Anda di halaman 1dari 6

Ringkasan Lengkap Aturan Turunan UU

Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan


By Radika K Cahyadi
Post Views: 13,704

Pemerintah baru saja mengesahkan 49 aturan turunan UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 yang
terdiri atas 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres). Aturan hukum
tersebut mencakup 11 klaster dalam Omnibus Law, termasuk klaster ketenagakerjaan.

Ada empat PP UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, yaitu:

1. PP No 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing


2. PP No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan
Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
3. PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan
4. PP No 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Baca Juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Aturan Ketenagakerjaan Apa Saja yang Berubah?

Apa saja ketentuan dalam aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja di atas yang perlu diketahui
pemimpin perusahaan, pemilik bisnis, dan HR?

Table of Contents

 Ringkasan poin-poin penting dari Aturan Turunan UU Cipta Kerja Klaster


Ketenagakerjaan:
o Izin penggunaan TKA disederhanakan
o Penggunaan TKA tetap dibatasi untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu
o Jangka waktu PKWT menjadi lebih panjang, maksimal 5 tahun
o Kompensasi bagi karyawan PKWT dengan masa kerja minimal 1 bulan
o Ganti rugi pemutusan kontrak PKWT dihapus
o Waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam sehari dan 18 jam seminggu
o Kisaran pesangon PHK lebih kecil, dari 0,5 kali sampai 2 kali ketentuan
o Upah minimum sektoral dihapus
o Dasar penetapan upah minimum: kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan
o Rumus upah per jam untuk pekerjaan paruh waktu
o Jaminan Kehilangan Pekerjaan 
 Kelola ketenagakerjaan secara otomatis dengan HRIS software Gadjian
Ringkasan poin-poin penting dari Aturan
Turunan UU Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan:
Izin penggunaan TKA disederhanakan
PP No 34 Tahun 2021 memangkas perizinan penggunaan TKA dengan menghapus persyaratan
dokumen IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing). Sehingga, perusahaan yang ingin
menggunakan pekerja asing hanya membutuhkan syarat RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing).

Penggunaan TKA tetap dibatasi untuk jabatan tertentu dan


waktu tertentu
Bagian ini tetap sama dengan peraturan sebelumnya di PP No 20 Tahun 2018. Penggunaan TKA
dibatasi untuk jabatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan dan untuk waktu
tertentu. TKA juga dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia.

Jangka waktu PKWT menjadi lebih panjang, maksimal 5


tahun
Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), yang sebelumnya menurut UU Ketenagakerjaan No 13
Tahun 2003, paling lama diadakan untuk 2 tahun dan perpanjangan 1 tahun (keseluruhan 3
tahun), diubah melalui Pasal 8 PP No 35 Tahun 2021 menjadi paling lama 5 tahun. 

Apabila pekerjaan belum selesai, dapat dilakukan perpanjangan PKWT sesuai kesepakatan
pengusaha dan pekerja, dengan ketentuan jangka waktu keseluruhan PKWT dan
perpanjangannya tidak melebihi 5 tahun.

Kompensasi bagi karyawan PKWT dengan masa kerja


minimal 1 bulan
PP No 35 Tahun 2021 mengatur ketentuan baru mengenai kompensasi karyawan PKWT.
Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada karyawan PKWT yang mempunyai masa
kerja paling sedikit 1 bulan secara terus menerus. Namun kompensasi ini tidak berlaku bagi TKA
PKWT.

Uang kompensasi diberikan saat selesai jangka waktu PKWT sebelum perpanjangan dan setelah
selesai perpanjangan PKWT. Besarnya kompensasi adalah:
1. Masa kerja 12 bulan terus menerus mendapat 1 bulan upah
2. Masa kerja lebih dari 1 bulan dan kurang dari 12 bulan, kompensasi dihitung proporsional
(masa kerja/12 x sebulan upah).
3. Masa kerja lebih dari 12 bulan, kompensasi dihitung proporsional (masa kerja/12 x sebulan
upah).

Ganti rugi pemutusan kontrak PKWT dihapus


Ketentuan UU No 13 Tahun 2003 tentang pembayaran ganti rugi pengakhiran hubungan kerja
sebelum habis jangka waktu PKWT oleh pihak yang mengakhiri hubungan kerja, sebesar upah
untuk masa kerja yang belum dijalani, dihapus. 

PP No 35 Tahun 2021 mengatur jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum
berakhirnya jangka waktu PKWT, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi yang
besarnya dihitung sesuai masa kerja yang telah dijalani.

Waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam sehari dan 18


jam seminggu
PP No 35 Tahun 2021 juga menambahkan waktu kerja lembur dari sebelumnya maksimal 3 jam
sehari dan 14 jam seminggu menjadi 4 jam sehari dan 18 jam seminggu. Ketentuan perhitungan
mengenai upah lembur tidak berubah, tetap menggunakan dasar upah per jam (1 / 173 x upah
sebulan).

Berikut rumus upah lembur dalam tabel.

Lembur di hari Lembur di hari Lembur di hari Lembur di hari


kerja istirahat libur resmi yang istirahat
mingguan / jatuh di hari mingguan / libur
libur resmi kerja terpendek resmi (untuk 5 hari
(untuk 6 hari (untuk 6 hari kerja)
kerja) kerja)
1 jam 1,5 x 7 jam 2x 5 jam 2x 8 jam 2 x upah
pertama upah pertama upah pertama upah pertama sejam(tiap
sejam sejam sejam jam)
(tiap (tiap
jam) jam)
Jam ke- 2x Jam ke-8 3 x Jam ke-6 3 x Jam ke-9 3 x upah
2 upah upah upah sejam
sejam sejam sejam
Jam ke- 2x Jam ke-9 4 x Jam ke-7 4 x Jam ke- 4 x upah
3 upah upah upah 10 sejam
sejam sejam sejam
Jam ke- 2x Jam ke- 4 x Jam ke-8 4 x Jam ke- 4 x upah
4 upah 10 upah upah 11 sejam
sejam sejam sejam
    Jam ke- 4x Jam ke-9 4x Jam ke- 4 x upah
11 upah upah 12 sejam
sejam sejam

Kisaran pesangon PHK lebih kecil, dari 0,5 kali sampai 2


kali ketentuan
Jika di UU No 13 Tahun 2003, pesangon untuk karyawan yang di-PHK adalah 1 kali sampai 2
kali ketentuan, maka di aturan turunan UU Cipta Kerja PP No 35 Tahun 2021 lebih kecil, yaitu
0,5 kali sampai 2 kali ketentuan, tergantung pada jenis alasan PHK. 

Berikut ini perbandingannya dalam tabel.

Alasan PHK Pesangon di Pesangon di


UU No 13 / PP  No 35 /
2003 2021
Karyawan melanggar ketentuan perjanjian 1 x ketentuan  0,5 x
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian ketentuan
kerja bersama
Perubahan status, penggabungan, peleburan, 1 x ketentuan  1 x ketentuan 
atau perubahan kepemilikan perusahaan dan
pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja
Perusahaan tutup akibat mengalami kerugian 1 x ketentuan  0,5 x
terus menerus selama 2 tahun, atau akibat ketentuan
keadaan memaksa (force majeure)
Perusahaan pailit 1 x ketentuan  0,5 x
ketentuan
Perubahan status, penggabungan, peleburan, 2 x ketentuan  1 x ketentuan 
atau perubahan kepemilikan perusahaan dan
pengusaha tidak bersedia mempekerjakan
pekerja/buruh 
Perusahaan melakukan efisiensi 2 x ketentuan  1 x ketentuan
Pekerja/buruh meninggal dunia 2 x ketentuan  2 x ketentuan
Pekerja/buruh memasuki usia pensiun, 2 x ketentuan  1,75 x
namun pengusaha tidak mengikutsertakan ketentuan
pekerja/buruh pada program pensiun
Putusan lembaga penyelesaian perselisihan 2 x ketentuan  1 x ketentuan
hubungan industrial karena pengusaha
melakukan perbuatan:
1. Menganiaya, menghina secara kasar
atau mengancam pekerja/buruh
2. Membujuk dan/atau menyuruh
pekerja/buruh untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan
perundang-undangan
3. Tidak membayar upah tepat waktu
selama tiga bulan berturut-turut 
4. Tidak melakukan kewajiban yang telah
dijanjikan kepada pekerja/buruh
5. Memerintahkan pekerja/buruh
melakukan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan
6. Memberikan pekerjaan yang
membahayakan jiwa, keselamatan,
kesehatan, dan kesusilaan
pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan
tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja

Pekerja/buruh mengalami sakit 2 x ketentuan  2 x ketentuan


berkepanjangan, mengalami cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan
pekerjaannya melampaui batas 12 bulan

Pengusaha kecil dan mikro juga wajib membayar pesangon, namun besarnya berdasarkan
kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha.

Upah minimum sektoral dihapus


Omnibus Law Ketenagakerjaan juga menghapus ketentuan di PP No 78 Tahun 2015 mengenai
upah minimum sektoral, yaitu upah terendah berdasarkan sektor yang dikelompokkan menurut
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). 

PP No 36 Tahun 2021 hanya menyebutkan dua jenis upah minimum, yaitu upah minimum
provinsi (UMP) dan upah minimum kota/kabupaten (UMK), yang keduanya ditetapkan oleh
gubernur.

Dasar penetapan upah minimum: kondisi ekonomi dan


ketenagakerjaan
Pasal 43 PP No 78 Tahun 2015 menyebutkan upah minimum ditetapkan berdasarkan kebutuhan
hidup layak, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi. Ketentuan ini diubah di Pasal 25 PP No
36 Tahun 2021 yang menyebutkan upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan
ketenagakerjaan.

Rumus upah per jam untuk pekerjaan paruh waktu


Dalam aturan sebelumnya, upah berdasarkan satuan waktu dibedakan menjadi upah harian, upah
mingguan, dan upah bulanan. PP No 36 Tahun 2021 menambahkan upah per jam  (upah sebulan
x 1/162). Namun, penetapan upah per jam hanya diperuntukkan bagi pekerja paruh waktu.

Jaminan Kehilangan Pekerjaan 


Pemerintah menambahkan program baru BPJS Ketenagakerjaan lewat PP No 37 Tahun 2021,
yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi karyawan yang mengalami PHK, dengan
manfaat berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.

Uang tunai diberikan setiap bulan untuk jangka waktu maksimal 6 bulan, dengan ketentuan 45%
dari upah untuk 3 bulan pertama, dan 25% upah untuk 3 bulan berikutnya. Batas upah maksimal
sebagai dasar perhitungan adalah Rp 5.000.000.

Iuran JKP setiap bulan adalah 0,46% dari upah, dengan rincian 0,22% dibayar oleh pemerintah
pusat dan sisanya 0,24% merupakan rekomposisi Jaminan Kecelakaan Kerja (0,14%) dan
Jaminan Kematian (0,10%).

Anda mungkin juga menyukai