Anda di halaman 1dari 8

Pengalaman Ketua Tim Dalam Melakukan Supervisi Terhadap Kinerja

Perawat Pelaksana Dalam Pendokumentasian Keperawatan

Penulis
Maria Reko , Apolonia Deran Rotok , Yusni Bhitu3, Filomena Conceicao4, Ambrosius
1 2

Paso5, Dezy Rihi6, Faustina Nainoe7, Jemrih Kamlasi8, Nadia McGregor9, Remija
Boavida10, Prima Taimenas11

Data Penulis
Profesi Ners Universitas Citra Bangsa Kupang

Abstrak

Kelompok 7 Profesi Ners (2022). Pengalaman Ketua Tim dalam Melakukan Supervisi
Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana dalam Pendokumentasian Keperawatan di
Ruang Citra Kartika RST Wirasakti. Ns. Petrus K. Siga Tage, S.Kep., M.Kep.

Supervisi dalam konteks keperawatan dipahami sebagai suatu proses kegiatan pemberian
dukungan sumber-sumber yang dibutuhkan perawat dalam rangka menyelesaikan tugas untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan supervisi dilakukan untuk mengawasi
seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan
instruksi atau ketentuan yang telah digariskan dan memperbaiki proses keperawatan yang
sedang berlangsung. Kegiatan supervisi yang baik menjadikan seluruh staf keperawatan
bukan sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi bagaimana ketua tim pada saat melaksanakan supervisi terhadap kinerja
perawat pelaksana dalam pendokumentasian keperawatan di ruang Citra Kartika RST
Wirasakti Kupang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi dengan jumlah partisipan 4 orang ketua tim di ruang Citra Kartika
RST Wirasakti Kupang. Penelitian berlangsung dari 23 Mei sampai dengan 28 Mei 2022.

Kata Kunci: Pengalaman ketua tim, supervisi, kinerja perawat, dokumentasi keperawatan,
Studi Kualitatif
LATAR BELAKANG
1. Pendahuluan
Ketua tim dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan fungsi manajemen
keperawatan yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pengarahan, dan fungsi
pengawasan. Fungsi perencanaan tujuan utamanya adalah mengkoordinir asuhan
keperawatan dengan menyusun seluruh rancangan proses keperawatan. Fungsi organisasi
yaitu dengan memberikan tanggung jawab kepada anggota tim dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien yaitu dengan memberikan pendelegasian tugas kepada perawat
pelaksana. Fungsi pengarahan bertujuan untuk mengarahkan anggota tim dalam melakukan
praktik klinik keperawatan dan mampu mempengaruhi atau mengarahkan anggota tim
sehingga dapat mengikuti arahan dari atasan atau manajer. Fungsi pengawasan yaitu proses
untuk membimbing, mengarahkan, mengawasi dan mengembangkan pengetahuan dan
kompetensi perawat pelaksana (Matau, 2019).
Penelitian ini berdasarkan (Erlin Kurnia, 2016) dilakukan untuk mendeskripsikan
pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Ketua Tim dalam pelaksanaan Model Asuhan
Keperawatan Profesional (MAKP) Tim di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Baptis
Kediri. Pengetahuan Ketua Tim yang kurang terhadap klien maupun terhadap perawat, dapat
menyebabkan pelayanan yang diterima kurang bermutu, memperberat kondisi sakit klien
karena pelayanan yang diperoleh tidak sesuai dengan kebutuhan klien. Oleh karena itu, untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang profesional sangat dibutuhkan pengetahuan yang
baik dari perawat baik sebagai Ketua Tim maupun sebagai perawat pelaksana. Pertimbangan
pemilihan MAKP: sesuai dengan visi dan misi Rumah Sakit, dapat diterapkan prosedur
keperawatan, efisiensi dan efektif biaya, terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan
masyarakat, kepuasan kinerja perawat, terlaksananya komunikasi yang adekuat antara
perawat dan tim kesehatan. Ketua tim memiliki sembilan tugas dan tanggung jawab dalam
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) tim. Hasil penelitiannya adalah empat dari
sembilan (44%) tugas dan tanggungjawab telah dilakukan oleh semua Ketua Tim (100%),
yaitu mengenal / mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien,
mengkaji setiap pasien dan menerapkan tindakan keperawatan yang tepat, menyakinkan
semua hasil evaluasi berupa respon klien terhadap tindakan keperawatan tercatat, serta
menilai kemajuan semua klien dari hasil pengamatan langsung atau anggota tim. Dua dari
sembilan (22%) tugas dan tanggung jawab telah dilakukan oleh tiga ketua tim (50%), yaitu
mengembangkan kemampuan anggota serta mengkoordinasikan rencana keperawatan yang
tepat waktu, membimbing anggota tim untuk mencatat tindak kepemimpinan yang telah
dilakukan. Tiga dari sembilan (33%) tugas dan tanggung jawab telah dilakukan oleh dua
ketua tim (50%), yaitu menyelenggarakan konferensi, mengembangkan kemampuan anggota,
serta membimbing anggota tim untuk mencatat tindak kepemimpinan yang telah dilakukan
(Erlin Kurnia, 2016).
Tugas dan tanggungjawab ketua tim juga saling tumpang tindih dengan anggota tim.
Tugas dan tanggung jawab ketua tim yang saling tumpang tindih dengan anggota tim adalah
mengkaji, menerapkan dan membuat evaluasi asuhan keperawatan. Hal ini membuat ketua
tim juga melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang seharusnya menjadi tugas anggota
tim, karena hal tersebut tercantum di dalam Pedoman Pelaksanaan Instalasi Perawatan
Intensif. Selain itu, jumlah perawat yang tidak sesuai dengan perhitungan jumlah ideal
perawat perawatan intensif membuat waktu ketua tim mayoritas dihabiskan untuk melakukan
dokumentasi keperawatan dan melakukan tindakan keperawatan langsung kepada pasien,
yang mana merupakan tugas anggota tim (Erlin Kurnia, 2016).
Tugas dan tanggung jawab ketua tim yang saling tumpang tindih dengan anggota tim
juga mengakibatkan tugas utama ketua tim tidak terlaksana. Ketua tim yang berdinas setiap
shift mendapatkan beban perawatan pasien dengan jumlah yang sama dengan jumlah pasien
yang diberikan pada anggota tim yang lain. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi tugas
atau tanggung jawab lain yang dimiliki ketua tim. Tugas ketua tim yang terutama terkait
dengan perencanaan asuhan keperawatan dan evaluasinya tidak terlaksana dengan baik.
Berdasarkan observasi peneliti terhadap dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan bahwa
hanya ada satu diagnosis keperawatan yang dibuat rencana asuhan dan dievaluasi mulai dari
awal pasien masuk sampai keluar. Rencana asuhan tersebut jarang ditinjau ulang maupun
direvisi sesuai perkembangan kondisi pasien (Erlin Kurnia, 2016).
Tugas lain yang tidak terlaksana adalah penyelenggaraan konferensi, dan supervisi
yang merupakan tugas dan tanggung jawab ketua tim dalam Model Asuhan Keperawatan
Profesional (MAKP) Tim. Hal ini disebabkan karena syarat dilakukannya supervisi dan
evaluasi adalah waktu pelaksanaan. Perbandingan jumlah perawat dengan pasien yang tidak
sesuai akan menyebabkan waktu perawat mayoritas dilakukan untuk melakukan asuhan
keperawatan. Tugas dan tanggung jawab dari ketua tim yang belum optimal juga dapat
disebabkan oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan semua ketua tim adalah DIII
keperawatan, walaupun hal ini tidak menyalahi ketentuan kompetensi ketua tim, namun
pendidikan DIII keperawatan merupakan syarat minimal, sehingga dalam pelaksanaan
tugasnya hanya berdasarkan sebuah pengalaman karena untuk pengetahuan secara teori
belum mereka dapatkan. Walaupun di sisi lain ketua tim mayoritas memiliki pengalaman
kerja di Instalasi Perawatan Intensif 3-9 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan Pedoman
Pelaksanaan Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Baptis Kediri, dimana ketua tim harus
telah memiliki pengalaman 10–23 tahun. Pengalaman kerja ketua tim yang tidak sesuai
dengan ketentuan memungkinkan ketua tim memiliki pengetahuan yang kurang juga.
Kompetensi yang dimiliki oleh ketua tim juga mempengaruhi kinerja serta kemampuan untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya (Erlin Kurnia, 2016).
Supervisi dalam konteks keperawatan dipahami sebagai suatu proses kegiatan
pemberian dukungan sumber-sumber yang dibutuhkan perawat dalam rangka menyelesaikan
tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan supervisi dilakukan untuk
mengawasi apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya,
sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga bagaimana
memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. Kegiatan supervisi yang baik
menjadikan seluruh staf keperawatan bukan sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek.
Perawat diposisikan sebagai mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat, dan pengalaman
yang perlu didengar, dihargai dan diikutsertakan dalam melakukan asuhan keperawatan.
Kegiatan supervisi yang tidak dilakukan dengan baik akan memberikan dampak bagi kinerja
perawat pelaksana juga terjadinya pemberian layanan kesehatan yang menurun atau tidak
optimal (Harmatiwi & Rosa, 2017)
Supervisi dalam bidang keperawatan memiliki pengertian yang luas. Supervisi
keperawatan bukan hanya sekedar kontrol melihat segala kegiatan sudah dilaksanakan
sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu kegiatan
mencakup penentuan kondisi kondisi atau syarat-syarat personal maupun material yang
diperlukan untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien
(Dahlia et al., 2020).
Supervisi keperawatan merupakan suatu bentuk dari kegiatan manajemen
keperawatan yang bertujuan dalam pemenuhan dan peningkatan pelayanan untuk klien dan
keluarga yang berfokus pada kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan perawat dalam
melaksanakan tugas. Hal ini dibuktikan dengan penelitian dari (Satria Pratama et al., 2020).
Gambaran Motivasi Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas
Hasanuddin Makasar. Diperoleh data bahwa motivasi kerja perawat rawat inap RS Unhas,
terkait dengan supervisi memiliki presentase (83.1 %). Penelitian terebut menunjukkan
bahwa dengan diadakannya supervisi pimpinan maka perawat termotivasi untuk
meningkatkan kinerja mereka. Pelaksana supervisi keperawatan dapat dilakukan oleh
pemangku jabatan dalam berbagai level, seperti; ketua tim, kepala ruangan, perawat
pengawas, kepala seksi, kepala bidang keperawatan ataupun wakil direktur keperawatan.
Kegiatan pokok pada dasarnya supervisi mencakup empat hal, yaitu 1) menetapkan masalah
dan prioritas; 2) menetapkan penyebab masalah, prioritas, dan jalan keluar; 3) melaksanakan
jalan keluar; 4) menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut berikutnya. Pelaksanaan
supervisi yang baik dilakukan dengan dua teknik, dimana dilakukan secara langsung dan
tidak langsung.
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 3 April 2018 didapatkan hasil
wawancara yang dilakukan peneliti terhadap kepala bidang keperawatan RSUD Majalaya
Kabupaten Bandung, pelaksanaan supervisi yang ada di RSUD Majalaya dibagi menjadi dua,
yaitu ; supevisi manajerial, dimana pelaksanaannya rutin dilakukan setiap hari dengan waktu
sesuai jam shif kerja (pagi, sore, malam). Supervisi yang dilakukan berupa mengawasi,
mengobservasi, mengevaluasi, memberikan solusi dan juga memotivasi keja terhadap tenaga
kesehatan, seluruh pelayanan rumah sakit, sarana dan pasarana rumah sakit secara
menyeluruh yang dilakukan oleh pengawas (supervisor/MOD (Manager On Duty)).
Sedangkan supervisi klinik/keperawatan dilakukan berjenjang yaitu 3 bulan sekali yang mulai
pelaksanaannya sejak awal tahun 2018, standar operasional prosedur (SOP) pelaksanaan
supervisi keperawatan yang belum ada, karena memang masih dalam rancangan pembuatan.
Dalam pelaksanaannya dilakukan oleh pengawas keperawatan/kepala ruangan/ketua tim.
Menurut kepala ruangan yang ada di salah satu ruangan rawat inap, mengatakan bahwa
pelaksanaan supervisi memang belum optimal, seperti: frekuensi pelaksanaan yang belum
teratur, bahan yang disupervisi belum jelas, dan supervisi yang dilakukan baru hanya sebatas
mengamati serta mencatat yang dilakukan secara tidak langsung (Satria Pratama et al., 2020).
Adapun motivasi perawat ruangan di ruang rawat inap RSUD Majalaya masih belum
baik, hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas kinerja dan kepuasan pelayanaan
keperawatan, bisa ditunjukkan dengan ekspresi muka yang kurang ramah terhadap pasien dan
keluarga, meninggalkan ruangan saat jam kerja, pendokumentasian yang tidak lengkap, dan
masih ada perawat datang terlambat. Berdasarkan hasil wawancara dengan 8 perawat
pelaksana di ruang rawat inap, 6 orang dari perawat tersebut mengatakan bahwa merasa jenuh
dengan pekerjaanya serta tidak punya gairah untuk bekerja, dalam melaksanakan pelayanan
keperawatan sering tidak sesuai dengan SOP dikarenakan peralatan yang tidak memadai,
ketidakadilan dalam mendapatkan tunjangan penambahan penghasilan sedangkan tenaga
kesehatan lain mendapatkannya. Selain itu peneliti juga menemukan 4 orang dari 8 perawat
tersebut mengatakan bahwa suasana di tempat kerjanya sudah tidak kondusif antara perawat
dikarenakan adanya rasa saing ingin mendapatkan pengakuan dan kenaikan jabatan,
kurangnya pengawasan dari pimpinan khususnya pengawas keperawatan sehingga perawat
tersebut merasa tidak diperhatikan dengan melakukan hal yang benar pun tidak ada
penghargaan (reward) dan ketika melakukan kesalahanpun tidak ada teguran (Satria Pratama
et al., 2020).
Kinerja perawat merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat
dalam suameningkatkan dan mengurangi proses supervisi. Seorang supervisor keperawatan
dalamtu organisasi sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawabnya masing-masing,
dimana kmenjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan yaitu memberikan
pengarahaninerja yang baik dapat memberikan kepuasan kepada pengguna jasa dan juga
meningkadan petunjuk yang jelas sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana
keperawatan,tkan mutu pelayanan keperawatan (Fithriyani & Putri, 2021). Untuk
mewujudkan mutu pelamemberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksana
keperawatan, memberikanyanan keperawatan maka rumah sakit harus menerapkan proses
sistem asuhan keperawatmotivasi untuk meningkatkan semangat kerja, memberikan pelatihan
dan bimbingan yangan di bangsal dengan menggunakan Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP). diperlukan oleh pelaksana keperawatan, melakukan penilaian terhadap
penilaian kinerja
Perawat mengadakan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik. Model
praktik keperawatan profesional merupakan struktur penting dalam memberikan layanan
keperawatan kepada klien. Praktik keperawatan profesional memungkinkan terwujudnya
profesionalisme yang tinggi karena melalui praktik keperawatan profesional dapat diterapkan
praktik berbasis pengetahuan. Ada beberapa metode penugasan MPKP yang dapat digunakan
di bangsal, salah satunya adalah model praktik keperawatan profesional dengan metode tim
(Sembiring, 2020).
Keberhasilan metode tim ditentukan oleh kemampuan pemimpin tim dalam
memberikan tugas kepada anggota tim dan mengarahkan pekerjaan tim. Perawat yang
bertindak sebagai ketua tim bertanggungjawab untuk mengetahui kondisi dan kebutuhan
semua pasien dalam tim dan merencanakan perawatan pasien. Tugas ketua tim meliputi:
menilai anggota tim, memberikan arahan perawatan untuk pasien, melakukan pendidikan
kesehatan, mengkoordinasikan kegiatan pasien. Kinerja perawat dalam metode tim
melaksanakan asuhan keperawatan yang dapat diukur dari pendokumentasian asuhan
keperawatan yang dilakukan. Dokumentasi yang buruk menggambarkan kinerja perawat
dalam pelaksanaan keperawatan (Fithriyani & Putri, 2021).
Pendokumentasian asuhan keperawatan secara akurat dan berkesinambungan
adalah salah satu kewajiban perawat. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, dalam pasal 12
ayat 1, disebutkan bahwa perawat berkewajiban melakukan pencatatan asuhan keperawatan
secara sistematis, dan memenuhi standar. Dokumentasi merupakan alat bukti tanggung jawab
serta tanggung gugat dari perawat dalam menjalankan tugasnya. Dokumentasi adalah catatan
otentik dalam penerapan manajemen asuhan keperawatan professional. Segala tindakan yang
dilakukan diharapkan untuk mampu dipertanggung jawabkan dan tanggung gugat oleh
perawat professional. Dokumentasi dapat dipergunakan sebagai barang bukti dipengadilan,
apabila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan (Jaya et al.,
2019)
Dokumentasi keperawatan merupakan komponen yang integral dari asuhan
keperawatan yang berkualitas. Ini merupakan alat komunikasi penting antara perawat dan
tenaga profesional layanan kesehatan lainnya. Bukti dokumentasi memungkinkan perawat
manajer dapat menilai apakah perawatan yang diberikan oleh perawat secara perorangan
bersifat profesional, aman dan kompeten. Hal ini juga meningkatkan visibilitas aktivitas
asuhan keperawatan. Selain itu, catatan keperawatan dapat dijadikan sebuah bukti hukum jika
terjadi tuntutan hukum. Untuk alasan itu, dokumentasi keperawatan harus dilaksanakan
secara sistematis dan terus dipertahankan (Amalia et al., 2018)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran ketua tim dengan
kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jambi dengan rumusan masalah bagaimanahubungan peran ketua tim dengan kinerja perawat
dalam pendokumentasian asuhan keperawatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengalaman ketua tim pada
saat melaksanakan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian
keperawatan di ruang Citra Kartika RST Wirasakti Kupang.

2. Metode Penelitian
Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengambilan
data wawancara dengan jumlah parstisipan 4 orang ketua Tim di Ruang Citra Kartika RST
Wirasakti Kupang.
Hasil dan Pembahasan
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, A., H, Malini., S, Yulia. (2018). Kepuasan perawat Terhadap Kualitas


Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Berbasis computer. http://jki.ui.ac.id

Dahlia, A. D., Novieastari, E., Afriani, T. (2020). Supervisi Klinis Berjenjang sebagai
Upaya Pemberian Asuhan Keperawatan yang Aman terhadap pasien. Dunia
Keperawatan: Jurnal Keperawatan dan Kesehatan, 8 (2), 304-312.
https://doi.org/10.20527/dk.v8i2.7757

Harmatiwi., Rosa. (2017). Evaluasi Pelaksanaan Supervisi Keperawatan di Rumah Sakit


Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul. https://journal.umy.ac.id

Erlin Kurnia, V. (2016). Gambaran Tugas Dan Tanggung Jawab Ketua Tim Di Instalasi
Perawatan Intensif. https://jurnal.stikesbabtis.ac.id

Fithriyani, F., M. Putri. (2021). Hubungan Peran Ketua Tim dengan Kinerja Perawat dalam
Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi.
https://jab.stikba.ac.id

Jaya, K., et al. (2019). Gambaran Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat
Di Kabupaten Buton Utara. https://stikesks-kendari.e-journal.id

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Pedoman uraian tugas tenaga


keperawatan di rumah sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Matau, Yoka. (2019). Persepsi Perawat Tentang Pelaksanaan Fungsi Ketua Tim di Ruang
Rawat Inap Kelas 3 Rsud Kupang (Doctoral dissertation, Medicine Faculty).
http://eprints.undip.ac.id/73556/

Murti, B. (2018). Teori Promosi Dan Perilaku Kesehatan. 1st ed. Surakarta: Bintang Fajar
Offset.

Satria Pratama, Angga., et al. (2020). Supervisi Keperawatan Di Rumah Sakit.


https://journal.unisa-bandung.ac.id

Sembiring, Nita Gina. (2020). Relasi Antara Supervisi Dengan Kualitas Pendokumentasian
dalam Asuhan Keperawata. https://osf.io

Anda mungkin juga menyukai