Anda di halaman 1dari 33

SUPERVISI DAN MANAGEMENT by OBJECTIVES (MBO)

Disusun Oleh :

Desika Gultom (187046006)


Elfina (187046012)
Kasihani (187046015)
Monika Blesinki (187046003)
Nonika Sianturi (187046009)
Rianti Pramita (187046018)
Rizzi Tri Putri (187046021)
Robin F. Sitopu (187046014)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
BAB I
PEMBAHASAN TEORI SUPERVISI

1.1 DEFINISI SUPERVISI


Marquis dan Huston (2010), mengemukakan bahwa supervisi adalah kegiatan
yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan
mereka secara efektif. Supervisi tidak hanya sekedar mengontrol melihat apakah segala
kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah ditentukan,
tetapi supervisi mencakup penentuan kondisikondisi atau syarat-syarat personal maupun
material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara efektif
dan efesien.
Supervisi berasal dari kata super berarti diatas dan videre berarti melihat. Dilihat
dari asal kata aslinya, supervisi berarti melihat dari atas. Pengertian secara umum adalah
melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh kepala ruangan terhadap
pekerjaan yang dilakukan perawat pelaksana untuk kemudian bila ditemukan masalah
segera diberikan bantuan dan bimbingan yang bersifat langsung guna mengatasinya
(Suarli & Bahtiar, 2012).
Supervisi adalah suatu aktivitas pengawasan yang bisa dilakukan untuk
memastikan bahwa suatu proses pekerjaan dilakukan oleh perawat pelaksana sesuai
dengan yang seharusnya (Simamora, 2012). Sitorus dan Panjaitan (2011) memaparkan
pengertian supervisi adalah memberikan bantuan, bimbingan/pengajaran, dukungan pada
perawat pelaksana untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur, mengembangkan keterampilan baru, pemahaman yang lebih luas tentang
pekerjaan sehingga dapat dengan mudah untuk melakukannya.
Disimpulkan dari berbagai definisi diatas bahwa supervisi adalah pengamatan
secara langsung dan berkala oleh kepala ruangan terhadap perawat pelaksana untuk
memastikan pekerjaan sesuai dengan seharusnya atau kepala ruangan memberikan
bantuan, bimbingan/pengarahan dan dukungan dengan sabar, adil serta bijaksana
sehingga setiap perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil,
aman, cepat dan tepat.
1.2 TUJUAN SUPERVISI
Tujuan pelaksanaan supervisi secara umum adalah memberikan bantuan teknis
dan bimbingan kepada perawat pelaksana agar perawat pelaksana tersebut mampu
meningkatkan kualitas kinerjanya dalam melaksanakan tugas dan melakukan proses
pelayanan asuhan keperawatan. Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan
kinerja perawat pelaksana dalam perannya sebagai pelayanan asuhan keperawatan
sehingga berhasil membantu pasien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal,
meningkatkan efektifitas sistem pelayanan keperawatan sehingga berdayaguna, berhasil
guna, dan keefektifan sarana dan efesien prasarana untuk dikelola dan dimanfaatkan
dengan baik, meningkatkan kualitas pengelolaan pelayanan situasi secara umum
(Simamora, 2012).
Sitorus dan Panjaitan (2011) memaparkan tujuan supervisi adalah untuk
mengusahakan lingkungan dan kondisi kerja seoptimal mungkin termasuk suasana kerja
di antara perawat pelaksana dan memfasilitasi penyediaan alat-alat yang dibutuhkan baik
kuantitas maupun kualitas sehingga memudahkan untuk melaksanakan tugas.
Lingkungan kerja harus diupayakan agar perawat pelaksana merasa bebas untuk
melakukan yang terbaik yang dapat dilakukan perawat pelaksana. Tujuan supervisi
adalah mengorientasikan, melatih, membimbing perawat pelaksana sesuai kebutuhannya
serta mengarahkan untuk menggunakaan kemampuan dan mengembangkan
keterampilan baru, memfasilitasi perawat pelaksana untuk mengembangkan dirinya,
menolong dan mengarahkan perawat pelaksana untuk meningkatkan minat, sikap dan
kebiasaan yang baik dalam bekerja, memberikan bimbingan langsung kepada perawat
pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan, mendorong dan meningkatkan
perkembangan profesional secara terus menerus dan menjamin standar asuhan.

1.3 MANFAAT SUPERVISI


Suarli dan Bahtiar (2012) memaparkan bahwa manfaat supervisi ada dua.
Pertama, supervisi dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas
kerja erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat
pelaksana, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis
antara kepala ruangan dan perawat pelaksana. Kedua, supervisi dapat lebih
meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan
makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan perawat pelaksana, sehingga pemakaian
sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia dapat dicegah.

1.4 FUNGSI SUPERVISI


Sitorus dan Panjaitan (2011) Supervisi mempunyai empat fungsi dalam upaya
untuk mencapai tujuannya. Fungsi tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian,
pengawasan dan evaluasi. Fungsi supervisi yang pertama adalah perencanaan.
Perencanaan merupakan salah satu fungsi dasar dari manajemen yang merupakan proses
untuk mencapai tujuan dan misi organisasi, falsafat keperawatan, tujuan unit, sasaran,
kebijakan dan prosedur. Supervisor merencanakan untuk menurunkan lama hari rawat
pasien atau mengembangkan prosedur untuk perawatan pasien.
Fungsi yang kedua adalan pengorganisasian. Proses supervisi menunjukkan
koordinasi terhadap sumber-sumber untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efesien. Supervisor harus dapat menguasai/memahami fungsi pengorganisasian untuk
merestrukturisasi dan mereformulasikan antara perubahan manusia dan sumber-sumber
material pada waktu yang pendek.
Fungsi yang ketiga adalah pengawasan dan evaluasi. Supervisi bertanggung
jawab mengawasi lingkungan dan mengukur hasil proses kerja. Fungsi pengawasan
meliputi perhatian terhadap sistem alur kerja, system informasi, model pemberian
asuhan pasien, liburan staf, upah staf, dan promosi. Evaluasi membantu untuk
menentukan hasil pengawasan dan biasanya prosedur dan pedoman digunakan untuk
mengkaji hasil kerja dalam mendapatkan informasi tentang tujuan kerja, kegiatan, hasil,
dampak, dan biaya. Proses supervisi menggunakan prosedur yang sistematik untuk
mengevaluasi kinerja secara periodik.
Fungsi yang keempat adalah pengawasan dan evaluasi terhadap standar
organisasi. Standar menggambarkan harapan terhadap ukuran penampilan/kinerja dalam
wilayah yang spesifik. Standar menunjukkan nilai-nilai organisasi, dimana nilai-nilai
dan standar tersebut merupakan pedoman dari struktur organisasi, praktik keperawatan,
sistem keperawatan dan pengembangan SDM keperawatan.

1.5 PELAKSANAAN SUPERVISI


Pelaksana atau yang bertanggung jawab dalam melaksanakan supervisi adalah
kepala ruangan yang memiliki kelebihan dalam suatu organisasi di Rumah Sakit.
Idealnya, kelebihan tersebut tidak hanya dari aspek status dan kedudukan, tetapi juga
pengetahuan dan keterampilan, maka untuk melaksanakan supervisi dengan baik ada
beberapa syarat atau beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi
(supervisor). Karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut sebaiknya pelaksanaan
supervisi dilakukan oleh kepala ruangan langsung, pelaksanaan supervisi harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi,
pelaksanaan supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi, pelaksanaan
supervisi harus memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter, pelaksanaan
supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu berupaya meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku bawahan yang disupervisi (Suarli & Bahtiar,
2012).

1.6 PRINSIP SUPERVISI


Beberapa prinsip pokok yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut yaitu
pelaksanaan supervisi difokuskan untuk lebih meningkatkan kinerja perawat pelaksana
bukan untuk mencari kesalahan yang dilakukan langsung oleh kepala ruangan.
Peningkatkan kinerja ini dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
pekerjaan perawat pelaksana, untuk kemudian apabila ditemukan masalah segera
diberikan bimbingan, petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya. Sifat supervisi harus
edukatif dan suportif bukan otoriter. Supervisi harus dilakukan secara teratur dan
berkala, karena supervisi yang hanya dilakukan sekali bukan supervisi yang baik.
Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terjalin kerja sama yang
baik antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana terutama pada saat proses
penyelesaian masalah kepala ruangan seharusnya lebih mengutamakan kepentingan
perawat pelaksana yang membutuhkan bimbingan dan bantuan. Strategi dan tata cara
supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing perawat
pelaksana secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang sama untuk semua
kategori perawat pelaksana bukan merupakan supervisi yang baik. Supervisi harus
dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan (Suarli &
Bahtiar, 2012).
Arwani dan Supriyanto (2006) mengartikan prinsip supervisi harus memiliki
syarat antara lain didasarkan atas hubungan profesional dan bukan hubungan pribadi
antara kepala ruangan dan perawat pelaksana, kegiatan yang harus direncanakan secara
matang, bersifat edukatif, memberikan perasaan aman kepada perawat pelaksana, dan
harus mampu membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus
dipenuhi dalam kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu
memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif, fleksibel,
dapat mengembangkan potensi atau kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan
dengan kebutuhan dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam
upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

1.7 MODEL-MODEL SUPERVISI


Winarti, Yudantoro dan Ratna (2012) memaparkan model-model supervisi
adalah sebagai berikut. Model konvensional meliputi pada kegiatan inspeksi, memata-
matai atau supervisi korektif untuk mengkoreksi kesalahan perawat pelaksana yang
dilakukan oleh kepala ruangan atau supervisor, pekerjaan seorang supervisor hanya
untuk mencari kesalahan, model supervisi ini masih banyak terjadi, termasuk dalam
pelayanan keperawatan. Model ilmiah meliputi dilaksanakan secara berencana dan terus
menerus, sistematis dan menggunakan prosedur, ada data yang objektif yang diperoleh
dari keadaan yang riil, mengunakan rating scale, check list, pedoman wawancara dan
lain-lain, ada upaya perbaikan dan umpan balik dari kepala ruangan kepada perawat
pelaksana. Model klinis atau supervisi klinik yaitu suatu cara untuk mensuport perawat
pelaksana dalam menjalankan tugas, dimana mereka harus mempertahankan kompetensi
sebagai perawat.

1.8 TEKNIK SUPERVISI


Supervisi dalam keperawatan memerlukan teknik khusus dan bersifat klinis.
Menurut Swansburg (2000), supervisi dalam keperawatan mencakup hal-hal di bawah
ini.
1. Proses supervisi dalam praktik keperawatan meliputi tiga elemen yaitu: Pertama,
standar praktik keperawatan sebagai acuan. Kedua, fakta pelaksanaan praktik
keperawatan sebagai pembanding dalam menetapkan pencapaian atau kesenjangan
dan tindak lanjut. Ketiga, upaya mempertahankan kualitas maupun upaya
memperbaiki.
2. Area yang disupervisi
Area supervisi dalam keperawatan mencakup pengetahuan dan pengertian tentang
tugas yang dilaksanakan, keterampilan yang dilakukan yang disesuaikan dengan
standar, sikap dan penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kunjungan empati.
Teknik supervisi menurut Gillies (1989) seperti dalam suatu pendekatan terhadap
supervisi klinis yaitu dengan cara supervisor meminta bawahan untuk tetap bekerja
dengan dia selama satu atau dua hari. Tergantung bagaimana keakraban supervisor
dengan pegawai dan berapa lama pegawai bekerja di unit tersebut, supervisor hanya bisa
mengamati perawat saat merawat satu atau sekelompok pasien. Jika supervisor merasa
canggung atau jika perawat membutuhkan bantuan maka supervisor bisa langsung
membantu perawat tersebut. Bisa juga dengan supervisor menunjukkan teknis-teknis
atau dengan cara-cara tertentu dalam membantu perawat. Supervisor juga dapat
menawarkan saran dalam pemecahan masalah keperawatan pasien. Apabila supervisor
memutuskan bahwa perawat yang sedang disupervisi memerlukan perbaikan atau
petunjuk, maka hal tersebut dilakukan secara terpisah untuk menjaga kepercayaan pasien
terhadap perawat untuk menghindari perawat mendapatkan hinaan dari pasien.
Supervisor dapat menambahkan keefektifan saran dan perbaikan dengan menuliskan
perbaikan dan petunjuk tersebut dengan cara yang bijaksana sehingga menjaga harga diri
perawat yang di supervisi dan mengurangi penolakan untuk berubah. Metode lain dalam
mensupervisi bawahan adalah memeriksa tempat berlangsungnya kegiatan tertentu pada
selang waktu yang tetap.
Supervisi keperawatan merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang
dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan, dengan supervisi memungkinkan seorang kepala ruangan dapat
menemukan berbagai kendala dalam pelaksanaan asuhan keperawatan diruang
bersangkutan melalui analisis secara komprehensif bersamasama dengan anggota
perawat secara efektif dan efisien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan
mutu pelayanan keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan utama, bukan malah
menyibukkan diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani & Supriyanto, 2006)
Teknik supervisi dibedakan menjadi dua, supervisi langsung dan supervisi tidak
langsung.
1. Supervisi Langsung
Arwani dan Supriyanto (2006) menyebutkan dalam supervisi langsung dilakukan
pada kegiatan yang sedang berlangsung. Supervisor dapat terlibat pada kegiatan
secara langsung agar proses pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan
sebagai suatu perintah, pada kondisi ini umpan balik dan perbaikan dapat sekaligus
dilakukan tanpa bawahan merasakan sebagai suatu beban. Proses secara langsung
dapat dilakukan dengan cara perawat pelaksana melakukan secara mandiri suatu
tindakan keperawatan didampingi supervisor. Selama proses supervisi, supervisor
dapat memberikan dukungan, reinforcement dan petunjuk, kemudian supervisor dan
perawat pelaksana melakukan diskusi untuk menguatkan yang telah sesuai dengan
apa yang direncanakan dan memperbaiki segala sesuatunya yang dianggap masih
kurang. Pengarahan, petunjuk dan reinforcement dikatakan efektif harus memenuhi
beberapa syarat yaitu seperti pengarahan harus lengkap tidak terputus dan bersifat
partial, mudah dipahami, menggunakan kata-kata yang tepat, menggunakan alur
yang logis dan jangan terlalu kompleks. Tidak banyak berbeda dengan pendapat
Arwani (2006) didalam pemaparan dari Sitorus dan Panjaitan (2011) juga
menyampaikan Teknik langsung supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang
sedang berlangsung. Pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam
kegiatan agar pembimbingan dan pengarahan serta pemberian petunjuk tidak
dirasakan sebagai perintah. Cara memberikan bimbingan dan pengarahan yang
efektif adalah pengarahan diberikan dengan lengkap, mudah dipahami,
menggunakan kata-kata yang tepat, berbicara dengan jelas dan tidak terlalu cepat,
berikan arahan yang logis, hindari memberikan banyak arahan pada satu saat,
pastikan bahwa arahan yang diberikan dipahami, yakinkan bahwa arahan yang
diberikan dilaksanakan atau perlu tindak lanjut. Kurniadi (2013) memaparkan teknik
langsung dalam supervisi yaitu melakukan inspeksi mendadak oleh supervisor,
melakukan observasi pada satu tempat yang kritis/bermasalah (on the spot
observation), atau bisa melihat catatan pelaporan yang dibuat perawat (on the report
observation) sehingga bisa langsung mengambil keputusan. Suarli dan bahtiar
(2012) menyimpulkan bahwa dalam pengamatan langsung ada beberapa hal yang
harus diperhatikan yang petama adalah sasaran pengamatan. Pengamatan langsung
yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan kebingungan, karena pelaksanaan
supervisi dapat terperangkap pada sesuatu yang bersifat detail, untuk mencegah
keadaan yang seperti ini, maka pada pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran
pengamatan, yakni hanya ditunjukkan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis
(selective supervision). Kedua adalah objektivitas pengamatan. Pengamatan
langsung yang tidak terstandarisasi dapat mengganggu objektivitas, untuk mencegah
keadaan yang seperti ini, maka pengamatan langsung perlu dibantu dengan suatu
daftar isi (check list) yang telah dipersiapkan. Daftar isi tersebut ditunjukkan untuk
setiap sasaran pengamatan secara lengkap dan apa adanya. Ketiga adalah pendekatan
pengamatan. Pengamatan langsung sering menimbulkan beberapa dampak dan kesan
negatif, misalnya rasa takut, tidak senang atau kesan mengganggu kelancaran
pekerjaan, untuk mencegah keadaan ini pengamatan langsung tersebut harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak kesan negatif tersebut tidak
sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan tersebut dapat dilakukan secara
edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan dan otoritas.
2. Supervisi Tidak Langsung
Sitorus dan Panjaitan (2011) didalam supervisi tidak langsung supervisi dilakukan
melalui laporan tertulis maupun lisan. Supervisor tidak melihat kejadian di lapangan
sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara
tertulis. Supervisi tidak langsung dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan
pasien dan catatan asuhan keperawatan pada shift pagi, sore dan malam. Dapat juga
dengan menggunakan laporan lisan seperti saat timbang terima shift, ronde
keperawatan maupun rapat. Supervisor tidak melihat langsung kejadian dilapangan
sehingga memungkinkan terjadi kesenjangan fakta. Hasil temuan dari supervisi tidak
langsung memerlukan klarifikasi dan umpan balik diberikan agar tidak terjadi salah
persepsi dan masalah segera dapat diselesaikan (Suyanto, 2008). Pernyataan yang
dipaparkan oleh Arwani dan Supriyanto (2006) tidak jauh berbeda dengan
pernyataan sebelumnya bahwa supervisi tidak langsung dilakukan melalui laporan
baik tertulis maupun lisan. Cara tidak langsung ini memungkinkan terjadinya salah
pengertian (misunderstanding) dan salah persepsi (misperpection) karena supervisor
tidak melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Kurniadi (2013)
Teknik tidak langsung yaitu memantau dari jarak jauh, baik dilakukan secara lisan
dengan bertanya tentang kondisi saat ini maupun secara tertulis dengan meminta
catatan pelaporan.

1.9 SUPERVISOR KEPERAWATAN


Pihak yang melakukan supervisi disebut supervisor dalam arti kepala ruanganlah
yang melakukan aktifitas supervisi untuk perawat pelaksana. Seorang supervisor dituntut
untuk dapat menguasai paling tidak dua hal penting agar proses supervisi menjadi
bernilai tambah, yaitu kemampuan teknis sesuai proses pekerjaan yang ditangani dan
kemampuan manajemen. Seorang supervisor yang berhasil tidak hanya memerlukan
pengalaman dan kemampuan untuk melakukan tugas, tetapi juga sebagai seorang
penasihat dan rekan kerja yang dapat dipercaya. Peran dan tanggung jawab seorang
supervisor menuntut kemampuan dan keahlian agar dapat meningkatkan kinerja
organisasi. Untuk melakukan tugas perawat dengan baik, diperlukan berbagai
keterampilan, bukan saja keterampilan teknis, tetapi juga keterampilan supervisi
(Simamora, 2012).

1.10 PERAN DAN FUNGSI SUPERVISOR


Sitorus dan Panjaitan (2011) memaparkan peran dan fungsi supervisor di dalam
keperawatan. Supervisor bertanggung jawab dalam manajemen sesuai lingkup/area
tanggung jawabnya, karena itu supervisor harus memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan kegiatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan perannya. Supervisor dapat berperan
sebagai monitoring, power perspevtive dan network.
Supervisor sebagai mentor berperan sebagai model peran yang secara aktif
mengajar, melatih, mengembangkan, dan memberikan bimbingan dan fasilitas untuk
peningkatan karir staf. Proses mentoring dapat formal dan non formal. Supervisor yang
berperan sebagai mentor memiliki karakteristik khusus yaitu keahlian klinis,
pengetahuan, pengalaman, keinginan untuk mengasuh, dan komitmen untuk profesinya.
Supervisor sebagai pemegang kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk
merubah perilaku seseorang sesuai perilaku yang diharapkan. Supervisor yang berhasil,
akan menggunakan semua sumber yang dimilikinya dalam merubah perilaku perawat
pelaksana.
Supervisor dan kerjasama. Membangun kerjasama merupakan fungsi penting
dalam supervisi. Membangun hubungan yang positif dengan kelompok, organisasi dan
institusi adalah penting dalam merubah lingkungan kerja. Kerja sama dapat dibangun
dengan formal maupun informal. Supervisor yang efektif mengenal penggunaan yang
bermamfaat terhadap pemaksaan, tujuan, individual, strategis formal sebagai pendekatan
dalam tugas. Mengidentifikasi dan memperkuat kekuatan/kelebihan staf dapat
membantu supervisor untuk mencapai tujuan.
Kurniadi (2013) memaparkan peran seorang supervisor adalah sebagai
berikut melakukan koordinasi tugas dengan unit terkait dan atasan, membuat keputusan
tentang kegiatan perencanaan dan pengorganisasian serta evaluasi yang akan dipakai,
memberikan pengarahan langsung dan tidak langsung, dan melakukan penilaian kinerja
staf, mempelajari dokumen laporan, catatan perkembangan organisasi dan penggunaan
sumber daya. melakukan pemantauan kegiatan keperawataan dan non keperawatan
bawahan, melakukan evaluasi dan koreksi terhadap penyimpangan.

1.11 KEGIATAN SUPERVISOR


Sitorus dan Panjaitan (2011) memaparkan kegiatan supervisor yang pertama
adalah perencanaan, di dalam perencanaan termasuk didalamnya membuat tujuan unit
mengacu pada visi dan misi keperawatan, membuat standar ketenagaan di ruangan,
membuat rencana pengembangan perawat pelaksana, menyusun SOP dan SAK,
menetapkan lama hari rawat di unit yang disupervisi, membuat jadwal kerja sesuai area
dan personil yang disupervisi, membuat standar evaluasi kinerja staf/personil yang
disupervisi.
Kegiatan supervisor yang kedua adalah pengorganisasian, didalam
pengorganisasian perlu menetapkan sistem pemberian asuhan keperawatan pasien,
mengatur pekerjaan personil, koordinasi sumber-sumber untuk mencapai tujuan
pelayanan secara efektif dan efesien.
Kegiatan supervisor yang ketiga adalah membimbing dan mengarahkan seperti
menjadi role model dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarga,
membangun hubungan yang positif dengan staf melalui komunikasi yang efektif,
mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan perawat pelaksana, mengajar/membimbing,
mengarahkan, melatih, mengembangkan perawat pelaksana untuk memberikan asuhan
keperawatan (tindakan dan dokumentasi askep) sesuai kebutuhan, memberikan
bimbingan untuk meningkatkan keterampilan perawat pelaksana, melatih perawat
pelaksana untuk pengambilan keputusan klinis, membantu perawat pelaksana dalam
pemecahan masalah, memfasilitasi perawat pelaksana dalam menyelesaikan maslaah,
mendelegasi tugas kepada perawat pelaksana sesuai kemampuan yang dimiliki,
memberikan bantuan atau hal-hal lain terkait dengan pelayanan sesuai kebutuhan.
Kegiatan supervisor yang keempat adalah pengawasan dan evaluasi, didalam
pengawasan dan evaluasi supervisor perlu mengontrol jadwal kerja dan kehadiran
perawat pelaksana, menganalisi keseimbangan perawat pelaksana dalam pekerjaannya,
mengontrol tersedianya fasilitas/peralatan/sarana yang dibutuhkan untuk hari ini,
mengontrol lingkungan area supervisi, mengidentifikasi kendala/masalah yang muncul,
mengontrol dan mengevaluasi pekerjaan perawat pelaksana dan kemajuan perawat
pelaksana dalam melaksanakan pekerjaan, mengawasi dan evaluasi kualitas asuhan
keperawataan pasien yang dilakukan oleh perawat pelaksana.
Kegiatan supervisor yang kelima adalah pencatatan dan pelaporan, didalam
pencatatan dan pelaporan supervisor harus mencatan permasalahan yang muncul,
membuat daftar masalah yang belum dapat diatasi dan berusaha untuk menyelesaikan
pada keesokan harinya, mencatat dan melapor fasilitas/alat/sarana sesuai kondisi,
mencatat dan melaporkan secara ritun proses dan hasil supervisi, mengevaluasi tugas
supervisi yang dilakukan setiap hari dan melaksanakan tindak lanjut sesuai kebutuhan,
membuat jadwal kerja untuk kesokan harinya, memelihara administrasi keperawatan
pasien.
BAB II
PEMBAHASAN TEORI
MANAGEMENT by OBJECTIVES (MBO)

2.1 DEFINISI MANAGEMENT by OBEJECTIVES (MBO)


Lahirnya konsep manajemen di tengah gejolak masyarakat sebagai konsekuensi
akibat tidak seimbangnya pengembangan teknis dengan kemampuan sosial. Meskipun
pada kenyataannya, perkembangan ilmu manajemen sangat terlambat jauh dibandingkan
peradaban manusia di muka bumi ini. Barulah lebih kurang pada abad ke-20
kebangkitan para teoritisi maupun praktisi sudah mulai.
Management by Objectives (MBO) dalam perkembangannya mempunyai
beragam istilah meskipun prosesnya pada dasarnya adalah sama. Berikut istilah-istilah
tersebut :
a. Work planning and review (perencanaan dan penilaian pekerjaan).
b. Performance results and development evaluation, PRIDE (hasil pelaksanaan dan
evaluasi perkembangan individual).
c. Management by results (manajemen berdasarkan hasil).
d. Accountability management (manajemen akuntabilitas).
e. Management by Objectives and results (manajemen berdasarkan sasaran dan hasil).
f. Goals management (manajemen tujuan).
g. Goals and control (tujuan dan pengendalian).
h. Improving business results (perbaikan hasil bisnis).
i. Improving management performance (perbaikan pelaksanaan manajemen).
j. Action man of objectives (rencana tindakan bagi sasaran).
MBS atau MBO pertama kali diperkenalkan oleh Peter Drucker dalam bukunya
The Practice of Management pada tahun 1954. MBO merupakan proses partisipatif yang
melibatkan manajer dan anggota organisasi dengan mengembangkan hubungan antara
fungsi perencanaan dan pengawasan, sehingga dapat mengatasi hambatan perencanaan.
MBO hasil penemuan Peter Drucker dikembangkan lagi oleh para ahli teori manajemen
setelahnya. Diantaranya Douglas McGregor dan George Odiorner. JW. Humble melalui
bukunya Management by Objectives in Action. Disana dijelaskan penerapan MBO dalam
prakteknya di perusahaan sehingga memberikan hasil yang memuaskan bagi perusahaan
yang bersangkutan.
Dalam periode yang fenomenal ini, ilmuan perilaku seperti Douglas Mc Gregor
(1960) juga mendukung MBO, meskipun konsepnya agak berbeda dengan konsep
Drucker. Douglas menyarankan bahwa MBO sebagai metode yang lebih baik untuk
memulai pekerjaan manajer dari pada prosedur tradisional, karena MBO mengandung
persetujuan antara manajer dengan anggota organisasi mengenai tugas tugas pekerjaan,
penetapan tujuan bersama, rencana tindakan khusus, untuk mencapai tujuan penilaian
diri sendiri, dan pembicaraan tentang penilaiaan diri sendiri dengan manajer.
Menurut Carl Heyel dalam bukunya The Encyclopedia of Management
menjelaskan bahwa dengan adanya perencanaan organisasi yang berkiblat pada tujuan,
yang berpadu dengan anjuran para ilmuan perilaku mengenai tujuan pribadi sebagai
motivator dan ketidak puasan para ahli personalia terhadap penilaian pelaksanaan
konvensional, dan dibantu dengan kegiatan para konsultan dalam prakteknya
menyebabkan sekitar tahun 1960 MBO akhirnya diterima secara luas sebagai tehnik
manajemen.
Berikut ini beberapa definisi MBO menurut para ahli yaitu:
a. MBO merupakan konsep filosofis dan seperangkat prosedur operasional
(Frank).
b. MBO dan pengawasan diri sendiri dapat disebut falsafah manajemen. Ia
menyandarkan diri pada konsep tindakan manusia, perilaku dan motivasi. Hal ini
diterapkan pada setiap manajer, apapun tingkat dan fungsinya, dan pada setiap
organisasi apakah besar ataupun kecil (Drucker).
c. MBO adalah sistem dinamis yang mengintegrasikan kebutuhan perusahaan untuk
mencapai tujuannya untuk memperoleh laba dan pertumbuhan, dengan kebutuhan
manajer untuk memperbesar dan mengembangkan dirinya (Humble).
d. MBO adalah suatu sistem yang dengan jalan itu sasaran organisasi dibuat panduan
terarah untuk segenap kegiatan. Ia adalah suatu metode yang memusatkan
perhatiannya pada dan memberikan kerangka dasar yang logis untuk pencapaian
(Olsson).
e. Pengelolaan MBO adalah strategi perencanaan dan pencapaian hasil dalam arah
yang diharapkan dan dibutuhkan manajemen untuk mengambilnya sementara
mencapai tujuan dan kepuasan para pesertanya (Paul Mali).
f. MBO sebagai suatu pendekatan terhadap perencanaan dan penilaian manajemen
dimana target-target spesifik untuk satu tahun, atau beberapa jarak waktu lamanya,
ditetapkan bagi setiap manajer, atas dasar hasil-hasil yang harus dicapai setiap
manajer itu andai kata sasaran-sasaran keseluruhan perusahaan harus direalisasikan
(Mc. Conkey).
g. MBO adalah pembentukan wilayah-wilayah efektifitas untuk kedudukan manajerial
dan perubahan periodiknya kedalam sasaran-sasaran waktu yang terbatas dan dapat
di ukur, serta secara vertical dan horizontal berkaitan dengan perencanaan yang akan
datang (Reddin).
Dari definisi yang diajukan oleh beberapa tokoh di atas maka penulis dapat
disimpulkan bahwa Management by Objectives (MBO) pada dasarnya adalah suatu
proses manajemen atau prosedur operasional yang dilakukan oleh setiap tingkatan
manajer dalam suatu organisasi dengan mempertimbangkan aspek psikologis individu,
yaitu ketika bersama-sama menentukan, mengidentifikasi dan merumuskan tujuan,
menetapkan bidan tanggung jawab pokok setiap orang dalam hubungannya dengan hasil
yang diharapkan dari dan oleh orang tersebut dalam waktu yang telah ditentukan,
menggunakannya sebagai pedoman pengoperasian unit kerja, serta penilaian kontribusi
masing-masing anggota unit yang bersangkutan.
Pada proses manajemen ada dua macam maksud utama dalam penggunaan MBO,
yaitu :
a. Mencapai perbaikan pada efektifitas, baik ditingkat organisasi maupun individu.
Dalam hal ini tujuan organisasi sebagai alat perbaikan terhadap situasi sekarang atau
yang akan datang sehingga tujuan bukan sekedar dokumentasi.
b. Memberikan pedoman dalam proses manajemen. Dalam hal ini MBO sebagai
pengatur cara berfikir kegiatan manajer.
Proses pelaksanaan MBO dari satu organisasi ke organisasi yang lain berbeda,
tetapi unsur pokok dalam menetapkan sasaran, partisipasi anggota organisasi dalam
menetapkan sasaran serta evaluasi kegiatan merupakan bagian dari sikap program MBO.
Sukses penerapan MBO didasarkan pada dua hipotesa, yaitu
a. Apabila seseorang terikat secara kuat pada suatu tujuan, dia akan bersedia
mengeluarkan usaha lebih untuk meraihnya dibandingkan apabila seseorang tidak
merasa terikat.
b. Kapan saja seseorang memperkirakan sesuatu akan terjadi, dia akan melakukan apa
saja untuk membuatnya terjadi.
Selain paparan diatas, konsep Management by Objectives (MBO) secara teori
maupun praktek tidak lepas dengan fungsi manajemen secara umum. George R. Terry
memberikan empat fungsi fundamental manajemen dan fungsi ini lebih umum dikenal
dan dipergunakan dalam organisasi. Keempat fungsi tersebut yaitu planning
(perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (penggerakan), dan controlling
(pengawasan) dengan akronim POAC.
Artinya relasi fungsi manajemen secara umum dengan MBO bisa
dilihat pada fungsi perencanaan. MBO dalam fungsi ini merupakan strategi perencanaan
dan pencapaian hasil dalam arah yang diharapkan dan dibutuhkan manajemen, kemudian
menjadikannya sebagai cara mencapai tujuan serta kepuasan para anggotanya.
Begitu pula dalam fungsi actuating, MBO dalam fungsi ini merupakan
strategi pelaksanaan manajemen yang menyandarkan diri pada konsep
tindakan manusia, perilaku dan motivasi. Hal ini diterapkan pada setiap
manajer, apapun tingkat dan fungsinya, serta pada setiap organisasi apakah
besar ataupun kecil.

2.2 Perkembangan MBO


Konsep dasar MBO tidak mengalami perubahan, hanya mengalami evolusi dalam
focus, ruang lingkup dan prosesnya. Pada tahun 1970, Howell menerbitkan sebuah
artikel yang menyoroti perkembangan MBO, yaitu:
a. Tahapan penilaian pelaksanaan. Pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-
an, menitikberatkan penilaian dari pelaksanaan para manajer secara individual.
b. Tahapan integrasi sasaran. Pada pertengahan tahun 1960-an orang menyadari
bahwa pelaksanaan seorang manajer tidak dapat di nilai secara terpisah. Sehingga
penekanan dilakukan pada pengintegrasian sasaran manajer dengan sasaran
organisasi, tetapi perhatiannya pada sasaran jangka pendek.
c. Tahapan perencanaan jangka panjang. Pada tahapan ini dapat memperluas ruang
lingkup sampai pada pembuatan keputusan strategis.
MBO menekankan pada perbaikan pelaksanaan dari pada penilaian pelaksanaan.
Perkembangan MBO menggambarkan pergeseran penekanan, tetapi titik fokus
pada model awal tidak diabaikan, sehingga perhatiannya lebih pada perencanaan,
motivasi, perkembangan kompetensi, tidak hanya berpusat pada individu, jadi
lebih memusatkan pada organisasi.

2.3 Asas MBO


Dalam menerapkan MBO memerlukan sejumlah asas. Berikut ini adalah asas-
asas utama yang menjadi dasar MBO, yaitu:
a. Setiap sasaran umum organisasi harus dapat diterjemahkan, ditafsirkan, dibagi-
bagi dan dinyatakan dalam rumusan konkret.
b. Manajer harus mengkomunikasikan sasaran dengan jelas dan dibuktikan dengan
tindakan bahwa sasaran itu penting.
c. Manajer harus menetapkan sasaran yang realistis dan bermakna bagi
organisasinya. Penetapan sasaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi
organisasi.
d. Manajer harus memiliki konsep tujuan dan misi yang jelas.
e. Manajer harus dapat mempertahankan perhatian anggotanya agar tetap tertuju
pada sasaran organisasi.
f. Manajer harus berfikir untuk masa yang akan datang dan mengantisipasi
perubahan. Hal ini dapat dilakukan manajer dengan berfikir strategis dan dibantu
dengan sistem informasi manajemen yang dapat diandalkan.
g. Manajer bawahan harus mendapat dorongan, semangat, dan keberanian secara
terus menerus dari manajer atasannya.
h. Peninjauan pelaksanaan MBO digunakan sebagai alat untuk menetapkan
pengembangan personalia perseorangan. Hal ini dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan.
i. Penanggung jawab proram MBO harus memperhatikan secara penuh program itu
dan memberikan semangat terus-menerus.
j. Manajer harus menilai secara realistis setiap fungsi berdasarkan standar rasional
dan berkesinambungan.
k. Manajer harus menciptakan iklim yang berorientasi kepada balas jasa.
Dalam hal ini, manajemen dapat memberikan sesuatu yang bernilai pada anggota
organisasi karena telah mencapai sasaran.

2.4 Sifat MBO


MBO merupakan sebuah proses, yaitu penetapan tujuan dilakukan secara bekerja
sama antara manajer dengan anggota organisasi. Ada dua asumsi dasar yang melandasi
penggunaan MBO, pertama; tujuan organsiasi harus menyusur dari puncak ke bawah.
Kedua, melalui proses kerja sama anggota organisasi akan lebih terikat dalam
mencapai tujuan organisasi.
Menurut Komaruddin, secara umum MBO mempunyai sifat-sifat yang menarik
untuk diterapkan, di antaranya:
a. MBO memiliki sasaran yang diletakkan pada rencana berorganisasi.
b. Sasaran yang terukur dengan batasan waktu bagi setiap tingkatan manajemen.
c. Sasaran bagi setiap bagian ditetapkan oleh manajer dan anggota organisasi secara
bersama-sama.
d. Peninjauan kembali sasaran dan pemutaakhiran periodik. Bila sasaran telah
tercapai dapat ditingkatkan dan jika mengalami kegagalan perlu diperbaiki.
e. Sasaran yang disepakati bersama sebagai penilaian pelaksanaan.
f. Persiapan dan keterikatan sasaran ke atas, ke bawah, ke samping, dan menyilang.
g. Adanya tanggung jawab dan wewenang pada setiap bagian organisasi.
h. Rencana pengembangan organisasi secara bersama dapat mempermudah dalam
pencapaian sasaran organisasi.

2.5 Sistem MBO


Dalam perkembangannya MBO sangat bervariasi, metode dan pendekatan yang
digunakan juga berbeda, meskipun demikian, dalam sistem MBO yang efektif selalu
ada unsur-unsur sebagai berikut:
a. Komitmen pada program, suksesnya program MBO memerlukan komitmen pada
manajer di setiap tingkatan organisasi dalam mencapai tujuan pribadi, organisasi,
serta proses MBO.
b. Penetapan tujuan manajemen puncak, program MBO yang efektif dimulai dari
manajemen puncak.
c. Tujuan individu. Hal ini harus dinyatakan dengan jelas karena dapat membantu
anggota organisasi memahami apa yang diharapkan dan apa yang menjadi
tanggung jawabnya.
d. Partisipasi. Semakin tinggi partisipasi manajer dan bawahan maka semakin besar
tujuan yang akan dicapai.
e. Komunikasi. Manajer dan bawahan melakukan komunikasi yang intensif dalam
proses penetapan tujuan.
f. Otonomi dan pelaksanaan rencana. Setelah penetapan tujuan, individu mempunyai
kebebasan dalam batas-batas tertentu untuk mengharapkan dan mengembangkan
program, tanpa campur tangan manajer secara langsung sehingga mendorong
kreatifitas dan komitmen anggota organisasi.
g. Peninjauan kembali hasil pelaksanaan. Secara periodik, manajer dan anggota
organisasi bertemu untuk meninjau kembali pelaksanaan program. Hal ini sebagai
umpan balik yang dapat memberikan perbaikan.

2.6 Proses MBO


Pada hakikatnya apa yang dikemukakan di atas merupakan aspek- aspek pokok
dari prosses MBO. Berikut langkah-langkah yang diperlukan dalam proses MBO,
yaitu:
a. Menentukan tujuan dari rencana organisasi secara keseluruhan.
b. Manajer dan bawahan mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan tujuan dan
rencana yang akan dicapai. Manajer dapat memberikan masukan yang diperlukan
agar bawahan mampu menetapkan tujuan yang cukup menantang dan realistis.
c. Mengembangkan dan menjabarkan tujuan, tindakan, dan ukuran pelaksanaan
program kegiatan untuk bagian organisasinya yang lebih khusus. Bawahan
diberikan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan rencana dan
tujuannya. Hal ini membutuhkan partisipasi dan komunikasi antara manajer dan
bawahan.
d. Pelaksanaan rencana program kegiatan, bawahan diberikan otonomi yang cukup
untuk melaksanakan rencananya.
e. Peninjauan kembali semua hasil pekerjaan individu dan unit organisasi. Hal ini
dilakukan sebelum periode berakhir.
f. Evaluasi merupakan peninjauan terakhir antara pimpinan dan bawahan untuk
menentukan tujuan mana yang telah di capai dengan sukses dan mana yang belum
dicapai. Hal ini sebagai pedoman untuk menentukan sasaran dalam periode
berikutnya dan sebagai umpan balik sehingga proses MBO merupakan suatu
proses yang tidak berujung pangkal. Dan evaluasi ada dua kategori, yaitu
kesesuaian (appropriateness) dalam memenuhi tujuan program dengan prioritas
pilihan dan nilai-nilai yang tersedia serta kecukupan (adecnency) berhubungan
dengan penyelesaian dengan kegiatan yang diprogramkan.

Program MBO

Penetapan tujuan dan Rencana


Organisasi Komitmen Manajemen Puncak

Penentuan Tujuan dan Rencana Partisipasi


secara kolaboratif
Pertemuan Tujuan Konseling Sumberdaya
Rencana (Konsultasi)
Menjelaskan yang Jelas

Komunikasi
Tujuan dan Rencanca Pelaksanaan Partisipasi
Organisasi Review Periodik

Evaluasi
Gambar 1.1. Proses Management by Objectives (MBO)

2.7 Kelebihan MBO


MBO tidak hanya bermanfaat bagi organisasi tetapi juga bagi setiap individu yang
ada di dalam organisasi. Tosi dan Carrol mengemukakan kebaikan program MBO, yaitu:

a. Memungkinkan individu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka.

b. Mempermudah perencanaan dengan cara mendorong manajer menetapkan sasaran


dan target waktu yang pasti.

c. Memperbaiki komunikasi antara manajer dan bawahan.

d. Membuat setiap individu lebih mengetahui sasaran organisasi.

e. Membuat proses evaluasi menjadi lebih wajar dengan memusatkan perhatian pada
suatu pencapaian, dan memungkinkan bawahan mengetahui bagaimana kualitas
kerja mereka dalam kaitannya dengan tujuan organisasi.
Selain itu, Hicks dan Gullet mengemukakan manfaat MBO yaitu dapat
meningkatkan motivasi untuk mencapai sasaran, membuat sasaran menjadi lebih baik,
menambah kemampuan pengawasan diri, memperbaiki penialaian pelaksanaan, dan
dapat membantu pengembangan organisasi.

2.8 Kelemahan MBO


Dalam praktiknya, MBO tidak selalu berjalan efektif, sehingga selain memiliki
kebaikan juga memiliki kelemahan. Ada dua macam kelemahan dari sistem MBO, di
antaranya:

a. Kelemahan yang ada pada proses MBO. Hal ini mencakup waktu dan tenaga yang
banyak dalam proses MBO serta meningkatnya pekerjaan administratif.

b. Kelemahan secara teoritis yang seharusnya tidak ada, tetapi sering di jumpai dalam
penerapan MBO, di antaranya:
1) Kurangnya komitmen manajemen puncak yaitu organisasi yang menerapkan
MBO tetapi pimpinan bersifat otoriter.
2) Penyesuaian dan perubahan dalam struktur, wewenang, dan pengawasan
organisasi.
3) Keterampilan hubungan antara pribadi, antara pimpinan dan anggota
organisasi.
4) Penyusunan deskripsi tugas cukup sulit dan memerlukan peninjauan kembali
sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi.
5) Penetapan tujuan yang menantang dan realistis menimbulkan kebingungan
manajer dan adanya kesulitan mengkoordinasikan tujuan pribadi dan
organisasi.
6) Konflik antara kreatifitas dan MBO, berbagai kesempatan akan hilang apabila
manajer gagal untuk mencoba sesuatu yang baru karena tenaga dan pikirannya
terarah pada tujuan MBO.

2.9 Efektifitas MBO


Untuk menerapkan program MBO yang efektif memerlukan beberapa langkah, di
antaranya:
a. mendidik dan melatih manajer sesuai dengan keterampilan yang diperlukan.
b. Menetapkan tujuan dengan jelas sehingga memudahkan evaluasi program.
c. Komitmen manajemen puncak yang berkesinambungan.
d. Membuat umpan balik yang efektif.
e. Mendorong partisipasi. Manajer harus mendorong bawahan untuk berperan aktif
dalam merumuskan dan mencapai tujuan mereka sendiri.
2.10 Menetapkan Sasaran
Tujuan umum terlalu luas sebagai suatu pernyataan yang mengarahkan kegiatan
sehingga untuk menggambarkan tujuan umum yang lebih spesifik memerlukan
penyusunan sasaran. Tujuan utama dari sasaran adalah memusatkan perhatian pada
hasil.
Dalam manajemen, sasaran merupakan kepentingan tertinggi karena dapat
memberikan arah yang akan ditempuh organisasi. Sasaran harus ditetapkan dan
diberitahukan untuk mengetahui ukuran kesuksesan atau kegagalan dalam mencapai
tujuan organisasi. Sasaran dapat menciptakan kegiatan, meningkatkan efektifitas
organisasi. Oleh karena itu semua anggota manajemen harus bekerja sama menuju
sasaran.
Pada saat menerapkan MBO ke dalam praktek salah satu masalah yang di hadapi
manajer adalah merumuskan sasaran secara singkat tetapi jelas. Sasaran (objectives)
dapat dibagi dalam dua kategori yaitu keharusan (must) dan keinginan (wants). Sasaran
keharusan merupakan perintah yang harus dicapai supaya keputusan dapat berhasil
dengan baik.
Sasaran yang baik memiliki beberapa kriteria, di antaranya adanya target sebagai
kunci keberhasilan yang akan di capai, menentukan waktu untuk mencapai sasaran,
membuat tantangan yang realistis dan dapat di capai, serta membuat sasaran lebih
spesifik dan dapat di ukur. Pada program MBO, ada tiga tipe sasaran, yaitu:

a. Sasaran pengembangan (Improvement objectives). Sasaran yang berhubungan


dengan pengembangan kinerja dengan cara yang khusus terdapat faktor yang
khusus, misalnya berhubungan dengan kualitas pekerjaan.
b. Sasaran pengembangan personal (personal development objectives), berhubungan
dengan aktifitas perseorangan, hasil sasaran ini berupa pengembangan
pengetahuan, pekerjaan, dan keterampilan.
c. Sasaran pemeliharaan (maintenance objectives), sasaran ini memelihara kinerja
pada tingkatan yang ada.
2.11 Fungsi Sasaran

Beberapa fungsi pokok dari sasaran dalam organisasi yaitu:

a. Melegitimasi aktifitas yang menunjang peranan organisasi dalam masyarakat.


b. Mengidentifikasi berbagai kelompok yang berkepentingan dan bagaimana ia
menghambat dan mendorong kegiatan organisasi.
c. Menuntun aktifitas dengan memusatkan perhatian pada perilaku yang terarah.
d. Mengembangkan komitmen dari berbagai individu dan kelompok terhadap usaha
organisasi.
e. Menjadi standar untuk menilai prestasi organisasi.
f. Mengurangi ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan.
g. Mengevaluasi perubahan sebagai basis untuk pengetahuan dan penyesuaian diri
organisasi.
h. Memberikan basis untuk desain dan setting struktural dari kendala- kendala inisial
untuk menentukan struktur yang cocok.
i. Memberikan basis untuk sistem perencanaan dan pengawasan untuk menuntun dan
mengkoordinasikan tindakan organisasi.
j. Menetapkan basis yang sistematis untuk menggerakkan dan memberi hadiah
(rewarding) para peserta atas prestasi mereka untuk mencapai organisasi.

2.12 Kualitas Sasaran


Dalam menentukan sasaran hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Measurable (dapat diukur); setiap sasaran harus memungkinkan untuk dapat
diukur, sehingga memudahkan dalam mengevaluasi program.
b. Achievable (dapat dicapai); sasaran harus dibuat secara rasional dan dapat dicapai.
Jadi dalam membuat sasaran jangan terlalu mudah dan jangan terlalu sulit untuk
dicapai.
c. Relevant (Relevan); sasaran harus memberikan masukan pada tujuan organisasi
secara keseluruhan.
d. Controllable (dapat dikontrol); sasaran yang dicapai dalam batas-batas yang dapat
dikontrol.

2.13 Hierarki Sasaran


Dalam setiap organisasi memiliki tingkatan tujuan umum, setiap tingkatan
memiliki sasaran yang mencerminkan tanggung jawab manajemen. Pada tingkatan
eksekutif ada sasaran strategis yang berhubungan dengan perencanaan jangka panjang.
Tujuan strategi (strategic objectives) merupakan target yang berhubungan dengan
usaha jangka panjang.
Sasaran taktis (tehnical objectives) merupakan target jangka menengah untuk
mencapai hasil yang terbatas. Sedangkan sasaran operasional (operasional objectives)
merupakan target jangka pendek yang meliputi aktifitas harian, mingguan, dan
bulanan. Jika tercapai dapat memperkuat sasaran perencanaan taktis.
MANAJER

TUJUAN
(bagi bawahan)

PERTEMUAN

TUJUAN
(bagi bawahan)

TUJUAN
(bagi bawahan)

Gambar 1.3. Proses Penyusunan Sasaran dan Tujuan dalam Organisasi dengan
pendekatan MBO

2.14 Pendekatan dalam Mencapai Sasaran

Untuk mencapai MBO memerlukan kebijaksanaan dalam menetapkan sasaran,


hal ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:

a. Top down Objectives, merupakan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pucuk


pimpinan untuk mengarahkan bawahan dalam kerja sama mencapai tujuan,
dengan menetapkan tujuan organisasi keseluruhan yang masih bersifat
sementara untuk dijabarkan dalam sasaran unit. Dengan menggunakan Top down
process, pucuk pimpinan memiliki keahlian, pengalaman, dan wawasan yang
lebih luas jangkauannya.
b. Bottom up objectives, merupakan kebijaksanaan yang memberikan kesempatan
kepada bawahan untuk berperan serta dalam proses penentuan sasaran unit yang
lebih konkrit. Jika sasaran tersebut sesuai dengan tujuan organisasi maka dapat
di realisasikan. Sehingga tujuan organisasi secara keseluruhan akan tercapai jika
sasaran masing-masing unit dapat dioperasionalkan dengan menggunakan
bottom up objectives. Pimpinan tingkat bawah merasa diikutsertakan dalam
menentukan sasaran sehingga memicu kreatifitas dan semangat kerja.65

Kombinasi top down dan bottom up objectives dapat menciptakan kelancaran


komunikasi vertikan dan horizontal, menciptakan tim kerja yang baik, kreatif,
loyalitas tinggi, serta ketertarikan dalam mencapai tujuan organisasi secara
keseluruhan.
BAB III
CASE STUDY

3.1 SUPERVISI
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sihotang, H., Santosa, H.,
& Salbiah berjudul “Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan
Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi
Medan” pada tahun 2016 yang bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi
supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di RSUD dr.
Pirngadi Medan, menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara
fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana
dimana (nilai p value = 0,000  p < 0,05).
Jenis penelitian adalah deskriptif korelasi dengan desain cross sectional.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 160 perawat pelaksana di lingkungan RSUD
dr. Pirngadi Medan dengan teknik simple random sampling. Instrumen data
menggunakan kuesioner tertutup dan data dianalisa dengan menggunakan uji
Pearson Product Moment.
Dikatakan bahwa latar belakang penelitian ini adalah mengukur
prroduktivitas kerja perawat merupakan masukan bagi mutu pelayanan keperawatan.
Input, proses dan hasil ukur merupakan umpan balik yang memungkinkan manajer
mengambil keputusan untuk meningkatkan produktivitas perawat dan memberikan
pelayanan terbaik bagi pasien. Driscoll (2008), mengemukakan pandangan bahwa
jika pelaksanaannya benar maka supervisi klinis adalah pendorong terbesar dalam
memajukan keunggulan dalam perawatan. Para ahli lain (Berggren & Severinsson,
2012) juga mengemukakan bahwa pelaksanaan supervisi dapat meningkatkan
kemampuan perawat dalam pengambilan keputusan. Sejalan dengan penelitian
Frimpong, dkk (2011) menunjukkan bahwa supervisees (penerima supervisi) yang
mendapatkan dukungan dari supervisor (pelaksana supervisi), produktivitas kerjanya
lebih tinggi dari pada yang tidak mendapat dukungan dari supervisor.
Hasil penelitian dengan uji Person Product Moment diketahui ada hubungan
yang tinggi antara fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja
perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Medan. Berdasarkan hasil
korelasi tersebut diketahui
bahwa fungsi supervisi
kepala ruangan
berhubungan positif
dengan produktivitas kerja
perawat pelaksana. Hasil
yang diperoleh fungsi
supervisi kepala ruangan
telah dilaksanakan dengan
baik. Produktivitas kerja
perawat pelaksana juga
diketahui mendekati nilai
maksimal. Penelitian ini menunjukkan bahwa apabila fungsi supervisi dilaksanakan
dengan baik maka produktivitas kerja perawat pelaksana juga akan baik.
Berdasarkan
hasil penelitian dan
uraian pembahasan
pada penelitian ini
maka kesimpulan
yang dapat diambil
adalah fungsi
supervisi kepala
ruangan di Rumah
Sakit Umum Daerah
dr. Pirngadi Medan
telah dilaksanakan
dengan baik. Hasil
pada sub fungsi supervisi kepala ruangan yaitu formatif,restorative dan normative
menunjukkan nilai yang relatif sama walaupun terlihat lebih rendah pada fungsi
formatif. Hasil penelitian pada produktivitas kerja perawat pelaksana menunjukkan
bahwa perawat pelaksana memiliki produktivitas tinggi. Pada sub variebel efektifitas
dan efisiensi terlihat lebih rendah pada efektifitas. Hal ini menandakan bahwa
semakin baik pelaksanaan fungsi supervisi maka produktivitas kerja perawat
pelaksana akan semakin baik. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada pihak
Rumah Sakit khususnya kepala ruangan untuk dapat meningkatkan pelaksanaan
supervisi kepada perawat pelaksana. Sehingga seluruh perawat pelaksana merasakan
manfaat supervisi untuk lebih meningkatkan produktivitas perawat pelaksana.

3.2 MANAGEMENT by OBJECTIVES (MBO)


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soemarmi berjudul “Studi
Komparasi Penerapan MBO dan MBP Terhadap Proses Belajar Mengajar dan
Prestasi Belajar Mahasiswa di Akademi Keperawatan Dharma Husada dan Akademi
Keperawatan Rumah Sakit Baptis Kediri” pada tahun 2005 yang bertujuan untuk
membandingkan penerapan manajemen pendidikan dengan pendekatan Management
by Objective (MBO) dan Management by People (MBP) terhadap proses belajar
mengajar dan prestasi belajar mahasiswa di Akademi Keperawatan Dharma Husada
dan Akademi Keperawatan RS Baptis Kediri menghasilkan bahwa proses belajar
mengajar pada Akper RS Baptis yang menggunakan pendekatan MBP lebih baik dari
Akper Dharma Husada Kediri yang menggunakan pendekatan MBO. Namun prestasi
belajar (IPK) Akper Dharma Husada Kediri yang menggunakan pendekatan MBO
menunjukkan rata-rata IPK 2,73 lebih baik dari pada Akper RS Baptis yang
menggunakan pendekatan MBP yang rata-rata IPK 2,208.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi kasus atau disebut juga
penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 mahasiswa Akper
Dharma Husada dan 81 mahasiswa Akper RS Baptis dengan teknik purposive
sampling
.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Supervisi adalah pengamatan secara langsung dan berkala oleh kepala
ruangan terhadap perawat pelaksana untuk memastikan pekerjaan sesuai dengan
seharusnya atau kepala ruangan memberikan bantuan, bimbingan/pengarahan dan
dukungan dengan sabar, adil serta bijaksana sehingga setiap perawat dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat.
Tujuan pelaksanaan supervisi secara umum adalah memberikan bantuan teknis dan
bimbingan kepada perawat pelaksana agar perawat pelaksana tersebut mampu
meningkatkan kualitas kinerjanya dalam melaksanakan tugas dan melakukan proses
pelayanan asuhan keperawatan. Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan
kinerja perawat pelaksana dalam perannya sebagai pelayanan asuhan keperawatan
sehingga berhasil membantu pasien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal,
meningkatkan efektifitas sistem pelayanan keperawatan sehingga berdayaguna,
berhasil guna, dan keefektifan sarana dan efesien prasarana untuk dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik, meningkatkan kualitas pengelolaan pelayanan situasi
secara umum.
Management by Objectives (MBO)merupakan teknik manajemen yang
membantu memperjelas dan menjabarkan tahapan tujuan bersama antara atasan dan
bawahan. Dengan MBO dilakukan proses penentuan tujuan bersama antara atasan
dan bawahan. Manajer tingkat atas bersama manajer tingkat bawah menentukan
tujuan unit kerja agar serasi dengan tujuan organisasi

4.2 SARAN
Pelaksanaan supervisi dan pendekatan berdasarkan MBO yang baik
memberikan dampak positif terhadap produktivitas kerja perawat. Perawat manajer
harus terus berbenah diri meningkatkan pengetahuan maupun skill/keterampilan
dalam peran kepemimpinan yang diemban.
DAFTAR PUSTAKA
Arwani dan Supriyanto. (2005). Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.
Chasanah, N. (2005). Management by Objectives (MBO) dalam Pengembangan
Organisasi Yayasan Masjid Al-Falah Surabaya. Skripsi. Surabaya: Perpustakaan
IAIN Sunan Ampel.
Fattah, N. (2001). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Komaruddin. (1990). Menejemen Berdasarkan Sasaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Kurniadi, A. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
Marquis, B. L., dan Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan Edisi 4. Jakarta:EGC.
Moekijat. (1986). Pengembangan Organisasi. Bandung: CV. Redmaja Karya.
Sihotang, H., Santosa, H., dan Salbiah. (2016). ‘Hubungan Fungsi Supervisi Kepala
Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Pirngadi Medan’. Idea Nursing Journal, Volume VII No. 1, 2016
(http://jim.unsyiah.ac.id/FKep/article/view/1675/2902 diakses pada tanggal 26
Desember 2018 pukul 20.00 WIB).
Simamora, R. (2012). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sitorus, R. dan Panjaitan, R. (2011). Manajemen Keperawatan: Manajemen
Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta: Sagung Seto.
Soemarmi. (2005). Studi Komparasi Penerapan MBO dan MBP Terhadap Proses
Belajar Mengajar dan Prestasi Belajar Mahasiswa di Akademi
Keperawatan Dharma Husada dan Akademi Keperawatan Rumah Sakit
Baptis Kediri. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga
Surabaya.
Suarli dan Bahtiar. (2009). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Swansburg, R. C. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Terry, G. R. dan Rue, L.W. (2003). Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bina Aksara.
Winarti, S. A., Yudantoro, B., dan Ratna,W. (2012). Manajemen dan Kepemimpinan
dalam Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai