Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“INTELLECTUAL CAPITAL”

Disusun untuk memnuhi tugas

Mata Kuliah : Pengantar Bisnis

Dosen Pengampu : KUSTORO BUDIARTA, ME., Dr.

Oleh :

Nama : Lois Nike Jessia Hulu

Nim : 7213142025

KELAS A

PRODI PENDIDIKAN AKUTANSI „21

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Intellectual Capital" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Bisnis. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang Intellectual Capital bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak KUSTORO BUDIARTA, ME., Dr.
sebagai Dosen Pengampu pada mata kuliah Pengantar Bisnis yang sudah memberikan tugas
Makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, Mei 2022

Lois Nike Jessia Hulu

721314205

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Bab I : Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan 1

1.3 Tujuan 1

Bab II : Pembahasan 2

2.1 Pengertian Intellectual Capital 2

2.2 Elemen Utama Intellectual Capital 3

2.3 Pengukuran Intellectual Capital 4

2.4 Contoh Kasus Intellectual Capital 6

Bab III : Penutup

Kesimpulan 8

Daftar Pustaka 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia fenomena Intellectual Capital mulai berkembang terutama setelah


munculnya PSAK No. 19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud. Menurut PSAK No. 19
(revisi 2000), aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan
tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif
(IAI, 2002). Paragraph 09 dari PSAK No. 19 (revisi 2000) menyebutkan beberapa contoh dari
aktiva tidak berwujud antara lain ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi
system atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan
merek dagang (termasuk merek produk). Selain itu juga ditambahkan piranti lunak komputer,
hak paten, hak cipta, film gambar hidup, daftar pelanggan, hak pengusahaan hutan, kuota impor,
waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, hak pemasaran, dan
pangsa pasar.

1.2 Rumusan

1. Apa itu Intellectual Capital ?


2. Apa saja elemen utama dari Intellectual Capital ?
3. Apa dan Bagaimana Pengukuran Intellectual Capital ?
4. Apa contoh kasus dari Intellectual Capital ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Intellectual Capital


2. Untuk mengetahui elemen utama dari Intellectual Capital
3. Untuk mengetahui pengukuran Intellectual Capital
4. Untuk mengetahui contoh kasus Intellectual Capital

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Intellectual Capital

Intellectual Capital pertama kali dicetuskan oleh Galbaraith pada tahun 1969. Intellectual
Capital merupakan istilah lain dari intangible assets. Banyak definisi menganai intellectual
capital yang diungkapkan oleh peneliti sebelumnya. Stewart (1997), seperti dikutip oleh
Pouraghajan et al (2013), mendefinisikan intellectual capital sebagai “new capital og
organization that intellectual resources like knowledge, information and experience are as
instrument for creating the capital.” Kemudian , Kamel et al. (2011), seperti dikutip oleh
Pouraghajan et al (2013), mendefinisikan intellectual capital sebagai “ net value added to firm
assets.”
Masoulas (1998), seperti yang dikutip oleh Yu-Shan Chen (2008), mendefinisikan
intellectual capital sebagai “ total stocks of all the intangible assets, knowledge, and capabilities
of a company that could create values of competitive advantages, so as to achieve its excellent
goals.” Selanjutnya, Edvinsson dan Malone (1997), seperti dikutip oleh Kamath (2015),
menyatakan Intellectual Capital sebagai “knowledge that can be converted into value.”
Selanjutnya , Sveiby (1998), seperti yang dikutip oleh Rachawati (2012), mendefinisikan
Intellectual Capital sebagai “the invisible intangible part of the balance sheet can be classified as
family of three, individual competence, internal structual, and external structure.”

Intellectual capital atau modal intelektual memiliki peran yang sangat penting dan
strategis di perusahaan. Stewart (dalam Hartono, 2001) mendefinisikan intellectual capital
sebagai “intellectual capital as the intellectual material that has been formalized, capture and
leveraged to create wealth by producing a higher value assets”. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa intellectual capital merupakan sumber daya berupa pengetahuan yang
tersedia pada perusahaan yang akhirnya mendatangkan future economic benefit pada perusahaan
tersebut. Jadi inti dari keberadaan intellectual capital adalah pengetahuan yang didukung proses
informasi untuk menjalin hubungan dengan pihak luar.

2
Berdasarkan definisi-definisi, maka dapat dinyatakan bahwa intellectual capital
merupakan suatu aset yang dimiliki oleh perusahaan berkaitan dengan pengetahuan dan
teknologi informasi yang memberikan competitive advantages bagi perusahan untuk mencapai
tujuan dengan memberikan nilai tambah bagi stakholders.

2.2 Elemen Utama Intellectual Capital


 Human Capital (modal manusia)

Human Capital merupakan lifeblood dalam Intellectual Capital. Disinilah sumber innovation
dan improvement,tetapi merupakan komponen yang sulit untuk diukur. Human capital juga
merupakan tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan
kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital mencerminkan kemampuan
kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki
oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat jika
perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. (Brinker, 2000)
memberikan beberapa karakteristik dasar yang dapat diukur dari modal ini, yaitu training
programs, credential, experience, competence, recruitment, mentoring, learning programs,
individual potential and personality.

 Structural Capital atau Organizational Capital (modal organisasi)

Structural Capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi


proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk
menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya:
sistem operasional perusahaan, proses manufacturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan
semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang individu dapat memiliki
tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur yang
buruk maka Intellectual Capital tidak dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang
ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.

3
 Relational Capital

Elemen ini merupakan komponen Intellectual Capital yang memberikan nilai secara nyata.
Relational Capital merupakan hubungan yang harmonis/association network yang dimiliki oleh
perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan
berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang
bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat
sekitar. Relational Capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang
dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut.

2.3 Pengukuran Intellectual Capital

Metode VAIC “Value Added Intellectual Coefficient” didesain untuk menyajikan


informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud “tangible asset” dan aset tidak
berwujud “intangible assets” yang dimiliki perusahaan. VAIC merupakan instrument untuk
mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Metode ini untuk mengukur seberapa dan
bagaimana efisiensi intellectual capital dan capital employed dalam menciptakan nilai
berdasarkan pada hubungan tiga komponen utama yaitu :

1. Human capital,

2. Capital employed,

3. Structural capital.

Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added
“VA”. Value added ialah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai “value creation”. VA dihitung
sebagai selisih antara ouput dan input, Output “OUT” merepresentasikan revenue dan mencakup
seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input “IN” mencakup seluruh beban
yang digunakan dalam memperoleh revenue.

4
Hal penting dalam model ini ialah bahwa beban karyawan “labour expense” tidak
termasuk dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, intellectual potential
“yang direpresentasikan dengan labour expense” tidak dihitung sebagai biaya “cost” dan tidak
masuk dalam komponen IN. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan
tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai “value creating entity” “Ulum, 2013:192”. Proses
value creation dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital “HC”, Capital Employed “CE” dan
Structural Capital “SC”:

 Value Added Of Capital Employed “VACA”

Value Added of Capital Employed “VACA” ialah indikator untuk VA yang diciptakan
oleh satu unit dari physical capital. Pulic “1998” mengasumsikan bahwa jika i unit dari CE
“Capital Employed” menghasilkan return yang lebih besar dari pada perusahaan yang lain, maka
berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan CE-nya. Dengan demikian,
pemanfaatan “Intellectual Capital” IC yang lebih baik merupakan bagian dari “Intellectual
Capital” IC perusahaan.

 Value Added Human Capital “VAHU”

Value Added Human Capital “VAHU” menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan
dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dengan HC
mengindikasikan kemampuan HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan.

 Structural Capital Value Added “STVA”

Structural Capital Value Added “STVA” menunjukkan kontribusi structural capital “SC”
dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1
rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. SC
bukanlah ukuran yang idependen sebagaimana HC dalam proses penciptaan nilai. Artinya
semakin besar, kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC
dalam hal tersebut. Lebih lanjut Pulic menyatakan bahwa SC ialah VA dikurangi HC.

5
2.4 Contoh Kasus Intellectual Capital

Kasus yang sering disebut The death of Samurai, Robohnya perusahaan-perusahaan


raksasa Jepang seperti Sony, Panasonic, Sharp, Toshiba dan Sanyo, langit diatas Tokyo terasa
begitu kelabu, ada kegetiran yang mencekam dibalik gedung-gedung raksasa yang menjulang
disana. Industri elektronika Jepang yang begitu kuat dan berkuasa 20 tahun silam sekarang
perlahan memasuki lorong keruntuhan. Dimulai dengan Sony yang kemudian diikuti Panasonic
dan Sharp mengumumkan angka kerugiannya trilyunan rupiah. Harga-harga saham perusahaan
raksasa tersebut menurun tajam. Sanyo bahkan harus rela menjual dirinya dikarenakan sudah
hampir bangkrut. Sementara itu Sharp berencana menutup divisi Air Conditioner (AC) dan TV
Aquosnya. Selanjutnya Sony dan Panasonic akan memberhentikan ribuan karyawan. Dan yang
terakhir Toshiba sebentar kemungkinan akan mengalami kebangkrutan di divisi notebooknya,
setelah produk televisinya juga mati.

kegagalan demi kegagalan terus menghujam industri elektronika raksasa Jepang. Dan
beberapa penyebabnya adalah adanya serbuan Samsung dan LG yang sangat menghentakkan
perusahaan-perusahaan elektronika Jepang. Bagi perusahaan elektronika Jepang, kedua Produk
Korea sangat mengancam posisi produk mereka di pasar. Disisi lain, produk-produk elektronika
dari Cina dan produk domestic dengan harga yang amat murah juga terus mengerus pasar produk
Jepang, sementara itu dalam kategori digital gadgets, Apple telah membuat Sony tidak bergerak.

Lalu apakah yang menyebabkan perusahaan –perusahaan elektronika Jepang bisa seperti
itu? Ada 3 faktor fundamental yang menyebabkannya yaitu:

 Harmony Culture Error, dalam era digital seperti saat ini, kecepatan adalah kunci, speed
in decision making. Speed in product development, speed in product launch dan dalam
hal ini perusahaan Jepang kini tertinggaldikarenakan budaya mereka yang sangat
mengagungkan harmoni dan consensus. Budaya kerja yang sangat menjunjung
consensus bisa dilihat salah satunya seperti Top manajemen perusahaan –perusahaan
Jepang bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu hanya sekedar untuk menemukan
consensus mengenai produk apa yang akan diluncurkan.

6
Tapi sayangnya pada saat rapat selesai, Samsung dan LG sudah keluar dengan produk
baru. Budaya yang mementingkan consensus membuat perusahaan-perusahaan Jepang
sangat lamban dalam membuat keputusan dan ini artinya kegagalan. Budaya yang
menjaga harmoni juga membuat ide-ide kreatif yang radical nyaris tidak pernah bisa
berkembang.

 Seniority error, dalam era digital, inovasi adalah oksigen, inovasi adalah nafas yang tetap
mempertahankan keberlangsungan perusahaan, sayangnya budaya inovasi ini tidak
kompatibel dengan budaya kerja yang mementingkan seniority . Hampir semua
perusahaan Jepang memelihara budaya senioritas, akibatnya hampir tidak bisa
ditemukan senior manager dalam usia 30-an tahun. Istilah Rising Star dan Young
Creative Guy adalah keanehan. Promosi di hampir semua perusahaan Jepang
menggunakan metode urutan berdasarkan umur yang lebih tua. Pada perusahaan Jepang
loyalitas pasti akan sampai pada tahap pensiun , dan apa artinya itu bagi inovasi? Budaya
loyalitas permanen membuat inovasi terhenti.

 Old nation error, factor ini berkaitan dengan factor pertama dan kedua juga dengan aspek
demografi. Jepang adalah negeri yang menua, artinya lebih dari setengah penduduk
Jepang berusia diatas 50 tahun. Implikasinya, mayoritas senior manager di beragam
perusahaan Jepang masuk dalam katagori itu. Kategori karyawan yang sudah berumur
lanjut, disini hukum alam berlaku, karyawan yang sudah tua dan bertahun-tahun bekerja
pada lingkungan yang sama biasanya kurang peka dengan perubahan yang berlangsung
cepat.

Dari kasus tersebut diatas bisa dilihat bahwa inovasi yang merupakan bagian dari intellectual
capital sangat penting bagi suatu perusahaan, apalagi untuk perusahaan elektronik, inovasi
adalah kunci dari segalanya.

7
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Intellectual capital adalah salah satu penentu keberhasilan perusahaan, perusahaan akan
mampu memenangkan persaingan atau memperoleh keunggulan bersaing (competitive
advantage) melalui inovasi yang merupakan bagian dari intellectual capital, baik itu inovasi
produk maupun innovasi teknologi, sehingga mampu menghasilkan produk dan jasa dengan
kualitas terbaik dan kecepatan dalam proses produksi guna memenuhi kebutuhan pasar dan tidak
didahului oleh perusahaan lain. Keunggulan produk yang diperoleh dari inovasi akan
memberikan profitabilitas bagi perusahaan, hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya yang menyatakan intellectual capital berpengaruh signifikan dan
memiliki arah pengaruh positif terhadap profitabilitas.

8
DAFTAR PUSTAKA

 Widyaningrum, Ambar. 2004. Modal Intelektual. Jurnal Akuntansi dan Keuangan


Indonesia Vol. 1. Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

 Ikhsan, Arfan. 2008. Akuntansi Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

 Pangestika, M.W. 2010. Skripsi: Analisis Pengaruh Modal Intelektual terhadap


Kinerja Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010). Fakultas Ekonomi Universitas Esa Unggul.

 Ulum I. 2013. Model Pengukuran Kinerja Intellectual Capital Dengan IB-VAIC Di


Perbankan Syariah. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol. 7 No.1.

 Gunawan, Ade dan Sri Fitri Wahyuni. 2013. Pengaruh Rasio Keuangan terhadap
Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Perdagangan di Indonesia. Jurnal Manajemen
dan Bisnis Vol13 No. 01 2013.

 Puspitasari. Maritza Ellanyndra. 2011. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Business


Performance pada Perusahaan Manufaktur. Universitas Diponegoro.

 Bontis, Nick, Wiliam Chua Chong Keow dan Stanley Richardson. 2000. Intellectual
Capital and Business Performance in Malaysian Industries. Journal of Intellectual
Capital. Vol 1, No. 1.

 Agustina, Wulan. 2007. Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja


Kantor Akuntan Publik di Surabaya. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga
Surabaya.

 Sawarjuwono, Tjiptohadi dan Agustine Prihatin Kadir. 2003. Intellectual Capital:


Perlakuan, Pengukuran Dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal Akuntansi
& Keuangan Vol. 5, No. 1, Mei 2003.

Anda mungkin juga menyukai