Anda di halaman 1dari 25

15

BAB II
TEORI TENTANG DEWAN KEMAKMURAN MASJID, KEGIATAN
KEAGAMAAN DAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN REMAJA

A. Dewan Kemakmuran Masjid (DKM)


1. Definisi Dewan Kemakmuran Masjid (DKM)
Setiap masjid memiliki pengurus yang bertugas untuk menjaga,
mengelola dan memberdayakan masjid. Sehingga peran dan fungsi masjid dapat
dijalankan secara maksimal. Bukan hanya menjadi tempat ibadah shalat, tetapi
juga sebagai tempat yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat di
sekelilingnya, serta dapat membawa umat Islam menjadi umat yang terbaik
(Khairul Ummah). Pengurus masjid tersebut biasa dikenal dengan Dewan
Kemakmuran Masjid (DKM).
Kata dewan dalam kamus saku ilmiyah populer (Mangunsuwito, 2011:
118) berarti majelis; mahkamah; wakil (rakyat atau mahasiswa). Dengan
demikian pengertian dewan dalam konteks DKM, adalah wakil dari rakyat/umat
yang bertugas memakmurkan masjid.
Berdasarkan Anggaran Dasar Dewan Masjid Indonesia (DMI) Pengurus
masjid/DKM adalah anggota organisasi DMI yang memiliki tanggung jawab
operasional pengelolaan masjid dengan berkewajiban menjaga kehormatan dan
menaati ketentuan organisasi yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih
sebagai pengurus DMI. Pengelola masjid ini di Jawa Barat lebih dikenal dengan
sebutan DKM yang diartikan Dewan Kemakmuran Masjid (HR. Maulany, 2010:
55).
Orang-orang yang memakmurkan masjid, Allah SWT menyebutnya
sebagai orang-orang yang beriman. Allah berfirman dalam surat at-Taubah ayat
18:

           

            
16

Artinya: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang


yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka
merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (TM. Hasbi Ash Shiddieqy jilid I, 1983: 563).
Kata “makmur” dalam ayat ini sudah tentu dipergunakan dalam arti yang
luas, bukan hanya sebatas pada masjid yang ramai dikunjungi jamaah untuk
beribadah, tetapi pengaruhnya menembus segala segi kehidupan umat
(Mohammad E. Ayub 2005: 79).

Orang-orang yang selalu datang ke masjid adalah orang-orang yang


beriman, hal ini berdasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW,

‫ا(ا هاأمح )ا‬.‫ِإ َذ َذاَذْعْيُهْي ُه ُها َّرال ُه َذا ْيَذ ْع َذ ُها اْع َذ ْع ِإ َذ ا َذَذ ْع َذ ُه اَذ ُها ِإ اْع َذْعَذ ِإاا‬
Artinya: “Apabila kamu melihat orang berulang kali datang ke masjid maka
saksikanlah sesungguhnya ia adalah orang yang beriman.” (A. Kadir Yatim
Attamimy, 1983: 39)
2. Fungsi Dewan Kemakmuran Masjid

Berdasaarkan Anggaran Rumah Tangga Dewan Masjid Indonesia (DMI)


pasal 1 dan pasal 3 maka pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) adalah
anggota organisasi DMI yang memiliki tugas/fungsi dan tanggung jawab
operasional pengelolaan masjid dengan berkewajiban menjaga kehormatan dan
mentaati ketentuan organisasi, yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih
sebagai pengurus DMI. Pengelola masjid ini di Jawa Barat lebih dikenal dengan
sebutan DKM yang diartikan Dewan Kemakmuran Masjid.

3. Urgensi Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) dalam Memakmurkan


Masjid
Dalam setiap masjid seharunya memiliki badan atau organisasi yang
mengelola dan juga memberdayakannya. Pengurus masjid biasa disebut dengan
DKM (Dewan Kemakmura Masjid).
17

Allah berfirman dalam Hadits Qudsi :

‫ِإ‬ ‫ِإ ِإ‬


‫ضا اْع َذ َذ ا ُه ا َذ َّرا ُهازَّر ِإا ْعيا ْعيْي َذ ُه‬
‫اع َّر ُهاَذه ا(ا ها ون ي )ا‬ ‫اِ َّن ْيُهيُهْيوتِإ ِإ‬
‫ىاِفا ْعْلَذْعا ِإ‬ ‫ْع‬
Artinya : “Sesungguhnya rumah-rumah-Ku di bumi ialah masjid-masjid
dan para penghuninya adalah orang-orang yang memakmurkan masjid.” (M.
Ali Usman 1982 : 131).
Hadits ini menjelaskan bahwa rumah-rumah Allah di bumi adalah masjid.
Sebuah keutamaan yang besar jika kita menjadi orang-orang yang
memakmurkan masjid. Karena dengan memakmurkan masjid berarti kita telah
memakmurkan rumah Allah SWT. Tentu Allah lebih mengetahui bagaimana
menyambut tamu-tamu-Nya.
Dan tentang keutaman bagi orang-orang yang memakmurakan masjid
ataupun menjadikan masjid sebagai rumahnya. Nabi Muhammad saw bersabda:

‫ا‬:‫اعلَذْعي ِإا َذ َذسلَّر َذا‬ ‫ا َذ َذاااس ُه ِإ‬:‫ع ا ِإآا ا َّراا ِإاا ِإ ا ااعْع ا َذ َذاا‬
‫اصلَّرىا اُه َذ‬ ‫واا ا َذ‬ ‫َذ ُه‬ ‫ْع َذ َذ َذ ُه َذ ُه‬ ‫َذ َذ ْع‬
‫اا ِإاِفا اْع َذ ْع ِإ ِإا ْيَذْعيُه ُها ِإ َّراْع ِإحا َذ َّرال ْعمحَذِإةا‬
‫اك ِّاتَذ ِإق ٍّ ا َذ تَذ َذك َّرف َذا اُهااِإ َذ ْع اك َذ َذ‬‫ت ُه‬ ‫ِإ‬
‫َذاْع َذ ْع ُه ا ْيَذْعي ُه‬
‫اا ْع َذو نِإ اِإاِإ َذَلا ْعْلَذ ِإَّرةا(ا ها اطرب ا)ا‬ ‫اصل ِإطاِإ َذَل ِإ‬
‫اعلَذىا ِّ َذ‬ ‫ْعْلَذَذو ِإز َذ‬
Artinya: Dari Abi Darda ra. beliau berkata: telah bersabda Rasulullah saw
“Masjid itu adalah rumah tiap orang yang bertaqwa. Allah akan menjamin
orang yang menjadikan masjid itu sebagai rumahnya dengan ketentraman,
rahmat dan selamat dalam menjalani shirotol Mustaqim menuju keridhoan
Allah (surga).” (Kadir Yatim Attamimy, 1983 : 38).
Keberadaan DKM sangat penting untuk mengelola masjid dengan baik.
Karena bukan hanya persolan bangunan fisik yang menjadi tangung jawab dari
sebuah DKM tetapi lebih dari itu. Yaitu bagaimana kiprah dari DKM dapat
membina masyarakat kearah yang lebih baik. Terutama para remaja. Karena
merekalah harapan bangsa, harapan masa depan Islam.
Ahmad Yani (2009 : 156) mengungkapkan beberapa sebab yang
membuat pengurus/DKM tidak menjalankan peranannya dengan baik,
diantaranya karena pertama, komitmen dan tanggung jawab pengurus yang
rendah. Kedua, ada pengurus yang tidak mengerti tentang bagainmana
18

menjalankan roda kepengurusan dan harus dibagaimanakan masjid itu menurut


fungsi yang sebenarnya. Ketiga, tidak ada uraian kerja pengurus dan wewenang
yang jelas. Keempat, waktu, tenaga, dan pikiran serta perhatian pengurus yang
kurang, sehingga kepengurusan berjalan sambil lalu saja. Kelima, terdapat
konflik atau ketidakcocokan pribadi antara pengurus yang satu dengan yang lain,
dan lain-lain.
Idealnya, pengurus masjid memiliki soliditas dan kapasitas yang tidak
diragukan. Tapi yang kita saksikan dan kita rasakan sekarang adalah begitu
banyak masjid yang kepengurusannya tidak solid. Ini tampak dari kurang
berfungsinya seksi-seksi, pelaksanaan program bertumpu pada satu atau dua
orang saja dengan segala keterbatasannya. Aktivitas yang ada di masjid tidak
banyak dan tidak bervariasi. Akibatnya kepengurusan masjid tidak memperoleh
kepercayaan dari jamaahnya.

Semua kriteria anggota kepengurusan masjid yang ideal tersebut dapat di


terwujud dengan beberapa hal. Ahmad Yani (2009 : 157) mengungkapkan salah
satu cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengurus masjid
sebagaimana yang diinginkan adalah melaksanakan pelatihan manajemen masjid,
atau mengikutsertakan pengurus masjid dalam acara penataran-penataran
pengurus masjid di lembaga-lembaga dakwah dan kemasjidan serta yang amat
penting adalah pelatihan pengurus (Training Centre kepengurusan) di awal
periode agar pengurus memiliki kesamaan visi, persepsi, dan langkah-langkah
dalam memakmurkan masjid. Materi yang disampaikan mancakup peningkatan
kepribadian sebagai pengurus masjid, wawasan kemasjidan dan kemampuan
manajerial.

4. Struktur Organisasi Masjid


Dalam kepengurusan masjid, terdapat sebuah struktur organisasi, hal ini
bertujuan untuk membagi tugas sekaligus memudahkan pengurus dalam
melaksanakan perannya sebagai pengurus DKM.
a. Pengertian Organisasi
19

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian organisasi adalah 1)


kesatuan (sususnan dan sebagainya) yang terdiri dari bagian-bagian (orang dan
sebagainya) di dalam perkumpulan untuk tujuan tertentu; 2) kelompok kerja
sama antara orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama (Ahmad
Sutarmadi, 2012 : 150).

Ada suatu hal yang penting yang harus diperhatikan dalam menyusun
struktur organisasi bagi sebuah manajemen masjid. Struktur orgaisasi sebuah
manajemen masjid tentunya sangat berbeda dengan sebuah manajemen
perusahaan atau lembaga lainnya. Hal ini dapat disusun pada waktu melakukan
planning (perencanaan) atau pada saat melaksanakan organizing
(pengorganisasian). Struktur organisasi bagi sebuah manajemen masjid tentu
saja harus berdasarkan dan atau sesuai dengan syari‟at Islam khususnya yang
berkaiatan dengan etika memakmurkan masjid (Eman Suherman, 2012: 35).

b. Struktur dan Bagan Organisasi Masjid

1) Strukur Organisasi Masjid

Strukur organisasi masjid adalah susunan unit-unit kerja yang


menunjukkan hubungan antarunt; adanya pembagian kerja sekaligus
keterpaduan fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda
tersebut; dan adanya wewenang, garis pemberian tugas dan laporan
(Mohammad E. Ayub, 2005 : 44).
2) Bagan Organisasi Masjid
Bagan organisasi adalah suatu gambar struktur organisasi, yang
didalamnya memuat garis-garis yang menghubungkan kotak-kotak yang
disusun menurut kedudukan/fungsi tertentu sebagai garis penegasan
wewenang atau hierarki (Mohammad E. Ayub, 2005 : 45)
Gambar 1
Contoh Struktur dan Bagan Organisasi Masjid
(Mohammad E. Ayub, 2005 : 45)
20

KETUA
PELINDUNG WAKIL KETUA BADAN

SEKERTARIS BENDAHARA DAN


WAKIL WAKIL
SEKERTARIS BENDAHARA

SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI

PEMBANTU UMMUM

c. Job Description (Uraian Kerja) para Anggota Pengurus Masjid


Adapun uraian kerja (Job Description) masing-masing anggota pengurus
masjid adalah sebagai berikut (Mohammad E. Ayub, 2005 : 46-50) :
1) Ketua
a) Memimpin dan mengendalikan kegiatan para anggota pengurus
dalam melaksanakan tugasnya.
b) Melaksanakan program dan mengamankan kebijaksanaan
pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c) Menandatangani surat-sutat penting termasuk surat atau nota
pengeluaran uang/dana/harta kekayaan organisasi.
d) Mengatasi segala permasalahan atas pelaksanaan tugas yang
dijalankan oleh para pengurus.
e) Mengevaluasi semua kegiatan yang dilaksanakan oleh para
pengurus; dan
f) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan seluruh
tugas organisasi kepada jamaah.
2) Wakil Ketua
a) Mewakili ketua apabila yang bersangkutan tidak hadir atau tidak
adak di tempat.
21

b) Membantu ketua dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.


c) Melaksanakan tugas atau program tertentu berdasarkan
musyawarah; dan
d) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas-
tugas kepada ketua.
3) Sekertaris
a) Mewakili ketua dan wakil ketua apabila yang bersangkutan tidak
hadir atau tidak ada di tempat.
b) Memberikan pelayanan teknis dan administratif.
c) Membuat daftar hadir, mencatat dan menyusun rapat/pertemuan;
d) Mengerjakan seluruh pekerjaaan sekretariat, yang mencakup:
 Membuat surat menyurat dan pengarsipannya;
 Memelihara daftar jamaah/guru ngaji/majelis ta‟lim;
 Membuat laporan organisasi (bulanan, triwulan, dan tahunan)
termsuk musyawarah-musyawarah pengurus dan masjid
(musyawarah jamaah); dan
e) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada ketua/wakil ketua.
4) Wakil Sekertaris
a) Mewakili sekertaris apabila yang bersangkutan tidak hadir atau
tidak ada di tempat;
b) Membantu sekertaris dalam menjalankan tugasnya sehari-hari; dan
c) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada sekertaris.
5) Bendahara
a) Memegang dan memelihara harta kekayaan organisasi, baik berupa
uang, barang-barang inventaris, maupun tagihan;
b) Merencanakan dan mengusahakan masuknya dana masjid serta
mengendalikan pelaksanaan Rencana Anggaran Belanja Masjid
sesuai dengan kebutuhan;
22

c) Menerima, menyimpan, dan membukukan keuangan, barang,


tagihan, dan surat-surat berharga.
d) Mengeluarkan uang sesuai dengan keperluan dan kebutuhan
berdasarkan persetujuan ketua;
e) Menyimpan surat bukti penerimaan dan pengeluaran uang,
f) Membuat laporan keuangan rutin atau pembangunan (bulanan,
triwulan, tahunan) atau laporan khusus; dan
g) Meelaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada ketua.
6) Wakil Bendahara
a) Mewakili bendahara apabila yang bersangkutan tidak hadir atau
tidak ada di tempat;
b) Membantu bendahara dalam menjalankan tugasnya sehari-hari; dan
c) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
sehari-hari kepada bendahara.
7) Seksi Pendidikan dan Dakwah
a) Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan pendidikan
dan dakwah yang meliputi:
 Peringatan hari besar Islam, kegiatan majelis ta‟lim dan
pengajian-pengajian;
 Jadwal imam, khatib, muazin dan bilal jum‟at.
 Shalat Idul Fitri dan Idul Adha
b) Mengkoordinir kegiatan shalat jumat
 Mengumumkan petugas khatib, imam, muazin dan bilal.
 Mengumumkan kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya
dengan unit kerja intern dan ekstern;
 Mengendalikan kegiatan remaja masjid, ibu-ibu, dan anak-
anak;
8) Seksi Pembangunan dan Pemeliharaan
a) Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan
pembangunan dan pemeliharaan masjid.
23

b) Mengatur kebersihan, keindahan, dan kenyamanan di dalam dan di


luar masjid;
c) Memelihiara sarana dan prasarana masjid;
d) Mendata kerusakan sarana dan prasarana masjid dan mengusulkan
perbaikannya atau penggantiannya;
e) Melaporkan dan mempertanggunjawabkan pelaksanaan tugas-
tugasnya kepada ketua.
9) Seksi Peralatan dan Perlengkapan
a) Merencanakan, mengatur, dan menyiapkan peralatan seperti
a) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada ketua.
10) Seksi Sosial dan Kemasyarakatan
a) Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan sosial dan
kemasyarakatan yang meliputi:
 Santunan kepada yatim piatu, janda, jompo, da orang
terlantar.
 Khitanan masal, pernikahan, kematian dan qurban/akikah.
b) Melakukan koordinasi dengan pengurus RT/RW dan pemuka
agama/ tokoh masyarakat dalam pelaksanaan tugas;
c) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada ketua.
11) Pembantu Umum (Koordinator Umum)
Membantu secara umum kelancaran kegiatan pengurus masjid yang
meliputi:
a) Penyampaian undangan;
b) Mengumpulkan infak/sedekah/amal jariah/zakat;
c) Mengajak masyarakat memakmurakan masjid;
d) Kegiatan-kegiatan lain (seperti penyuluhandari pemerintah); dan
e) Sebagai penghubung organisasi dengan jamaah/masyarakat dan
sebagainya.
24

Selain seksi-seksi yang sudah dijelaskan di atas ada juga seksi tentang
kewanitaan, dan seksi pemuda dan remaja masjid. Walaupun sebenarnya tentang
kewanitaan; pemuda dan remaja masjid sudah termasuk dalam uraian kerja
pengurus di seksi pendidikan dan dakwah di atas. Namun, Ahmad Yani (2009:
90) menjadikan kedua hal tersebut menjadi seksi-seksi tersendiri, dalam artian
agar lebih spesifik. Hal ini ditujukan agar masing-masing anggota kepengurusan
masjid dapat menjalankan tugasnya secara maksimal.
Adapaun uraian kerja dari seksi kewanitaan dan seksi pemuda dan remaja
masjid menurut Ahmad Yani (2009: 90) adalah sebagai berikut:
1) Seksi Kewanitaan
a) Bertanggung jawab terhadap konsep dan berlangsungnya aktivitas
masjid bagi jamaah wanita seperti pengajian ibu-ibu, pembinaan
ibu rumah tangga dan keluarga yang islami dan lain-lain.
b) Bertanggung jawab kepada ketua I.
2) Seksi Pemuda dan Remaja Masjid
a) Bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan remaja
masjid baik menyangkut struktur, pengkaderan maupun program
kegiatannya.
b) Bertanggung jawab kepada ketua I.

B. Pemahaman Keagamaan Remaja Usia 13-15 Tahun


1. Karakter Remaja Usia 13-15 Tahun
a. Pengertian Remaja
Dalam Islam, secara etimologi, kalimat remaja berasal dari murahaqah,
kata kerjanya raahaqa yang berarti al-iqtirab (dekat). Secara terminologi, berarti
mendekati kematangan fisik, akal, dan jiwa serta sosial (Muhammad Al-
Mighwar, 2006: 56).
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata
bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh
menjadi dewasa.” (Elizabeth B. Hurlock, 1999: 206).
Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence, mempunyai arti yang
lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.
25

Pandangan ini di ungkap oleh Piaget (Elizabeth B. Hurlock, 1999: 206) yang
mengatakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu
berintegrasi dengan masyarakat desa, usia di mana anak tidak lagi merasa di
bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan
yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat
(dewasa) mempunyai banyak efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa
puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi
intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk
mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya
merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
E.H. Erikson mengemukakan awal masa remaja berlangsung kira-kira
dari usia 13 tahun sampai 16/17 tahun dan akhir masa remaja dimulai usia 16/17
tahun sampai 21 tahun.
b. Karakter Remaja Usia 13-15 Tahun
Menurut Elvi Yuliani Rochmah, (2005: 186-189) ciri-ciri masa remaja awal
diantaranya sebagai berikut:
1) Status tidak menentu
Pada masa ini status anak remaja dalam masyarakat tidak dapat
ditentukan atau membingungkan. Pada suatu waktu dia diperlakukan
seperti anak-anak, akan tetapi bila ia berkelakuan seperti anak-anak tidak
diperkenankan oleh sekelompok masyarakatnya.
2) Emosional
Umumnya, pada remaja terjadi „strum und drang‟. Artinya, suatu
masa di mana terdapat ketegangan emosi yang dipertinggi yang
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam keadaan fisik dan bekerjanya
kelenjar-kelenjar yang tejadi pada waktu ini.
3) Tidak stabil keadaannya
Karena mengalami ketegangan-ketegangan sebagaimana di atas,
maka remaja tidak stabil keadaannya. Kegembiraan tiba-tiba berganti
menjadi kesedihan, percaya diri berubah dengan rasa meragukan diri
sendiri, altruisme berganti menjadi egoisme, antusiasme secara tia-tiba
26

berubah menjadi acuh tak acuh. Ketidakstabilannya juga nampak dalam


pola hubungan sosial. Keadaan ini akibat dari perasaan yang tidak pasti
mengenai dirinya.
4) Mempunyai banyak masalah
a) Masalah berhubungan dengan keadaan jasmaninya.
Karena remaja sudah mulai memikirkan tampangnya dan bentuk
badan yag diidam-idamkannya. Dia selalu membanding-bandingkan
dirinya dengan gambar-gambar reklame dan aktor-aktris dalam film-
film. Hal ini sangat mempengaruhi terhadap tingkah laku remaja.
b) Masalah berhubungan dengan kebebasannya
Dalam rangka mencari identitas, remaja menginginkan kebebasan
emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Mereka
ingin sekali diakui eksistensinya dengan berbagai cara.
c) Masalah berhubungan dengan nilai-nilai
Dalam pembentukan nilai-nilai yang akan dianutnya itu, anak
remaja seringkali bertentangan dengan orang tua, dan seringkali pula
bahwa dikemukakan oleh orang tua itulah yang benar. Akan tetapi
mereka lebih puas jika telah mendapatkan pengalaman sendiri.
d) Masalah berhubungan dengan peranan wanita dan pria.
Remaja ingin sekali menjalankan peranannya sebagai pria atau
wanita yang baik. Oleh karenanya, ia ingin membicarakan masalah hal
tersebut dengan orang dewasa yang ia percaya dan hargai. Akan tetapi
pada umumnya orang-orang dewasa merasa tidak ada waktu.
e) Masalah berhubungan dengan lawan jenis
Tentang bagaimana menghilangkan rasa malu, agaimana menarik
perhatian, bagaimana pergaulan antara wanita dan pria, dan sebagainya.
Alangkah baiknya, jika ada orang dewasa atau orang tuanya
menyediakan waktu untuk membicarakan hal ini.

f) Masalah berhubungan dengan masyarakat


27

Suatu kebutuhan yang nyata sekali pada anak adalah dukungan


dan persetujuan dari teman-teman sebaya. Remaja ingin sekali menjadi
populer dan disenangi dikalangan teman-teman. Dalam usahanya untuk
membebaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, anak perlu
bantuan dan dukungan kelompok sebaya, sehingga ia harus mengikuti
norma-norma kelompoknya. Jika hal ini tidak bisa dilakukan secara
harmonis, maka dapat menimbulkan kesukaran pada dirinya.
g) Masalah berhubungan dengan jabatan
Remaja biasanya sangat banyak memikirkan masa depannya,
khususnya yang berhubungan dengan pemilihan dan persiapan suatu
jabatan. Hal ini terjadi terutama pada remaja akhir. Remaja
membutuhkan kesempatan untuk membuat keputusan mengenai masa
depannya sendiri disertai dengan bimbingan orang dewasa.
h) Masalah berhubungan dengan kemampuan
Remaja ingin berhasil mengerjakan sesuatu, dan untuk dapat
memiliki rasa mampu maka ia harus dapat berhasil menyelesaikan
sesuatu. Seyogyanya remaja harus diberi cukup kesempatan untuk
menunjukkan kemampuannya mengerjakan sesuatu. Jika remaja dapat
menghadapi persoalan-persoalannya tanpa terlalu banyak kesukaran dan
ketegangan, pada gilirannya dia akan memperkembangakan rasa
percaya diri dan mampu menghadapi segala persoalan.
5) Remaja yang kritis
Remaja dikatakan masaya yang kritis, hal ini disebabkan karena
dalam masa ini ditentukan apakah anak dapat menghadapi persoalan-
persoalan dengan baik. Yang mana kemampuannya tersebut dapat
mempengaruhi jika ia telah dewasa kelak. Remaja yang sudah
dipersiapkan menghadapi persoalan-persoalan yang akan dia hadapi, serta
telah dipersiapkan peranan yang akan dihadapinya di masa yang akan
datang, umumnya lebih berhasil daripada anak yang senantiasa dilindungi.
28

2. Pemahaman Keagamaan Remaja Usia 13-15 Tahun


a. Perkembangan kesadaran beragama
Kesadaran keagamaan (beragama) diartikan sebagai bagian atau segi
yang hadir dalam pikiran dan dapat diuji melalui instropeksi. Dengan kata
lain, kesadaran keagamaan merupakan aspek mental dan aktifitas
keagamaan (beragama) seseorang. Sedangkan pengalaman keagamaan
(beragama) diartikan sebagai perasaan yang membawa pada keyakinan yang
dihasilkan oleh tindakan (Ramayulis, 2013: 7).
Mengenai kesadaran beragama remaja Elvi Yuliani Rochmah, (2005:
214) menjelaskan, jika remaja yakin bahwa Tuhan Maha Kuasa, Maha
Mengatur dan Mengendalikan alam ini, maka segala apapun yang terjadi
dilimpahkan tanggung jawabnya kepada Tuhan. Jika mereka melihat
kekacauan, kerusuhan, ketidakadilan, percekcokan dan sebagainya dalam
masyarakat mereka merasa kecewa kepada Tuhan. Bahkan jika perasaan
tersebut bertumpuk-tumpuk pada gilirannya remaja akan mengingkari
Tuhan.
Dan jika remaja yang telah percaya kepada Tuhan itu melihat
keindahan alam dn keharmonisan segala sesuatu, akan bertumbuhlah
kekaguman pada Tuhan. Maka agama remaja adalah hubungan antara dia,
Tuhan dan alam semesta, yang terjadi dari peristiwa-peristiwa dan
pengalaman-pengalaman masa lalu dan sedang dialami. Agama remaja
adalah hasil interaksi antara dia dan lingkungannya. Sedangkan
gambarannya tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya dipengaruhi oleh kondisi
perasaan dan sifat remaja itu sendiri (Elvi Yuliani Rochmah, 2005: 214).
Menurut perasaan remaja terhadap Allah bukanlah perasaan yang
tetap, tidak berubah-ubah, akan tetapi adalah perasaan yang bergantung
kepada perubahan-perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa-
masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah kadang-kadang tidak terasa,
apabila jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang; tapi
sebaliknya Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah,
karena menghadapi bahaya yang mengancam, ketika ia takut akan gagal,
29

atau mungkin juga karena merasa takut dosa. Dalam hal ini reaja akan
merasa bahwa sembahyangnya atau membaca Kitab Suci dan kegiatan-
kegiatan agama lainnya dapat menurangkan kesedihan, ketakutan dan rasa
menyesalnya.
Jadi keyakinan remaja akan sifat-sifat Tuhan yang banyak itu
berubah-ubah sesuai dengan kondisi emosinya, dan ia mengalami keyakinan
yang mundur-maju. Kadang-kadang terasa sekali olehnya keyakinan kepada
Tuhan, terasa dekat dan seolah-olah dia berdialog langsung dengan Tuhan.
Tetapi kadang-kadang ia merasa jauh, tidak bisa memusatkan pikiran waktu
berdoa atau sembahyang (Zakiah Daradjat (2010: 97).
b. Pemahaman Keagamaan Remaja
Pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan
responden mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang
diketahuinya (M. Ngalim Purwanto, 2012: 44). Bisa diartikan juga bahwa
pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan,
menterjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri serta
pengetahuan yang pernah diterima.
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan
moral. Bahkan sebagaiman dijelaskan oleh Adams dan Gullotta dalam
(Desmita, 2010: 208), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga
membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat
menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan
untuk apa seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan
rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya
(Desmita, 2010: 208).
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan
agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau
pada masa awal anak-anak, ketika mereka baru memiliki kemampuan
berpikir soimbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan,
maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep
yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensinya. Perkembangan
30

pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh


perkembangan kognitifnya (Desmita, 2010: 208).
Dalam suatu studi yang dilakukan oleh Goldmar (1962) dalam
(Desmita, 2010: 208) tentang perkembangan pemahaman anak-anak dan
remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif Piaget,
ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada
tahap 3, yaitu formal operational religious thouht, di mana remaja
memperlihatkan pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis.
Peneliti lain juga mengemukakan perubahan perkembangan yang sama pada
anak-anak dan remaja. Oser dan Gmunder, 1991 dalam (Desmita, 2010: 209)
misalnya menemukan bahwa remaja sekitar 17-18 tahun makin meningkat
ulasannya tentang kebebasan, pemahaman, dan pengharapan; konsep-
konsep abstrak; ketika membuat pertimbangan tentang agama.
Dewasa ini salah satu teori tentang perkembangan agama yang
terkenal adalah theory of faith dari James Fowler. Dalam teori ini, Fowler
mengusulkan 6 tahap perkembangan agama yang dihubungkan dengan
teori-teori perkembangan Erikson, Piaget, dan Kohlberg :
Tabel. 1
Tahap Perkembangan Agama Menurut Teori Fowler
(Desmita, 2010: 209)

Tahap Usia Karakteristik


Tahap 1 Awal masa  Gambaran intuitif kebaiakan
Intuitive- anak-anak dan kejahatan.
projective faith  Fantasi dan kenyataan adalah
sama.
Tahap 2 Akhir masa  Pemikiran lebih logis dan
Mythical-literal anak-anak konkrit.
faith  Kisah-kisah agama
diinterpretasikan secara
harfiah; Tuhan digambarkan
seperti figure orang tua.
Tahap 3 Awal masa  Pemikiran lebih abstrak
Synthetic- remaja  Menyesuaikan diri dengan
conventional keyakinan agama orang lain.
Faith
31

Tahap 4  Untuk pertama kali individu


Individuative- Akhir masa mampu memikul tanggung
reflective faith remaja dan awal jawab penuh terhadap
masa dewasa keyakinan agama mereka.
 Menjelajahi kedalaman
penalaman nilai-nilai dan
keyakinan agama seseorang.
Tahap 5 Pertengahan  Lebih terbuka terhadap
Conjunctive faith masa dewasa pandangan-pandangan yang
paradoks dan bertentangan.
 Berasal dari kesadaran akan
keterbatasan dan pembatasan
seseorang.
Tahap 6 Akhir masa  Sistem kepercayaan
Universalizing transendental unutuk dewasa
mencapai perasaan
ketuhanan.
 Peristiwa-peristiwa konflik
tidak selamanya dipandang
sebagai paradoks.

Berdasarkan tahap-tahap perkembangan agama Fowler tersebut,


perkembangan agama remaja berada dalam dua tahap, yaitu tahap 3 untuk
remaja awal dan tahap 4 untuk remaja akhir. Daam tahap 3 atau tahap
Synthetic-conventional Faith, remaja mulai mengembangkan pemikiran
formal operasional dan mulai mengintegrasikan nilai-nilai agama yang telah
mereka pelajari ke dalam suatu sistem kepercayaan yang lebih rasional.
Akan tetapi meskipun tahap Synthetic-conventional Faith lebih abstrak dari
dua tahap sebelumnya, sebagian besar remaja awal masih menyesuaikan diri
dengan kepercayaan agama orang lain dan belum mampu menganalisis
idiologi-idiologi agama lain (Desmita, 2010: 210).
Sementara itu, perkembangan agama remaja akhir berada pada tahap
4 atau tahap Individuating-reflexive faith. Pada tahap ini, individu untuk
pertama kalinya mampu mengambil tanggung jawab penuh terhadap
kepercayaan agama mereka. Mereka mulai menyatakan bahwa mereka dapat
memilih jalan hidup mereka sendiri dan mereka harus berusaha keras untuk
mengikuti satu jalan kehidupan tertentu. Fowler percaya bahwa pemikiran
32

formal operasional dan tantangan intelektual sering mengambil tempat


penting dalam perkembangan agama tahap Individuating-reflexive faith
diperguruan tinggi (Desmita, 2010: 210).

3. Indikator Pemahaman yang Baik

Pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan responden


mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya (M.
Ngalim Purwanto, 2012:44). Bisa diartikan juga bahwa pemahaman adalah
kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menterjemahkan atau
menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri serta pengetahuan yang pernah di
terima.

4. Cara Meningkatkan Pemahaman Keagamaan Remaja Usia 13-17 Tahun

Memahami ajaran Islam secara syamil (menyeluruh) dan kamil (sempurna)


serta memiliki kepribadian yang islami merupakan suatu keharusan bagi setiap
Muslim. Apalagi bagi remaja masjid yang merupakan generasi harapan. Oleh
karena itu ada beberapa program atau kegiatan yang bisa meningkatkan
pemahaman keagamaan remaja, seperti yang dijelaskan oleh Ahmad Yani (2009:
123), diantaranya adalah:

a. Majelis Ta‟lim
Idealnya, majelis ta‟lim remaja tidak hanya berbentuk ceramah umum,
tapi lebih banyak dalam bentuk kelompok-kelompok kajin sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesadaran mereka terhadap ajaran Islam. Satu demi
satu, masalah-masalah keislaman dibahas dalam kelompok kajian ini. Dan
paling tidak, sebulan sekali diselenggarakan ceramah umum yang
merupakan gabungan dari kelompok-kelompok kajian itu, ditambah dengan
masyarakat umum yang merupakan jamaah masjid (Ahmad Yani, 2009:
127).
Pemberantasan buta huruf al-Qur‟an merupakan salah satu bagian
yang tidak boleh terlewatkan dalam majelis ta‟lim remaja masjid. Ini
dimaksudkan agar tidak ada lagi remaja masjid yang tidak memiliki
33

kemampuan membaca al-Qur‟an dengan baik. Metode yang digunakan bisa


Iqra, al-Barqi, Qira‟ati, dan sebagainya. Dalam kaitan ini, anggota remaja
masjod tentu saja harus dikelompokkan berdasarkan kemampuannya.
Sedangkan yang sudah bisa membaca dengan baik, sebainya difungsikan
sebagai tenaga pembimbing (Ahmad Yani, 2009: 128).
b. Latihan Kepemimpinan
Memiliki kader-kader pemimpin untuk masa mendatang merupakan
kebutuhan yang mutlak, minimal untuk skala remaja masjid dan
kepengurusan masjid itu sendiri. Oleh karena itu, perlu diselenggarakan
program latihan kepemimpinan bagi remaja masjid, agar dengan demikian
tumbuh kepemimpinan dan untuk membekali remaja menjadi pemimpin
yang baik.
Bentuk kegiatan ini antara lain cermah, tanya jawab, studi kasus, studi
tokoh pemimpin, simulasi, dan sebagainya. Kegiatan ini bisa dilangsungkan
pada waktu liburan semester atau beberapa kali pada akhir pekan sabtu-ahad
atau pada waktu yang memungkinkan bisa terselenggara dengan baik.
Diantara materi yang bisa dibahas antaa lain: kepemimpinan dan
urgensinya menurut Islam, profil pemimpin Muslim, manajemen,
kesekretariatan, problem solving, „amal jama‟i (kerja sama), teknik
memimpin rapat dan diskusi, dan lain-lain (Ahmad Yani, 2009: 130).
c. Pesantren kilat
Pesantren kilat ini akan berjaln secara lebih baik dengan hasil yang
lebih maksimal manakala peserta diasramakan selama acara berlangsung,
sebaaimana layaknya santri di pesantren yang 24 jam setiap harinya berada
di pesantren. Diciptakan pula suasana pesantren yang menekankan
kedisiplinan dan kemandirian, sehingga sedikit banyak akan memberikan
pengaruh bagi perkembangan jiwa keislaman. Dengan demikian,
penyampaian materi dalam pesantren kilat seharusnya tidak selalu dalam
bentuk cereamah, tetapi lebih pada aktualisasi keislaman yang mereka
miliki. Sehingga, kesadaran berislam itu tumbuh dari dalam dirinya sendiri
(Ahmad Yani, 2009: 131).
34

d. Diskusi dan Seminar


Menumbuhkan semangat dan kemampuan mengkaji berbagai
persoalan keislaman, atau masalah aktual yang ditinjau dari sudut ajaran
Islam merupakan sesuatu yang penting bagi remaja masjid. Untuk itu,
diskusi dan seminar, baik berkala maupun insidental merupakan program
yang perlu dilaksanakan. Program ini bisa dilaksanakan secara bersama-
sama, dalam arti internal remaja masjid atau mendatangkan pakar dalam
masalah yang didiskusikan.
Manakala diskusi dan seminar dilaksanakan dengan baik, remaja
masjid dapat berpikir kritis, ilmiah, dan memiliki wawasan keislaman yang
luas (Ahmad Yani, 2009: 133).

C. Kegiatan Keagamaan Masjid


1. Pengertian Kegiatan Keagamaan
a. Pengertian Kegiatan
Kegiatan bisa disebut sebagai aktivitas. Aktivitas dalam bahasa
Inggris berasal dari kata “activity” yang berarti kegiatan; pekerjaan (Desy
Anwar, 2004 : 10). Aktivitas dalam kamus saku ilmiah populer
(Mangunsuwito, 2011: 26) berarti kegiatan, keaktifan; giat atau tidaknya.
b. Pengertian agama dan keagamaan
1) Pengertian Agama
Dinyatakan oleh beberapa ahli agama bahwasanya bukan
persoalan yang gampang dan mudah untuk membuat rumusan
pengertian atau definisi agama yang dapat menampung semua jenis
agama yang ada. Seperti yang dikatakan Mukti Ali “barangkali tidak
ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata
agama.” Hal senada dikemukakan oleh Quraish Shihab yang
menyatakan bahwa „agama‟ adalah kata yang sangat mudah diucapkan
dan mudah juga untuk menjelaskan maksudnya, tetapi sangat sulit
memberikan pengertian atau definisi yang tepat. Sebuah definisi
mensyaratkan menghimpun semua unsur yang didefinisikan sekaligus
35

mengeluarkan segala yang tidak termasuk unsurnya. (Ajat Sudrajat, dkk.


2008 : 5).
Untuk mendefinisikan pengertian agama, ada baiknya
mengartikan kata agama dari asal kata terlebih dahulu. Pengertian
agama berdasarkan asal kata, Harun Nasution dalam (Jalaluddin, 2012 :
12) menjelaskan agama berasal dari kata al-din, religi (relegere,
religare) dan agama. Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum.
Kemudian, dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai,
menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Adapun dari kata
religi (Latin) atau relgere berarti mengumpulkan dan membaca.
Kemudian, religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a
= tak; gam = pergi mengandung arti tak pergi, tetap di tempat atau
diwarisi turun-temurun.
Sedangkan pengertian agama secara terminologis terdapat
beberapa tokoh yang memberikan definisi. Hegel mendefinisikan
agama sebagai pengetahuan yang dimiliki oleh akal terbatas yang pada
hakikatnya diakui sebagai akal mutlak, maka kita memberikan
pengertian “agama” yang jauh lebih sempit daripada pengertian dalam
percakapan sehari-hari, sebab definisi ini berimplikasi bahwa manusia
hanya dapat bercerita keagamaan bila dia adalah filosof. Demikian pula
kita dapat menggunakan definisi yang diberikan oleh F.W.H. Meyers
yang menyatakan bahwa agama adalah “tanggapan yang sadar dan
normal dari jiwa manusia terhadap semua yang kita kenal sebagai
hukum alam.” (Robert H. Thouless, 1995: 16).
2) Pengertian Keagamaan
Menurut W. J. S Poerwadarminta (1984: 19) “Keagamaan adalah
sifat yang terdapat dalam agama; segala sesuatu mengenai agama.” Bisa
dikatakan bahwa keagamaan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan agama.
Dari penjelasan mengenai pengertian kegiatan dan keagamaan di
atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian kegiatan keagamaan adalah
36

segala bentuk kegiatan atau aktivitas yang di dalamnya terdapat nilai-


nilai keagamaan. Dan maksud dari kegiatan keagamaan di sini adalah
segala bentuk kegiatan yang memiliki korelasi dengan nilai-nilai agama
Islam. Misalnya mengikuti ceramah keagamaan, mengikuti peringatan
hari-hari besar Islam, shalat berjama‟ah, shalat sunat rawatib, tadarus
al-Qur‟an, kegiatan remaja masjid dan lain-lain.

2. Bentuk-Bentuk Kegiatan Keagamaan

Masjid merupakan sekolah Islam yang pertama, di mana dimulai


pengajaran dan pendidikan agama. Masjid-masjid dipergunakan sebagai sekolah
untuk mengajarkan masalah-masalah agama kepada anak-anak dan orang
dewasa, dan tempat membahas al-Qur‟an, tempat mengembangkan pemikiran
dan sastra, serta tempat perjuangan menentang kekufuran dan ateisme
(Muhammad Abdul Qadir Ahmad, 1985: 36).

Masjid yang makna asalnya adalah tempat untuk bersujud, secara luas
mengandung pengertian sebagai suatu bagunan suci yang berlandaskan sebgai
suatu bangunan suci yang berlandaskan kepada sikap ketaqwaan dan berfungsi
sebagai pusat peribadatan. Tetapi pengertian ini pada dua dasa warsa terakhir,
semakin luas yaitu sebagai sarana untuk berkonsultasi antara sesama jamaah
masjid, baik dalam bentuk ibadah, muamalah, munakahah, siyasah maupun
upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan keagamaan. Fungsi
masjid dalam bentuk yang terakhir inilah dapat dikategorikan sebagai apa yang
disebut madrasah (Taqiyuddin M, 2008: 158).

Adapun macam-macam kegiatan keagamaan yang ada di masjid adalah :


a. Majelis Ta‟lim
Majelis ta‟lim adalah lembaga pendidikan Islam nonformal yang
menggunakan kurikulum secara khusus dengan penyelenggaraan secara
berkala yang diikuti oleh kelompok jamaah. Majelis ta‟lim tersebut
bertujuan membina masyarakat umat Islam dalam hubungannya yang
serasi dengan sesamanya serta antara manusia dengan lingkungannya
37

dalam membina dan mengembangakan masyarakat Islam yang muttaqiin


dan sejahtera (R Maulany 2010: 32).
Lembaga majelis ta‟lim ini merupakan lembaga pendidikan
perdana dan tertua dalam sejarah Islam yang dipimpin oleh Nabi
Muhammad saw di masjid Nabawi di Madinah (HR. Maulany 2010: 33).
Menurut HR. Maulany (2010: 35) Majelis ta‟lim sebagai lembaga
pendidikan nonformal mempunyai fungsi, yaitu sebagai berikut:
1) Membina dan memberdayakan umat daalam mewujudkan
masyarakat yang muttaqin dan sejahtera.
2) Sebagai taman wisata rohani. Penyelenggaraan majelis ta‟lim dapat
diakukan melalui pendekatan persaudaraan dan silaturahmi.
3) Sebagai sarana dialog dan pencerahan yang berkesinambungan
antara umat, ulama, dan umaro.
4) Sebagai media penyampaian gagasan untuk membuat solusi dalam
penyelesaian umat berkaitan dengan pemberdayaan pendidikan
umat, pemberdayaan kesehatan umat, dan pemberdayaan ekonomi
umat dan masyarakat.
b. Tempat Pelaksanaan Peribaadatan
Masjid sebagaimana telah kita ketahui berasal dari kata sajada-
yasjudu yang berarti merendahkan diri, menyembah, atau sujud. Dengan
demikian, menjadi tampat shalat dan zikir merupakan fungsi utama
masjid. Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilaksanakan di masjid
berorientasi zikrullah, apapun bentuk aktivitas tersebut Ahmad Yani
(2009: 37).
Tentang shalat, sesungguhnya shalat berjamaah di masjid memiliki
keutamaan yang banyak, di bandingkan dengan shalat sendirian.
Kesempatan kebaikan shalat berjamaah di masjid, dengan izin Allah,
mampu membantu manusia agar selamat dari kejelekannya. Sebab,
kesuksesan yang hakiki di dunia adalah menambah timbangan kebaikan
(Muhammad Bahnasi, 2007 : 238).
38

Allah berfirman dalam surah al-Qari‟ah ayat 6-7

‫ااا‬‫ا‬‫ا‬‫ا‬‫ا‬‫ااا‬‫ا‬‫ا‬‫ا‬‫ا‬

Artinya : “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan


(kebaikan)-nya, maka dia berada dalam kehidupan yang
memuaskan.” (TM. Hasbi Ash Shiddieqy jilid II, 1983:
1564)
c. Peringatan Hari Besar Islam
Sekalipun ajaran Islam memerintahkan memperingati hari besar
Islam, banyak pengurus masjid yang melaksanakannya. Kegiatan ini
dalam rangka syiar Islam sekaligus usaha melakukan pembinaan
terhadap jamaah dan umat. Biasanya, jamaah yang hadir lebih banyak
jumlahnya dibandingkan dalam kesempatan shalat lima waktu. Momen
seremonial inilah yang dipergunakan pengurus masjid untuk membina
dan mengajak jamaah dan umat agar cinta memakmurkan masjid
(Mohammad E. Ayub 2005: 88).
d. Tempat Bermusyawarah
Pada maa Rasulullah saw., masjid dijadikan tempat untuk
bermusyawarah baik dalam merencanakan suatu masalah maupun
memecahkan persoalan yang terjadi, baik berkaitan dengan urusan
pribadi, keluarga, maupun urusan umat secara keseluruhan. Strategi
perang, perdamaian denan pihak lawan, menignkatkan kemaslahatan
umat, merupakan beberapa masalah yang dimusyawarahkan oleh
Rasulullah sa. dan para sahabatnya di masjid. Karena dilaksanakan di
masjid, maka musyawarah bisa berlangsung dengan suasana
persaudaraan yang harmonis, dan hasil-hasilnya bisa dicapai dengan
warna yang sesuai dengan wahyu yang diturunkan Allah SWT. Itu pula
sebabnya, mengapa jalan perjuangan dan pembentukan masyarakat yang
39

baik harus ditempuh dengan cara-cara yang baik pula (Ahmad Yani 2009:
41).
e. Madrasah Ilmu
Rasulullah saw. juga menjadikan masji sebgai tempat mengajar
ilmu yang telah diperolehnya dari Allah SWT berupa wahyu. Ini berarti,
masjid berfungsi sebagai madrasah yang di dalamnya kaum Muslimin
memperoleh ilmu pengetahuaan. Melalui ilmu, para sahaba juga terbina
karakternya menjadi orang-orang yang kuat ikatannya kepada Allah
SWT. Sehingga, dengan cepat para sahabat memperoleh ilmu dan
menyebarkannya kepada umat manusia (Ahmad Yani 2009: 45).
f. Tempat Berdakwah
Masjid amat bersar fungsinya dalam dakwah, baik dakwah yang
dilakukan oleh Rasulullah saw. kepada para sahabatnya, maupun antar
sahabat. Oleh karena itu, dakwah merupakan sesuatu yang amat mulia di
dalam Islam dan masjid menjadi sarana utamanya (Ahmad Yani 2009:47).
g. Pelaksanaan Kegiatan Ramadhan
Bulan suci Ramadhan selalu merupakan bulan yang istimewa. Pada
bulan suci ini, jamaah terdorong untuk mengikuti dan menghadiri
kegiatan yang dilangsungkan di masjid-masjid. Seluruh shaf masjid,
khususnya di hari-hari pertama Ramadhan, terisi penuh. Kesempatan
baik ini biasanya dimanfaatkan pengurus dengan menyelenggarakan
kuliah atau ceramah Ramadhan. Jamaah hadir untuk mendapatkan
siraman rohani, menambah amal, dan memperbaiki takwa (Mohammad E.
Ayub 2005: 96). Selain itu biasanya juga terdapat kultum/kulsub setelah
shalat subuh dan kegiatan pesantren kilat.

Anda mungkin juga menyukai