.99 0.70 0.025 0.013 9.92 1.10 1.001 2.10 488.548 0.054
Kanan 440.11
M2 91 Kiri 29.78 0.70 0.025 0.013 8.60 1.08 0.216 1.29 492.732 0.011
Kanan 85.32
O1 M1 Kiri 328.09 0.70 0.025 0.013 9.92 1.10 0.788 1.89 489.640 0.043
Kanan 125.02
M1 101 Kiri 85.32 0.70 0.025 0.013 8.60 1.08 0.216 1.29 492.732 0.011
Kanan 29.77
L1 O2 Kiri 785.57 0.71 0.025 0.013 13.71 1.16 1.073 2.24 487.869 0.092
Kanan 170.15
O2 111 Kiri 119.76 0.10 0.025 0.107 6.92 1.47 0.329 1.80 490.086 0.002
Kanan 0.00
K1 N Kiri 567.04 0.73 0.025 0.013 15.14 1.18 1.072 2.25 487.771 0.140
Kanan 850.67
O2 N Kiri 0.00 0.10 0.025 0.100 6.92 1.46 0.546 2.00 489.053 0.003
Kanan 199.57
P 121 Kiri 1,075.67 0.10 0.025 0.200 37.98 2.18 0.587 2.76 485.192 0.022
Pada dasarnya sistem penerangan dirancang untuk memberikan level penerangan yang cukup
tanpa menimbulkan kesan silau, ekonomis serta memberikan nilai tambah bagi estetika.
Terdapat dua jenis sistem penerangan yang digunakan, yaitu penerangan di dalam bangunan
dan penerangan di luar bangunan.
Untuk memenuhi kebutuhan penerangan buatan di dalam bangunan digunakan jenis lampu
fluorescent (TL), lampu pijar, lampu TL.
Untuk Lampu navigasi/mercu di mulut alur pelayaran digunakan lampu navigasi tipe MR –
156 atau yang setara dengan kapasitas ± 10 mil. Tenaga menggunakan tenaga surya yang
dikumpulkan melalui photo voltaic molded/ glass solar module dan disimpan dalam Lead
Acid Battery Discharge. Lampu ini disusukkan di atas menara suar dari konstruksi beton
setinggi 8 meter. Diperkirakan lampu navigasi ini dapat terlihat dari jarak sebesar 32 km dari
laut (horizontal).
Penentuan tatanan pelabuhan berkaitan erat dengan pengembangan pelabuhan dalam jangka
waktu yang sudah direncanakan (masterplan). Berikut ini akan diuraikan mengenai tatanan
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut yang berlaku di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri
Perhubungan No. 54. 2002 mulai dari tingkatan yang tertinggi.
⇒ Pelabuhan yang melayani angkutan alih muat (transhipment) peti kemas nasional dan
internasional dengan skala pelayanan transportasi laut dunia.
⇒ Berperan sebagai pelabuhan induk yang melayani angkutan peti kemas nasional dan
internasional sebesar 2.500.000 TEU’s/ tahun atau angkutan lain yang setara.
⇒ Berperan sebagai pelabuhan alih muat angkutan peti kemas nasional dan internasional
dengan pelayanan berkisar dari 3.000.000 – 3.500.000 TEU’s/ tahun atau angkutan
lain yang setara.
⇒ Berada dengan dekat dengan jalur pelayaran internasional kurang lebih 500 mil.
⇒ Kedalaman minimal pelabuhan: -12 m LWS.
⇒ Memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 350 m, 4 crane dan lapangan
penumpukan peti kemas seluas 15 ha.
⇒ Jarak dengan pelabuhan internasional lainnya 500 – 1000 mil.
2. Pelabuhan Utama Sekunder (Nasional)
⇒ Berperan sebagai pusat distribusi peti kemas nasional dan pelayanan angkutan peti
kemas internasional.
⇒ Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan angkutan peti kemas.
⇒ Melayani angkutan peti kemas sebesar 1.500.000 TEU’s/ tahun atau angkutan lain
yang setara.
⇒ Berada dekat dengan jalan pelayaran internasional kurang lebih 500 mil dan jalur
pelayaran nasional kurang lebih 50 mil.
⇒ Kedalaman minimal pelabuhan –9 m LWS.
⇒ Memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 250 m, 2 crane dan lapangan
penumpukan kontainer seluas 10 Ha.
⇒ Jarak dengan pelabuhan internasional lainnya 200 – 500 mil.
3. Pelabuhan Utama Tersier (Nasional)
Jenis pelabuhan yang akan dibangun di Desa Katapop, Kabupaten Sorong adalah pelabuhan
barang. Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang akan dilengkapi dengan fasilitas bongkar
muat barang. Lokasi pelabuhan berada di Selat Katapop dengan perairan laut yang cukup
tenang sehingga memudahkan bongkar muat barang. Pelabuhan barang ini bisa dibuat oleh
pemerintah sebagai pelabuhan niaga umum atau perusahaan swasta untuk keperluan transpor
1. Dermaga harus panjang dan harus dapat menampung seluruh panjang kapal atau
setidak-tidaknya 80% dari panjang kapal. Hal ini disebabkan karena muatan kapal
dibongkar muat melalui bagian muka, belakang dan tengah kapal.
2. Mempunyai halaman dermaga yang cukup lebar untuk keperluan bongkar muat
barang. Barang yang akan dimuat disiapkan di atas dermaga dan kemudian diangkat
dengan kran masuk kapal. Demikian pula pembongkaran barang dilakukan dengan
kran dan barang diletakkan di atas dermaga yang kemudian diangkat ke gudang
penyimpanan.
4. Tersedia jalan dan halaman untuk pengambilan/pemasukan barang dari dan ke gudang
serta mempunyai fasilitas untuk reparasi.
Jenis muatan yang bisa diangkut melalui pelabuhan ini bisa berupa:
Alat utama di dalam pelabuhan adalah kapal, kapal yang diperkirakan akan masuk dan
sandar di Pelabuhan Container Katapop, adalah kapal barang baik kapal General Cargo
maupun kapal Container. Tabel 6.1 menunjukkan kapasitas angkut dari tiap karakteristik
kapal yang berlayar di Indonesia.
Bongkar muat dari darat ke kapal atau sebaliknya dilakukan dengan bantuan alat bantu darat
atau alat bantu yang melekat pada kapal (kran kapal). Pelayanan muatan dalam satu tahun
saat ini dihitung satu hari bekerja selama 8 jam. Di masa datang, dengan volume bongkar
muat yang semakin meningkat diperkirakan jumlah jam kerja dalam satu hari selama 21 jam
dengan 3 shift kerja atau 7.560 jam setahun. Dalam satu tahun dihitung waktu kerja selama
360 hari kerja.
Kapasitas dermaga umum dapat diambil dari bongkar muat rata-rata general cargo dan bag
cargo sebagai berikut:
Perhitungan kebutuhan panjang dermaga untuk kegiatan bongkar muat mengacu pada data
hasil prediksi arus bongkar muat barang berdasarkan jenis komoditi, volume barang dan
jenis kemasan di Pelabuhan Container Katapop dengan periode 5 (lima) tahunan. Kapal
rencana untuk perkiraan kebutuhan dermaga Pelabuhan Container Katapop adalah kapal
dengan bobot 3000 DWT. Kebutuhan dermaga sesuai rentang waktu rencana dapat disarikan
pada Tabel 6.2.
Tahun Rencana
No. Uraian Satuan
2005 2010 2015 2020 2025 2030
Berikut ini adalah contoh perhitungan panjang dermaga, berdasarkan proyeksi arus lalu
lintas barang pada tahun 2005:
5. Berth Occupancy Ratio (BOR) untuk lima tahun pertama sampai dengan tahun 2010
sebesar 60 %, diperkirakan lima tahun berikut dan seterusnya kinerja pelayanan kapal
dan fasilitas pelabuhan sudah baik sehingga BOR pada tahun 2010 – 2020 sebesar 60
%, BOR pada tahun 2020 - 2025 sebesar 70% dan BOR pada tahun 2025 - 2030
sebesar 80%.
6. Produktivitas gang per jam, diambil sesuai dengan kinerja pelabuhan yang telah
dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
8. Produktivitas crane per jam, asumsi yang diambil adalah mulai tahun 2005 telah
menggunakan container crane dengan produktivitas crane per jam untuk masa tahun
rencana:
Tahun 2005 = 12 TEUS/crane/jam
Tahun 2010 = 12 TEUS/crane/jam
Tahun 2015 = 20 TEUS/crane/jam
Tahun 2020 = 20 TEUS/crane/jam
Tahun 2025 = 22 TEUS/crane/jam
Tahun 2030 = 22 TEUS/crane/jam
= 18 jam x 12 TEUS/crane/jam
= 216 TEUS/crane
= 1.33 gang/hari
= 0,04 crane/hari
0,04 x 100
Panjang kapal container = = 7,71m
50%
14. Jumlah dermaga cargo tahun 2005, dihitung berdasarkan asumsi jenis kapal yang akan
masuk ke pelabuhan:
= (1 x 88 m) + (1 - 1) x 15 m + (2 x 25 m)
= 138 m
Tabel 6. 3 Kebutuhan Transit Shed, Open Storage dan Warehaouse Untuk Masa Tahun
Rencana Pengembangan.
Tahun Rencana
No. Uraian Satuan
2005 2010 2015 2020 2025 2030
2
1 Open Storage m 3,993.17 5,486.66 7,844.95 11,499.84 19,431.87 29,005.03
5. Faktor keamanan.
365 hari x 2 m
= 4.472,35 m2
365 hari x 2 m
= 666 m2
201.903 × 8
=
365
= 4.732,65 ton
NHVR= HCR/DOC
4.425,26
=
0.7
= 6.760,92 m2
= 1,2 X 6.760,92
= 8.113,11 m2
7.586,16
=
2
= 4.056,55 m2
= 5.679,18 m2
40
= 5.310,31 × 1 +
100
= 7.950,85 m2
di mana:
Peralatan bantu angkat yang diperlukan untuk penanganan bongkar muat di pelabuhan
disesuaikan dengan jenis barang atau kemasan yang akan dipindahkan. Pada terminal
cargo/multi purpose diperlukan peralatan-peralatan bantu angkat antara lain Mobile crane,
forklift, head truk dan trailer.
Tabel 6. 4 Kebutuhan Peralatan Bantu Angkat Untuk Masa Tahun Rencana Pengembangan.
Tahun Rencana
No. Peralatan Bantu Satuan
2005 2010 2015 2020 2025 2030
4 Trailer Unit 1 1 1 2 3 4
Contoh perhitungan kebutuhan peralatan bantu angkat untuk tahun 2005 dapat diberikan
sebagai berikut:
18 jam/hari x 30 jam
Tempat parkir terbesar sesuai daerah pelayanan masing-masing bangunan yaitu daerah
sekitar dermaga dan daerah sekitar bangunan fasilitas perkantoran. Area parkir disediakan
untuk keperluan:
Perhitungan untuk kebutuhan area parkir untuk truk adalah sebagai berikut:
Tabel 6. 5 Kebutuhan Luas Parkir Truk dan Peralatan Bantu Untuk Masa Tahun Rencana
Pengembangan.
Tempat parkir untuk fasilitas non truk dihitung dari jumlah mobil dan motor dengan
memperkirakan perkiraan jumlah karyawan atau pengunjung di area pelabuhan. Untuk satu
unit mobil membutuhkan ruang gerak parkir kira-kira sebesar 14,4 m2 sedangkan untuk satu
unit motor memerlukan ruang gerak parkir kira-kira 3,75 m2. Perhitungan kebutuhan luas
parkir non truk dapat diberikan sebagai berikut: