Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN INDUSTRIAL

MODUL 03
PERJANJIAN KERJA BERSAMA DAN NEGOSIASI PERJANJIAN
 Kegiatan Belajar 1
Mengadakan unit perjanjian kerja bersama

A. PENGERTIAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA


Perjanjian kerja bersama (PKB) pada dasarnya merupakan salah satu
bentuk pengaturan hak dan kewajiban serta tata tertib kerja bagi pekerja secara
keseluruhan atau sesuai dengan cakupan yang termuat dalam PKB dengan
manajemen atau pengusaha. Hak dan kewajiban yang diatur dalam PKB disebut
dengan syarat kerja dan merupakan aspek yang belum diatur dalam peraturan
perundang-undangan. PKB disusun melalui perundingan antara pekerja yang diwakili
Oleh serikat pekerja dan wakil manajemen. PKB merupakan hasil suatu proses di
mana manajemen dan unsur serikat pekerja berusaha menentukan syarat kerja
secara bersama yang tidak Iain adalah untuk mencegah timbulnya perselisihan atau
konflik yang kesemuanya digunakan untuk memelihara dan meningkatkan hubungan
baik di antara keduanya. Dalam proses perundingan ini, kedua belah pihak
merupakan pihak-pihak yang bebas untuk merumuskan kesepakatan, dan yang lebih
penting dalam proses ini juga untuk memahami persepsi pihak Iain dalam mencari
rumusan yang menguntungkan kedua belah pihak. Perundingan yang berhasil
manakala kedua belah pihak merasa menang atau berhasil dalam memperoleh
sesuatu. Dengan demikian, perundingan ini paling tidak dapat meningkatkan saling
percaya di antara kedua belah pihak. Menurut Suwarto (2009), rumusan pengaturan
hak dan kewajiban melalui perundingan PKB mengandung banyak kelebihan, antara
Iain:
1. Perundingan pembuatan PKB dapat berlangsung atas dasar kemauan kedua
belah pihak untuk saling bertemu, berkomunikasi, dan saling memberi masukan.
Hal ini merupakan unsur penting dalam membina hubungan selanjutnya.
2. Dalam proses perundingan terjadi interaksi aktif, saling tukar informasi, dan
saling mengajukan pendapat. Di sini terjadi proses saling memahami posisi pihak
Iain, dan akan menjurus penyamaan persepsi antara kedua belah pihak.
3. Hasil perundingan merupakan komitmen kedua belah pihak, dan seharusnya
tidak ada yang merasa ditekan. Dengan demikian, pelaksanaan hasil perundingan
tersebut juga dapat berjalan lancar. Oleh karena itu, selama kurun waktu
berlakunya PKB dapat dihindari perselisihan Yang besar atau serius.
Hubungan antara karyawan dan pengusaha merupakan faktor pendukung dałam
perjanjian kerja bersama. Perjanjian kerja bersama membahas tidak hanya
hubungan pengusaha dan karyawan, tetapi merupakan kondisi yang digunakan
untuk memainkan peran dałam pengaturan berbagai aspek dałam perjanjian kerja
bersama, yang meliputi pemilihan agen perjanjian, penentuan perjanjian bersama,
kewajiban pengusaha dan serikat pekerja, dan dampak hambatannya pada
kegiatan industrial. Ciri perjanjian kerja bersama adalah berubah dan dinamis dałam
hal perubahan teknologi, ekonomi, lingkungan politik, struktur organisasi serikat
pekerja, kepemilikan individual, peran pemerintah, dan sebagainya.
Menurut Barbash (1976), yang diatur dałam perjanjian kerja bersama mengenai
karyawan adalah (l) harga karyawan (upah dan metode penentuan upah); (2)
penggunaan tenaga kerja (klasifikasi, masa kerja, usaha, dan jam kerja); (3) hak kerja
karyawan (hak yang diperoleh karyawan di tempat kerja sesuai dengan perjanjian kerja
bersama); (4) hukum institusional serikat pekerja dan manajemen; dan (5) administrasi
dan pelaksanaan perjanjian. Perjanjian kerja bersama juga dapat meliputi perjanjian
individu dan perjanjian kolektif (Flanders, 1976). Perjanjian individual merupakan
perjanjian antara karyawan dan majikan atau pengusaha, sedangkan perjanjian kolektif
merupakan perjanjian yang dapat menggantikan perjanjian individual terutama dałam
proses pengambilan keputusan beserta karakteristiknya
Berbagai perubahan dalatn hubungan industnal terkait dengan pergeseran
hubungan antar manusia secara khusus. Pertama, perlunya pendekatan yang Iebih
holistik untuk mempelajari pekerjaan dan hubungan dengan institusi Iain dalarn
masyarakat, khususnya hubungan antara pekerjaan dan kcluarga. Kedua, kontrak
sosial diperlukan karena merupakan karier jangka panjang, schingga meningkatkan
Ioyalitas dan kinerja. Strategi manajemen disusun untuk memfokuskan pada
kompetensi inti dan melakukan outsouming untuk fungsi dan kegiatan Iain. Ketiga,
serikat pekerja di masa mendatang membutuhkan fungsi yang Iebih luas. Berbagai
perubahan dalam hubungan industrial melibatkan modal insani, keahlian, dan
pengetahuan merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan atau organisasi.
Pemerintah juga turut berperan dalam hubungan industrial tersebut.

B. TEORI YANG MENDASARI PER.JANJIAN KERJA BERSAMA


Teori Kesepakatan atau Perjanjian atau Tawar-menawar cenderung
berkonsentrasi pada organisasi. Perjanjian selalu diformalkan dengan prosedur yang
jelas (eksplisit). Literatur mengenai kesepakatan bersama antara karyawan dan
manajemen telah membangun pandangan teoritis dalam riset pendidikan. Walton dan
McKersie membuat perbedaan antara perjanjian distributifdan perjanjian
integratif(O'Donoghue & Clarke, 1999). Perjanjian distributif adalah perjanjian dalam
pembagian kerja dan pendapatan atau hasil, sedangkan perjanjian integratif adalah
perjanjian dalam mengadakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja. Walaupun
demikian, kedua jenis perjanjian tersebut sulit dibedakan. Menurut Fossum (1987),
perjanjian kerja bersama muncul sekitar tahun 1980-an dengan munculnya berbagai
konsep seperti pengorganisasian, negosiasi, kebuntuan dalam pengambilan
keputusan, dan mengelola kontrak, serta berbagai penelitian dengan berbagai unit
analisis seperti masyarakat serikat industri dan nasional, serta serikat perusahaan
lokal atau individual. Teori Perilaku menyediakan kerangka kerja analitikal yang
digunakan untuk mengorganisasi adanya perbedaan antara perjanjian distributif dan
perjanjian integratif. Dari teori tersebut nampak bahwa perjanjian distributif Iebih
menekankan pada aspek perjanjian dalam memberikan penghargaan, sedangkan
perjanjian integratif Iebih menekankan pada perjanjian pengupahan yang terkait
dengan peningkatan kinerja karyawan.
Perjanjian kerja bersama juga merupakan inti hubungan industrial yang
berfokus pada konflik dan perubahan dalam pengaturan hubungan antara manajemen
dan karyawan. Kegiatan yang terkait dengan perjanjian kerja bersama juga merupakan
sumber stres seperti taktik negosiasi distributif yang meningkatkan konflik antara
karyawan dan manajemen (Bluen & Jubiler-Lurie, 1990). Hubungan industrial adalah
hubungan antarkaryawan Yang ada dalam sistem produksi dan mempunyai dampak
pada efisiensi dan produktivitas yang terdiri dari sejumlah hubungan dalam organisasi.
Dalam pengertian sempit, hubungan industrial menunjukkan hubungan serikat pekerja
dan manajemen atau hubungan kolektif antara manajemen dan karyawan. Dalam
pengertian luas, hubungan industrial mencakup agen institusional seperti pemerintah.
Hubungan industrial yang baik akan dapat membantu restrukturisasi organisasi dan
proses untuk perbaikan produktivitas dan persaingan.
Isu penting dalam hubungan antarkaryawan untuk melakukan pelayanan adalah apakah
perjanjian kerja bersama tersentralisasi ataukah terdesentralisasi (Nomden et al., 2003).
Perjanjian yang terdesentralisasi akan membuat perjanjian tersebut lebih fleksibel,
terfragmentasi, dan dapat meningkatkan efisiensi dan keefektifan dalam pelayanan.
Desentralisasi dilakukan untuk area yang lebih luas. Kemitraan antara karyawan dan
pengusaha atau manajer sering kali didengungkan, namunjarang tercapai dan
merupakan objek untuk diteliti secara intensif bila akan diterapkan (Clarke & Haiven,
1999). Kemitraan ini melibatkan kombinasi perubahan dalam organisasi kerja dan dalam
hubungan perjanjian antara manajemen dan serikat pekerja yang mewakili karyawan.

C. PEMBENTUKAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA


Proses perjanjian kerja bersama karyawan dan manajemen dipandang sebagai suatu
kegiatan politik paling tidak pada tiga cara. Meskipun demikian, tidak ada upaya yang
akan dilakukan untuk memformalkan konten politik dari suatu teori. Menurut Perry dan
Angel (1986), ketiga cara tersebut adalah sebagai berikut.
1. Politik tradisional yang berfokus pada pengaruh alokasi sumber daya langka
seperti siapa Yang mendapatkan, apa yang diperoleh, serta kapan dan di mana
memperolehnya. Perjanjian kerja bersama seperti kekuatan personal Iainnya yang
memiliki implikasi pada alokasi sumber daya yang langka.
2. Meskipun dibatasi pada teori organisasi dan perilaku organisasional, terdapat
paralel yang dekat antara teori politik dan teori organisasi. Perjanjian.kerja bersama
merupakan fenomena dalam organisasi yang berkonotasi politik.
3. Fenomena tentang bargaining dipandang sebagai manifestasi politik dalam
organisasi. Politik dan organisasi merupakan pengelolaan pengaruh untuk
mendapatkan sangsi.
Harre (1999) menyatakan, ada dua teknik dalam perjanjian kerja bersama, yaitu (1)
karyawan mencoba mengurangi kelemahannya di pasar tenaga kerja dan dalam
hubungan sosial dengan pemimpin atau pengusaha; dan (2) tindakan politis karena ada
dua pihak yang saling berhubungan, baik secara terencana maupun secara spontan.
Perjanjian kerja bersama tentu didahului oleh pembentukan serikat pekerja atau secara
khusus melalui tahap pertemuan para karyawan. Pertemuan dilanjutkan dengan
keputusan untuk menyusun serikat pekerja, merekrut anggota dan mengumpulkan para
anggota, pembagian kerja, dan negosiasi kontrak formal dengan pengusaha. Satu hal
yang menarik dalam proses tersebut adalah bukan keterlibatan ekonomi yang
menekankan pada pengusaha, melainkan adanya kesenjangan sosial yang berasal dari
hierarki divisi karyawan. Dengan membentuk serikat pekerja, karyawan dapat
menciptakan kendaraan atau cara untuk pengumpulan memori dan sumber informasi
yang dapat menggambarkan negosiasi dengan pengusaha di masa mendatang. Serikat
pekerja pasti menyadari kelemahan posisinya dalam hierarki sosial dan bagaimana hal
tersebut dapat mempengaruhi baygaining powernya di pasar kerja.
Hal kedua yang menarik adalah perjanjian kerja bersama yang didahului oleh proses
pembentukan serikat pekerja. Karyawan perlu tahu bahwa mereka harus
menghilangkan ketidakseimbangan sosial dan politik sebelum berhasil menghilangkan
ketidakseimbangan ekonomi. Hasil perjanjian kerja bersama adalah perjanjian bersama
(Harre, 1999). Penggunaan istilah perjanjian lebih baik daripada kontrak. Setelah ada
perjanjian tersebut, barulah dilakukan kontrak. Kontrak berisi sesuatu yang disepakati
oleh karyawan dan pengusaha. Kontrak dibuat secara individu, sehingga diakhiri secara
individu pula, baik dengan berlebihan atau redundansi, pembubaran, atau pengunduran
diri (Harre, 1999).
Perjanjian kerja bersama menunjukkan minat jangka panjang dari karyawan untuk
membuat pasar tenaga kerja lebih adil daripada berdasarkan pada kontrak individual.
Serikat pekerja dan perjanjian kerja bersama dapat memperbaiki posisi tawar-
menawarnya di tempat kerja. Menurut Glassman (1986), pembentukan organisasi
karyawan dilakukan bersamaan dan penyusunan hubungan perjanjian kerja bersama
dengan manajemen dapat dipandang sebagai proses yang dilakukan secara berurutan
yang berisi tiga tahap, yaitu:
1. Pengenalan dan penentuan unit perjanjian yang tepat.
2. Penggambaran lingkup kesepakatan negosiasi dan pemahaman partisipan dalam
menyelesaikannya.
3. Administrasi kontrak.
Struktur pembuatan perjanjian kerja bersama sering kali menyeluruh bagi berbagai unit
yang meliputi sejumlah orang yang beroperasi dalam industri yang sama. Perjanjian
kerja bersama dapat terjadi antara serikat pekerja dan satu orang pengusaha atau
majikan atau antara serikat pekerja dan semua pimpinan perusahaan. Dalam perjanjian
ini negosiator berbicara pada semua majikan atau pimpinan perusahaan.
Menurut Fossum (2009), isu-isu perjanjian meliputi tiga kategori, yaitu bersifat perintah,
mengizinkan, dan larangan. Isu perjanjian atau kesepakatan yang bersifat perintah
berkaitan dengan upah, jam kerja, dan kondisi pekerjaan Iainnya. Isu perjanjian atau
kesepakatan yang bersifat memberi izin tidak memperoleh tanggapan karena tidak
berhubungan langsung dengan biaya manajemen dan tenaga kerja. Isu perjanjian atau
kesepakatan yang bersifat pemberian larangan secara hukum tidak sah, seperti
permintaan bahwa karyawan menggunakan hanya barang-barang yang diproduksi
bersama. Perbedaan Iain antara mandatory issues dan permissive issues adalah tidak
adanya bagian yang bisa menemui jalan buntu atau menolak menyetujui kontrak
melebihipermissive issues. Gambar I berikut menjelaskan perbedaan antara mandatory
dan permissive issues.

D. PERJANJIAN KERJA BERSAMA DI INDONESIA


Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang
merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja yang
tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha, atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Ada beberapa ketentuan
yang harus dipenuhi, yaitu:
1.bersama disusun Oleh serikat kerja dan dilaksanakan secara musyawarah.
2.Perjanjian kerja tersebut harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan
menggunakan bahasa Indonesia.
3.Apabila dalam perjanjian kerja bersama tidak dapat dicapai kata sepakat maka
penyelesaiannya dilakukan dengan prosedur penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.
4.Apabila dalam perusahaan hanya terdapat satu serikat buruh yang beranggotakan
lebih dari 50% karyawan di perusahaan tersebut, maka serikat pekerja tersebut berhak
mewakili pekerja dalam pembuatan perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama
dengan pengusaha. Namun demikian, bila anggotanya kurang dari 50% pekerja di
perusahaan tersebut maka serikat pekerja tersebut tetap dapat mewakili perjanjian kerja
asalkan mendapat dukungan dari 50% karyawan perusahaan tersebut.
5.Apabila dalam perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja, maka yang berhak
mewakili kawawan dalam melakukan perundingan dengan pengusaha adalah serikat
pekerja yang beranggotakan lebih dari 50% karyawan perusahaan tersebut. Serikat
kerja yang anggotanya kurang dari 50% dari jumlah karyawan perusahaan tersebut
dapat mengadakan koalisi untuk berhak mewakili dalam kesepakatan kerja bersama
dengan pengusaha. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi, maka dibuat tim perundingan
yang anggotanya ditentukan secara proporsional dengan jumlah keanggotaan dalam
serikat pekerja.
6.Perjanjian kerja bersama berlaku selama dua tahun dan dapat diperpanjang paling
lama satu tahun.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPa), Pasal 1601a, menyebutkan bahwa
perjanjian atau kesepakatan kerja adalah perjanjian dengan mana pihak yang ke satu
yaitu karyawan mengikatkan diri untuk di bawah pimpinan pihak yang Iain yaitu
pengusaha atau majikan selamajangka waktu tertentu untuk melakukan pekerjaan
dengan menerima upah. Kalau dicermati, materi rumusan perjanjian kerja tersebut
hanya satu pihak saja yang mengikatkan diri yaitu karyawan, sedang pengusaha tidak
terikat dengan perjanjian kerja tersebut. Sesuai ketentuan perjanjian kerja yang berlaku
secara universal, kedua belah pihak harus saling mengikatkan diri tanpa membedakan
kedudukan, status, ras, suku, agama maupun golongan dan bangsa. Bur-uh juga punya
hak sipil dan politik seperti hak atas hidup, dan hak ekonomi seperti hak atas pekerjaan
dan penghidupan. Tidak hanya pengusaha yang mempunyai hak hidup dan hak
ekonomi, dan tidak hanya pengusaha yang mendapatkan perlindungan hukum.
ULI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pada Pasal 50 sampai
dengan Pasal 66 mengatur ketentuan perjanjian kerja. Perjanjian kerja merupakan
hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan karyawan
atau pekerja. Pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat
kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan. yang
dilakukan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, seperti perjanjian kerja waktu tertentu, antar kerja antardaerah,
antarnegara, dan perjanjian kerja laut.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu, yaitu:
Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.
2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama tiga tahun.
3. Pekerjaan yang bersifat musiman.
4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru kegiatan baru atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

E. BADAN/LEMBAGA HUBUNGAN INDUSTRIAL NASIONAL


1. Lembaga Kerja Sama Bipartit
Lembaga kerja sama bipartit merupakan lembaga kerja sama antara pengusaha dan
organisasi karyawan. Setiap perusahaan yang mempekerjakan lima puluh orang
karyawan atau Iebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit. Fungsi lembaga
tersebut adalah sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai permasalahan
ketenagakerjaan di perusahaan. Anggota lembaga tersebut meliputi unsur pengusaha
dan unsur karyawan yang ditunjuk secara demokratis untuk mewakili kepentingan
karyawan di perusahaan tersebut.
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 106, setiap perusahaan yang
mempekerjakan lima puluh orang karyawan atau lebih harus mempunyai lembaga kerja
sama bipartit yang beranggotakan antara tiga hingga sepuluh orang sesuai skala
perusahaan, kompleksitas dan diversifikasi pekerjaan dan jabatan, serta tugas yang
diserahkan ke lembaga kerja sama bipartit. Bila dalam perusahaan terdapat satu serikat
pekerja dan semua pekerja menjadi anggota serikat pekerja tersebut, maka pengun•1S
serikat pekerja tersebut merupakan wakil dalam lembaga kerja sama bipartit. Bila ada
lebih dari satu serikat pekerja tetapi tidak semua karyawan menjadi anggota serikat
pekerja tersebut, maka wakil karyawan dalam lembaga kerja sama bipartit ditunjuk
secara proporsional menurut jumlah anggota.
Lembaga kerja sama bipartit memfokuskan kegiatannya pada fungsi tradisional dan
konvensional, yaitu menampung, membahas, dan menyelesaikan keluh kesah
karyawan, serta mempersiapkan bahan dan memonitorpelaksanaan peraturan
pemerintah dan perjanjian kerja bersama. Bidang lain yang dapat ditangani secara
adhoc misalnya.
2. Lembaga Kerja Sama Tripartit
Lembaga kerja sama tripartit merupakan lembaga kerja sama yang
anggotaanggotanya terdiri dari unsur-unsur pemerintah, organisasi karyawan, dan
organisasi pengusaha. Fungsi lembaga kerja sama tripartit adalah sebagai forum
konsultasi, komunikasi, dan negosiasi baik ke dalam maupun ke Iuar. Maksud
konsultasi, komunikasi, dan negosiasi ke dalam yaitu apabila ada permasalahan antara
ketiga pihak tersebut maka antara karyawan, pengusaha, dan pemerintah akan
dilakukan konsultasi, komunikasi, dan negosiasi, sehingga di antara mereka sendiri
akan timbul satu kesepakatan. Adapun maksud konsultasi, komunikasi, dan negosiasi
ke luar adalah apabila berhubungan dengan pihak Iuar, lembaga kerja sama tripartit
akan mewakili kepentingan karyawan, pengusaha, dan pemerintah. Lembaga kerja
sama tripartit dibentuk di tingkat pusat/nasional, propinsi, dan kabupatewkota. Di tingkat
nasional diketuai oleh menteri tenaga kerja, di tingkat propinsi oleh gubernur, dan di
kabupaten/ kota diketuai oleh bupati/ walikota.
3. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Selain lembaga kerja sama bipartit dan tripartit, terdapat lembaga lain yang terkait
dengan hubungan industrial, yaitu lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat antara
pengusaha dan karyawan atau serikat pekerja mengenai syarat-syarat kerja seperti hak
karyawan atau serikat pekerja, harapan atau kepentingan karyawan, dan pemutusan
hubungan kerja. Perselisihan hubungan industrial pada umumnya menyangkut
perselisihan hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan
antarserikat pekerja. penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut harus
dilakukan oleh pengusaha dan karyawan atau serikat pekerja secara musyawarah untuk
mufakat. Apabila langkah musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka digunakan
prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-
undang.
4.Penetapan Unit Perjanjian Kerja Bersama
Hubungan industrial mencakup tiga level, yaitu level strategik, fungsional, dan
operasional. Pilihan strategik disusun dałam level korporasi. Negosiator profesional dan
manajer sumber daya manusia menerapkan rencana bisnis, termasuk justifikasi kasus
bisnis utama. Negosiasi strategik merupakan kegiatan inti pada semua negosiasi.
Menurut Fisher (2007), negosiasi strategik mencakup diagnosis situasi secara strategik,
membuat pilihan strategik untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan
cara yang terbaik, bagaimana menyusun proses negosiasi untuk menghasilkan resolusi
masalah yang diinginkan, dan menghindari kegagalan dałam negosiasi.
5.Menetapkan Unit Perjanjian Kerja Bersama Di Sektor Publik
Kewargaan industrial mencakup hak dan tanggungjawab warga. Hal ini meliputi hak
berpartisipasi dałam kegiatan bersama seperti kesepakatan dan kebutuhan untuk
memiliki tanggung jawab terhadap anggota. Satu dari permasalahan inti dałam kerja
sama adalah perilaku bersama. Nilai kebersamaan dapat meliputi saling atau
berbalasan dan saling membantu (Peetz, 2005). Kolektivisme menunjukkan cara pada
saat minat, orientasi, dan perilaku lebih didasarkan pada kelompok dominan daripada
perilaku dominan. Minat, orientasi, dan perilaku bersama tersebut terjadi pada semua
konteks dałam kegiatan masyarakat, bisnis, politik, dan hubungan industrial di rumah
dan keluarga.

F. PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PERJANJIAN KERJA BERSAMA


Beberapa pemangku kepentingan dałam perjanjian kerja bersama antara lain
pemerintah, pengusaha, serikat pekerja dan kerja sama, serta konsumen dan
masyarakat (Prasad, 2009).

1. pemerintah
Dałam negara kolektif, perjanjian kerja bersama jarang ditemui. Dałam sistem
perekonomian terpusat ada ketakutan bahwa fika kesepakatan kerja bersama hilang,
akan ada distorsi dałam upah dan biaya karyawan. Olch karena iłu, ada kecenderungan
pemerintah mengatur peningkatan upah. Upah merupakan pengendalianjangka
pendek, sedangkan pengendalian jangka panjang adalah mendapatkan penghasilan
dan harga. Dałam sistem pemerintahan demokrasi, perjanjian kerja bersama
merupakan kebijakan publik yang bertujuan mempromosikan hubungan harmonisasi
dan kerja sama, serta mendukung pertumbuhan.
2.Pengusaha
Pandangan manajer dan karyawan atau pengusaha dan serikat pekerja berbeda dan
bertentangan dałam situasi perjanjian kerja bersama. Jika manajemen dan karyawan
merealisasikan nilai kerja sama dan kolaborasi, mereka suka menjadi konsultan yang
lebih besar. Peningkatan upah dapat dilakukan apabila ada perbaikan produktivitas dan
profitabilitas perubahan/ organisasi. Menurut karyawan, upah harus selalu meningkat,
padahal peningkatan upah akan menyebabkan inflasi.
3.Karyawan dan Serikat Perdagangan
Perusahaan manufaktur pada umumnya mengadakan perjanjian kerja bersama dałam
menentukan upah, sedangkan dałam perusahaanjasa tidak pernah ada perjanjian kerja
bersama untuk menentukan tingkat upah. Oleh karena iłu, jarang perusahaan jasa yang
tergabung dałam serikat pekerja. Kekuatan tawar-menawar serikat pekerja tinggi bila
input dan output karyawan tidak dapat digantikan. Tujuan serikat pekerja adalah
menjamin upah dan manfaat bagi anggota. Semakin tinggi koordinasi dan sentralisasi
dałam perjanjian atau kesepakatan, maka semakin besar kecenderungan untuk melihat
beberapa moderasi dałam upah yang lemah dan kuat bagi karyawan pada tingkat
keahlian dan kesempatan yang sama.
4.Karyawan dan Masyarakat
Beberapa proses produksi dalamperusahaan sering kali di outsorcingke perusahaan
lain yang memberikan kerja dan mengurangi biaya. Perjanjian kerja bersama sering kali
dipersepsikan sebagai konflik kepentingan. Dampak perjanjian kerja bersama terhadap
hubungan manajer dan karyawan sulit digeneralisasi. Kesepakatan kerja bersama tidak
dapat menyelesaikan masalah manajer dan karyawan.
Negosiasi dilakukan bila ada kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga dampaknya
pada organisasi, perusahaan, atau serikat pekerja. Bila negosiasi mengalami
kemacetan karena pengaruh faktor luar seperti pemerintah, maka pengendalian juga
dijauhkan dari perusahaan. Perjanjian kerja bersama merupakan metode untuk
melindungi serikat pekerja dan mengamankan dan memperbaiki kondisi kehidupan
kerja para anggota. Partisipan dałam perjanjian kerja bersama adalah karyawan atau
Perwakilan karyawan.
Berbagai perubahan dalam hubungan industrial di abad 20 adalah melibatkan
modal karyawan atau manusia, menggunakan pengetahuan dan keahlian yang
merupakan sumber daya Yang penting bagi perusahaan atau organisasi. Perserikatan
di masa mendatang dapat menimbulkan fungsi yang lebih Iuas. Teori hubungan
industrial Yang baru dapat membantu hubungan yang erat dengan pasar atau industri
Iain. Peran pemerintah sebagai aktor dalam hubungan ketenagakerjaan dirasakan
sangat penting.
 Kegiatan Belajar 2
Negosiasi Perjanjian
Negosiasi adalah proses yang terdiri dari minimal dua pihak dengan kebutuhan
dan pandangan yang berbeda yang mencoba mencapai kesepakatan untuk
mendapatkan keinginan bersama (Lee, 2005). Negosiasi di tempat kerja dipandang
sebagai kelompok penyelesaian masalah atau sebagai pemrosesan konsensus (Fells,
1998), meskipun di dalamnya terdapat dimensi persaingan. Negosiasi merupakan
interaksi yang dilakukan dengan sengaja dari dua atau lebih unit-unit sosial yang
mencoba mendefinisikan adanya saling ketergantungan atau interdependensi. Negosiasi
merupakan proses yang digunakan untuk menyelesaikan konflik antarberbagai pihak
dalam satu penyelesaian. Proses negosiasi dipandang sebagai bagian dari pertukaran
antar personal secara umum, sehingga dapat didukung dengan program pelatihan yang
baik yang dapat mendorong komunikasi interpersonal (Watson et al, 1996). Negosiasi
juga merupakan keahlian yang dapat dipelajari dan merupakan bagian yang dapat
disiapkan dengan baik untuk mencapai tujuan.
Ada beberapa hal yang harus dipertahankan dalam negosiasi, yaitu masalah bias
gender, bila wanita menjadi bagian dalam negosiasi, dan adanya hambatan bahasa.
Negosiasi digunakan untuk mengidentifikasi elemen-elemen situasi tawar-menawar atau
kesepakatan yang mendorong penyelesaian konflik (Neale & Bazerman, 1985). Secara
rutin, negosiasi berfokus pada perbedaan negosiator, proses yang menekankan pihak
ketiga, atau berbagai model normatif yang memprediksi perilaku negosiator. Akhir-akhir
ini, pendekatan saling mendapatkan dikembangkan untuk meningkatkan kerja sama
dalam negosiasi manajemen dan serikat pekerja (Cutcher-Gershenfeld et al., 1996).
Menurut Kelleher (2003), ada empat pendekatan dalam negosiasi, yaitu
pembangunan yang tidak terkondisikan, menang-menang atau tanpa ada kesepakatan,
mediator oleh pihak ketiga, dan pendekatan sederhana untuk bernegosiasi• Pendekatan
pembangunan yang tidak terkondisikan dilakukan bila tindakan organisa•Si
merekonsiliasi perbedaan dengan mengabaikan apakah bagian atau departemen atau
orang lain menanggapi. Pendekatan menang-menang atau tanpa kesepakatan dilakukan
bila pihak-pihak yang terlibat memperhatikan kolaborasi atau tidak ada keputusan.
sementara itu, pendekatan negosiasi oleh pihak ketiga dilakukan bila ada pihak ketiga
yang dilibatkan dalam arbitrase. Pendekatan dasar negosiasi dilakukan bila satu pihak
memegang prinsip etika.
Istilah hubungan industrial dan hubungan antarkaryawan merupakan dua istilah
yang dapat saling dipertukarkan (Karassavidou & Markovits, 1996). Aktor kunci dalam
hubungan tersebut semula adalah perserikatan dagang dan asosiasi majikan atau
pengusaha, sekarang disebut manajemen yang mencakup tanggung jawab individu,
kelompok, atau organisasi untuk mempromosikan tujuan atau sasaran pengusaha dan
organisasi. Kegiatan hubungan industrial sering kali didefinisikan dengan cara yang
berbeda-beda. Pertama, hubungan industrial didefinisikan sebagai cara yang statis dan
restriktif yang hanya menekankan hubungan kolektif formal antara manajemen dan
karyawan yang berhubungan dengan distribusional termasuk penghargaan ekonomi
yang berhubungan dengan proses kerja dan pengaturan kerja. Melalui pendekatan
tersebut, inti hubungan industrial adalah adanya konflik, sehingga hubungan industrial
juga mencakup penyelesaian konflik. Pengaturan karyawan dilakukan dengan cara:
1.Kesepakatan kerja bersama atau pengaturan bersama serikat pekerja dan manajer,
dipandang secara prinsip sebagai mekanisme untuk menyelesaikan konflik dan
pembuatan peraturan.
2.Keputusan unilateral oleh pengusaha atau serikat pekerja.
3.Keputusan individual (dalam ketiadaan hambatan pasar tenaga kerja).
4.Konsultasi bersama (adanya kesepakatan kerja bersama, aturan bersama atau
pengaturan bersama, dan aturan manajerial.
Kedua, definisi hubungan industrial yang lebih luas merupakan bidang studi interdisipliner
dan praktek yang menekankan semua aspek hubungan karyawan. Dalam Pandangan ini
terdapat studi sistematis karyawan sebagai individu, kelompok karyawan, manajemen,
serikat pekerja dan hubungan antarmanajer, antarhubungan yang bersifat formal,
informal, terstruktur, tidak terstruktur dan lingkungan tempat semuanya ini berinteraksi.
Definisi hubungan industrial memang mengandung sifat pandangan keanekaan dalam
sasaran, minat, aspirasi, harapan, nilai, ideologi, partisipan, dan ketergantungan
antarlevel analisis yang berbeda, baik mikro, meso, maupun makro.

B. JENIS DAN TIPE NEGOSIASI


Negosiasi merupakan proses dua atau lebih bagian saling berdebat, saling
menyerang, dan mengadakan konsesi untuk mendapatkan kesepakatan yang dapat
diterima. Pengertian negosiasi atau kesepakatan bersifat dapat saling dipertukarkan.
Walton dan McKensie memandang negosiasi sebagai dua tahap proses, yaitu
kesempatan awal untuk penyelesaian masalah bersama yang diikuti dengan negosiasi
untuk menyetujui perubahan Feels, 1998). Tiap tahapan dikarakteristikkan dengan
kerja sama (kooperatif) atau hubungan konfliktual. Ada empat tipe negosiasi (Bacon &
Blyton, 2007), yaitu kooperasi, konflik, campuran kooperasi mempengaruhi konflik, dan
campuran konflik mempengaruhi kooperasi. Pendekatan kooperasi dalam
penyelesaian masalah disebut dengan kesepakatan lunak untuk berbagi hasil.
Pendekatan konfliktual dalam penyelesaian masalah yang disebut kesepakatan keras
untuk berbagi hasil. Pendekatan ketiga, yaitu pendekatan campuran, atau pendekatan
kooperatif yang mempengaruhi konflik. Pendekatan tersebut merupakan pendekatan
kooperatif dalam penyelesaian masalah dan kesepakatan keras untuk berbagi hasil.
Pendekatan keempat adalah pendekatan campuran, yaitu konflik yang kooperatif.
Pendekatan tersebut merupakan pendekatan konfliktual untuk penyelesaian masalah
dan merupakan soft bargaining untuk berbagi hasil.
Ada beberapa teori yang mendasari pemahaman tentang negosiasi, yaitu teori
monopoli bilateral, yang digunakan oleh para ahli ekonomi dan mendasari konseP
kesepakatan distributif dan teori permainan (McKersie & Walton, 1992). Negosiasi
merupakan cara terpenting mengenai bagaimana transaksi dilakukan dalam organisasi
yang kompleks.
negosiasi integratif adalah memperbanyak bagian sehingga semua pihak yang
bernegosiasi mengalami kepuasan. Motivasi dalam negosiasi ini adalah tercapainya
kesepakatan menang-menang, sehingga posisi para pihak yang bernegosiasi adalah
sama. Dalam negosiasi integratif, para pihak yang bernegosiasi saling berbagi
intòrmasi. Proses negosiasi integratif tersebut merupakan proses yang lama dan
mempertimbangkan hubungan jangka panjang. Aspek kombinasi dalam negosiasi
adalah konfliktual murni dan kooperatifsecara murni (Fells, 1998).
C. PERAN PIHAK KETIGA DALAM NEGOSIASI
Apabila negosiasi antara dua pihak tidak mencapai kata sepakat, kelompok atau
organisasi yang bernegosiasi dapat melakukan langkah alternatif dengan mengundang
pihak Iain. Pihak Iain tersebut dapat berkedudukan sebagai mediator, arbitrator,
konsiliator, dan konsultan (Robbins & Judgge, 2011). Menurut pemahamannya, pihak
ketiga biasanya tidak memiliki posisi keterlibatan kuat dalam penyelesaian perselisihan,
namun mencoba membantu pihak-pihak yang konflik.
Mediator merupakan pihak ketiga yang membantu memfasilitasi solusi atas
negosiasi yang dilakukan dengan menggunakan berbagai alasan dan persuasi,
memberikan saran terhadap berbagai alternatif. Mediator berusaha bertemu dengan
pihak yang sedang berkonflik, baik secara bersama-sama maupun secara terpisah untuk
menemukan pemahaman mendasar yang memuaskan semua pihak (Greenberg &
Baron, 2008). Mediator tidak akan menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah,
tetapi menemukan tahapan untuk mencari solusi. Mediator tidak memiliki kekuasaan dan
tidak menentukan kesepakatan. Keberhasilan mediasi merupakan kunci keberhasilan
negosiasi.
Mediasi melibatkan pihak ketiga untuk membantu kesepakatan antara pihakpihak
Yang konflik Mediasi merupakan teknik yang disusun untuk menyelesaikan konflik dalam
pengelolaan karyawan dan bidang-bidang yang bersifat internasional, serta merupakan
pendekatan yang populer dalam menyelesaikan konflik interpersonal seperti mediasi
dalam masyarakat. Ada dua cara menilai keberhasilan mediasi, yaitu keberhasilan
jangka pendek dan keberhasilan jangka panjang. Keberhasilan jangka pendek dilihat
dengan memperhatikan hasil Yang segera dapat diobservasi pada waktu mediasi,
misalnya kesepakatan, kualitas kesepakatan, dan perasaan puas setelah kesepakatan
dilakukan dengan mediasi. Sementara itu, keberhasilan jangka panjang dilihat dengan
memperhatikan penerapan hasil Yang dapat diobservasi setelah interval waktu tertentu,
misalnya, apakah para pihak Yang berkonflik tunduk atau mematuhi kesepakatan•, atau
apakah ada perbaikan hubungan dan tidak timbulnya permasalahan lebih lanjut setelah
dilakukan mediasi.
Menurut Zubek et al. (1992), ada tiga cara mediator dapat mengintcrvensi secara
efektifuntuk memfasilitasi penyelesaian konflik, yaitu:
l. Menyusun laporan dengan pihak yang berselisih. Beberapa metode penyusunan
laporan, yaitu:
aMemproyeksikan citra mengenai keahlian yang mendorong persepsi kredibilitas
dan legitimasi mediator.
b.Menyediakan jaminan mengenai bahaya suatu cara kerja.
c.Menunjukkan empati terhadap para pihak melalui ekspresi verbal dan nonverbal
mengenai perhatian pada kesejahteraan, pemahaman situasi, dan penentuan
reaksi emosional.
2.Mengarahkan isu-isu dan mendorong para pihak yang sedang berselisih/ berkonflik
untuk berpikir tentang isu tersebut. Mediator dapat membantu mengidentifikasi dan
membantu menentukan isu tersebut sebagai permasalahan yang dapat diselesaikan.
Mediator juga dapat mendorong pikiran dan menantang pihak yang berkonflik untuk
menyusun ide-ide baru atau meminta reaksi terhadap ide baru yang dilontarkan dari
sumber lain.
3.Menekan pihak yang sedang berselisih/berkonflik untuk mencapai kesepakatan khusus
yang mengarah ke bentuk kesepakatan umum. Pengalaman mediator cenderung
mempengaruhi persepsi para pihak sebagai kredibel dan dapat dipercaya.
permasalahan lain dalam negosiasi adalah adanya İsu yang sifatnya tampak
(tangibles) dan İsu yang tidak tampak (intangible) (Zubek et al., 1992). Isu yang tampak
merupakan elemen konkret dalam suatu kasus yang cenderung merupakan agenda
formal sepetti uang, properti, dan perilaku yang tidak menyenangkan. Isu yang tidak
tampak merupakan isu nonsubstantif dalam negosiasi yang diturunkan dari kebutuhan
psikologis berbagai pihak, misalnya perhatian pada pemaparan diri, kebutuhan untuk
rasa aman atau dikenal, isu emosional mengenai masalah hubungan, dan persepsi
benarsalah yang berasal dari nilai keyakinan mengenai dunia. Isu strategik dapat
merefleksikan masalah prinsİp sepertİ pesan moral, keyakİnan tentang hak, dan standar
normatif.

Anda mungkin juga menyukai