Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

MEDIA BELAJAR SEMPOA BAGI ANAK AUTIS

Dosen Pengampu:

Hayatun Thaibah, M.Psi.

Disusun Oleh Kelompok 6 :

Anisa Tiara Islamy_2010127220031


Futri Mauliddiana_2010127220028
Misbiyah Oktaviani_2010127220002
Mutia Ainurridha_2010127220032
Rizkya Mu’minah_2010127220026
Humaydi_2010127210021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2022
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Makalah Media belajar sempoa
bagi anak Autis”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah Bimbingan Konseling dengan dosen pengampu ibu Hayatun Thaibah,M.Psi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Untuk itu, diharapkan kritik dan saran
dari pembaca, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menulis makalah ini.

Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf.
Akhir kata saya berharap semoga maklah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Terima kasih

Banjarbaru,28 April 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................8
C. Tujuan .......................................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................9

A. Pengertian ................................................................................................9
B. Macam- macam........................................................................................10
C. Gejala.......................................................................................................11
D. Ciri-ciri....................................................................................................13
E. Penyebab..................................................................................................15
F. Klasifikasi................................................................................................15
G. Pengertian Media yang pilih....................................................................17
H. Cara Menggunakannya............................................................................17
I. Manfaat Media yang dipilih......................................................................18
BAB III PEMBAHASAN............................................................................19

BAB IV PENUTUP ....................................................................................24

A. Kesimpulan ............................................................................................25
B. Saran .......................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................26

LAMPIRAN ..............................................................................................27

Soal.............................................................................................................28
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang menjadi


dasar dari ilmu lainnya. Menurut James dan James (1976) dalam kamus
matematikanya mengatakan bahwa "matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan
satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam
tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri" .

Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung,


mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar,
peluang dan statistik, kalkulus dan trigonometri. Matematika juga berfungsi
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model
matematika yang dapat berupa kalimat matematika dan persamaan
matematika, diagram, grafik atau tabel.

Hal ini sejalan dengan pendapat Russefendi (1988: 74) yang


mengatakan bahwa "berhitung itu penting untuk kehidupan praktis sehari-hari
maupun keperluan melanjutkan sekolah, dan hal tersebut didasarkan pada dua
aspek yakni aspek sosial dan matematis".

Penggunaan Balok Sempoa Irma Matematika merupakan salah satu


mata pelajaran yang harus dipelajari dan dikuasai oleh setiap siswa. hal ini
tidak terlepas bagi siswa normal atau pada umumnya ataupun bagi siswa yang
mengalami hambatan atau siswa yang berkebutuhan khusus (ABK), karena
melalui matematika siswa dilatih untuk berpikir logis, rasional, dan kritis
dalam bertindak sehingga mampu bertahan dan berhasil dalamkehidupannya.

1
Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami gangguan
pendengaran yang diakibatkan dari kerusakan dan ketidak berfungsian
sebagian atau keseluruhan dari organ pendenganran sehingga menyebabkan
terhambatnya proses informasi bahasa baik dengan menggunakan atau tanpa
menggunakan alat bantu dengar.

Keterbatasannya tersebut menyebabkan anak tunarungu mengalami


kesulitan dalam menerima informasi yang datang melalui indera
pendengarannya sehingga dapat menyebabkan minimnya pemahaman anak
tunarungu terhadap materi pelajaran, termasuk dalam elajaran matematika
mengenai operasi hitung perkalian.

Perkalian merupakan salah satu operasi bilangan yang dianggap sulit


dalam memecahkan maslahnya karena diperlukan suatu pemahaman yang
tinggi dalam suatu konsep yaitu sebelum anak dapat memahami operasi hitung
perkalian anak harus terlebih dahulu menguasai operasi penjumlahan.
Sebagaimana terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:494) yaitu:
"perkalian berasal dari kata untuk menyatakan perbanyakan atau penggandaan
sehingga perkalian berarti perbanyakan atau hasil kali".

matematika merupakan mata pelajaran yang dihindari siswa. Hal ini


disebabkan siswa merasa mata pelajaran ini sangat sulit diikuti. Ketika
diberikan materi mengenai penjumlahan dan pengurangan seluruh siswa di
kelas masih bisa mengikuti. Namun saat pembahasan mengenai perkalian
hampir seluruh siswa mengalami kesulitan untuk menghitung.

Perkalian merupakan operasi dasar aritmatika utama yang seharusnya


sudah dipelajari oleh anak setelah mereka mempelajari operasi hitung
penjumlahan dan pengurangan. Perkalian adalah penjumlahan berulang
dengan angka yang sama. Operasi hitung perkalian adalah salah satu aspek
yang diberikan mulai dari sekolah tingkat dasar, termasuk di Sekolah Luar
Biasa untuk anak tunarungu. Metode yang selama ini kerap ditemukan atau
sering digunakan oleh guru dalam memberikan penjelasan mengenai operasi
hitung perkalian adalah dengan cara bersusun ke bawah.

2
Namun banyak sekali siswa tunarungu yang masih mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal perkalian ini.hal tersebut mungkin
dipengaruhi oleh cara dan pendekatan dalam pembelajaran yang tidak ssuai
dengan hasil yang ingin dicapai. Oleh karena itu maka stratergi yang diberikan
harus berupa strategi kemudahan dalam menghitung perkalian sehingga anak
dapat merespon secara positif dan menyelesaikan soal dengan mudah. Dalam
Standar Kompetendi dan Kompetensi Dasar Sekolah Dasar Luar Biasa
Tunarungu Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (2006), dikatakan bahwa
siswa tunarungu kelas dasar empat seharusnya sudah menguasai atau mampu
menyelesaikan soal-soal operasi hitung perkalianyang lebih sulit.

Namun pada kenyataannya tidak demikian, bahkan serig ditemukan di


lapangan bahwa siswa tunaungu di kelas lanjutan pun belum menguasia
operasi hitung perkalian ini dengan baik. Berbagai cara dicoba diterapkan
untuk meningkatkan kemampuan operasi hitung perkalian ini. Untuk hasil
yang masih dapat dihitung dengan jari tangan sebagian siswa dapat
memecahkan masalah atau soal yang diberikan.

Tetapi ketika diberikan permasalahan yang memerlukan jumlah lebih


banyak semua siswa nampak kesulitan. Selanjutnya dicoba memberikan
sempoa sebagai alat bantu, nwalnya alat tersebut dapat membantu siswa,
namun sebagian siswa masih terlihat bingung menggunakannya.Ketika sudah
ditentukanjumlah yang harus dihitung, manik-manik yang tersisa ikut
terhitung sehingga mengecoh siswa tersebut. Oleh karena itu terpikirkan untuk
mengunakan media yang lebih

Keterbatasan intelektual pada siswa tunagrahita menjadi permasalahan


pembelajaran. Salah satu permasalahan yang dihadapi siswa tunagrahita
adalah kesulitan siswa tunagrahita dalam berhitung penjumlahan bilangan 1 –
10. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan media sempoa geometri yng
dapat mengatasi permasalahan berhitung penjumlahan bilangan 1 – 10 pada
anak tunagrahita. Metode penelitian eksperimen dengan menggunakan uji
hipotesis, rancangan penelitian one group pre test post test design yaitu (1) pre

3
test (2) treatment (3) post test. Hasil rata – rata nilai seluruh siswa tunagrahita
pada pre test dan post test adalah 52,00 dan 84,00. Disimpulkan bahwa media
sempoa geometri berpengaruh terhadap kemampuan berhitung penjumlahan
bilangan 1 – 10 pada siswa tunagrahita

Pendidikan merupakan hak setiap warga Negara Indonesia, siapapun


berhak mendapatkan layanan pendidikan yang layak dan berkualitas. Melalui
pendidikan seseorang dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya
secara optimal. Pada hakekatnya hak anak untuk mendapatkan pendidikan
adalah hak asasi manusia yang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi oleh
Negara.

Di Indonesia khususnya penyandang disabilitas tidak terhitung


jumlahnya namun banyak yang belum mendapatkan pendidikan yang layak.
Pendidikan yang diberikan kepada penyandang disabilitas maupun anak –
anak reguler pada umumnya harus diberikan hak yang sama sehingga
penyandang disabilitas juga dapat mengoptimalkan potensi yang masih bisa
dikembangkan.

Seiring perkembangan dunia pendidikan, kehadiran siswa


berkebutuhan khusus membuat pendidik dituntut untuk kreatif dalam
memberikan pembelajaran pada anak – anak berkebutuhan khusus, salah
satunya adalah siswa dengan hambatan intelektual atau tunagrahita.

Siswa tunagrahita mengalami kesulitan belajar secara akademik


(bahasa dan aritmatika atau matematika), kesulitan dalam hubungan
interpersonal, kesulitan dalam mengurus diri, kesulitan dalam menilai situasi,
ketergantungan kepada orang lain, serta belum mendapat perhatian yang
memadai. Untuk materi pelajaran siswa tunagrahita kelas rendah hanya
mampu menerima pelajaran seperti anak TK mencakup menebali, menempel,
menyanyi. Sedangkan untuk kelas tinggi siswa tunagrahita mampu menerima
materi seperti anak SD kelas rendah mencakup menulis, membaca,
menggambar, mewarnai.

4
Meskipun kemampuan kognitif siswa tunagrahita dalam kategori
rendah namun keterampikan berhitung harus tetap dipelajari oleh siwa
tunagrahita karena nantinya akan menjadi bekal hidupnya, sebab behitung
selalu ada dalam kehidupan sehari – hari manusia. Oleh karena itu dalam
pembelajaran konsep berhitung harus di desain dengan menggunakan media,
agar pembelajaran yang diberikan dapat tersampaikan dengan baik.

Media yang digunakan juga harus sesuai dengan kebutuhan dan


kemampuan siswa tunagrahita. Media pembelajaran sempoa geometri
dirancang untuk membuat siswa tunagrahita lebih tertarik belajar menghitung
penjumlahan, dengan media yang warnanya mencolok, dapat dipegang serta
dapat digunakan berkali kali. “Sempoa Geometri” dapat dijadikan media
pembelajaran dalam mata pelajaran berhitung salah satunya untuk
memberikan konsep pemahaman berhitung penjumlahan melalui bentuk
geometri.

Belajar dengan menggunakan media pembelajaran sempoa geometri


dapat membantu siswa tunagrahita untuk memecahkan soal – soal
penjumlahan dengan mudah. Media sempoa geometri di buat dengan desain 3
dimensi sehingga dapat di pegang oleh siswa tunagrahita secara mudah
menggunakan.

Anak autis adalah seseorang anak yang mengalami gangguan


komunikasi, keterampilan sosial, kemampuan bermain, kognitif, dan adaptif.
Gangguan ini biasanya muncul pada saat anak sebelum berusia 3 tahun. Anak-
anak autis ini belajar tidak seperti anak-anak lainnya namun mereka
memerlukan bimbingan khusus untuk mendapatkan pendidikan seperti warga
negara Indonesia yang lainnya.

Anak-anak autis membutuhkan penanganan individual yang intensif


agar mereka dapat belajar berbagai keterampilan dan mendukung
perkembangan akademik, komunikasi dan sosial anak. Subjek penelitian ini
mengalami gangguan autis dengan karakteristik tertib bila diberikan perintah,
hanya dalam penyelesaiannya cukup lambat, kontak mata sering kosong bila

5
melakukan tatapan dengan lawan bicara, kecerdasan mental yang cukup baik,
tetapi subjek sering mengoceh-ngoceh sendiri baik diluar kelas maupun
didalam kelas.

Subjek sering menulis hal yang diucapkan diatas meja dan tdak
memperhatikan tugas yang diberikan guru, sehingga membuat tugas yang
diberikan guru sering lambat diselesaikannya. Aktivitas pembelajaran didalam
kelas menggunakan pendekatan tematik, dengan memberikan dua sampai tiga
mata pelajaran dalam satu hari yang disesuaikan oleh kemampuan subjek.
Proses.

Peserta didik diharapkan mampu mengitung langsung dipandu dengan


sebuah media pendukung yaitu kartu angka. Peserta didik sudah setiap hari
belajar matematika dengan menggunakan pemberian tugas berupa soal-soal
yang hanya diberikan penjelasan diawal tema baru kemudian selanjutnya guru
memberikan soal-soal saja tanpa dijelaskan terlebih dahulu dan hanya
didukung ole media sempoa juga bagan fakta penjumlahan-perkalian.

Akan tetapi, peserta didik kurang mendapatkan suasana belajar yang


dapat mendorong semangat subjek dalam kemampuan berhitung. Ketika
mendapatkan mata pelajaran matematika yaitu semenjak saat Sekolah Dasar,
dan SMPLB ini subjek mulai mendalami cara berhitung yang mulai kompleks
dengan menghitung kebawah. Oleh karena itu, berhitung kebawah yang
semakin kompleks (Penjumalahan dan perkalian dua angka) masih terasa
asing bagi 3 subjek, walaupun sudah berkali-kali diberikan materi dan
pemberian tugas yang sama , subjek sering bingung dengan cara menghitung
sederhana. Sebagai contoh, peserta didik kebingungan ketika diberi soal
penjumlahan dan perkalian kebawah sehingga cara menghitungnya kurang
runtut.

Nampak sekali bahwa ternyata penjelasan dari guru secara keseluruhan


kurang dapat dipahami oleh subjek. Dari hasil observasi yang telah dilakukan
peneliti, dapat dilihat bahwa karakteristik subjek penelitian dalam
pembelajaran matematika masih sulit memahami pengoperasian penjumlahan

6
dan perkalian bersusun kebawah. Subjek masih belum paham meletakkan
angka yang sudah dihitung kedalam letak satuan, puluhan, dan ratusan. Maka
dari itu peneliti memberikan media kartu angka sebagai alternatif dalam
melakukan operasi hitungan penjumalahan dan perkalian bersusun kebawah.

Dari permasalahan yang ada, penting bagi peserta didik memiliki


pemahaman berhitung antara lain dengan menggunakan kartu angka supaya
tidak terjadi masalah saat menghitung penjumlahan maupun perkalian. Oleh
karena itu, perlu digunakan media pembelajaran interaktif dalam permainan
kartu angka. Kartu angka yang dihasilkan dibuat dari kertas foto yang telah
diprint menjadi potongan angka dari 0 sampai 9.

Kartu angka dibuat dengan desain yang menarik. Kartu angka ini
memiliki keunggulan tidak mudah robek, cetakan angka jelas sehingga
membuat siswa lebih mudah memahami, dan mudah dirapihkan kembali
setelah digunakan. 4 Kartu angka yang digunakan dalam bentuk permainan.
Permainan dalam hal ini tentunya yang berhubungan dengan cara menghitung
dalam mata pelajaran matematika.

Pemilihan media pembelajaran dalam bentuk permainan karena dari


hasil pengamatan peserta didik membutuh metode belajar yang menyenangkan
dan mudah dipahami subjek. Media kartu angka sudah digunakan pada kelas
sebelumnya tetapi kurang efektif dalam penggunaannya digunakan dalam
pembelajaran matematika disekolah tersebut, maka penelitian terhadap
kemampuan berhitung anak autis tentang pengaruh penggunaan media kartu
angka terhadap kemampuan berhitung anak autis dalam materi penjumlahan
dan perkalian penting untuk dilakukan.

7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat diidentifikasikan sebagai
berikut:
1. Konsep pada operasi hitung pengurangan dengan cara meminjam belum
terbentuk dan sering melakukan kesalahan dalam operasi hitung pengurangan.
2. Subjek dalam mengerjakan soal pengurangan teknik meminjam dilakukan
dengan cara terbalik atau mengurangi angka yang lebih besar.
3. Pembelajaran operasi hitung pengurangan dengan metode ceramah dan belum
mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penelitian ditinjau dari segi praktis dan teoritis. Berikut manfaatnya:

1. Segi praktis

a. Bagi sekolah memberikan cara mengajar matematika yang efektif dan


menyenangkan untuk diterapkan di sekolah.

b. Bagi guru penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui sebab anak
kesulitan dalam pembelajaran matematika ditinjau dari segi metode pembelajaran.

c. Bagi guru memberikan informasi mengenai penggunaan media yang bermanfaat


pada pembelajaran anak tunarungu khususnya bagi guruguru SLB B khususnya
tentang media sempoa

2. Segi teoritis manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan


dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan khusus bagi anak
tunarungu, terutama dalam penggunaan media pembelajaran mengenai operasi
hitung pengurangan.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

a. Pengertian Autis

Peristilah atau sebutan untuk penyandang autis berbeda-beda. Ada istilah


autis, autisme, autism. Autism sama dengan autisme yaitu merupakan nama dari
gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak (Leo Kanner &
Asperger, 1943). Autist sama dengan autis yaitu anak yang mengalami gangguan
autisme. Austitic Child sama dengan anak autistik adalah keadaan anak yang
mengalami gangguan autisme. Autistic disorder sama dengan gangguan autistic
adalah anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam kriteria DSM-
IV. Secara etimologis kata “autisme” berasal dar kata “auto” dan “isme”. Auto
artinya diri sendiri, sedangkan isme berarti suatu aliran/paham. Dengan demikian
autisme diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada dunia sendiri.
Perilakunya timbul sematamata karena dorongan dari dalam dirinya. Penyandang
autisme seakan-akan tidak peduli dengan stimulus-stimulus yang datang dari
orang lain

Menurut Sutadi (Yosfan Azwandi, 2005:15) berpendapat bahwa autis adalah


gangguan perkembangan neurobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang
untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang lain. Anak dengan
penyandang autis tidak dapat berhubungan dengan orang lain dengan baik,
dikarenakan kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang lain
terganggu karena ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dan mengerti
perasaan orang lain. Gejalanya tampak pada sebelum usia 3 tahun. Bahkan apabila
autis infantile gejalanya sudah ada sejak bayi. Autis juga merupakan suatu
konsekuensi dalam kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak yang
kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi –fungsi : persepsi (perceiving),
intending, imajinasi (imagining), dan perasaan (feeling). Autis juga dapat

9
dinyatakan sebagai suatu kegagalan dalam penalaran sistematis (systematic
reasoning).

Beberapa ahli juga menemukan bahwa anak autisme mengalami beberapa


gangguan antara lain pada cerebellum yang berfungsi dalam proses sensorik,
mengingat, kemampuan bahasa dan perhatian. Gangguan juga terjadi pada sistim
limbik yang merupakan pusat emosi sehingga penderita kesulitan mengendalikan
emosi, mudah mengamuk, marah, agresif, menangis, takut pada hal-hal tertentu
dan mendadak tertawa, dan perhatiannya terhadap lingkungan terhambat karena
adanya gangguan pada lobus parietalis (Noor, 2000:5). Perilaku lain, seperti
hiperkinesis, agresivitas, menolak beraktivitas dengan alasan yang tidak jelas,
membenturkan kepala, menggigit, mencakar atau menarik rambut (Moetrasi,
2000:12)

Pada umumnya penyandang autis mengacuhkan suara, penglihatan ataupun


kejadian yang melibatkan mereka, dan mereka menghindari atau tidak merespon
kontak sosial misalnya pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan
anak lainnya. Gangguan yang dialami anak autism adalah gangguan dalam bidang
interaksi sosial, gangguan dalam bidang komunikasi (verbal-non verbal),
gangguan dalam bidang perilaku, gangguan bidang perasaan/emosi, dan gangguan
dalam bidang persepsi-sensorik. Penanganan anak autis bertujuan agar
perkembangan yang terlambat pada dirinya dapat diatasi sesuai dengan
perkembangan usianya. Semakin cepat mengetahui anak mengalami autis, maka
akan semakin cepat pula usaha penanganannya. Deteksi dan intervensi dini sangat
penting untuk anak autis sehingga penanganannnya lebih cepat dilakukan dan
tidak membutuhkan waktu yang relatif lama. Terapi untuk anak autis harus
dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan
yang secara umum dimiliki oleh setiap anak.

B. Macam- Macam Autis

Macam- macam Autis Secara umum jika pada seorang anak yang dibawah
umur 3 tahun mempunyai kesulitan berbicara, tidak mampu melakukan kontak

10
mata dan melakukan gerakan aneh berulang-ulang, maka dapat dikatakan ia
mengalami gejala autis.

Menurut Faisal Y (2003) dalam Hidayat (2004), autism terdiri dari tiga jenis :
1. Autisme persepsi Autisme persepsi merupakan autisme yang timbul sebelum
lahir dengan gejala adanya rangsangan dari luar baik kecil maupun kuat yang
dapat menimbulkan kecemasan.

2. Autisme reaktif Autisme reaktif ditunjukkan dengan gejala berupa penderita


membuat gerakan-gerakan tertentu yang berulang-ulang dan kadang-kadang
disertai kejang dan dapat diamati pada anak usia 6 10 7 tahun. Anak memiliki sifat
rapuh dan mudah terpengaruh oleh dunia luar.

3. Autisme yang timbul kemudian Jenis autisme ini diketahui setelah anak agak
besar dan akan mengalami kesulitan dalam mengubah perilakunya kerena sudah
melekat atau ditambah adanya pengalaman yang baru.

C. Gejala Autis

Gejala Klinis yang sering dijumpai pada anak autis ( Sunartini, 2000):

1. Gangguan Fisik :

a. Kegagalan lateralisasi karena kegagalan atau kelainan maturasi otak sehingga


terjadi dominasi serebral

b. Adanya kejadian dermatoglyphics yang abnormal

c. Insiden yang tinggi terhadap infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi telinga,
sendawa yang berlebihan, kejang demam dan konstipasi

2. Gangguan Perilaku :

a. Gangguan dalam interaksi sosial: anak tidak mampu berhubungan secara


normal baik dengan orang tua maupun orang lain. Anak tidak bereaksi bila
dipanggil, tidak suka atau menolak bila dipeluk atau disayang. Anak lebih senang
menyendiri dan tidak responsif terhadap senyuman ataupun sentuhan.

11
b. Gangguan komunikasi dan bahasa: kemampuan komunikasi dan bahasa sangat
lambat dan bahkan tidak ada sama sekali. Mengeluarkan gumaman kata-kata yang
tidak bermakna, suka membeo dan mengulang-ulang. Mereka tidak menunjukkan
atau memakai gerakan tubuhnya, tetapi menarik tangan orang tuanya untuk
dipergunakan mengambil objek yang dimaksud.

c. Gangguan perilaku motoris: terdapat gerakan yang stereotipik seperti bertepuk


tangan, duduk sambil mengayun-ayunkan badan kedepan-kebelakang. Koordinasi
motoris terganggu, kesulitan mengubah rutinitas, terjadi hiperaktifitas atau justru
sangat pasif, agresif dan kadang mengamuk tanpa sebab.

d. Gangguan emosi, perasaan dan afek: Rasa takut yang tiba-tiba muncul terhadap
objek yang tidak menakutkan. Seringkali timbul perubahan perasaan secara
tibatiba seperti tertawa tanpa sebab atau mendadak menangis.

e. Gangguan persepsi sensoris: seperti suka mencium atau menjilat benda, tidak
merasa sakit bila terluka atau terbentur dan sebagainya.

Adapun gejala lainnya yaitu:

1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus
ada dua gejala sebagai berikut:

a. tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata
sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju

b. tidak bisa bermain dengan teman sebaya

c. tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain

d. kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik

2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditujukan oleh minimal


satu dari gejala-gejala sbb:

a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang (tidak ada usaha
untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain selain bicara)

b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipergunakan untuk berkomunikasi

c. Sering mempergunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang

12
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru

3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan
kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala sbb:

a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihlebihan

b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada
gunanya

c. Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulangulang

d. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda

D. Karakteristik autisme

Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul


sejak bayi. Kciri yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi
yang sangatminim terhadap ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas
dengan bertambahnya umur. Pada sebagian kecil lainnya dari individu
penyandang autisme, perkembangannya sudah terjadi secara “.relatif normal”.
Pada saat bayi sudah menatap, mengoceh, dan cukup menunjukkan reaksi pada
orang lain, tetapi kemudian pada suatu saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti
berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai menolak tatap mata, berhenti
mengoceh, dan tidak bereaksi terhdap orang lain. Oleh karena itu kemudian
diketahui bahwa seseorang baru dikatakan mengalami gangguan autisme , jika ia
memiliki gangguan perkembangan dalam tiga aspek yaitu kualitas kemampuan
interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan
komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai gerakangerakan
berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat sebelum anak berumur
3 tahun.

Menurut Powers (1989) karakteristik anak autistik yaitu ada enam


gejala/gangguan, yaitu dalam bidang:

13
 Masalah atau gangguan di bidang komunikasi, dengan karakteristik yang
nampak pada anak autistic berupa perkembangan bahasa anak autistik
lambat atau sama sekali tidak ada (anak tampak seperti tuli, sulit berbicara,
atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara), kadang-
kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya, mengoceh tanpa arti
secara berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh
orang lain, bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi, senang meniru
atau membeo (echolalia). Bila senang meniru, dan dapat menghafal kata-
kata atau nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya.
 Masalah atau gangguan di bidang interaksi sosial, dengan karakteristik
berupa anak autistic lebih suka menyendiri, anak tidak melakukan kontak
mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan
orang lain, tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang
sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya, bila diajak bermain, anak
autistik itu tidak mau dan menjauh.
 Masalah atau gangguan di bidang sensoris, dengan karakteristik berupa
anak autistik tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk, anak
autistik bila mendengar suara keras langsung menutup telinga, senang
mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda yang ada di sekitarnya
dan tidak peka terhadap rasa sakit atau takut.
 Masalah atau gangguan di bidang pola bermain, dengan karakteristik
berupa anak autistik tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya, tidak
suka bermain dengan anak atau teman sebayanya, tidak memiliki
kreatifitas dan tidak memiliki imajinasi, tidak bermain sesuai fungsi
mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar, dan senang
terhadap benda-benda yang berputar.
 Masalah atau gangguan di bidang pola bermain, dengan karakteristik
berupa:Anak autistik dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif dan
berperilaku berkurangan, anak autistik memperlihatkan perilaku stimulasi
diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang-goyang mengepakkan
tangan seperti burung. Anak autistik tidak suka kepada perubahan dan
anak autistik duduk benggong, dengan tatapan kosong.

14
 Masalah atau gangguan di bidang emosi, dengan karakteristik berupa:
Anak autistik sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa
dan menangis tanpa alasan, dapat mengamuk, kadang agresif dan merusak
dan anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.

E. Penyebab Anak Autis

Penyebab Autis yaitu Faktor genetika yang memegang peranan penting pada
terjadinya autis. Bayi kembar satu telur akan mengalami gangguan autis yang
mirip dengan saudara kembarnya. Faktor dari masa kehamilan, lingkungan juga
berpengaruh namun secara umum autis disebabkan gangguan susunan saraf yang
mempengaruhi pola komunikasi (verbal), interaksi dan perilaku anak autis.

F. Klasifikasi Autis

Menurut Cohen & Bolton (1994) dalam Hadrian J (2008), autism dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Klasifikasi ini
dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Skala ini
menilai derajat kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan
imitasi, memberi respon emosi, penggunaan tubuh dan objek, adaptasi terhadap
perubahan, memberikan respon visual, pendengaran, pengecap, penciuman dan
sentuhan. Selain itu, Childhood Autism Rating Scale juga menilai derajat
kemampuan anak dalam perilaku takut/gelisah melakukan komunikasi verbal
dannon verbal, aktivitas, konsistensi respon intelektual serta penampilan
menyeluruh. Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :

a. Autis ringan Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan adanya
kontak mata walaupun tidak berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan
sedikit respon ketika dipanggil namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka,
dan dalam berkomunikasi secara dua arah meskipun terjadinya hanya sesekali.
Tindakan-tindakan yang dilakukan masih bisa dikendalikan dan dikontrol dengan
mudah. Karena biasanya perilaku ini dilakukan masih sesekali saja, sehingga
masih bisa dengan mudah untuk mengendalikannya.

15
b. Autis sedang Pada kondisi ini, anak autis masih menunjukkan sedikit kontak
mata, namun tidak memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan
agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang
stereotipik cenderung agak sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa
dikendalikan.

c. Autis berat Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-
tindakan yang sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan
kepalanya ke tembok secara berulang-ulang dan terus-menerus tanpa henti. Ketika
orang tua berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap
melakukannya, bahkan dalam kondisi berada dipelukan orang tuanya, anak autis
tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan
kemudian langsung tertidur. Kondisi yang lainnya yaitu, anak terus berlarian
didalam rumah sambil menabrakkan tubuhnya ke dinding tanpa henti hingga larut
malam, keringat sudah bercucuran di sekujur tubuhnya, anak terlihat sudah sangat
kelelahan dan tak berdaya. Tetapi masih terus berlari sambil menangis. Seperti
ingin berhenti, tapi tidak mampu karena semua diluar kontrolnya. Hingga
akhirnya anak terduduk dan tertidur kelelahan.

Menurut Handojo (2008) klasifikasi anak dengan kebutuhan khususnya


(Special Needs) adalah :

a. Autisme infantile atau autisme masa kanak-kanak Tatalaksana dalam


pengenalan ciri-ciri anak autis diatas 5 tahun usia ini. Perkembangan otak anak
akan sangat melambat. Usia paling ideal adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini
perkembangan otak anak berada pada tahap paling cepat.

b. Sindroma Aspeger Sindroma Aspeger mirip dengan autisme infantile, dalam


hal kurang interaksi sosial. Tetapi mereka masih mampu berkomunikasi cukup
baik. Anak sering memperlihatkan perilakunya yang tidak wajar dan minat yang
terbatas.

c. Attention Deficit Hiperactive Disorder atau (ADHD) dapat diterjemahkan


dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas atau GPPH.
Hiperaktivitas adalah perilaku motorik yang berlebihan.

16
d. Anak “Giftred” Anak Giftred adalah anak dengan intelegensi yang mirip
dengan intelegensi yang super atau genius, namun memiliki gejala-gejala perilaku
yang mirip dengan autisme. Dengan intelegensi yang jauh diatas normal, perilaku
mereka seringkali terkesan aneh. Prasetyono (2008) berpendapat bahwa autis
merupakan gangguan perkembangan pervasive.

G. Pengertian Media Pembelajaran Sempoa

Menurut sejarah sempoa adalah alat hitung yang telah digunakan oleh bangsa
China dan Jepang sejak 2400 SM. Sempoa sederhana terbuat dari bahan alami
seperti kayu dan bambu dan juga bahan sintetis atau plastik. Menurut Edu
(2003:251) sempoa dapat dikenali sebagai alat hitung yang terdiri dari manik-
manik yang terbagi menjadi bagian atas dan manik bagian bawah. Sempoa ada
yang menyebutnya soroban dan abacus. Bentuk dari sempoa berupa kotak segi
empat yang dibagi menjadi dua bagian, atas dan bawah dengan manik-manik yang
bernilai lima pada bagian atas, dan manik-manik bernilai satu pada bagian bawah.
Setiap deret sempoa dalam satuan tiang memiliki nilai satuan dan semakin ke kiri
adalah puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya. Sempoa dapat untuk
memudahkan perhitungan tambah, kali, bagi, dan kurang.

Pemakaian sempoa dapat dilakukan untuk semua anak dan terutama untuk
berlatih operasi hitung dasar matematika penjumlahan dan pengurangan. Sempoa
atau soroban yang digunakan merupakan sistem desimal murni yang terdiri dari
dua baris manik-manik. Baris bagian atas terdiri dari satu baris manik-manik dan
baris bagian bawah terdiri dari empat baris manik-manik.

H. Cara Penggunaan Media Sempoa

Cara menggunakan sempoa untuk melakukan operasi sederhana seperti


penjumlahan dan pengurangan dapat dilakukan dengan dua tiang terakhir atau
paling kiri. Dengan menggunakan sempoa maka penyelesaian matematika
menjadi lebih mudah. Adapun cara menggunakan menurut Siswanto (2000: 6)
adalah sebagai berikut:

17
1. Ibu jari untuk menaikkan manik-manik bawah (manik bawah menuju ke bar)

2. Jari telunjuk untuk menurunkan manik atas dan manik bawah (manik atas
menuju ke bar dan manik bawah menjauh dari bar)

3. Untuk menaikkan atas, adakalanya kita menggunakan ibu jari untuk


menurunkan manik bawah saat melakukan bersama jari telunjuk ketika menambah
dan mengurangkan bilangan 6,7,8, dan 9.

Langkah-langkah menggunakan sempoa menggunakan dua jari yaitu ibu jari


dan jari telunjuk sebagai pengoperasi manik-manik sempoa. Ibu jari digunakan
untuk memindahkan manik-manik bergerak keatas ke tiang sekat kemudian
telunjuk sebagai pemindah manik-manik untuk mengisi bilangan yang akan
digunakan. Memulai menggunakan sempoa dengan terlebih dahulu
mengosongkannya yaitu tidak ada manik-manik yang berada di tiang sekat atau
garis nilai. Kemudian untuk mengisi bilangan dimulai dari kanan kemudian
semakin ke kiri.

I. Manfaat Media Sempoa

Sempoa digunakan untuk membantu perhitungan aritmetika, Mulai dari


operasi pengurangan, penjumlahan, pembagian, perkalian, hingga operasi akar
kuadrat.Tidak heran, kalau metode pembelajaran matematika menggunakan
sempoa banyak diajarkan kepada anak-anak. Praktis dan relatif lebih mudah
dibandingkan cara konvensional. Adapun manfaat sempoa antara lain:

 Kemampuan koordinasi otak kanan dan otak kiri lebih ditingkatkan

 Daya konsentrasi, kemampuan belajar menjadi lebih baik

 Daya ingat dan keterampilan berpikir lebih terasah

 Mengembangkan percaya diri anak

 Mengoptimalkan potensi keseluruhan otak dan kreativitas

 Dapat meningkatkan imajinasi

18
BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 31, setiap anak berhak


mendapatkan pengajaran, termasuk di dalamnya anak berkebutuhan khusus.
Sebagai implementasi undang-undang ini, pemerintah menyediakan wadah untuk
ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) untuk menempuh pendidikan seperti anak-
anak biasa, dengan sistem pengajaran yang disesuaikan dengan keterbatasan
mereka. Dari metode pengajaran sampai kurikulum yang disampaikan
membutuhkan penanganan khusus, yang mana harus disesuaikan dengan tingkat
kemampuan otak mereka dalam menerima pengajaran atau pendidikan (UU No.
20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Anak autis merupakan salah satu jenis kekhususan dari anak berkebutuhan
khusus. Anak autis seringkali menunjukkan sikap suka menyendiri; cuek terhadap
lingkungan sekitar; menghindari kontak sosial seperti kontak mata dan sentuhan;
bahkan terkadang takut dengan lingkungan. Anak autis melakukan kegiatan
sehari-harinya dan fokus pada dirinya sendiri. Prasetyono (2008; 11) berpendapat
bahwa “autis merupakan suatu kumpulan sindrom yang mengganggu syaraf”. Jika
syaraf pada anak terganggu, maka perkembangan anak juga akan terganggu. Hasil
diagnosa adanya gangguan perkembangan ini dapat diketahui dari gejala-gejala
atau perilaku yang tampak dan ditunjukkan dengan adanya penyimpangan
perkembangan. Prasetyo (2008; 11) menambahkan bahwa gejala mulai
ditunjukkan anak pada usia 18-36 bulan yang tiba-tiba menolak kehadiran orang
lain sehingga lebih cenderung menyendiri. Banyak ahli berpendapat bahwa anak
autis mengalami gangguan pada fungsi otaknya. Pendapat tersebut menyatakan
bahwa anak autis dapat dilihat saat anak berusia 18- 36 bulan, autis merupakan
kumpulan sindrom gangguan syaraf yang mengakibatkan perkembangan anak
lamban.

19
Karakteristik anak autis dapat dilihat dari interaksi sosial, komunikasi dan
bahasa. Anak autis yang menjadi objek penelitian menampakkan ciri-ciri sebagai
berikut : sering mengulang-ulang ucapan, tidak fokus bila diajak bicara, selalu
meletakkan benda ketempatnya kembali. subjek terbiasa hidup dengan rapih maka
subjek di sekolah pun selalu merapihkan barang-barang yang ada ketempat
semula, bila di dalam ruangan masih terdapat sesuatu yang tidak tepat seperti letak
tas dilantai seharusnya diatas lemari buku subjek tidak akan fokus belajar.

Substansi bidang studi yang menopang pemecahan masalah dalam segala


kehidupan ialah matematika, untuk itu bagi anak autis perlu diberikan bidang studi
ini. Matematika merupakan sesuatu substansi yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, terlihat secara nyata dalam sektor kehidupan seperti di
rumah, di pekerjaan dan di masyarakat akan selalu menggunakan matematika.
Untuk itu keterampilan penggunaan konsep matematika harus diajarkan kepada
siswa, begitu juga siswa yang memiliki gangguan autis.

Nasution dalam Sri Subarinah (2006: 1) berpendapat bahwa istilah matematika


berasal dari bahasa Yunani, mathein atau mathenein yang berarti mempelajari.
Kata matematika juga erat hubungannya dengan kata sansekerta, medha atau
widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensia. Dengan pendapat
tersebut matematika merupakan bahasa yunani yang berasal dari kata mathein
yaitu mempelajari dan dari kata sansekerta yang berarti kepandaian atau
intelegensi. Maka matematika adalah suatu ilmu yan mempelajari/mengasah
kepandaian seseorang. Depdiknas (2006: 99) menjelaskan mata pelajaran
matematika diberikan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis,
analotis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan kerjasama. Jadi menurut
pendapat tersebut matematika diberikan pada sisiwa agar berpikir logis, analotis,
sistematis, kritis dan kreatif dalam kemampuan kerjasama. Matematika
merupakan salah satu ilmu aplikatif dalam kehidupan seharihari. Setiap hari,
penghitungan yang merupakan ciri dari matematika dilakukan oleh manusia. Hal
tersebut yang menjadi salah satu tujuan dari pemerintah memasukkan pelajaran

20
matematika dalam kurikulum. Diharapkan siswa dapat berpikir kritis dan rasioanl
dalam menghadapi tantangan dimasyarakat.

Depdiknas (2006: 99) mata pelajaran Matematika bertujuan agar siswa


memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan


mengaplikasikan konsep algoritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam
pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi


matematika dalam membuat generalisasi, menyusun buku, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah


merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh.

d. Mengkomunikasi gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain


untuk memperjelas keadaan dan masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu


memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Ruseffendi (1980: 2) mengemukakan bahwa matematika adalah simbol, ilmu


deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi. Beberapa persyaratan medi
pembelajaran matematika, diantaranya aadalah :

1) Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat).


2) Bentuk dan warnanya menarik.
3) Sederhana dan mudah dikelola (tidak rumit).
4) Ukurannya sesuai (seimbang) dengan ukuran fisik anak.
5) Dapat menyajikan konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar
atau diagram.

21
6) Sesuai dengan konsep pada matematika.
7) Dapat memperjelas konsep matematika dan buka sebaliknya
(mempersulit pemahaman matematika).
8) Peragaan itu agar menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir
abstrak bagi siswa.
9) Bila kita mengharapkan agar siswa itu aktif (sendiri atau berkelompok)
alat peraga itu dapat dimanipulasikan, yaitu dapat diraba, dipegang,
dipindahkan, dimainkan, dipasangkan, dicopot (diambil dari
susunannya)
10) Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah banyak.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dijabarkan bahwa media pembelajaran


matematika adalah alat peraga yang dapat memudahkan siswa dalam memahami
materi pelajaran.

Menurut Edu (2003: 1) sempoa dapat dikenali sebagai alat hitung yang terdiri
dari manik-manik yang terbagi menjadi bagian atas dan manik bagian bawah.
Sempoa ada yang menyebutnya soroban dan abacus. Bentuk dari sempoa berupa
kotak segi empat yang dibagi menjadi dua bagian, atas dan bawah dengan manik-
manik yang bernilai lima pada bagian atas, dan manik-manik bernilai satu pada
bagian bawah. Setiap deret sempoa dalam satuan tiang memiliki nilai satuan dan
semakin ke kiri adalah puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya. Sempoa dapat
untuk memudahkan perhitungan tambah, kali, bagi, dan kurang.

Penggunaan sempoa sebagai media bertujuan untuk mempermudah siswa


dalam memahami proses operasi hitung matematika. Sempoa sebagai media
belajar juga memiliki kelebihan sebagai media yang menarik dan dapat
mengembangkan kemampuan aritmatika siswa. Menurut Siswanto (2002: 3)
kemampuan aritmatika adalah upaya seseorang dalam berhitung tanpa
menggunakan alat hitung atau alat bantu lainnya, dengan kata lain mencongak.
Melalui media sempoa ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
pengurangan dalam operasi matematika dasar dan meningkatkan kemampuan
aritmatika anak, selain itu untuk menguji keefektivan dari media sempoa.

22
Sedangkan kekurangan dari media sempoa adalah waktu untuk perlakuan lebih
lama karena perlu mengajarkan bagian-bagian sempoa dan cara menggunakan
rumus untuk pemecahan masalah.

Pemilihan suatu media pembelajaran terdapat kriteria untuk memilih media


yang baik dan tepat. Hal tersebut bertujuan membuat suasana kelas menjadi
kondusif dan siswa tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Menurut Dina (2011:
66), media pengajaran yang baik sebaiknya memenuhi beberapa syarat, yaitu:
harus autentik, bersifat sederhana, berukuran relatif, dan mengandung gerak dan
perbuatan. Mempelajari sempoa dalam belajar matematika akan meningkatkan
kemampuan aritmatika dan memiliki tujuan jangka panjang dan pendek. Tujuan
tersebut menurut Edu (2003: 1-2) yaitu:

1) Tujuan jangka pendek agar siswa dapat memahami perhitungan +,-,x,:


dengan menggunakan sempoa, serta membayangkannya, sehingga
dapat menghitung secara cepat dan tepat.
2) Tujuan jangka panjang yaitu:
- Dapat merangsang perkembangan otak sebelah kanan
- Dapat memahami atau menganalisis soal +,-,x,:
- Dapat meningkatkan imajinasi
- Dapat meningkatkan daya ingat
- Dapat meningkatkan konsentrasi
- Dapat meningkatkan kreatifitas

23
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Autism spectrum disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan
saraf pada anak terutama dalam domain fungsi sosial, komunikasi, dan
perilaku. Gangguan-gangguan tersebut ditandai oleh adanya defisit persisten
dalam kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola perilaku, minat,
dan aktivitas yang terbatas dan berulang. Gejala umumnya mulai muncul pada
usia 12-24 bulan. Istilah "spectrum" mengacu pada fakta bahwa beberapa
orang memiliki gejala ringan sementara yang lain memiliki gejala parah yang
menyebabkan disabilitas seumur hidup. Diperkirakan faktor genetik yang
memegang peran besar menyebabkan ASD. Pada kriteria diagnosis dalam
ICD 10 maupun DSM IV, gangguan ini disebut sebagai gangguan
perkembangan pervasif dan terdiri dari beberapa sindrom di dalamnya seperti
autisme pada masa kanak, autisme atipikal, sindrom Rett, gangguan
disintegrasi anak, sindrom Asperger, dan gangguan perkembangan pervasive
lainnya.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan
sampaikan kepada kami. Kami menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata
sempurna, ke depannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang
tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

24
DAFTAR PUSTAKA

James dan James (1976)

Russefendi (1988: 74)

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:494)

Luar Biasa Tunarungu Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (2006)

(Leo Kanner & Asperger, 1943)

(Yosfan Azwandi, 2005:15)

(Noor, 2000:5)

(Moetrasi, 2000:12)

Menurut Faisal Y (2003) dalam Hidayat (2004)

( Sunartini, 2000)

Powers (1989)

Cohen & Bolton (1994) dalam Hadrian J (2008)

Handojo (2008)

Prasetyono (2008)

Edu (2003:251)

Siswanto (2000: 6)

Prasetyono (2008; 11)

Prasetyo (2008; 11)

Sri Subarinah (2006: 1)

Depdiknas (2006: 99)

Ruseffendi (1980: 2)

Edu (2003: 1)

Siswanto (2002: 3)

25
Dina (2011: 66)

Edu (2003: 1-2)

Bambang Sri Anggoro. (2016). Meningkatkan Kemampuan Generalisasi


Matematis Melalui Discovery Learning dan Model Pembelajaran Peer Led Guided
Inquiry. Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika. No. 1. 11–20.

Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. (2016).


Kenali Dan Deteksi Dini Individu dengan Spektrum Autisme Melalui Pendekatan
Keluarga Untuk Tingkatkan Kualitas Hidupnya. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (blog).

Diunduh dari http://www.depkes.go.id/article/print/16041300001/kenali-dan-


deteksi- dini-individu-dengan-spektrum-autisme-melalui-pendekatan-keluarga-
untuk- tingkatka.html pada 8 September 2017.

Kamid. (2011). Pemerolehan Pengetahuan Matematika bagi Peserta didik Autis


pada Permulaan Bangku Sekolah. Jurnal Edumatica . No. 02. 84.

Kamid. (2012). Analisis Kendala Siswa Autis dalam Menyelesaikan Soal


Matematika Bentuk Cerita (Kasus Low Function). AKSIOMA: Jurnal Pendidikan
Matematika. No. 01. 7.

Nova Sandewita. (2017). Pelaksanaan Pembelajaran Matematika oleh Guru Kelas


terhadap Siswa Autisme. E-JUPEKhu.No. 3. 328.

Nur Farra Diba dan Atie Ernawati. (2015). Autism Care Center dengan
Pendekatan Behaviour Architecture di Jakarta Timur. Faktor Exacta 6. No. 1. 24–
34.

Ramadhani Dewi Purwanti, Dona Dinda Pratiwi, dan Achi Rinaldi. (2016).
Pengaruh Pembelajaran Berbatuan Geogebra terhadap Pemahaman Konsep
Matematis ditinjau dari Gaya Kognitif. Al-Jabar: Jurnal Pendidikan Matematika.
No. 1. 115–122.

Wiwik Widajati dan Blitsivictoria Alfinina. (2013). Penggunaan Media Visual


dalam Pembelajaran Anak Autis. Pendidikan Luar Biasa. No. 1. 26–34.

26
[13.34, 30/4/2022] Humaydi: Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Fadillah, R. (2013). Pembe. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa,


2(3).

Hasanah, N. (2016). Efektivitas Penggunaan Media Permainan Lego Pada Materi


Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Siswa Kelas IV SDN Pekapuran Raya 2
Kecamatan Banjarmasin Timur

Tahun Pelajaran 2015/2016. Banjarmasin: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN


Antarasi Banjarmasin.

Mashuri, S. (2019). Media Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: CV Budin.

Miftah, M. (2013). Fungsi dan Peran Media Pembelajaran Sebagai Upaya


Peningkatan Kemampuan Belajar Siswa. Kwangsan: Jurnal Teknologi
Pendidikan, 1(2), 95-105.

Rejeki, S. (2016). Optimalisasi Penggunaan Lego dalam Pembelajaran


Matematika SMP untuk Mendukung Implementasi Kurikulum 2013. WARTA
LPM, 19(2), 119-124.

Rohmah, N. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Teras.

Rohmatin, T. (2019). Media Lego Warna pada Penjumlahan Bilangan Bulat di


Sekolah Dasar. Pena Karakter (Jurnal Pendidikan Anak dan Karakter, 1(2), 25-35.

Runtukahu, T., & Kandou, S. (2014). Pembelajaran Matematika Dasar Bagi Anak
Berkesulitan Belajar. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.

Toyib, M. (2016). Pelatihan Penggunaan Permainan Lego dalam Pembelajaran


Pecahan. The 4th University Research Coloquium (hal. 184-191). Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Yuwono, J. (2012). Memahami Anak Autistik (Kajian Teoritik dan Empirik).


Bandung: Alfabeta.

27
Soal
soal essay
1.seseorang anak yang mengalami gangguan komunikasi,
keterampilan sosial, kemampuan bermain, kognitif, dan adaptif
disebut?
2.sebutkan 3 jenis autisme!
3.sebutkan penyebab autisme!
4.sebutkan klasifikasi autisme!
5.sebutkan gejala pada anak autisme!

jawaban
1.Autisme
2.Menurut Faisal Y (2003) dalam Hidayat (2004), autism terdiri dari
tiga jenis : 1. Autisme persepsi Autisme persepsi merupakan autisme
yang timbul sebelum lahir dengan gejala adanya rangsangan dari luar
baik kecil maupun kuat yang dapat menimbulkan kecemasan.
2. Autisme reaktif Autisme reaktif ditunjukkan dengan gejala berupa
penderita membuat gerakan-gerakan tertentu yang berulang-ulang dan
kadang-kadang disertai kejang dan dapat diamati pada anak usia 6 10
7 tahun. Anak memiliki sifat rapuh dan mudah terpengaruh oleh dunia
luar.
3. Autisme yang timbul kemudian Jenis autisme ini diketahui setelah
anak agak besar dan akan mengalami kesulitan dalam mengubah
perilakunya kerena sudah melekat atau ditambah adanya pengalaman
yang baru.
3.Penyebab Autis yaitu Faktor genetika yang memegang peranan
penting pada terjadinya autis. Bayi kembar satu telur akan mengalami
gangguan autis yang mirip dengan saudara kembarnya. Faktor dari
masa kehamilan, lingkungan juga berpengaruh namun secara umum
autis disebabkan gangguan susunan saraf yang mempengaruhi pola
komunikasi (verbal), interaksi dan perilaku anak autis.
4.Autisme ringan,Autisme sedang, dan Autisme Berat
5.Gejala Klinis yang sering dijumpai pada anak autis ( Sunartini,
2000): 1. Gangguan Fisik :
a. Kegagalan lateralisasi karena kegagalan atau kelainan maturasi otak
sehingga terjadi dominasi serebral

28
b. Adanya kejadian dermatoglyphics yang abnormal
c. Insiden yang tinggi terhadap infeksi saluran nafas bagian atas,
infeksi telinga, sendawa yang berlebihan, kejang demam dan
konstipasi
2. Gangguan Perilaku :
a. Gangguan dalam interaksi sosial: anak tidak mampu berhubungan
secara normal baik dengan orang tua maupun orang lain. Anak tidak
bereaksi bila dipanggil, tidak suka atau menolak bila dipeluk atau
disayang. Anak lebih senang menyendiri dan tidak responsif terhadap
senyuman ataupun sentuhan.
b. Gangguan komunikasi dan bahasa: kemampuan komunikasi dan
bahasa sangat lambat dan bahkan tidak ada sama sekali. Mengeluarkan
gumaman kata-kata yang tidak bermakna, suka membeo dan
mengulang-ulang. Mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan
tubuhnya, tetapi menarik tangan orang tuanya untuk dipergunakan
mengambil objek yang dimaksud.
c. Gangguan perilaku motoris: terdapat gerakan yang stereotipik
seperti bertepuk tangan, duduk sambil mengayun-ayunkan badan
kedepan-kebelakang. Koordinasi motoris terganggu, kesulitan
mengubah rutinitas, terjadi hiperaktifitas atau justru sangat pasif,
agresif dan kadang mengamuk tanpa sebab.
d. Gangguan emosi, perasaan dan afek: Rasa takut yang tiba-tiba
muncul terhadap objek yang tidak menakutkan. Seringkali timbul
perubahan perasaan secara tibatiba seperti tertawa tanpa sebab atau
mendadak menangis.
e. Gangguan persepsi sensoris: seperti suka mencium atau menjilat
benda, tidak merasa sakit bila terluka atau terbentur dan sebagainya.

Pilihan ganda
1. Berikut ini merupakan ciri dari autisme , kecuali ?
A. Kesulitan komunikasi
B. Gangguan dalam berhubungan sosial
C. Gangguan perilaku
D. Perilaku yang Berulang
E. Anak terlambat bicara
Jawab E

29
2. Autisme infantile atau autisme masa kanak-kanak Tatalaksana
dalam pengenalan ciri-ciri anak autis diatas 5 tahun usia ini.
Perkembangan otak anak akan sangat melambat. Usia paling ideal
adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini perkembangan otak anak berada
pada tahap paling cepat. klasifikasi anak dengan kebutuhan khusus
menurut?
A. Handojo (2008)
B. Hadrian J (2008)
C.Cohen & Bolton (1994)
D. Powers (1989)
E. Faisal Y (2003)
Jawaban : A

3. Gangguan susunan saraf yang mempengaruhi pola komunikasi


(verbal), interaksi, dan perilaku merupakan penyebab dari…
A. Tunagrahita
B. Autisme
C. Slow learner
D. Down syndrome
E. Tunalaras
Jawaban : B

4. Faktor yang bukan termasuk dalam karakteristik anak yang


mengalami autisme adalah terhambatnya...
A. Keseimbangan motorik
B. Interaksi sosial
C. Kemampuan berkomunikasi
D. Pertumbuhan fisik
E. Tingkah laku spesifik berulang
Jawaban : D

30
5. Gangguan pemusatan perhatian pada anak yang menderita
ADHD/ADD disebut dengan istilah...
A. Impulsivitas
B. Disorganisasi
C. Inattention
D. Hiperaktivitas
E. spasticity
Jawaban : C

31

Anda mungkin juga menyukai