Anda di halaman 1dari 8

TENGKU HAJI IBRAHIM WAZIR (PERDANA MENTRI) KERAJAAN RANTAU KAMPAR KIRI

GUNUNG SAILAN

PENGARANG :

KITAB SEJARAH ADAT-ISTIADAT KAMPAR KIRI, TERBIT TAHUN 1939 MASEHI

LAHIR :

Gunung Sailan, Sekitar Tahun 1880-An

WAFAT :

Gunung Sailan, 17-07-1957

AYAH :

Tengku Abdul Jalil Ydp Besar Sulthan Daulat (Raja Vii) Bin Tengku Abdul Jalil Ydp Hitam (Raja V)

ISTRI :

Hj. Putri Intan (Yang Dipertuan Gadis Rantau Kampar Kiri) Bin Tengku Hasyim Sumpur Kudus Binti
Putri Sarinagari, Gunung Sailan.

ANAK-ANAK :
- 7 Orang anak perempuan

- 4 orang anak laki-laki

- Anak Laki-laki tertua adalah TENGKU GHAZALI Putra Mahkota

PENDIDIKAN :

• Pendidikan anak-anak Raja di Gunung Sailan (Sekolah Islam Perti )

• Sekolah anak-anak Raja di Kerajaan Malayu Langkat Sumatera Utara

• Menunaikan Ibadah Haji di Mekkah

PERNIKAHAN

Setelah menamatkan sekolah lanjutan di Kerajaan Langkat Malayu Deli (Sumatera Utara) . Pada
masa mudanya beliau Merantau, menuntut Ilmu Sampai ke Kerajaan Langkat di tanah Deli. Beliau
di Panggil pulang oleh ayahnya Tengku Abdul Jalil YDP Besar, Raja VII Rantau Kampar Kiri.
Pemanggilan Pulang Kerantau Kampar Kiri Kerajaan Gunung Sailan oleh ayahandah beliau
Tengku Abdul Jalil YDP Besar Raja SULTHAN DAULAT VII ini adalah untuk Menjalani Pernikahan
Kerajaan (PERKAWINAN BAKO-BAKI).

Beliau diperjodohkan dengan saudari sepupunya yakni Putri Intan anak Puteri Sarinagari, anak
saudari perempuan (kamanakan ayahnya). Putri Intan adalah anak dari Putri Sarinagari dari
pernikahannya dengan Raja Negeri Sumpur Kudus yakni Raja Yang Dipertuan Tuanku Hasyim dari
Kerajaan Sumpur Kudus.

Dalam Tradisi di Kerajaan Rantau Kampar Kiri Pada masa dahulu Perkawinan Dinasti ( Bako-Baki)
diantara Kerabat Diraja “ Rumah Dalam” Istana Kerajaan Rantau Kampar Kiri bertujuan untuk
melanjutkan estapeta kepemimpinan Kerajaan Rantau Kampar Kiri untuk masa mendatang. Anak
laki-laki Raja yang sedang berdaulat (memimpin) akan di Jodohkan dengan anak perempuan tertua
dari saudari-saudari perempuan Sang Raja (Kamanakan). Saudari perempuan raja dan anak-anak
Perempuan dari saudari-saudari perempuan Raja dimana ayahnya juga dahulunya keturunan Raja-
Raja Pagaruyung di sebut Putri Soko Rumah Dalam, para tuan-tuan Putri ini disebut “ Yang
Dipertuan Gadis”. Pada masa itu yang mendapat gelar Yang dipertuan Gadis Gunung Sailan
Rantau Kampar Kiri adalah PUTRI INTAN BINTI PUTRI SARINAGARI, AYAHNYA TUANKU
HASYIM RAJA NEGERI SUMPUR KUDUS.

KARIR POLITIK
Setelah kembali ke Kerajaan Rantau Kampar Kiri, Karena ayahanda beliau sudah dalam masa usia
tua untuk melaksanakan wasiat ayahnya yakni melaksanakan pernikahan dengan Sepupu beliau.
Setelah beliau menikah, beliau ditunjuk sebagai Wazir (Perdana Mentri Kerajaan Gunung Sailan)
pada masa Pemerintahan Kerajaan Gunung Sailan dipimpin oleh Tengku Abdurrahman Yang
dipertuan Muda yakni adik ayahnya yang laki-laki (Pakcik) (tahun 1909 Masehi).

Setelah Tengku Abdurahman wafat di Kota Jeddah(1929 M). Kerajaan Rantau Kampar Kiri di
Pimpin Oleh Tengku Abdul Jalil YDP Besar Nama lahir yakni Tengku Sulung Sebagai Raja Adat
dan Tengku Haji Abdullah YDP Sakti sebagai Raja Ibadat. Beliau tetap diangkat sebagai Wazir
Kerajaan Rantau Kampar Kiri. Tengku Abdul Jalil YDP Besar/Tengku Sulung adalah Ipar beliau
(Simondo beliau), sebab beliau menikah dengan Putri Intan kakak sepupu perempuan dari Tengku
Sulung dan Tengku Haji Abdullah Bin Tengku Abdul Majid Koto Tuo (Kuantan) Bin YDP Saleh
Tengku Kuning Bin Tuanku H. Aisyah. Tengku Sulung adalah anak dari Putri Sair Muka, sedangkan
Putri Intan adalah anak dari Putri Sari Nagari, Sedangkan Tengku Haji Ibrahim adalah anak dari
Tengku Abdul Jalil YDP Besar, Raja VII Rantau Kampar Kiri. Hubungan antara Tengku Yang
Dipertuan Besar Raja VI, Tengku Abdul Jalil YDP Besar Raja ke VII, Tuanku H. Aisyah, Putri Syair
Muka dan Putri Sari Nagari adalah adek-kakak satu ayah yakni anak Tengku Abdul Jalil YDP Hitam
Raja V Rantau Kampar Kiri.

Pada masa kekuasaan Tengku Sulung sebagai Raja Adat dan Tengku Haji Abdullah YDP Sakti Bin
Sutan Abdul Majid Koto Tuo Kuantan sebagai Raja Ibadat tahun 1930 masehi. Anak laki beliau
yang paling Tua yakni Sutan Ghazali atau Tengku Ghazali di Angkat sebagai “ Putra Mahkota ”
Yang Dipertuan Muda Rantau Kampar Kiri. Yakni Raja Muda yang diangkat sebagai Pengganti
Pamannya Tengku Sulung jika meninggal dunia. Tengku Ghazali di Nobatkan sebagai Putra
Mahkota pada tahun 1940 masehi, pada usia 11 tahun.

KARYA TULIS TENGKU HAJI IBRAHIM

Pada waktu beliau menjabat sebagai Wazir (Perdana Mentri Kerajaan Rantau Kampar Kiri) itu
beliau berusaha menyusun sebuah Karya Tulis atau Kitab yang akan menjadi panduan bagi Raja
Rantau Kampar Kiri kedepannya. Dalam kata Pengantar Penulisnya beliau menulis Bahwa “
diakibatkan adat-istiadat Rantau Kampar kiri pada mulanya hanya tersimpan di “Hati-Nurani” Para
Raja, Para Khalifah dan Para penghulu pada masa lalu, hal ini disebabkan karena perkara tulis-
menulis ini pada masa itu jarang yang tahu. Sebagai anak seorang Putra Raja yang berpendidikan
dan berpengalaman akibat merantau sampai ke tanah Deli(Kerajaan Langkat) maka Ilmu dan
pengalaman ini beliau terapkan sebagai dasar utama untuk mengarang sebuah Kitab yang diberi
Judul “ Kitab Sejarah Adat-istiadat Kampar Kiri”. Kitab tersebut adalah berisi tentang Ilmu Sejarah,

ilmu Hukum Adat, Ilmu Tata Negara Kerajaan Rantau Kampar Kiri. Kitab ini selesai disusun dan
ditulis tahun 1939 masehi. Dalam Menulis kitab tersebut beliau dibantu oleh seorang ulama
Kerajaan yakni Al-Ustad Haji Umar Muhammad Isa. Ustad Haji Umar Muhammad Isa adalah
seorang Guru dari Persatuan Tarbiyah Islamiyah di Kerajaan Rantau Kampar Kiri Gunung Sailan
pada waktu itu. Beliau Juga seorang Tokoh dari Persatuan Tarbiyah Islamiyah, yakni sebuah
organisasi Umat Islam terbesar di Sumatera Tengah.

Dalam Kata Sambutan Penulis Kitab Sejarah Adat-Istiadat Kampar Kiri beliau menuliskan maksud
dan tujuan beliau penulis dengan penuh kerendahan hatinya dengan bahasa :

Bismillahirrahmanirrahim

Risalah kecil ini penulis beri nama “ Kitab Sejarah Adat-Istiadat Kampar Kiri”. Adalah suatu maksud
yang sudah lama benar penulis cita-citakan untuk menyusun dan menerbitkan akan menjadi
pedoman bagi penduduk Kampar Kiri daerah sejarah yang disebutkan, meskipun penulis tiada ahli
dalam karang mengarang betapa lagi yang berhubungan dengan sejarah. Hanyalah bersandar
pada kekerasan hati saja dengan mengingat hal-hal sebagai berikut :

1. Adapun adat dan lembaga Rantau Kampar kiri ini sejak zaman purbakala sudah tersusun dengan
sebaik-baiknya, Tidaklah ada yang dituliskan pada buku-buku, bahkan pengetahuan ini
tersimpan saja dalam Rohani Raja-Raja dan Khalifah-Khalifah, Penghulu serta orang-orang tua
cerdik pandai sehingga menjadi buah tutur benar lah oleh mereka juara-juara adat itu : Suluh
kampung orang sumando, suluh negeri ke empat suku, suluh luhak Andiko besar yaitu yang dua
sekata Pucuk Negeri dan Pucuk di Rantau, suluh serantau Khalifah nan berempat ber lima
dengan Datuk Besar. Karena disebabkan kelalaian dan kesukaran penduduk bertanya dan
belajar kepada yang tua-tua, di masa akhir ini adat dan lembaga itu kelihatan semakin hilang dan
muram sinar dan cahaya nya. lain halnya dengan zaman dahulu misalnya : apabila ada seorang
anak buah yang telah diangkat menjadi penghulu dalam sukunya, dua atau tiga bulan kemudian
setelah diangkat itu perlu datang berulang-ulang ke rumah mamaknya yang sudah berhenti
untuk menanyakan adat dan lembaga. undang dan cupak sampai kepada batas-batas hutan
tanah dan lain-lainnya. Karena itu dengan terbitnya buku ini dapatlah memimpin kita ke jalan itu.

2. Mengingat jasa dan kasih sayang orang tua-tua kita di masa dahulu yang menjadi juru pengatur
adat dan syara’ undang dan cupak untuk Negeri Kampar kiri yang takluk dibawah tahta
pemerintahan Raja Gunung Sailan yang terdiri dari 29 buah negeri dengan memakai penghulu-
penghulu, pegawai-pegawai, hulubalan- hulubalang dan sebagainya. Disini nyatalah kepada kita
besarnya jasa orang orang tua kita masa dahulu yang telah bersusah payah mewujudkan dan
mengatur sejarah dan lembaga itu yang sekali-kali kita tidak harus lupakan.

3. Boleh jadi juga agak diantara kita penduduk Kampar Kiri ini banyak yang masih ragu-ragu dan
lupa dalam hal keagamaan perbuatan orang-orang tua semasa dahulu kala, seperti sebutan
yang paling menakutkan yaitu “Sumpah Satie” artinya perjanjian di zaman purbakala yang akan
diterangkan pada pasal-pasal dalam buku ini.

4. Dengan terbitnya buku ini, dapatlah kita penduduk Kampar Kiri khususnya akan surut dan
kembali mengatur langkah dan pendirian kita di dalam adat dan yang qowi, sara’ yang lazim, jika
sekiranya ada yang bertukar dan bertimbang letaknya supaya jangan dimakan biso qowi serta
akan ini kepada ukuran-ukuran diri sendiri, bayang-bayang tentu sepanjang badan, juga
meletakkan sesuatu pada tempatnya jangan hendaknya Godang Kemanakan dari mamaknya,
Tua adik dari kakak. Sebagai pesan junjungan kita Nabi Muhammad SAW “Khairunnas
man’arafah qadrahu” artinya manusia yang paling baik ialah manusia yang tahu akan ukuran
dirinya sendiri

5. Oleh karena cinta dan sayang kepada anak-anak kita sendiri, mudah-mudahan buku “Sejarah
Adat dan Istiadat Kampar Kiri” ini dapatlah hendaknya memimpin dan menolongnya bekerja
dalam memangku Kerajaan Negeri yang amat elok dan tersusun adat istiadatnya ini di hari
kemudian kelak amin, amin ya mujibud da'wat.

Gunung Sahilan , 14 Juli 1939

Pengarang : Tengku Haji Ibrahim bin almarhum Sulthan Abdul Jalil Pembantu : Al Ustaz Umar
Muhammad Isa.

Tulisan diatas adalah beberapa alasan dan pertimbangan (Konsideran-pen) Tengku Haji Ibrahim
dalam Pengarang Kitab Sejarah Adat-Istiadat Kampar Kiri yang berisi Sejarah dan dan Hukum
tatanegara Kerajaan Gunung Sailan yang beliau susun dijadikan Pedoman utama oleh Kerajaan
Gunung Sailan. Penurut Sejarah Adat yang beliau Tulis, bahwa Penyusunan Tata Negara di
Kerajaan Rantau Kampar Kiri yang terakhir telah selesai pada masa Pemerintahan SULTHAN
TENGKU ABDUL JALIL YANG DIPERTUAN HITAM yakni Raja V Kerajaan Rantau Kampar Kiri.
Susunan Adat Istiadat tersebut yang telah selesai disusun tersebut belum dituliskan pada sebuah
Kitab, hanya berupa catatan-catatan yang masih berserakan, sebagiannya lagi hanya dalam bentuk
tradisi lisan saja yang menjadi pegangan Para Raja, Khalifah dan Penghulu Adat.

Sulthan Tengku Abdul Jalil YDP Hitam Raja Ke 5 Rantau Kampar Kiri adalah kakek dari Tengku
Haji Ibrahim. Kondisi Hukum Adat, Sejarah dan Hukum tatanegara yang bersandar kepada tradisi
lisan tersebut tentu sangat menyulitkan untuk dijadikan pedoman dalam mengatur rakyat dan
kerajaan Rantau Kampar Kiri. Apalagi Ingatan atas hukum adat dan sejarah itu akan hilang setelah
Raja, Khalifah dan penghulu tersebut meninggal dunia atau wafat.

Kecemasan dan kerisauan beliau serta kecintaan beliau akan kelestarian Sejarah Adat dan Syarak,
hukum adat Rantau Kampar Kiri rupanya menjadi “Cambuk” utama bagi dirinya bersedia bersusah
payah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan harta dalam rangka berkeliling mengumpulkan
data-data primer dan sekunder yang masih bisa di selamatkan sebagai bahan untuk menyusun
sebuah kitab, dalam rangka pelestarian ilmu dan hikmah adat- istiadat Rantau Kampar Kiri.

Usaha-usaha beliau untuk menyusun Kitab Sejarah Adat ini dimulai pada masa beliau masih
mudah, yakni pada masa Pemerintahan Sulthan Abdul Jalil YDP Besar Sultan Daulat ke (VII) 7
yang merupakan ayah beliau sendiri. Sedangkan Ayah beliau menjadi Raja dengan menggantikan
kakak laki-laki tertua yang wafat dalam menjalankan Ibadah Haji di Kota Mekkah yakni Sulthan
Yang Dipertuan Besar ke VI (6). Sulthan Yang Dipertuan Besar VI ini Wafat sewaktu menunaikan
Ibadah haji di Kota Mekkah, sehingga beliau di sebut “Sulthan Haji”. Pada waktu beliau wafat
beliau hanya meninggalkan seorang anak perempuan yakni Putri Zainab, Sedangkan anak laki-laki
beliau “Sutan Daulat” Wafat pada waktu Raja Tengku Abdul Jalil YDP Besar VI (6) mengunjungi
Rantau Sitingkai untuk menyusun Adat-Istiadat di Rantau tersebut. Banyaknya ahli waris Raja-Raja,
Khalifah-Khalifah, Penghulu-Penghulu dan Para tetuo Adat, cerdik Pandai dan ulama yang wafat itu
merisaukan hati Tengku Haji Ibrahim akan kelestarian Adat dan Syarak di Rantau Kampar Kiri.

Sutan Daulat /Anak Raja Daulat Gunung Sailan, wafat di daerah Ulayat Kajetan IV Koto di Ulak
Rantau Sitingkai, Sehingga Rantau Sitingkai di Sebut “ Rantau Daulat Mati”. Untuk mengatur wilaya
Daulat Mati Rantau VIII Koto Sitingkai, Sulthan Abdul JalilYDP Besar Raja ke 6 Rantau Kampar Kiri,
mengangkat Sorang Raja Untuk Rantau tersebut dengan gelar “ Datuk Ulaksumano”. Datuk
Ulaksumano ini adalah juga keturunan dari Daulat Yang Dipertuan Pagaruyung juga adanya.

Pada waktu wafatnya Sutan Daulat Anak Raja Gunung Sailan, di Rantau Sitingkai Datuk
Ulaksumano diberi amanah sebagai “Penyelenggara Pemakaman Putra Mahkota ” di Rantau
Sijonie/Sitingkai. Pada waktu acara Osong Ba’alia tersebut beliau juga di Nobatkan Oleh Raja
Gunung Sailan (Raja Ke 6) sebagai Pengganti Sutan Daulat Mati, sebagai Raja Daulat VIII Koto
Sitingkai. Datuk Ini berkedudukan di Rumah Dalam VIII Koto Sitingkai di Negeri Lubuok Oguang IV
Koto di Ulak.

Peristiwa wafatnya SulthanYang Dipertuan Besar VI di Kota Mekkah (Sulthan Haji) sedangkan
beliau tidak memiliki Anak laki-laki lagi sebagai Penerusnya, maka diangkat adik laki-laki beliau
yakni Sulthan Abdul Jalil YDP Besar Sulthan Daulat sebagai Raja Yang Dipertuan Besar Rantau
Kampar Kiri Ke 7 (Ayah Tengku Haji Ibrahim). Beliau juga Anak Kandung dari Raja Tengku Abdul
Jalil YDP Hitam, Raja V ( Raja Rantau Kampar Kiri yang Menjadi Penyusun Adat dan Limbago
Kerajaan Rantau Kampar Kiri). Dengan Bahasa lain dapat disebutkan Beliau adalah cucu laki-laki
dari anak laki-laki Sulthan Abdul Jalil YDP Hitam (Beliau adalah Raja Padisyah : Raja terbesar
Rantau Kampar Kiri). Sehingga Nama beliau Menjadi Nama Nobat bagi Seluruh Raja Adat di
Rantau Kampar Kiri yakni “ SULTHAN TENGKU ABDUL JALIL ”.

Pada masa pemerintahan Tengku Abdul Jalil YDP Besar Sulthan Adulat Raja Ke 7 Rantau Kampar
Kiri ini pada tahun 1905 masehi Kerajaan Gunung Sailan menandatangani KORTE VERKLARING
“Perjanjian Pendek” tentang Pernyataan Raja dan Para Khalifah serta Ninik-Mamak Serantau
Kampar Kiri untuk tunduk dan patuh kebawah Pemerintahan Daulat Gubernemen Kerajaan Belanda
di Pantai Timur Sumatera (Afdeling Sumatera Oost Kust) yang berpusat waktu itu di Pulau
Bengkalis, sebelum berpindah ke Kota Medan di Kerajaan Langkat.

Penulisan Kitab Sejarah Adat-Istiadat Kampar Kiri ini di Mulai semenjak Masa Pemerintahan
Tengku Sulung menjabat sebagai Raja Adat Kerajaan Rantau Kampar Kiri Mengantikan Tengku
Abdurrahman Yang Dipertuan Muda yang wafat di Kota Jeddah pada waktu melaksanakan ibadah
Haji tahun 1929 masehi. Pada masa pemerintahan Tengku Sulung sebagai Raja Adat dan Tengku
Haji Abdullah sebagai Raja Ibadat, Tengku Haji Ibrahim menjabat sebagai Perdana Mentri (Wazir)
Kerajaan Gunung Sailan.

Penyusunan dan Penulisan Kitab Sejarah Adat-Istiadat Kampar Kiri ini memakan waktu lebih
kurang Sembilan (9) tahun. Peluncuran Buku Karya Tulis itu diresmikan oleh Raja Kerajaan
Gunung Sailan Pada tahun 1939 masehi yakni Raja Adat Tengku Sulung (Tengku Abdul Jalil YDP
Besar) dan Raja Ibadat Tengku Haji Abdullah (YDP Sakti). Kedua Raja turut memberikan kata
Pengantar dan kata Sambutan dalam peluncuran Buku Beliau. Buku Kitab sejarah Adat –Istiadat
Rantau Kampar Kiri, beliau Tulis pada waktu itu bersama pembantunya yakni Ustad Umar
Muhamad Isa, Seorang Ulama Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) yang menjadi Guru Agama
Islam Anak-anak Raja di Gunung Sailan.

Kitab itu ditulis dalam Aksara Arab-Malayu (Jawi), adalah sebuah Buku yang beliau jadikan sebagai
pedoman bagi Putranya yakni Tengku Ghazali yang pada tahun 1940 di Angkat sebagai Putra
Mahkota Kerajaan Rantau Kampar Kiri Gunung Sailan. Dalam kata sebuah Petuah atau Nasehat
dalam Buku Tersebut kepada anaknya, Nasehat Tengku Haji Ibrahim tersebut dinamakan
“TAQARIS”. Taqaris adalah sebentuk syair nasehat yang berisi nasehat-nasehat dan petuah-
petuah untuk calon pewaris Raja Rantau Kampar Kiri yakni “TAQARIS TERHADAP ANAHANDA
SUTAN GHAZALI”.

Buku yang beliau Tulis tahun 1939 masehi itu di tulis dalam “Aksara Arab Malayu/jawi”. Juru
tulisnya adalah Ustad Haji Umar Muhammad Isa. Kitab tersebut dicetak oleh penerbit Tsamarotul
Ihkwan Bukit Tinggi tahun 1940-an masehi. Kitab Sejarah adat-istiadat Kampar Kiri ini kemudian
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Perpustakaan Pemerintah Sumatera Barat tahun
1960-an.

Pada hari ini Kitab Sejarah Adat-istiadat Kampar Kiri yang ditulis tahun 1939 masehi itu adalah
Kitab Rujukan utama bagi masyarakat Adat Rantau Kampar Kiri dan sebuah dokumen tertulis yang
menjadi rujukan utama dalam penelitian tentang sejarah dan hukum adat Rantau Kampar Kiri.
Sebab di jadikannya sebagai Rujukan utama karena Kitab ini menjelaskan tentang hukum adat,
hukum tatanegara, sejarah adat yang dipakai di Kerajaan Rantau Kampar Kiri. Kitab ini Tulis oleh
pejabat yang berwenang dan berkompeten dibidangnya serta kitab tersebut mendapat legitimasi
dari Penguasa adat kerajaan pada masa itu yakni Tengku Sulung Raja Yang Di Pertuan Besar Raja
Adat dan Tengku Haji Abdullah Yang Dipertuan Sakti Raja Ibadat.

Sumber :

1. Alm. H. Tengku Raflan Bin Tengku Haji Ibrahim

2. Alm. Tengku Syukur Bin Tengku Haji Abdullah YDP Sakti

3. Kitab Sejarah Adat-istiadat Kampar Kiri (Tulisan Arab Malayu), Tsamarotul Ikhwan 1939

4. Terjemahan Kitab Sejarah Adat-istiadat Kampar Kiri, Pustaka Pemda Sumatera Barat 1960.

5. Silsilah Kerajaan Gunung Sailan, Drs. H Darmansyah, 1984

6. Data Primer dan Sekunder lainnya.

Koto Dalam Gunung Sailan, 22 Januari 2022


Penulis

ZALDI ISMET, S.Sos


DT. LAKSMANO SETIA DIRAJA

Anda mungkin juga menyukai