Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MANAJEMEN MASJID

“FUNGSI MASJID SEBAGAI PUSAT PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT DAN EKSPRESI


POLITIK UMAT SERTA EKSPRESI SENI BUDAYA UMAT”

Disusun oleh :

Kelompok 4

Nurasyifa Permata Kania (1194030104)


Raihan Luthfi Maulana (1194030109)
Rudi Junaedi (1194030119)
Siti Haditsa Tien (1194030130)
Sopiyah (1194030133)
Yura Aulia Subhi (1194030143)
Zaimatul Hilaliah (1194030144)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu meskipun makalah ini isinya sangat sederhana. Harapan kami semoga makalah ini
dapat digunakan sebagai salah satu petunjuk maupun pedoman untuk menambah pengetahuan
bagi para pembaca. Sehingga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki isi maupun bentuk
makalah ini lebih baik lagi.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa
meridhoi segala urusan kita. Aamiin

Wassalamualaikum Wr. Wb
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masjid adalah salah satu lambang Islam. Ia adalah barometer atau ukuran dari
suasana dan keadaan masyarakat muslim yang ada di sekitarnya. Maka pembangunan
masjid bermakna pembangunan Islam dalam suatu masyarakat. Keruntuhan masjid
bermakna keruntuhan Islam dalam masyarakat.

Banyak sekali peran atau fungsi masjid di dalam kehidupan kita ini. Ada beberapa
fungsi masjid yang perlu kita ketahui di dalam kehidupan ini. Diantaranya fungsi masjid
sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat, ekspresi politik umat,dan ekspresi seni
budaya umat.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja peran masjid dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat ?
2. Apa saja peran masjid dalam politik umat atau dalam masyarakat ?
3. Apa saja peran masjid dalam seni budaya umat atau masyarakat ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari pada rumusan masalah tersebut, diantaranya :


1. Untuk mengetahui peran atau fungsi masjid dalam bidang ekonomi masyarakat.
2. Untuk mengetahui peran atau fungsi masjid dalam bidang politik masyarakat.
3. Untuk mengetahui peran atau fungsi masjid dalam bidang seni budaya masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

Masjid bagi umat islam memiliki makna yang besar dalam kehidupan, baik makna fisik
maupun makna spiritual. Kata masjid itu sendiri berasal dari kata “ sajada-yasjudu-masjidan”
( tempat sujud ).1 Pengertian lain mengatakan bahwa masjid merupakan seluruh permukaan bumi
kecuali kuburaan adalah tempat sujud atau tempat beribadah bagi umat islam.2 Sementara
Qardhawi menyatakan bahwa masjid adalah rumah Allah yang dibangun agar umat mengingat,
mensyukuri, dan menyembah-Nya dengan baik.3 Hal ini didasarkan pada firman Allah Q.S An-
Nur[24]: 36-37.

Eَ ٰ ِ‫ال اَّل تُ ۡل ِهي ِهمۡ ت‬


ِ Eَ‫ ِر ٱهَّلل ِ َوِإق‬E‫ ٌع عَن ِذ ۡك‬E‫ة َواَل بَ ۡي‬ٞ ‫ج َر‬
‫ام‬E َ ٓ ‫ ُد ِّو َوٱأۡل‬E‫ا بِ ۡٱل ُغ‬EEَ‫بِّ ُح لَ ۥهُ فِيه‬E‫ ُمهۥُ ي َُس‬E‫ٱس‬
ٞ E‫ا ِل ِر َج‬E‫ص‬ ۡ ‫ت َأ ِذنَ ٱهَّلل ُ َأن تُ ۡرفَ َع َوي ُۡذ َك َر فِيهَا‬ٍ ‫فِي بُيُو‬
‫ص ُر‬َ ٰ ‫صلَ ٰو ِة َوِإيتَٓا ِء ٱل َّز َك ٰو ِة يَ َخافُونَ يَ ۡو ٗما تَتَقَلَّبُ فِي ِه ۡٱلقُلُوبُ َوٱَأۡل ۡب‬
َّ ‫ٱل‬

Artinya : “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan
dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari)
mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang
(di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”

Masjid merupakan tempat ibadah umat islam yang memiliki peranan strategis pula untuk
kemajuan peradaban umat islam. Masjid memiliki peran yang multifungsi, sebagaimansa telah
dicontohkan pada zaman Rasulullah SAW, yang memfungsikan masjid Nabawi sebagai : (1)
pusat ibadah; (2) pusat pendidikan dan pengajaran; (3) pusat penyelesaian problematika umat
dalam aspek hukum; (4) pusat pemberdayaan ekonomi umat melalui Baitul Mal (ZISWAF); (5)
pusat informasi islam; (6) bahkan pernah dijadikan sebagai pusat pelatihan militer dan urusan
pemerintahan Rasulullah.

Nabi Muhammad SAW. mengajarkan bahwa masjid tidak hanya memiliki fungsi sebatas
sebagai pusat kegiatan ibadah namun juga berfungsi sebagai tempat pendidikan dan pengajaran,
pusat informasi Islam, pusat kegiatan ekonomi serta pusat kegiatan sosial dan politik serta pusat

1
Sofyan Syafri Hararap, manajemen Masjid, ( Yogyakarta: 1996 ),26.
2
Wahyudi Supeno, Perpustakaan Masjid, Pembinaan dan Pengembangaan, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984 ),
1.
3
Yusuf al- Qardhawi, Tuntunan Membangun Masjid, ( Jakarta: Gema Insani Press, 2000 ),7.
kegiatan dakwah bagi umat Islam. Karena itu, masjid berperan besar bagi umat dalam melakukan
perubahan nilai-nilai kehidupan dalam pengamalan beragama dan pembinaan umat melalui
program kesalehan sosial dan ekonomi yang meliputi semangat spiritual yang diwujudkan
jamaah masjid mempunyai kepedulian sosial yang diwujudkan dalam pemberian zakat, infaq dan
shadaqah, mempunyai sikap toleran dan kerelawanan dan membantu saudara-saudaranya yang
terkena musibah. Masjid adalah tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan kegotongroyongan
di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama. Masjid tempat melaksanakan pengaturan dan
supervisi sosial.

Langkah pertama yang ditempuh dalam menjalankan pengembangan ekonomi masjid


adalah mengumpulkan para donator yang biasa menyerahkan zakat, infaq dan shadaqahnya
melalui masjid. Namun bukan hanya tertuju pada orang-orang tertentu, tetapi seluruh warga
masyarakat terutama kaum ḍu‘afā’. Pihak masjid selalu mendata dan mengiventaris kaum
ḍu‘afā’ yang berhak menerima zakat dan memantau perkembangan ekonomi mereka. Orang
kaya, karena kekayaan yang dimiliki selama ini membantu kegiatan terutama untuk menunjang
pembangunan yang bersifat fisik. Tapi pengurus berusaha lebih mengembangkan zakat, infaq
dan shadaqah dijadikan soko guru pengentasan kemiskinan. Karena zakat memiliki fungsi sosial
ekonomi yang sangat vital bagi masyarakat Muslim.

Zakat juga memiliki fungsi penyelaras pendapatan di tengah masyarakat (income


equilibrum) yang didahului oleh kerja dan aktivitas ekonomi yang tercermin dalam proses
produksi, distribusi, perdagangan dan jasa. Menurut Yusuf Qardhawi, posisi pertama
pengentasan kemiskinan disandang oleh bekerja. Yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh
seseorang baik sendiri maupun bersama-sama untuk memproduksi suatu komoditi, berdagang
atau memberikan jasa dalam pengertian seluas-luasnya.4

Selanjutnya figur pengurus masjid dan tokoh masyarakat juga sangat berpengaruh dalam
pengembangan sumber daya jamaah. Tokoh masyarakat melalui masjid dan pesantren-pesantren
yang sudah berdiri puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang sudah mengakar bagi jamaah dapat
dijadikan sebagai agent of change dan mitra kerja pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi
umat. Sehingga bila jamaah dan umat secara ekonomi, moral dan didukung dengan sarana dan
prasarana serta kebijakan pembangunan dan regulasi yang baik dari pemerintah, maka
4
. Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengetas kemiskinan, ( Jakarta: Gema Insani Press, 1999 ),24.
diharapkan tidak perlu lagi terjadi ketimpangan pembangunan yang mengarah pada urbanisasi
yang tidak terkendali dengan berbagai efek negatifnya. Pihak yang memiliki kemampuan
mengelola keberagamaan masyarakat, baik keilmuannya maupun amalnya ditekankan untuk
diwujudkan dalam nilai-nilai dan akhlak mulia. Keikhlasan dan tawakkal sebagai kunci
keberhasilan dalam mengelola masjid, mushalla, atau pesantren.

Terkait dengan potensi ekonomi masjid, sekarang ada beberapa unit usaha jamaah masjid
yang antara lain adalah:

a. Koperasi Simpan Pinjam antar pengurus. Ada upaya di antara sesama pengurus untuk
mengatasi kebutuhan harian dan saling membantu mereka bermufakat mendirikan koperasi
simpan pinjam. Koperasi untuk kalangan intern ini sekalipun belum punya badan hukum
tetapi eksistensi koperasi ini cukup membantu kebutuhan pengurus

b. Wartel. Kebutuhan informasi dan telekomunikasi saat ini, ditambah tempat yang strategis
membuat keberadaan warung telekomunikasi ini sangat dibutuhkan masyarakat. Persoalan
sekarang, perkembangan teknologi yang kian pesat, wartel tidak diminati lagi dengan adanya
ponsel atau telepon genggam. Usaha ini mengalami kemunduran.

c. WC Umum. Jasa yang satu ini sangat dibutuhkan masyarakat apalagi apabila masjid berada di
lokasi keramaian pasar. Pengurus beriniasiatif menyediakan WC umum yang cukup
representatif usaha jasa ini sangat menguntungkan dan meraup keuntungan yang berlipat
ganda.

d. Penitipan Sandal dan Sepatu. Jasa yang satu ini juga lahan potensi ekonomi yang sangat
potensial kalau dimana secara bagus dan profesiaonal. Terbukti infaq yang terkumpul
pertahunnya mencapai jutaan rupiah.

e. Arisan Jamaah Majelis Taklim. Ada inisiatif dari jamaah wirid majelis taklim untuk
mengadakan arisan. Hal ini masih berjalan dan perputaran uang pada sekali putaran mencapai
puluhan juta.

f. Toko milik masjid. Masjid telah mengembangkan toko sebagai sarana pengembangan modal
pembiayaan masjid.
g. Jasa ambulance. Jasa ini juga sangat dibutuhkan dengan perkembangan masyarakat dan
berbagai sektor.

Adapun pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi umat dapat dilakukan:

a. Memberikan pinjaman kepada pedagang yang membutuhkan modal usaha


b. Memberikan pinjaman untuk pendidikan atau pembayaran SPP
c. Pemberian santunan
d. Pelayanan sembako untuk para jamaah
e. Memberikan bantuan pinjaman untuk oranmg yang sakit

Dengan dijalankannya berbagai program seperti yang telah dicontohkan diatas sangatlah
membantu sebagian jamaah masjid. Hal ini sejalan dengan peran masjid pada zaman
Rasulullah, yang mana beliau membangun baitul maal bertujuan untuk mendistribusikan
harta kepada yang membutuhkan, sehingga masyarakat sangat terbantu dengan adanya baitul
maal tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan riwayat riwayat yang menyebutkan
pendelegasian tugas baitul Maal oleh Rasulullah kepada beberapa sahabat tertentu, seperti
tugas pencatatan, tugas penghimpunan zakat, tugas pemeliharaan zakat ternak daan juga
pendistribusian.

Seni budaya di kalangan masyarakat primitif jelas merupakan ckspresi kepercayaan


mereka. Seni tari yang dikembangkan dalam rangka pemujaan dewa, demikian juga seni pahat
ataupun seni suara. Tarian dan nyanyian masyarakat primitif adalah tarian dan nyanyian mistik.
Karya seni besar di India, yaitu kisah Ramayana dan Mahabrata jelas kisah epik keagamaan
Hindu. Candi adalah peninggalan seni bangunan dan arsitektur keagamaan Hindu dan Buddha.
Seni kaligrafi dan arsitektur masjid dalam Islam juga karya seni yang berhubungan dengan
wahyu dan tempat menyembah Allah. Para sufi menulis cerita dan puisi yang sarat dengan
pengembaraan mereka mendekati dan menemui Allah di alam ruhani. Jelas betapa seni suatu
umat beragama tidak lain dari ekspresi keagamaan mereka itu sendiri. Bahkan suatu kelompok
keagamaan juga punya kesenian yang berbeda dari kelompok lain.

Untuk sebuah bentuk hasil dari kebudayaan (masjid) kita harus mengerti istilah culture
(budaya). Dalam studi antropologi, istilah culture (budaya) berbeda dengan civilization
(peradaban). Makna culture atau kebudayaan secara etimologis berkaitan dengan sesembahan
(cult) yang dalam bahasa latin berarti cultus dan culture. Sementara, peradaban atau civilization
berkaitan dengan kata cives yang artinya warga negara.Juka budaya adalah pengaruh agama
terhadap diri manusia, maka peradaban adalah pengaruh akal pada alam (Ridwan, 2005: 43).

Kebudayaan terdiri dari dua komponen utama, yaitu komponen isi dan komponen wujud.
Komponen wujud dari kebudayaan terdiri atas sistem budaya yang berupa ide dan gagasan juga
sistem sosial berupa tingkah laku dan tindakan. Sementara itu komponen isi terdiri dari tujuh
unsur universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, ilmu
pengetahuan, agama, dan kesenian. Sistem kebudayaan terdiri atas nilai-nilai budaya berupa
gagasan yang sangat berharga bagi proses kehidupan. Oleh karena itu, nilai budaya dapat
menentukan karakteristi suatu lingkungan kebudayaan di mana nilai tersebut dianut. Nilai
budaya langsung atau tidak langsung tentu akan diwarnai oleh tindakan-tindakan masyarakatnya
serta produk kebudayaan yang bersifat materiil.

Hubungan manusia yang sangat erat kaitannya dengan Masjid pada zaman Rasulullah,
menjadi sebuah kebiasaan yang terbawa sampai detik ini dan bisa disebut sebagai suatu
kebudayaan Islam. Kebudayaan ini tidak akan terlepas dari peran masjid. Sebuah kebudayaan
lahir dari masjid, bergantung pula pada fungsi masjid. Dengan fungsi masjid yang beragam,
maka akan lahir beberapa kebiasaan atau ritual yang secara berkala dilakukan, yang akan
membawa kepada sebuah peradaban atau budaya baik. Dalam pembahasan di atas, kebudayaan
tersebut termasuk dalam komponen wujud berupa tingkah laku atau tindakan yang sangat
berharga bagi proses kehidupan.

Dengan Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia membawa perubahan dalam


berbagai aspek kehidupan masyarakat salah satunya Masjid. Perkembangan keberadaan masjid
di Jawa sebagai pusat penyebaran dan kebudayaan Islam khususnya dikenalkan oleh sembilan
tokoh pengembang Islam yang biasa disebut 'Walisongo'. Sebagaimana diketahui gaya arsitektur
mesjid kuno yang disebut gaya nusantara dikembangkan dari arsitektur yang sudah dikenal
sebelumnya, namun disesuaikan dengan kebutuhan peribadatan agama Islam di daerah masing-
masing.
Seni bangunan dapat dikatakankatakan sebagai karya arsitektur Islam namun, selama ini
kenyataan yang hadir adalah karya seni yang bersifat simbolis. Setidaknya seni Islam termasuk
arsitektur Islam, mengandung tiga hal (Nasr, 2004: 316):

1. Mencerminkan nilai religius,dengan hal tersebut tidak menjadikan seni sekuler. Apa
yang disebut kekuatan atau unsur sekuler dalam masyarakat Islam, selalu dianggap
memiliki pengertian religius, seperti halnya hukum Ilahi yang secara spesifik memiliki
unsur religius. Hal semacam inilah yang perlu ditegaskan dan ditekankan sekali lagi
kepada masyarakat Islam, sehingga pengaplikasian seni dalam bidang apapun termasuk
arsitektur, mampu menampilkan nilai religius baik dalam tampilan fisik maupun secara
maknawi.
2. Menjelaskan kualitas spritualitas yang bersifat santun, akibat pengaruh nilai-nilai
sufisme.
3. Ada hubungan yang halus dan saling melengkapi antara masjid dan istana (dalam hal ini
istana bisa diselaraskan sebagai pemerintahan), dalam hal perlindungan, pengunaan dan
fungsi berbagai seni, termasuk arsitektur Islam, masjid di antaranya.

Contoh ekspresi seni dalam masjid

Masjid Lautze
Masjid Lautze adalah sebuah masjid di Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Sawah
Besar, Jakarta Pusat. Masjid ini dikelola oleh Yayasan Haji Karim Oei yang didirikan Abdul
Karim Oei Tjeng Hien. Masjid ini memiliki bentuk yang berbeda dengan masjid yang ada.
Bangunan berlantai empat gabungan dua unit ruko ini bernuansa Tionghoa. Dua pintu utama di
bagian depan dicat merah menyala sangat kontras dengan masjid pada umumnya yang berwarna
hijau atau kuning hal ini terjadi karena masjid ini dibangun oleh etnis tionghoa yang masuk
islam.

Masjid Shah

Masjid Shah di Isfahan yang didirikan pada tahun 773 (masa Dinasti Abbasiyyah), dalam
rancangannya dibangun dengan pola geometri dan arabeska (kaligrafi tradisional). Dari
gambaran tersebut, menjelaskan bahwa sebuah kebudayaan lahir dari penyebaran agama Islam
melalui keberadaan sebuah masjid. Masing-masing tempat akan menampilkan karakteristik yang
berbeda, karena nilai budaya yang mereka anut berbeda, walaupun sama-sama beragama islam

Fungsi Politik Masjid di Zaman Nabi


Rasulullah mendirikan masjid pertama kali di Quba, kota kecil berjarak sekitar tujuh
kilometer dari kota Madinah, setelah misi revolusi memasuki usia tiga belas tahun kenabian.
Masjid Quba dibangun di tengah perjalanan hijrah ke Yatsrib, kota yang Nabi kehendaki
namanya berubah menjadi Madinah. Kata madînah secara bahasa bermakna tempat peradaban
atau kota yang maju. Kemajuan Madinah ditandai dengan hadirnya konstitusi sebagai buah
kontrak sosial untuk terwujudnya masyarakat yang tertib dan lebih beradab. Karena itu, sejarah
pendirian masjid adalah bagian dari sejarah peletakkan pancang-pancang peradaban. Secara
umum, pendirian masjid pada masa-masa awal Islam menurut penulis menegaskan setidaknya
dua poin. Pertama, penyediaan fasilitas publik ibadah bagi umat Islam. Dalam masjid mereka
menunaikan shalat lima waktu secara berjamaah, sembahyang Jumat, i'tikaf, dan mengaji ilmu-
ilmu agama. Masjid menjadi tempat yang sangat sakral karena di sini hamba-hamba diharapkan
secara khusyuk "berjumpa" dengan Tuhannya.

Dalam Islam masjid dimuliakan lebih tinggi dibanding tempat-tempat lain. Bahkan, Al-
Qur'an di banyak tempat mengenalkan istilah masâjida-Llâh (masjid-masjid Allah), bukan
masâjidul muslimîn (masjid-masjid umat Islam). Penyandaran (idhafah) kata "masjid" kepada
"Allah" merupakan bukti nyata bahwa masjid memiliki kedudukan yang spesial. Masjid secara
bahasa juga berarti tempat sujud. Pengertian ini senada dengan posisinya sebagai simbol
ketundukan diri dan kualitas kesalehan orang karena di sanalah para hamba membangun
keintiman dengan Tuhan.

Poin kedua adalah prakarsa kelembagaan yang berhubungan dengan aktivitas sosial.
Status masjid sebagai tempat yang demikian suci dan mulia bagi umat Islam, secara politis
mengonsolidasikan mereka yang ketika itu minim—bila bukan tidak ada—unit sosial di luar
sentimen kabilah atau ikatan kekerabatan ala masyarakat Arab. Kehadiran masjid merupakan
sebentuk pengerahan umat Islam dalam satu lembaga baru yang lebih "netral", menyatukan, serta
terbuka untuk semua orang dari berbagai suku, kelas sosial, dan identitas lainnya.

Dari sinilah kita temukan masjid pada zaman Nabi bukan hanya menjadi tempat shalat
melainkan juga pusat kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat. Masjid berperan antara
lain mewadahi forum-forum pendidikan, pengelolaan dana umat, tempat singgah, hingga
penyusunan strategi perang dan pengobatan korban luka para mujahid. Masjid menjelma
semacam "balai warga", sarana pertemuan dan pelayanan publik yang tidak melulu berkenaan
dengan ritual ibadah.

Politik Keumatan

Kata kunci yang dapat disarikan dari penjelasan tentang fungsi sosial masjid di atas
adalah "keumatan". Ia menerobos sekat-sekat kepentingan kelompok tertentu, menuju lembaga
baru yang lebih inklusif mengakomodasi kemaslahatan bersama. Secara tidak langsung masjid
menjadi bagian dari ikhtiar memecah fanatisme suku masyarakat Arab kala itu. Sekup yang
ditanganinya pun melintasi beragam sektor, mulai dari urusan sosial, ekonomi, pendidikan,
kesehatan, politik, sampai militer.

Fungsi-fungsi keumatan inilah yang di zaman sekarang diambil alih oleh lembaga
pemerintah dan ormas. Persoalan keumatan tak lagi terpusat di masjid, sehingga masjid masa
kini lebih banyak menjalankan fungsi sebagai tempat sembahyang atau ritus agama lainnya
dibanding sebagai "balai warga". Pengambilalihan tugas oleh ormas dan pemerintah bukan hal
yang sepenuhnya salah, sebagaimana pemosisian masjid hanya sebagai tempat shalat tak selalu
bisa dibenarkan.

Meskipun, sebagian masyarakat di Tanah Air akhir-akhir ini cemas dengan aktivitas
kampanye politik di masjid dengan dalih bahwa masjid di zaman Nabi juga menjadi sarana
membicarakan politik. Dalih tersebut umumnya dilontarkan tanpa membedakan antara high
politics (politik tingkat tinggi/siyâsah sâmiyah) dan low politics (politik tingkat rendah/siyâsah
sâfilah). Benar bahwa Nabi menggunakan masjid untuk kegiatan politik, tapi politik yang mana?.

Jika kita mencermati sejarah masjid, kepentingan yang masjid atasi adalah kepentingan
luas, bukan kepentingan sempit. Kebanyakan berkaitan dengan kemaslahatan jangka panjang,
bukan semata jangka pendek. Sangat wajar kala Nabi mendapati orang berjualan di area masjid,
Rasulullah mendoakan “Lâ arbahallâhu tijârataka (semoga Allah tidak menguntungkan usahamu)
(HR at-Tirmidzi). Kalimat doa ini mengandung makna bahwa Rasulullah tidak menghendaki
aktivitas duniawi yang jangkauan kepentingannya personal atau kelompok secara sempit, bukan
kepentingan umat secara luas.

Jika politik kekuasaan atau kepartaian adalah low politics dan politik
kenegaraan/keumatan adalah high politics, maka politik yang dijalankan Rasulullah adalah jenis
politik yang kedua. Nabi tak berpretensi menjadikan masjid untuk melanggengkan kekuasaan
beliau, apalagi sampai menyulut perpecahan di kalangan umat Islam. Justru sebaliknya, masjid
menjelma pusat perjuangan rakyat yang saat itu sedang diperangi kaum musyrikin, dan tempat
ibadah ini pula yang efektif menggalang persatuan umat yang masih terpolarisasi oleh sentimen
kabilah. Situasi ini mirip dengan yang dialami para kiai di zaman penjajahan yang menggunakan
masjid sebagai salah satu basis kekuatan pasukan Hizbullah berjuang merebut kemerdekaan.

Dengan demikian, ada yang janggal ketika politik kemasjidan yang dijalankan
Rasulullah disetarakan dengan aktivitas sekelompok umat Islam kini dalam dukung-mendukung
calon tertentu dalam perebutan jabatan politik, atau seruan untuk bergabung dengan partai-partai
tertentu. Politik berkutat pada sekup kepentingan jangka pendek dan tak jarang malah
menimbulkan gesekan dan perseteruan di internal umat Islam sendiri lantaran fanatisme. Jika
sudah demikian, masjid tak hanya gagal menjalankan fungsi politik tingkat tinggi tapi justru
mengembalikan era sebelum didirikannya masjid sama sekali, di mana masyarakat terbelah-
belah dalam suasana sukuisme, atau dalam konteks kekinian “partaisme” dan “mazhabisme”.
Gejala ini mengingatkan kita pada sejarah Masjid Dhirar yang dihancurkan Rasulullah lantaran
menyimpang dari fungsi aslinya, yakni dibangun untuk mengoyak persatuan umat Islam. Karena
Indonesia bukan dalam suasana perang, alangkah eloknya ketika masjid sekarang dalam hal
politik digunakan untuk kemanfaatan yang lebih umum dan mencerdaskan. Misalnya, untuk
mengenalkan akhlak-akhlak berpolitik, hakikat kekuasaan, hak dan kewajiban rakyat, tanggung
jawab kepemimpinan, mengalang solidaritas perang melawan korupsi, pengetasan kemiskinan
dan kebodohan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, bukan hanya jadi tempat untuk menjalin
keakraban secara intensif dengan Tuhan, masjid juga hadir memberikan kemaslahatan bagi
masyarakat. Masjid tak sekadar bernuansa “langit” tapi juga bumi berikut jaminan kemakmuran
dan kehidupan harmonis di dalamnya.

Rasulullah pernah menyebut “rajulun qalbuhu mu‘allaqun fil masâjid” (orang yang
hatinya terpaut dengan masjid) sebagai salah satu dari tujuh golongan yang mendapat naungan di
hari kiamat. Hadits ini amatlah relevan dipahami dalam konteks dua fungsi masjid di atas yang
bersinggungan dengan hablum minallah (hubungan vertikal dengan Allah) dan hablum minan
nas (hubungan sosial). Hati kaum mukmin yang terpaut dengan sifat-sifat masjid selain
meningkatkan kedekatan dengan Tuhan juga mesti menumbuhkan cinta kemanusiaan
antarsesama dan berorientasi pada kemaslahatan publik.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai