Anda di halaman 1dari 101

BAB VI

PERENCANAAN TEKNIS FASILITAS

6.1. PARAMETER FISIK LOKASI

Perencanaan desain teknis didasarkan atas keadaan fisik lokasi proyek berdasarkan analisa
keadaan fisik lokasi proyek sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 3. Hasil-hasil analisa
yang akan digunakan untuk perencanaan desain teknis fasilitas-fasilitas pelabuhan adalah
sebagai berikut:

1. Pasang Surut

⇒ Dari hasil analisa, pasang surut di lokasi memiliki tipe campuran condong ke harian
ganda (semidiurnal) dengan pasang tunggang yang terjadi sebesar 2,04 m.
⇒ Elevasi muka air perencanaan diambil untuk acuan LLWL (Lowest Low Water Level)
di mana:
HHWL = 2,04 m
MSL = 0,97 m
LLWL = 0,00 m
2. Suhu Udara, Kelembaban dan Curah Hujan

⇒ Suhu udara rata-rata bulanan maksimum yang terjadi sebesar 27,70 0C dan rata-rata
bulanan minimum sebesar 22,90 0C.
⇒ Kelembaban udara rata-rata bulanan berkisar antara 80 % sampai dengan 92 %.
⇒ Curah hujan rencana diambil dari hasil perhitungan dengan metode Gumbell untuk
periode ulang 10 tahun sebesar 304,12 mm.
⇒ Persamaan intensitas hujan rencana yang digunakan adalah hasil analisa dengan kurva
IDF untuk periode ulang 10 tahun, yaitu:
I10 = 46.644,28/(t + 93,373)

3. Arus

⇒ Arus yang terjadi mempunyai kecepatan sebesar 0,17 m/detik dengan arah rata-rata ke
arah Barat.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 1


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

4. Angin

⇒ Pada musim Barat Laut di bulan November hingga Maret, angin bertiup dominan dari
arah Barat dengan kecepatan rata-rata 1-3 m/s.
⇒ Pada musim Tenggara Laut di bulan Mei hingga September, angin bertiup dominan
dari arah Tenggara dengan kecepatan rata-rata 3-5 m/s.
⇒ Angin dominan tahunan bertiup dari arah Tenggara dengan kecepatan 3-5 m/s.
⇒ Kecepatan angin perencanaan sebesar 24,97 km/jam atau 6,95 m/dtk dengan arah
angin dari Barat Daya.
5. Gelombang

⇒ Gelombang dominan berasal dari arah Tenggara dengan tinggi antara 0,3-0,6 m.
⇒ Gelombang signifikan dengan periode ulang 5 tahun di mana tinggi gelombang
signifikan (HS) sebesar 4,61 m dan periode signifikan (TS) sebesar 8,25 detik.
⇒ Tinggi gelombang operasional 0,5 m.
6. Keadaan Tanah

Keadaan tanah dasar berdasarkan hasil analisa sebagai berikut:

⇒ Berat jenis tanah (γtanah dasar) : 1,95 ton/m3


⇒ Kohesi (C) : 0,96 ton/m2
⇒ Sudut geser dalam (φ) : 45o
⇒ Kuat tekan bebas (qu) : 1,36 ton/m2
Data tanah timbunan yang digunakan:

⇒ Massa jenis tanah dasar, γtimbunan : 1,9 ton/m3


⇒ Kohesi, C : 0,9 ton/m2
⇒ Sudut geser dalam tanah, φ : 30o
 φ
⇒ Koefisien tanah aktif, Ka : tan 2  45 −  = 0,333
 2

6.2. FASILITAS YANG DIRENCANAKAN

Jenis fasilitas yang direncanakan terbagi menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu:

1. Fasilitas Laut, yang terdiri dari:

⇒ Alur dan kolam pelabuhan.


⇒ Jetty pengarah alur.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 2


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

⇒ Perkuatan dinding kolam pelabuhan (Retaining Wall).


⇒ Dermaga pelabuhan.
⇒ Perkuatan dinding pantai.
2. Bangunan Darat, yang terdiri dari:

⇒ Bangunan-bangunan fungsional dan pendukung.


⇒ Jalan pelabuhan.
⇒ Sistem drainase lahan.
⇒ Sistem penerangan.

6.3. ALUR PELAYARAN

Alur pelayaran direncanakan selebar 60,0 m di mana kapal dapat masuk-keluar kolam
pelabuhan secara 2 arah. Kedalaman alur sebesar 3,5 m diukur dari Lowest Low Water Level
(LLWL). Perencanaan alur secara lengkap dapat dilihat pada Sub Bab 4.3..

Alur pelayaran direncanakan akan dilindungi oleh bangunan pengarah yang pada bagian
ujungnya dilengkapi dengan menara suar sebagai pemandung navigasi. Pemandu navigasi di
perairan juga dilengkapi dengan jenis pelampung (Buoy). Struktur pengarah alur harus tegak
lurus dengan sisi dalam alur sehingga tidak mengurangi lebar alur dan direncanakan kuat
terhadap benturan gelombang. Tipe struktur bangunan yang akan digunakan untuk bangunan
pengarah adalah struktur caisson.

Gambar 6. 1 Potongan Melintang Alur Pelabuhan.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 3


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.3.1 Bangunan Pengarah Alur

Pemasangan kaison dilakukan pada daerah karang di depan mulut alur rencana dengan
elevasi muka air acuan ± 0,0 LLWL. Elevasi puncak kaison dapat dihitung sebagai berikut:

El.puncak kaison = HHWL + tinggi jagaan


= 2,04 + 0,5 = + 2,54 m LLWL
Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, pemasangan kaison dilakukan untuk
melindungi alur pelabuhan kedalaman -3,5 m LLWL. Dengan asumsi elevasi dasar kaison
sama dengan elevasi dasar alur maka tinggi kaison adalah:

H kaison = El.puncak kaison + dasar alur


= 2,54 + 3,5 = 6,04 m
Untuk perencanaan diambil tinggi kaison (Hkaison) 7,0 m. Kaison direncanakan menggunakan
material pengisi dari pasir yang kemudian ditutup dengan pelat pada bagian atasnya.
Selengkapnya mengenai gambar kaison dapat dilihat pada Gambar 6. 2 dengan ukuran
sebagai berikut:

Kaison Pelat penutup


Panjang (P) = 4,0 m Panjang (Pp) = 4,0 m
Lebar (L) = 7,0 m Lebar (Lp) = 7,0 m
Tinggi (H) = 7,0 m Tebal (tp) = 0,3 m
Tebal (t) = 0,3 m

Gambar 6. 2 Tipikal Kaison Pengarah Alur.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 4


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.3.2 Analisa Geoteknik Kaison

Sistem kaison terbuat dari beton berongga yang diisi dengan material pengisi untuk
menambah beban struktur. Kaison termasuk struktur jenis gravitasi yang mengandalkan
beratnya sendiri dalam menjaga stabilitasnya sehingga tanah dasar untuk meletakkan sistem
struktur ini harus memiliki karakteristik yang baik. Kondisi tanah dasar yang direncanakan
sebagai dudukan kaison ini merupakan tanah keras (batuan karang).

Analisa geoteknik dilakukan dengan parameter tanah hasil penyelidikan dan desain sebagai
hasil kompilasi dari penyelidikan tanah seperti telah dipaparkan pada Sub Bab 3.9 dan Sub
Bab 6.1. Perhitungan yang dilakukan untuk analisa ini menggunakan cara-cara yang telah
dijelaskan pada Sub Bab 2.9.4 sampai Sub Bab 2.9.7. Parameter tanah yang akan digunakan
untuk desain adalah:

⇒ Data tanah dasar


 BJ (γTanah Dasar) = 1,95 t/m3
 Kohesi (C) = 0,96 t/m2
 Sudut geser (φ) = 45O
 Nc = 172
 Nq = 172
 Nγ = 320
⇒ Data tanah timbunan
 BJ (γTimbunan) = 1,9 t/m3
 Kohesi (C) = 0,9 t/m2
 Sudut geser (φ) = 30O
 Koef. aktif (Ka) = 0,333

6.3.2.1 Pengecekan Daya Dukung Tanah

Pembebanan yang bekerja pada tanah dasar untuk kaison disebabkan berat sendiri yaitu berat
beton dan berat isian kaison. Perhitungan daya dukung tanah yang dilakukan dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1. Volume dan berat kaison


Vkaison = P.L.H = 196,0 m3
Vbeton kaison = (2.L.H + 2.P.H + L.P).t = 54,6 m3
Vpasir isian = Vkaison – Vbeton kaison = 141,4 m3

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 5


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Vpelat penutup = PP.LP.tP = 8,4 m3


W beton = (Vbeton kaison + Vpelat penutup).γbeton = 189,0 t
W pasir = Vpasir isian.γtimbunan = 268,7 t
W total = Wbeton + Wpasir = 457,7 t
2. Tekanan yang bekerja pada lapisan tanah dasar
Wtotal
Akibat berat sendiri (P) = = 16,35 t/m2
P.L

3. Daya dukung batas

qu = q.Nq + C.Nc + 0,5.B.γ.Nγ = 165,12 t/m2

4. Angka keamanan daya dukung tanah


FS = qu/P1 = 10,10
5. Angka keamanan ijin (FSijin) = 3

FS > FSijin Daya dukung tanah oke!

6.3.2.2 Pengecekan Stabilitas Geser

Pengecekan geser dilakukan untuk menganalisa keadaan kaison dalam menahan gaya-gaya
geser yang terjadi. Perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Gaya yang bekerja menimbulkan geser

Gaya aktif pasir isian (F) = 0,5. γ timbunan . H 2 . Ka = 15,52 t/m

2. Gaya penahan geser


Gaya kohesi tanah (Fr1) = C.L = 6,72 t/m

(WBS + WTB ). tan 2 Φ 


3 
Gaya akibat berat sendiri (Fr2) = = 37,75 t/m
L pelat

3. Angka keamanan stabilitas geser

FS = (Fr1+Fr2)/F1 = 2,87
4. Angka keamanan ijin (FSijin) = 1,5
FS > FSijin Stabilitas geser oke!

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 6


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.3.2.3 Pengecekan Stabilitas Guling

Gaya-gaya yang bekerja pada kaison akan menimbulkan momen penyebab guling pada suatu
titik tinjauan tertentu. Perhitungan pengecekan stabilitas guling yang dilakukan adalah
sebagai berikut:

1. Momen guling

Momen gaya timbunan (M1) = 0,5.γtimbunan.H2.Ka.(H/3) = 36,21 tm

2. Momen penahan guling

 H pelat 
(WBS + WTB ). 

 2 
Momen gaya berat sendiri (Mr1) = = 400,45 tm
L pelat

3. Angka keamanan stabilitas geser


FS = Mr1/M1= 11,06
4. Angka keamanan ijin (FSijin) = 2

FS > FSijin Stabilitas guling oke!

6.3.2.4 Pengecekan Penurunan

Pengecekan penurunan kaison dilakukan dengan menggunakan data-data hasil penyelidikan


lapangan, yaitu hasil pengujian SPT dan CPT pada titik BH1 sebagaimana yang dapat dilihat
pada bagian lampiran.

Tekanan yang terjadi di dasar kaison (q) disebabkan oleh berat sendiri kaison sebesar 18,5
t/m2. Pengecekan penurunan dilakukan dengan memperhatikan tahanan konus/kerucut (qc)
terhadap faktor tegangan vertikal (Iz) sampai kedalaman 15 m (2B). Tanah di bawah pondasi
dibagi per lapisan yang didasarkan atas harga konus (qc). Pembagian lapisan dan hubungan
antara N-SPT, qc dan Iz dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 7


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Gambar 6. 3 Penentuan Faktor Tegangan Vertikal di Bawah Kaison.

Contoh perhitungan penurunan yang terjadi pada lapisan 1 (0,0 m – 0,5 m):

1. Kedalaman di tengah lapisan


z1 = 0,5.H = 0,25 m
2. Tekanan efektif tanah

po’ = z1.γtanah dasar = 488 kg/m2

3. Koefisien pemampatan
Cc = 1,5.qc/po’ = 461,54
4. Faktor pengaruh tegangan vertikal
Iz Diperoleh dari Gambar 6. 3.
5. Penambahan tegangan vertikal tanah

∆σz = 4.q.Iz = 3.182,74 kg/m2

6. Penurunan primer

H . Cc  P '+ Δσ z 
S= log 0  = 0,04 m

1 + e0  P0 ' 

7. Penurunan segera

H  P0 '+ Δσ z 
Si = ln  = 0,0022 m
Cc  P0 ' 

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 8


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Hasil perhitungan penurunan untuk masing-masing lapisan dapat dilihat Tabel 6. 1. Dari
hasil perhitungan penurunan total yang terjadi pada kaison sebesar 0,456 m atau 456 mm.

Tabel 6. 1 Perhitungan Penurunan Kaison.

Tebal Kedalaman Tahan Tekanan Efektif Koef. Faktor Tambahan Penurunan Penurunan
Lapisan Lapisan Tengah Konus (tengah lapisan) Pemampatan Teg.Vertikal Teg.Vertikal Po '+ Δ σz ln
Po '+ Δσ z Primer Segera
No. lo g
(H) (z) (qc) (po') (∆σz) P0 ' P0 ' (S) (Si)
CC Iz
2 2 2
(m) (m) (m) kg/cm kg/m kg/m m m
1. 0.0 - 0.5 0.5 0.25 15.0 488 461.54 0.043 3,182.74 0.87672 2.01872 0.0400 0.0022
2. 0.5 - 0.9 0.4 0.70 28.6 1,365 314.29 0.120 8,882.06 0.87547 2.01584 0.0319 0.0026
3. 0.9 - 1.4 0.5 1.15 60.0 2,243 401.34 0.197 14,581.38 0.87519 2.01521 0.0399 0.0025
4. 1.4 - 2.0 0.6 1.70 90.0 3,315 407.24 0.291 21,538.99 0.87491 2.01456 0.0479 0.0030
5. 2.0 - 2.5 0.5 2.25 110.0 4,388 376.07 0.386 28,570.62 0.87575 2.01648 0.0399 0.0027
6. 2.5 - 2.9 0.4 2.70 46.0 5,265 131.05 0.463 34,269.94 0.87558 2.01610 0.0319 0.0062
7. 2.9 - 3.5 0.6 3.20 19.0 6,240 45.67 0.549 40,635.41 0.87576 2.01651 0.0479 0.0265
8. 3.5 - 4.0 0.5 3.75 17.6 7,313 36.10 0.586 43,374.05 0.84083 1.93608 0.0383 0.0268
9. 4.0 - 5.0 1.0 4.50 160.0 8,775 273.50 0.430 31,827.37 0.66530 1.53192 0.0606 0.0056
Σ Penurunan 0.3783 0.0780
Total Penurunan = 0.4563 m

Sumber: hasil analisa

6.3.3 Analisa Struktur Kaison

Analisa struktur dilakukan untuk perancangan detail tulangan penyusun kaison yang akan
digunakan. Perhitungan tulangan yang diperlukan sebagai berikut:

1. Pelat kaison
 Pelat 4,0 m x 7,0 m
 Pelat 7,0 m x 7,0 m
2. Pelat penutup kaison

 Pelat 4,0 m x 7,0 m


Parameter kekuatan bahan yang digunakan dalam perencanaan adalah:

⇒ Beton:
fc’ = 25 Mpa

Ec = 4.700 fc' = 27.800 MPa


⇒ Baja:
fy = 240 Mpa (BJTD-24)
Es = 200.000 Mpa

6.3.3.1 Pelat Kaison (7,0 m x 7,0 m)

Analisa dilakukan dengan memodelkan pelat sebagai pelat dua arah dengan penyaluran
menurut arah x dan arah y. Tebal pelat diambil sebesar 300 mm dan selimut beton 70 mm.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 9


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Pembebanan berasal dari beban lateral aktif tanah isian (pasir) dan perhitungannya dianggap
sebagai pelat yang menumpu pada balok di semua sisinya.

1. Syarat batas dan bentang


lx = 7.000 mm
ly = 7.000 mm
ly/lx = 1,0
2. Beban yang bekerja pada pelat
Tekanan lateral aktif tanah
P a = γtimbunan.7.Ka = 4.428 kg/m2
qu = 1,2.Pa = 5.315 kg/m2
3. Momen-momen yang bekerja pada pelat
m1lx = 0,031.qu.lx2 = 8.073 kgm
m1ly = 0,039.qu.ly2 = 10.156 kgm
m1tx = 1/2.mlx = 4.036 kgm
m1ty = 1/2.mly = 5.078 kgm
4. Tinggi efektif
Tebal pelat = h = 300 mm
Penutup beton = r = 70 mm
Asumsi diameter tulangan
> dalam arah x : 20 mm
> dalam arah y : 20 mm
Tinggi efektif d
> dalam arah x : dx = h - r- 0,5φ = 220 mm
> dalam arah y : dy = h - r- 0,5φ = 200 mm

5. Titik keseimbangan tarik


> Arah x
∈' CU ∈' CU
cx =
(∈' CU + ∈y ) . d =  fy 

. d = 157,14 mm

 ∈' +
E s 
CU

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 10


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

> Arah y
∈' CU ∈' CU
.d =
cy =
(
∈' CU + ∈y )
∈' CU + y
f 

. d = 142,86 mm

 Es 
 

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425

6. Tulangan lapangan dalam arah X

mlx = 8.073 kgm


Luas perlu tulangan lapangan arah x
ml x
Aslx = = 2.582,89 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 20 - 150 mm

7. Tulangan lapangan dalam arah Y


mly = 10.156 kgm
Luas perlu tulangan lapangan arah y
ml y
Asly = = 3.574,38 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 20 - 150 mm

8. Tulangan tumpuan dalam arah X


mtx = 4.036 kgm
Luas perlu tulangan tumpuan arah x
mt x
Astx = = 1.21,44 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 20 - 150 mm

9. Tulangan tumpuan dalam arah Y


mty = 5.078 kgm
Luas perlu tulangan tumpuan arah y
mt y
Asty = = 1.787,19 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 150 mm

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 11


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.3.3.2 Pelat Kaison (4,0 m x 7,0 m)

Analisa dilakukan dengan memodelkan pelat sebagai pelat dua arah dengan penyaluran
menurut arah x dan arah y. Tebal pelat diambil sebesar 300 mm dan selimut beton 70 mm.
Pembebanan berasal dari beban lateral aktif tanah isian (pasir) dan perhitungannya dianggap
sebagai pelat yang menumpu pada balok disemua sisinya.

1. Syarat batas dan bentang


lx = 4.000 mm
ly = 7.000 mm
ly/lx = 1,75
2. Beban yang bekerja pada pelat
Tekanan lateral aktif tanah
P a = γtimbunan.7.Ka = 4.429 kg/m2
qu = 4.429 kg/m2
3. Momen-momen yang bekerja pada pelat
m1lx = 0,098.qu.lx2 = 6.945 kgm
m1ly = 0,025.qu.ly2 = 5.425 kgm
m1tx = 1/2.mlx = 3.472 kgm
m1ty = 1/2.mly = 2.713 kgm
4. Tinggi efektif
Tebal pelat = h = 300 mm
Penutup beton = r = 70 mm
Asumsi diameter tulangan
> dalam arah x : 20 mm
> dalam arah y : 20 mm
Tinggi efektif d
> dalam arah x : dx = h - r- 0,5φ = 220 mm
> dalam arah y : dy = h - r- 0,5φ = 200 mm

5. Titik keseimbangan tarik

> Arah x
∈' CU ∈' CU
.d =
cx =
(
∈' CU + ∈y ) 
∈' CU + y
f 

. d = 157,14 mm

 Es 
 

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 12


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
> Arah y
∈' CU ∈' CU
.d =
cy =
(
∈' CU + ∈y )
∈' CU + y
f 

. d = 142,86 mm

 Es 
 

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425

6. Tulangan lapangan dalam arah X


mlx = 6.945 kgm
Luas perlu tulangan lapangan arah x
ml x
Aslx = = 2.221,84 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 20 - 150 mm

7. Tulangan lapangan dalam arah Y


mly = 5.425 kgm
Luas perlu tulangan lapangan arah y
ml y
Asly = = 1.909,39 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 20 - 150 mm

8. Tulangan tumpuan dalam arah X


mtx = 3.472 kgm
Luas perlu tulangan tumpuan arah x
mt x
Astx = = 1.110,92 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 20 - 150 mm

9. Tulangan tumpuan dalam arah Y


mty = 2.713 kgm
Luas perlu tulangan tumpuan arah y
mt y
Asty = = 954,70 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 150 mm

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 13


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.3.3.3 Pelat Penutup Kaison (4,0 m x 7,0 m)

Analisa dilakukan dengan memodelkan pelat sebagai pelat dua arah dengan penyaluran
menurut arah x dan arah y. Tebal pelat diambil sebesar 300 mm dan selimut beton 70 mm.
Pembebanan berasal dari berat tanah isian (pasir) dan perhitungannya dianggap sebagai pelat
yang menumpu pada balok disemua sisinya.

1. Syarat batas dan bentang


lx = 4.000 mm
ly = 7.000 mm
ly/lx = 1,75
2. Beban yang bekerja pada pelat:
Berat tanah isian (pasir)
Wpasir = γtimbunan.4 = 7.600 kg/m2
qu = 7.600 kg/m2
3. Momen-momen yang bekerja pada pelat
m1lx = 0,098.qu.lx2 = 11.917 kgm
m1ly = 0,025.qu.ly2 = 9.310 kgm
m1tx = 1/2.mlx = 5.958 kgm
m1ty = 1/2.mly = 4.655 kgm
4. Tinggi efektif
Tebal pelat = h = 300 mm
Penutup beton = r = 70 mm
Asumsi diameter tulangan
> dalam arah x : 20 mm
> dalam arah y : 20 mm
Tinggi efektif d
> dalam arah x : dx = h - r- 0,5φ = 220 mm
> dalam arah y : dy = h - r- 0,5φ = 200 mm

5. Titik keseimbangan tarik

> Arah x
∈' CU ∈' CU
.d =
cx =
(
∈' CU + ∈y ) 
∈' CU + y
f 

. d = 157,14 mm

 Es 
 

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 14


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
> Arah y
∈' CU ∈' CU
.d =
cy =
(
∈' CU + ∈y )
∈' CU + y
f 

. d = 142,86 mm

 Es 
 

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425

6. Tulangan lapangan dalam arah X


mlx = 11.917 kgm
Luas perlu tulangan lapangan arah x
ml x
Aslx = = 3.812,68 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 100 mm

7. Tulangan lapangan dalam arah Y


mly = 9.310 kgm
Luas perlu tulangan lapangan arah y
ml y
Asly = = 3.276,52 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 100 mm

8. Tulangan tumpuan dalam arah X


mtx = 5.958 kgm
Luas perlu tulangan tumpuan arah x
mt x
Astx = = 1.906,34 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 200 mm

9. Tulangan tumpuan dalam arah Y


mty = 4.655 kgm
Luas perlu tulangan tumpuan arah y
mt y
Asty = = 1.638,26 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 200 mm

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 15


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.4. KOLAM PELABUHAN

Kolam pelabuhan sebagai fasilitas yang mendasar untuk pengembangan Pelabuhan


Perikanan harus dapat menampung aktifitas kapal dengan tingkat keamanan dan kemudahan
manuver yang cukup.

Kondisi dasar perairan yang memiliki cukup banyak hambatan navigasi (batuan karang) dan
curamnya bathimetri perairan di lokasi ditambah dengan cukup besarnya gelombang di lepas
pantai akan membutuhkan bangunan pengaman gelombang (breakwater) yang tinggi
dengan bentangan yang cukup panjang sehingga dikhawatirkan akan menelan biaya yang
sangat besar. Untuk itu direncanakan pembangunan kolam pelabuhan dengan
mengeruk/menggali lahan pantai di lokasi pangkalan pendaratan ikan eksisting.

Kebutuhan dimensi kolam pelabuhan direncanakan dalam 2 (dua) tahapan pembangunan,


sesuai dengan proyeksi pengembangan yang telah dilaksanakan (Sub Bab 5.5.1.1 s.d Sub
Bab 5.5.1.3). Realisasi dari pembangunan yang akan dilaksanakan memiliki besaran
dimensi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. 2. Pada perencanaan kolam pelabuhan ini,
dinding kolam akan diperkuat dengan struktur dinding penahan tanah agar tidak terjadi
longsor dan kuat terhadap benturan kapal.

Tabel 6. 2 Dimensi Kolam Pelabuhan.

TAHAP I TAHAP II
URAIAN
(2005 - 2015) (2016 - 2025)
2
Luas Kolam Pelabuhan (m ) 24,606 19,486
Kedalaman Kolam
Kedalaman Rencana (m) 3.5 3.5
Kedalaman Saat Surut (m) 3.5 3.5
Kedalaman Saat Pasang (m) 5.54 5.54

Sumber: hasil analisa

6.5. PENGGALIAN KOLAM DAN ALUR

Berdasarkan hasil perencanaan masterplan layout pada Sub Bab 5.8, pembangunan kolam
pelabuhan dilakukan di area darat karena kondisi sepanjang garis pantai pada lokasi ditutupi
oleh lapisan batuan karang. Untuk itu perlu dilakukan pekerjaan penggalian kolam hingga
mencapai kedalaman rencana ± 3,5 m LLWL dan dilakukan penggalian alur untuk
menghubungkan antara kolam pelabuhan dan laut.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 16


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Pekerjaan penggalian kolam dan alur terdiri dari penggalian, transportasi, dan pembuangan
material dari daerah yang digali ke lokasi pembuangan yang telah ditentukan. Bahan-bahan
hasil penggalian yang memenuhi syarat mekanika tanah, dapat digunakan sebagai material
pengisi kaison dan timbunan pada dinding kolam. Sedangkan sisanya yang tidak bisa dipakai
harus dibuang ke daerah pembuangan yang telah ditentukan.

Untuk pekerjaan penggalian, metoda pendekatan perhitungan volume yang digunakan


sebagai berikut :

1. Penampang melintang dibagi beberapa segmen, dengan jarak antar segmen ± 25,0 m.

2. Kemudian dilakukan perhitungan luas tiap segmen dengan pendekatan luas


penampang. Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk sisi yang lain.

Garis dasar kontur A2

A1

Garis dasar penggalian

Gambar 6. 4 Pendekatan Perhitungan Volume Penggalian

Berdasarkan gambar di atas, jelaskan:

A1 = luas penampang pada sisi pertama


A2 = luas penampang pada sisi kedua
A1 + A 2
Luas rata-rata =
2
A1 + A 2
Volume = Luas rata-rata x 25 = x 25
2

Pembagian segmen untuk perencanaan dapat dilihat pada gambar pada lampiran. Hasil
perhitungan volume penggalian kolam dan alur dapat dilihat pada Tabel 6. 3. Dari hasil
perhitungan perencanaan penggalian dan timbunan diperoleh hal sebagai berikut:

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 17


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

⇒ Kolam pelabuhan
Volume penggalian = 247.761,628 m3
Volume timbunan = 1.079,527 m3
Selisih volume = 246.682,101 m3
⇒ Alur pelabuhan
Volume penggalian = 49.058,084 m3
Volume timbunan = 5,088 m3
Selisih volume = 49.052,996 m3
⇒ Total
Volume total penggalian = 296.819,712 m3
Volume total timbunan = 1.084,615 m3
Selisih volume total = 295.735,097 m3
Tabel 6. 3 Volume Penggalian Kolam dan Alur.

Nama Jarak Antar Luas Luas Volume Volume Selisih Volume


Penggalian
Patok Patok Galian Timbunan Galian Timbunan Galian - Timbunan
Fasilitas
m m2 m2 m3 m3 m3
1. Kolam Sta. 01 0.0 0.144 0.000 0.000 0.000 0.000
Sta. 02 10.3 1,062.288 0.436 5,486.399 2.254 5,484.145
Sta. 03 25.0 1,021.058 0.792 26,041.830 15.358 26,026.472
Sta. 04 25.0 1,088.318 0.000 26,367.204 9.903 26,357.301
Sta. 05 25.0 994.978 0.000 26,041.199 0.000 26,041.199
Sta. 06 25.0 774.159 0.105 22,114.214 1.309 22,112.905
Sta. 07 25.0 765.108 1.480 19,240.840 19.806 19,221.034
Sta. 08 25.0 742.087 10.252 18,839.933 146.650 18,693.283
Sta. 09 25.0 774.776 5.522 18,960.780 197.183 18,763.597
Sta. 10 25.0 834.220 3.937 20,112.443 118.238 19,994.205
Sta. 11 25.0 843.222 4.135 20,968.025 100.902 20,867.123
Sta. 12 25.0 460.344 16.608 16,294.582 259.289 16,035.293
Sta. 13 25.0 396.270 0.033 10,707.673 208.006 10,499.667
Sta. 14 25.0 381.729 0.009 9,724.983 0.520 9,724.463
Sta. 15 25.0 167.193 0.000 6,861.523 0.109 6,861.414
Sub Total Kolam 335.3 10,305.894 43.309 247,761.628 1,079.527 246,682.101
2. Alur Sta. 24 0.0 468.780 0.000 0.000 0.000 0.000
Sta. 25 20.6 460.715 0.000 9,587.737 0.000 9,587.737
Sta. 26 25.0 348.300 0.151 10,112.692 1.891 10,110.801
Sta. 27 25.0 306.725 0.052 8,187.811 2.544 8,185.267
Sta. 28 25.0 277.268 0.000 7,299.910 0.653 7,299.257
Sta. 29 25.0 212.643 0.000 6,123.889 0.000 6,123.889
Sta. 30 25.0 154.078 0.000 4,584.010 0.000 4,584.010
Sta. 31 25.0 98.885 0.000 3,162.035 0.000 3,162.035
Sub Total Alur 170.6 2,327.394 0.203 49,058.084 5.088 49,052.996

Total Kolam dan Alur 506.0 12,633.288 43.512 296,819.712 1,084.615 295,735.097

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 18


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.6. DERMAGA

Pada pengembangan Pelabuhan Perikanan Kabupaten Tasikmalaya, direncanakan akan


dibangun dermaga bongkar-muat dan tambat/labuh yang terpisah. Untuk tahap jangka
pendek, dermaga bongkar muat akan sekaligus berfungsi sebagai dermaga tambat labuh.
Pada pengembangan selanjutnya, baru direncanakan dermaga untuk tambat labuh terpisah
dari dermaga bongkar muat. Perincian kebutuhan dimensi dermaga dapat dilihat pada Sub
Bab 5.5.3, dengan perhitungan kebutuhan dermaga sebagai berikut:

Tabel 6. 4 Dimensi Dermaga.

TAHAP I TAHAP II
URAIAN
(2005 - 2015) (2016 - 2025)
Panjang Dermaga (m) 255 200
Lebar Dermaga (m) 6 6
Tinggi Dek Dermaga
Terhadap LLWL (m) 3.55 3.55
Terhadap HHWL (m) 1.51 1.51

Sumber: hasil analisa

Dek Dermaga + 3.55 LLWL

HHWL + 2.04 m

LLWL + 0.0 m

Dasar Kolam - 3.5 m LLWL

Gambar 6. 5 Sketsa Elevasi Dermaga dan Muka Air.

Perkerasaan dinding dermaga dan pekerjaan perkuatan dinding kolam pelabuhan merupakan
pekerjaan yang sama sehingga perencanaan detail perkerasan dinding kolam pelabuhan
tercakup dalam perencanaan dermaga.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 19


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.6.1 Rekomendasi Alternatif Jenis Struktur

Sebagai hasil penyelidikan tanah yang telah dilakukan dan melihat kondisi lapangan yang
ada, alternatif jenis struktur dermaga dipilih tiga jenis struktur dermaga yang umum
digunakan, yaitu:

1. Struktur Deck on Pile

Struktur deck on pile menggunakan tiang pancang sebagai pondasi bagi lantai dermaga.
Seluruh beban di lantai dermaga (termasuk gaya akibat berthing dan mooring) diterima
sistem lantai dermaga dan tiang pancang tersebut. Di bawah lantai dermaga, kemiringan
tanah dibuat sesuai dengan kemiringan alaminya serta dilapisi dengan perkuatan
(revetment) untuk mencegah tergerusnya tanah akibat gerakan air yang disebabkan oleh
manuver kapal. Untuk menahan gaya lateral yang cukup besar akibat berthing dan mooring
kapal perlu dilakukan pemasangan tiang pancang miring. Pada tahap akhir pekerjaan
dermaga dilakukan pembuatan lantai dermaga.

Gambar 6. 6 Struktur Dermaga Deck on Pile.

2. Struktur Sheet Pile

Struktur sheet pile adalah jenis struktur yang tidak menggunakan kemiringan alami tanah.
Pada jenis struktur ini, deretan sheet pile dipancangkan pada garis muka rencana dermaga
sampai kedalarnan rencana kemudian baru dilakukan pengerukan (dredging) sesuai dengan
kedalaman rencana pada sisi laut/kolam. Gaya-gaya yang terjadi akibat perbedaan elevasi
antara dermaga dengan dasar kolam ditahan oleh struktur sheet pile. Tiang pancang masih
diperlukan untuk menahan gaya lateral dari kapal yang sedang sandar atau untuk membantu

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 20


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

sheet-pile menahan tekanan lateral tanah. Struktur sheet pile dapat direncanakan dengan
menggunakan penjangkaran (anchor) maupun tanpa penjangkaran.

Gambar 6. 7 Struktur Dermaga Sheet Pile.

3. Struktur Retaining Wall

Alternatif terakhir adalah tipe retaining wall. Struktur tipe retaining wall terbuat dari beton
bertulang untuk menambah kestabilan struktur. Retaining wall ini dibuat di darat yang
kemudian diangkut ke lokasi pekerjaan untuk diluncurkan atau diletakkan pada posisinya.
Struktur ini termasuk termasuk jenis struktur gravitasi yang mengandalkan berat sendiri
dalam menjaga stabilitasnya sehingga tanah dasar untuk meletakkan sistem struktur ini harus
memiliki karakteristik yang baik. Jika kondisi tanah kurang baik maka terlebih dahulu harus
dilakukan perbaikkan tanah dengan mengganti tanah dasar dengan jenis tanah yang lebih
baik (misalnya pasir).

Selain itu untuk menempatkan retaining wall pada posisinya, diperlukan perataan tanah yang
baik karena keadaan tanah existing jauh di atas rencana dasar kolam. Jenis struktur ini
memerlukan biaya cukup tinggi, narnun diperkirakan merupakan tipe yang tingkat
kemenangan paling tinggi dibandingkan dengan alternatif jenis struktur yang lainnya..

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 21


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Gambar 6. 8 Struktur Dermaga Retaining Wall.

Tabel 6. 5 Keuntungan dan Kerugian Jenis Struktur Dermaga

No Tipe Dermaga Keuntungan Kerugian


1. Deck on Pile  Sudah umum digunakan.  Diperlukan proteksi tanah dibawah
dermaga.
 Mudah dilaksanakan.
 Perlu dipasang tiang miring untuk
 Perawatan mudah (beton).
menahan gaya lateral.
 Waktu pelaksanaan relatif
cepat.  Tidak fleksibel terhadap pengembangan
fungsi dermaga.
 Perlu perlindungan pile terhadap korosi.
 Masalah stabilitas terhadap pembebanan
berlebih.
 Kondisi tanah tidak memungkinkan untuk
bisa memancang tiang sampai kedalaman
yang disyaratkan.
2. Sheet Pile  Tidak diperlukan pengerukan  Diperlukan perbaikan tanah.
tanah dibawah deck.
 Perlu dipasang tiang miring untuk
 Fleksibel terhadap menahan gaya lateral.
pengembangan fungsi  Perlu perlindungan pile terhadap korosi.
dermaga.
 Butuh spesialis untuk pelaksanaannya.
 Material sheetpile sulit didapat dan mahal.
 Pelaksanaannya relatif lama.
 Masalah stabilitas yang dihadapi adalah
penggerusan scouring.
3. Retaining Wall  Perawatan mudah (beton).  Diperlukan perbaikan tanah alas retaining
 Fleksibel terhadap wall.
pengembangan dermaga.  Butuh spesialis untuk pelaksanaannya.
 Blok-blok retaining wall  Pelaksanaannya relatif lama.
dibuat di lain tempat.
 Teknologi beton sudah cukup
dikenal di Indonesia.
 Pengadaan material beton
mudah.

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 22


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.6.2 Pemilihan Alternatif Struktur Dermaga

Dari hasil studi yang dilakukan terhadap alternatif-alternatif jenis struktur dermaga di atas
dengan mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan, biaya konstruksi, keadaan tanah
eksisting serta kemungkinan material existing untuk material pengangkeran maka jenis
struktur yang akan digunakan untuk struktur dermaga adalah tipe retaining wall (struktur
tipe gravity).

Pertimbangan untuk pemilihan sistem struktur dermaga tipe retaining wall (struktur tipe
gravity) antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kondisi tanah pada kedalaman lebih dari sepuluh meter sudah merupakan tanah keras
(N-SPT > 60) sehingga penerapan sistem sheet pile atau tiang pancang akan sangat
menyulitkan. Kebutuhan kedalaman pemancangan minimal 20 m akan sulit tercapai
(berdasarkan pengalaman, tanah dengan N-SPT > 60 hanya dapat ditembus dengan
pemancangan sampai kedalaman 4 - 5 meter, selebihnya menyebabkan kerusakan fisik
sheet pile atau tiang pancang).

2. Struktur retaining wall memperoleh kestabilan dari berat sendirinya. Perkiraan


pembebanan dermaga yang cukup besar akan semakin menambah kestabilan struktur
itu sendiri.

3. Material untuk struktur retaining wall ini mudah didapatkan.

4. Teknologi dan pelaksanaan konstruksi struktur ini mudah dipahami dan diterapkan

Sebagai lantai/platform dermaga akan digunakan jenis struktur beton bertulang yang
direncanakan mampu memikul beban-beban kendaraan berat seperti forklift, mobile crane
dan truk-truk pengangkut.

6.6.3 Analisa Berthing

Analisa berthing dilakukan untuk menghitung energi yang terjadi akibat tumbukan antara
kapal dan dermaga. Perhitungan menggunakan persamaan-persamaan yang telah dijelaskan
pada Sub Bab 4.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 23


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.6.3.1 Energi Berthing

Perhitungan energi dilakukan untuk ukuran kapal terkecil sampai dengan ukuran kapal
maksimum yang dapat merapat di dermaga. Sesuai dengan proyeksi pengembangan,
dermaga direncanakan untuk dapat melayani operasional kapal motor sampai bobot 60 GT.
Data-data ukuran kapal motor rencana dapat dilihat pada Tabel 6. 6 berikut.

Tabel 6. 6 Data Kapal.

Ukuran Kapal Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal Kecepatan Sandar
(LOA) (B) (d) Sejajar Tegak Lurus
GT m m m m/s m/s
5 9.0 1.50 0.75 0.75 1.00
15 14.0 2.70 1.20 0.75 1.00
30 18.5 4.50 1.50 0.60 0.80
60 25.0 5.00 1.75 0.50 0.70

Pada waktu akan merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan sehingga akan
terjadi benturan antara kapal dan dermaga. Perhitungan energi berthing dari masing-masing
kapal dilakukan terhadap 2 kondisi berthing sebagai berikut:

⇒ Sudut Berthing 0°
⇒ Sudut Berthing 10°

Contoh perhitungan energi berthing kapal untuk kapal 60 GT:

Ukuran kapal 60 GT
Panjang (LOA) = 25,0 m
Lebar (B) = 5,0 m
Draft (d) = 1,75 m
Berat = 60 t
Sudut berthing (α) = 100
Kecepatan sandar sejajar (Vs) = 0,5 m/dt
Kecepatan sandar tegak lurus (Vt) = 0,7 m/dt
1. Sudut yang dibentuk antara pusat massa dengan titik bentur kapal
l = 0,25.LOA = 6,25 m
 0,5 B 
δ = arctan  = 21,80
 l 

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 24


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

2. Jarak antara pusat massa dengan titik bentur kapal

= 6,73 m

3. Sudut yang dibentuk pada titik bentur kapal antara vektor kecepatan dan badan kapal

γ = 90 – – α = 58,20

4. Displacement tonnage
Diambil asumsi berat kapal = 60 t
Wd = berat kapal = 60 t
5. Added weight

Wa = 0,25.π.d2.B.γair laut.(2/3) = 41,09 t

6. Virtual weight
W = Wa + Wd = 101,09 t
7. Koefisien block

W
Cb = = 0,451
LOA . B. d . γ airlaut

8. Koefisien hidrodinamik

2d
Cm = 1 + = 1,7
B

9. Radius ration
K = (0,19.Cb + 0,11).LOA = 4,892
10. Koefisien eksentrisitas

K 2 + R 2cos 2 γ
Ce = = 0,5273
K2 + R 2

11. Koefisien sofness


Energi bentur yang diserap oleh lambung kapal, Cs = 1
12. Koefisien berthing
Diambil berdasarkan jenis dermaga, untuk dermaga dinding penahan Cc = 0,9
13. Energi berthing

W . VS2
Energi desain : Edesain = .Cm.Ce.Cs.Cc = 1,040 tm
2.9,81

W . Vt 2
Energi ultimate : Eultimate = .Cm.Ce.Cs.Cc = 2,039 tm
2.9,81

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 25


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Resume hasil perhitungan energi berthing untuk berbagai ukuran kapal akibat dengan
kondisi berthing 00 dan 100 dapat dilihat pada Tabel 6. 7, sedangkan perhitungan energi
berthing selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. 8.

Tabel 6. 7 Resume Perhitungan Energi Berthing.

Energi Berthing Untuk α = 0 Energi Berthing Untuk α = 100


0
Ukuran
Kapal (E) (E)
Desain Ultimate Desain Ultimate
GT
Ton-m Ton-m Ton-m Ton-m
5 0.211 0.375 0.237 0.422
15 0.594 1.056 0.699 1.242
30 0.641 1.140 0.793 1.409
60 0.860 1.685 1.040 2.039

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 26


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tabel 6. 8 Perhitungan Energi Berthing.

DATA KAPAL
Ukuran Kapal Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal Kecepatan Sandar
(LOA) (B) (d) Sejajar Tegak Lurus
GT m m m m/s m/s
5 9.0 1.50 0.75 0.75 1.00
15 14.0 2.70 1.20 0.75 1.00
30 18.5 4.50 1.50 0.60 0.80
60 25.0 5.00 1.75 0.50 0.70

0
Berthing Angle = 0
Ukuran Kapal 0.5B l = LOA/4 tan δ δ R γ cos γ
GT m m derajat m derajat
5 0.75 2.25 0.333 18.43 2.37 71.57 0.316
15 1.35 3.50 0.386 21.09 3.75 68.91 0.360
30 2.25 4.63 0.486 25.94 5.14 64.06 0.437
60 2.50 6.25 0.400 21.80 6.73 68.20 0.371

Displacement Koef. Koef. Energi Berthing


Added Weight Virtual Weight Koef. Block Radius Ration Koef. Eksentrisitas Koef. Softness
Tonnage Hidrodinamik Berthing (E)
(Wd) (Wa) (W) (Cb) (Cm) (K) (Ce) (Cs) (Cc) Desain Ultimate
ton ton ton Ton-m Ton-m
5 2.72 7.72 0.744 2.000 2.262 0.5286 1 0.9 0.211 0.375
15 10.82 25.82 0.555 1.889 3.017 0.4714 1 0.9 0.594 1.056
30 22.34 52.34 0.409 1.667 3.472 0.4445 1 0.9 0.641 1.140
60 41.09 101.09 0.451 1.700 4.892 0.4358 1 0.9 0.860 1.685

Berthing Angle = 100


Ukuran Kapal 0.5B l = LOA/4 tan δ δ R γ cos γ
GT m m derajat m derajat
5 0.75 2.25 0.333 18.43 2.37 61.57 0.476
15 1.35 3.50 0.386 21.09 3.75 58.91 0.516
30 2.25 4.63 0.486 25.94 5.14 54.06 0.587
60 2.50 6.25 0.400 21.80 6.73 58.20 0.527

Displacement Koef. Koef. Energi Berthing


Added Weight Virtual Weight Koef. Block Radius Ration Koef. Eksentrisitas Koef. Softness
Tonnage Hidrodinamik Berthing (E)
(Wd) (Wa) (W) (Cb) (Cm) (K) (Ce) (Cs) (Cc) Desain Ultimate
ton ton ton Ton-m Ton-m
5 2.72 7.72 0.744 2.000 2.262 0.5950 1 0.9 0.237 0.422
15 10.82 25.82 0.555 1.889 3.017 0.5547 1 0.9 0.699 1.242
30 22.34 52.34 0.409 1.667 3.472 0.5498 1 0.9 0.793 1.409
60 41.09 101.09 0.451 1.700 4.892 0.5273 1 0.9 1.040 2.039

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 27


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.6.3.2 Pemilihan Tipe Fender

Pada pemilihan fender ini digunakan energi berthing yang dihasilkan oleh kapal rencana
terbesar yang akan beroperasi di pelabuhan, yaitu kapal motor dengan kapasitas 60 GT.
Energi tumbukan kapal motor 60 GT untuk masing-masing kondisi berthing adalah:

⇒ Sudut berthing 00 : EDesain = 0,860 tm


EUltimate = 1,685 tm
⇒ Sudut berthing 10 : 0
EDesain = 1,040 tm
EUltimate = 2,039 tm
Dari hasil di atas, energi berthing yang menentukan dan digunakan untuk desain adalah
energi berthing maksimum (Eultimate) untuk sudut berthing 100 sebesar 2,039 tm.

Berdasarkan besarnya energi berthing yang akan diserap, dipilih fender karet dengan jenis
Bridgestone Super Arch (Type V) No. tipe FV002-3-1. Dimensi dan kapasitas fender karet
tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. 9 sedangkan gambar tipikal fender karet seperti pada
Gambar 6. 9.

Tabel 6. 9 Dimensi Fender Karet Bridgestone Super Arch.

Dimensi (cm) Luas


Kapasitas R Energi E R/E
Nomor Tipe Kontak
(ton) (ton-m) (ton/ton-meter)
A B C (m2)
FV002-3-1 200 210 62 35 2.2 0.262 15.91
FV002-3-2 200 210 62 30 2 0.262 15.00
FV002-3-3 200 210 62 23 1.5 0.262 15.33
FV002-3-4 200 210 62 15 1 0.262 15.00

Sumber : PT. Bridgestone Indonesia

c c c

Gambar 6. 9 Fender Karet Type V.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 28


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.6.3.3 Posisi Daerah yang Dilindungi

Fluktuasi muka air pasang surut yang cukup tinggi di lokasi (2,04 m) mengharuskan fender
yang digunakan mempunyai bentangan vertikal yang cukup untuk keadaan muka air pasang
dan muka air surut agar tetap dapat menyerap energi benturan dari semua jenis dan ukuran
kapal. Untuk itu, fender ini akan dipasang menurut arah vertikal sehingga panjang fender
dermaga rencana 2,1 m (B) dengan harapan dermaga aman terhadap tumbukan kapal baik
pada pada keadaan pasang maupun surut. Posisi pemasangan fender dapat dilihat pada
gambar berikut.

Dek Dermaga + 3.55 LLWL Fender

HHWL + 2.04 m
5 GT Kondisi Pasang
2.10 m

+ 0.15 m LLWL LLWL + 0.0 m


5 GT
Kondisi Surut

Dasar Kolam - 3.50 m LLWL

Gambar 6. 10 Posisi Fender Pada Dermaga.

6.6.3.4 Jarak Antar Fender

Dalam arah horizontal, jarak antar fender harus ditentukan sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari kontak langsung antara kapal dan dinding dermaga. Berdasarkan hal tersebut,
penempatan antar fender dilakukan dengan memperhatikan dimensi kapal terkecil. Hasil
perhitungan jarak antar fender dapat dilihat pada Tabel 6. 10. Dari tabel tersebut dapat
dilihat untuk ukuran kapal terkecil yang akan merapat memerlukan jarak antar fender sebesar
1,35. Dengan pertimbangan ekonomis, untuk diambil jarak antar fender sebesar 2,0 m.
Contoh perhitungan jarak antar fender diberikan sebagai berikut:

Ukuran kapal 5 GT
Panjang (LOA) = 25,0 m
Berat (Wd) = 5,0 t

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 29


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tinggi fender (h) = 5,0 m


1. Radius lengkung bow (sisi haluan kapal)
rbow = 10(-0,113 + 0,44.logWd) = 1,57 m
2. Jarak maksimum fender

Lmaks = 2l = 2. rbow 2 − (rbow − h)2 = 2,29 m

3. Jarak minimum fender


Lmin = 0,15.LOA = 1,35 m
Tabel 6. 10 Perhitungan Jarak Antar Fender.

Panjang Tinggi Radius Lengkung


Ukuran Jarak Antar
Kapal Fender Bow 2l (bow) 0,15LOA
Kapal Fender
LOA h rbow
GT m m m m m m
5 9 0.5 1.57 2.29 1.35 1.35
15 14 0.5 2.54 3.03 2.10 2.10
30 18.5 0.5 3.44 3.57 2.78 2.78
60 25 0.5 4.67 4.21 3.75 3.75

Sumber: hasil analisa

6.6.3.5 Gaya Reaksi Fender

Analisa gaya reaksi dari fender dilakukan terhadap 2 kondisi berthing yaitu untuk sudut
berthing 10° dan sudut berthing 0°. Energi yang diserap oleh sistem fender dan dermaga
ditetapkan setengah dari energi tumbukan yang terjadi dan setengahnya lagi diserap oleh
kapal dan air. Hasil perhitungan gaya reaksi untuk berbagai tipe fender dapat dilihat pada
Tabel 6. 11. Sesuai dengan jenis fender terpilih yaitu Bridgestone Super Arch (Type V) No.
tipe FV002-3-1, gaya reaksi fender maksimum yang terjadi sebesar 16,22 ton yang
merupakan gaya yang perlawanan terhadap energi tumbukan kapal yang diterima.

Tabel 6. 11 Perhitungan Gaya Reaksi Fender.

Energi Berthing Maksimum Energi yang Diserap Fender Gaya Reaksi Fender
R/E (ton-meter) (ton-meter) (ton)
Nomor Tipe
(ton/ton-meter)
α = 00 α = 100 α = 00 α = 100 α=0
0
α = 100
FV002-3-1 15.91 1.685 2.039 0.843 1.019 13.406 16.220
FV002-3-2 15.00 1.685 2.039 0.843 1.019 12.639 15.292
FV002-3-3 15.33 1.685 2.039 0.843 1.019 12.917 15.629
FV002-3-4 15.00 1.685 2.039 0.843 1.019 12.639 15.292

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 30


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.6.4 Analisa Mooring

Kapal ditambatkan pada dermaga dengan menggunakan tali atau kabel baja yang diikatkan
pada tiang tambatan (bollard). Tiang Tambatan dibuat dari baja cor. Untuk menentukan
kekuatan bollard yang diperlukan dilakukan analisa mooring. Analisa gaya mooring (gaya
tambat) yang dilakukan didasarkan pada cara yang telah dijelaskan pada Sub Bab 4.5.7.

6.6.4.1 Gaya Tambat (Mooring)

Gaya reaksi dari kapal yang bertambat pada prinsipnya merupakan gaya-gaya horizontal
yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem mooring (tambat) didesain untuk dapat
mengatasi gaya-gaya akibat kombinasi angin dan arus. Keseluruhan gaya angin dan arus
yang terjadi dapat dimodelkan sebagai gaya-gaya dalam arah transversal dan longitudinal
yang dikombinasikan dengan gaya momen terhadap sumbu vertikal yang bekerja di tengah
kapal. Data yang diperlukan untuk analisa adalah:

⇒ Kecepatan angin (Vw) = 6,95 m/dt


⇒ Kecepatan arus (Vc) = 0,17 m/dt
Gaya arus bekerja pada sisi badan kapal yang berada di bawah air (draft) sedangkan gaya
angin bekerja pada sisi badan kapal yang berada di atas air. Perhitungan besarnya gaya
akibat arus dan angin yang telah diproyeksikan menurut arah longitudinal (x) dan transvesal
(y) dapat disimak pada Tabel 6. 12. Contoh perhitungan dapat dilihat sebagai berikut:

Ukuran kapal 60 GT
Panjang (LOA) = 25,0 m
Lebar (B) = 5,0 m
Draft (d) = 1,75 m
Berat = 60 t
Tinggi lambung (t) = 2,5 m
Kecepatan angin (Vw) = 6,95 m/dt
Kecepatan arus (Vc) = 0,17 m/dt
Rapat massa air laut (ρair laut) = 104 kg/m3

1. Panjang garis air kapal


LBP = LOA/1,04 = 24,0 m
2. Luas bagian yang tertiup angin
Aw = 1,3.LOA.(t-d) = 24,38 m2

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 31


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

3. Luas bagian yang terendam air


S = LOA.d = 43,75 m2
4. Tekanan yang bekerja
 Akibat angin:
Qw = 0,063.Vw2 = 3,04 kg/m2
Berdasarkan peraturan yang berlaku, diambil Qw = 40 kg/m2
 Akibat arus:
Qc = ρair laut.Vc2 = 3,006 kg/m2

5. Gaya longitudinal angin

 Angin datang dari arah haluan (α = 00)


FLW = 0,42.Qw.Aw = 409,5 kg
 Angin datang dari arah buritan (α = 1800)
FLW = 0,5.Qw.Aw = 487,5 kg
6. Gaya transversal angin

Angin datang dari arah lebar (α = 900)


FTW = 1,1.Qw.Aw = 487,5 kg
7. Gaya longitudinal arus
3
 d 
FLC = 0,07.QC.B.d. 1 +  = 6,21 kg
 3,5 

8. Gaya transversal angin


3
 d 
FTC = 0,22.QC.LOA.d. 1 +  = 97,64 kg
 3,5 

9. Total gaya arah x

Fx = FLW (α = 00) – FLW (α = 1800) – FLC = -71,787 kg

10. Total gaya arah y


Fy = FTW + FTC = 1.170,135 kg
11. Momen arah xy
LBP. Fy
Mxy = = 1.705,203 kgm
2

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 32


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tabel 6. 12 Perhitungan Gaya Akibat Angin dan Arus.

Tinggi Luas Tertiup Luas Terendam


Ukuran Panjang Lebar Draft
LBP Lambung Angin Air
Kapal (LOA) (B) (d)
(t) (AW) (S)
GT m m m m m m2 m2
5 9 8.7 1.50 0.75 1.50 8.78 6.75
15 14 13.5 2.70 1.20 1.95 13.65 16.80
30 18.5 17.8 4.50 1.50 2.25 18.04 27.75
60 25 24.0 5.00 1.75 2.50 24.38 43.75

Gaya Lateral Gaya


Kecepatan Kecepatan Tekanan Tekanan Gaya Lateral
Ukuran Gaya Longitudinal Angin (FLW) Angin Longitudinal
Angin Arus Angin Arus Arus FX FY MXY
Kapal (FTW) Arus
(VW) (VC) (FTC)
α=0 α = 1800 α = 900 (FLC)
0
(QW) (QC)
2 2
GT m/dt m/dt kg/m kg/m kg kg kg kg kg kg kg kgm
5 6.95 0.17 40 3.006 147.420 175.500 386.100 0.424 7.991 -27.656 394.091 1,705.203
15 6.95 0.17 40 3.006 229.320 273.000 600.600 1.651 26.900 -42.029 627.500 4,223.558
30 6.95 0.17 40 3.006 303.030 360.750 793.650 4.140 53.496 -53.580 847.146 7,534.714
60 6.95 0.17 40 3.006 409.500 487.500 1,072.500 6.213 97.635 -71.787 1,170.135 14,064.123
Minimum -27.656 394.091 1,705.203
Maksimum -71.787 1,170.135 14,064.123

Sumber: hasil analisa

Dari hasil perhitungan di atas gaya tambat maksimum untuk arah x diperoleh sebesar 71,787
kg dan arah y sebesar 1.170, 135 kg. Gaya-gaya tersebut merupakan gaya tambat total yang
terjadi untuk satu unit kapal.

6.6.4.2 Gaya Tambat Pada Tali

Tali atau pengikat kapal untuk tiap-tiap gaya yang bekerja diasurnsikan mempunyai
karakteristik yang sama dan analisanya harus memperhitungkan pengaruh sudut-sudut yang
dibentuk oleh masing-masing tali. Seperti yang telah dijelaskan, jenis tali yang digunakan
untuk menahan gaya tambat adalah sebagai berikut:

⇒ Spring lines : untuk menahan gaya-gaya longitudinal tambat (Fx).


⇒ Breasting lines : untuk menahan gaya-gaya transversal tambat (Fy).
Hasil perhitungan gaya-gaya pada masing-masing tali dapat diberikan pada Tabel 6. 13.
Sistem penambatan yang digunakan adalah dapat dilihat pada Gambar 6. 11 pada bagian
berikut ini.

Contoh perhitungan gaya pada tali kondisi maksimum:

Gaya maksimum longitudinal (Fx) = 71,787 kg


Gaya maksimum lateral (Fy) = 1.170,135 kg
Sudut breasting lines (βb) = 600
Sudut spring lines (βs) = 200

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 33


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

1. Gaya satu tali pada breasting lines

Fx
Fbreasting = = 0,072 t
2. cosβ b .1000

2. Gaya satu tali pada spring lines


Fy
Fspring = = 1,711 t
2. cosβs .1000

Tabel 6. 13 Perhitungan Gaya-gaya Pada Tali.

Gaya Gaya Sudut Sudut Gaya Breasting


Gaya Spring Lines
Longitudinal Lateral Breasting Spring Lines
Kondisi
(FX) (FY) (Fbreasting) (Fspring)
(β b) (β S)
kg kg ton ton
Maximum 71.787 1,170.135 60 20 0.072 1.711
Minimum 27.656 394.091 60 20 0.028 0.576

Sumber: hasil analisa

Fx maks = 0.07 ton

Breasting Spring Lines Breasting


Lines Lines
Fbreasting 0 0
20 60
Fspring
Fy Fy
Bollard 2 2

Fymaks = 1.17 ton

Gambar 6. 11 Sistem Tambat Kapal.

6.6.5 Analisa Geoteknik Dermaga

Berdasarkan pemilihan alternatif desain struktur dermaga (Sub Bab 6.6.2), jenis struktur
dermaga yang dipilih adalah jenis struktur retaining wall. Retaining wall yang direncanakan
tidak hanya dapat menahan beban-beban yang disebabkan oleh kegiatan kapal di pelabuhan
akan tetapi juga harus dapat menahan tanah yang berada di belakang dari kelongsoran untuk
tetap mempertahankan bentuk kolam yang telah direncanakan.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 34


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Untuk maksud tersebut diperlukan data profil tanah beserta parameter tanah desain yang
akan digunakan sebagai hasil kompilasi dari penyelidikan tanah seperti telah dipaparkan
pada Sub Bab 3.9 dan Sub Bab 6.1. Perhitungan yang dilakukan untuk analisa ini
menggunakan cara yang telah dijelaskan pada Sub Bab 2.9.4 sampai Sub Bab 2.9.7.

Parameter tanah yang akan digunakan untuk desain adalah:

⇒ Data tanah dasar


 BJ (γTanah Dasar) = 1,95 t/m3
 Kohesi (C) = 0,96 t/m2
 Sudut geser (φ) = 45O
 Nc = 172
 Nq = 172
 Nγ = 320
⇒ Data tanah timbunan
 BJ (γTimbunan) = 1,9 t/m3
 Kohesi (C) = 0,9 t/m2
 Sudut geser (φ) = 30O
 Koef. aktif (Ka) = 0,333
Besarnya dimensi untuk rencana retaining wall:

1. Pelat dinding penahan tanah


Panjang (Ppelat) = 3,0 m
Tinggi (Hpelat) = 7,5 m
Tebal (tpelat) = 0,3 m
Lebar (Bpelat) = 7,0 m
2. Balok penopang dinding
Lebar Alas (Bbalok) = 4,0 m
Tinggi (Hbalok) = 6,0 m
Tebal (tbalok) = 0,5 m

3. BJ Beton (γBeton) = 3,0 t/m3

4. Beban merata rencana di atas tanah


Beban Mati (DL) = 1,0 t/m2
Beban Hidup (LL) = 3,57 t/m2
q = 1,2DL + 1,6*LL = 6,91 t/m2

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 35


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Gambar 6. 12 Rencana Dinding Penahan Tanah (Retaining Wall).

6.6.5.1 Pengecekan Daya Dukung Tanah

Kekuatan tanah dasar sangat berpengaruh dalam mendukung struktur yang berada di atasnya.
Pembebanan yang bekerja pada tanah dasar dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6. 13 Gaya-gaya Untuk Pengecekan Daya Dukung.

1. Beban

Berat sendiri (WBS) = ((Ppelat.Lpelat+Lpelat.Hpelat).tpelat+0,5.Hbalok.Bbalok.tbalok).γbeton


= 57,2 t
Berat timbunan (WTB) = H pelat . Bpelat . Ppelat . γ timbunan = 299,25 t

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 36


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

2. Tekanan yang bekerja pada lapisan tanah dasar


WBS
Akibat berat sendiri (P1) = = 2,72 t/m2
Ppelat . L pelat

WTB
Akibat timbunan (P2) = = 14,25 t/m2
Ppelat . L pelat

Akibat beban merata (P3) = q = 6,91 t/m2


3. Daya dukung batas

qu = q.Nq + C.Nc + 0.5*.B.γ.Nγ = 165,12 t/m2

4. Angka keamanan daya dukung tanah


FS = qu/(P1 + P2 + P3) = 6,91
5. Angka keamanan ijin (FSijin) = 3
FS > FSijin Daya dukung tanah oke!

6.6.5.2 Pengecekan Stabilitas Geser

Pengecekan geser dilakukan untuk menganalisa keadaan struktur dinding penahan tanah
dalam menahan gaya-gaya geser yang bekerja. Permodelan gaya-gaya geser yang bekerja
dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 6. 14 Gaya-gaya Untuk Pengecekan Stabilitas Geser.

1. Gaya yang bekerja menimbulkan geser

Gaya aktif timbunan (F1) = 0,5. γ timbunan . H pelat 2 . Ka = 17,81 t/m

Gaya aktif beban merata (F2) = q . H pelat . Ka = 17,28 t/m

Gaya tambat kapal (F3) = 5,33 t/m

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 37


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

2. Gaya penahan geser


Gaya kohesi tanah (Fr1) = C.Lpelat = 6,72 t/m

(WBS + WTB ). tan 2 Φ 


3 
Gaya akibat berat sendiri (Fr2) = = 68,59 t/m
L pelat

3. Angka keamanan stabilitas geser


FS = (Fr1+Fr2)/(F1 + F2 + F3) = 1,86
4. Angka keamanan ijin (FSijin) = 1,5
FS > FSijin Stabilitas geser oke!

6.6.5.3 Pengecekan Stabilitas Guling

Gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan akan menimbulkan momen pada suatu titik
tinjauan tertentu dinding penahan tanah. Pengecekan stabilitas guling dinding penahan dalam
menerima momen yang bekerja dapat dilihat sebagai berikut:

1. Momen guling

Momen gaya timbunan (M1) = 0,5.γtimbunan.Hpelat2.Ka.(Hpelat/3) = 44,53 tm


Momen gaya beban merata (M2) = q.Hpelat.Ka.(Hpelat/2) = 64,80 tm
Momen gaya tambat (M3) = F3.Hpelat = 39,98 tm
2. Momen penahan guling

 H pelat 
(WBS + WTB ). 

 2 
Momen gaya berat sendiri (Mr1) = = 445,50 tm
L pelat

3. Angka keamanan stabilitas geser


FS = (Mr1)/(M1 + M2 + M3) = 2,98
4. Angka keamanan ijin (FSijin) = 2
FS > FSijin Stabilitas guling oke!

6.6.5.4 Pengecekan Penurunan

Dari perencanaan yang dilakukan, dinding penahan tanah untuk dermaga akan ditanam pada
kedalaman 1,5 m dari dasar kolam. Dalam pengecekan penurunan yang dilakukan,
kedalaman 1,5 m inilah yang digunakan untuk kedalaman dasar dinding (Df) sehingga

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 38


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

tekanan-tekanan yang bekerja pada lantai dinding penahan tanah (retaining wall) dapat
diberikan sebagai berikut:

⇒ Akibat berat sendiri (P1) = 2,72 t/m2


⇒ Akibat timbunan (P2) = 14,25 t/m2
⇒ Akibat beban merata (P3) = 6,91 t/m2
⇒ Tekanan total (Pt) = P1+ P2+P3 = 23,9 t/m2
Besarnya tekanan pada dasar lantai dinding penahan (Df = 1,5 m):

Q = Pt – Df.γtanah dasar = 20,96 t/m2

Permodelan perhitungan penurunan dilakukan sampai kedalaman 20,0 m dari dasar dinding
atau 28,0 m dari keadaan tanah asli. Untuk keakuratan perhitungan, tanah di bawah dasar
dinding dibagi dalam beberapa lapisan tanah seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 6. 15 Lapisan Tanah di bawah Dinding Penahan Tanah.

Dari hasil perhitungan, penurunan total yang terjadi pada kedalaman 20,0 m dari dasar
dinding adalah sebesar 0,208 m. Perhitungan penurunan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6. 14 Perhitungan Penurunan Pada Retaining Wall.

Tebal Kedalaman Tekanan Efektif Faktor Tambahan Penurunan Penurunan Penurunan


Lapisan Lapisan Tengah (tengah lapisan) Teg.Vertikal Teg.Vertikal Po '+ Δ σz ln
Po '+ Δσ z Primer Segera Total
No. lo g
(H) (z) (po') (∆σz) P0 ' P0 ' (S) (Si) (St)
2
Iz 2
(m) (m) (m) kg/m kg/m m m m
1. 4.0 - 8.0 4.0 4.50 11,700 0.143 11,988.22 0.30635 0.70539 0.1302 0.0167 0.1469
2. 8.0 - 14.0 6.0 9.50 21,450 0.042 3,521.02 0.06601 0.15199 0.0421 0.0054 0.0475
3. 14.0 - 20.0 6.0 15.50 33,150 0.018 1,509.01 0.01933 0.04451 0.0123 0.0016 0.0139
Σ Penurunan 0.1847 0.0237 0.2083

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 39


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.6.6 Analisa Struktur Dermaga

Analisa struktur dilakukan untuk perancangan detail tulangan struktur penyusun dinding
penahan tanah yang akan digunakan. Penghitungan tulangan dilakukan untuk bagian-bagian
sebagai berikut:

1. Pelat dinding penahan tanah


 Pelat dinding (3,0 m x 7,5 m)
 Balok penopang dinding (6,0 m)
2. Lantai dermaga
 Pelat lantai dermaga (6,0 m x 6,0 m)
 Balok penyangga lantai (6,0 m)

6.6.6.1 Material

Struktur dermaga direncanakan berupa struktur beton bertulang. Parameter kekuatan bahan
yang digunakan dalam perencanaan untuk kedua material tersebut adalah;

⇒ Beton:
fc’ = 25 Mpa

Ec = 4700 fc' = 27800 MPa


⇒ Baja:
fy = 400 Mpa (BJTD-40)
fy = 240 Mpa (BJTD-24)
Es = 200.000 Mpa

6.6.6.2 Pembebanan

1. Beban Tumbukan Kapal (Berthing)

Beban yang terjadi akibat tumbukan kapal sebesar 16,22 t.

2. Beban Tambatan Kapal (Mooring)

Beban akibat tambatan kapal untuk arah x sebesar 0,071 kg dan arah y 1,170 kg.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 40


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

3. Beban Mati

Beban mati adalah berat sendiri struktur dermaga yang dapat dihitung dari berat
material-material pembentuknya di mana berat sendiri beton : 2.400 kg/m3.

4. Beban Hidup

 Beban hidup merata vertikal 3 t/m2.


 Beban terpusat roda peralatan operasi 6 ton.
5. Beban Gempa

Untuk struktur beton bertulang yang merupakan daerah zona gempa 2. Dengan asumsi
kondisi tanah pada lokasi adalah tanah keras maka koefisien gempa (C) = 0,07 dan
faktor keutamaan (I) = 1,0 serta faktor jenis struktur (K) = 4 (struktur direncanakan
bersifat statis pada saat gempa kuat). Berat total struktur dihitung dari berat komponen
struktur balok dan pelat lantai setebal 300 mm serta beban hidup 3 tf/m yang direduksi
50 % untuk kombinasi pembebanan gempa.

6.6.6.3 Kombinasi Beban dan Faktor Reduksi

Faktor beban yang digunakan perencanaan yakni dalam perencanaan komponen beton
bertulang, digunakan faktor beban 1,2 untuk beban mati dan 1,6 untuk beban hidup.

qu= 1,2.DL+1,6.LL
Di mana DL, LL berturut-turut adalah beban mati, dan beban hidup.

6.6.6.4 Pelat Dinding Penahan Tanah

Pada desain dinding penahan tanah, pembebanan berasal dari beban lateral aktif tanah dan
beban lateral beban merata. Ukuran pelat yang direncanakan 3,0 m x 7,5 m. Dalam desain,
dinding dibagi menjadi tiga bagian kedalaman dan analisa dilakukan dengan memodelkan
pelat dinding sebagai pelat satu arah atau sebagai balok dengan dua tumpuan. Pada tiga
bagian kedalaman yang ditinjau disini akan dilakukan perhitungan tekanan dan gaya tanah
yang bekerja pada ketiga bagian tersebut. Tebal pelat diambil sebesar 250 mm dan selimut
beton 70 mm.

1. Tekanan lateral aktif tanah

P1 3 m = γtimbunan.2,5.Ka = 1,6 t/m2

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 41


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

P1 6 m = γtimbunan.5.Ka = 3,2 t/m2


P1 9 m = γtimbunan.7,5.Ka = 4,7 t/m2

2. Tekanan lateral beban merata


P2 3 m = q.Ka = 2,301 t/m2
P2 6 m = q.Ka = 2,301 t/m2
P2 9 m = q.Ka = 2,301 t/m2
3. Tekanan total yang bekerja pada pelat
PT 3 m = P1 3 m + P2 3 m = 3,882 t/m2
PT 6 m = P1 6 m + P2 6 m = 5,465 t/m2
PT 9 m = P1 9 m + P2 9 m = 7,046 t/m2

Dengan menganggap pelat dinding penahan tanah sebagai balok dua tumpuan, maka
diperoleh besar momen lapangan dan tumpuan pelat.

1. Momen lapangan
ml 3 m = PT 3 m.l2/12 = 2,912 tm
ml 6 m = PT 6 m.l2/12 = 4,098 tm
ml 9 m = PT 9 m.l2/12 = 5,285 tm
2. Momen tumpuan
mt 3 m = PT 3 m.l2/24 = 1,456 tm
mt 6 m = PT 6 m.l2/24 = 2,049 tm
2
mt 9 m = PT 9 m.l /24 = 2,642 tm
Dari besar gaya momen yang terjadi, maka penulangan pelat dinding penahan tanah
dilakukan sebagai berikut:

1. Tinggi efektif
Tebal pelat = h = 250 mm
Penutup beton = r = 70 mm
Asumsi diameter tulangan = φ = 20 mm
Tinggi efektif = d = h - r- 0,5φ = 170 mm

2. Titik keseimbangan tarik


∈' CU ∈' CU
.d =
cb =
(
∈' CU + ∈y ) 
∈' CU + y
f 

. d = 113,33 mm

 Es 
 

β = 0,85

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 42


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

a = 0,5.β = 0,425

3. Penulangan pelat untuk kedalaman 0 – 2,5 m


a. Tulangan lapangan
ml 3 m = 2,912 tm
Luas perlu tulangan lapangan
ml 3 m
Asl = = 995,73 mm2
0.8. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 300 mm


b. Tulangan tumpuan
mt 3 m = 1,456 tm
Luas perlu tulangan tumpuan
mt 3 m
Ast = = 497,86 mm2
0.8. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 300 mm

4. Penulangan pelat untuk kedalaman 2,5 m – 5,0 m


a. Tulangan lapangan
ml 6 m = 4,098 tm
Luas perlu tulangan lapangan
ml 6 m
Asl = = 1.401,64 mm2
0.8. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 250 mm


b. Tulangan tumpuan
mt 6 m = 2,049 tm
Luas perlu tulangan tumpuan
mt 6 m
Ast = = 700,82 mm
0.8. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 300 mm

5. Penulangan pelat untuk kedalaman 5,0 m – 7,5 m


a. Tulangan lapangan
ml 9 m = 5,285 tm
Luas perlu tulangan lapangan
ml 9 m
Asl = = 1.807,36 mm2
0.8. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 150 mm

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 43


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

b. Tulangan tumpuan
mt 9 m = 2,642 tm
Luas perlu tulangan tumpuan
mt 9 m
Ast = = 903,68 mm2
0.8. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 22 - 300 mm

6.6.6.5 Balok Penopang Dinding Penahan Tanah

Pelat ini berfungsi untuk menopang pelat retaining wall dalam menahan gaya lateral tanah
yang bekerja akibat tekanan tanah aktif dan akibat pengaruh beban merata yang bekerja di
muka tanah. Dalam analisa, balok dimodelkan sebagai kantilever dan membagi titik
pembebanan menjadi tiga bagian kedalaman. Pembebanan yang digunakan berasal dari
pembebanan yang bekerja pada retaining wall. Tebal pelat diambil sebesar 250 mm dan
selimut beton 70 mm. Besar momen yang bekerja dapat dilihat sebagai berikut

1. Momen akibat tekanan aktif tanah


m1 3 m = P1 3 m.3.(z/2).(z/3) = 10,26 tm
m1 6 m = P1 6 m.3.(z/2).(z/3) = 82,08 tm
m1 9 m = P1 9 m.3.(z/2).(z/3) = 277,02 tm
2. Momen akibat beban merata
m2 3 m = P2 3 m.3.z.(z/3) = 31,088 tm
m2 6 m = P2 6 m.3.z.(z/3) = 124,352 tm
m2 9 m = P2 9 m.3.z.(z/3) = 279,792 tm
3. Momen total yang bekerja
mt 3 m = m1 3 m + m2 3 m = 41,348 tm
mt 6 m = m1 6 m + m2 6 m = 206,432 tm
mt 9 m = m1 9 m + m2 9 m = 556,812 tm
Dari besar gaya momen yang terjadi, maka penulangan balok dinding penahan tanah untuk
tiap kedalaman yang ditinjau dapat dilihat pada bagian berikut ini

1. Penulangan balok (0 – 2,5 m)


Tebal balok = h = 700 mm
Lebar balok = b = 700 mm
Penutup beton = r = 70 mm

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 44


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Asumsi diameter tulangan = φ = 28 mm


Tinggi efektif d = h - r- 0,5φ = 616 mm
Titik kesetimbangan Tarik
∈' CU ∈' CU
.d =
cb =
(
∈' CU + ∈y ) 
∈' CU + y
f 

. d = 440 mm

 Es 
 

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
mt 3 m = 41,348 kgm
Luas perlu tulangan kedalaman 0 – 3,0 m
mt 3 m
As = = 4.724,62 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan 6 φ 32 mm

2. Penulangan balok (2,5 m - 5 m)


Tebal balok = h = 3000 mm
Lebar balok = b = 700 mm
Penutup beton = r = 70 mm
Asumsi diameter tulangan = φ = 28 mm
Tinggi efektif d = h - r- 0,5φ = 2,916 mm
Titik kesetimbangan Tarik:
∈' CU ∈' CU
.d =
cb =
(
∈' CU + ∈y ) 
∈' CU + y
f 

. d = 2.083 mm

 Es 
 

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
mt 6 m = 206,432 kgm
Luas perlu tulangan kedalaman 3,0 m – 6,0 m
mt 6 m
As = = 4,982.91 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan 7 φ 32 mm

3. Menghitung Penulangan Balok (5,0 m – 7,5 m)


Tebal balok = h = 6000 mm
Lebar balok = b = 700 mm
Penutup beton = r = 70 mm

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 45


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Asumsi diameter tulangan = φ = 28 mm


Tinggi efektif = d = h - r- 0,5φ = 5.916 mm
Titik kesetimbangan Tarik
∈' CU ∈' CU
.d =
cb =
(
∈' CU + ∈y ) 
∈' CU + y
f 

. d = 4.226 mm

 Es 
 

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
mt 9 m = 556,812 kgm
Luas perlu tulangan kedalaman 6,0 m – 9,0 m
mt 9 m
As = = 6,624.81 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan 9 φ 32 mm

6.6.6.6 Pelat Lantai Dermaga

Pada desain pelat lantai dermaga pembebanan disebabkan beban hidup, beban mati dan
beban gempa. Sekalipun dalam teknisnya pelat langsung menumpu ke tanah, tetapi dalam
perhitungannya dianggap sebagai pelat yang menumpu pada balok di semua sisinya.
Dimensi pelat yang direncanakan 6,0 m x 6,0 m. Analisa dilakukan dengan memodelkan
pelat dinding sebagai pelat dua arah dengan penyaluran menurut arah x dan arah y. Tebal
pelat diambil sebesar 300 mm dan selimut beton 70 mm.

Beban yang bekerja pada lantai dernaga dapat dituliskan sebagai berikut:

1. Beban merata
Beban hidup (LL) = 3.000 kg/m2
Beban mati (DL) = 1.000 kg/m2
qu = 1.2 DL +1.6 LL = 6.000 kg/m2
2. Beban terpusat
Beban roda = P = 6.000 kg
Momen-momen yang bekerja pada pelat dihitung dengan:

1. Momen beban merata di atas dermaga


m1lx = 0,031.qu.lx2 = 6.696 kgm
m1ly = 0,039.qu.ly2 = 8.424 kgm

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 46


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

m1tx = 1/2.mlx = 3.348 kgm


m1ty = 1/2.mly = 4.212 kgm
2. Momen beban titik di atas dermaga
m2lx = P.lx/4 = 14.400 kgm
m2ly = P.ly/4 = 14.400 kgm
m2tx = P.lx/8 = 7.200 kgm
m2ty = P.ly/8 = 7.200 kgm

3. Total momen yang bekerja


mlx = m1lx + m2lx = 21.096 kgm
mly = m1ly + m2ly = 22.824 kgm
mtx = m1tx + m2tx = 10.548 kgm
mty = m1ty + m2ty = 11.412 kgm
Dari besar gaya momen yang terjadi, maka penulangan pelat dinding penahan tanah
dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan berikut:

1. Tinggi efektif
Tebal pelat = h = 300 mm
Penutup beton = r = 70 mm
Asumsi diameter tulangan
> dalam arah x : 20 mm
> dalam arah y : 20 mm
Tinggi efektif d
> dalam arah x : dx = h - r- 0,5φ = 220 mm
> dalam arah y : dy = h - r- 0,5φ = 200 mm

2. Titik keseimbangan tarik


> Arah x
∈' CU ∈' CU
cx =
(∈' CU + ∈y ) . d =  fy 

. d = 157,14 mm

 ∈' +
E s 
CU

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425
> Arah y

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 47


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

∈' CU ∈' CU
.d =
cy =
(
∈' CU + ∈y )
∈' CU + y
f 

. d = 142,86 mm

 Es 
 

β = 0,85
a = 0,5.β = 0,425

3. Tulangan lapangan dalam arah X


mlx = 21.096 kgm
Luas perlu tulangan lapangan arah x
ml x
Aslx = = 6.749,49 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 32 - 110 mm

4. Tulangan lapangan dalam arah Y


mly = 22.824 kgm
Luas perlu tulangan lapangan arah y
ml y
Asly = = 8.032,58 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 32 - 100 mm

5. Tulangan tumpuan dalam arah X


mtx = 10.548 kgm
Luas perlu tulangan tumpuan arah x
mt x
Astx = = 3.374,74 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 32 - 220 mm

6. Tulangan tumpuan dalam arah Y


mty = 11.412 kgm
Luas perlu tulangan tumpuan arah y
mt y
Asty = = 4.016,29 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan φ 32 - 200 mm

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 48


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.6.6.7 Balok Lantai Dermaga

Balok direncanakan mempunyai bentang 6000 mm dengan tinggi 700 mm dan lebar 500 mm
dengan selimut beton 70 mm. Pembebanan pada balok berasal pelat di atasnya sehingga
perhitungan beban-beban di balok sebagai berikut:

1. Beban merata pada balok


qp = 6.000 kg/m2 x 4 m = 24.000 kg/m2
2. Beban terpusat pada balok
Beban roda = P = 6.000 kg
Besarnya momen-momen yang terjadi pada balok adalah.

1. Momen akibat beban merata


m1l = qp.L2/12 = 72.000 kgm
m1t = qp.L2/24 = 36.000 kgm
2. Momen akibat beban titik
m2l = P.L/4 = 14.400 kgm
m2t = P.L/8 = 7.200 kgm
3. Total momen yang terjadi

ml = m1l + m2l = 86.400 kgm


mt = m1l + m2l = 43.200 kgm
Perhitungan penulangan yang dibutuhkan sebagai berikut.

1. Tinggi Efektif
Tebal balok = h = 700 mm
Lebar balok = b = 500 mm
Penutup beton = r = 70 mm
Asumsi diameter tulangan = f = 20 mm
Tinggi efektif d = h - r- 0,5φ = 630 mm

2. Titik Kesetimbangan Tarik


∈' CU ∈' CU
cb =
(∈' CU + ∈y ) . d =  fy 

. d = 450 mm

 ∈' +
E s 
CU

β = 0,85 mm

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 49


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

a = 0,5 . β = 0,425 mm

3. Penulangan tulangan lapangan


ml = 86.400 kgm
Luas perlu tulangan lapangan
ml
Asl = = 9.653,09 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan 12 φ 32 mm

4. Tulangan tumpuan
mt = 43.200 kgm
Luas perlu tulangan tumpuan
mt
Ast = = 4.826,55 mm2
0.85. f y .(d − a . c b )

Digunakan tulangan 6 x 6 φ 32 mm

Gambar 6. 16 Isometri Dermaga.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 50


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.7. REVERTMENT PANTAI

Revertment ini direncanakan untuk perkuatan lereng yang berada di sepanjang pantai lokasi
pelabuhan. Mengenai letaknya secara tepat, dapat dilihat pada gambar layout masterplan di
bagian lampiran. Tinggi tebing yang akan dilindungi 4,0 m dari dasar dengan kemiringan
tebing sebesar 450. Bahan yang direncanakan untuk digunakan adalah blok beton praktis
dengan ukuran:

⇒ Panjang (P) = 5,0 m


⇒ Lebar (B) = 1,0 m
⇒ Tebal (t) = 0,6 m
Penyusunan blok-blok beton tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6. 17 Tipikal Revertment Pantai.

6.7.1 Analisa Geoteknik Revertment

Analisa dilakukan untuk melihat kekuatan dan kestabilan revertment untuk menahan tanah
yang ada dibelakangnya. Untuk maksud tersebut diperlukan data profil tanah beserta
parameter tanah dari penyelidikan tanah seperti telah dipaparkan pada Sub Bab 3.9 dan Sub
Bab 6.1. Perhitungan yang dilakukan untuk analisa ini menggunakan cara yang telah
dijelaskan pada Sub Bab 2.9.4 sampai Sub Bab 2.9.7.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 51


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Parameter tanah yang akan digunakan adalah parameter tanah dasar, yaitu:

⇒ BJ (γTanah Dasar) = 1,95 t/m3


⇒ Kohesi (C) = 0,96 t/m2
⇒ Sudut geser (φ) = 45O
⇒ Ka = 0,172
⇒ Nc = 172
⇒ Nq = 172
⇒ Nγ = 320

Pembebanan yang terjadi pada revertment berasal dari tanah yang ditahannya dan dari berat
sendiri. Untuk perhitungan berat sendiri, revertment akan dibagi dalam beberapa segmen
berat agar memperteliti hasil perhitungan. Gambar pendekatan gaya-gaya yang bekerja untuk
perhitungan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6. 18 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Revertment.

Tanah yang ditahan oleh revertment:

Panjang (Pt) = 5,0 m


Tinggi (Ht) = 5,0 m
Lebar dasar (Bt) = 3,5 m

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 52


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.7.1.1 Pengecekan Daya Dukung Tanah

Pengecekan daya dukung tanah dasar dalam menahan berat sendiri sebagai berikut:

1. Beban
W1 = 0,59 t
W2 = 11,76 t
W3 = 1,18 t
W4 = 2,35 t
Berat sendiri (WBS) = W1+W2+W3+W4 = 15,88 t
2. Tekanan yang bekerja pada lapisan tanah dasar
WBS
Akibat berat sendiri (P1) = = 2,27 t/m2
P.L

3. Daya dukung batas

qu = q.Nq + C.Nc + 0.5*.B.γ.Nγ = 165,12 t/m2

4. Angka keamanan daya dukung tanah


FS = qu/P1 = 72,80
5. Angka keamanan ijin (FSijin) = 3
FS > FSijin Daya dukung tanah oke!

6.7.1.2 Pengecekan Stabilitas Geser

Pengecekan geser dilakukan sebagai berikut:

1. Gaya yang bekerja menimbulkan geser

Gaya aktif timbunan (F1) = 0,5. γ tanah . Ht 2 . Ka = 4,18 t/m

2. Gaya penahan geser


Gaya kohesi tanah (Fr1) = C.L = 1,34 t/m

(WBS ). tan 2 Φ 
3 
Gaya akibat berat sendiri (Fr2) = = 6,55 t/m
L

3. Angka keamanan stabilitas geser


FS = (Fr1+Fr2)/F1 = 1,89
4. Angka keamanan ijin (FSijin) = 1,5
FS > FSijin Stabilitas geser oke!

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 53


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.7.1.3 Pengecekan Stabilitas Guling

Pengecekan stabilitas untuk mengetahui kemampuan dinding struktur dalam menerima


momen yang bekerja. Pengecekan stabilitas guling dilakukan sebagai berikut:

1. Lengan momen berat sendiri revertment


L1 = 4,66 m
L2 = 2,88 m
L3 = 0,7 m
L4 = 0,7 m
2. Momen guling

Momen gaya timbunan (M1) = 0,5.γtanah dasar.Htt2.Ka.(Ht/3) = 6,97 tm

3. Momen penahan guling


Momen gaya berat sendiri (Mr1) = W1.L1+W2.L2+W3.L3+W4.L4 = 38,14 tm
4. Angka keamanan stabilitas geser
FS = Mr1/M1 = 5,47
5. Angka keamanan ijin (FSijin) = 2
FS > FSijin Stabilitas guling oke!

6.7.1.4 Pengecekan Stabilitas Lereng

Perhitungan stabilitas revertment dilakukan dengan menggunakan metode irisan. Untuk


perhitungan ini, data-data yang digunakan adalah:

Tinggi lereng (H) = 5,0 m


Kemiringan lereng (β) = 450
Jari-jari keruntuhan (r) = 5,5 m
γtanah dasar = 1.950 kg/m3
Ctanah dasar = 9.600 kg/m3
φtanah dasar = 450

Perhitungan stabilitas lereng dilakukan dengan mencari angka keamanan dari lereng dengan
rumus:

FS =
∑ ΔL n . C+ ∑W n . cosα n . tanφ

∑W n . sinα n

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 54


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Permodelan irisan atau pembagian segmen dapat dilihat pada Gambar 6. 19. Hasil
perhitungan stabilitas lereng diberikan pada Tabel 6. 15 bagian berikut ini.

Gambar 6. 19 Irisan Penampang Revertment.

Tabel 6. 15 Perhitungan Stabilitas Lereng.

An Wn αn Wn Sin α n Wn Cos α n
No. Sin α n Cos α n ∆Ln
(m2) (kg/m) (derajat) (kg/m) (kg/m)
1 0.647 1,261.46 67 0.9205 0.3907 1.80 1,161.18 492.89
2 1.67 3,252.02 50 0.7660 0.6428 1.45 2,491.19 2,090.35
3 1.62 3,162.12 36 0.5878 0.8090 1.16 1,858.65 2,558.21
4 1.27 2,476.31 25 0.4226 0.9063 1.03 1,046.53 2,244.29
5 0.80 1,564.68 12 0.2079 0.9781 1.43 325.32 1,530.49
Σ 6.88 6,882.86 8,916.24
FS = 10.89
FSijin = 1.5
Hasil pemeriksaan Ok !

Sumber: hasil analisa

6.8. BANGUNAN

Perencanaan teknis bangunan yang dilakukan adalah perencanaan bahan dan perhitungan
struktur untuk setiap bangunan. Jenis dan luas bangunan pada Pelabuhan Perikanan
Tasikmalaya ini sebagaimana yang telah direncanakan pada analisa kebutuhan fasilitas (Sub
Bab 5.6). Jenis dan luas bangunan dari hasil analisa kebutuhan mengalami beberapa
penyesuaian dari segi arsitektural dan berdasarkan permintaan pemilik untuk
melengkapi/menambah fasilitas-fasilitas pendukung di pelabuhan.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 55


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.8.1 Spesifikasi Bahan

Perencanaan bahan yang akan digunakan untuk tiap bangunan disesuaikan dengan fungsi
dan kegunaan dari masing-masing bangunan. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan
dalam perencanaan bahan adalah:

⇒ Mudah diperoleh di pasaran khususnya di Kabupaten Tasikmalaya.


⇒ Semaksimal mungkin menggunakan potensi yang ada di sekitar lokasi.
⇒ Pertimbangan biaya pengangkutan ke lokasi.
⇒ Mengikuti standar bahan yang telah ditetapkan oleh instansi terkait.
Secara lengkap bahan-bahan yang direncanakan untuk tiap bangunan dapat dilihat pada tabel
berikut ini.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 56


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tabel 6. 16 Spesifikasi Bahan Bangunan.

Jenis Pekerjaan
No. Nama Bangunan Kuda-kuda dan
Pondasi Kolom Sloof Ringbalk Dinding Plesteran Atap Lantai Kusen Daun Pintu
Rangka Atap
1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (20 x 20) Beton (25 x 30) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Beton ringan
Beton (15 x 15) Rabat beton
2. Kantor Adminitrasi Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (25 x 30) Beton (25 x 30) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (15 x 15) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton Tripleks
Keramik (20x20)
3. Rumah Pompa Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Asbes Beton ringan Kayu gunung lokal Multipleks
Beton (20 x 20) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
Beton (15 x 15)
4. Depot BBM Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
5. Gudang Peralatan Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan
Beton (20 x 20) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
6. Pabrik Es Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Multipleks
Beton (15 x 15) Beton ringan
Rabat beton
7. Masjid Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (20 x 20) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton Tripleks
Keramik (20x20)
8. Gardu PLN Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Beton cor Beton ringan Besi Plat besi
Bata 1:3 Plesteran 1:3
9. Pos Jaga Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton Tripleks
Keramik (20x20)
10. Selter Nelayan Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan
Rabat beton
11. Cold Storage Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (15 x 15) Rabat beton
12. Gudang Pengepakan Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (15 x 15) Rabat beton
13. Bengkel Dermaga Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan Kayu gunung lokal Panil teakwood
Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
14. Gudang Suku Cadang Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Beton ringan Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (15 x 15) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton
15. Gedung Serba Guna Batu belah 1:5 Beton (25 x 25) Beton (25 x 30) Beton (25 x 30) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Beton (15 x 15) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton Tripleks
Keramik (20x20)
16. Kantin Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (30x30) Kayu gunung lokal Panil teakwood
Rabat beton
17 Toilet Umum Batu belah 1:5 Beton (20 x 20) Beton (20 x 25) Beton (20 x 25) Bata 1:5 Plesteran 1:5 Kayu gunung lokal Genteng Keramik (20x20) Kayu gunung lokal Tripleks
Beton (15 x 15) Bata 1:3 Plesteran 1:3 Rabat beton

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 57


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.8.2 Analisa Struktur Bangunan

Analisa struktur untuk bangunan dilakukan untuk pengecekan kekuatan struktur bangunan
yang direncanakan. Analisa strukur yang dilakukan adalah:

⇒ Analisa kuda-kuda dan rangka atap.


⇒ Analisa balok dan kolom.

Beban-beban rencana yang dipakai untuk analisa berdasarkan standar antara lain:

⇒ Berat dinding setengah bata (Wd) = 250 kg/m2


⇒ Berat atap (Wa) = 50 kg/m2
⇒ Gaya angin (Fa) = 40 kg/m2
⇒ Berat beton bertulang (Wbb) = 2.400 kg/m3
⇒ Berat kayu (Wk) = 1.000 kg/m3
⇒ Penutup atap (Wpa) = 24 kg/m2
Sedangkan parameter yang digunakan adalah:

⇒ Koefisien angin hisap (kh) : 0,4


⇒ Koefisien angin tekan (kt) : 0,5
⇒ Mutu beton : 25 Mpa
⇒ Mutu tulangan baja : 240 Mpa (baja polos)
⇒ Kayu kelas II
 σlt = 100 kg/cm2
 σtr// = 85 kg/cm2
 σtk⊥ = 100 kg/cm2
 τ// = 100 kg/cm2

Pada bab ini akan diberikan contoh perhitungan salah satu bangunan yang direncanakan,
yaitu Kantor Administrasi Pelabuhan. Perhitungan struktur bangunan lainnya dapat dilihat
pada lampiran.

6.8.2.1 Kuda-kuda dan Rangka Atap

Pengecekan rangka atap dilakukan untuk kuda-kuda yang menempati daerah triburial
terbesar (daerah kritis). Berdasarkan alasan tersebut maka pengecekan dilakukan untuk kuda-
kuda penuh dengan bentang 10,5 m.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 58


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Data kuda-kuda adalah:

⇒ Panjang (Lb) = 10,5 m


⇒ Tinggi (T) = 3,03 m
⇒ Sudut (α) = 300
⇒ Sisi miring = panjang/cosα = 6,06 m
⇒ Jumlah titik beban (n) = 6
⇒ Jarak antar kuda-kuda (L) = 3,5 m

1. Gaya-gaya yang Bekerja


a. Beban pada kuda-kuda
Fangin hisap = Fa.kh.L = 56 kg/m
Fangin tekan = Fa.kt.L = 70 kg/m
Fatap = Wa.sinα.L = 87,5 kg/m
b. Beban pada titik
Pangin hisap = Fangin hisap.sisi miring/n = 56,58 kg
Pangin tekan = Fangin tekan.sisi miring/n = 70,73 kg
Patap = Fatap.sisi miring/n = 56,58 kg
Permodelan sistem rangka atap yang dipakai:

10 7

9 10
9

6 11
16

12 14 15 13

3 8
1 2 5
4 6
1 2 3 8 4 5

Gambar 6. 20 Permodelan Kuda-kuda Atap.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 59


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Gaya-gaya yang bekerja pada permodelan rangka atap di atas adalah:

Tabel 6. 17 Gaya-gaya Batang Kuda-kuda 10,5 m.

Beban Mati Angin Kanan Angin kiri Gaya Maksimum


No Batang
(kg) (kg) (kg) (kg)
1 0.00 0.00 0.00 0.00
2 0.00 0.00 0.00 0.00
3 -9.78 44.94 -44.94 -54.72
4 0.00 0.00 0.00 0.00
5 0.00 0.00 0.00 0.00
6 -2600.06 -110.36 0.08 -2710.42
7 -1168.23 -82.36 27.84 -1250.59
8 73.38 -337.05 337.05 410.43
9 459.54 8.88 8.88 468.42
10 -1168.23 27.84 -82.36 -1250.59
11 -2696.09 0.08 -110.36 -2806.45
12 222.18 0.00 0.00 222.18
13 318.18 0.00 0.00 318.18
14 -254.96 -229.40 211.64 -484.37
15 -350.99 211.64 -229.40 -580.39
16 -1027.16 -27.05 -27.05 -1054.22

Sumber: hasil analisa

2. Kuat Tarik dan Tekan Kuda-kuda

Persyaratan kuat tekan dan tarik kayu dapat diberikan sebagai berikut:

P.ω
Kuat tekan : σ = ≤ σ ds// = 85 kg/cm2
A
P
Kuat tarik : σ= ≤ σ tr// = 85 kg/cm2
A

Dimensi kayu kuda-kuda yang digunakan 8/15 cm. Hasil pengecekan terhadap kuat tekan
dan tarik kayu dengan dimensi tersebut pada kuda-kuda penuh (atap limas) sebagai berikut.

Tabel 6. 18 Pengecekan Kuat Tekan dan Tarik.

Gaya Panjang Iy A iy Kuat Tekan Kuat Tarik Cek


No Batang λ ω
(kg) (m) (cm4) (cm2) (cm) (kg) (kg) Kekuatan
1 0.00 2.63 2250 120 4.33 60.62 1.68 6077.72 10200 ok
2 0.00 1.63 2250 120 4.33 37.53 1.33 7648.11 10200 ok
3 -54.72 1.00 2250 120 4.33 23.09 1.18 8629.61 10200 ok
4 0.00 1.63 2250 120 4.33 37.53 1.33 7648.11 10200 ok
5 0.00 2.63 2250 120 4.33 60.62 1.68 6077.72 10200 ok
6 -2710.42 3.03 2250 120 4.33 70.00 1.88 5440.00 10200 ok
7 -1250.59 3.03 2250 120 4.33 70.00 1.88 5440.00 10200 ok
8 410.43 1.00 2250 120 4.33 23.09 1.18 8629.61 10200 ok
9 468.42 5.25 2250 120 4.33 121.24 5.22 1955.44 10200 ok
10 -1250.59 3.03 2250 120 4.33 70.00 1.88 5440.00 10200 ok
11 -2806.45 3.03 2250 120 4.33 70.00 1.88 5440.00 10200 ok
12 222.18 1.52 2250 120 4.33 35.00 1.30 7820.00 10200 ok
13 318.18 1.52 2250 120 4.33 35.00 1.30 7820.00 10200 ok
14 -484.37 3.03 2250 120 4.33 70.00 1.88 5440.00 10200 ok
15 -580.39 3.03 2250 120 4.33 70.00 1.88 5440.00 10200 ok
16 -1054.22 3.03 2250 120 4.33 70.00 1.88 5440.00 10200 ok

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 60


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

3. Kekuatan Gording

Gording yang dicek adalah gording yang mengalami pembebanan paling besar yaitu gording
dengan jarak antar gording 1,0 m untuk jarak antar kuda-kuda 3,5 m.

a. Data gording
Jarak antar gording (l) = 1,0 m
Jarak antar kuda-kuda (L) = 3,5 m
Tinggi gording (h) = 6 cm
Lebar gording (b) = 12 cm
Sudut (α) = 300
E = 100.000 kg/m2
I = 864 m4
EI = 8,640 kgm2
b. Beban yang bekerja
Berat atap (Wa) = 50 kg/m2
Gaya angin (Fa) = 40 kg/m2
Berat kayu (Wk) = 1.000 kg/m3
Beban hidup (Wh) = 100 kg
Berat gording (Wg) = b.h.Wk = 7,2 kg
c. Momen yang bekerja
Momen akibat angin
Ma = 0,125.L2.l.Fa.kt = 45,938 kgm
Momen akibat berat atap
Mbt = 0,125.L2.l.Wa.sinα = 57,422 kgm
Momen akibat berat gording
Mg = 0,125.L2.l.Wg.sinα = 8,269 kgm
Momen akibat beban hidup
Mh = 0,25.L2.Wh.sinα = 43,750 kgm
Total momen yang bekerja
Mt = Ma + Mbt + Mg + Mh = 155,378 kgm
d. Kontrol tegangan
Mt
σ= = 82,062 kg/cm2 ≤ σijin = 100 kg/cm2 → OK !!
1
bh
6
e. Kontrol lendutan
q = (Wg + Wa).sin α + Fa.kt

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 61


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

P = Wh.sin α
5 ql 4 1 Pl 3 L
δ= . + . = 1,62 cm ≤ δijin = = 1,75 cm → OK !!
384 EI 48 EI 200

f. Kontrol tegangan geser


D = ((Wg + Wa).l.L + Wh).sin α + Fa.kt.l.L
3 D
τ= . = 2,29 kg/cm2 ≤ τijin = 12 kg/cm2 → OK !!
2 2 bh

4. Detail Sambungan

Perhitungan detail sambungan mengunakan rumus-rumus sebagai berikut:

a. Sambungan gigi tunggal


F . cosα
Kedalaman takik (tv) =
b . σ tr//

Takik ijin : α ≤ 500 → tv ≤ h/4


α ≥ 600 → tv ≤ h/6
F . cosα
kayu muka (lv) =
b . τ //

b. Sambungan
Baut tampang satu
P1 = 40.b.dbaut.(1-0,6.sin α)
P2 = 215.dbaut2.(1-0,35.sin α)
Baut tampang dua
P1 = 100.b.dbaut.(1-0,6.sin α)
P2 = 430.dbaut2.(1-0,35.sin α)
Jumlah baut (n) = F/(P1+P2)
Hasil perhitungan sambungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 6. 19 Perhitungan Detail Sambungan.

Gaya Dalam Takikan (cm) Kayu Muka Kekuatan Baut (kg)


Detail Elemen Jenis Sambungan Sudut Jumlah Baut
(kg) (cm)
Perlu Teoritis Dipakai P1 P2 P
1 1-6 2710 Gigi tunggal 30.00 3.45 3.75 3.50 24.45 - - - -
2 1-12 222 Baut Tampang Dua 90.00 - - - - 960.00 619.20 619.20 0.36
7 10-15 1250 Gigi tunggal 59.97 2.37 3.75 2.50 - - - - -
10 670 Baut Tampang Satu 59.97 - - - - 184.52 148.77 148.77 4.50
15 670 Baut Tampang Satu 90.00 - - - - 384.00 309.60 309.60 2.16
8 14-15 484 Gigi tunggal 59.97 0.92 3.75 1.00 - - - - -
14 96 Baut Tampang Satu 59.97 - - - - 184.52 148.77 148.77 0.65
15 96 Baut Tampang Satu 90.00 - - - - 384.00 309.60 309.60 0.31
9 6-12 222 Baut Tampang Dua 60.00 - - - - 960.00 619.20 619.20 0.36
6-14 484 Gigi tunggal 60.00 0.92 3.75 1.00 - - - - -

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 62


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Gambar 6. 21 Detail Sambungan 1 Kuda-kuda.

Gambar 6. 22 Detail Sambungan 2 Kuda-kuda.

Gambar 6. 23 Detail Sambungan 7 Kuda-kuda.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 63


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Gambar 6. 24 Detail Sambungan 8 Kuda-kuda.

Gambar 6. 25 Detail Sambungan 9 Kuda-kuda.

6.8.2.2 Ringbalk dan Kolom

1. Tulangan Ringbalk

Ringbalk yang dihitung adalah ringbalk yang mempunyai beban maksimum. Penulangan
ringbalk lainnya dianggap sama. Bentang penulangan dibagi menjadi tiga bagian. Berikut
perhitungan keperluan tulangan balok ring:

a. Data balok
fc` = 25 Mpa
fy = 240 Mpa
Lebar (b) = 200 mm
Tinggi (h) = 250 mm
Selimut (r) = 30 mm

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 64


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

b. Tulangan tarik dan tekan


dtul = 13 mm
Jumlah tulangan tarik (ntarik) = 3 buah
Jumlah tulangan tekan (ntekan) = 0 buah
defektif = h – r – (dtul/2) = 213,5 mm
Luas tulangan tarik (Astarik) = 0,25.π.dtul2.ntarik = 398,2 mm2
Luas tulangan tekan Astekan = 0,25.π.dtul2.ntekan = 0,0 mm2
As tarik
Rasio penulangan (ρtul) = = 0,00933
b . d efektif

Rasio min (ρmin) = 0,00583


Rasio max (ρmax) = 0,04032
As tarik . f y
a= = 22,49 mm
0,85. f' c b

Kuat momen nominal (Mn) = Astarik.fy.(d-a/2) = 19,329 kNm


Kuat momen rencana (Mr) = 0,8.Mn = 15,46 kNm
Kuat momen bekerja (Mu) = 15 kNm
Syarat : Mu ≤ Mr → OK !!
c. Tulangan sengkang
dtul = 10 mm
Jarak spasi (s) = 150 mm
Luas tulangan geser (Av) = 0,25.π.dtul2.2
Kuat geser beton (Vc) = (1/6.√fc’).b.defektif.10-3 = 35,58 kN
A v . f y . d efektif
Kuat geser tulangan (Vs) = .10-3 = 53,66 kN
s
Spasi maksimum (Smaks) = defektif/2 = 106,75 mm
Kuat geser nominal (Vn) = Vc + Vs = 89,24 kN
Kuat geser terfaktor (0,6Vn) = 53,54 kN
Kuat geser bekerja (Vu) = 15 kN
Syarat : Vu ≤ 0,6Vn → OK !!

Gambar penulangan balok sebagai berikut.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 65


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Lo/4 Lo/2 Lo/4

Gambar 6. 26 Pembagian Bentang Penulangan.

3 φ-13

150 φ-10

250

2 φ-13

200

Gambar 6. 27 Detail Tulangan Tumpuan Tekan (Kiri Bentang)

2 φ-13

150 φ-10

250

3 φ-13

200

Gambar 6. 28 Detail Tulangan Tumpuan Tarik (Kanan Bentang)

2. Tulangan Kolom

Perhitungan kolom diambil dari gaya-gaya maksimum dari hasil kombinasi pembebanan.

a. Kolom 25 x 25
Gaya-gaya yang bekerja pada kolom 25 x 25 dapat dilihat pada Tabel 6. 20 berikut.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 66


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tabel 6. 20 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Kolom 25 x 25.

MAJOR MINOR
MAJOR MINOR AXIAL TORSIONAL
COL ID MOMENT MOMENT
SHEAR SHEAR FORCE MOMENT
TOP BOTTOM TOP BOTTOM
1 252.79 -182.72 -128.09 -99.31 278.36 111.08 -4051.96 -7.57
2 226.08 -178.58 -119.02 78.26 146.52 20.08 -1993.1 -7.57
3 21.3 -63.21 -24.86 -18.89 161.22 48.68 -4241.38 -7.57
4 98.04 -106.44 -60.14 -128.79 204.09 97.91 -4640.77 -7.57
5 25.43 -65.54 -26.76 -92.23 151.69 71.74 -4540.54 -7.57
6 124.24 -121.2 -72.19 18.44 60.17 11.28 -4232.53 -7.57
7 -113.55 12.77 37.15 216.07 -81.07 -87.4 -2000.27 -7.57
8 -216.54 109.41 95.87 -199.11 152.83 103.51 -2532.86 -7.57
9 -623.49 356.85 288.34 95.81 -13.32 -32.1 -3250.56 -7.57
10 -238.67 178.68 122.75 -291.9 205.11 146.18 -2070.81 -7.57
11 -31.21 61.8 27.36 -132.73 135.01 72.36 -4314.44 -7.57
12 -82.88 90.91 51.12 -173.59 237.8 111.19 -4316.15 -7.57
13 113.9 -19.96 -39.37 -437.11 436.86 257.05 -2103.8 -7.57
14 178.76 -67.4 -72.4 -338.23 412.96 220.94 -4282.07 -7.57
15 23.58 -71.07 -25.58 -75.2 142.1 63.91 -615.33 -7.57
16 59.59 -88.9 -40.13 -117.89 197.95 92.89 -514.08 -7.57
17 -251.43 204.04 133.96 -211.06 218.63 126.38 -1756.48 -7.57
18 103.88 3.86 -29.42 -251.76 273.37 154.45 -1706.81 -7.57
19 272 -165.83 -128.77 -411.87 422.64 245.44 -4293.68 -7.57
20 256.74 -139.05 -116.41 -128.23 262.85 115.02 -4441.16 -7.57
21 -288.46 149.93 128.94 -171.27 228.03 117.44 -2553.34 -7.57
22 -343.48 199.1 159.58 -47.84 158.49 60.69 -4149.2 -7.57
23 73.19 -53.82 -37.36 -119.71 167.17 84.38 -1342.58 -7.57
24 338.59 -185.16 -154.04 2.39 98.38 28.23 -4201.81 -7.57

Sumber: hasil analisa


Pengecekan tulangan kolom dilakukan untuk salah satu kolom yang memiliki gaya terbesar.
Gambar diagram biaksial yang dihasilkan untuk kolom 25 x 25 sebagai berikut:

Gambar 6. 29 Diagram Biaksial Kolom 25 x 25.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 67


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

b. Kolom 15 x 15
Gaya-gaya yang bekerja pada kolom 15 x 15 dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 6. 21 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Kolom 15 x 15.

MAJOR MINOR
MAJOR MINOR AXIAL TORSIONAL
COL ID MOMENT MOMENT
SHEAR SHEAR FORCE MOMENT
TOP BOTTOM TOP BOTTOM
25 14.65 -9.95 -7.24 -58.31 61.96 35.37 -1794.82 -0.98
26 11.71 -5.91 -5.18 -37.92 50.4 25.98 -1458.67 -0.98
27 -48.07 31.59 23.43 -30.15 38.69 18.61 -783.97 -0.98
28 2.1 4.55 0.72 -49.55 45.19 27.86 -5135.28 -0.98
29 -20.01 17.09 10.91 -43.53 37.64 23.88 -5141.11 -0.98
30 11.92 -8.39 -5.97 -19.62 18.77 10.38 -1695.8 -0.98
31 -31.17 12.44 12.83 -6.39 26.86 8.99 -755.92 -0.98
32 0 0.69 0.19 0 9 2.43 -2599.9 -0.98
33 0 0.69 0.19 0 19.72 5.33 -2599.9 -0.98
34 0 -1.56 -0.42 0 19.72 5.33 -99.9 -0.98

Sumber: hasil analisa


Gambar diagram biaksial yang dihasilkan untuk kolom 15 x 15 sebagai berikut:

Gambar 6. 30 Diagram Biaksial Kolom 15 x 15.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 68


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.8.3 Analisa Daya Dukung Tanah

Parameter tanah yang akan digunakan adalah parameter tanah dasar, yaitu:

⇒ BJ (γTanah Dasar) = 1,95 t/m3


⇒ Kohesi (C) = 0,96 t/m2
⇒ Sudut geser (φ) = 45O
⇒ Ka = 0,172
⇒ Nc = 172
⇒ Nq = 172
⇒ Nγ = 320

Data pondasi yang akan digunakan:

⇒ Kedalaman (H) = 0,7 m


⇒ Lebar bawah (B) = 0,7 m
⇒ Lebar atas (Ba) = 0,3 m
Pengecekan terhadap daya dukung tanah dasar dalam menahan berat pondasi dilakukan
sebagai berikut:

1. Beban rencana
Beban terpusat kolom = 4,64 t
Beban rencana kolom (P) = 6,00 t
2. Tekanan yang bekerja pada lapisan tanah dasar

Akibat beban terpusat (P) = P.γtanah dasar = 11,70 t/m2

3. Daya dukung batas

qu = q.Nq + C.Nc + 0.5*.B.γ.Nγ = 165,12 t/m2

4. Angka keamanan daya dukung tanah

FS = qu/P = 14,11
FS > FSijin Daya dukung tanah oke!

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 69


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.9. JALAN DAN AREA PARKIR

Perencanaan geometrik jalan tergantung pada kondisi topografi daerah yang akan dilalui
jalan tersebut dan fungsi serta kecepatan lalu lintas yang akan lewat. Jalan pada lokasi
Pelabuhan Perikanan Tasikmalaya direncanakan sebagai berikut :

5. Jalan raya pelabuhan/jalan akses


 Lebar perkerasan = 7,0 m.
 Dua lajur dua arah.
 Jalan lokal.
 Dilalui kendaraan berat dan ringan.
6. Jalan kompleks pelabuhan
 Lebar perkerasan = 6,0 m.
 Dua lajur dua arah.
 Jalan lokal.
 Dilalui kendaraan berat dan ringan.
Di samping itu, perencanaan jalan dan area parkir mengambil ketentuan sebagai berikut :

⇒ Curah hujan maksimum pertahun = 691,25 mm


⇒ Kemiringan melintang maksimum = 2,5 %
⇒ CBR ≥ 6 %
⇒ Kecepatan rencana kendaraan maksimum = 50 km/jam
⇒ Kelandaian vertikal maksimum = 6%
⇒ Angka pertumbuhan lalu lintas pertahun = 6%

6.9.1 Geometrik Jalan

6.9.1.1 Alinemen Horizontal

1. Bagian Lurus

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Sub Bab 4.8.2.2 bahwa panjang maksimum bagian
lurus harus dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 2,5 menit dengan pertimbangan
keselamatan pengemudi akibat kelelahan. Berdasarkan klasifikasi jalan dan kondisi geografis
di lokasi, panjang bagian jalan yang lurus direncanakan kurang dari 2.000 m.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 70


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

2. Tikungan

Perencanaan tikungan dilakukan pada jalan akses pelabuhan saja, mengingat jalan tersebut
juga berfungsi sebagai jalan untuk lalu lintas umum selain lalu lintas operasional pelabuhan
perikanan. Untuk jalan kompleks pelabuhan tidak direncanakan alinyemen horizontal karena
pergerakan di dalam pelabuhan tidak memerlukan manuver yang cepat.

a. Penentuan trase rencana jalan


Langkah pertama dalam perencanaan geometri jalan adalah menentukan trase pada
daerah yang akan dibuat jalan dengan lebar jalan tertentu. Langkah-langkah
menentukan trase:

a. Menentukan titik awal proyek (A) dengan stasionnya dan titik akhir proyek (B).
b. Menentukan arah utara yang sejajar salah satu garis grid.
c. Menentukan besar skala.
d. Menentukan jarak antar grid.
e. Menentukan koordinat acuan.
f. Dalam membuat trase dihindari memotong tegak lurus kontur, akan tapi sedapat
mungkin dibuat sejajar kontur.
g. Tikungan dianjurkan tidak pada daerah menanjak, sebaiknya pada daerah datar.
h. Jika trase melalui sungai, usahakan jarak minimal tepi sungai ke lengkung
peralihan (Ts) adalah 50 m.
Berdasarkan kontur yang ada dan faktor tata ruang maka ditentukan trase terbaik dari
jalan yang direncanakan dengan mempertimbangkan jalan lama yang telah ada. Trase
jalan baru ini terdiri dari 4 buah tikungan yang salah satunya merupakan tikungan
tajam dan 2 buah jalan lurus.

b. Perhitungan koordinat, jarak (d), azimuth (α), dan sudut tikungan (∆)

Berdasarkan trase jalan yang dibuat dengan menggunakan peta kontur dengan skala 1:
2.000, diperoleh koordinat-koordinat titik awal proyek (A), titik akhir proyek (B) serta
koordinat titik pusat tikungan. Perhitungan sudut tikungan dapat diperoleh dari
koordinat-koordinat tersebut. Hasil perhitungan koordinat, jarak, azimuth, dan sudut
tikungan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 71


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tabel 6. 22 Perhitungan Koordinat, Jarak (d), Azimuth (α), dan Sudut Tikungan (∆).

Koordinat Azimuth (α) Sudut


Jarak dari titik A Delta
Titik Tikungan
X Y (d) Radians Derajat ( o)
(∆)
A 178,524.633 9,139,921.278 0
I 178,558.283 9,139,898.897 40.413 -0.984 -56.372 123.628 -97.565 97.565
II 178,620.087 9,140,025.257 140.665 0.455 26.064 26.064 50.849 50.849
III 179,025.031 9,140,119.394 415.742 1.342 76.913 76.913 89.873 89.873
IV 179,088.232 9,139,850.235 276.480 -0.231 -13.214 166.786 -61.516 61.516
B 179,227.368 9,139,812.251 144.228 -1.304 -74.730 105.270
Total 1,017.527

Sumber: hasil analisa

Contoh Perhitungan:
Koordinat A (178.524,633; 9.139.921,278)
Koordinat I (178.558,283; 9.139.898,897)
Koordinat II (178.620,087; 9.140.025,257)
a. Jarak:

dAB = (XI - XA )2 + (YI - YA) 2 = 40,143 m

b. Azimuth :
 XI − XA 
α A = tan −1 
 Y −Y
 = -56,372

 I B 
Karena harga α berada pada kuadran II maka ditambah 180o, jadi harga αA adalah
sebesar 123,628o
c. Sudut tikungan:
Titik I:
∆I = αI − αA
= 26,064 – 123,628
= -97,565o
= 97,565o (dipakai harga mutlak)
c. Penentuan nilai jari-jari (R) minimum dan data-data tikungan
Perencanaan tikungan pada suatu trase jalan sangat dipengaruhi oleh panjang Ts
antara dua tikungan yang saling berdekatan di mana jumlah kedua Ts harus lebih kecil
dengan jarak antara titik pusat dua tikungan yang berdekatan.

Berdasarkan peta kontur dan trase jalan yang direncanakan maka akan dibuat jenis
tikungan yang sama yaitu tikungan tipe Spiral-Lingkaran-Spiral pada keempat buah
titik tikungan, yaitu titik I, II, III dan IV. Untuk memperoleh harga jari-jari (R)

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 72


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

minimum dilakukan dengan cara coba-coba hingga mendapatkan harga Ts yang sesuai
agar dapat menghindari overlap pada diagram superelevasi kedua tikungan yang
berdekatan. Besarnya nilai superelevasi dan lengkung Ls berdasarkan superelevasi
maksimum 10 %. Contoh perhitungan penentuan R dan data tikungan:

Tikungan IV
Untuk Vr = 50 km/jam
∆ = 61,516o
Ambil Rc = 143 m
maka,
Ls = 50 m
θs = Ls/2.R = 10,017o
∆c = ∆ - 2θs = 41,483o
Lc = (∆c/180).π.Rc = 103,533 m
Ltot = Lc + 2.Ls = 203,533 m
Xc = Ls – Ls3/40.Rc2 = 49,987 m
Yc = Ls2/6.Rc = 2,914 m
k = Xc – Rc sin θs = 24,974 m
p = Yc – Rc(1-cos θs) = 0,734 m
Ts = (Rc+p) tan (0,5∆) + k = 110,514 m
Es = (Rc+p) sec (0,5∆) – Rc = 24,262 m

Tabel 6. 23 Data-data Tikungan.

Tikungan I II III IV
Tipe SCS SCS SCS SCS
Vr, (km/jam) 20 40 40 50
Rmin (m) 25 84 70 143
e 0.100 0.082 0.092 0.077
Ls (m) 20 35 45 50
Lc (m) 22.571 39.549 64.801 103.533
0s 22.918 11.937 18.417 10.017
Delta c 51.728 26.976 53.040 41.483
Yc (m) 2.667 2.431 4.821 2.914
Xc (m) 19.680 34.848 44.535 49.847
k (m) 9.945 17.474 22.421 24.974
p (m) 0.693 0.614 1.236 0.734
Ts (m) 39.276 57.697 93.499 110.514
Es (m) 13.993 9.688 30.632 24.262
Ltotal (m) 62.571 109.549 154.801 203.533

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 73


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

d. Stasioning (Staking Out)


Untuk membuat jalan di lapangan dan mengetahui panjang jalan sebenarnya dibuat
stasioning pada titik-titik dengan jarak tertentu pada titik-titik penting tikungan.
Dalam perencanaan jalan ini, digunakan stationing dengan jarak interval sebesar 50 m
di ruas jalan yang lurus sedangkan untuk tikungan mengikuti besaran penting
tikungan. Jumlah patok/station keseluruhan adalah sebanyak 26 buah. Patok pertama
(awal jalan rencana) terletak tepat setelah jembatan (sebelah timur jembatan). Tata
letak stationing dapat disimak dalam tabel dan gambar berikut.

Tabel 6. 24 Stasioning Rencana Jalan.

Koordinat Jarak Antar Jarak di


No. Titik Stasioning
X Y Sta. Lapangan
1 A 178524.633 9139920.278 0 0 0+000.000
2 TS 178525.580 9139920.648 1.138 1.138 0+001.138
3 SC 178543.443 9139911.970 20.000 21.138 0+021.138
4 I CC 178554.625 9139912.404 11.285 32.423 0+032.423
5 CS 178564.497 9139917.672 11.285 43.708 0+043.708
6 ST 178575.539 9139934.178 20.000 63.708 0+063.708
7 TS 178594.739 9139973.432 43.693 107.401 0+107.401
8 SC 178612.234 9140003.668 35.000 142.401 0+142.401
9 II CC 178626.119 9140017.677 19.774 162.175 0+162.175
10 CS 178642.888 9140028.062 19.774 181.950 0+181.950
11 ST 178676.281 9140038.321 35.000 216.950 0+216.950
12 C 178724.982 9140049.642 50.000 266.950 0+266.950
13 D 178773.683 9140060.964 50.000 316.950 0+316.950
14 E 178822.385 9140072.285 50.000 366.950 0+366.950
15 F 178871.086 9140083.607 50.000 416.950 0+416.950
16 TS 178933.960 9140098.223 264.546 481.496 0+481.496
17 SC 178978.430 9140103.611 45.000 526.496 0+526.496
18 III CC 179008.867 9140093.375 32.400 558.896 0+558.896
19 CS 179031.530 9140070.629 32.400 591.297 0+591.297
20 ST 179046.404 9140028.371 45.000 636.297 0+636.297
21 TS 179062.893 9139958.150 72.466 708.763 0+708.763
22 SC 179077.126 9139910.283 50.000 758.763 0+758.763
23 IV CC 179105.738 9139867.123 51.766 810.529 0+810.529
24 CS 179147.849 9139836.980 51.766 862.296 0+862.296
25 ST 179195.169 9139821.041 50.000 912.296 0+912.296
26 B 179227.368 9139812.251 33.713 946.009 0+946.009

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 74


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Gambar 6. 31 Sketsa Stationing Jalan Rencana Pengembangan Pelabuhan Perikanan.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 75


Laporan Proyek Akhir Perencanaan Teknis

e. Nilai Pergeseran, Pelebaran dan Ruang Bebas Samping Jalan


Untuk menjamin kebebasan pandangan dan kenyamanan dalam memasuki tikungan
maka diberikan pelebaran jalan ditikungan dan ruang bebas samping seperti yang
terlampir dalam tabel berikut ini.

Tabel 6. 25 Nilai Pergeseran, Pelebaran dan Ruang Bebas Samping Jalan.

Vr Rmin Pelebaran Samping Ruang Bebas


Tikungan Tipe Nilai Pergeseran (m)
(km/jam) (m) (m/lajur) Samping (m)
I SCS 20 25 0.04 1.00 3.00
II SCS 40 84 0.02 1.00 3.30
III SCS 40 70 0.03 1.00 3.30
IV SCS 50 143 0.01 0.70 1.50

Sumber: hasil analisa

f. Superelevasi
Pada saat kendaraan memasuki tikungan, kendaraan mengalami gaya gesek akibat
gaya sentrifugal sesuai dengan kemiringan (superelevasi) jalan. Besarnya superelevasi
dan gaya gesek yang terjadi di tikungan dapat dilihat di tabel berikut ini.

Tabel 6. 26 Superelevasi (e) dan Gaya Gesek (f) Pada Tikungan.

Tikungan Tipe Vr (km/jam) Rmin (m) e f

I SCS 20 25 0.100 0.026


II SCS 40 84 0.082 0.068
III SCS 40 70 0.092 0.088
IV SCS 50 143 0.077 0.061

Sumber: hasil analisa

6.9.1.2 Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal ditentukan berdasarkan kecepatan rencana kendaraan di daerah yang


dibangun, kemiringan melintang jalan yang diperlukan untuk pengaliran air permukaan dan
topografi setempat.

Kecepatan yang direncanakan untuk kawasan ini adalah sebesar 40 - 50 km/jam, dengan
kemiringan melintang jalan maksimal 10 %.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 76


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.9.2 Perkerasan Jalan dan Area Parkir

6.9.2.1 Lalu Lintas Rencana

Untuk menghitung lalu lintas rencana di lokasi, perlu dilakukan perkiraan volume kendaraan
yang akan melewati jalan rencana seperti berikut:

7. Jalan raya pelabuhan


 Truk 10 ton = 100 buah kendaraan
 Mobil penumpang dan pick up = 500 buah kendaraan
 Bus = 50 buah kendaraan
8. Jalan komplek pelabuhan
 Truk 10 ton = 35 buah kendaraan
 Mobil penumpang dan pick up = 75 buah kendaraan
9. Area parkir

Mengacu pada volume kendaraan untuk jalan kompleks pelabuhan.

Perhitungan lalu lintas rencana secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. 27. Dari hasil
perhitungan diperoleh Lintas Ekivalen Rencana (LER) untuk masing-masing jenis jalan:

⇒ Jalan akses pelabuhan, LER = 90.801


⇒ Jalan kompleks, LER = 23.230

6.9.2.2 Daya Dukung Tanah Dasar

Dari data tanah dasar untuk CBR ≥ 6 % dengan menggunakan grafik korelasi CBR dan daya
dukung tanah (DDT) diperoleh daya dukung tanah sebesar 5.

6.9.2.3 Tebal Perkerasan

Perencanaan tebal perkerasan didasarkan pada indeks tebal perkerasan yang mengacu pada
indeks permukaan seperti yang telah dijelaskan pada Sub Bab 4.8.8. Dari hasil perhitungan
indeks tebal perkerasan dapat disimpulkan perkerasan untuk masing-masing jenis jalan
sebagai berikut:

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 77


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

10. Jalan akses pelabuhan


 Lapisan pondasi bawah : Sirtu, tebal 19 cm
 Lapisan pondasi atas : LASTON atas, tebal 10 cm
 Lapisan lapis permukaan : LASTON, tebal 7,5 cm
11. Jalan kompleks pelabuhan
 Lapisan pondasi bawah : Sirtu, tebal 21 cm
 Lapisan pondasi atas : Batu pecah, tebal 20 cm
 Lapisan lapis permukaan : LASBUTAG (lapis asbuton agregat), tebal 5 cm
Perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. 28. Gambar susunan tebal perkerasan
untuk masing-masing tipe jalan dapat dilihat pada Gambar 6. 32 dan Gambar 6. 33
sedangkan tipikal masing-masing jalan dapat dilihat pada Gambar 6. 34 dan Gambar 6. 35
berikut ini.

Gambar 6. 32 Lapisan Perkerasan Jalan Akses Pelabuhan.

Gambar 6. 33 Lapisan Perkerasan Jalan Kompleks Pelabuhan.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 78


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Gambar 6. 34 Tipikal Jalan Kompleks 6,0 m.

Gambar 6. 35 Tipikal Jalan Akses 7,0 m.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 79


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tabel 6. 27 Perhitungan Lintas Ekivalen Rencana (LER).

Lintas Lintas
Beban Sumbu Lintas Ekivalen
Volume Ekivalen Kendaraan Lintas Ekivalen Permulaan Ekivalen Ekivalen
Tipe Jalan Jenis Kendaraan (ton) Rencana
Kendaraan Akhir Tengah

Depan Belakang Depan Belakang E C LEP LEP Total LEA LET FP LER

Jalan Komplek I Truk 10 ton 100 4 6 0.0577 0.2923 0.3500 0.50 17.500 21.583 69.218 45.400 2 90.801
Mobil Penumpang 500 1 1 0.0002 0.0002 0.0004 0.50 0.100
Bus 50 3 5 0.0183 0.141 0.1593 0.50 3.983

Jalan Akses Truk 10 ton 35 4 6 0.0577 0.2923 0.3500 0.45 5.513 5.522 17.708 11.615 2 23.230
Mobil Penumpang 75 1 1 0.0002 0.0002 0.0004 0.30 0.009

Sumber: hasil analisa


Tabel 6. 28 Perhitungan Tebal Perkerasan Jalan.

Indeks Tebal
Lapis Permukaan Lapis Pondasi Atas Lapis Pondasi Bawah
Tipe Jalan Jenis Kendaraan Volume Kendaraan % Kendaraan Berat Perkerasan

ITP a1 D1 (cm) Bahan a2 D2 (cm) Bahan a3 D3 (cm) Bahan

Jalan Akses Truk 10 ton 100 23.08% 8.25 0.40 7.50 LASTON 0.28 10.00 LASTON 0.13 18.85 Sirtu
Mobil Penumpang 500 ATAS (Kelas A, CBR 70)
Bus 50

Jalan Kompleks Truk 10 ton 35 31.82% 7.25 0.35 7.50 LASBUTAG 0.12 20.00 Batu Pecah 0.11 20.23 Sirtu
Mobil Penumpang 75 (Kelas C, CBR 60) (Kelas C, CBR 30)

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 80


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.10. SISTEM DRAINASE

Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai perhitungan perencanaan teknis sistem drainase
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Sub Bab 4.9. Perencanaan sistem drainase tidak
dapat berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi harus mempertimbangkan saluran-saluran air yang
ada terutama saluran alam (sungai) sehingga saluran drainase yang baru merupakan satu
kesatuan sistem yang utuh dengan keadaan sekitarnya. Di samping itu juga, perencanaan
sistem drainase perlu mempertimbangkan perubahan tata guna lahan yang ada pada daerah
tersebut selama umur rencana proyek karena kondisi permukaan tanah dalam perencanaan
drainase memberikan gambaran persentase air permukaan atau air limpasan (run off).
Perencanaan sistem drainase diupayakan secara optimal agar mampu mengalirkan air dari
awal atau hulu sampai dengan pembuangan terakhir tanpa halangan apapun (tersumbat,
dimensi terlalu kecil, dll).

Masukan utama yang digunakan dalam perencanaan sistem drainase adalah hasil analisa data
hidrologi yang telah dilakukan pada Sub Bab 3.4. Langkah-langkah perhitungan kapasitas
dan dimensi saluran samping seperti yang telah dijelaskan pada Sub Bab 4.9. Secara garis
besar, data yang digunakan dalam perencanaan ini adalah:

⇒ Curah hujan rencana untuk periode ulang 10 tahun sebesar 691,215 mm yang dihitung
dengan metoda Gumbell.
⇒ Intensitas hujan rencana dari kurva IDF untuk periode ulang 10 tahun.
⇒ Luas daerah tangkapan hujan (catchment area).
⇒ Dimensi saluran rencana.
Pada perencanaan saluran ini, digunakan saluran segiempat berdimensi ekonomis, yaitu
ukuran B = 2H, sehingga diperoleh hubungan:

Q = 2h2.1/n.(0.5h)2/3.S1/2
⇒ Koefisien manning (n) = 0,015 untuk pasangan batu kali
⇒ Kemiringan saluran 0,002.

6.10.1 Daerah Tangkapan Air Hujan

Untuk penentuan dimensi saluran drainase ini lokasi dibagi menjadi beberapa area tangkapan
air hujan (catchment area) di mana masing-masing area terdiri dari beberapa bangunan.
Lokasi dibagi dalam 7 (tujuh) catchment area yang luasnya disesuaikan dengan luas masing

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 81


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

bangunan dan lahan di sekitarnya. Pembagian cathcment area yang dilakukan dapat dilihat
pada Tabel 6. 29 berikut ini.

Tabel 6. 29 Pembagian Catchment Area.

Luas
Area Fasilitas 2 Rencana Tipe Saluran dan Bahan
(m )
AREA 1 Gardu PLN, Shelter Nelayan
3,463.84 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Masjid, WC/Tempat Wudhu
AREA 2 Gedung Serba Guna, TPI
Kantor Administrasi, Parkir TPI 5,522.39 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Parkir Kantor
AREA 3 Rumah Alat, Kantin
Pos Satpam, Pemadam Kebakaran
4,469.59 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Area Parkir Pelabuhan, Kantor BBM
Tempat Distribusi BBM
AREA 4 Pabrik Es, Cold Storage
Rumah Pompa, Tangki Air 4,649.18 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Gudang Pengepakan
AREA 5 Area Penjemuran, Area Industri
11,138.60 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Tempat Limbah Padat dan Cair
AREA 6 Bengkel, Docking Area
3,884.62 Saluran terbuka dengan bahan batu kali
Gudang Suku Cadang
AREA 7 Jalan Akses Pelabuhan Saluran terbuka dengan bahan batu kali

Sumber: hasil analisa

6.10.2 Debit Limpasan dan Kapasitas Saluran

Setelah dilakukan pembagian catchment area, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan


debit limpasan menggunakan metode Rasional. Untuk penetapan waktu konsentrasi setiap
area, dibuat titik-titik pertemuan aliran (node) pada jalur rencana saluran drainase yang ada.

Penentuan dimensi dan kapasitas saluran dengan cara coba-coba, mengambil ukuran saluran
untuk lebar dan tinggi tertentu. Penetapan dimensi terpilih dilakukan dengan
membandingkan debit limpasan yang terjadi dan kapasitas saluran yang diambil. Syarat
antara debit limpasan dan kapasitas saluran adalah:

Kapasitas saluran (Qs) > Debit limpasan (Qa)


Hasil perhitungan debit limpasan dan kapasitas saluran selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 6. 31 dan Tabel 6. 32. Dimensi saluran terpilih untuk masing-masing catchment area
dapat dilihat pada Tabel 6. 30 sedangkan gambar tipikal saluran yang direncanakan dapat
dilihat pada Gambar 6. 36 pada bagian berikut ini.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 82


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tabel 6. 30 Dimensi Saluran Drainase.

Dimensi Saluran
Area Fasilitas
b (cm) h (cm)
AREA 1 Gardu PLN, Shelter Nelayan
50 50
Masjid, WC/Tempat Wudhu
AREA 2 Gedung Serba Guna, TPI
Kantor Administrasi, Parkir TPI 50 50
Parkir Kantor
AREA 3 Rumah Alat, Kantin
Pos Satpam, Pemadam Kebakaran
50 50
Area Parkir Pelabuhan, Kantor BBM
Tempat Distribusi BBM
AREA 4 Pabrik Es, Cold Storage
Rumah Pompa, Tangki Air 50 50
Gudang Pengepakan
AREA 5 Area Penjemuran, Area Industri
50 50
Tempat Limbah Padat dan Cair
AREA 6 Bengkel, Docking Area
50 50
Gudang Suku Cadang
AREA 7 Jalan Akses Pelabuhan 50 50

Sumber: hasil analisa

Gambar 6. 36 Tipikal Penampang Saluran Drainase.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 83


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tabel 6. 31 Perhitungan Debit Limpasan.

Luas Daerah Koef. Kelandaian Koef. Jarak Terjauh Waktu Waktu Intensitas Curah Debit
Node Inlet Time
Pengaliran Pengaliran Permukaan Hambatan Dari Saluran Pengaliran Konsentrasi Hujan Limpasan
Posisi
(A) (Lt) (t1) (t2) (tC) (I) (Qa)
Awal Akhir (Cw) (k) (nd)
m2 m menit menit menit mm/jam m3/det
12 22 Kiri 248.12 0.35 0.025 0.107 5.00 1.40 0.000 1.40 492.190 0.029
Kanan 354.46
11 21 Kiri 0.00 0.29 0.025 0.007 5.00 0.87 0.000 0.87 494.910 0.010
Kanan 248.12
A1 21 Kiri 419.66 0.14 0.025 0.107 38.42 1.96 2.496 4.46 476.783 0.082
Kanan 3,883.18
C1 B1 Kiri 333.72 0.70 0.025 0.013 6.00 1.01 2.194 3.21 482.961 0.140
Kanan 1,159.34
A2 B1 Kiri 380.49 0.70 0.025 0.013 6.00 1.01 1.344 2.36 487.248 0.059
Kanan 238.77
B1 B2 Kiri 1.00 0.70 0.025 0.013 1.00 0.75 0.340 1.09 493.777 0.000
Kanan 1.00
C2 B2 Kiri 4,131.80 0.66 0.025 0.107 47.01 2.03 0.981 3.01 483.945 0.399
Kanan 333.72
B2 31 Kiri 1,311.84 0.16 0.025 0.107 27.93 1.86 0.811 2.67 485.653 0.031
Kanan 157.20
C2 D2 Kiri 151.20 0.24 0.025 0.057 37.15 1.76 0.953 2.71 485.467 0.090
Kanan 2,669.38
D2 41 Kiri 861.89 0.75 0.025 0.100 24.60 1.80 0.731 2.53 486.353 0.087
Kanan 0.00
D2 E2 Kiri 254.25 0.75 0.025 0.107 37.16 1.95 1.603 3.55 481.232 0.187
Kanan 1,616.21
E2 51 Kiri 225.61 0.75 0.025 0.200 25.50 2.04 0.731 2.77 485.172 0.091
Kanan 671.65
E2 F2 Kiri 50.99 0.74 0.025 0.107 8.09 1.51 0.321 1.83 489.925 0.019
Kanan 137.48
G F2 Kiri 177.75 0.75 0.025 0.100 9.25 1.53 0.517 2.05 488.827 0.018
Kanan 0.00
F2 I2 Kiri 192.75 0.70 0.025 0.013 14.38 1.17 1.220 2.39 487.071 0.105
Kanan 917.51
G H2 Kiri 442.69 0.59 0.025 0.107 12.92 1.64 0.549 2.19 488.125 0.057
Kanan 279.52
M2 61 Kiri 28.82 0.24 0.025 0.107 10.00 1.57 0.215 1.78 490.194 0.004
Kanan 98.34
J2 H1 Kiri 124.38 0.72 0.025 0.107 12.92 1.64 0.474 2.11 488.512 0.050
Kanan 389.43
H1 71 Kiri 46.52 0.73 0.025 0.107 4.81 1.39 0.215 1.60 491.126 0.008
Kanan 28.82
I2 K2 Kiri 113.79 0.74 0.025 0.013 10.03 1.10 0.713 1.82 490.017 0.051
Kanan 394.78
K2 L2 Kiri 63.53 0.75 0.025 0.007 3.00 0.80 0.402 1.21 493.182 0.007
Kanan 0.00
J1 L2 Kiri 406.77 0.74 0.025 0.013 10.78 1.12 0.713 1.83 489.949 0.052
Kanan 113.04
L2 L1 Kiri 6.40 0.70 0.025 0.007 1.00 0.67 0.121 0.79 495.358 0.001
Kanan 0.00
C1 K1 Kiri 2,535.39 0.70 0.025 0.013 10.00 1.10 2.973 4.08 478.655 0.307
Kanan 760.62
K1 L1 Kiri 0.00 0.70 0.025 0.007 3.00 0.80 0.546 1.35 492.433 0.008
Kanan 86.55
J2 M2 Kiri 132.99 0.70 0.025 0.013 9.92 1.10 1.001 2.10 488.548 0.054
Kanan 440.11
M2 91 Kiri 29.78 0.70 0.025 0.013 8.60 1.08 0.216 1.29 492.732 0.011
Kanan 85.32
O1 M1 Kiri 328.09 0.70 0.025 0.013 9.92 1.10 0.788 1.89 489.640 0.043
Kanan 125.02
M1 101 Kiri 85.32 0.70 0.025 0.013 8.60 1.08 0.216 1.29 492.732 0.011
Kanan 29.77
L1 O2 Kiri 785.57 0.71 0.025 0.013 13.71 1.16 1.073 2.24 487.869 0.092
Kanan 170.15
O2 111 Kiri 119.76 0.10 0.025 0.107 6.92 1.47 0.329 1.80 490.086 0.002
Kanan 0.00
K1 N Kiri 567.04 0.73 0.025 0.013 15.14 1.18 1.072 2.25 487.771 0.140
Kanan 850.67
O2 N Kiri 0.00 0.10 0.025 0.100 6.92 1.46 0.546 2.00 489.053 0.003
Kanan 199.57
P 121 Kiri 1,075.67 0.10 0.025 0.200 37.98 2.18 0.587 2.76 485.192 0.022

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 84


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tabel 6. 32 Perhitungan Kapasitas Saluran.

Panjang Lebar Kedalaman Kemiringan Koef. Kecepatan Waktu Kapasitas Debit


Node
Saluran Saluran Saluran Dasar Saluran Manning Aliran Pengaliran Saluran Limpasan Pengecekan QS >
Qa
(l) (b) (h) (v) (t2( (QS) (Qa)
Awal Akhir (S) (n)
m m m m/det menit m3/det m3/det
12 22 71.57 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 1.353 0.198 0.028 Oke !!
11 21 71.57 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 1.353 0.198 0.010 Oke !!
A1 21 132.00 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 2.496 0.198 0.082 Oke !!
C1 B1 116.02 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 2.194 0.198 0.140 Oke !!
A2 B1 71.09 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 1.344 0.198 0.059 Oke !!
B1 B2 18.00 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.340 0.198 0.000 Oke !!
C2 B2 116.02 0.50 0.50 0.010 0.015 1.971 0.981 0.443 0.399 Oke !!
B2 31 42.89 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.811 0.198 0.031 Oke !!
C2 D2 50.40 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.953 0.198 0.090 Oke !!
D2 41 38.65 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.731 0.198 0.087 Oke !!
D2 E2 84.75 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 1.603 0.198 0.187 Oke !!
E2 51 38.66 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.731 0.198 0.091 Oke !!
E2 F2 17.00 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.321 0.198 0.019 Oke !!
G F2 27.35 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.517 0.198 0.018 Oke !!
F2 I2 64.51 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 1.220 0.198 0.105 Oke !!
G H2 29.05 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.549 0.198 0.057 Oke !!
M2 61 11.35 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.215 0.198 0.004 Oke !!
J2 H1 25.05 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.474 0.198 0.050 Oke !!
H1 71 11.35 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.215 0.198 0.008 Oke !!
I2 K2 37.68 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.713 0.198 0.051 Oke !!
K2 L2 21.25 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.402 0.198 0.007 Oke !!
J1 L2 37.68 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.713 0.198 0.052 Oke !!
L2 L1 6.40 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.121 0.198 0.001 Oke !!
C1 K1 248.54 0.50 0.50 0.005 0.015 1.393 2.973 0.314 0.307 Oke !!
K1 L1 28.86 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.546 0.198 0.008 Oke !!
J2 M2 52.93 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 1.001 0.198 0.054 Oke !!
M2 91 11.43 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.216 0.198 0.011 Oke !!
O1 M1 41.67 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.788 0.198 0.043 Oke !!
M1 101 11.43 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.216 0.198 0.011 Oke !!
L1 O2 56.72 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 1.073 0.198 0.092 Oke !!
O2 111 17.41 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.329 0.198 0.002 Oke !!
K1 N 56.70 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 1.072 0.198 0.140 Oke !!
O2 N 28.85 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.546 0.198 0.003 Oke !!
P 121 31.05 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 0.587 0.198 0.022 Oke !!
N Q 144.62 0.50 0.50 0.002 0.015 0.881 2.735 0.198 0.147 Oke !!

Sumber: hasil analisa

6.11. SISTEM PENERANGAN

Pada dasarnya sistem penerangan dirancang untuk memberikan level penerangan yang cukup
tanpa menimbulkan kesan silau, ekonomis serta memberikan nilai tambah bagi estetika.
Terdapat dua jenis sistem penerangan yang digunakan, yaitu penerangan di dalam bangunan
dan penerangan di luar bangunan.

1. Penerangan Dalam Bangunan

Untuk memenuhi kebutuhan penerangan buatan di dalam bangunan digunakan jenis lampu
fluorescent (TL), lampu pijar, lampu TL.

2. Penerangan Luar Bangunan

Penerangan jalan umum (jalan lingkungan) dengan level illuminasi sekitar 15 m


menggunakan lampu mercury yang disangga oleh tiang beton.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 85


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Untuk Lampu navigasi/mercu di mulut alur pelayaran digunakan lampu navigasi tipe MR –
156 atau yang setara dengan kapasitas ± 10 mil. Tenaga menggunakan tenaga surya yang
dikumpulkan melalui photo voltaic molded/ glass solar module dan disimpan dalam Lead
Acid Battery Discharge. Lampu ini disusukkan di atas menara suar dari konstruksi beton
setinggi 8 meter. Diperkirakan lampu navigasi ini dapat terlihat dari jarak sebesar 32 km dari
laut (horizontal).

Gambar 6. 37 Tipikal Lampu Navigasi.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 86


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.12. RENCANA INDUK PELABUHAN

6.12.1 Tatanan Kepelabuhan

Penentuan tatanan pelabuhan berkaitan erat dengan pengembangan pelabuhan dalam jangka
waktu yang sudah direncanakan (masterplan). Berikut ini akan diuraikan mengenai tatanan
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut yang berlaku di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri
Perhubungan No. 54. 2002 mulai dari tingkatan yang tertinggi.

1. Pelabuhan Utama Primer (Internasional Hub)

Merupakan pelabuhan yang ditetapkan dengan memperhatikan kriteria:

⇒ Pelabuhan yang melayani angkutan alih muat (transhipment) peti kemas nasional dan
internasional dengan skala pelayanan transportasi laut dunia.
⇒ Berperan sebagai pelabuhan induk yang melayani angkutan peti kemas nasional dan
internasional sebesar 2.500.000 TEU’s/ tahun atau angkutan lain yang setara.
⇒ Berperan sebagai pelabuhan alih muat angkutan peti kemas nasional dan internasional
dengan pelayanan berkisar dari 3.000.000 – 3.500.000 TEU’s/ tahun atau angkutan
lain yang setara.
⇒ Berada dengan dekat dengan jalur pelayaran internasional kurang lebih 500 mil.
⇒ Kedalaman minimal pelabuhan: -12 m LWS.
⇒ Memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 350 m, 4 crane dan lapangan
penumpukan peti kemas seluas 15 ha.
⇒ Jarak dengan pelabuhan internasional lainnya 500 – 1000 mil.
2. Pelabuhan Utama Sekunder (Nasional)

Merupakan pelabuhan yang ditetapkan dengan memperhatikan kriteria:

⇒ Berperan sebagai pusat distribusi peti kemas nasional dan pelayanan angkutan peti
kemas internasional.
⇒ Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan angkutan peti kemas.
⇒ Melayani angkutan peti kemas sebesar 1.500.000 TEU’s/ tahun atau angkutan lain
yang setara.
⇒ Berada dekat dengan jalan pelayaran internasional kurang lebih 500 mil dan jalur
pelayaran nasional kurang lebih 50 mil.
⇒ Kedalaman minimal pelabuhan –9 m LWS.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 87


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

⇒ Memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 250 m, 2 crane dan lapangan
penumpukan kontainer seluas 10 Ha.
⇒ Jarak dengan pelabuhan internasional lainnya 200 – 500 mil.
3. Pelabuhan Utama Tersier (Nasional)

Merupakan pelabuhan yang ditetapkan dengan memperhatikan kriteria:

⇒ Berperan sebagai pengumpan angkutan peti kemas nasional.


⇒ Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional.
⇒ Berperan melayani angkutan peti kemas nasional di seluruh indonesia.
⇒ Berada dekat dengan jalur pelayaran nasional kurang lebih 50 mil.
⇒ Kedalaman minimal pelabuhan – 7m LWS.
⇒ Memiliki dermaga multipurpose minimal panjang 150 m, mobile crane atau skipgear
kapasitas 50 ton.
⇒ Jarak dengan pelabuhan nasional lainnya 50 – 100 mil.
4. Pelabuhan Pengumpan Primer (Nasional)

Merupakan pelabuhan yang ditetapkan dengan memperhatikan kriteria:

⇒ Berperan sebagai pengumpan pelabuhan internasional hub, pelabuhan internasional,


pelabuhan nasional.
⇒ Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke pelabuhan utama
dan pelabuhan pengumpan.
⇒ Berperan dalam melayani angkutan laut antar kabupaten/kota dalam propinsi.
⇒ Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau kurang lebih 25 mil.
⇒ Kedalaman minimal pelabuhan –4 m LWS.
⇒ Memiliki dermaga minimal panjang 70 m.
⇒ Jarak dengan pelabuhan regional lainnya 20 – 50 mil.

6.12.2 Jenis Pelabuhan

Jenis pelabuhan yang akan dibangun di Desa Katapop, Kabupaten Sorong adalah pelabuhan
barang. Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang akan dilengkapi dengan fasilitas bongkar
muat barang. Lokasi pelabuhan berada di Selat Katapop dengan perairan laut yang cukup
tenang sehingga memudahkan bongkar muat barang. Pelabuhan barang ini bisa dibuat oleh
pemerintah sebagai pelabuhan niaga umum atau perusahaan swasta untuk keperluan transpor

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 88


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

hasil produksinya. Pada dasarnya pelabuhan barang harus mempunyai perlengkapan-


perlengkapan sebagai berikut:

1. Dermaga harus panjang dan harus dapat menampung seluruh panjang kapal atau
setidak-tidaknya 80% dari panjang kapal. Hal ini disebabkan karena muatan kapal
dibongkar muat melalui bagian muka, belakang dan tengah kapal.

2. Mempunyai halaman dermaga yang cukup lebar untuk keperluan bongkar muat
barang. Barang yang akan dimuat disiapkan di atas dermaga dan kemudian diangkat
dengan kran masuk kapal. Demikian pula pembongkaran barang dilakukan dengan
kran dan barang diletakkan di atas dermaga yang kemudian diangkat ke gudang
penyimpanan.

3. Mempunyai gudang transito/penyimpanan di belakang halaman dermaga.

4. Tersedia jalan dan halaman untuk pengambilan/pemasukan barang dari dan ke gudang
serta mempunyai fasilitas untuk reparasi.

Jenis muatan yang bisa diangkut melalui pelabuhan ini bisa berupa:

⇒ Barang-barang potongan (general cargo) yaitu, barang-barang yang dikirim dalam


bentuk satuan seperti mobil, truk, mesin, dan barang-barang yang dibungkus dalam
peti, karung, drum, dan sebagainya.
⇒ Muatan curah/lepas (bulk cargo) yang dimuat tanpa pembungkus seperti batu bara,
biji-bijian, minyak dan sebagainya.
⇒ Peti kemas (container), yaitu seperti peti yang ukuranya telah distandarisasi sebagai
pembungkus barang-barang yang dikirim. Karena ukurannya teratur dan sama maka
penempatannya akan lebih dapat diatur dan pengangkutannya dapat dilakukan dengan
alat tersendiri yang lebih efisien.

6.12.3 Ukuran Kapal

Alat utama di dalam pelabuhan adalah kapal, kapal yang diperkirakan akan masuk dan
sandar di Pelabuhan Container Katapop, adalah kapal barang baik kapal General Cargo
maupun kapal Container. Tabel 6.1 menunjukkan kapasitas angkut dari tiap karakteristik
kapal yang berlayar di Indonesia.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 89


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Tabel 6. 1 Kapasitas Angkut dan Karakteristik Kapal yang Berlayar di Indonesia.

Kapasitas Karakter Fisik Kapal


Angkut Length Over All Breadth Draft
(LOA) (B) (D)
(DWT) (m) (m) (m)
35000 217 28.5 11.9
25000 177 23.4 10
15000 162 21.7 9.1
6000 122 15.4 6.8
3000 88 13.05 5.7
2000 74 11.7 5.1
700 51 8.5 3.8

Sumber: Design Criteria for Port in Indonesia, 1984


Dari tabel di atas dapat disusun desain rencana ukuran kapal yang akan bersandar di
Pelabuhan Container pada tiap tahapan pengembangan yang akan direncanakan.

6.12.4 Kinerja Pelabuhan

Bongkar muat dari darat ke kapal atau sebaliknya dilakukan dengan bantuan alat bantu darat
atau alat bantu yang melekat pada kapal (kran kapal). Pelayanan muatan dalam satu tahun
saat ini dihitung satu hari bekerja selama 8 jam. Di masa datang, dengan volume bongkar
muat yang semakin meningkat diperkirakan jumlah jam kerja dalam satu hari selama 21 jam
dengan 3 shift kerja atau 7.560 jam setahun. Dalam satu tahun dihitung waktu kerja selama
360 hari kerja.

Kapasitas dermaga umum dapat diambil dari bongkar muat rata-rata general cargo dan bag
cargo sebagai berikut:

⇒ General cargo = 30 ton/gang/jam


⇒ Bag cargo = 20,5 ton/gang/jam
Untuk masa yang akan datang, kapasitas dermaga umum diasumsikan dapat meningkat
sejalan dengan keahlian dan perlengkapan yang memadai, yaitu 30 - 32,5 ton/gang/jam.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 90


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.13. ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS PELABUHAN

6.13.1 Panjang Dermaga

Perhitungan kebutuhan panjang dermaga untuk kegiatan bongkar muat mengacu pada data
hasil prediksi arus bongkar muat barang berdasarkan jenis komoditi, volume barang dan
jenis kemasan di Pelabuhan Container Katapop dengan periode 5 (lima) tahunan. Kapal
rencana untuk perkiraan kebutuhan dermaga Pelabuhan Container Katapop adalah kapal
dengan bobot 3000 DWT. Kebutuhan dermaga sesuai rentang waktu rencana dapat disarikan
pada Tabel 6.2.

Tabel 6. 2 Kebutuhan Dermaga Untuk Masa Tahun Rencana Pengembangan.

Tahun Rencana
No. Uraian Satuan
2005 2010 2015 2020 2025 2030

1 Kapal Rencana DWT 3000 3000 3000 3000 3000 3000

2 Jumlah Kapal unit 1 1 2 2 3 4

3 Total Panjang Dermaga m 138 138 241 241 344 447

Sumber: hasil analisa


Keterangan: Jumlah gang yang melayani kapal = panjang kapal dibagi 50 m (kep.
Dirjen Perhubungan Laut No. PP 72/2/20-99 pasal 8 butir 2)

Berikut ini adalah contoh perhitungan panjang dermaga, berdasarkan proyeksi arus lalu
lintas barang pada tahun 2005:

1. Jumlah bongkar muat barang (cargo) tahun 2005 : 215.926,98 ton

2. Bongkar muat container tahun 2005 : 2.499,15 ton

3. Jumlah efektif hari kerja dalam satu tahun : 300 hari

4. Jumlah efektif hari kerja dalam satu hari : 18 jam

5. Berth Occupancy Ratio (BOR) untuk lima tahun pertama sampai dengan tahun 2010
sebesar 60 %, diperkirakan lima tahun berikut dan seterusnya kinerja pelayanan kapal
dan fasilitas pelabuhan sudah baik sehingga BOR pada tahun 2010 – 2020 sebesar 60
%, BOR pada tahun 2020 - 2025 sebesar 70% dan BOR pada tahun 2025 - 2030
sebesar 80%.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 91


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6. Produktivitas gang per jam, diambil sesuai dengan kinerja pelabuhan yang telah
dijelaskan pada sub bab sebelumnya.

7. Produktivitas gang per hari tahun 2005, dihitung berdasarkan:

= jumlah efektif hari kerja dalam satu hari x produktivitas


gang per jam

= 18 jam x 30 ton/gang/jam = 540 ton/gang/jam

8. Produktivitas crane per jam, asumsi yang diambil adalah mulai tahun 2005 telah
menggunakan container crane dengan produktivitas crane per jam untuk masa tahun
rencana:
 Tahun 2005 = 12 TEUS/crane/jam
 Tahun 2010 = 12 TEUS/crane/jam
 Tahun 2015 = 20 TEUS/crane/jam
 Tahun 2020 = 20 TEUS/crane/jam
 Tahun 2025 = 22 TEUS/crane/jam
 Tahun 2030 = 22 TEUS/crane/jam

Keterangan : 1 TEUS = 1 kontainer dengan daya angkut 10


ton

9. Jumlah crane per hari tahun 2005, dihitung berdasarkan:

= jumlah efektif kerja dalam satu hari x produktivitas crane


per jam

= 18 jam x 12 TEUS/crane/jam

= 216 TEUS/crane

10. Jumlah gang per hari tahun 2005, dihitung berdasarkan:

= bongkar muat barang per tahun/jumlah efektif kerja dalam satu


tahun/produktivitas gang per hari

= 215.926,98 ton/th/300 hari/540 ton/gang

= 1.33 gang/hari

11. Jumlah crane per hari tahun 2005, dihitung berdasarkan:

= bongkar muat barang per tahun/jumlah efektif kerja dalam satu


tahun/produktivitas crane per hari

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 92


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

= (2.499,15/8,64) TEUS/th/300 hari/216 TEUS/crane

= 0,04 crane/hari

12. Panjang kapal cargo tahun 2005

Sesuai dengan Standar kinerja Utilisasi DIPERHUB – Dirjen


Perhubungan Laut tahun 1999, bahwa jumlah gang yang
melayani kapal sama dengan panjang kapal dibagi 50 meter.
Dengan rumusan tersebut dapat ditarik kesimpulan:

Panjang kapal cargo = jumlah gang yang melayani kapal x 50


meter

Panjang kapal cargo = 1.25 x 50 meter; dengan BOR sebesar


50% maka panjang kapal perhari menjadi:

Panjang kapal cargo = 133,29 m

13. Panjang kapal kontainer dengan formulasi seperti butir 12

0,04 x 100
Panjang kapal container = = 7,71m
50%

Pada tahun 2005 bongkar muat container sementara di area


cargo.

14. Jumlah dermaga cargo tahun 2005, dihitung berdasarkan asumsi jenis kapal yang akan
masuk ke pelabuhan:

Jenis kapal : 3000 ton; Panjang kapal : 88 m

Asumsi yang sandar jenis kapal 30000 DWT, maka:

Jumlah kapal 3000 ton = panjang kapal cargo x BOR =133,29


x 50% = 0,76 buah

panjang kapal type 700 ton 88

Jumlah kapal perhari pada tahun 2005, dibulatkan menjadi 1


buah dengan bobot kapal 3000 DWT.

15. Panjang dermaga cargo tahun 2005, dihitung berdasarkan:

= (jumlah kapal x panjang kapal) + jarak antar kapal + (2 x


25 m)

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 93


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

= (jumlah kapal x panjang kapal) + (jumlah kapal – 1) x 15 m


+ (2 x 25 m)

= (1 x 88 m) + (1 - 1) x 15 m + (2 x 25 m)

= 138 m

6.13.2 Analisa Kebutuhan Transit Shed, Open Storage dan


Warehouse

Pelabuhan Container direncanakan akan menangani bongkar muat barang-barang general


cargo. Barang-barang untuk penyimpanan jangka pendek disimpan di transit shed sedangkan
untuk penyimpanan yang agak lama disimpan di open strorage dan warehaouse. Perhitungan
kebutuhan luas area transit shed, open storage dan warehouse dihitung berdasarkan hasil
prediksi arus bongkar muat barang dan kontainer. Kebutuhan luas untuk masing-masing area
sesuai dengan masa tahun rencana pengembangan dapat disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 6. 3 Kebutuhan Transit Shed, Open Storage dan Warehaouse Untuk Masa Tahun
Rencana Pengembangan.

Tahun Rencana
No. Uraian Satuan
2005 2010 2015 2020 2025 2030
2
1 Open Storage m 3,993.17 5,486.66 7,844.95 11,499.84 19,431.87 29,005.03

2 Warehouse m2 665.53 914.44 1,307.49 1,916.64 3,238.64 4,834.17

3 Transit Shed m2 7,950.85 10,924.56 15,620.17 22,897.46 38,691.00 57,752.23

Sumber: hasil analisa


Contoh perhitungan kebutuhan luas area transit shed, open storage dan warehouse untuk
tahun 2005 dapat diberikan sebagai berikut:

1. Bongkar muat barang (BM) tahun 2005 = 215.926,98 ton.

2. Waktu tinggal cargo diasumsikan 8 hari.

3. Kebutuhan ruang setiap ton cargo = 1,5 m3/ton.

4. Rata-rata tinggi tumpukan cargo = 2 m.

5. Faktor keamanan.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 94


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Faktor keamanan adalah jarak aman terhadap benda lain,


ruang yang dipakai untuk menjatuhkan barang dan atau ruang
administrasi. Faktor keamanan diasumsikan sebesar 50%.

6. Luas gudang penumpukkan (LG).


 Barang langsung muat dan kirim (losing truk) diasumsikan sebanyak 30% dari
total bongkar muat dari tahun 2005 – tahun 2030. Sisanya diasumsikan masuk
gudang atau disimpan di area terbuka. Hal ini dipertimbangksn karena proses
administrasi, jarak terhadap pakai relatif lebih jauh dan kapasitas gudang di lokasi
pemakai terbatas.
 Penumpukkan barang di area terbuka diasumsikan sebanyak 60% dari total
jumlah bongkar muat dari tahun 2005 – tahun 2030.
 Penumpukkan barang di area tertutup (gudang tertutup) diasumsikan 10% dari
jumlah bongkar muat tahun 2005 – tahun 2030.
7. Luas area penumpukan terbuka pada tahun 2005.

Luas = {bongkar muat per tahun x prosentase penumpukkan di


area terbuka x waktu tinggal x kebutuhan ruang x 1,25 x (1
+ faktor keamanan)}/jumlah hari kalender per tahun x rata-
rata ringgit tumpukan)

= {215.926,98 ton x 60% x 8 hari x 1,5 m3/ton x 1,25 x (1 +


50%)}

365 hari x 2 m

= 4.472,35 m2

Keterangan : 1,25 adalah faktor perhitungan pada waktu sibuk

8. Luas gudang tertutup pada tahun 2005

Luas = {bongkar muat per tahun x prosentase penumpukkan di


gudang x waktu tinggal x kebutuhan ruang x 1,4 x (1 +
faktor keamanan)}/jumlah hari kalender per tahun x rata-
rata tinggi tumpukan)

= {215.926,98 ton x 10% x 8 hari x 1,5 m3/ton x 1,25 x (1 +


50%)}

365 hari x 2 m

= 666 m2

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 95


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

9. Luas transit shed pada tahun 2005

HCR = (ATTS X ATT)/365

201.903 × 8
=
365

= 4.732,65 ton

NHVR= HCR/DOC

4.425,26
=
0.7

= 6.760,92 m2

GHVR = 1,2 X NHVR

= 1,2 X 6.760,92

= 8.113,11 m2

ASAR 1 = GHVR / ASH

7.586,16
=
2

= 4.056,55 m2

ASAR 2 = 1.4 X 3,793.08

= 5.679,18 m2

DSA = ASAR 2 X (A+RSCF/100)

 40 
= 5.310,31 × 1 + 
 100 

= 7.950,85 m2

di mana:

HCR = Holding capacity requires

ATTS = Annual Tonnage Through Store

ATT = Average Transit Time

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 96


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

NHVR= Net Holdong volume required

GHVR = Gross Holdong volume required

ASAR 1 = Average Stacking Area Required

ASAR 2 = Average Storage Area Required

DSA = Desing Storage Area

DOC = Density of cargo

ASH = Average Stacking Height

6.13.3 Analisa Kebutuhan Peralatan Bantu Angkat

Peralatan bantu angkat yang diperlukan untuk penanganan bongkar muat di pelabuhan
disesuaikan dengan jenis barang atau kemasan yang akan dipindahkan. Pada terminal
cargo/multi purpose diperlukan peralatan-peralatan bantu angkat antara lain Mobile crane,
forklift, head truk dan trailer.

UNCTAD 1987 merekomendasikan jumlah peralatan yang dibutuhkan untuk 10 gang


termasuk kegiatan di dalam gudang dan faktor pemeliharaan adalah sebagai berikut:

⇒ Mobile crane 20 ton sebanyak 3 unit


⇒ Mobile crane 10 ton sebanyak 5 unit
⇒ Frorklift truk sebanyak 25 unit
⇒ Trailer sebanyak 5 unit

Resume perhitungan kebutuhan peralatan bantu angkat di pelabuhan yang dihitung


berdasarkan prediksi bongkar muat barang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. 4 Kebutuhan Peralatan Bantu Angkat Untuk Masa Tahun Rencana Pengembangan.

Tahun Rencana
No. Peralatan Bantu Satuan
2005 2010 2015 2020 2025 2030

1 Mobile crane 20 ton Unit 1 1 1 1 2 2

2 Mobile crane 10 ton Unit 1 1 1 2 3 4

3 Forklift truck 3ton, 10 ton Unit 4 5 5 7 11 16

4 Trailer Unit 1 1 1 2 3 4

Sumber: hasil analisa

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 97


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Contoh perhitungan kebutuhan peralatan bantu angkat untuk tahun 2005 dapat diberikan
sebagai berikut:

1. Bongkar muat cargo = 215.926,98 ton.

2. Produktivitas gang per jam = 30 ton.

3. Jumlah jam kerja per hari = 18 jam.

4. Jumlah hari efektif per tahun = 300 hari.

5. Jumlah gang per hari.

Jumlah gang per hari = jumlah bongkar muat per tahun/jumlah


hari efektif per tahun/(jumlah jam kerja per
hari x produktivitas gang per jam)

= 215.926,98 ton/300 hari

18 jam/hari x 30 jam

= 1,33 gang per hari

6. Jumlah peralatan cargo

Mobile crane 20 ton = (jumlah gang per hari/10) x 3 unit

= (1,33/10) x 3 unit = 0,40 unit

Mobile crane 10 ton = (jumlah gang per hari/10) x 5 unit

= (1,33/10) x 5 unit = 0,67 unit

Forklift truk = (jumlah gang per hari/10) x 25 unit

= (1,33/10) x 25 unit = 3,33 unit

Trailer = (jumlah gang per hari/10) x 5 unit

= (1,33/10) x 5 unit = 0,67 unit

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 98


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

Gambar 6. 1 Peralatan Bantu Angkat Mobile Crane.

Gambar 6. 2 Peralatan Bantu Angkat Forklift.

6.13.4 Analisa Kebutuhan Fasilitas Parkir

Tempat parkir terbesar sesuai daerah pelayanan masing-masing bangunan yaitu daerah
sekitar dermaga dan daerah sekitar bangunan fasilitas perkantoran. Area parkir disediakan
untuk keperluan:

⇒ Truk sedang menuggu proses bongkar muat.


⇒ Parkir peralatan bantu labuh (misalkan forklit).
⇒ Parkir peralatan yang rusak.
⇒ Parkir untuk kendaraan personil.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 99


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

6.13.4.1 Parkir Truk dan Peralatan Bantu

Perhitungan untuk kebutuhan area parkir untuk truk adalah sebagai berikut:

⇒ Transportasi barang langsung ke konsumen.


⇒ Muatan rata-rata.
⇒ Waktu yang disediakan untuk angkutan.
⇒ Bearth Occupancy Ratio (BOR).
⇒ Kebutuhan luas parkir untuk satu truk dan trailer diasumsikan seluas 75 m2.
⇒ Kebutuhan luas parkir untuk forklit diasumsikan 50 m2.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, disesuaikan dengan kebutuhan sebagai berikut:

⇒ Muatan rata-rata truks sesuai peraturan jalan raya = 8 ton.


⇒ Waktu yang tersedia untuk angkutan 21 jam, hari kerja.
⇒ Jumlah hari kerja 300 hari.
⇒ BOR sesuai dengan perkiraan yaitu:
 Tahun 2005, BOR = 50 %
 Tahun 2010, BOR = 60%
 Tahun 2015, BOR = 60%
 Tahun 2020, BOR = 70%
 Tahun 2025, BOR = 70%
 Tahun 2030, BOR = 80%
Berdasarkan faktor-faktor di atas diperoleh hasil estimasi kebutuhan parkir truk dan
peralatan alat bantu seperti disajikan pada tabel berikut.

Tabel 6. 5 Kebutuhan Luas Parkir Truk dan Peralatan Bantu Untuk Masa Tahun Rencana
Pengembangan.

Peruntukan Tahun Rencana


No. Satuan
Parkir 2005 2010 2015 2020 2025 2030

1 Parkir Truck m2 4,049 5,408 8,838 12,492 23,454 33,697


2
2 ParkirTrailer m 75 43 75 150 225 300
2
3 ParkirForklift m 200 250 250 350 550 800
2
Total m 4,323.63 5,701.66 9,162.68 12,992.39 24,229.47 34,796.52

Sumber: hasil analisa


Contoh perhitungan kebutuhan luas parkir truk dan peralatan bantu angkat untuk tahun 2005
seperti berikut ini:

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 100


Kuliah tanggal 29/4/2004 Rekayasa Pelabuhan

1. Jumlah truk yang parkir

Jumlah truk = volume bongkar muat barang x truk


loosing = 300 hari x BOR x 8

= 215.926,98 ton x 30% = 54 unit

300 hari x 50% x 8

2. Luas lahan parkir truk = 54 unit x 75 m2 = 4.049 m2.

3. Luas parkir trailer = jumlah trailer x 75 m2 = 1 x 75 m2 = 75 m2.

4. Sub total luas parkir truk = 4.049 + 75 = 4.124 m2.

5. Luas parkir forkflit = jumlah forkflit x 50 m2 = 4 x 50 m2 = 200 m2.

6. Total luas parkir = 4.124 + 200 = 4.324 m2.

6.13.4.2 Parkir Non Truk

Tempat parkir untuk fasilitas non truk dihitung dari jumlah mobil dan motor dengan
memperkirakan perkiraan jumlah karyawan atau pengunjung di area pelabuhan. Untuk satu
unit mobil membutuhkan ruang gerak parkir kira-kira sebesar 14,4 m2 sedangkan untuk satu
unit motor memerlukan ruang gerak parkir kira-kira 3,75 m2. Perhitungan kebutuhan luas
parkir non truk dapat diberikan sebagai berikut:

1. Asumsi jumlah karyawan pelabuhan = 100 orang.

2. Jumlah mobil di pelabuhan


 Asumsi jumlah mobil karyawan = 10 unit.
 Asumsi jumlah mobil tamu = 60 unit.
 Total jumlah mobil = 10 + 60 = 70 unit.
3. Jumlah motor di pelabuhan
 Asumsi jumlah motor karyawan = 50 unit.
 Asumsi jumlah motor tamu = 80 unit.
 Total jumlah motor = 50+ 80 = 130 unit.
4. Luas parkir non truk
 Luas parkir mobil = 70 unit x 14,4 m2 = 1.008 m2.
 Luas parkir motor = 130 unit x 3,75 m2 = 487,5 m2.
5. Total luas parkir non truk = 1.008 + 487.5 = 1.496 m2.

Dosen : Ir. Eka Oktariyanto Nugroho, MT Bab VI- 101

Anda mungkin juga menyukai