PENDAHULUAN
(1)
yang tidak dirasakan.
pendekatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah
dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah
segar atau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal dari
ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna
bagian atas dari usus halus atau kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan melena.
Hematokezia (perdarahan merah segar) lazimnya menandakan sumber perdarahan dari
kolon, meskipun perdarahan dari saluran cerna bagian atas yang banyak juga dapat
menimbulkan hematokezia atau feses warna marun. (1)(2)
Perdarahan saluran cerna bawah atau Lower gastrointestinal bleeding (LGIB)
menyumbang sekitar 20-33% dari episode perdarahan saluran cerna. Walaupun secara
statistic, LGIB mempunyai frekuensi yang lebih jarang dari perdarahan saluran cerna bagian
atas. Setiap tahunnya sekitar 20-27 kasus per 100,000 populasi pada negara-negara barat.
LGIB memerlukan perawatan di rumah sakit dan merupakan faktor morbiditas dan mortalitas
di Rumah Sakit. (2)
LGIB mencakup gejala yang luas, mulai dari hematochezia ringan sampai perdarahan
masif yag disertai shock. LGIB akut didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi baru saja,
yang berasal dari distal ligamen Treitz, yang menghasilkan ketidakstabilan tanda vital,
dengan tanda-tanda anemia dengan atau tanpa perlu untuk transfusi darah.(1)(3)
LGIB mempunyai angka kematian mulai dari sekitar 10% sampai 20%, dengan pasien
lanjut usia (> 60 tahun) dan pasien dengan komorbidnya. LGIB lebih mungkin pada orang tua
karena insiden yang lebih tinggi pada diverticulosis dan penyakit pembuluh darah pada
kelompok ini. Insiden LGIB lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.(3)
LGIB dapat disebabkan oleh berbagai keadaan diantaranya adalah diverticulosis,
anorectal diseases, carcinomas, inflammatory bowel disease (IBD), dan angiodysplasias.
LGIB juga dapat dibagi menjadi massive bleeding, moderate bleeding, dan occult bleeding
dimana terdapat perbedaan dengan faktor predisposisi usia pasien, manifestasi klinis serta
penyebab terjadinya perdarahan.(1)(2)(3)
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
PerdarahansalurancernabawahatauLowergastrointestinalbleeding (LGIB)
didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari organ traktus gastrointestinalis yang
terletak distal dari Ligamentum Treitz.5
2.2 INSIDENSI
Lebih dari 95% sampai 97% kasus, sumber perdarahan berasal dari kolon, sedangkan
3 sampai 5% sisanya berasal dari usus halus, LGIB memegang 15% dari episode
perdarahan gastrointestinal. Insidensi LGIB meningkat dengan bertambahnya usia, yang
berhubungan dengan lesi yang didapat pada colon sehingga terjadi perdarahan yang
berasal dari kolon yaitu pada diverticulosis dan angiodisplasia. 3,4
LGIB yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit di Amerika adalah sebesar kurang
dari 1 %. Penyebab LGIB yang paling sering adalah diverticulosis yaitu sekitar 30-50%
dan angiodisplasia sekitar 20-30% dari seluruh kasus. Para ahli juga mengatakan bahwa
angiodisplasia dialami lebih sering oleh pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. 4
Hemorrhoid merupakan penyebab tersering LGIB pada pasien dengan usia kurang
dari 50 tahun, tetapi perdarahan biasanya ringan. Penyebab utama LGIB adalah
divertikulosis sebesar 33% kasus, diikuti dengan kanker dan polip yaitu sebesar 19 %. 4
Menurut penelitian yang dilakukan di RSCM, tingkat kematian karena perdarahan
saluran cerna bagian atas juga cukup tinggi hampir mencapai 26%. Penelitian yang
dilakukan terakhir di RSCM dari 4.154 endoskopi saluran cerna atau selama 5 tahun
(2001-2005) didapatkan 837 kasus dengan perdarahan saluran cerna. 6
2
2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasarnya dalah suatu saluran (tabung)
dengan panjang sekitar 30 kaki (9 m) yang berjalan melalui bagian tengah tubuh dari
mulut ke anus. Saluran cerna terbagi menjadi saluran cerna atas dan bawah yang
dipisahkan oleh ligamentum treitz yang merupakan bagian duodenum pars ascending
yang berbatasan dengan jejunum. 7
3
Intestinum Tenue
9uodenum disebut juga usus dua belas jari yaitu 12 jari orang yang bersangkutan
(panjang kira-kira 25 cm) yaitu bagian usus setelah pilorus sampai pada
permulaan jejunum, berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas.
Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang yang
8
disebut ampula hepatopankreatika, atau ampula vateri, sepuluh sentimeter dari pilorus.
9uodenum terdiri dari empat bagian 8
1 Pars Superior 9uodeni (panjang kira-kira 5 cm)
2 Pars 9escendens 9uodeni (panjang kira-kira 8 cm)
3 Pars Inferior (horizontal) 9uodeni (panjang kira-kira 7.5 cm)
4 Pars Ascendens 9uodeni (panjang kira-kira 5 cm)
Sambungan duodenum dengan jejunum disebut flexura duodenojejunalis. Permukaan
dalam duodenum dilapisis mukosa. Permukaan mukosa pada bulbus tinggi mencapai 1
cm dan satu sama lainnya berjarak 0.5 cm. Pada pertengahan duodenum pars
desendens di bagian kiri terdapat muara bersama duktus choledochus (saluran empedu)
4
Gambar 3 8 Vaskularisasi kolon
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka.
Arteria ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteri
gastroduodenalis dan cabangnya, arteria pankreatikoduodenalis superior.
9arah dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena
lienalis membentuk vena porta. 7,8
Intestinum Crassum
>sus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. 9iameter usus besar sekitar
6.5 cm (2.5 inchi), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil.
>sus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua
atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan
aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah aliran balik bahan fekal dari usus
besar ke dalam usus halus. 7
5
Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid.
Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-
turut disebut sebagai fleksura hepatika danfleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai
setinggi krista iliaka dan mebentuk lekukan berbentuk@S. Lekukan bagian bawah
membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoidbersatu dengan rektum. Bagian utama dari usus
besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon
sigmoid hingga anus (muara bagian keluar tubuh). Satu inci terakhir
dari rektum disebut kanalis ani dan dilindungi oleh ototsfingter ani
eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5.9 inci). 7
>sus besar secara klinis dibagi menjadi bagian kiri dan kanan berdasarkan suplai
darah yang diterima. Arteri mesenterika superior mendarahi bagian kanan (sekum, kolon
asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum) dan arteria mesenterica
inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens,
kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal
dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteri iliaka
interna dan aorta abdominalis. 7
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika
superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior(bagian sistem portal
yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. 7,8
pelvikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut simpatis
meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps
dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut pascaganglionik menuju
kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta
merangsang sfingter rektum. Rangsang parasimpatis mempunyai efek berlawanan. 7,8
>sus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorpsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Semua aktivitas lainnya mengatur dan mempermudah berlangusngnya
proses ini. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin, HCL,
pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung terhadap makaann yang masuk. Proses ini
6
memberikan perlindungan terhadap asam. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih
luas bagi kerja lipase pankreas. 9
Pergerakan segmental usus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari
salah satu
9
ujung ke ujung lain dengan kecepatan absorpsi optimal dan asupan kontinu isi lambung.
>sus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir
isi usus. Aungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit, yang
sudah hampir selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir
yang menampung masa feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi. 9
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas
adalah gerakan pengadukan haustral. Kantung atau haustra meregang dan dari waktu ke
waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak
progresif tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan mermas-remas sehingga
memberi waktu untuk terjadinya absorpsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif 8 (1)
kontraksi lambat dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan,
menymbat beberapa haustraB dan (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi yang
melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan,
akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan
dirangsang oleh refleks gatrokolik setelah makan, terutama setelah makanan yang
pertama kali dimakan pada hari itu. 9
Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan
merangsang refleks defekasi. 9efekasi dikendalikan oleh sfingter ani
eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom,
sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf voluntar. Refleks defekasi
terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat. Serabut
parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan
terjadinya kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang
tergang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan
anulus anorektal hilang. Ctot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus
tertarik ke atas melebihi tinggi masa feses. 9efekasi dipercepat dengan tekanan
intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang
tertutup, dan
7
kontraksi otot abdomen secara terus menerus (manuver atauperegangan valsalva).
8
9efekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar sfingter eksterna dan levator
ani. 9inding rektumsecara bertahap menjadi relaks dan keinginan defekasi menghilang. 9
2.4 ETIOLOGI
9alam review yang di lakukan oleh Vernava dan rekandi Amerika Serikat, pasien
dengan LGIB terdiri hanya 0,7% dari seluruh penerimaan rumah sakit (17.941 pasien)B di
antara pasien yang menjalani pemeriksaan diagnostik (4410 D24%E), penyebab paling
umum dari perdarahan adalah penyakit divertikular (60%), IB9 (13%), dan penyakit
anorektal (11%).10
9iverticulosisFdiverticulitis of colon
Inflammatory bowel disease
Crohn disease of small bowel, colon, or both 13%
>lcerative colitis
Anal fissure
Aistula-in-ano
Geoplasia
Malignant neoplasia of small intestine 9%
2.4.1 Di+ertikul&sis
9ivertikulosis yang dalam hal ini merupakan penyakit divertikular adalah
9
oleh tunika serosa pada lokasi dinding kolon yang lemah yaitu tempat dimana
vasa rekta menembus dinding kolon. 11
10
Perdarahan dari divertikulum umumnya tidak nyeri dan terjadi pada 3%
pasien divertikulosis. Tinja biasanya berwarna merah marun kadang-kadang
bisa juga menjadi merah segar. 11
9asar anatomi penyebab dari perdarahan ialah pecahnya secara asimetris
cabang intramural (di vasa recta) dari arteri marginal pada kubah divertikulum
atau pada margin arteri mesenterikus. 9ivertikula paling sering terletak pada
kolon sigmoid dan kolon descendens. Kemungkinannya disebabkan oleh faktor
traumatis lumen, termasuk fecalith yang menyebabkan abrasi dari pembuluh
darah, sehingga terjadi perdarahan. 1,3,11
lebih umum terjadi pada divertikular kolon kanan. Perdarahan dari lesi kolon
kanan dapat lebih banyak dan menghasilkan volume yang lebih besar daripada
divertikula sisi sebelah kiri. Setelah terjadinya episode awal pendarahan,
perdarahan ulang (rebleeding) mungkin terjadi kembali pada 10% pasien pada
tahun pertama, setelah itu, risiko untuk perdarahan ulang (re bleeding)
meningkat menjadi 25% setalah 4 tahun. 9engan prevalensi diverticulosis
kolon, dan fakta bahwa sebagian besar episode perdarahan cenderung berhenti
secara spontan, banyak episode dari perdarahan saluran cerna bagian bawah
yang disebabkan diverticulosis kolon dianggap sebagai dugaan, bukan diagnosis
definitif. 1,3,11,12
11
Perdarahan divertikular berasal dari vasa recta yang terletak di submukosa,
yang dapat pecah pada bagian puncak atau leher dari divertikulum tersebut.
Sampai dengan 20% dari pasien dengan penyakit divertikular mengalami
pendarahan. Sebanyak 5% pasien, pendarahan karena penyakit divertikular
dapat terjadi secara massif. Perdarahan dari penyakit divertikular berhenti secara
spontan pada 80% pasien. Meskipun diverticulosis terjadi pada kolon kiri,
sekitar 50% dari perdarahan div ertikular berasal dari divertikulum yang terletak
proksimal dari fleksura lienalis. 9ivertikula yang terletak pada sisi kanan dapat
mengekspos bagian yang lebih besar dari vasa recta menjadi luka, karena
mereka memiliki bagian leher yang lebih luas dan bagian kubah yang lebih
besar dibandingkan dengan divertikulum khas pada kolon sisi kiri. 1,3,11,12,13
12
angiodisplasia terdapat pada lokasi colon kanan, dan pendarahan dari
angiodisplasia berhubungan dengan distribusi ini. Angiodisplasia dapat
berhubungan dengan kondisi medis, termasuk stadium akhir dari penyakit
ginjal, stenosis aorta, penyakit von Willebrand, dan lain-lain. Masih belum jelas
apakah hubungan ini mencerminkan kecenderungan perdarahan yang lebih
besar pada
13
Indeterminate Colitis. 15
14
Gambar 6 8 segmen usus pada penyakit IB9
15
Gambar 7 8 gambaran kolonoskopi dapa IB9
16
2.4.3 Benign Anore)tal Disease
Penyakit anorektal jinak (misalnya, hemorrhoid, fissure ani, fistula
anorektal) dapat menyebabkan perdarahan rektum intermiten. Pendarahan anus
yang masif disebabkan penyakit anorektal jinak juga telah dilaporkan. Tinjauan
database menunjukkan bahwa 11% dari pasien dengan perdarahan saluran
cerna bagian bawah terjadi dari penyakit anorektal. Pasien yang memiliki varises
rektum dengan hipertensi portal dapat membuat pendarahan masif saluran
cerna bagian bawah tanpa rasa sakit, sehingga pemeriksaan awal anorectum
menjadi penting. ;ika diketahui terjadi pendarahan aktif, mengobatinya harus
agresif. Perhatikan bahwa penemuan penyakit anorektal jinak tidak
mengenyampingkan kemungkinan pendarahan yang lebih proksimal dari
saluran cerna bagian bawah. Pada kasus-kasus ini perdarahan yang timbul
berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feses. 3,12,13,14
17
portal dapat membuat perdarahan yang masif dari hemorrhoid, seperti juga pada
pasien trombositopenia terkait HIV dengan hemorrhoid. 3,12,13,14
18
merupakan penyebab perdarahan kedua paling umum pada pasien lebih muda
dari usia 20 tahun.3,13,16
Geoplasma kolon, dapat muncul dalam bentuk dan sifat yang bermacam-
macam. Biasanya, perdarahan dari lesi ini lambat, ditandai dengan pendarahan
samar dan anemia sekunder. Geoplasma ini juga dapat berdarah dengan cepat,
namun, dan pada beberapa bentuk, sampai dengan 20% dari kasus perdarahan
akut pada akhirnya ditemukan muncul karena polip kolon atau kanker. 3,13,16
Karsinoma kolorektal menyebabkan perdarahan samar, dan pasien biasanya
datang dengan anemia dan episode syncop. Keluhan yang paling sering
dirasakan adalah perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus
(hematokesia dan konstipasi). ;ika terjadi obstruksi maka gejala yang timbul
berupa nyeri abdomen, mual, muntah dan obstipasi. Pada tumor yang telah
melakukan invasi lokal maka akan timbul gejala tenesmus, hematuria, infeksi
saluran kemih berulang dan obstruksi uretra bahkan perforasi abdomen. 16
epinefrin.3,12,13,16
mesenterika yang terjadi karena aliran darah ke satu atau lebih organ
gastrointestinal berkurang untuk mempertahankan kebutuhan nutrisinya. 17
Iskemia kolon adalah salah satu contohnya, dengan ulserasi dan kerapuhan
mukosa dapat juga menyebabkan perdarahan akut, yang sering kali muncul pada
sakit perut akut dan sepsis. Iskemia mesenterika akut dapat didahului dengan
sebuah episode hematochezia yang muncul dengan sakit perut yang parah,
penyakit pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya, risiko emboli arteri, atau
hiperkoagulabilitas. Meskipun pendarahan merupakan unsur dalam pengelolaan
klinis pasien ini, namun jarang kontrol perdarahan menjadi fokus utama dari
9efinisi massive bleeding adalah adanya darah dalam jumlah yang sangat banyak
dan berwarna merah marun yang melewati rectum, adanya ketidakseimbangan
hemodinamik dan syok, penurunan initial hematokrit kurang atau sama dengan 6 grF
dl, tranfusi minimal 2 unit labu transfuse PRC, perdarahan yang berlangsung terus
menerus selama 3 hari.4
Massive bleeding merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa yang
memerlukan tranfusi darah. Pemeriksaan yang didapatkan pada pasien dengan
keadaan seperti ini adalah tekanan darah sistol kurang dari 90 mmHg dan kadar
hemoglobin darah kurang atau sama dengan 6 grFdl. Kasus ini lebih sering terjadi
pada pasien dengan usia lebih atau sama dengan 65 tahun, ada penyakit penyerta,
dengan risiko kematian karena perdarahan akut atau komplikasi perdarahan. Tingkat
kematian LGIB jenis massive bleeding sebesar 0-21%. 4
Perdarahan samar (occult bleeding) adalah perdarahan yang tidak tampak secara
nyata pada inspeksi feses. Prevalensinya cukup tinggi sekitar 1 dari 20 orang dewasa.
Kehilangan darah dapat mencapai 150 ml dari usus proksimal tanpa menimbulkan
20
melena. Kebanyakan perdarahan samar saluran cerna bersifat kronik dan bila cukup
banyak dapat menimbulkan anemia defisiensi besi yang nyata. Sejumlah kelainan
meliputi gangguan inflamasi, infeksi, penyakit vaskular, neoplasma dan kondisi
lainnya yang dapat menimbulkan perdarahan samar saluran cerna baik disertai
dengan anemia defisiensi besi maupun tidak. Pada keadaan tertentu
Cccultbleeding
4,5
menunjukkan adanya anemia hipokrom mikrositer dan reaksi guaiac
intermiten.
colitis baik infeksi atau iskemi. Pasien yang pernah mempunyai operasi aorta harus
terlebih dahulu dianggap memiliki fistula aortoenteric sampai dibuktikan bukan.4
Baru-baru ini ditemukan bahwa kolonoskopi dapat menyebabkan perdarahan dari
daerah yang pernah di biopsy atau pernah mengalami polypectomy. Penyebab
perdarahan sebelumnya harus ditelusuri, yang pada sebagian besar kasus adalah
inflammatory bowel disease. Riwayat penyakit keluarga berupa sindrom poliposis
atau keganasan kolon juga dapat dipertimbangkan. Perdarahan Saluran Cerna Bawah
pada pasien yang berusia kurang dari 30 tahun biasanya berhubungan dengan polip
usus dan Meckel diverticulum.4
21
perdarahannya adalah bukan dari saluran cerna atas yang menunjukkan adanya
gambaran coffee ground. Pada 50 % kasus pasien yang dipasang GGT, hasil
22
aspirasinya adalah false negative. Cleh karena itu diperlukan pemeriksaan lain yaitu
esogastroduodenoscopy (EG9) untuk mengetahui lokasi sumber perdarahan. Pasien
dengan hematochezia dan hemodinamik yang tidak seimbang, dilakukan emergency
upper endoscopy.3,4
Perdarahan saluran cerna bawah yang massive merupakan kondisi yang
mengancam jiwa. Terkadang manifestasi LGIB yang massive adalah feses yang
berwarna merah marun atau merah muda yang berasal dari rectum juga muncul pada
perdarahan saluran cerna bagian atas. Salah satu penanganan yang penting pada
pasien LGIB yang massive adalah resusitasi. Pasien ini dipasang infuse dengan cairan
kristaloid dan dipanatu tekanan darah sistolik, pulse pressure, urine output. Hipotensi
ortostatik (tekanan darah menurun > 10 mmHG) menandakan adanya kehilangan
darah lebih dari 1000 ml.3,4
2.7 Diagnosis
Intervensi bedah darurat untuk perdarahan masif yang sedang berlangsung jarang
diperlukan sebelum upaya untuk menentukan lokasi sumber perdarahan yang pasti,
dimana penentuan lokasi sumber perdarahan adalah penting untuk memilih jenis
terapi mana yang akan dilakukan. Setelah keadaan pasien stabil baru akan dilakukan
uji diagnostic yaitu colonoscopy, Selective Visceral Angiography, dan Technetium
99m-Red Blood Cell Scintigraphy.
Colonoscopy
Colonoscopy dapat dilakukan Setelah episode perdarahan berhenti secara spontan
dan tidak didapatkan stigmata perdarahan. Colonoscopy yang harus dilakukan segera,
diindikasikan pada pasien yang telah 12 jam dirawat dirumah sakit dengan
perdarahan yang telah berhenti, telah mendapat resusitasi disertai dengan keadaan
hemodinamik yang stabil. Pada keadaan ini colonoscopy dapat dilakukan setelah
proses pembersihan kolon. Temuan pada colonoscopy pada LGIB diantaranya adalah
daerah sumber perdarahan aktif,, bekuan darah yang menempel pada orificium
divertikel yang mengalami ulserasi, bekuan darah yang menempel pada focus dan
mukosa atau darah segar yang berada pada segmen kolon. 1,9,12,13
Penting untuk diperhatikan bahwa lesi incidental, yaitu bekuan darah pada
orificium divertikular multiple, AVM tanpa perdarahan, polip tanpa perdarahan, dan
divertikule tanpa perdarahan bukan merupakan penyebab perdarahan yang baru
23
terjadi. Perdarahan hanya terjadi pada lesi yang menunjukkan tanda-tanda perdarahan
yang jelas. 13121*
Colonoscopy tidak dilakukan pada pasien LGIB dengan massive bleeding.
Prosedur yang akan dilakukan secara teknis akan menjadi sangat sulit karena
permukaan mukosa tidak dapat terlohat dengan jelas. Pasien ini juga mengalami
33m Tc-red blood cell scintigraphy merupakan prosedur pencitraan nuklir yang
non invasive dengan cara menempelkan sel darah merah pasien dengan isotop
24
techtenium yang kemudian akan beredar ke dalam sirkulasi darah. Setiap perdarahan
terjadi sel darah merah yang telah diberi label akan ditumpahkan ke dalam lumen
colon yang akan menbuat focus isotop yang dapat dicitrakan dengan whole abdominal
scintigraphy. Perdarahan sebanyak 0.1 mlFmin dapat terdeteksi oleh metode ini.
Gambar dapat diperoleh pada dua waktu yang berbeda yaitu pada 2 jam setelah
injeksi dan 4-6 jam kemudian atau adanya tanda-tanda terjadinya perdarahan
berulang. Setelah memenuhi lumen darah akan bergerak dari kolon kanan ke
kolon
kiri atau bergerak mundur karena adanya kontraksi dari kolon.1*121*
;ika perdarahan terjadi pada saat injeksi dan pencitraan awal 33m Tc-red blood
cell scans secara akurat dapat mengidentifikasi sumber pendarahan di hingga 72+
kasus. ;ika perdarahan tidaksedang berlangsung pada saat deteksi awal atau jika
terjadi pendarahan tertunda pencitraan untuk mendeteksi isotop dapat lumen tidak
akurat. Penelitian ini akurat hanya pada 40+ sampai 60+ dari pasien sedikit lebih
baik dari rasio 20820 untuk mengisolasi pendarahan ke kolon kiri atau kolon
kanan.
Cleh karena itu pasien yang pernah dilakukan reseksi bedah untuk mencegah
perdarahan berulang atau persisten harus di periksa dengan memiliki pendarahan
dikonfirmasikan dengan baik angiogram positif atau kolonoskopi positif. positive
angiogram or a positive colonoscopy.1*121*
2.8 Terapi
a. Terapi Konservatif
• Salisilat
• 5ntibiotik
25
Crohn dan perianal penyakit tetapi bukti-bukti yang lemah. AluoroKuinolones
mungkin juga efektif dalam beberapa kasus.12.17
• Kortikosteroid
Sekitar 72 sampai 30+ dari pasien akan membaik dengan pemberian obat ini.
Gamun kortikosteroid memiliki jumlah efek samping yang serius dan
penggunaan agen ini harus dibatasi program sesingkat mungkin. Selain itu
kortikosteroid harus digunakan secara bijaksana dalam anak-anak karena potensi
efek buruk pada pertumbuhan. Kegagalan untuk menghentikan ketergantungan
kortikosteroid merupakan indikasi relatif untuk operasi.12
Karena efek sistemik kortikosteroid upaya telah dilakukan untuk
mengembangkan obat yang bekerja secara lokal dan memiliki penyerapan
sistemik terbatas. Lat baru seperti sebagai budesonide beklometason
dipropionat
dan tixocortol pivalate mengalami degradasi hati cepat sehingga secara signifikan
mengurangi toksisitas sistemik. Budesonide ini tersedia sebagai preparasi oral.
Enema Kortikosteroid menyediakan terapi lokal yang efektif untuk proctitis dan
proctosigmoiditis dan memiliki efek samping yang lebih sedikit daripada
sistemik kortikosteroid.1217
26
hingga 2 minggu setelah polypectomy dimana terapi endoskopik dianjurkan. *414
27
c. Angiographic Therapeutic
5ngiography dipakai sebagai metode perioperatif terutama pada pasien-
pasien dengan risiko gangguan vascular sementara menunggu terapi bedah
definitive. Pada metode ini dilakukan katerisasi selektif dari pembuluh darah
mesentrika yang
tidak mempunyai cukup biaya untuk menjalani operasi. Embolisasi dari gelatin
spons atau microcoils dapat menghentikan pendarahan sementra yang disebabkan
angiodysplasias dan divertikula. Metode ini juga dapat menyebabkan demam dan
dan sepsis yang disebabkan oleh kurangnya pasokan darah ke kolon sehingg
aterjadi infark kolon.*4121*
d. Pembedahan
Indikasi dilakukannya tindakan bedah diantarnya pasien dengan perdarahan
yang terus menerus berlangsung dan berulang tidak sembuh dengan tindakan
non
operatif. Transfusi lebih dari 6 unit labu transfusi PRC perlu transfusi
ketidakseimbangan hemodinamik yang persisten merupakan indikasi colectomy
pada perdarahan akut.*14
Pembedahan emergensi dilakukan pada pasien dengan LGIB sebanyak 10+
kasus dilakukan pada saat setelah ditemukannya lokasi sumber perdarahan.
Tingkat kejadian perdarahan yang berulang adalah 7+ (0-21+) dan tingkat
mortalitas sebesar 10+ (0-12+). Pada sebagian besar studi segmental colectomy
tidak mempunyai tingkat mortalitas morbiditas dan perdarahan berulang
yang tinggi. Segmental colectomy diindikasikan pada pasien dengan perdarahan
28
colon
persisten dan rekuren. Pasien dengan LGIB rekuren juga sebaiknya dilakukan
29
colectomy karena risiko meningkatnya beratnya perdarahan dengan berjalannya
*1214
waktu.
colonoscopy. 9engan melihat kondisi dan peralatan yang ada dapat dilakukan
subtotal colectomy dengan inspeksi distal ileal daripada dengan ketiga metode
yang telah disebutkan.14
Subtotal colectomy dilakukan jika sumber perdarahan tidak diketahui dengan
studi diagnostic perioperatif dan intraoperatif. ;ika lokasi sumber perdarahan tidak
dapat didiagnosis dengan endoscopy intraoperatif dan dengan pemeriksaan dan
jika terdapat bukti perdarahan berasal dari kolon subtotal colectomy dilakukan
dengan anastomosis iloerectal. Subtotal colectomy adalah pilihan yang tepat karena
berhubungan dengan tingkat perdarahan berulang yang rendah dan tingkat
dengan usia yang lebih tua. ;enis operasi ini hanya dilakukan pada pasien dengan
tingkat perdarahan berulang sebanyak 72+. Mortalitas setelah colectomy rata-rata
adalah kerang dari 2+. *14
Pasien dengan riwayat perdarahan berulang dengan lokasi sumber perdarahan
yang tidak diketahui harus dilakukan elective mesenteric angiography upper and
lower endoscopy, Meckel scan Aoto serial saluran cerna atas dengan usus halus
and enteroclysis. Pemeriksaan seluruh bagian saluran cerna diperlukan untuk
mendiagnosis lesi yang jarang dan 5VM yang tidak terdiagnosis. *14
;ika lokasi sumber perdarahan telah diketahui dengan mesenteric angiography
30
infuse vasopressin dapat digunakan secara berkala untuk control perdarahan dan
penstabilan pasien untuk antisipasi apabila harus dilakukan segmental colectomy
31
semi urgent. Embolisasi mesenteric selektif digunakan pada pasien dengan risiko
tinggi apabila dilakukan operasi dan perhatikan iskemi dan perforasi. Subtotal
colectomy dengan ileoprostostomy dilakukan pada pasien dengan perdarahan
berulang dengan lokasi sumber perdarahan tidak diketahui dan pada pasien
dengan perdarahan yang berasal dari kedua bagian colon. 14
2.9 Prognosis
Identifikasi letak pendarahan adalah langkah awal yang paling penting dalam
BAB III
KESIMPULAN
32
PerdarahansalurancernabawahatauLowergastrointestinalbleeding (LGIB) didefinisikan sebagai perdarahan ya
terletak distal dari Ligamentum Treitz.
LGIB mencakup gejala yang luas, mulai dari hematochezia ringan sampai perdarahan
masif yag disertai shock. LGIB akut didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi baru saja,
yang berasal dari distal ligamen Treitz, yang menghasilkan ketidakstabilan tanda vital,
dengan tanda-tanda anemia dengan atau tanpa perlu untuk transfusi darah.
Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan
divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik. Perdarahan yang kronik dan berulang
biasanya berasal dari hemoroid dan neoplasia kolon. Tidak seperti halnya perdarahan saluran
cerna bagian atas, perdarahan saluran cerna bagian bawah bersifat lambat, intermitten dan
kadang tidak memerlukan perawatan rumah sakit. Hal ini kembali pada keadaan pasien.
Pendekatan klinis yang dapat dilakukan, mulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisis
serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan melibatkan
beberapa pemeriksaan radiologi yang terus berkembang. Dalam hal ini beberapa teknik
radiologi terapi dapat membantu kesembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nguyen TC, Frizelle AF. Diverticulosis Disease of the Colon. In: E book Maingot’s
abdominal surgery 11th ed. Zinner MJ, Ashley SW (editor). New York : McGraw
Hill. 2007. Chapter 32
2. Senagore AC. Perspective On IBD. In : E book Maingot’s abdominal surgery 11th
ed. Zinner MJ, Ashley SW (editor). New York : McGraw Hill. 2007. Chapter 35A
33
3. Barbara LB, Douglas JT. Acute Gastrointestinal Hemorrhage. In: Sabiston textbook
of surgery 17ed. Pennsylvania .Courtney MT et al, (editor). Elsevier Saunders; 2004.
p.
1256-1261
4. Gavin F. Chico. Lower Gastrointestinal Bleeding. Emedicine. 2009. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/188478 Accessed in : November
4th, 2014.
5. Abdullah M. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah (Hematokesia). Dalam :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk
(editor).
Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2007. Hal : 293-7.
6. Irfan A. Penanganan Kasus Kegawatdaruratan dalam Penyakit Lambung dan
Pencernaan. National Cardivascular Center Harapan Kita. 2007. Available from:
http://www.pjnhk.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=192&Itemid=31 Accessed in : November 4th
2014.
7. Snell Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisis 6; alih bahasa
Liliana Sugiharto. Jakarta. EGC : 2006.
8. Evelyn Pearce. Saluran Pencernaan dan Pencernaan Makanan. Anatomi Dan Fisiologi
Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia 2006;188-195.
9. Lauralee Sherwood. Sistem Pencernaan. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia : Dari
Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC 2001; hal : 541.
10. Lavakoli A, Ashley SW, Zinner MJ. Small Intestine. In : E book Schwartz’s principles
of Surgery 8 ed. Brunicardi FC (editor). New York : Mc Graw Hill. 2004.
11. Akil HM. Penyakit Divertikular. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk (editor). Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI : 2007. Hal : 364-7.
12. Bullard Dun KM, Rottenberg D. Colon, Rectum, and anus. In : E book Schwartz’s
principles of Surgery 8 ed. Brunicardi FC (editor). New York : Mc Graw Hill. 2004.
13.
Haile T. Debas. Small and Large Intestine In: Gastrointestinal Surgery
Pathophysiology and Management. New York: Springer-Verlag; 2004. Pg 262
14. Atit R. Gastrointestinal Bleeding, Lower: Imaging. Emedicine. 2009. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/417858 Accessed in : November 4 th, 2014.
15. Djojoningrat B. Inflamatory Bowel Disease. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk (editor). Jakarta. Pusat
Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI : 2007. Hal : 384-8.
16. Abdullah M. Tumor Kolorektal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
34
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk (editor). Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI : 2007. Hal : 373-8.
35
17. Rasyad SB. Penyakit Vaskular Mesenterika. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk (editor). Jakarta. Pusat
Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI : 2007. Hal : 398-0.
18. Gunawan GS, Nafriadi RS, Elisabeth. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta.
Badan Penerbit FKUI. 2007.
36