Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH STUDI KASUS

PERUNDINGAN KOLEKTIF

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah


MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA II
Dosen Pengampu
ESTI SUNTARI. SH, M.PD

Disusun oleh :
Kelompok 8
Materi 9
ADIRA FADHLA RAMADHANI [201010504663]
SITI PATIMAH [201010504527]

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MANAJEMEN


UNIVERSITAS PAMULANG
2022
Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang Barat, Kec.
Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15417
KATA PENGANTAR

Penyusun mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah studi kasus dengan tema “Perundingan
Kolektif” untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia dengan
baik. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen Manajemen Sumber Daya Manusia
yang telah membimbing penyusun dalam proses pembuatan makalah ini.
Harapan penyusun semoga makalah yang sederhana dan jauh dari kesempurnaan ini
bisa memberikan pembelajaran dan pengetahuan bagi pembaca khususnya mengenai
pengertian “PERUNDINGAN KOLEKTIF” ini, tidak lupa saya selaku penyusun
mengharapkan kritik dan saran dalam penulisan makalah ini demi perbaikan penulis dalam
menulis makalah selanjutnya dan sekaligus. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih.

PAMULANG, 5 Maret 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… 2

DAFTAR ISI…………………………………………………….………………. 3

I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG……………………………………………………. 4
1.2 RUMUSAN MASALAH…………………………………………………. 6
1.3 TUJUAN………………………………………………………………….. 6
II. ISI
2.1 PENGERTIAN PERUNDINGAN KOLEKTIF………………………….. 7
2.2 TUJUAN PERUNDINGAN KOLEKTIF………………………………… 8
2.3 PROSES PERUNDINGAN KOLEKTIF ......…………………………….. 9
2.4 STRUKTUR PERUNDINGAN KOLEKTIF...............................................12
2.5 STUDI KASUS PERUNDINGAN KOLEKTIF………………………….13
III. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN………………………………………………………….. 18
3.2 SARAN………………………………………………………………….. 18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………......... 19

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Setiap organisasi tergantung kepada sumber daya manusianya yang profesional guna
menjaga hubungan yang positif dengan para karyawan yang lain. Didalam sebuah
organisasi, dimana para pekerja membangun sebuah serikat didalamnya, hubungan para
pekerja membutuhkan tambahan berbagai tanggung jawab.

Artikel Barney tahun 1991 “Sumber Daya Perusahaan dan Keunggulan Kompetitif
Berkelanjutan” secara luas dikutip sebagai karya penting dalam munculnya pandangan
berbasis sumber daya. ( Barney, Jay (1 Maret 1991). “Sumber perusahaan dan
keunggulan kompetitip Berkelanjutan”. Jurnal Manajemen. 17 (1): 99-120 ).

Masing-masing pihak memiliki tanggung jawab yang dimilikinya dan ketergantungan


yang kuat didalam sebuah organisasi dalam rangka proses pencapaian tujuan perusahaan.
Meskipun, seringkali terdapat adanya konflik di dalam internal dari suatu organisasi, dan
itu semua harus memerlukan tahap-tahap penyelesaian agar masalah tidak berlarut-larut
sehingga nantinya bisa berdampak pada kinerja perusahaan.

Inti dari hubungan serikat buruh dengan manajemen adalah perlindungan kolektif.
Perlindungan kolektif meliputi dua jenis interaksi, pertama perundingan mengenai
kondisi- kondisi kerja, yang bila tertulis sebagai persetujuan kolektif (kontrak) tersebut
menjadi dasar dalam hubungan pekerja dengan perusahaan di tempat kerja. Kedua
mencakup kegiatan-kegiatan menterjemahkan dan memberlakukan persetujuan kolektif
(administrasi kontrak) dan memecahkan setiap konflik yang ditimbulkannya.( Randall S.
Schuler dan Susan E. Jackson, Manajemen Sumber, h. 253.)

Lalu seberapa pentingkah perundingan kolektif atau perundingan bersama ini?


Dikutip dari Wikipedia Bahasa Indonesia tentang Perundingan Bersama, Serikat pekerja
dapat bernegosiasi dengan pengusaha tunggal (yang biasanya mewakili pemegang saham
perusahaan) atau dapat bernegosiasi dengan sekelompok pengusaha, tergantung pada
negara, untuk mencapai kesepakatan industrial. Kesepakatan bersama berfungsi
sebagai kontrak kerja antara pengusaha dengan satu atau beberapa serikat. Perundingan

4
bersama terdiri dari proses negosiasi antara perwakilan serikat dengan pengusaha
(umumnya diwakili oleh manajemen, atau di beberapa negara seperti Austria, Swedia,
dan Belanda, oleh organisasi pengusaha) terkait dengan syarat dan ketentuan kerja
karyawan, seperti upah, jam kerja, kondisi kerja, prosedur pengaduan, serta mengenai hak
dan kewajiban serikat pekerja. Para pihak sering merujuk hasil negosiasinya
sebagai kesepakatan perundingan bersama ((Inggris):collective bargaining
agreement (CBA)) atau kesepakatan kerja bersama ((Inggris):collective employment
agreement (CEA)).

Perjanjian kerja dibuat oleh karyawan dan pengusaha atau pimpinan perusahaan secara
perseorangan. Perjanjian kerja merupakan suatu peristiwa yang terjadi ketika seseorang
karyawan berjanji kepada perwakilan perusahaan yang saling berjanji untuk melaksanakan
suatu kegiatan kerja (Subekti,2002:1).

Beberapa dasar pembuatan perjanjian kerja yang harus diketahui dan dipahami oleh
karyawan dan pemberi kerja yang tertera pada UU No.13 Tahun 2003, meliputi:
1. Pasal 5, perjanjian kerja dibuat secara tertulis maupun secara lisan.
2. Pasal 52 ayat (1) poin a, adanya kesepakan antara karyawan dan pemberi kerja
untuk mengikat kedua belah pihak dan menyepakati beberapa kententuan yang
harus disetujui.
3. Pasal 52 ayat (1) poin b, kedua belah pihak harus mampu atau cakap dalam
melakukan perbuatan hukum.
4. Pasal 52 ayat (1) poin c, pekerjaan yang diperjanjikan merupakan masalah
pokok yang harus tertera dalam perjanjian kerja.
5. Pasal 52 ayat (1) poin d, objek perjanjian harus legal tidak menyalahi peraturan
perundang undangan Republik Indonesia.

5
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
2.1 Perundingan kolektif menurut beberapa ahli
2.2 Tujuan dari perundingan kolektif
2.3 Proses perundingan kolektif
2.4 Negosiasi perjanjian

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka makalah dengan tujuan agar pembaca dapat
:
2.1 Mengetahui apa yang dimaksud perundingan kolektif
2.2 Mengetahui apa tujuan perundingan kolektif
2.3 Mengetahui proses perundingan kolektif
2.4 Mengetahui artinya negosiasi perjanjian

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PERUNDINGAN KOLEKTIF MENURUT BEBERAPA AHLI

a) Menurut Mondy & Noe (2005) perundingan kolektif adalah sebuah proses di mana
wakil organisasi pekerja dan wakil organisasi bisnis bertemu dan mencoba untuk
menegosiasikan kontrak atau perjanjian yang menentukan hubungan serikat pekerja
dengan pihak perusahaan. Empat struktur perundingan yang utama adalah:
a. Satu perusahaan dengan satu serikat pekerja
b. Beberapa perusahaan berhadapan dengan serikat pekerja.
c. Beberapa serikat pekerja berhadapan dengan satu perusahaan.
d. Beberapa perusahaan yang berhadapan dengan beberapa serikat pekerja.
b) Menurut Dyah eko, Sri sartika & Yani Antariksa. (2021:279). ¹Kehadiran serikat kerja
mengubah secara signifikan beberapa aktivitas sumber daya manusia. Proses
perekrutan, prosedur seleksi, tingkat upah, kenaikan gaji, paket tunjangan, system
keluhan, dan prosedur disiplin dapat berubah secara drastis disebabkan oleh ketentuan
perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement).
c) Aminuddin (2017) mendefinasikan perundingan kolektif atau perundingan bersama
sebagai proses di mana para majikan dan para pekerja berunding mengenai syarat-
syarat perkhidmatan dan perjanjian kolektif merupakan hasil daripada perundingan
tersebut.
d) Mike (2007) menyatakan perundingan kolektif merupakan penglibatan pekerja secara
tidak langsung (indirect participation) dalam proses pembuatan keputusan bersama
pihak majikan. Penglibatan secara tidak langsung merujuk kepada kewujudan
kesatuan sekerja sebagai orang tengah dalam proses pembuatan keputusan.
e) Menurut Byars & Rue, Perundingan Kolektif adalah proses yang melibatkan kegiatan
negosiasi, drafting (persiapan berkas), administrasi, dan interpretasi atas
suatu perjanjian tertulis antara manajemen dengan serikat pekerja untuk suatu periode
waktu tertentu.

7
2.2 TUJUAN DARI PERUNDINGAN KOLEKTIF

Dikutip dari Glossary. US. Bureu of Labor Statistics Division Of


Information Services February 28, 2008.
Perundingan bersama atau perundingan kolektif, adalah proses negosiasi antara
pengusaha dan sekelompok pekerja yang bertujuan untuk mengatur perjanjian gaji,
kondisi kerja, tunjangan, dan aspek lain dari kompensasi pekerja serta hak-hak pekerja.

Kepentingan pekerja biasanya disampaikan oleh perwakilan dari serikat dari tempat
pekerja tersebut berada. Kesepakatan bersama yang dicapai dari negosiasi ini biasanya
menetapkan skala upah, jam kerja, pelatihan, kesehatan dan keselamatan, lembur,
mekanisme pengaduan, dan hak untuk berpartisipasi dalam urusan tempat kerja atau
perusahaan.
Menurut Byars & Rue, Perundingan Kolektif adalah proses yang melibatkan kegiatan
negosiasi, drafting (persiapan berkas), administrasi, dan interpretasi atas suatu perjanjian
tertulis antara manajemen dengan serikat pekerja untuk suatu periode waktu tertentu.
Tujuan perundingan kolektif adalah untuk menyusun suatu perjanjian kerja. Perjanjian
kerja ( labour agreement) menguraikan berbagai hak, kewajiban, dan tanggung jawab
manajemen, karyawan secara individu, dan serikat pekerja.

8
2.3 PROSES PERUNDINGAN KOLEKTIF

Mondy, Wayne R. & Noe, Robert, M. (2005). Human Resource Management. New
Jersey. Proses Perundingan Kolektif, dapat dijelaskan seperti berikut ini:

1. Langkah pertama dalam proses perundingan kolektif adalah mempersiapkan


negosiasi. Langkah ini sangat luas dan berkelanjutan.
2. Langkah kedua adalah menetapkan isu-isu yang akan dirundingkan
3. Setelah isu-isu yang akan dinegosiasikan ditetapkan, kedua belah pihak untuk
mencapai kesepakatan yang dapat diterima kedua belah pihak.
4. Baik serikat pekerja maupun manajemen perusahaan memiliki alat dan argumen yang
dapat digunakan untuk meyakinkan pihak lain agar menerima pandangan mereka,
supaya negosiasi berhasil.
5. Akhirnya, manajemen perusahaan dan serikat pekerja biasanya mencapai kesepakatan
yang menetapkan aturan main untuk durasi sebuah kontrak
6. Langkah berikutnya adalah meratifikasi perjanjian. Catatan umpan balik terdapat
dalam kesepakatan.
7. Mengadministrasikan kesepakatan, yang nantinya akan dipakai untuk mempersiapkan
negosiasi berikutnya.

Menurut UU Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,


”Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara
serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau
beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak
dan kewajiban kedua belah pihak.

9
2.4 NEGOSIASI PERJANJIAN
Menurut Mondy & Noe (2005), tidak ada cara untuk memastikan cepat dan dapat
diterima bersamanya hasil negosiasi. Para pihak dapat berusaha untuk kemajuan sendiri
yang mantap dan hasil yang produktif. Perundingan bersama adalah kegiatan pemecahan
masalah, oleh karena itu diperlukan komunikasi yang baik. Negosiasi harus dilakukan dalam
ruang privasi , bukan di media-masa.
Tahapan negosiasi perundingan kolektif dimulai dengan masing-masing pihak
memaparkan tuntutan awal. Karena penyelesaian masalah dalam perundingan bersama bisa
menjadi mahal bagi perusahaan, biaya dari berbagai proposal harus diperkirakan seakurat
mungkin.
2.5 KEGAGALAN DALAM NEGOSIASI
Beberapa cara untuk menghilangkan penghalang negosiasi dapat digunakan untuk
mendapatkan negosiasi yang lebih baik. Menurut Mondy & Noe (2005), kegagalan dalam
negosiasi dapat diatasi melalui campur tangan pihak ketiga, strategi negosiasi, dan
manajemen strategi.

1. Intervensi Pihak Ketiga


Seringkali pihak ketiga ikut berperan untuk memberikan bantuan ketika perjanjian
tidak dapat tercapai dan kedua belah pihak mencapai jalan buntu, yang dilakukan untuk
melanjutkan perundingan.
Dua tipe dasar dari intervensi pihak ketiga adalah mediasi dan arbitrase.

a. Mediasi
Mediasi adalah sebuah proses di mana pihak ketiga yang netral masuk dan mencoba
untuk menyelesaikan perselisihan perburuhan saat terjadi kebuntuan perundingan
kolektif. Dalam mediasi, pihak ketiga yang netral masuk dan mencoba untuk
menyelesaikan perselisihan perburuhan yang mengalami jalan buntu ketika terjadi proses
perundingan bersama. Suksesnya mediasi tergantung pada tingkat substansial pada
bijaksana, diplomasi, kesabaran, dan ketekunan mediator.

b. Arbitrase
Arbitrase adalah sebuah proses di mana penyelesaian suatu sengketa adalah melalui
pihak ketiga yang tidak memihak untuk mengambil keputusan yang mengikat. Dalam
arbitrasi orang yang menjadi pihak ketiganya disebut arbitrator, yang mempunyai hak
untuk ikut menentukan hasil dari perjanjian kolektif tersebut.

10
2. Strategi Serikat untuk mengatasi kegagalan negosiasi

Suatu saat serikat pekerja percaya bahwa negosiasi harus mengerahkan tekanan yang
ekstrim untuk mendapatkan persetujuan dari manajemen agar menyetujui tuntutan
perundingan kolektif, antara lain dengan cara: pemogokan (mogok kerja), boikot, dan
aktivisme.

a. Mogok atau Strike

Pemogokan adalah tindakan yang dilakukan oleh anggota serikat buruh yang menolak
bekerja dalam rangka untuk mengerahkan dan meyakinkan manajemen dalam negosiasi.
Pemogokan/perhentian produksi dapat mengakibatkan kehilangan pelanggan dan
pendapatan.

Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan


secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau
memperlambat pekerjaan.(UURI No 13 Tahun 2003).

b. Boikot (Boycott)

Boikot adalah penolakan oleh anggota serikat pekerja untuk menggunakan atau
membeli produk perusahaan dimana anggota serikat pekerja tersebut bekerja. Boikot
memberikan tekanan ekonomi pada manajemen, yang efeknya lebih lama dari itu sebuah
pemogokan.

c. Byline Strike
Byline strike adalah menulis di surat kabar dengan menyembunyikan namanya.

d. Information Picketing
Membagikan selebaran ke luar perusahaan agar masyarakat melihat masalahnya.

e. Secondary Boycott
Upaya yang dilakukan serikat pekerja untuk mendorong pihak ketiga melakukan hal
yang diinginkan serikat pekerja agar perusahaan merasa tertekan. Misalnya berupaya
agar pemasok dan pelanggan untuk berhenti melakukan bisnis dengan perusahaan.

11
f. Lockout
Keputusan manajemen untuk mempertahankan karyawan yang keluar dari tempat
kerja dan pihak manajemen berupaya untuk beroperasi dengan orang atau penggantian
merek sementara.

2.6 MERATIFIKASI PERJANJIAN


Menurut Mondy & Noe(2005), sebagian besar perundingan kolektif mengarah
pada suatu persetujuan tanpa kegagalan dalam negosiasi. Biasanya, kesepakatan
tercapai sebelum kontrak berakhir. Setelah para perunding mencapai kesepakatan
tentatif untuk syarat-syarat kontrak, mereka menyiapkan perjanjian tertulis yang
mencakup hal-hal yang disepakati, lengkap dengan tanggal efektif dan
penghentiannya. Proses persetujuan manajemen sering kali lebih mudah daripada
persetujuan dari tenaga kerja.

1. STRUKTUR DALAM PERUNDINGAN KOLEKTIF


Struktur perundingan kolektif yang utama adalah:
1. Satu perusahaan dengan satu serikat pekerja
2. Beberapa perusahaan berhadapan dengan serikat pekerja.
3. Beberapa serikat pekerja berhadapan dengan satu perusahaan.
4. Beberapa perusahaan yang berhadapan dengan beberapa serikat pekerja.

Sebagian besar kontrak perundingan kolektif dilakukan dengan jenis pertama.


Kesepakatan kerjasama sangat penting dalam menciptakan integrasi, dan membina
kerasama untuk menghindari terjadinya konflik yang tidak berfungsi dalam organisasi
agar dapat mencapai tujuan organisasi dengan efektif.

12
2.7 CONTOH STUDI KASUS PERUNDINGAN KOLEKTIF
a. Perselisihan Hubungan Industrial
Maksud dari perselisihan hubungan industrial sendiri menurut Undang-Undang
No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI)
adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh. Di
dalam pasal 2 UU PPHI sudah diatur empat jenis perselisihan hubungan industrial.
Adapun empat jenis perselisihan hubungan industrial yaitu perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan
antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

 Perselisihan Hak

Jenis perselisihan hubungan industrial ini bisa timbul karena tidak terpenuhinya hak,
akibat ada perbedaan pelaksanaan maupun penafsiran terhadap ketentuan dari
peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, maupun
perjanjian kerja bersama.
Hak yang dimaksud dalam jenis perselisihan hubungan industrial ini adalah hak
normatif. Merupakan hak yang sudah ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-undangan. Contoh
dari timbulnya perselisihan ini bisa terjadi saat pekerja menolak gaji yang diberikan
oleh perusahaan karena tiap pihak memiliki definisi atas gaji yang berbeda dari
perjanjian kerja yang sudah dibuat.

 Perselisihan Kepentingan
Kemudian, jenis perselisihan hubungan industrial selanjutnya bisa timbul karena tidak
ada sama pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, maupun perjanjian kerja
bersama.
Sebagai contoh, ketika sebuah perusahaan mengubah isi dari perjanjian kerja tapi
tanpa ada kesepakatan dari karyawan yang seharusnya ikut dilibatkan.

13
 Perselisihan Pemutusan Hubungan Buku Kerja
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah jenis perselisihan hubungan
industrial yang timbul karena tidak ada sama pendapat tentang bagaimana cara
mengakhiri hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Salah satu contoh
kasus yang paling sering terjadi yaitu ketika perusahaan memutuskan hubungan kerja
secara sepihak dengan pekerjanya, tapi sayangnya pekerja tersebut tidak setuju
dengan keputusan dari perusahaan yang bersangkutan.

 Cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial


Di dalam sebuah hubungan industrial tidak hanya memandang dari aspek
substansial (materiil). Ada berbagai aspek prosedural atau formal yang tidak kalah
penting untuk diperhatikan. Berikut cara menyelesaikan berbagai jenis perselisihan
hubungan industrial di atas, antara lain:
1) Perundingan Bipartit

Definisi perundingan Bipartit dijabarkan sebagaimana dalam pasal 1 angka 10 undang-


undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2004, yang menyatakan bahwa “perundingan
bipartit adalah perundingan antara pekerja atau buruh ataua serikat pekerja dengan
pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

Cara ini bisa dilakukan antara pengusaha maupun gabungan pengusaha dengan serikat
buruh. Apabila tidak bertemunya kata sepakat, para pihak yang berselisih bisa
melanjutkan ke tahap perundingan tripartit. Akan tetapi, jika kedua belah pihak dapat
menyepakatinya, maka akan dibuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan
kepada Pengadilan Hubungan Industrial tergantung lokasi dari perusahaan tersebut
berada.

2) Perundingan Tripartit
Jalur Tripartit adalah suatu penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha,
dengan ditengahi oleh mediator yang berasal dri dinas ketenagakerjaan dan transmigrasi.
Penyelesaian perselisihan melalui jalur tripartit diatur berdasarkan pasal 4 UU PPHI

Perundingan ini merupakan cara yang dilakukan oleh pekerja dengan pengusaha, di
mana melibatkan fasilitator yaitu pihak ketiga. Adapun tahap dari perundingan
tripartit sebagai berikut ini:

14
o Mediasi
Proses mediasi dilakukan dengan cara musyawarah yang dipimpin oleh satu orang
maupun lebih. Umumnya, proses ini melibatkan mediator dari pihak Departemen
Ketenagakerjaan. Jika di dalam tahap mediasi ternyata para pihak terkait mencapai
kata sepakat, maka akan dituangkan ke dalam perjanjian bersama yang didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial setempat.

o Konsiliasi
Proses penyelesaian dilakukan dengan cara musyawarah, di mana terdapat penengah
yaitu seorang konsiliator. Konsiliator akan berusaha mendamaikan berbagai pihak
yang terlibat untuk mencapai kesepakatan bersama. Tapi, jika dari salah satu pihak
tidak sepakat maka konsiliator akan membuat anjuran untuk didaftarkan kepada
Pengadilan Hubungan Industrial setempat.
o Arbitrase
Langkah ini adalah penyelesaian perselisihan yang dilakukan di luar Pengadilan
Hubungan Industrial. Proses yang ditempuh yaitu dengan membuat kesepakatan
tertulis yang di dalamnya berisi pernyataan para pihak untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial kepada para arbiter. Keputusan arbitrase ini sifatnya
final dan mengikat berbagai pihak yang berselisih.

3) Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)


Apabila ada pihak yang tidak menyetujui serta menolak anjuran dari mediator
maupun konsiliator, maka perselisihan tersebut bisa berlanjut dengan pengajuan
gugatan ke PHI. Berdasar Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan di Indonesia, PHI memiliki kompetensi absolut untuk
memeriksa dan memutus perkara, antara lain:
o Pada tingkat pertama tentang perselisihan hak.
o Pada tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan kepentingan.
o Pada tingkat pertama terkait perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK).
o Pada tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan serikat pekerja atau buruh yang
terjadi dalam suatu perusahaan.
15
a. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BESARAN UPAH MINIMUM DIJAWA TENGAH

Dikutip dari Makalah M. Bambang Suryoningprang, Suradi, Sonhaji program studi S1 Ilmu
Hukum, Universitas Diponegoro Tahun. 2016.
Dalam hubungan kerja haruslah dibuat perjanjian kerja yang berisikan tentang hak dan kewajiban
antara pekerja/buruh dan pengusaha haruslah seimbang dalam memberikan perlindungan pekerja/buruh
dan memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Upah yang
layak bagi kemanusiaan tersebut diarahkan pada pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Permasalahan ketenagakerjaan dalam hubungan industrial terdiri dari pengusaha, perkerja/buruh


dan pemerintah mempunyai masalah umum dan mendasar, salah satunya adalah masalah upah
pekerja/buruh. Sehingga dalam hubungan kerja haruslah dibuat perjanjian kerja yang berisikan tentang hak
dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha haruslah seimbang dan harus dijamin dengan “asas
kebesasan berkontrak” agar pekerja/buruh mendapat penghidupan yang layak adalah jumlah pendapatan
pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan
keluarganya secara wajar sesuai pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Dengan adanya Keterlibatan Serikat Buruh dalam Perundingan upah di tingkat perusahaan
biasanya alam konteks pembuatan perjanjian kerja bersama. Dalam hal ini perundingan dilakukan secara
kolektif antara serikat buruh/serikat pekerja yang tercatat dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha
terkait dengan syaratsyarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam perundingan upah
mencakup aspek yang sangat luas terkait syarat-syarat kerja, di mana hak senantiasa berjalan selaras
dengan kewajiban.

16
Analisis

Berdasarkan hasil analisis dapat dikatakan bahwa pekerja/buruh di Kota Semarang


berusaha untuk menerima upah yang mereka dapat dan berusaha mecukupi kebutuhan mereka dari
upah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Upah Minimum Kota (UMK) di Kota Semarang
belum cukup untuk memenuhi kesejahteraan para pekerja/buruh.

Hal ini disebabkan faktor kenaikan harga pokok kebutuhan hidup yang semakin naik baik
yang dapat diprediksi maupun tidak dapat diprediksi misalnya : beras, gula atau minyak goreng
yang selalu mengalami perubahan harga saat harga BBM naik serta saat menjelang bulan puasa
atau pada saat hari raya Idul Fitri. Selain itu penetapan Upah Minimum Kota yang berdasarkan
komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dirasa sudah tidak layak, ada beberapa hal dalam
komponen tersebut kurang dalam memenuhi kebutuhan hidup sekarang, seperti kebutuhan dalam
sarana komunikasi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu Rita bahwa kebutuhan hidup para buruh bila mengikuti
komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang ada sudah sangat tidak sesuai, melihat bahwa
rata-rata para pekerja dan buruh sudah memiliki handphone, namun dalam pemenuhan komponen
hidup layak yang ada belum memasukan sarana telekomunikasi (dalam hal ini kebutuhan pulsa
untuk komunikasi)

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa, Perundingan
kolektif (collective bargaining) adalah suatu proses dimana para wakil (representatif)
dari dua kelompok bertemu dan bermaksud merundingkan (negosiasi) satu perjanjian
yang mengatur hubungan hubungan kedua belah pihak di waktu yang akan datang.

Serikat Pekerja adalah upaya para pekerja dan badan – badan di luar perusahaan
(serikat buruh atau asosiasi) untuk bertindak sebagai satu kesatuan ketika
berhubungan dengan manajemen mengenai masalah – masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan mereka. Kehadiran serikat kerja ini mengubah secara signifikan beberapa
aktivitas sumber daya manusia. Hal ini disebabkan oleh ketentuan perjanjian
perundingan kolektif

B. SARAN
Bagaimanapun, dalam hubungan antara serikat pekerja dan pengusaha tidak
boleh terjadi perundingan lagi jika itu menyangkut hak-hak pekerja yang sudah paten
dan mendatangkan perpecahan. Agar tidak terjadi lagi perundingan-perundingan
antara pihak pengusaha dengan buruh/karyawan, perusahaan bisa memberikan dan
mengatur aspek-aspek kompensasi pekerja yang tepat dan sesuai dengan janji
peraturan yang ada.

Begitupun jika kasus itu terjadi sebaliknya dimana perusahaan tidak


mendapatkan hasil pekerjaan yang sesuai dengan yang telah mereka tetapkan kepada
para pekerja tersebut. Namun setiap instansi tentunya memiliki masalah yang
terkadang harus dirundingkan, maka dari itu dengan metode-metode dari perundingan
kolektif ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah dengan baik dan
benar.

18
DAFTAR PUSTAKA

Barney, Jay (1 Maret 1991). “Sumber perusahaan dan keunggulan


kompetitip Berkelanjutan”. Jurnal Manajemen. 17 (1): 99-120.

Randall S. Schuler and Susan E. Jackson, Manajemen Sumber Daya Manusia,


Menghadapi Abad ke-21, Terj. Dwi Kartini Yahya, Jld I dan II, Jakarta : Erlangga, 1997.

Dyah eko, Sri sartika & Yani Antariksa. 2021, Buku ajar Manajemen Sumber Daya Manusia,
h. 279. Surabaya.

Aminuddin. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia: Prinsip dan Praktik. Oxford
University Press.

Mike, L. (2007). Menjelajahi Hubungan Karyawan. AS: Elsevier.

Mondy, Wayne R. & Noe, Robert, M. (2005). Human Resource Management. New Jersey.
Pearson Education.

Glossary. US. Bureu of Labor Statistics Division Of Information Services February 28, 2008.

UU Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Ref : Buidens, Wayne, and others. "Collective Gaining: A Bargaining Alternative." Phi Delta
Kappan 63 (1981): 244-245.
Subekti. 2002. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.
Makalah M. Bambang Suryoningprang, Suradi, Sonhaji program studi S1 Ilmu Hukum,
Universitas Diponegoro Vol. 5 No. 3 Tahun. 2016

19

Anda mungkin juga menyukai