Anda di halaman 1dari 117

MANAJEMEN ASET

INTELEKTUAL

Isfenti Sadalia

Pustaka Bangsa press


Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Isfenti Sadalia

Manajemen Aset Intelektual / Isfenti Sadalia,-Medan: Pustaka Bangsa


Press

ISBN 978-602-1183-33-5

I. Judul.
Hlm. 112
Uk. 15,5 x 24 cm

© Hak cipta dilindungi berdasarkan Undang-Undang


Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara
apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin dari
penulis

Hak penerbitan pada Penerbit Pustaka Bangsa Press


Anggota IKAPI

ISI DI LUAR TANGGUNG JAWAB PENERBIT


KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkah dan
rahmat Nya, sehingga buku Manajemen Aset Intelektual ini dapat
diselesaikan. Berawal dari sebuah keinginan untuk dapat memberikan
kemanfaatan lebih untuk khalayak, kami mencoba untuk berbagi ilmu
pengetahuan yang telah dititipkan-Nya melalui media buku.

Sebagian besar mahasiswa sulit untuk memperoleh buku terkait dengan


Manajemen Aset Intelektual, oleh karena itu diharapkan buku ini
mampu menjawab segala persoalan dan kebutuhan terkait dengan
pemahaman teori tentang aplikasi analisis manajemen keuangan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan-rekan dosen


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut memberi
kontribusi dalam proses penyelesaian buku ini. Akhir kata, dengan
kerendahan hati, penulis juga mengharapkan saran dan masukan yang
konstruktif dari para pembaca. Semoga buku ini bermanfaat.

Medan, Desember 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................... iii


Daftar Isi .............................................................................................. iv

BAB I Intellectual Capital .............................................................. 1


 Pendahuluan ................................................................. 1
 Modal Intelektual dan Kinerja Perusahaan: Bukti
Empiris.......................................................................... 2
 Komponen-Komponen Intellectual Capital ................. 15

BAB II Resource Based View of The Firm Theory ..................... 29


 Pendahuluan ................................................................ 29
 Sumberdaya Perusahaan ............................................. 34
 Jenis Resources ........................................................... 38
 Karakteristik Firm Resources ...................................... 39

BAB III Manajemen Intelectual Capital ....................................... 41


 Manajemen Intellectual Capital .................................. 41
 Tindakan Manajemen Intellectual Capital ................... 44

BAB IV Keunggulan Kompetitif .................................................... 49


 Social Capital .............................................................. 52
 Dampak Modal Intelektual terhadap Keberhasilan
Organisasi ................................................................... 53

BAB V Teori Stakeholder ............................................................. 61

BAB VI Analisis Pengaruh Intellectual Capital pada Kinerja


Perguruan Tinggi Negeri di Kota Medan ....................... 76

BAB VII Pengaruh Modal Sosial, Intelectual Capital dan


Strategi Enterpreneurship terhadap Competitive
Advantage Mahasiswa Wirausaha .................................. 92

BAB VIII Intellectual Capital dan Pertumbuhan Laba Sektor


Perbankan di Indonesia ................................................. 103

Daftar Pustaka.................................................................................. 111

iv
Manajemen Aset Intelektual

BAB I

INTELLECTUAL CAPITAL

A. PENDAHULUAN
Perkembangan dalam bidang ekonomi membawa dampak
perubahan yang cukup signifikan terhadap pengelolaan suatu bisnis dan
penentuan strategi bersaing. Para pelaku bisnis mulai menyadari bahwa
kemampuan bersaing tidak hanya terletak pada kepemilikan aktiva
berwujud, tetapi lebih pada inovasi, sistem informasi, pengelolaan
organisasi dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Oleh karena itu,
organisasi bisnis semakin menitik beratkan akan pentingnya knowledge
asset (asset pengetahuan) sebagai salah satu bentuk aset tak berwujud.
Pengetahuan diakui sebagai komponen esensial bisnis dan
sumber daya strategis yang lebih sustainable (berkelanjutan) untuk
memperoleh dan mempertahankan competitive advantage . Bahkan
pengetahuan telah menjadi mesin baru dalam pengembangan suatu
bisnis. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan
pengukuran knowledge asset (aset pengetahuan) tersebut adalah
Intellectual Capital (selanjutnya disingkat IC) yang telah menjadi fokus
perhatian dalam berbagai bidang, baik manajemen, teknologi informasi,
sosiologi, maupun akuntansi.

1.1 Pengertian Modal Intelektual


Penelitian tentang Konsep Intellectual Capital diajukan oleh
ekonom terkenal AS, James K. Galbraith pada tahun 1969 dan
menyatakan bahwa Intellectual Capital tidak hanya jenis aset tidak
berwujud statis dalam dirinya sendiri, tetapi semacam capital dinamis
tanpa bentuk capital tetap, dan merupakan proses secara efektif dalam
memanfaatkan pengetahuan, dan merupakan ukuran untuk mewujudkan
target.
Stuart mendefinisikan Intelectual capital sebagai hal-hal yang
diketahui oleh semua anggota di perusahaan dan membantu perusahaan
untuk memperoleh keunggulan kompetitif di pasar. Beliau menyatakan
bahwa capital intelektual termasuk capital manusia, capital struktural
dan capital pelanggan.

1
Manajemen Aset Intelektual

Melalui pengukuran Intellectual Capital, Advinsson dan Marlon


mendefinisikan Intellectual Capital sebagai bagian bahwa nilai pasar
dari perusahaan melebihi nilai buku.
Sveiby menyatakan bahwa Intellectual Capital adalah jenis aset tidak
berwujud berdasarkan pengetahuan yang relatif terbatas.
Yan Ruosen menunjukkan bahwa penting bagi perusahaan
mengetahui Intellectual Capital untuk mengintegrasikan aset tidak
berwujud yang ada dalam struktur organisasi, pengaturan sistem,
perusahaan budaya, kualitas hubungan dan perusahaan manajemen
karyawan. Namun Bai Lianzhi berpendapat bahwa Intelektual capital
merupakan pengetahuan dan dianggap sebagai ukuran untuk
melaksanakan peningkatan nilai, Yuan Li berpendapat bahwa modal
Intelektual bias didefinisikan dari empat aspek seperti definisi,
representasi, fungsi dan karakter Intelektual Capital.
Berdasarkan hasil penelitian, definisi Stuart tentang Intellectual
Capital disepakati yaitu Intelektual Capital adalah merupakan hal-hal
yang diketahui oleh semua anggota di perusahaan dan dapat membantu
perusahaan untuk memperoleh keunggulan kompetitif di pasar.
Intellectual Capital didapat dari tiga sumber, yaitu:
1. Kompetensi karyawan, yaitu segala kemampuan, keahlian,
ketrampilan, pengetahuan, dan performa bisnis yang dimiliki oleh
karyawan (human capital).
2. Struktur “internal” organisasi, yaitu kemampuan, keahlian,
ketrampilan, pengetahuan, dan performa bisnis yang dimiliki oleh
perusahaan (Strctural capital)
3. Hubungan “eksternal”/pasar, antara lain, dengan konsumen, supplier,
dan pemerintah (customer capital).
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa modal intelektual
berhubungan erat dengan tiga pelaku bisnis utama, yaitu: karyawan,
perusahaan (manajer), dan pelanggan. Untuk mendapatkan modal
intelektual yang maksimal, maka perlu adanya interaksi yang positif di
antara ketiga pihak tersebut.

B. MODAL INTELEKTUAL DAN KINERJA PERUSAHAAN:


BUKTI EMPIRIS
Studi tentang aplikasi manajemen modal intelektual telah dilakukan di
beberapa negara baik di negara maju maupun di negara sedang
berkembang. Untuk mengetahui peran modal intelektual yang ditinjau
dari tiga dimensi atau indikator modal intelektual yaitu, modal sumber

2
Manajemen Aset Intelektual

daya manusia (human capital), modal struktural (structural capital), dan


modal konsumen (customer capital), dalam meningkatkan kinerja
perusahaan. Studi ini dilakukan di negara maju seperti Inggris
(Brooking, 1996; Roos et al., 1997), Kanada (Bontis, 1997; Miller, dkk,
1999), Amerika Serikat (Stewart, 1997), sedangkan dinegara
berkembang dilakukan di Taiwan (Tsan dan Chang, 2003) dan Malaysia
(Bontis dan Richardson, 2000). Perbandingan elemen-elemen modal
intelektual berdasarkan pada studi Annie Brooking, Goran Roos,
Thomas Steward, dan Nick Bontis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Konseptual Modal Intelektual dari para ahli


Beberapa Peneliti Goran Roos Thomas Stewart Nick Bontis
Annie Brooking (UK) (USA) (Canada)
(UK)
Human Centred Assets Human Capital Human Capital Human Capital
Keterampilan,kemam Kompetensi, Karyawan Level
puan dan keahlian, sikap, dan agilitas merupakan aset pengetahuan
kemampuan menye- intelektual organisasi yang individual yang
lesaikan masalah, dan paling penting dimiliki oleh
gaya kepemimpinan karyawan
Infrastucture assets Organizational Structural Structural
Semua teknologi, Inovasi Capital Capital
proses, dan metodo- organisasi, Pengetahuan Aset non SDM
logi yang memung- proses, yang melekat atau kapabilitas
kinkan perusahaan intellectual dalam teknologi organi-
untuk berfungsi property, aset informasi sasi yang
budaya digunakan untuk
memenuhi
permintaan pasar
Intellectual Property Renewal and Structural Intellectual
Know-how, trademark, Development Capital Property
dan patent Hak paten baru Hak paten, Aset yang
Aset pasar dan perusahaan, dan diproteksi dan
Merek, konsumen, Upaya pelatihan trademark memiliki definisi
loyalitas konsumen dan Modal relasional Modal Konsumen legal
saluran ditribusi Hubungan yang Informasi pasar Modal Relasional
melibatkan yang digunakan Bentuk
karyawan dari untuk menjaga pengetahuan yang
luar dan dalam hubungan dengan melekat dalam
perusahaan konsumen hubungan
organisasional

Meskipun definisi dan konseptualisasi modal intelektual tidak


sepenuhnya identik, studi tersebut dimulai untuk melihat titik temu

3
Manajemen Aset Intelektual

tentang cakupan modal intelektual. Brooking (1996) mengemukakan


bahwa managerial skills dan leadership style merupakan komponen
penting dalam modal SDM, sedangkan modal struktural dapat dibagi
dalam dua komponen yaitu aset infrastruktur dan intellectual property.
Dalam kasus aset infrastruktur, Brooking juga memasukkan teknologi
dan proses yang membantu dalam proses perusahaan. Roos
menambahkan pentingnya budaya, sedangkan Stewart memasukkan
unsur trademarks dan patent. Bontis mengemukakan bahwa intellectual
property merupakan suatu “protected asset” dan memiliki definisi legal
yang merupakan komponen lain dari modal intelektual. Kesamaan
keempat peneliti itu adalah bahwa mereka memasukkan konsumen,
loyalitas konsumen, dan market intellegence sebagai bagian dari aset
konsumen.
Dari hasil penelitian tentang modal intelektual dan pengaruhnya
terhadap kinerja bisnis di Malaysia disimpulkan bahwa pengetahuan
sangat penting dan dapat digunakan sebagai alat strategik untuk
menghadapi kompetitor (Naquiyuddin et al., 1992). Jumlah pekerja
berbasis pengetahuan (knowledge-based worker) dan kesempatan
berbasis pengetahuan (knowledge-based opportunities) diharapkan
dapat meningkatkan kinerja bisnis perusahaan untuk waktu-waktu yang
akan datang. Hal penting yang diperlukan untuk mencapai kondisi
tersebut adalah pengembangan kompetensi SDM (Rischer and Fay,
1995). Perekonomian Malaysia yang sebelumnya berbasis pada
produksi telah berkembang pada fokus aktivitas yang memerlukan
keterlibatan SDM untuk mengembangkan ketrampilan (skill) yang
diperlukan.
Dengan demikian jelas terlihat peranan IC semakin strategis,
bahkan akhir-akhir ini memiliki peran kunci dalam upaya melakukan
lompatan peningkatan nilai di berbagai perusahaan. Hal ini disebabkan
adanya kesadaran bahwa IC merupakan landasan bagi perusahaan untuk
unggul dan bertumbuh. Kesadaran ini antara lain ditandai dengan
semakin seringnya istilah knowledge based company muncul dalam
wacana bisnis. Istilah tersebut ditujukan terhadap perusahaan yang lebih
mengandalkan pengelolaan IC sebagai sumber daya dan longterm
growth-nya. Knowledge based company adalah perusahaan yang diisi
oleh komunitas yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan.
Ciri lainnya adalah perusahaan ini lebih mengandalkan pengetahuan
dalam mempertajam daya saingnya, yaitu dengan lebih berinvestasi di

4
Manajemen Aset Intelektual

bidang IC. Sebagai akibatnya, nilai dari knowledge based company


utamanya ditentukan oleh IC yang dimiliki dan dikelolanya.

1.1 Isi Intelektual Capital


Stuart mengusulkan struktur HSC Intelektual Capital, dan ia
berpendapat bahwa isi Intellectual Capital harus termasuk capital
manusia, capital struktural dan capital pelanggan. Capital Pelanggan
berarti aset manajemen seperti saluran pemasaran, loyalitas pelanggan
dan reputasi perusahaan. Capital manusia meliputi berbagai
keterampilan dan pengetahuan dimiliki oleh karyawan untuk
pembangunan yang berkesinambungan dari perusahaan, dan mereka
adalah dasar penting dari perusahaan Capital intelektual.
Capital struktural meliputi struktur organisasi, standar sistem dan
organisasi budaya perusahaan.
Opini Advinsson dan Sullivan berbeda dengan Stuart, dan
mereka berpendapat bahwa Intellectual Capital harus mencakup sumber
daya manusia dan Capital Struktural.
Recourse manusia termasuk semua faktor tentang manusia dalam
perusahaan, dan turun ke pemilik, karyawan, pemasok dan orang lain
yang dapat membawa mereka kemampuan, bakat dan keterampilan
untuk perusahaan. Capital struktural berarti semua kemampuan lainnya
yang tidak ada pada manusia sebagai sumber daya dalam
perusahaan.Untuk penyusunan Intelektual Capital, pendapat Stuart
disepakati dalam artikel ini, yaitu isi Capital Intelektual harus mencakup
sumber daya manusia, capital struktural dan capital pelanggan.
Apa saja yang merupakan elemen dari aset tidak berwujud
belum dapat dinyatakan memiliki kesamaan, karena beberapa peneliti
menyatakan pendapatnya masing-masing. Marr (2006) menyatakan
masih terdapat ketidak sepakatan mengenai komponen dan definisinya
(Ching et al., 2007, h.386), bahkan termasuk indikatornya atau
faktornya. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa pendapat para ahli
seperti Andriesse & Tissen (2000) dan Leliaert et al. (2003) menyatakan
ada tiga elemen dari aset tidak berwujud, yaitu : human capital,
customer capital, dan structural/organizational capital (Thom, 2008,
h.25). Stewart (1997) menyatakan aset tidak berwujud terdiri dari
human capital,structural capital and customer capital (Martin &
Hartley, 2006, h.23).
Komponen utama dari VAIC™ yang dikembangkan Pulic
(1998) tersebut dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu

5
Manajemen Aset Intelektual

physical capital (VACA – value added capital employed), human


capital (VAHU – value added human capital), dan structural capital
(STVA – structural capital value added). VAIC™ juga dikenal sebagai
Value Creation Efficiency Analysis, dimana merupakan suatu indikator
yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi nilai yang dihasilkan
dari perusahaan yang didapat dengan menggabungkan CEE (capital
employed efficiency), HCE (human capital efficiency), dan SCE
(structure capital efficiency) (Pulic, 1998).
Lebih lanjut Pulic (1998) menyatakan bahwa intellectual ability
(yang kemudian disebut dengan VAIC™) menunjukkan bagaimana
kedua sumber daya tersebut (physical capital dan intellectual potential)
telah secara efisien dimanfaatkan oleh perusahaan. VAIC™ telah
memenuhi kebutuhan dasar ekonomi kontemporer dari “sistem
pengukuran” yang menunjukkan nilai sebenarnya dan kinerja suatu
perusahaan. Penciptaan value added pada perusahaan memungkinkan
benchmarking dan memprediksi kemampuan perusahaan di masa depan.
Hal ini berguna bagi semua stakeholder yang berada di dalam value
creation process (pemberi kerja, karyawan, manajemen, investor,
pemegang saham dan mitra bisnis) dan dapat diterapkan pada semua
tingkat aktivitas bisnis (Pulic, 2000). Hubungan antara VAIC™ dengan
kinerja keuangan telah dibuktikan secara empiris oleh beberapa peneliti
baik di Indonesia maupun luar negri, diantaranya adalah Chen et al.
(2005); Firer dan William (2003); Belkaoui (2003); Mavridis (2004);
serta Tan et. al. (2007).
Sedangkan penelitian di Indonesia antara lain dilakukan oleh:
Sampurno (2007); Ulum (2008); serta Kuryanto (2008). Penelitian
penelitian tentang pengaruh IC terhadap kinerja keuangan perusahaan
tersebut masih menunjukkan hasil yang beragam baik dalam hasil
penelitian, obyek penelitian, proksi variabel IC, maupun alat
analisisnya. Chen et al. (2005) menggunakan model Pulic (VAIC™)
untuk menguji hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja
keuangan dengan sampel 4.254 perusahaan yang go public di Taiwan
Stock Exchnge tahun 1992 2002. Hasilnya menunjukkan bahwa IC
berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan.
Chen et al. (2005) juga berhasil membuktikan bahwa Biaya Research &
Development merupakan informasi tambahan yang berpengaruh
terhadap kinerja keuangan. Sedangkan biaya iklan tidak berpengaruh
terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan.

6
Manajemen Aset Intelektual

Sementara penelitian yang dilakukan Tan et al. (2007)


menggunakan sampel 150 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Singapore sebagai sampel penelitian. Hasilnya konsisten dengan
penelitian Chen et al. (2005) bahwa IC (VAIC™) berhubungan secara
positif dengan kinerja perusahaan; IC (VAIC™) juga berhubungan
positif dengan kinerja perusahaan di masa mendatang. Penelitian ini
juga membuktikan bahwa rata rata pertumbuhan IC (VAIC™) suatu
perusahaan berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa
mendatang. Selain itu, penelitian ini mengindikasikan bahwa kontribusi
IC (VAIC™) terhadap kinerja perusahaan berbeda berdasarkan jenis
industrinya. Temuan dari Tan et al. (2005) tersebut selaras dengan
penelitian Bontis (2001) dan Belkaoui (2003) yang menyatakan bahwa
IC (VAIC™) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
perusahaan.
Di Indonesia, penelitian tentang IC diantaranya telah dilakukan
oleh Ulum (2008) yang menguji hubungan IC terhadap kinerja
perusahaan dan kinerja perusahaan masa depan. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa: (1) IC (VAIC ) berpengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan, (2) IC (VAIC ) berpengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan masa depan, (3) ROGIG tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan. Berbeda dengan
penelitian penelitian diatas, penelitian Firer dan Williams (2003)
menggunakan objek 75 perusahaan sektor bisnis yang go public di
Afrika Selatan pada tahun 2001. Dimana dalam penelitiannya, IC
diproksikan dengan VAICTM dan dianalisis menggunakan korelasi dan
regresi sederhana.
Hasil dari penelitian tersebut mengindikasikan bahwa hubungan
antara efisiensi value added dari sumber daya utama perusahaan
(VAIC™) dengan tiga ukuran kinerja perusahaan (yaitu profitabilitas
ROA, produktivitas ATO, dan MB market to book value) secara umum
adalah terbatas dan tidak konsisten. Secara keseluruhan, dari hasil
penelitan Firer dan Williams (2003) tersebut menyatakan bahwa
physical capital (modal fisik) merupakan faktor yang paling signifikan
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di Afrika Selatan. Sedangkan
hasil penelitian Kuryanto (2008) selaras dengan penelitian Firer dan
William (2003) tersebut, dimana hasilnya menyatakan bahwa tidak ada
pengaruh positif antara IC dengan kinerja keuanganperusahaan.
Penelitian Chen et al. (2005) tersebut merupakan
pengembangan dari penelitian Firer dan William (2003). Dimana

7
Manajemen Aset Intelektual

pengukuran kinerja IC sebagai variable independen diantara kedua


penelitian tersebut menggunakan model yang sama yaitu VAIC™ yang
dikembangkan oleh Pulic (1998). Sedangkan variabel dependen yang
digunakan dalam kedua penelitian tersebut berbeda. Chen et al. (2005)
menggunakan variabel Market to Book Value Ratios of Equity (M/B)
dan kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan oleh return on equity
(ROE), return on asset (ROA), pertumbuhan pendapatan, dan
produktivitas karyawan.
Sementara Firer dan William (2003) menggunakan kinerja
perusahaan (profitabilitas diproxykan return on asset (ROA) ,
produktifitas diproxykan rasio penjualan dibagi total aset (ATO), dan
nilai pasar diproxykan market to book value ratio (MB). Perbedaan
penelitian yang dilakukan Chen et al. (2005) serta Firer dan William
(2003) baik dalam hal sampel penelitian, proksi variabel penelitian,
tempat penelitian serta waktu penelitian, selanjutnya mengakibatkan
hasil penelitian yang berbeda. Chen et.al (2005) berhasil membuktikan
bahwa IC berpengaruh terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan.
Sedangkan temuan Firer dan William (2003) berbanding
terbalik dengan temuan Chen et.al (2005) yaitu hubungan IC dengan
kinerja perusahaan secara umum terbatas dan tidak konsisten. Secara
keseluruhan, temuan Firer dan William (2003) tersebut menunjukkan
bahwa physical capital merupakan faktor yang paling signifikan
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di Afrika Selatan. Berpijak
dari hasil penelitian Chen et.al (2005) serta Firer dan William (2003)
yang menunjukkan hasil kontradiktif tersebut, maka menarik untuk
dikaji ulang dengan melakukan penelitian mengenai Modal Intelektual.
Penelitian ini berusaha mereplikasi penelitian yang pernah
dilakukan Chen et.al (2005) dengan beberapa modifikasi dan
penyesuaian dengan kondisi di Indonesia. Penelitian Chen et.al (2005)
dipilih karena merupakan penelitian terkini mengenai IC dengan metode
VAIC™ yang merupakan penyempurnaan atas penelitian Firer dan
William (2003). Penyempurnaan yang dilakukan Chen et.al. (2005)
tersebut adalah dengan memasukkan variabel nilai pasar perusahaan
dimana dalam penelitian Firer dan William (2003) belum diteliti.
Selanjutnya Penelitian ini mengukur pengaruh Intellectual
Capital (dalam hal ini diukur dengan VAIC™) terhadap kinerja
keuangan perusahaan, nilai pasar perusahaan dan pertumbuhan serta
perbedaan kinerja IC antar industri pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Beberapa penyempurnaan yang dilakukan dalam

8
Manajemen Aset Intelektual

penelitian ini atas penelitian yang pernah dilakukan oleh Chen et al.
(2005) adalah dalam hal variabel penelitian, indikator variabel, sampel
penelitian, serta alat analisis yang digunakan. Dalam penelitian Chen et
al. (2005), pertumbuhan pendapatan (GR) menjadi salah satu indikator
kinerja keuangan perusahaan.
Dimana dalam penelitian ini pertumbuhan dijadikan variabel
independen yang terpisah, sehingga dalam penelitian ini terdapat
penambahan satu variabel independen baru yaitu pertumbuhan
perusahaan. Pemisahan variabel pertumbuhan tersebut dikarenakan
kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini diukur dengan
rasio keuangan. Dalam beberapa literatur mengenai kinerja keuangan
(Horne dan Wachowicz, 2005; Agnes, 2008) tidak memasukkan unsur
pertumbuhan dalam rasio keuangan. Penelitian ini dilakukan di Bursa
Efek Indonesia (BEI) karena sejauh ini, penelitan yang menghubungkan
Modal Intelektual terhadap nilai pasar perusahaan belum banyak
ditemukan di Indonesia.
Pemilihan sektor manufaktur sebagai sampel untuk tujuan
homogenitas sampel sehingga hasil yang bias bisa dihindari. Alat
analisis yang digunakan dalam penelitian ini juga berbeda dengan
penelitian Chen et al. (2005). Dimana dalam penelitian ini digunakan
Partial Least Square (PLS) karena seluruh variabel yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan variabel laten yang tidak bisa diukur
secara langsung. PLS juga memungkinkan analisis sekaligus atas
variabel laten dengan beberapa indikator. Sementara dalam penelitian
Chen et al. (2005) menggunakan alat regresi berganda sehingga
pengujian harus dilaksanakan berulang untuk setiap indikator
pembentuk variabel dependennya. Pemilihan model VAIC™ sebagai
proksi atas IC mengacu pada penelitian Chen et al. (2005); Firer dan
William (2003); dan Tan et al. (2007). Kinerja keuangan yang
digunakan adalah current ratio (CR), debt to equity ratio (DER), rasio
penjualan terhadap total aset (ATO), return on investment (ROI), dan
return on equity (ROE).
Pemilihan indikator kinerja keuangan tersebut mengacu pada
penelitian Chen et al. (2005) dan Firer dan William (2003) yang telah
dikembangkan dengan menambahkan indikator likuiditas dan leverage.
Indikator pertumbuhan perusahaan yang digunakan adalah pertumbuhan
laba (EG) dan pertumbuhan aktiva (AG). Sedangkan nilai pasar
perusahaan diproksikan dengan price to book value ratio (PBV) dan

9
Manajemen Aset Intelektual

price to earning ratio (PER), dimana indikator tersebut merupakan


pengembangan terhadap penelitian Chen et al. (2005).

Tabel 1. Perbandingan Konseptual Modal Intelektual


Klasifikasi Intellectual Capital Relational Organizational
Human Capital (Costumer Capital) (Structural Capital)
 know-how · brand Intellectual property
 pendidikan · konsumen · paten
 vocational · loyalitas konsumen · copyrights
qualification · nama perusahaan · design rights
 pekerjaan dihubungkan · backlog orders · trade secrets
 dengan pengetahuan · jaringan distribusi · trademarks
 penilaian psychometric · kolaborasi bisnis · service marks
· kesepakatan lisensi Infrastructure assets
 pekerjaan dihubungkan
· kontrak-kontrak · filosofi manajemen
 dengan kompetensi
yang · budaya perusahaan
 semangat
mendukung · sistem informasi
 enterpreneurial, jiwa
· kesepakatan · sistem jaringan
 inovatif, kemampuan franchise · hubungan keuangan
 proaktif dan reaktif,
 kemampuan untuk
 berubah

Banyak para praktisi yang menyatakan bahwa intellectual capital terdiri


dari tiga elemen utama (Stewart 1998, Sveiby 1997, Saint-Onge
1996,Bontis 2000) yaitu:

1. Human Capital (modal manusia)


Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual.
Disinilah sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan
komponen yang sulit untuk diukur. Human capital juga merupakan
tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan,
dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital
mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan
solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang
yang ada dalam perusahaan tersebut.
Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu
menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. Human
Capital berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
tergantung pada fungsi dari akumulasi modal fisik. Pandangan ini
bahkan lebih umum pada saat pasar potensial yang masih tumbuh dan
ketika kompetisi terutama didasarkan pada skala ekonomi dan
spesialisasi. Untuk ekonom dan pembuat kebijakan fokusnya adalah

10
Manajemen Aset Intelektual

pada bagaimana untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dari


pertumbuhan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi akumulasi modal fisik.
Dalam karya mereka, Becker (1975) dan Schultz (1969) telah
menekankan bahwa sumber daya manusia adalah faktor utama dari
faktor produksi dan karena itu berkontribusi dalam porsi besar untuk
peningkatan produktivitas. Selain itu, sebagaiuntuk modal fisik,
investasi tidak berwujud juga dapat menghasilkan eksternalitas yang
dapat memberikan biaya dan manfaat bagi masyarakat yang tidak
tercermin dalam pendapatan pribadi (ketidaksesuaian antara pribadi dan
sosial tingkat pengembalian). pendidikan umum adalah contoh dari
investasi yang memberikan eksternalitas positif dalamarti bahwa ia
mendorong akuisisi yang efisien dan transmisi pengetahuan. Misalnya,
baru-baru ini hasil penelitian Romer menemukan bahwa tingkat awal
keaksaraan tidak membantu memprediksi tingkat investasi dan laju
pertumbuhan suatu negara (Romer, 1989) .
Seperti perusahaan dalam teori modal fisik, teori human capital
menekankan gagasan bahwa individu adalah investor. Sederhananya,
diasumsikan bahwa individu akan berinvestasi dalam pendidikan
mereka, yang akan melibatkan biaya tinggi dan mengakibatkan kerugian
jangka pendek pendapatan, dalam rangka mencapai pendapatan yang
lebih tinggi di tahun-tahun mendatang.

2. Structural Capital atau Organizational Capital (modal organisasi)


Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau
perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan
strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan
kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan,
misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufakturing, budaya
organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property
yang dimiliki perusahaan.
Seorang individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang
tinggi, tetapi jika organisasi memiliki sistem danprosedur yang buruk
maka intellectual capital tidak dapat mencapai kinerja secara optimal
dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.

3. Relational Capital atau Costumer Capital (modal pelanggan)


Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang
memberikan nilai secara nyata. Relational capital merupakan hubungan

11
Manajemen Aset Intelektual

yang harmonis/association network yang dimiliki oleh perusahaan


dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal
dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan
pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan
perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar.
Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan
perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut.
Menurut Edvinsson & Malone (1999), Gallego & Rodr&guez
(2005), Green & Ryan (2005) dan Sveiby (1997) sebagaimana dikutip
St-Pierre & Audet (2011, h.203) elemen aset tidak berwujud terdiri dari
tiga, yaitu human capital, relational capital, and structural capital.
Bontis (1998) juga menyatakan ada tiga elemen aset tidak berwujud,
yaitu : human capital, structural capital dan customer capital (Ching et
al., 2007, h.388). Demikian juga Saint-Onge (1996) menyatakan tiga
elemen aset tidak berwujud, yaitu : human capital, structural capital
dan relational capital (Ching et al., 2007, h.388).
Berdasarkan pemaparan para peneliti tentang elemen aset tidak
berwujud,maka dalam penulisan ini elemen aset tidak berwujud berupa :
 Human capital.
 Relational capital yang mencakup customer capital karena
menurut Prahalad & Ramaswamy (2000) pelanggan menjadi
sumber kompetensi organisasi (Cabrita & Vas, 2006, h.12).
Walaupun demikian, dalam penelitian ini customer capital akan
dibahas secara terpisah agar diperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentangnya.
 Structural/organizational capital.

Pemilihan elemen intellectual capital ini juga didasarkan kepada


rumusan Intellectual capital = human capital + structural capital +
relational capital (Ngah & Ibrahim, 2009, h.5).
Human capital secara umum didefinisikan sebagai aset yang
lebih mengarah kepada keahlian, pengetahuan, talenta, kompetensi
maupun pengalaman yang dimiliki oleh karyawan maupun manajer
yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dalam pekerjaannya
(Longo & Mura, 2007, h.550; St-Pierre & Audet, 2011, h.203; de
Pablos,2004, h.636).
Terkait dengan pengertian capital insani ini Swart (2006)
menyatakan bahwa capital insani merupakan kontrak yang ada dalam
level individu (Cater & Cater,2009, h.191). Kapital ini dianggap banyak

12
Manajemen Aset Intelektual

peneliti merupakan kapital yang paling penting dari kapital intelektual .


Bagi perusahaan karena manusia merupakan sumber dari kreativitas dan
inovasi (Cabrita & Vas, 2006, h.12; Longo & Mura, 2007, h.549; St-
Pierre & Audet, 2011, h.203; Bozbura, 2004, h.358; Thom, 2008, h.43;
Ul Rehman et al., 2011, h.9). Demikian hebatnya capital insani dalam
level perusahaan, maka kehebatan ini akan memberikan dampak positif
bagi perekonomian negara : capital insani merupakan penggerak
aktivitas ekonomi nasional, kompetisi dan kemakmuran (Cabrita & Vas,
2006, h.12; Abhayawansa & Abeysekera, 2008, h.55).
Dibalik hebatnya manfaat capital insani bagi perusahaan, ada
sisi lain yang perlu diperhatikan perusahaan : karena capital insani
berada pada level individu, dalam diri karyawan dan manajer, maka
resiko perusahaan atas capital insaninya adalah besar, karena karyawan
dan manajer yang memiliki capital insani dapat meninggalkan
perusahaan kapanpun, kecuali perusahaan dapat menegasinya melalui
berbagai macam cara, terutama untuk karyawan dan manajer yang telah
dilatih dan dikembangkan dengan baik oleh perusahaan.
Dimensi human capital menurut teori Barat cukup beragam,
misalnya menurut Aryee et al. (1994) human capital memiliki tiga
dimensi (Carmeli & Tishler, 2004, h.303), yaitu : pendidikan,
pengalaman kerja dan kompetensi. Sedangkan menurut Bontis & Fitz-
enz (2002), human capital terdiri dari employee satisfaction, employee
commitment company, education, employee motivation, value
alignment, retention of key people, management leadership, process
execution, knowledge generation, knowledge sharing and knowledge
integration (Bozbura, 2004, h.360-1). Bozbura (2004, h.358)
menyatakan ada beberapa dimensi dari human capital, yaitu employees’
occupational or general knowledge accumulation, the leadership
abilities, risk-taking and problem-solving capabilities.
Konteks human capital di negara-negara Barat adalah berbeda
dengan konteks di negara-negara Timur karena perbedaan budaya yang
cukup signifikan. Menyadari hal ini Ching et al. (2007, h.387)
melakukan penelitian untuk membuat klasifikasi komponen atau elemen
dari Intellectual capital yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
kepada 105 perusahaan di Malaysia (Ching et al., 2007, h.389). Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa human capital terdiri dari tiga
dimensi, yaitu
1. Employee capability;
2. Employee development & retention; dan
3. Employee behavior.

13
Manajemen Aset Intelektual

Dari penelitiannya, Ching et al. (2007, h.400, 402) menyatakan


bahwa masing-masing elemen human capital ini memiliki indikator
sebagai berikut :

1. Employee capability, yaitu


- Employee work-related knowledge (pengetahuan karyawan terkait
dengan pekerjaannya).
- Employee work-related competence (kompetensi karyawan terkait
pekerjaannya).
- Employee know-how/expertise (pengalaman karyawan).
- Employee creativity/innovativeness (kreativitas/inovasi karyawan).

2. Employee development & retention, yaitu


- Employee training (pelatihan karyawan).
- Key employee turnover (tingkat terluas karyawan kunci).
- Employee recruitment costs (biaya merekrut karyawan).
- Incentive/reward/compensation scheme (skema kompensasi
insentif/reward).
- Employee profitability (e.g. revenue per employee, etc.) (profitabilitas
karyawan).
- Employee previous job experience (pengalaman karyawan
sebelumnya).
- Employees’ level education/vocational qualification (tingkat
pendidikan karyawan).

3. Employee behavior, yaitu


- Employee motivation (motivasi karyawan).
- Employee job satisfaction (kepuasan kerja karyawan).
- Employee loyalty (loyalitas karyawan).
- Leadership (kepemimpinan).
- qualities of managers Internal communication system (kualitas sistem
komunikasi internal manajer).
Pembahasan mengenai human capital di UKM masih sangat terbatas.
Martin & Hartley (2006) melakukan penelitian tentang intangible assets
di UKM Inggris. Walaupun konsep yang digunakannya berbeda dengan
Ching et al., tetapi Martin & Hartley (2006, h.18) juga membahas
human capital di UKM dengan menyatakannya sebagai konsep People-
based intangible assets, yang diidentifikasikannya sebagai karyawan

14
Manajemen Aset Intelektual

yang memiliki pengetahuan dan kekuatan tenaga kerja yang terlatih


dengan alasan keahlian dan pengalaman ini juga tersedia bagi pesaing .
Sepertinya maksud Martin & Hartley dengan menyatakan
bahwa keahlian dan pengalaman tersedia bagi perusahaan pesaing
adalah bahwa kedua hal ini yang ada dalam diri karyawan bukan
merupakan milik perusahaan secara permanen walaupun karyawan itu
bekerja di perusahaan. Ketika karyawan pulang ke rumahnya, maka
kedua hal itu bukan milik perusahaan lagi.
Penelitian human capital di UKM juga dilakukan oleh Ngah &
Ibrahim (2009,h.8) di Malaysia dengan hasil memperlihatkan yang sama
dengan hasil penelitian Cohen Kaimnenakis (2007) bahwa human
capital merupakan elemen penting dalam intellectual capital : ukuran
UKM yang relatif kecil memungkinkan terciptanya atmosfir yang
bersahabat, karyawan yang kreatif dan jaringan yang erat antar
karyawan dalam bekerja sama.

C. Komponen-komponen Intelectual Capital


Menurut Hubert Saint-Onge (Stewart, 1997) dari Canadian
Imperial Bank Of Commerce dan Leif Edvinsson dari Skandia, modal
intelektual dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:

1. Human Capital (Modal Manusia).


Human Capital merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan
kemampuan seseorang yang dapat digunakan untuk menghasilkan
layanan profesional dan economic rent. Menurut Coff (1997), teori
human capital dibedakan dalam 2 kategori:
a. Firm Specific Human Capital
Merupakan pengetahuan mengenai rutinitas dan prosedur yang
khas dari sebuah perusahaan, yang membatasi nilai tersebut keluar
dari perusahaan tersebut.
b. Industry Specific Human Capital
Merupakan pengetahuan rutinitas yang khas dalam suatu industri
yang tidak dapat ditransfer ke industri lain.
Perbedaaan antara keduanya yang utama adalah terletak pada
spesifitasnya. Industry Specific Human Capital kurang memiliki
spesifitas perusahaan, sehingga seorang profesional dapat pindah dari
satu perusahaan ke perusahaan lainnya di seluruh pasar (dalam industri
Kemampuan manusia merupakan sumber dari inovasi, sumber dari
pandangan. Modal manusia merupakan suatu wadah di mana

15
Manajemen Aset Intelektual

keseluruhan jenjang atau tingkatan dimulai: sumber dari inovasi dan


awal pengetahuan. Sudut pandang kita dalam modal intelektual harus
berhubungan dengan organisasi, bukan secara individual. Perusahaan
perlu memfokuskan dirinya untuk memperoleh sebanyak mungkin
modal intelektual seperti mereka menggunakan laba. Bila tujuan utama
kita adalah inovasi, baik produk baru ataupun jasa, atau perbaikan dalam
pemrosesan bisnis, maka modal intelektual dibentuk dan disebarkan saat
kebanyakan waktu dan bakat orang yang bekerja dalam suatu
perusahaan dicurahkan pada aktivitas yang menghasilkan inovasi
(Santosa & Setiawan, 2004).yang sama) tanpa menghilangkan nilai
industry specific perusahaan sebelumnya.
Tugas dan proses modal manusia tergantung pada 3 jenis keterampilan,
yaitu:
1. Commodity Skills: kemampuan yang tidak spesifik untuk bisnis
tertentu, dapat langsung diperoleh, dan lebih kurang sama nilainya
bagi setiap bisnis. Misalnya, perawatan AC, administrasi.
2. Leveraged Skills: pengetahuan yang meskipun tidak spesifik untuk
perusahaan industri, namun relatif berharga bagi suatu perusahaan
dari pada perusahaan yang lain. Contohnya: Programmer di suatu
perusahaan komputer berbeda nilainya dengan programmer di suatu
Bank.
3. Propietary Skills: pengetahuan yang spesifik bagi suatu
perusahaan, yang menjadi sebuah nilai jual dan berharga.
Tidak semua pekerja, adalah aset penting perusahaan. Pekerja
penting adalah pekerja yang memiliki modal manusia. Pengertian modal
manusia adalah pekerja yang mampu menciptakan kekayaan (manfaat)
dan nilai tambah bagi perusahaan. Pengetahuan, kompetensi,
keterampilan, dan pengalaman seorang manajer pada umumnya
termasuk kategori modal manusia, dengan syarat pengetahuannya
memberi manfaat bagi perusahaan. Semakian tinggi posisi atau jabatan
seorang manajer semakian besar pula nilai modal manusianya. Dengan
kata lain, ketrampilan manajemen (general management) termasuk
modal manusia dan modal intelektual. Manajemen puncak memiliki
mutu modal manusia yang termasuk tinggi. Sedangkan bagi karyawan,
keahlian dan pengetahuannya dianggap sebagai modal manusia jikas
memenuhi dua kriteria penting, yaitu:
 Menjadi milik property perusahaan dan dilindungi hak atas
kekayaaan intelektual (HKI), artinya, tidak ada seorangpun

16
Manajemen Aset Intelektual

yang memiliki keahlian atau pengetahuan yang lebih baik


(berharga), dan
 Memiliki nilai pasar, artinya, keahlian dan pengetahuan mampu
menciptakan nilai di mana pelanggan bersedia membeli nilai
tersebut.
Modal manusia berperan sangat penting dalam sebuah
perusahaan. Untuk itu supaya perusahaan itu bisa memiliki modal
manusia berarti perusahaan harus bisa menciptakan rasa kepemilikan
antar pekerja dan perusahaan itu.

2. Structural capital
Pemahaman structural capital secara umum dapat dinyatakan
sebagai pedoman formal dan tertulis yang berlaku bagi karyawan dalam
melakukan tugasnya, sehingga karyawan mengetahui tanggung jawab
dan wewenangnya dengan baik, termasuk berkomunikasi dengan pihak
lain secara internal (Cater & Cater, 2009, h.191; St-Pierre & Audet,
2011, h.204; Longo & Mura, 2007, h.551; Uadiale & Uwuigbe, 2011,
h.50).
Dari makna structural capital tersebut, tidak berlebihan jika
Benevene & Cortini (2010, h.125) menyatakan bahwa structural capital
merupakan infrastruktur pendukung bagi human capital. Dengan kata
lain eksistensi structural capital ini yang membuat human capital dalam
organisasi berkembang. Dengan adanya struktur organisasi, maka
wewenang dan tanggung jawab semua individu dalam perusahaan
menjadi jelas. Proses dan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan
membuat setiap individu memiliki pedoman yang jelas agar pelaksanaan
tugasnya tidak salah.
Banyak perusahaan-perusahaan besar tidak menyadari bahwa
mereka mempunyai aset terbesar dalam kemampuan untuk memajukan
perusahaan mereka, yaitu dengan modal manusia yang telah mereka
miliki. Walaupun mereka menyadari akan hal tersebut, namun masih
sedikit perusahaan yang mampu memaksimalkan kegunaan dari modal
manusia yang mereka miliki. Seorang pemimpin perusahaan harus
mengetahui dan melaksanakan apa yang harus dilakukan dalam rangka
memunculkan suatu kepemilikan bagi perusahaan. Itulah modal
struktural.
Alasan untuk mengelola modal struktural adalah adanya
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, untuk
mempersingkat waktu suatu pekerjaan, dan untuk memperbanyak

17
Manajemen Aset Intelektual

manusia yang produktif. Kunci dalam mengelola struktur ilmu


pengetahuan adalah mengingat bahwa capital organizational adalah
yang pertama dan terutama. Mengelola modal struktural bukan
merupakan sesuatu yang sulit, tetapi hal itu merupakan sesuatu yang
baru dan ada banyak hal yang dapat dipelajari dari melihat bagaimana
perusahaan yang progresif dapat melakukannya.
Pengetahuan manajemen tidak akan terjadi tanpa pengetahuan
manajer. Seperti beberapa sistem organisai, metode, dan departemen.
Struktur untuk kemampuan mengatur harus jelas maksud strateginya. Di
samping membuat peta dan memperdalam keahlian, manajemen
eksplisit dalam modal struktural dapat meningkatkan produktivitas.
Sebenarnya hal yang penting dalam modal intelektual bukanlah
teknologi atau membeli software baru untuk perusahaan. Meskipun
sepertinya dapat terbukti sendiri bahwa teknologi informasi dapat sangat
membantu dalam mengatur informasi, tetapi hal yang terpenting adalah
usaha-usaha yang jelas untuk menemukan ilmu pengetahuan yang
berguna. Kesempurnaan suatu pekerjaan dalam sebuah organisasi
datang dari kesempatan untuk membuat pilihan-pilihan yang lebih
bersangkutan dengan ilmu pengetahuan. Setiap SDM diharapkan dapat
menyadari bahwa informasi dan ilmu pengetahuan yang digunakan oleh
masing-masing orang dalam pekerjaan mereka sedikitnya dinilai sama
pentingnya dengan alat-alat atau muatan material yang mereka gunakan,
dan, seperti alat-alat atau material tersebut, dapat diatur sedemikian rupa
agar lebih produktif.
Menurut Bontis (1998) dan Cinca et al. (2003) perusahaan
dengan structural capital
yang kuat akan memiliki sebuah budaya organisasi yang suportif para
individu dalam perusahaan untuk mencoba segala sesuatu, termasuk
kegagalan dan pembelajaran, guna memberikan kontribusi bagi
perusahaan (Longo & Mura, 2007, h.551).
Pentingnya structural capital lainnya juga dinyatakan Bontis
(1998) bahwa jika structural capital yang ada dalam perusahaan tidak
baik, maka utilisasi kapital-kapital lainnya secara menyeluruh akan
terhambat (Khalique et al., 2011, h.344). Terkait dengan hal ini,
Ramesan (2011) menjelaskan mengapa structural capital ini begitu
penting bagi penyelarasan semua kapital dalam perusahaan : structural
capital terdiri dari infrastruktur, kebijakan dan prosedur sistem
perusahaan (Khalique et al., 2011,h.344).

18
Manajemen Aset Intelektual

Tanpa ada infrastruktur dan kebijakan dan prosedur yang baik,


human capital akan sulit dikembangkan karena kebingungan yang
muncul akibat kebijakan dan prosedur yang tidak dikelola dengan baik.
Demikian juga relational capital yang merupakan kapital berkenaan
dengan pengembangan hubungan perusahaan dengan pihak eksternal
juga akan terganggu yang akibatnya citra perusahaan bisa memburuk,
terutama jika produk perusahaan tidak baik. Klein (1998) juga
menyatakan bahwa setiap perusahaan memiliki structural capitalnya
sendiri-sendiri (Zerenler et al., 2008,h.33).
Dengan demikian eksistensi kapital yang dikelola dengan baik
semakin memperjelas
kemampuannya untuk menjadi faktor pembeda dengan perusahaan
lainnya, sehingga karenanya competitive advantage akan lebih mudah
dicapai, tentu saja dengan dukungan semua kapital lainnya yang selaras.
Kaitan antara structural capital dengan kapital lainnya
dikemukakan Bontis (1998) yang menyatakan bahwa jika organisasi
memiliki kapital struktural yang buruk, maka ia akan sulit menggunakan
kapital intelektual secara menyeluruh. Demikian pula sebaliknya bahwa
jika organisasi memiliki kapital struktural yang kuat, maka ia akan
mampu mengarah kepada pemberdayaan intelektual kapitalnya secara
maksimal (Khalique et al., 2011, h.344).
Ada beberapa peneliti yang memiliki pendapat berbeda tentang
dimensi structural
capital. Edvinsson & Malone (1999) dan Egbu (2004) yang menyatakan
kapital ini mencakup paten, proses organisasi, strategi yang digunakan,
administrasi dan teknologi organisasi (St-Pierre & Audet, 2011, h.204).
Swart (2006) menyatakan kapital ini terdiri dari know-how perusahaan
(Cater & Cater, 2009, h.192).
Cakupan lain structural capital dikemukakan Longo & Mura
(2007, h.551) yang menyatakan Sumber Daya Perusahaan dalam Teori
Resource-based View bahwa structural capital terdiri dari mekanisme
dan prosedur organisasi yang mendukung karyawan dalam melakukan
tugasnya.
Sementara Cabrita & Vas (2006, h.12) dengan lebih rinci
menyatakan bahwa structural capital mencakup infrastruktur, sistem
informasi, rutinitas, prosedur dan budaya organisasi. Salleh & Selamat
(2007) dan Cabrita (2009) menyatakan bahwa structural capital terdiri
dari pengetahuan yang ada dalam organisasi, termasuk competitive

19
Manajemen Aset Intelektual

intelligence, prosedur dan kebijakan rutin organisasi (Khalique et al.,


2011, h.254).
Walaupun belum terdapat konsensus atas cakupan structural
capital ini, pada intinya
structural capital adalah penunjang human capital dalam melakukan
tugasnya. Tidak heran jika structural capital eksis tergantung kepada
human capital, karena tanpa human capital, structural capital tidak
mungkin eksis (Chen et al., 2004, h.202).
Structural capital menurut Ching et al. (2007, h.400, 402),
berdasarkan penelitiannya di Malaysia, terdiri dari dua elemen dengan
faktornya masing-masing,yaitu :
 Development of products/ideas (pengembangan produk/ide) :
 Implementation of new ideas/products/services (implementasi
ide baru, produk baru).
 Length of time for product design/development (lamanya
pengembangan atau rancangan produk dilakukan).
 Development of new ideas/products/ services (pengembangan
ide baru,produk baru).
 Exploitationand management of patents, copyrights and
trademarks (eksploitasi dan pengelolaan paten, hak cipta, dan
merk dagang).
 Life-cycles of products (daur hidup produk).
 Opportunities for licensing/franchising agreements (peluang
untuk mendapatkan kesepakatan melakukan lisensi atau
franchise).
 Effectiveness of expenditure on R&D (efektivitas pengeluaran
akan penelitian dan pengembangan).
 Favourable contracts obtained due to company’s unique
position (kontrak yang diperoleh dikarenakan posisi unik
perusahaan).

2. Organization infrastructure (infrastruktur organisasi) :


 Data systems providing access to information Management
(includingfinancial) control system (sistem data memberikan
akses kepada informasi sistem kontrol manajemen, termasuk
sistem kontrol keuangan).
 Documentation of knowledge in manuals, databases
(dokumentasi pengetahuan dalam bentuk manual maupun data
base).

20
Manajemen Aset Intelektual

 -IT systems and their usage in your company (sistem informasi


teknologi dan penggunaanya).
 Execution of corporate strategies (eksekusi strategi
perusahaan).
 Organizational culture in written form (budaya perusahaan
dalam bentuk tertulis).

3. Relational Capital
Relational Capital didefinisikan secara umum sebagai kapital
ini merupakan hubungan yang mampu dijalin perusahaan dengan pihak-
pihak eksternal perusahaan,seperti pelanggan, pemasok, partner, dan
regulator (de Castro et al., 2004, h.577;Bozbura, 2004, h.358; Srivihok
& Intrapairote, 2004, h.5). Dengan kata lain kapital ini merupakan
pengetahuan yang dilekatkan ke dalam hubungan dengan para pihak
eksternal perusahaan yang mampu mempengaruhi hidup organisasi
(Uadiale & Uwuigbe, 2011, h.50). Pengetahuan yang dilekatkan dalam
hubungan dengan pihak eksternal ini amat krusial mengingat perusahaan
tidak mungkin hidup dalam isolasinya dari lingkungan eksternalnya.
Relational capital menurut de Pablos (2004, h.637) merupakan
fungsi dari longevity : kapital ini akan memberikan nilai yang berlebih
kepada perusahaan ketika ia mampu menciptakan hubungan ’dalam
jangka panjang’ dengan para pihak di luar perusahaan. Ketika sebuah
hubungan dengan salah satu aktor di lingkungan eskternal perusahaan
sulit untuk dipertahankan, perusahaan dapat saja tidak mendapatkan
kerugian, selama aktor lainnya yang sejenis yang diperlukan perusahaan
didapatkan dengan mudah. Misalnya pemasok.
Ketika jumlah pemasok sedikit dan perusahaan sulit
mempertahankan hubungannya
dengan pemasok yang sudah ada, maka perusahaan akan membutuhkan
waktu, biaya dan tenaga ekstra untuk mendapatkan pemasok sejenis
lainnya. Pentingnya kapital ini juga dikemukakan oleh Srivihok &
Intrapairote (2004, h.5) yang menyatakan bahwa kualitas hubungan
yang mampu dijalin dengan baik, kemampuan menjaga pelanggan yang
ada dan menarik pelanggan baru merupakan kunci utama bagi
keberhasilan perusahaan.
Menurut Uadiale & Uwuigbe (2011, h.50), kekuatan yang
dimiliki para pihak di lingkungan eksternal perusahaan memiliki peran
dalam mempengaruhi pemetaan posisi perusahaan, termasuk
menentukan kekuatannya. Dengan demikian jalinan hubungan dengan

21
Manajemen Aset Intelektual

para pihak di lingkungan eksternal perusahaan amat perlu dijalin


perusahaan dengan baik, karena dapat menentukan mati hidupnya
perusahaan.
Beberapa aktor yang perlu dijalin hubungannya oleh perusahaan
dalam kaitannya dengan relational capital adalah (de Castro et al.,
2004, h.579)
 Pelanggan, adalah pihak eksternal perusahaan yang terlibat
dalam hubungan sehari-hari ketika mereka membeli produk
perusahaan. Pelanggan adalah aktor yang paling penting dalam
menentukan sukses tidaknya perusahaan dalam industrinya.
 Pemasok, adalah pihak yang dapat mempengaruhi stabilitas
proses produksi perusahaan, apakah perusahaan berupa
manufaktur atau jasa.
Dalam kaitannya dengan pemasok, perusahaan perlu
menitikberatkan beberapa hal, seperti :
 Struktur pasokan.
 Proses hubungan dengan pemasok.
 Outcome dari hubungan dengan pemasok.
Resiko individual dari masing-masing pemasok pada saat-saat tertentu.

 Musuh (allies).
Musuh dalam hal ini menurut de Castro et al. bisa siapa saja,seperti
pesaing, pemasok, pusat penelitian. Mereka dapat memberikan nilai
tambah kepada perusahaan ketika perusahaan mampu melakukan kerja
sama dengan ’musuh’ ini. Kasus menarik dalam hal ini terjadi di bisnis
keripik singkong pedas di beberapa UKM di Kota Cimahi, yaitu salah
satu pengrajin keripik ini memiliki akses yang bagus kepada banyak
petani singkong di berbagai daerah. Pengrajin ini tidak sungkan untuk
membantu pesaing-pesaingnya, sesama pengrajin keripik singkong di
daerah produksinya, menyediakan pasokan singkong ketika para
pesaingnya ini kesulitan mendapatkan pasokan di saat musim paceklik.

 Pemegang saham.
Pemegang saham sebagai pihak yang dapat memberikan nilai tambah
kepada perusahaan secara umum berlaku untuk perusahaan besar.
Dalam bisnis UKM, khususnya di Indonesia, pada umumnya kaitan
dengan para pemegang saham belum dapat dilakukan, karena mayoritas
UKM di Indonesia masih banyak yang belum terkait untuk menjadi
perusahaan publik.

22
Manajemen Aset Intelektual

 Pemerintah atau regulator pasar.


Nilai tambah yang dapat diperoleh perusahaan dari pemerintah atau
regulator pasar dapat berbentuk kualitas, kompetensi atau masalah
pelanggan.
Hal senada berkenaan dengan pihak-pihak yang dapat diajak
berhubungan dengan de Castro et al. di atas dikemukakan oleh Bozbura
(2004, h.358) yang menyatakan bahwa para pihak yang dapat diajak
berhubungan oleh perusahaan adalah
 pelanggan,
 pemegang saham,
 pemasok,
 pesaing,
 negara,
 pejabat institusi; dan
 masyarakat.
Bozbura (2004, h.358) menyatakan bahwa relational capital
mencakup merk,loyalitas konsumen, citra perusahaan di mata
masyarakat dan pemasok dan sistem feedback dari pelanggan dan
ukuran baik tidaknya relational capital ini ditentukan oleh pandangan
lingkungan tentang perusahaan. Ada beberapa kriteria yang digunakan
Bozbura (2004, h.361) dalam menentukan baik tidaknya kapital ini,
yaitu

1. Kriteria berkenaan dengan pelanggan, yang mencakup :


 Kepuasan pelanggan;
 Waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah;
 Lamanya hubungan yang terjadi;
 Pelayanan yang menambah nilai;
 Loyalitas pelanggan.
Kriteria berkenaan dengan pelanggan ini dikesampingkan dalam tulisan
ini mengingat kriteria ini akan dicakupkan ke dalam customer capital
dalam bahasan berikut.

2. Kriteria berkenaan dengan pasar, yang mencakup :


 Pangsa pasar
 Peningkatan kepemimpinan dalam pangsa pasar
 Memiliki proses yang berorientasi pasar
 Pemahaman karyawan atas pasar dan pelanggan

23
Manajemen Aset Intelektual

 Memiliki citra yang baik di pasar


 Memiliki merk yang unggul di pasar

3. Kriteria berkenaan dengan elemen lingkungan, yang mencakup :


 Partisipasi dalam aktivitas sosial yang tidak ada sponsor
 Menjadi sponsor dalam berbagai kegiatan sosial
 Melakukan analisis pesaing
 Menjalin hubungan dengan pemasok
 Memiliki kesadaran akan lingkungan
 Memiliki hubungan dengan pemegang saham.
Relational capital dalam UKM dinamakan Martin & Heartley (2006,
h.18) sebagai supplier and input relationship yang diidentifikasikan
mereka sebagai:
 Kontrak pasokan. Menurut penulis, beberapa pemilik UKM
yang penulis temui menyatakan tidak pernah mau
melakukan kontrak pasokan secara tertulis, karena resiko
tinggi ketika penjualan menurun. Pada umumnya mereka
melakukan kontrak pasokan ’secara batiniah’, dalam arti
saling percaya satu dengan yang lain.
 Kepercayaan ini menjadi landasan mereka berbisnis sejak
lama dan hebatnya tidak pernah bermasalah.
 Hubungan yang menguntungkan dengan pemasok.
 Kontrak pekerjaan dengan karyawan kunci. Beberapa
pemilik UKM yang penulis temui menyatakan bahwa
mereka tidak pernah membuat kontrak secara tertulis
dengan karyawan kuncinya. Walaupun demikian ada
karyawan kunci yang tetap setia sampai sekarang karena
perhatian majikannya yang tinggi akan persoalan yang
mereka hadapi.

 Customer capital
Walaupun ada yang menyamakan customer capital dengan relational
capital, misalnya Bontis (1998) yang memberikan satu definisi bagi
customer/relational capital sebagai semua hubungan yang perusahaan
jalin dengan kelompok stakeholdernya seperti pelanggan, pemasok,
komunitas dan pemerintah (Ngah & Ibrahim, 2009,h.4), dalam tulisan
ini secara khusus akan dibahas tentang customer capital yang
dipisahkan dari relational capital agar pemahaman tentang pentingnya
menjalin hubungan dengan pelanggan bagi perusahaan lebih dipahami.

24
Manajemen Aset Intelektual

Customer capital atau modal pelanggan adalah hubungan


organisasi dengan orang-orang yang berbisnis dengan organisasi
tersebut. Saint-Onge memberi definisi customer capital sebagai
kedalaman (penetrasi), kelebaran (cakupan), dan keterkaitan (loyalti)
dari perusahaan. Edvinsson menambahkan customer capital adalah
kecenderungan pelanggan suatu perusahaan untuk tetap melakukan
bisnis dengan perusahaan tersebut (stewart, 1997).
Customer capital muncul dalam bentuk proses belajar, akses,
dan kepercayaan. Ketika sebuah perusahaan atau seseorang akan
memutuskan untuk membeli dari suatu perusahaan, maka keputusan
didasarkan pada kualitas hubungan mereka, harga, dan spesifikasi
teknis. Semakin baik hubungannya, semakin besar peluang rencana
pembelian akan terjadi, dan hal ini berarti semakin besar peluang
perusahaan belajar dengan dan pelanggan serta pemasoknya.
Pengetahuan yang dimiliki bersama adalah bentuk tertinggi customer
capital.
Modal Pelanggan adalah yang paling nyata dari ketiga jenis modal
intelektual. Fungsinya adalah menjembatani modal manusia agar
mampu menciptakan hubungan yang positif dengan konsumen, pasar,
dan lembaga-lembaga tertentu. Contohnya: loyalitas konsumen,
kekuatan brand, kepuasan pelanggan, hubungan dengan konsumen,
logo, hubungan dengan pemerintah, jaringan distribusi dan pemasaran,
hak lisensi, hak distribusi, hubungan dengan rekanan, hubungan dengan
perguruan tinggi dan lembaga riset.
Perlu diwaspadai tidak semua pelanggan menguntungkan secara
finansial. Untuk membangun modal pelanggan lebih baik diupayakan
untuk mendapatkan lebih banyak bisnis dari pelanggan-pelanggan yang
menguntungkan. ketimbang mengharapkan dari pelanggan baru yang
baelum tentu memiliki tingkat loyalitas tinggi. Untuk menumbuhkan
“pangsa pelanggan” (customer share) – bukan pangsa pasar (market
share) – perusahaan perlu memberikan respon positif dan cepat terhadap
kebutuhan pelanggan yang menguntungkan. Perusahaan perlu
mempelajari bisnis setiap pelanggan dan meneruskan informasi tersebut
kepada seluruh manajer, staf, dan karyawan perusahaan. Ingat, bahwa
pelanggan bersedia dan rela membayar harga premium bagi produk dan
jasa layanaan yang prima dan sangat mereka butuhkan.
Dari ketiga kategori aset intelektual: human capital, structural
capital, dan customer capital, maka customer capital merupakan aset
yang paling bernilai. Jejak mereka dalam laporan keuangan lebih mudah

25
Manajemen Aset Intelektual

ditelusuri dibandingkan dengan yang ditinggalkan orang, sistem, atau


kemampuan. Walaupun banyak sistem pelaporan keuangan perusahaan
yang tidak dirancang untuk melakukan hal tersebut, sangatlah mudah
mencari indikator customer capital, seperti pangsa pasar, tingkat retensi,
dan hilangnya pelanggan, dan laba per pelanggan.
Ada 6 cara untuk berinvestasi dalam modal pelanggan (Santosa &
Setiawan, 2004):
1. Berinovasi bersama pelanggan
2. Memberikan wewenang pada pelanggan
3. Memusatkan pelanggan sebagai individual
4. Berbagi kemenangan dengan pelanggan
5. Mempelajari bisnis pelanggan dan mengajarinya bisnis anda
6. Menjadi sangat dibutuhkan
Pemahaman tentang customer capital secara umum dapat
dinyatakan sebagai pemahaman perusahaan akan pelanggan, termasuk
semua masalah dan tantangannya,di mana pelanggan adalah sumber
pendapatan perusahaan (Cater & Cater, 2009,h.192; Duffy, 2000, h.10;
Wensley et al., 2011, h.134). Tanpa pelanggan perusahaantidak mungkin
memperoleh pendapatan untuk menjaga eksistensi dan pertumbuhannya
di masa mendatang.
Dengan demikian hubungan yang dijalin dengan pelanggan
benar-benar merupakan kunci utama bagi berhasil tidaknya perusahaan
di masa sekarang dan mendatang.
Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Cater & cater (2009,
h.192) bahwa pengetahuan yang terkait pelanggan tetap merupakan
bagian utama perusahaan. Maksudnya adalah bahwa dalam kaitannya
dengan lingkungan eksternal, customer capital merupakan kunci utama,
tapi dalam kaitan dengan lingkungan internal, human dan structural
capital merupakan kunci keberhasilan perusahaan untuk menciptakan
atau memproduksi produk yang sesuai dengan apa yang diinginkan
pasarnya.
Hal ini senada dengan apa yang diungkap Chen et al. (2004,
h.203) bahwa pengembangan customer capital bersandar kepada
dukungan human capital, structural capital dan innovation capital.
Pentingnya customer capital sebagaimana yang terkandung
dalam pemahamannya juga dinyatakan oleh Chang & Tseng (2005)
yang menyatakan bahwa customer capital merupakan sumber utama
dari competitive advantage perusahaan di era knowledge economy yang
dikarenakan tema sentral dalam customer capital terletak kepada

26
Manajemen Aset Intelektual

pengetahuan akan saluran marketing dan customer relationship


(Wensley et al., 2011, h.134). Manfaat lain dari kapital ini diungkap oleh
Chen et al. (2004,h.203) yang menyatakan bahwa customer capital
merupakan penentu pengubahan intellectual capital yang memiliki nilai
pasar yang akan mempengaruhi kinerja bisnisnya.
Karena konsumen merupakan sumber utama perusahaan dalam
mengembangkan bisnisnya, atau menurut istilah Ross et al. (2001)
hubungan dengan pelanggan adalah penting sekali karena pelanggan
yang membeli produk perusahaan merupakan sumber utama
penghasilan perusahaan (Khalique et al., 2011, h.344), maka jelas sekali
tanpa dimilikinya customer capital perusahaan tidak mungkin akan
mampu bertahan dalam bisnisnya.
Hal ini merujuk kepada pernyataan Bontis (1996) dan Duffy
(2000) yang menyatakan
bahwa customer capital merupakan value yaitu kontribusi yang
diberikan kepada pendapatan saat ini dan masa mendatang (Chang &
Tseng, 2005, h.1469) yang berasal dari hubungan perusahaan dengan
pelanggannya (Chang & Tseng, 2005,h.1469). Alasan lain yang layak
dikemukakan dalam tulisan ini mengapa customer capital merupakan
value bagi perusahaan dikemukakan oleh :
Prahalad & Ramaswamy (2000) yang menyatakan bahwa
pelanggan merupakan sumber kompetensi yang baru bagi organisasi
karena mereka memperbaharui kompetensi keseluruhan organisasi
(Cabrita & Vas, 2006, h.12). Maksudnya adalah bahwa dengan adanya
pelanggan yang keinginannya selalu berubah, perusahaan diharuskan
untuk selalu memenuhi keinginan para pelanggannya jika ingin terus
bertahan dalam industrinya.
Upaya perusahaan untuk mencoba memenuhi keinginan
pelanggan yang terus berubah ini otomatis akan memperbaharui
kompetensi perusahaan secara keseluruhan,terutama dalam bidang
produksi dan marketing yang sebagai konsekuensinya.
Gibbert et al. (2001) yang menyatakan bahwa pelanggan
mampu meremajakan basis pengetahuan organisasi yang akan
mencegah organisasi menjadi usang dalam lingkungan yang turbulen
(Cabrita & Vas, 2006, h.12).
Turbulensi dalam tulisan ini dipahami Jaworski & Kohli (1993)
sebagai seberapa cepat pelanggan merubah preferensinya dalam kurun
waktu tertentu (Zebal & Goodwin, 2011,h.2)]. Maksudnya adalah bahwa
dengan berorientasi kepada pelanggan, maka perusahaan akan terus

27
Manajemen Aset Intelektual

mencari informasi berkenaan dengan para pelanggan dan pesaingnya,


sehingga basis pengetahuan yang ada dalam perusahaan akan terus di up
date agar tidak ketinggalan oleh para pesaingnya dan ditinggalkan para
pelanggannya.
Dengan demikian kemampuan perusahaan dalam menjaga
hubungan jangka panjang
yang baik dengan pelanggannya akan merupakan gambaran
keberhasilan dalam pasar yang kompetitif (Chan & Wang, 2012, h.850).
Alasan untuk hal ini dikemukakan Duffy (2000, h.11) yang
menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan pelanggan, perusahaan
memperlihatkan kemampuannya untuk membuktikan komitmennya
kepada para pelanggannya, sehingga keinginan mereka terpenuhi :
semakin puas para pelanggan, maka mereka akan terus membeli ulang
produk perusahaan, sehingga menjadi pelanggan yang loyal.
Orientasi kepada pelanggan di UKM menurut Ngah & Ibrahim
(2009, h.8) adalah penting sekali karena keterbatasannya dalam hal
finansial dan pengalaman menjadikan UKM mampu memperoleh
informasi yang diberikan pelanggannya (termasuk informasi para
pesaing) yang akan menjadi sumber pengalaman dan know-how UKM.
Menurut Khalique et al. (2011, h.344), customer capital
didasarkan kepada tiga hal, yaitu, customer satisfaction, loyalty dan
network. Ungkapan Khalique et al. ini memperkuat pandangan Amiri et
al. (2010) yang menyatakan bahwa customer capital terutama
dilandaskan kepada kapabilitas marketing, loyalitas pelanggan dan
hubungan dengan pelanggan serta kepuasan pelanggan (Khalique et al.,
2011,h.254). Apa yang dinyatakan Khalique et al. dan Amiri et al. Ini
senada dengan yangdinyatakan Bozbura (2004, h.358) dalam
menentukan customer capital, yaitu

 Kepuasan pelanggan
 Waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah
 Lamanya hubungan yang terjadi
 Pelayanan yang menambah nilai Loyalitas pelanggan.

28
Manajemen Aset Intelektual

BAB II

RESOURCE BASED VIEW


OF THE FIRM THEORY

A. PENDAHULUAN
Resource based view menyatakan bahwa IC adalah sumber daya
perusahaan yang memegang peranan penting, sama halnya seperti
physical capital dan financial capital (Asni, 2007). Berdasarkan konteks
tersebut, perusahaan perlu mengembangkan strategi untuk dapat
bersaing dipasaran. Pada prinsipnya, sustainable dan kapabilitas suatu
perusahaan didasarkan pada IC, sehingga seluruh sumber daya yang
dimiliki dapat menciptakan value added (nilai tambah). Secara
Intellectual Capital sebagai kapabilitas organisasi untuk menciptakan,
melakukan transfer dan mengimplementasikan pengetahuan.
Teori resources-based view of the firm (RBV) adalah teori yang
menjelaskan dalam industri yang sama ada perusahaan yang sukses
sementara banyak yang tidak sukses. Menurut Barney (1991), sukses
tidaknya sebuah perusahaan akan sangat ditentukan oleh kekuatan dan
kelemahan yang ada dalam internal perusahaan, bukan lingkungan
eksternalnya, dengan asumsi
 Adanya heterogenitas sumber daya di dalam perusahaan; dan
 Beberapa sumber daya yang ada dalam perusahaan bersifat sulit
untuk ditiru atau tidak elastik dalam pasokannya (Ferreira et al.,
2011, h.99-100).
Heterogenitas sumber daya perusahaan memiliki arti bahwa dalam
sebuah industri tidak mungkin semua perusahaan mampu memiliki
sumber daya yang sama. Heterogenitas sumber daya ini disebabkan oleh
adanya kemampuan perusahaan, termasuk masalah finansial, dan masa
lalu perusahaan yang saling berbeda.
Perusahaan harus dapat memanfaaatkan dan mengelola segala
sumber daya yang dimilikinya untuk menciptakan keunggulan
kompetitif sehingga dapat menciptakan nilai bagi perusahaan tersebut.
Menurut Susanto (2007), agar dapat bersaing organisasi membutuhkan
dua hal utama. Pertama, memiliki keunggulan dalam sumber daya yang
dimilikinya, baik berupa aset yang berwujud (tangible assets) maupun

29
Manajemen Aset Intelektual

yang tidak berwujud (intangible assets). Kedua, adalah kemampuan


dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya tersebut secara efektif.
Kombinasi dari aset dan kemampuan akan menciptakan kompetensi
yang khas dari sebuah perusahaan, sehingga mampu memiliki
keunggulan kompetitif di banding para pesaingnya. Hal yang paling
utama adalah menentukan sumber daya kunci yang potensial bagi
perusahaan untuk meraih keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
Untuk itu sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan harus
diidentifikasi.
Sumber daya perusahaan dapat dibagi menjadi tiga macam,
yaitu sumber daya yang berwujud, tidak berwujud dan sumber daya
manusia. Sumber daya yang berwujud misalnya aset fisik yang dimiliki
perusahaan sedangkan sumber daya yang tidak berwujud dapat berupa
merk dagang. Masing-masing sumber daya tersebut memiliki kontribusi
yang berbeda dalam upaya mencapai keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan sehingga perusahaan harus dapat menentukan sumber
daya kunci yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan
yang berkelanjutan. Menurut Daft dalam Susanto (2007) dalam
menentukan sumber daya kunci RBT memberikan beberapa kriteria,
yaitu:
 Sumber daya tersebut mampu mendukung kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang lebih
baik dibandingkan dengan perusahaan pesaing.
 Sumber daya tersebut tersedia dalam jumlah terbatas atau
langka dan tidak mudah ditiru. Terdapat empat karakteristik
yang mengakibatkan sumber daya menjadi sulit ditiru, yaitu
sumber daya tersebut unik secara fisik, memerlukan waktu yang
lama dan biaya yang besar untuk memperolehnya, sumber daya
unik yang sulit dimiliki dan dimanfaatkan pesaing, dan sumber
daya yang memerlukan investasi modal yang besar untuk
mendapatkannya.
 Sumber daya tersebut dapat memberikan keuntungan bagi
perusahaan. Semakin banyak keuntungan yang menjadi milik
perusahaan akibat pemanfaatan sumber daya tertentu, maka
semakin berharga sumber daya tersebut.
 Durability (daya tahan sumber daya), semakin lama sumber
daya mengalami depresiasi, sehingga sumber daya tersebut
semakin berharga. Apalagi bila sumber daya mengalami

30
Manajemen Aset Intelektual

apresiasi, seperti brand awareness reputasi, dan budaya


perusahaan.
Apabila sebuah perusahaan memiliki sumber daya yang unggul dan
perusahaan dapat mengelola sumber daya tersebut dengan baik, maka
kinerja perusahaan pun akan meningkat. Oleh karena itu, pengelolaan
sumber daya yang baik dan tepat akan meningkatkan laba yang besar
bagi perusahaan tersebut.
Ada beberapa sumber daya perusahaan yang akan sulit ditiru oleh
pesaingnya, terutama dalam masalah sumber daya manusianya. Dengan
kata lain keberhasilan perusahaan amat ditentukan oleh sumber daya
yang dimilikinya dan kapabilitas perusahaan yang mampu merubah
sumber daya itu menjadi sebuah keuntunggan ekonomis (Olalla,
1999,h.84-5; Ismail et al., 2012,h.152; Ferreira et al., 2011, h.99).
Pada dasarnya Resource-based theory (RBT) adalah suatu
pemikiran yang berkembang dalam teori manajemen strategis dan
keunggulan kompetitif perusahaan yang menyakini bahwa perusahaan
akan mencapai keunggulan apabila memiliki sumber daya yang unggul.
Dengan sumber daya yang unggul, perusahaan mampu melakukan
strategi bisnis apa saja, yang pada akhirnya membawa perusahaan
memiliki keunggulan kompetitif. Ini adalah cara pandang alternatif
terhadap market-based theory yang menjadi mainstream pemikiran
manajemen strategis saat ini.
Resource Based Theory (RBT) menganalisis dan
menginterpretasikan sumber daya organisasi untuk memahami
bagaimana organisasi mencapai keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan. RBT berfokus pada konsep atribut perusahaan yang
difficult-to-imitate sebagai sumber kinerja yang unggul dan keunggulan
kompetitif (Barney, 1986; Hamel dan Prahalad, 1996 dalam Madhani,
2009). RBT dipelopori oleh Penrose (1959) dalam Astuti (2005),
mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan adalah heterogen, tidak
homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya
perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan.
Sumber daya harus memenuhi kriteria VRIN agar dapat
memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan
(Madhani, 2009). Kriteria VRIN adalah:
 Berharga (VALUE): sumber daya berharga jika memberikan
nilai strategis bagi perusahaan. Sumber daya memberikan nilai
jika dapat membantu perusahaan dalam memanfaatkan peluang
pasar atau membantu dalam mengurangi ancaman pasar. Tidak

31
Manajemen Aset Intelektual

ada keuntungan dari memiliki sumber daya jika tidak


menambah atau meningkatkan nilai perusahaan;
 Langka (RARITY): sumber daya yang sulit untuk ditemukan di
antara pesaing dan menjadi potensi perusahaan. Oleh karena itu
sumber daya harus langka atau unik untuk menawarkan
keunggulan kompetitif. Sumber daya yang dimiliki oleh
beberapa perusahaan di pasar tidak dapat memberikan
keunggulan kompetitif, karena mereka tidak dapat merancang
dan melaksanakan strategi bisnis yang unik dibandingkan
dengan kompetitor lain;
 Imperfect Imitability (I) : sumber daya dapat menjadi dasar
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan hanya jika
perusahaan yang tidak memegang sumber daya ini tidak bisa
mendapatkan mereka atau tidak dapat meniru sumber daya
tersebut;
 Non-substitusi (N) : non-substitusi sumber daya menunjukkan
bahwa sumber daya tidak dapat diganti dengan alternatif sumber
daya lain. Di sini, pesaing tidak dapat mencapai kinerja yang
sama dengan mengganti sumber daya dengan sumber daya
alternatif lainnya.
Lebih lanjut Madhani (2009) mengatakan bahwa menurut RBT,
sumber daya dapat secara umum didefinisikan untuk memasukkan aset,
proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang
dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan untuk memahami
dan menerapkan strategi mereka (Learned, Christensen, Andrews, &
Guth, 1969; Daft, 1983; Barney, 1991; Mata et al., 1995).
Beberapa peneliti telah mengklasifikasikan sumber daya
perusahaan sebagai sumber daya yang berwujud dan tidak berwujud.
Barney (1991) mengkategorikan tiga jenis sumberdaya:
1. Modal sumber daya fisik (teknologi, pabrik dan peralatan),
2. Modal sumber daya manusia (pelatihan, pengalaman, wawasan), dan
3. Modal Sumber daya organisasi (struktur formal).

Dari penjelasan tersebut, menurut RBT, intellectual capital


memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya yang unik untuk
menciptakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan sehingga value
bagi perusahaan dapat tercipta. Value ini berupa adanya kinerja yang
semakin baik di perusahaan.

32
Manajemen Aset Intelektual

Apakah yang dimaksud dengan sumber daya yang unggul? Sumber


daya yang unggul adalah sumber daya yang langka serta susah untuk
ditiru oleh pesaing. Sebuah perusahaan bisa saja membeli perangkat
teknologi yang canggih, tetapi teknologi yang sama juga bisa dibeli oleh
pesaing dalam waku cepat. Dengan demikian perangkat teknologi
seperti ini bukanlah sumber daya yang mampu membawa keunggulan
kompetitif. Tetapi kompetensi manusia yang mampu mengoperasikan
teknologi tersebut lah yang merupakan sumber daya yang unggul,
sehingga dapat memanfaatkan perangkat teknologi tadi dengan
maksimal sehingga memberikan manfaat besar untuk perusahaaan.
Secara umum, sumber daya yang mampu membawa keunggulan
kompetitif tersebut adalah kompetensi sumber daya manusia, saling
percaya (trust) di dalam perusahaan, budaya organisasi, serta basis data
atau pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi melalui teknologi
informasi.
Metode analisis yang dapat dipergunakan untuk mengetahui apakah
suatu sumber daya memiliki keunggulan kompetitif adalah dengan
menggunakan analisis VRIO (value, rarity, imitability, dan
organization).
Analisis V dilakukan dengan pertanyaan, apakah sumber daya
tersebut memungkinkan perusahaan menangkap berbagai peluang bisnis
dan mengatasi berbagai tantangan ? Jika jawabannya ya, maka sumber
daya tersebut memiliki keunggulan kompetitif.
Analisis R dilakukan dengan pertanyaan, apakah sumber daya
tersebut sukar diperoleh di pasar dan hanya dimiliki oleh beberapa
pemain bisnis semata? Jika jawabannya ya, maka sumber daya tersebut
memiliki keunggulan kompetitif.
Analisis I dilakukan dengan pertanyaan, apakah jika sebuah
perusahaan tidak memiliki sumber daya tersebut, dia akan mengalami
kesulitan untuk mengembangkan atau menirunya? Jika jawabannya ya,
maka sumber daya tersebut memiliki keunggulan kompetitif.
Analisis O dilakukan dengan pertanyaan, apakah kebijakan
perusahaan sudah mampu memanfaatkan semua sumber daya yang
memiliki karakter VRI di atas? Jika jawabannya ya, maka kebijakan
perusahaan sudah mengarah ke penciptaan keunggulan kompetitif.
Inti dari teori RBV adalah competitive advantage, ketika
perusahaan memiliki sumber daya yang unik dan sulit ditiru oleh para
pesaingnya yang kemudian diolah melalui kemampuan perusahaan yang
baik, maka perusahaan akan mampu meraih competitive advantage yang

33
Manajemen Aset Intelektual

kemudian akan mengarah kepada kinerja unggul (Ferreira et al.,2011,


h.99; Fahy, 2000, h.94; Foss, 2011, h.5; Olala, 1999, h.85; Carmeli &
Tishler,2004, h.300).

B. Sumberdaya Perusahaan
Wernerfelt (1984) menjelaskan sumberdaya sebagai keseluruhan
tangible and intangible assets tied semi-permanently to the firm (Lo,
2012, h.151). Pengertian sumberdaya perusahaan menurut Wernerfelt
(1984) dapat dikategorikan menjadi dua hal,yaitu
 Merupakan aset, baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Artinya resources merupakan ’harta’ perusahaan, baik yang
berwujud - seperti pabrik, kendaraan, mesin - dan tidak
berwujud - seperti merk perusahaan, reputasi perusahaan,
keahlian yang dimiliki karyawan,
 Yang terikat semi permanen kepada perusahaan. Arti terikat
secara semi permanen adalah sebagian besar resources itu
secara umum dapat berpindah ke pihak lain, terutama resources
yang akan diubah wujudnya menjadi produk perusahaan.Selain
itu keahlian karyawan perusahaan juga bukan milik perusahaan
seutuhnya,karena mereka mampu memiliki mobilitasnya sendiri
untuk berpindah keperusahaan lainnya. Merk perusahaan
diharapkan permanen menjadi milik perusahaan karena merk
adalah identitas penting bagi perusahaan. Ketika merk berubah,
maka perusahaan otomatis memiliki identitas baru yang akan
memerlukan biaya dan waktu lama untuk menciptakan citra
yang baik di mata stakeholdernya, terutama konsumennya.
Pengertian resources yang agak berbeda dikemukakan oleh Amit &
Schoemaker (1993) yang menyatakan resources sebagai stocks of
available factors that are owned or controlled by the firm (Carmeli &
Tishler, 2004,h.300). Pemilikan dan pengontrolan sumber daya dalam
definisi Amit & Schoemaker yaitu perusahaan mampu memiliki dan
mengontrol seutuhnya semua sumber daya yang dimilikinya, karena ada
sumber daya tertentu tidak mungkin dimiliki dan dikontrol sepenuhnya
oleh perusahaan, tenaga kerja yang memiliki keahlian.
Komponen utama dari VAIC™ yang dikembangkan Pulic
(1998) tersebut terlihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical
capital (VACA – value added capital employed), human capital
(VAHU – value added human capital), dan structural capital (STVA –
structural capital value added). VAIC™ juga dikenal sebagai Value

34
Manajemen Aset Intelektual

Creation Efficiency analisis, merupakan suatu indikator yang dapat


digunakan dalam menghitung efisiensi nilai yang dihasilkan dari
perusahaan yang didapat dengan menggabungkan CEE (capital
employed efficiency), HCE (human capital efficiency), dan SCE
(structure capital efficiency) (Pulic, 1998).
Lebih lanjut Pulic (1998) menyatakan bahwa intellectual ability
(yang kemudian disebut dengan VAIC™) menunjukkan bagaimana
kedua sumber daya tersebut (physical capital dan intellectual potential)
secara efisien dimanfaatkan oleh perusahaan. VAIC™ merupakan
kebutuhan dasar ekonomi kontemporer dari “sistem pengukuran” yang
menunjukkan nilai kinerja perusahaan. Penciptaan value added pada
perusahaan memungkinkan benchmarking dan memprediksi
kemampuan perusahaan di masa depan. Hal ini berguna bagi semua
stakeholder yang berada di dalam value creation process (pemberi
kerja, karyawan, manajemen, investor, pemegang saham dan mitra
bisnis) dan dapat diterapkan pada semua tingkat aktivitas bisnis (Pulic,
2000). Hubungan antara VAIC™ dengan kinerja keuangan telah
dibuktikan secara empiris oleh beberapa peneliti baik di Indonesia
maupun luar negeri, diantaranya adalah Chen et al. (2005); Firer dan
William (2003); Belkaoui (2003); Mavridis (2004); serta Tan et. al.
(2007).
Sedangkan penelitian di Indonesia antara lain dilakukan oleh:
Sampurno (2007); Ulum (2008); serta Kuryanto (2008). Penelitian
penelitian tentang pengaruh IC terhadap kinerja keuangan perusahaan
tersebut masih menunjukkan hasil yang beragam baik dalam hasil
penelitian, obyek penelitian, proksi variabel IC, maupun alat
analisisnya. Chen et al. (2005) menggunakan model Pulic (VAIC™)
untuk menguji hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja
keuangan dengan sampel 4.254 perusahaan yang go public di Taiwan
Stock Exchnge tahun 1992/2002. Hasilnya menunjukkan bahwa IC
berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan.
Chen et al. (2005) juga berhasil membuktikan bahwa Biaya Research &
Development merupakan informasi tambahan yang berpengaruh
terhadap kinerja keuangan. Sedangkan biaya iklan tidak berpengaruh
terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan.
Sementara penelitian yang dilakukan Tan et al. (2007)
menggunakan sampel 150 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Singapore sebagai sampel penelitian. Hasilnya konsisten dengan
penelitian Chen et al. (2005) bahwa IC (VAIC™) berhubungan secara

35
Manajemen Aset Intelektual

positif dengan kinerja perusahaan; IC (VAIC™) juga berhubungan


positif dengan kinerja perusahaan di masa mendatang. Penelitian ini
juga membuktikan bahwa rata rata pertumbuhan IC (VAIC™) suatu
perusahaan berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa
mendatang. Selain itu, penelitian ini mengindikasikan bahwa kontribusi
IC (VAIC™) terhadap kinerja perusahaan berbeda berdasarkan jenis
industrinya. Temuan dari Tan et al. (2005) tersebut selaras dengan
penelitian Bontis (2001) dan Belkaoui (2003) yang menyatakan bahwa
IC (VAIC™) berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
perusahaan.
Di Indonesia, penelitian tentang IC diantaranya telah dilakukan
oleh Ulum (2008) yang menguji hubungan IC terhadap kinerja
perusahaan dan kinerja perusahaan masa depan. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa:
 IC atau VAIC berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan,
 IC atau VAIC berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan masa depan,
 ROGIG tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan masa depan.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian
Firer dan Williams (2003) menggunakan objek 75 perusahaan sektor
bisnis yang go public di Afrika Selatan pada tahun 2001. Di dalam
penelitiannya, IC diproksikan dengan VAICTM dan dianalisis
menggunakan korelasi dan regresi sederhana.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara
efisiensi value added sumber daya utama perusahaan (VAIC™) dengan
tiga ukuran kinerja perusahaan (yaitu profitabilitas ROA, produktivitas
ATO, dan MB market to book value) secara umum adalah terbatas dan
tidak konsisten. Secara keseluruhan, dari hasil penelitan Firer dan
Williams (2003) tersebut menyatakan bahwa physical capital (modal
fisik) merupakan faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan di Afrika Selatan. Sedangkan hasil penelitian
Kuryanto (2008) selaras dengan penelitian Firer dan William (2003)
tersebut, dimana hasilnya menyatakan bahwa tidak ada pengaruh positif
antara IC dengan kinerja keuanganperusahaan.
Penelitian Chen et al. (2005) tersebut merupakan
pengembangan dari penelitian Firer dan William (2003). Pengukuran
kinerja IC sebagai variable independen pada kedua penelitian tersebut

36
Manajemen Aset Intelektual

menggunakan model yang sama yaitu VAIC™ yang dikembangkan oleh


Pulic (1998). Sedangkan variabel dependen yang digunakan berbeda.
Chen et al. (2005) menggunakan variabel Market to Book Value Ratios
of Equity (M/B) dan kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan oleh
return on equity (ROE), return on asset (ROA), pertumbuhan
pendapatan, dan produktivitas karyawan.
Sementara Firer dan William (2003) menggunakan kinerja
perusahaan (profitabilitas diproksikan return on asset (ROA) ,
produktifitas diproksikan rasio penjualan dibagi total aset (ATO), dan
nilai pasar diproksikan market to book value ratio (MB). Perbedaan
penelitian yang dilakukan Chen et al. (2005) serta Firer dan William
(2003) baik dalam hal sampel penelitian, proksi variabel penelitian,
tempat penelitian serta waktu penelitian, selanjutnya mengakibatkan
hasil penelitian yang berbeda. Chen et.al (2005) berhasil membuktikan
bahwa IC berpengaruh terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan.
Sedangkan temuan Firer dan William (2003) berbanding
terbalik dengan temuan Chen et.al (2005) yaitu hubungan IC dengan
kinerja perusahaan secara umum terbatas dan tidak konsisten. Secara
keseluruhan, temuan Firer dan William (2003) tersebut menunjukkan
bahwa physical capital merupakan faktor yang paling signifikan
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di Afrika Selatan. Berpijak
dari hasil penelitian Chen et.al (2005) serta Firer dan William (2003)
yang menunjukkan hasil kontradiktif tersebut, maka menarik untuk
dikaji ulang dengan melakukan penelitian mengenai Modal Intelektual.
Penelitian ini berusaha mereplikasi penelitian yang pernah
dilakukan Chen et.al (2005) dengan beberapa modifikasi dan
penyesuaian dengan kondisi di Indonesia. Penelitian Chen et.al (2005)
dipilih karena merupakan penelitian terkini mengenai IC dengan metode
VAIC™ yang merupakan penyempurnaan atas penelitian Firer dan
William (2003). Penyempurnaan yang dilakukan Chen et.al. (2005)
tersebut adalah dengan memasukkan variabel nilai pasar perusahaan
dimana dalam penelitian Firer dan William (2003) belum diteliti.
Selanjutnya Penelitian ini mengukur pengaruh Intellectual
Capital (dalam hal ini diukur dengan VAIC™) terhadap kinerja
keuangan perusahaan, nilai pasar perusahaan dan pertumbuhan serta
perbedaan kinerja IC antar industri pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Beberapa penyempurnaan yang dilakukan dalam
penelitian ini atas penelitian yang pernah dilakukan oleh Chen et al.
(2005) adalah dalam hal variabel penelitian, indikator variabel, sampel

37
Manajemen Aset Intelektual

penelitian, serta alat analisis yang digunakan. Dalam penelitian Chen et


al. (2005), pertumbuhan pendapatan (GR) menjadi salah satu indikator
kinerja keuangan perusahaan.
Dalam penelitian ini pertumbuhan dijadikan variabel
independen yang terpisah, sehingga terdapat penambahan satu variabel
independen baru yaitu pertumbuhan perusahaan. Pemisahan variabel
pertumbuhan tersebut dikarenakan kinerja keuangan yang digunakan
dalam penelitian ini diukur dengan rasio keuangan. Dalam beberapa
literatur mengenai kinerja keuangan (Horne dan Wachowicz, 2005;
Agnes, 2008) tidak memasukkan unsur pertumbuhan dalam rasio
keuangan. Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI)
karena sejauh ini, penelitan yang menghubungkan Modal Intelektual
terhadap nilai pasar perusahaan belum banyak ditemukan di Indonesia.
Pemilihan sektor manufaktur sebagai sampel untuk tujuan
homogenitas sampel sehingga hasil yang bias bisa dihindari. Alat
analisis yang digunakan dalam penelitian ini juga berbeda dengan
penelitian Chen et al. (2005). Penelitian ini digunakan Partial Least
Square (PLS) karena seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian
ini merupakan variabel laten yang tidak bisa diukur secara langsung.
PLS juga memungkinkan analisis sekaligus atas variabel laten dengan
beberapa indikator. Sementara dalam penelitian Chen et al. (2005)
menggunakan alat regresi berganda sehingga pengujian harus
dilaksanakan berulang untuk setiap indikator pembentuk variabel
dependennya. Pemilihan model VAIC™ sebagai proksi IC mengacu
pada penelitian Chen et al. (2005); Firer dan William (2003); dan Tan et
al. (2007). Kinerja keuangan yang digunakan adalah current ratio (CR),
debt to equity ratio (DER), rasio penjualan terhadap total aset (ATO),
return on investment (ROI), dan return on equity (ROE).
Pemilihan indikator kinerja keuangan tersebut mengacu pada
penelitian Chen et al. (2005) dan Firer dan William (2003) yang telah
dikembangkan dengan menambahkan indikator likuiditas dan leverage.
Indikator pertumbuhan perusahaan yang digunakan adalah pertumbuhan
laba (EG) dan pertumbuhan aktiva (AG). Sedangkan nilai pasar
perusahaan diproksikan dengan price to book value ratio (PBV) dan
price to earning ratio (PER), dimana indikator tersebut merupakan
pengembangan terhadap penelitian Chen et al. (2005).

C. Jenis Resources
Secara umum firm resources terdiri dari dua kategori, yaitu
tangible resources – yang terdiri dari seumber daya berwujud yang

38
Manajemen Aset Intelektual

umumnya masuk ke dalam pembukuan perusahaan, seperti pabrik,


tanah, kendaraan, bahan baku, dan mesin - dan intangible resources -
yang terdiri dari sumber daya yang tidak berwujud dan agak sulit untuk
dimasukan ke dalam pembukuan perusahaan, antara lain seperti
keahlian karyawan, budaya perusahaan, struktur organisasi, persepsi
seluruh anggota organisasi dan proses yang terjadi dalam organisasi
(Carmeli & Tishler, 2004, h.303; Eikelenboom, 2005, h.16; L0, 2012,
h.151-2; Jardon & Martos, 2012, h.463).
Gabungan kedua jenis resources ini amat berperan penting bagi
kelangsungan dan pertumbuhan perusahaan, karena tanpa salah satu
resource, tidak mungkin ada perusahaan yang muncul, karena tidak
mungkin akan ada produk yang berhasil diproduksi untuk kemudian
dipasarkan. Tetapi walaupun demikian, dalam upaya memunculkan
keunggulan bersaing yang akan mengarah kepada kinerja perusahaan
yang tinggi, banyak ahli yang berpendapat bahwa hanya sumber daya
tidak berwujud saja yang mampu mewujudkannya, karena sumber daya
tidak berwujud saja yang sulit untuk diimitasi atau dengan kata lain
intangible resources adalah sumber daya yang bersifat strategis
terutama di era intelektual saat ini (Marr, 2005, h.147; Lo, 2012, h.152;
Aragn-Snchez & Snchez-Marn, 2005, h.288-9; Thom, 2008, h.4;
Durst,2011, h.1).
Pendapat ini diperkuat oleh Suraj & Bontis (2012, h.264) yang
menyatakan bahwa aset tidak berwujud ini lebih mampu menciptakan
nilai tambah bagi perusahaan yang memastikan tercapainya competitive
advantage. Penciptaan nilai tambah ini dimungkinkan oleh beberapa
sifat sumber daya tidak berwujud yang sulit untuk diimitasi pesaing
perusahaaan, antara lain seperti kelangkaannya. Sementara dilain pihak
sumber daya berwujud biasanya gagal memenuhi kondisi yang
diperlukan menjadi sebuah faktor kritis bagi terciptanya
sebuah competitive advantage, yaitu : bernilai, heterogenitas,
kelangkaan, durabilitas, mobilitas tidak sempurna, tidak dapat
digantikan dan sulit untuk diimitasi (Cater & Cater, 2009, h.188).

D. Karakteristik Firm Resources


Agar perusahaan mampu memenangkan persaingan, dalam arti
mampu menciptakan competitive advantage, maka menurut Barney
(2002) sumber daya perlu memiliki beberapa karakteristik yang terkenal
dengan akronim VRIO (Jugdev, 2005, h.6-7) :
 Valuable. Untuk mengetahui apakah resouces yang ada valuable
atau tidak, menurut Barney perlu dipertanyakan ”do a firm’s

39
Manajemen Aset Intelektual

resources enable the firm to respond to environmental threats


or opportunities?”. Jika jawabannya ya, maka resources itu
valuable. Artinya resources itu mampu mengeksploitasi
peluang dan menetralkan ancaman yang ada di lingkungan
perusahaan. Resources yang valuable akan mendatangkan
return yang lebih kepada perusahaan. Tetapi resources yang
valuable belum tentu mendatangkan competitive advantage.
Jika resources hanya bersifat valuable, maka menurut Barney,
resources ini hanya akan memunculkan competitive parity.
 Rareness. Valuable resources saja menurut Barney belum
memenuhi syarat menjadikan perusahaan memenangkan
persaingan. Ia harus disertai dengan sifat lainnya, yaitu
rareness. Pertanyaan penting menurut Barney (2002) yang peru
diajukan berkenaan dengan langka tidaknya resources
perusahaan adalah ”Is a resource currently controlled by only a
small number of competing firms?” Jika jawabanya ya, maka
resources itu bersifat langka, artinya resources seperti ini tidak
banyak dimiliki oleh perusahaan lainnya. Rare resources
menurut Barney (2002) merupakan pertanda didapatkannya
competitive advantage temporer.
 Inimitability. Agar perusahaan mendapatkan competitive
advantage, maka valuable dan rare resourcesnya perlu
ditambah dengan sifat inimitability, yaitu resources yang sulit
untuk ditiru perusahaan lain dalam jangka panjang. Pertanyaan
penting yang berkenaan dengan sifat sumber daya ini menurut
Barney (2002) adalah ”Do firms without a resource face a cost
disadvantage in obtaining or developing it?”. Jika jawabannya
adalah ya, maka resources ini sulit diimitasi pesaingnya,
sehingga perusahaan bisa mendapatkan competitive advantage.
 Organizational Focus. Agar perusahaan mampu mendapatkan
sustainable competitive advantage melalui resourcesnya, maka
pertanyaan penting yang patut diajukan perusahaan adalah ”Are
a firm’s other policies and procedures organized to support the
exploitation of its valuable, rare, and costly to imitate
resources?” Jika jawabannya ya, maka atinya aktivitas
perusahaan - seperti rutinitas, leadership, proses formal dan
fungsi-fungsi manajemen - memungkinkan perusahaan
melindungi asetnya melalui praktek bisnisnya.

40
Manajemen Aset Intelektual

BAB III

MANAJEMEN INTELECTUAL CAPITAL

A. Manajemen Intelektual Capital


Isi penting dari Manajemen intelektual Capital adalah sumber
daya heterogen, yaitu pengetahuan. Manajemen pengetahuan adalah inti
dari Manajemen Intelektual Capital, dan transfer, aliran, berbagi dan
komunikasi dengan eksterior dalam organisasi semua sangat penting
untuk meningkatkan Capital Intelektual, tetapi Manajemen Intellectual
Capital tidak hanya untuk mengelola pengetahuan, tapi untuk mengelola
perluasan pengetahuan ekspansi manajemen, yaitu untuk mengelola
evaluasi ekspansi, nilai-nilai dan peningkatan Capital Intelektual.
Seiring dengan perkembangan lingkungan bisnis, ilmu
pengetahuan pun mengalami perkembangan. Perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya manajemen telah membawa suatu perbedaaan
dalam menawarkan solusi bagi organisasi bisnis untuk mencapai
kesuksesan melalui pencapaian keunggulan kompetitif. Salah satu
wujud perkembangan ilmu pengetahuan adalah lahirnya konsep
intellectual capital management (manajemen modal intelektual).
Kesuksesan perusahaan selalu terkait dengan adanya sharing
pengetahuan baik tentang kebutuhan konsumen, produk baru, jasa,
bahkan tentang kebijakan maupun prosedur dalam perusahaan.
Hal ini menunjukkan bahwa konsep manajemen modal
intelektual maupun knowledge management (manajemen pengetahuan)
bukan merupakan konsep baru. Hal yang baru adalah bahwa konsep
manajemen modal intelektual dan manajemen pengetahuan telah
menjadi suatu konsep yang umum diterapkan di perusahaan-perusahaan
di negara maju maupun negara sedang berkembang.
Dalam era pengetahuan saat ini, kemampuan suatu produk dan
perusahaan untuk bisa bertahan atau tidak dalam persaingan sangat
tergantung pada kapasitas untuk mengelola asset intangible,
pengetahuan, dan kapabilitas inovasi secara efektif dan efisien
menjadinilai penting bagi pengendali aktivitas perusahaan.
Perkembangan pengetahuan mengindikasikan adanya suatu variabel
baru yang diperkenalkan ketika mengembangkan dan menganalisa
rantai nilai dan strategi perusahaan. Selain itu, pengetahuan juga

41
Manajemen Aset Intelektual

mengindikasikan bahwa pasar dan peran kompetensi telah dimodifikasi


dengan menggunakan pemikiran seluruh rantai nilai kapasitas
perusahaan untuk mengelola aset pengetahuan menjadi faktor kunci
dalam menyuseskan bisnis dan menjaga kelangsungan hidup
perusahaan.
Perubahan orientasi strategi dalam aset pengetahuan
memerlukan pemahaman bahwa penciptaan keunggulan kompetitif
perusahaan sangat tergantung pada kemampuan perusahaan untuk
menciptakan, menggunakan, dan mentransfer, dan memanfaatkan aset-
aset intangible yang bersifat langka, tidak dapat diperdagangkan dan
sangat sulit untuk ditiru.
Dalam kondisi perubahan lingkungan bisnis yang dinamis
seperti saat ini, penilaian aset berdasarkan sumber daya muncul sebagai
jawaban dalam pengelolaan bentuk-bentuk aset intelektual. Melalui
penilaian modal intelektual, perusahaan dapat mengelola dan
mengembangkan asset yang dimiliki sehingga bermanfaat bagi upaya
pencapaian keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Manajemen Capital Intelektual harus mencakup tiga lapisan sebagai
berikut.
(1).Lapisan Inti.
Pada lapisan ini, manajemen pengetahuan dapat memberikan
platform pengetahuan untuk ekspansi dari Intellectual Capital
dengan mengasimilasi pengetahuan eksterior, mengintegrasikan
pengetahuan interior dan menciptakan pengetahuan baru.
(2) Lapisan Ekspansi.
Pada lapisan ini, perusahaan Intellectual Capital dapat
menyadari nilai peningkatan oleh ekspansi, dan sesuai
mendorong peningkatan nilai keseluruhan perusahaan.
(3) Lapisan strategi.
Sebagai subsistem dari manajemen perusahaan, manajemen
perusahaan Capital Intelektual harus sesuai dengan strategi
pengembangan perusahaan dan membuat penyesuaian yang tepat sesuai
dengan strategi perusahaan.
Seperti dilihat dari isi Manajemen Intelektual Capital, hal ini
berbeda dengan manajemen tradisional lainnya, dan perbedaan terutama
diwujudkan dalam aspek berikut.

42
Manajemen Aset Intelektual

 Berbeda dengan manajemen pengetahuan.


Seperti dilihat dari objek manajemen, manajemen pengetahuan
untuk pengetahuan, tetapi Intellectual Capital adalah untuk
mengelola pengetahuan yang telah dikonversi ke pusat.
Manajemen Pengetahuan adalah dasar manajemen Intellectual
Capital. Untuk organisasi-organisasi seperti negara dan
perusahaan, jika pengetahuan tidak bisa dikonversi menjadi
sumber daya yang tidak dapat diinvestasikan dalam produksi
(pusat), arti sebenarnya dari manajemen akan hilang.
 Berbeda dengan manajemen informasi.
Kecuali untuk mengelola pengetahuan eksplisit dalam
pengetahuan perusahaan sumber daya, manajemen Intellectual
Capital terutama untuk mengelola pengetahuan implisit
perusahaan, dan merangsang karyawan untuk berkontribusi dan
berbagi akumulasi pengetahuan implisit mereka, yang
merupakan kunci untuk perusahaan pembangunan di saat
ekonomi pengetahuan.
 Berbeda dengan manajemen aset.
Tujuan Manajemen Intelektual Capital adalah Kekayaan
berwujud Capital perusahaan.Di hari ketika aset pengetahuan
lebih dan lebih penting, Intellectual Capital manajemen lebih
dan lebih praktis.
 Pengaruh pada pengelolaan keuangan.
Dalam pelaksanaan sistem manajemen Intellectual Capital,
indeks kendali manajemen keuangan diasumsikan oleh jaringan
pengetahuan interior dari perusahaan, dan lapisan superior dari
perusahaan dapat memperoleh data keuangan relatif (termasuk
data akuntan tradisional dan data Intellectual Capital),
mengetahui tren baru dan membuat keputusan dalam waktu.
 Pengaruh pada manajemen produksi.
Platform berbagi pengetahuan yang ditetapkan oleh Intellectual
Capital manajemen bisa efektif harmoni efisiensi berbagai
bagian dan karyawan akan secara aktif berpartisipasi dalam
keputusan dari sistem manajemen produksi.
 Pengaruh pada manajemen pemasaran.
 Manajemen Intelektual Capital dapat melemahkan batas-batas
antar perusahaan dan lingkungan eksterior, dan konsumen dan
dealer untuk tidak pasif menerima pasokan produk perusahaan,
tetapi berpartisipasi dalam keputusan pemasaran dari

43
Manajemen Aset Intelektual

perusahaan, dan perusahaan akan lebih mendekati ke pasar dan


konsumen, sehingga perusahaan sebagian besar akan
mengadopsi ukuran pemasaran (seperti E-bisnis) memberikan
prioritas ke jaringan.
Manajemen Intelektual Capital akan membawa banyak manfaat
bagi satu perusahaan, seperti mengurangi waktu dari pengembangan
aplikasi, menghemat biaya dan investasi, atau capital struktur daur
ulang dan capital organisasi, dan menghasilkan nilai tambah yang lebih
tinggi karena peningkatan fungsi bersama, dan menciptakan nilai-nilai
baru dengan baru asosiasi dan kombinasi baru.
Oleh karena itu, manajemen Intellectual Capital dapat
didefinisikan sebagai pengelolaan ekspansi, peningkatan dan evaluasi
nilai manajemen pengetahuan, mengambil manajemen pengetahuan
sebagai inti, mengambil peningkatan nilai perusahaan sebagai niat
bawah kondisi beradaptasi dengan strategi pengembangan perusahaan.

B. Tindakan Manajemen Intellectual Capital


Jika perusahaan ingin memperoleh keuntungan dalam
persaingan pasar, mereka seharusnya tidak hanya berinovasi pada
produk, saluran pemasaran, pasar dan pelayanan, tetapi meningkatkan
kemampuan R & D pasar dan produk, dan khusus memperhatikan untuk
budidaya dan manajemen perusahaan Capital Intelektual.
Target manajemen Capital Intelektual adalah untuk
membedakan, memperoleh, memanfaatkan dan lingkaran intelektual
Capital untuk meningkatkan kemampuan produksi nilai perusahaan.

B.1 Penguatan pengelolaan sumber daya pengtahuan perusahaan


Sumber daya pengetahuan perusahaan berarti sumber daya yang
dapat dimanfaatkan berulang kali oleh perusahaan, yang berdasarkan
informasi dan teknologi, dan membawa pertumbuhan kekayaan bagi
perusahaan. Hal ini biasanya mencakup tiga aspek,
yaitu aset tidak berwujud dibuat dan dimiliki oleh perusahaan (seperti
merek, reputasi, saluran, aliran teknis, modus manajemen dan metode,
jaringan informasi), sumber daya informasi (berbagai informasi tentang
perusahaan manajemen diakuisisi oleh jaringan informasi), sumber daya
intelijen (berbagai pengetahuan yang dapat dimanfaatkan
olehperusahaan dan dalam sumber daya manusia perusahaan, dan
kemampuan yang dapat memanfaatkan pengetahuan dengan cara yang
kreatif). Hal ini jelas bahwa sumber daya pengetahuan dapat

44
Manajemen Aset Intelektual

menciptakan peluang pasar yang besar dan kekayaan bagi


perusahaan.Karena peran sumber daya pengetahuan dalam
kelangsungan hidup dan pengembangan perusahaan lebih dan lebih
penting, dan pengelolaan sumber daya pengetahuan telah berubah
menjadi konten yang paling penting dari manajemen perusahaan, dan
pengelolaan sumber daya pengetahuan adalah jenis manajemen yang
komprehensif, dan turun ke banyak domain seperti sebagai manajemen
sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran,
perlindungan hak milik intelektual, pembentukan hubungan masyarakat,
teknologi dan manajemen informasi.Tujuan dari sumber daya
pengetahuan manajemen adalah untuk menawarkan teknologi baru,
metode dan lingkungan untuk menyelaraskan, penciptaan dukungan
buruh, distribusi dan pemanfaatan pengetahuan, dan akhirnya
meningkatkan kemampuan kompetitif inti perusahaan.
Isi utama pengelolaan sumber daya pengetahuan umum meliputi
aspek-aspek berikut, yaitu sistem dan operasi organisasi standar
menghasilkan, memanfaatkan dan mentransfer sumber-sumber
pengetahuan perusahaan, manajemen investasi sumber-sumber
pengetahuan seperti pelatihan sumber daya manusia, pengenalan
informasi dan teknologi, dan pembentukan citra perusahaan,
pembentukan repositori pengetahuan untuk meningkatkan berbagi
pengetahuan, peningkatan inovasi pengetahuan untuk mengintegrasikan
pengetahuan creationary menjadi produk, jasa dan produksi proses,
perlindungan hak milik intelektual, penilaian output, distribusi
pendapatan, konfirmasi dan evaluasi sumber daya pengetahuan.

B.2 Penguatan manajemen interior dan eksterior manajemen


pengetahuan perusahaan
Seperti dilihat dari berbagai manajemen pengetahuan,
manajemen pengetahuan datang ke interior manajemen, manajemen
eksterior pengetahuan.Manajemen interior pengetahuan termasuk
generasi, komunikasi, akumulasi dan penerapan pengetahuan di
pedalaman perusahaan. Interior manajemen pengetahuan perusahaan
harus membangun lingkungan longgar yang menguntungkan untuk
menghasilkan, berkomunikasi dengan dan memvalidasi pengetahuan
bagi karyawan, membangun jaringan informasi di pedalaman
perusahaan nyaman bagi karyawan untuk berkomunikasi dengan
pengetahuan, merupakan berbagai kebijakan dorongan untuk

45
Manajemen Aset Intelektual

komunikasi pengetahuan antara karyawan, memanfaatkan berbagai


basis data pengetahuan dan paten database untuk menyimpan dan
mengumpulkan pengetahuan, kendurkan kontrol aplikasi pengetahuan
dan mendorong karyawan untuk mengukir mereka sendiri karir di
pedalaman perusahaan dan mempromosikan penerapan pengetahuan.
Tujuan dari eksterior manajemen pengetahuan adalah untuk
secara efektif mengelola pengetahuan dengan komunikasi dan
kerjasama antara perusahaan, dan lebih. Manajemen eksterior
pengetahuan harus membuat perusahaan untuk berkomunikasi secara
efektif dan berbagi pengetahuan dengan perusahaan lain, dan efektif
bekerja sama dengan pemasok eksterior khusus lainnya pengetahuan,
dan berbagi pengetahuan, mengembangkan dan menumbuhkan pasar
dengan pesaing bersama-sama.

B.3 Penguatan pengelolaan pengetahuan eksplisit dan


pengetahuan implisit
Seperti dilihat dari bentuk manajemen pengetahuan,
pengetahuan dapat dibagi menjadi pengetahuan eksplisit dan implisit
pengetahuan. Pengetahuan eksplisit terutama berarti pengetahuan yang
ada dengan bentuk seperti paten, penemuan ilmiah dan teknologi
khusus.
Dan pengetahuan implisit berarti pengetahuan kreatifitas
karyawan dan ide-ide, dan hanya ada di kepala karyawan, yang tidak
dapat diamati dan dipahami pasti oleh orang lain. Banyak teknologi dan
metode yang dapat digunakan untuk mengelola pengetahuan eksplisit,
misalnya, pengetahuan eksplisit seperti paten dan teknologi khusus yang
dapat disimpan dalam database, dan diperiksa dan digunakan oleh
jaringan komputer untuk berbagi dengan orang lain. Karena informasi,
listrik dapat menimbulkan hambatan yang disebabkan oleh tugas dan
kelas dalam sehari-hari, membuat komunikasi antara orang-orang secara
bebas, dan membuat efek komunikasi yang lebih efektif.
Oleh karena itu, perusahaan harus belajar untuk menggunakan
informasi dan pengetahuan pengalihan alat baru ini, memahami
pengetahuan baru, informasi baru dan trend terbaru di dunia, dan
memanfaatkan semua harta manusia dan pengetahuan untuk
mempercepat pembangunan.
Pengetahuan implisit yang ada dalam kepala karyawan, yang
tidak dapat diamati pasti, dan masing-masing perusahaan memiliki
beberapa "pengetahuan pencari jati diri" yang tidak akan mudah

46
Manajemen Aset Intelektual

berbagi pengetahuan dengan orang lain untuk mempertahankan status


khusus mereka dalam perusahaan. Usaha ini tidak bisa menghilangkan
dan menangkap ide-ide yang ada di pikiran karyawan tersebut, serta
karyawan yang secara sadar memberikan kontribusi pengetahuan untuk
perusahaan dan berbagi dengan sebagian besar karyawan.
Pengetahuan implisit dapat dikonversi menjadi produktivitas
yang kuat dari perusahaan.Oleh karena itu, perusahaan harus secara
efektif menyesuaikan mekanisme manajemen perusahaan, dan
membentuk mekanisme manajemen yang dapat mendorong
karyawan untuk bekerja sama dalam inovasi dan berbagi pengetahuan.

B.4 Meningkatkan kualitas seluruh sumber daya perusahaan


dengan pelatihan pendidikan
Pada saat ekonomi pengetahuan, kompetisi bakat yang lebih
drastis, dan salah satu tugas penting dari sumber daya manusia
manajemen adalah untuk menarik dan mempertahankan kompetensi
sumber daya yang sangat baik. Namun, arus kuat yang tersedia
bertentangan dengan itu, dan karyawan di perusahaan selalu lebih
memperhatikan pertumbuhan kompetensi masing-masing, bukan
kebutuhan organisasi.
Berdasarkan itu, perusahaan harus terlebih dahulu
memperhatikan investasi capital manusia bagi karyawan,
menyempurnakan kompetensi, mekanisme budidaya, dan menawarkan
kesempatan belajar bagi karyawan untuk menerima pendidikan lanjutan
dan terus-menerus meningkatkan keterampilan mereka, dan membuat
mereka untuk memiliki kemampuan untuk memperoleh pekerjaan
seumur hidup.
Persyaratan karyawan untuk pertumbuhan pengetahuan,
individu dan karir akan melebihi pelaksanaan target organisasi. Ketika
karyawan merasa bahwa mereka hanya "karyawan senior" organisasi,
loyalitas mereka tidak akan terbentuk. Oleh karena itu, perusahaan tidak
hanya harus menawarkan gaji sesuai dengan kontribusi karyawan, dan
membuat mereka mau untuk berbagi kekayaan yang dimereka ciptakan,
tetapi juga sepenuhnya tahu kebutuhan individu karyawan dan
keinginan mereka tentang pekerjaan .
Hanya ketika karyawan bisa dengan jelas melihat
perkembangan mereka dalam organisasi, mereka dapat mencoba yang
terbaik untuk memberikan kontribusi kekuatan mereka dan membentuk

47
Manajemen Aset Intelektual

kehormatan berbagi hubungan atau aib dalam kerjasama jangka panjang


dengan organisasi.

B.5 Membangun distribusi yang wajar dan sistem dorongan


Mekanisme distribusi adalah kunci untuk berinovasi pada
mekanisme perusahaan, dan dorongan untuk mengembangkan
perusahaan. Setiap terobosan mekanisme distribusi semua dapat
mendorong antusiasme dan kreativitas kerja karyawan. Pada saat
ekonomi pengetahuan, produksi masyarakat sebagian besar akan
mengkonsumsi pengetahuan dan orang-orang yang dapat
mengumpulkan lebih banyak pengetahuan dan terus-menerus
menciptakan pengetahuan baru akan mendapatkan kekayaan. Dalam hal
ini, distribusi kesejahteraan sosial akan mengambil ilmu sebagai sumber
utama, dan gaji, yang terutama ditentukan oleh pengetahuan individu
dan keterampilan, membayar lebih untuk lebih banyak pengetahuan.

48
Manajemen Aset Intelektual

BAB IV

KEUNGGULAN KOMPETITIF

Pentingnya kewirausahaan strategis ditekankan dalam konteks


bisnis yang dinamis, seperti hal ini digunakan untuk menjadi cara
berpikir dan perilaku yang ditiru oleh manajer dan organisasi, yang
selalu berorientasi pada keunggulan kompetitif dan penciptaan
kesejahteraan. Bruton & Rubanik (2002) dalam sebuah studi pada
teknologi tinggi Rusia start-up usaha, berpendapat bahwa lebih inovatif
perusahaan memiliki lebih banyak kesempatan untuk menggunakan
peluang pertumbuhan.
Konsisten dengan penelitian sebelumnya (misalnya, Irlandia et
al, 2003;. Irlandia & Webb, 2009), studi ini mendefinisikan
kewirausahaan strategis sebagai konsep tiga faktor:
1. Pola pikir kewirausahaan,
2. Menyeimbangkan eksplorasi dan eksploitasi, dan
3. Inovasi yang berkelanjutan.
Istilah "pola pikir" mengacu untuk "kerangka kerja kognitif
melalui mana pengetahuan segar dan ada ditafsirkan dan digunakan
untuk menginformasikan keputusan seperti yang mengenai strategi dan
kewirausahaan "(Baron, 2007). Dimensi kedua kewirausahaan strategis
adalah untuk menemukan keseimbangan antara eksplorasi dan
eksploitasi (Irlandia et al., 2003). Dimensi ini adalah pusat dari strategi.
Konsep kewirausahaan dan penelitian telah menunjukkan
bahwa keseimbangan ini akan memberikan kontribusi mencapai kinerja
yang unggul (Huang, 2009). Elemen kunci ketiga adalah kontinu.
Inovasi yang terjadi ketika suatu perusahaan terus menciptakan atau
transfer nilai ekonomi. Oleh karena itu, inovasi yang berkelanjutan
secara langsung dan positif memberikan kontribusi untuk perusahaan
dalam menciptakan kesejahteraan. Singkatnya, kewirausahaan strategis
menawarkan ide-ide baru untuk mengembangkan dan mengeksploitasi
strategi perusahaan dalam mengejar keuntungan kompetitif
Dalam beberapa tahun terakhir, modal intelektual dan
pengukurannya adalah subjek penelitian bukan hanya di dikembangkan
negara, namun, saat ini merupakan topik yang menarik di seluruh dunia
(Ahagarzadeh, 2010). Dalam hal ini lingkungan bisnis dengan

49
Manajemen Aset Intelektual

karakteristik seperti globalisasi, persaingan dan tingginya tingkat


perubahan teknologi, aset berwujud seperti modal, tanah dan material
tidak menciptakan keunggulan kompetitif untuk organisasi dan mereka
harus mengatur aset tidak berwujud sebagai dasar untuk keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan (Shafiezadeh, 2007). Oleh karena itu,
perlu bahwa sumber daya utama, insentif kinerja dan persaingan dalam
organisasi akan ditentukan oleh manajer karena meningkatkan
pengetahuan dan penerapan aset tidak berwujud membantu perusahaan
untuk menjadi efisien, menguntungkan dan kreatif (Namazi dan
Abrahimi, 2007).
Modal intelektual merupakan pendorong utama inovasi dan
keunggulan kompetitif dalam pengetahuan berbasis ekonomi saat ini
(Bontis 2004; Yu-Shan Chen 2007). Banyak organisasi telah menyadari
fakta penting bahwa nilai riil mereka tidak tercermin di ibukota
materialistis mereka, tetapi modal intelektual mereka. Modal intelektual
termasuk modal manusia, modal struktural dan modal hubungan.
Modal manusia mengacu pada modal ide (tenaga kerja,
kemampuan karyawan dan sikap basis pengetahuan) dan modal
kepemimpinan (karakteristik ahli dan manajer); modal struktural
mengacu pada modal inovasi (Paten, merek dagang, hak cipta, basis
data pengetahuan) dan modal prosedur (prosedur kerja, rahasia dagang);
modal hubungan mengacu pada hubungan pelanggan, hubungan
pemasok, dan hubungan jaringan keanggotaan (Mahmood, Baratali &
Somayeh 2012).
Perdebatan saat ini yang ada pada manajemen modal
intelektual diatur dalam konteks model manajemen perubahan dan
struktur organisasi. Dikatakan bahwa organisasi bergerak dari komando
dan kontrol untuk delegasi, pemberdayaan dan pembinaan. Melalui ini,
setiap orang dalam organisasi memiliki kesempatan untuk membentuk
cara bekerja. Ini adalah peran manajemen untuk memanfaatkan dan
memaksimalkan potensi itu. Sudah jelas bahwa manajer yang ingin
tumbuh modal intelektual organisasi mereka harus mampu memperluas
kecerdasan, mendorong inovasi dan latihan integritas (Antonio et al
2008;. Ahangar 2011)
Dalam hari ini lingkungan bisnis dengan karakteristik seperti
globalisasi, persaingan dan tingginya tingkat perubahan teknologi, aset
berwujud seperti modal, tanah dan baku bela diri tidak menciptakan
keunggulan kompetitif untuk organisasi dan mereka harus mengatur aset

50
Manajemen Aset Intelektual

tidak berwujud sebagai dasar untuk keunggulan kompetitif yang


berkelanjutan (Shafiezadeh, 2007).
Oleh karena itu, perlu bahwa sumber daya utama, insentif
kinerja dan persaingan dalam organisasi akan ditentukan oleh manajer
karena meningkatkan pengetahuan dan penerapan aset tidak berwujud
membantu perusahaan untuk menjadi efisien, menguntungkan dan
kreatif (Namazi dan Abrahimi, 2007). Modal intelektual (IC) merupakan
pendorong utama inovasi dan keunggulan kompetitif dalam
pengetahuan berbasis ekonomi saat ini (Bontis 2004; Yu-Shan Chen
2007).
Perdebatan saat ini pada manajemen modal intelektual diatur
dalam konteks model perubahan manajemen dan struktur organisasi.
Dikatakan bahwa organisasi bergerak dari komando dan kontrol untuk
delegasi, pemberdayaan dan pembinaan. Melalui ini, setiap orang dalam
organisasi memiliki kesempatan untuk membentuk cara bekerja. Ini
adalah peran manajemen untuk memanfaatkan dan memaksimalkan
potensi itu. Sudah jelas bahwa manajer yang ingin tumbuh modal
intelektual organisasi mereka harus mampu memperluas kecerdasan,
mendorong inovasi dan latihan integritas (Antonio et al 2008;. Ahangar
2011)
Memang, ini adalah tiga kompetensi inti dari manajemen
modal intelektual. Modal intelektual (IC) merupakan pengetahuan
kolektif yang tertanam di personil, rutinitas organisasi dan jaringan
hubungan organisasi (Stewart 1997; Bontis 2004; Christina 2006). IC
telah diakui sebagai sumber penting bahwa organisasi perlu
mengembangkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan (Bramhandkar;Erickson & Applebee 2007). Modal
intelektual dapat didefinisikan sebagai 'nilai ekonomis' dari tiga kategori
aktiva tidak berwujud dari rumah sakit (Kong, 2010).
Keunggulan kompetitif terjadi ketika sebuah organisasi
memperoleh atau mengembangkan atribut atau kombinasi atribut yang
memungkinkan untuk mengungguli pesaingnya. Atribut ini dapat
mencakup akses ke sumber daya alam, seperti kelas tinggi
atau kekuasaan rendah, atau akses ke sumber daya manusia yang sangat
terlatih dan tenaga terampil baru teknologi seperti robotika dan
teknologi informasi dapat memberikan keunggulan kompetitif, baik
sebagai bagian dari produk itu sendiri, sebagai keuntungan untuk
pembuatan produk, atau sebagai alat bantu kompetitif dalam proses
bisnis (misalnya, identifikasi yang lebih baik dan pemahaman

51
Manajemen Aset Intelektual

pelanggan) (Arend 2003; Barney 2007). Istilah keunggulan kompetitif


adalah kemampuan yang diperoleh melalui atribut dan sumber daya
untuk tampil di tingkat yang lebih tinggi daripada orang lain dalam
industri yang sama atau pasar (Beban & Proctor 2000; Cousins 2005).
Hasil kinerja yang unggul dan keunggulan sumber daya produksi
mencerminkan keunggulan kompetitif (Fahy,Farrelly&Quester2004;
Gottschalg & Zollo 2007).
Keunggulan kompetitif sebagai kemampuan untuk tetap di
depan persaingan saat ini atau potensial, sehingga kinerja yang unggul
dicapai melalui keunggulan kompetitif akan memastikan kepemimpinan
pasar. Keunggulan Kompetitif dikembangkan atas dasar tiga
karakteristik. Pertama, keunggulan kompetitif harus mampu
menghasilkan nilai pelanggan. Nilai pelanggan dapat didefinisikan oleh
pelanggan dalam hal pengiriman cepat, harga yang lebih rendah,
kenyamanan, atau karakteristik lainnya. Kedua,pelanggan harus dapat
merasakan peningkatan nilai produk atau jasa. Apakah atau tidak produk
lebih unggul kompetisi tidak sepenting apakah pelanggan merasakan
produk unggul. Ketiga, untuk keunggulan kompetitif untuk menjadi
efektif, harus sulit bagi pesaing untuk mengikuti (Burden & Proctor
2000; Barney 2007).
Langkah pertama dalam mengembangkan keunggulan kompetitif adalah
untuk mengidentifikasi pesaing yang relevan. Selanjutnya, pemilik
bisnis harus mengidentifikasi kekuatan dan sumber daya bisnis. Ini
mungkin termasuk lokasi, produk khusus barang dagangan,atau lebih
baik terlatih dan lebih karyawan berpengetahuan. Jika bisnis adalah
usaha bisnis baru, langkah ini harus fokus pada berbagai
sumber bahwa bisnis ini mampu menyatukan. Sementara ini mungkin
tampak terbatas dibandingkan dengan sumber daya pesaing yang lebih
besar, strategi bersaing lebih tentang memanfaatkan sumber daya apa
yang tersedia.

A.SOCIAL CAPITAL
Modal sosial disebut-sebut sebagai bagian integral dari
aset tidak berwujud organisasi. Referensi aset menunjukkan
memproduksi sewa potensial. Namun, modal sosial seperti tidak dapat
menghasilkan sewa, tetapi juga akan mengakibatkan maksimalisasi
sewa yang lebih besar dari sumber daya lain yang melengkapi modal
sosial. Burt (1992) menunjukkan bahwa modal sosial yang dimiliki
bersama oleh para pihak . Hubungan antara modal dan manusia adalah

52
Manajemen Aset Intelektual

milik individu atau perusahaan. Dengan kata lain, modal sosial


tertanam dalam posisi kontak organisasi mencapai melalui jaringan
sosial (Lin, Ensel, dan Vaughn, 1981). Kedua, modal sosial terkait
dengan tingkat pengembalian dalam fungsi produksi pasar sedangkan
keuangan dan modal manusia berkaitan dengan kemampuan produksi
yang sebenarnya.
Kita harus bertanya, apa peran modal sosial dalam transaksi
ekonomi? Dalam persaingan sempurna, modal sosial tidak dapat
menghasilkan apapun peningkatan ekonomi (Burt, 1992). Namun pada
pasar hampir sempurna dan tidak kehilangan informasi, modal sosial
anggota memperkuat kemampuan perusahaannya untuk
mempertahankan klien, melakukan market intelligence, dan belajar
tentang teknologi baru.
Ini terutama berlaku dalam ekonomi pengetahuan di mana
banyak industri ditandai dengan produk atau jasa abstrak, yang kualitas
dan dimensi lain sulit untuk mengartikulasikan dan di mana pengiriman
output sangat ditambah dengan reputasi (lih Burt,1992). Seorang klien
melakukan kontak sosial pada mereka sebagai pemasok karena kriteria
penilaian untuk kualitas mungkin sulit didapat. Sementara modal sosial
bukan merupakan bagian dari fungsi produksi yang memiliki dampak
yang mendalam pada manfaat bahwa perusahaan berasal dari
kemampuan produksi. Beberapa hal itu berbeda, modal sosial membawa
peluang untuk mengeksploitasi modal keuangan dan manusia pada
keuntungan.

B. Dampak Modal Intelektual terhadap Keberhasilan Organisasi


Munculnya era informasi telah membawa dampak yang besar di
dalam dunia bisnis dan ekonomi. Modal intelektual kini memegang
peranan yang penting di dalam keberhasilan perusahaan. Secara garis
besar, modal intelektual membawa 3 dampak yang signifikan, yaitu:

1. Ekonomi Baru Dari Informasi (The New Economics of


Information)
Saat ini ekonomi tak berwujud dapat dibuktikan sama atau lebih
besar ukurannya jika dibandingkan dengan ekonomi yang berwujud.
Dunia ekonomi berwujud dan tak berwujud itu saling berdampingan,
saling berhubungan, saling melengkapi, saling berjalin, dan saling
mempengaruhi. Perwujudan aset tak berwujud, yakni modal intelektual

53
Manajemen Aset Intelektual

manusia, struktural, dan pelanggan dapat dengan kuat mendukung


pekerjaan.
Aset intelektual adalah modal intelektual dalam diri manusia,
struktural, dan manifestasi pelanggan yang dapat mendukung suatu
pekerjaan dengan kuat. Berdasarkan teorinya, ekonomi informasi
mempunyai konsekuensi yang sangat praktis dan besar bagi manajemen
dan karir. Suatu perusahaan harus menemukan suatu cara yang baru di
dalam beroperasi di tengah-tengah bisnis dan ekonomi yang baru ini.
Hal ini diperlukan agar perusahaan dapat membuat keputusan yang
bijak dan tepat tentang bagaimana cara survive di dalam persaingan di
dalamnya.
Perusahaan harus mengetahui bahkan memahami bahwa “primadona”
dalam era informasi ini bukan lagi aset fisik, tetapi lebih kepada asset
intangible atau intellectual capital (khususnya pengetahuan dan
informasi). Informasi dan pengetahuan berbeda dengan kas, sumber
alam, tenaga kerja, dan permesinan (sumber daya fisik). Oleh karena itu
perusahaan harus mengelolanya dengan “cara“ yang berbeda pula. Tabel
1 menunjukkan perbedaan antara pengetahuan dan informasi.
Aset intelektual adalah modal intelektual dalam diri manusia,
struktural, dan manifestasi pelanggan yang dapat mendukung suatu
pekerjaan dengan kuat. Berdasarkan teorinya, ekonomi informasi
mempunyai konsekuensi yang sangat praktis dan besar bagi manajemen
dan karir. Suatu perusahaan harus menemukan suatu cara yang baru di
dalam beroperasi di tengah-tengah bisnis dan ekonomi yang baru ini.
Hal ini diperlukan agar perusahaan dapat membuat keputusan yang
bijak dan tepat tentang bagaimana cara survive di dalam persaingan di
dalamnya.
Tabel 1
Perbedaan Antara Pengetahuan dan Informasi
Pengetahuan Informasi
Pengetahuan adalah apa yang para ahli Charles Goldfinger, seorang pemikir dan
ekonomi sebut sebagai “suatu barang tenaga ahli jasa keuangan dari Perancis
publik”. Istilah itu berarti bahwa dalam bukunya L‟Utile Et Le futile:
pengetahuan dapat digunakan tanpa L‟Economie de I‟Immaterial (Usefull and
dikonsumsi atau dapat digunakan tanpa Useless: The Intangible Economy)
mengurangi nilainya. Hal ini mengatakan struktur informasi berlimpah-
mengakibatkan biaya untuk mendapatkan limpah. Selalu ada banyak informasi.
pengetahuan tidak dipengaruhi oleh Tiap-tiap kegiatan ekonomi menghasilkan
banyaknya orang yang menggunakannya. lebih banyak informasi dibandingkan
dengan yang dikonsumsi.

54
Manajemen Aset Intelektual

Pengetahuan tidak terikat pada ruang. Dalam transaksi, informasi yang sudah
Pengetahuan merupakan „wujud” dari dijual kepada seseorang dapat dijual lagi
ruang yang independen. Pengetahuan kepada orang lain dalam bentuk item yang
seperti unsur partikel, dapat berada di sama.
lebih dari satu tempat pada waktu yang
sama.
Format pengetahuan sangat sensitif pada Informasi yang telah dibeli atau
waktu jika dibandingkan dengan aset fisik. didapatkan dapat dijual kembali kepada
Kepekaan waktu ini menjelaskan orang lain dengan catatan tidak melanggar
seluruhnya mengapa industri hukum apapun.
menggunakan orang-orang dewasa yang
mengantisipasi, meramalkan, mencari
pendapat umum dengan menggunakan
pengetahuan.
Pengetahuan lebih melimpah atau Dalam pengetahuan ekonomi, sumber
berkuantitas besar jika dibandingkan daya yang langka adalah ketidaktahuan.
dengan sumber daya ekonomi lainnya. Informasi memberikan muatan berlebih.
Manusia lebih banyak membuat Eli Noam, Kepala Pusat Telekomunikasi
pengetahuan setiap harinya dan Dan Informasi Belajar Sekolah Bisnis Di
pengetahuan yang meningkat akan Columbia berkata: “Nilai tambah adalah
dihargai. Menurut buku teks, nilai informasi yang dikurangi atau disaring”,
ekonomi terbentuk dari kurangnya atau artinya penyaringan atau pengurangan dan
sulitnya mendapatkan sesuatu. Tapi, pemilihan itu menghapus pengetahun
pengetahuan atau ilmu meningkat nilainya kritis: menyaring angka-angka yang
karena kelebihan pada jumlahnya, bukan relevan dari suatu massa data, memilih
kesulitan untuk mendapatkannya. data-data yang terbaik untuk suatu
laporan.
Pengetahuan sering digantikan. Informasi tidak dapat dinilai berharga atau
Pengetahuan terutama yang bersifat ilmiah tidak sampai hal tersebut dimiliki.
tidak pernah lenyap. Informasi tidak perlu dibeli lagi setelah
dimiliki.
Kebanyakan barang dan jasa dari Ketika berhubungan dengan kerja yang
pengetahuan memiliki struktur biaya yang kreatif, tidak ada korelasi ekonomi yang
berbeda dari “materi yang dipadatkan”. berarti antara input dan output
Dalam penerbitan buku, biaya di muka, pengetahuan. Nilai dari modal intelektual
termasuk waktu menulis dan biaya desain tidak sepenuhnya berhubungan dengan
dan pengetikan, lebih tinggi dari pada biaya, sehingga tidak memungkinkan
biaya kertas yang digunakan, pencetakan, digunakan suatu standar ukuran untuk
dan proses penyampulan dari seluruh kopi mengukur hal-hal yang dilakukan sebagai
yang ada. cara menentukan kondisi sebanarnya.
Modal tetap seperti mesin lebih dapat
diramal.

Di dalam industri yang tergantung pada komunikasi, hal luar


jaringan khususnya sangat kuat, sebab mereka menciptakan standar
yang diperlukan untuk komunikasi yang terjadi. Jaringan kuat adalah
suatu bentuk modal pelanggan. Pada era informasi, perusahaan

55
Manajemen Aset Intelektual

memanfaatkan informasi ekonomi untuk memahami strategi yang


dimilikinya dalam menjalankan usahanya dan bersaing dengan
perusahaan-perusahaan pesaing yang ada. Pengetahuan memberikan
keuntungan tambahan dalam rumusan utama dalam suatu bisnis.
Pengetahuan juga memberikan pengaruh dalam perdagangan.
Pada masa sekarang ini pengetahuan telah tersedia dan tidak
dapat dirusak. Pengetahuan merupakan hal yang berharga, tidak dapat
disangkal dan tidak dapat dihitung. Seperti yang dikatakan mantan ketua
Citicorp, Walter Wriston, bahwa “informasi yang berhubungan dengan
uang telah menjadi lebih berharga dibandingkan dengan uang sendiri”.
Peristiwa ekonomi yang tidak tampak sekarang telah menjadi sama
besar (bahkan lebih besar) dari ekonomi konkrit.
Namun sudah tidak tepat jika dikatakan bahwa ekonomi abstrak
(yang tidak tampak) berdasarkan pada ekonomi yang konkrit. Bahan-
bahan, aset, dan output dari hasil pengetahuan atau ilmu, bagaimanapun
hal itu bergantung pada sumber yang bersifat fisik, selalu berbeda dalam
hal jenis. Banyak aspek produksi, distibusi, dan „penjualan
pengetahuan‟ mengarah pada analisis yang sama dan mengikuti hukum
yang sama sebagaimana pembelian dan penjualan mobil.
Ekonomi informasi yang baru memberikan kesesuaian suatu
satuan strategis yang baru dan tantangan manajemen kepada organisasi.
Mereka tidak bisa mengabaikan permintaan dan penawaran atau
mengurangi pengembalian – hukum ini belum pernah dicabut. Masalah
yang dihadapi, yaitu: kebutuhan untuk menempatkan investasi yang
besar di awal. Mereka telah melihat bisnis berteknologi tinggi itu sering
mendatangkan biaya-biaya awal yang sangat besar, apakah R&D atau
dalam pengembangan jaringan. Menambah, yang kaya semakin kaya.
Singkatnya, bahwa seseorang yang mengharapkan untuk menjalankan
kurva untuk meningkatkan pengembalian memerlukan perangai seorang
penjudi tetapi dalam mengantongi suatu perusahaan besar tak satu
kombinasipun sering yang ditemukan budaya perusahaan.

2. Organisasi Jaringan (Network Organization)


Dalam membangun suatu organisasi, perusahaan perlu mengetahui
bagaimana dan apa saja suatu jaringan itu dapat dibentuk. Teknologi,
terutama dalam bidang informasi dan pengetahuan dapat mengubah
hirarki. Perkembangan teknologi juga mempengaruhi pola manajemen
perusahaan, karena semenjak ditemukan komputer maka susunan hirarki

56
Manajemen Aset Intelektual

perusaahaan semakin pendek, karena ada banyak pekerjaan yang dapat


digantikan dengan komputer.
Terdapat jejaring (networks) sebelum ada komputer. Hal yang
baru adalah organisasi yang dibentuk menurut aturan jaringan, yang
dimungkinkan karena akan menjadi cukup murah untuk menaruh sebuah
komputer di atas setiap meja tulis. Sebuah jaringan teknologi
memperlengkapi jejaring sosial. Semuanya menjadi alat-alat dengan
mana organisasi bekerja. Lagi pula, operasi-operasi yang dilakukan
perusahaan-perusahaan merupakan operasi-operasi yang kritis. Oleh
karena itu diperlukan adanya efisiensi dalam perusahaan. Itulah yang
„dibawa‟ oleh organisasi jejaring (network organization)
Organisasi jejaring telah mengubah pekerjaan para manajer.
Dalam dunia kerja pada saat ini yang dibutuhkan bukan hanya relasi
atau mitra kerja yang banyak tetapi adanya jejaring di mana para
pebisnis bisa melakukan transaksi melalui jejaring ini, dan dengan
adanya jejaring ini, banyak cara kerja manajer mulai berubah.
Tantangan yang terbesar bagi manajer di dalam menghadapi era
informasi ini adalah untuk menciptakan suatu organisasi yang dapat
berbagi pengetahuan. Jejaring yang menghubungkan orang ke orang dan
dari orang ke data. Mereka membiarkan informasi yang sekali mengalir
sampai hirarki. Untuk satu hal, jejaring menghilangkankan wewenang
manajerial. Mereka mengilhami suatu gaya atau corak informasi;
perilaku atasan – misalnya para atasan akan berbuat dengan mudah
semua urusan pekerjaan mereka. Orang-orang berkomunikasi pada
jejaring elektronik adalah lebih sedikit segan pada atasan mereka dan
lebih mungkin untuk berbicara dengan pikiran mereka, kadang-kadang
sampai melampaui batas.
Dalam dunia sekarang ini, pekerjaan-pekerjaan manajemen
dasar, misalnya perencanaan, budgeting, dan pengawasan, haruslah
dilakukan secara berbeda. Alat-alat seperti e-mail, teleconferencing
(konferensi jarak jauh), dan groupware memungkinan orang bekerja
bersama-sama kendati berada pada jarak jauh dan kebanyakan hampir
tidak memperdulikan perbatasan-perbatasan departemen atau korporat,
yang dihubungkan dengan jaringan-jaringan yang menakjubkan.
Pada sisi jaringan, yaitu bagian yang dapat mengantarkan atau
mengirimkan informasi tepat pada waktunya. Ia dapat menambah nilai-
khususnya nilai informasi, yang paling penting dan sampaikan secara
tepat dan akurat ketimbang sebuah birokrasi. Ini terjadi karena dua
alasan:

57
Manajemen Aset Intelektual

 Hirarki-hirarki dalam menyaring informasi, yaitu untuk


menjaga sistem berjalan secara berurutan dan informasi
bergerak “melalui saluran-saluran” yang naik dan turun. Ini
berarti informasi tersebut diedit, ditunda, dipolitisir, dan
kadangkala dihancurkan.
 Adanya efisiensi dan efektivitas di dalam penyampaian laporan.
Pada organisasi jaringan/network, maka hanya terdapat
beberapa divisi/bagian, sehingga komunikasi antar bagian dapat
menjadi lancar dan cepat serta akurat.

Hirarki-hirarki juga menganggap pengetahuan-umpamanya


pengalaman manajemen senior. Rahasia paradoksial dalam hal
mnembangun sebuah organisasi jaringan yang efisien adalah terletak
pada adanya redudansi yang cukup untuk menjaga setiap orang masuk
dalam suatu lingkungan.
Dampak-dampak dengan munculnya teknologi informasi dan sistem
network:
 Peningkatan manfaat koordinasi dalam hirarki dan keuntungan
harga dari pasar secara seimbang dan sinergis.
 Penurunan biaya penjualan dan utang yang buruk.
 Penurunan biaya transaksi
 Munculnya pengambilan keputusan desentralisasi.
 Peningkatan jangkauan transaksi dalam struktur pasar (efisiensi)
 Penurunan biaya informasi (menciptakan, mnengolah, dan
mengirimkan informasi)
 Peningkatan outsourcing.
 Hambatan masuk ke dalam industri menurun
 Peningkatan network sebagai “perusahaan yang sebenarnya”
 Focus perusahaan semakin ketat.
 Pemecahan perusahaaan besar.
 Meningkatkan intelellctual capital dalam perusahaan.
 Keuntungan modal finansial.
Modal finansial merupakan bagian terkecil; perusahaan
mempunyai pengungkit yang hebat pada modal intelektual mereka.
Perusahaan yang menyewa keahlian utama mereka adalah perusahaan
yang berada dalam bahaya untuk kehilangan. Tetapi perusahaan yang
dapat mempertahankan keahlian utama mereka mampu untuk

58
Manajemen Aset Intelektual

mengungkit modal intelektual mereka melebihi pasar yang lebih besar


daripada perusahaan tersebut bahkan dapat untuk diraih.
Perusahaan dalam jaringan ekonomi menghadapi suatu
tantangan yang besar dan persaingan. Di mana dalam suatu jaringan,
adanya pertentangan antar masing-masing anggota yang berbeda saling
bersaing satu dengan yang lain dalam satu organisasi. Networking lebih
daripada sekadar suatu ide metafisis, suatu fenomena teknologi, atau
suatu “hot industry”. Itu merupakan perkembangan yang paling penting
dalam manajemen. Dalam perusahaan-perusahaan yang kekayaannya
adalah modal intelektual, jejaring, semuanya merupakan rancangan
organisasi yang tepat. Networking adalah „jawaban‟ bentuk organisasi
dari era informasi.

3. Karir di era informasi (Career in the information age)


Karir merupakan suatu kata yang tidak begitu diperdulikan arti
sesungguhnya oleh masyarakat beberapa dekade yang lalu, karena
kurangnya pengetahuan yang ada dalam manajemen dan dalam diri
pekerja itu sendiri. Tapi sekarang jaman telah memperlihatkan suatu hal
lain yang lebih nyata dibandingkan dengan jaman yang lalu, kata “karir”
begitu terdengar lebih berharga dan orang, khususnya pekerja lebih
memperjuangkan haknya dalam posisi di suatu perusahaan.
Kata “kepunahan” yang dikeluarkan oleh David Robinson
memang suatu kata yang tepat dan memang menggambarkan keadaan
yang sesungguhnya dalam dunia karir, tinggal bagaimana caranya kita
mengimplemantasikan strategi yang baru tersebut dalam kehidupan
yang nyata. Karir dalam kenyataan ekonomi yang ada sekarang banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menyebabakan karir tersebut
dipenuhi oleh berbagai kontradiksi dan kebingungan dan hal ini juga
disebabkan oleh berbagai tuntutan dan persaingan yang ada, baik secara
internal maupun eksternal. Setelah lebih dari beberapa dekade
kehidupan para pekerja mengacaukan atau merubah perusahaan, karena
perusahaan tidak dapat memberikan suatu jaminan dalam bekerja tetapi
memberikan suatu tantangan yang harus dipenuhi oleh para pekerja
apabila ia ingin terus bekerja. Perusahaan sekarang banyak menuntut
suatu keahlian yang lebih dan harus selalu disesuaikan dengan keadaan
sekarang, karena pandangan tentang aset fisik mulai tergeser oleh aset
yang bersifat tidak terlihat yaitu aset intelektual. Hal itulah sebenarnya
yang dikatakan oleh David Robinson tentang “kepunahan”.
Walaupun era informasi yang sekarang ini mempunyai banyak
tuntutan tapi perusahaan yang mampu dalam memenuhi tuntutan

59
Manajemen Aset Intelektual

tersebut akan tetap bertahan. Model baru dalam dunia karir adalah suatu
model di mana modal intelektual yang lebih ditonjolkan dibandingkan
dengan aset fisik yang dipunyai oleh perusahaan dan para pekerja akan
lebih berpikir tentang apa yang dapat mereka berikan bagi perusahaan
dan bagaimana mereka dapat meng-up-grade skill yang mereka punyai
dan bagaimana cara pengimplementasiannya dalam dunia karir ini
apabila suatu hari mereka dipekerjakan oleh perusahaan.
Perubahan model suatu karir mengikuti perubahan alami dari
suatu pekerjaan. Dinamika dan pentingnya modal intelektual, tidak
hanya modal manusia, tetapi juga struktural dan aset organisasi.
Perubahan struktur organisasi dapat memberikan dampak adanya
berbagai perubahan yang terjadi di dalam organisasi. Individu yang
kreatif akan memanfaatkan perubahan yang terjadi untuk mencapai
keberhasilan karir. Individu dapat mempergunakan kesempatan yang
ada untuk meraih keberhasilan karir, setelah mengetahui kompetensi
yang dibutuhkan pada karier tanpa batas. Namun, adanya pergeseran
dari karir terbatas menuju karir tanpa batas menghadapkan individu
pada suatu masalah di luar pengalaman yang telah dimiliki.
Pengembangan karir tanpa batas telah menuntut perlunya keahlian yang
dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi, perencanaan, peninjauan
ulang, dan analisis karir tanpa batas. Keahlian tradisional perlu
ditinggalkan untuk mengantisipasi dunia karir tanpa batas di mana
adaptasi terhadap kemungkinan yang akan muncul merupakan hal yang
mendesak.
Perubahan struktur organisasi telah membawa dampak pada
kompetensi yang dibutuhkan individu untuk mengembangkan karirnya.
Karir tanpa batas (the boundaryless career) menuntut individu untuk
mempergunakan leksikan dan manajemen karir untuk mencapai
keberhasilan karir. Keahlian tradisional akan ditinggalkan untuk
mengantisipasi dunia karir tanpa batas. Manajemen karir dalam karir
tanpa batas akan dipergunakan oleh individu untuk meminimalkan
ketidaksesuaian penempatan peran, meningkatkan kompetensi dan
menempatkan individu dalam posisi kunci (khususnya posisi
kepemimpinan).
Tujuan manajemen karir ini akan tercapai apabila
menghubungkan sistem tenaga kerja dan sistem pasar kerja melalui
sistem informasi manajemen. Para manajer sistem informasi manajemen
dapat membantu individu dalam mengembangkan karirnya dan secara
otomatis mempertahankannya.

60
Manajemen Aset Intelektual

BAB V

TEORI STAKEHOLDER

STAKEHOLDER TEORI DAN NILAI PENCIPTAAN


"... Ide kunci tentang kapitalisme adalah bahwa pengusaha atau manajer
menciptakan nilai dengan
menangkap jointness kepentingan [stakeholder]. Ya, kadang-kadang
kepentingan berada dalam konflik, tapi seiring waktu mereka harus
dibentuk dalam arah yang sama. "
Freeman (2008b, hal. 165).

Kita sering membaca dalam literatur bahwa perusahaan harus


"dikelola" tidak hanya "bagi pemegang saham" tapi, lebih umum, "bagi
para stake holder" (Freeman 2008; 2007;. Harrison et al, 2010); atau
bahwa mereka harus "menciptakan nilai bagi seluruh stakeholder" (Post,
Preston, dan Sachs, 2002); atau bahkan bahwa mereka harus
"Menciptakan kemungkinan nilai terbesar bagi seluruh stakeholder"
(atau untuk beberapa kategori stakeholder, seperti karyawan atau
konsumen). Apa artinya ini? Apa "nilai" yang kita bicarakan?
Salah satu cara yang mungkin untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini adalah, Pertama, bagaimana nilai ekonomi diciptakan,
tidak hanya untuk pemilik tapi bagi semua stake holder - yaitu, "sosial
(Ekonomi) value "atau" total nilai jangka panjang dari perusahaan
"(Jensen, 2008, hal 167). Dan bagaimana nilai yang didistribusikan,
disesuaikan atau diambil. Setelah itu, konsep nilai diperluas dan
berakhir dengan kesimpulan.
Tema stakeholder dibahas dalam literatur tentang strategi, sosial
,tanggung jawab dan etika bisnis, seperti keuntungan yang
memperhitungkan perspektif stake holder dapat memiliki persiapan
strategi dan implementasi, atau untuk penciptaan keunggulan kompetitif
(Simon et al., 2007), atau untuk kinerja keuangan (Taylor dan Sparkes,
1977), atau kasus bisnis untuk tanggung jawab sosial perusahaan
(Kurucz et al., 2008), dan banyak lainnya.

61
Manajemen Aset Intelektual

Nilai ekonomi Penciptaan


Dalam teori neoklasik, nilai ekonomi dibuat ketika harga yang
dibayar konsumen untuk barang-barang dan jasa lebih besar dari biaya
produksi mereka. Biaya produksi barang dan jasa adalah biaya
oportunitas dari sumber daya (yaitu, keuntungan yang bisa diperoleh
dari penggunaan alternatif terbaik dari sumber daya), dan diasumsikan
bahwa itu tidak perlu dan tidak mungkin untuk membayar lebih atau
kurang untuk sumber daya, mengingat persaingan di barang dan faktor
pasar. Satu-satunya sumber daya yang tidak menerima harga pasar
modal, yaitu, kepemilikan Perusahaan, yang bukan menerima nilai sisa
atau keuntungan.
Dalam model neoklasik, nilai ekonomi yang dihasilkan adalah
jumlah surplus konsumen dan surplus produsen. Surplus konsumen
didefinisikan sebagai selisih pasang tertinggi harga konsumen akan
bersedia membayar untuk barang atau jasa dan harga mereka benar-
benar membayar, sedangkan surplus produsen adalah selisih antara
harga di mana penjual benar-benar menjual dan biaya sumber daya yang
digunakan.
Pertanyaan maksimalisasi nilai intinya yang dari surplus
konsumen dan surplus produsen atau nilai sisa, dikaitkan dengan
pemilik. Ini bukan untuk mengatakan bahwa para stake holder lainnya
tidak juga menerima surplus, hanya bahwa tugas menentukan jumlah
surplus dan mendistribusikan ditransfer ke pasar sumber daya (Tenaga
kerja, keuangan, komoditas, dll).
Jika sebuah produk mampu memenuhi kebutuhan konsumen
saat ini lebih baik tanpa kehilangan kapasitasnya untuk memenuhi
kebutuhan masa depan, nilai kemudian lebih akan dibuat karena pembeli
akan bersedia untuk membayar harga yang lebih tinggi untuk produk.
Dan jika produser menggunakan teknologi yang lebih baik,
menggabungkan sumber daya lebih efisien atau membayar harga yang
lebih rendah bagi mereka, nilai lagi lebih ekonomis akan dibuat.
Dalam model neoklasik, oleh karena itu, masalah penciptaan
nilai terpisah dari nilai distribusi. Jika kondisi terpenuhi, konsumen
menerima surplus mereka, penyedia sumber menerima biaya
kesempatan mereka, dan pemilik perusahaan yang sesuai produser
surplus atau keuntungan, yang merupakan insentif bagi mereka untuk
membuat keputusan yang memaksimalkan keuntungan dan, juga karena
itu, efisiensi sekarang dan masa depan.

62
Manajemen Aset Intelektual

Sebagai konsekuensi dari semua hal di atas, optimal ekonomi


dalam hal maksimalisasi "Nilai sosial" (Jensen, 2001) untuk
perekonomian secara keseluruhan dicapai. Jika konsumen
memaksimalkan utilitas dan perusahaan mereka memaksimalkan
keuntungan bagi pemiliknya (yaitu, nilai sekarang yang diharapkan dari
saham, dengan asumsi jangka panjang, lihat stochastic) (Mossin, 1977),
sosial (ekonomi) nilai dibuat akan maksimal (Williamson, 1984). Jika
hal tersebut terjadi, bagaimanapun, kondisi tertentu harus dipenuhi:
persaingan sempurna (atau persaingan yang cukup, lih. Stigler, 1957) di
semua pasar; pasar untuk semua barang dan jasa, sekarang dan masa
depan (yaitu, tidak ada barang tanpa harga); gratis masuk ke dan keluar
dari semua pasar; ketersediaan, untuk semua pihak, dari cukup
informasi tentang harga, karakteristik dan ketersediaan barang dan jasa
untuk semua untuk menjadi mampu membuat keputusan yang optimal;
tidak adanya barang publik; tidak adanya positif atau negatif .
Bowman dan Ambrosini (2000) membedakan antara nilai pakai,
seperti yang dirasakan oleh pembeli, yang subjektif dan khusus untuk
setiap individu, dan nilai tukar, yang menyatakan konsumen bersedia
untuk membayar harga yang wajar. Di sini kita tidak akan membedakan
antara berbagai jenis sewa (Peteraf, 1994), atau antara sewa (Ricardian
atau efisiensi sewa: perbedaan antara harga yang diterima dan harga
minimum yang diperlukan untuk memulai transaksi) dan quasi-sewa
(selisih antara harga aktual dan harga minimum yang diperlukan untuk
melanjutkan hubungan) (Milgrom dan Roberts, 1992; Castanias dan
Helfat, 1991). Ada juga definisi lain dari sewa dan sewa semu,
misalnya, Stigler (1966).
Jika ada eksternalitas, atau jika informasi asimetris atau tidak
cukup, yang dijanjikan sosial efisiensi tidak akan tercapai, model akan
kehilangan legitimasi, dan mengelola perusahaan akan menjadi lebih
rumit. Jika biaya kesempatan dari faktor-faktor yang digunakan dalam
produksi tidak ditentukan pada istilah kompetitif di pasar sumber daya,
pasar yang berbeda tidak dapat dianggap terpisah dari satu sama lain,
dan entitas induk kehilangan rantai nilai menjadi satu set kodrat di
perusahaan yang tidak memiliki andil. Selain itu, nilai tidak diciptakan
oleh independent kontribusi faktor terisolasi tetapi dengan kerjasama
antar faktor (Freeman et al., 2004).
Pertanyaan penciptaan nilai karena itu terjerat dengan distribusi
atau perampasan nilai. Terakhir, ada isu-isu etika dan sosial yang
mempengaruhi hasil dan legitimasi proses. Jika kita ingin nilai yang

63
Manajemen Aset Intelektual

akan dibuat bagi para stake holder, kita perlu memperluas analisis kami
untuk memasukkan semua komplikasi ini.
Mari kita lihat contoh dari semua di atas. Proses dimulai dengan
penciptaan nilai bagi konsumen. Hal ini dapat dicapai dengan
menawarkan produk-produk berkualitas atau lebih tahan lama tinggi
yang memenuhi konsumen kebutuhan lebih lengkap; atau melalui
praktek-praktek yang mendorong konsumen untuk nilai atribut untuk
barang atau jasa (misalnya, dengan menambahkan informasi tentang
barang, atau dengan memberikan pengalaman pada saat konsumsi, dan
lain-lain), sehingga konsumen bersedia membayar lebih tinggi harga
untuk produk. Ini adalah situasi yang ideal di mana, jika ada persaingan
di barang pasar, surplus konsumen akan meningkat atau, jika tidak ada
kompetisi, surplus meningkat akan didistribusikan antara produsen dan
konsumen.
Namun, penjual juga dapat melakukan hal-hal yang, daripada
meningkatkan kepuasan konsumen, mengurangi kebebasan pilihan
konsumen, sekarang atau di masa depan atau yang menyembunyikan
informasi yang relevan dengan keputusan pembelian konsumen
(misalnya, informasi tentang risiko yang terkait dengan produk), dan
sebagainya.
Dalam semua kasus ini mungkin ada pergeseran ke atas kurva
permintaan dan peningkatan penciptaan nilai; tetapi efek ini akan
memiliki pada pembeli akan berbeda, di hal utilitas jangka panjang,
membangun kepercayaan (termasuk hubungan jangka panjang antara
penjual dan pembeli), dan sebagainya.
Surplus konsumen juga dapat meningkatkan sebagai akibat dari
perusahaan mengurangi harga menjual. Hal ini mungkin terjadi,
misalnya, jika ada persaingan di pasar barang, yang mempengaruhi baik
surplus konsumen dan surplus produsen (dan pesaing produsen itu).
Namun, perusahaan juga dapat terlibat dalam praktik yang bertujuan
untuk menutup keluar mungkin pesaing, sehingga perusahaan dapat
yang sesuai bagian dari surplus konsumen dalam jangka panjang.
Kurangnya kompetisi terbuka merupakan pintu untuk strategi lain
seperti diskriminasi harga, penciptaan pasar captive, dan sebagainya
dimana perusahaan berusaha mendekatkan diri pada surplus konsumen.
Sebagai Priem (2007) menunjukkan, penciptaan nilai terutama
proses sisi permintaan. Jika konsumen tidak mau membayar harga,
penciptaan nilai seharusnya menghilang: produk tidak memiliki nilai
built-in yang menunggu untuk diidentifikasi oleh pembeli yang akan

64
Manajemen Aset Intelektual

membayar untuk itu. Disini ada situasi di mana konsumen menangkap


surplus produsen, hal ini mungkin terjadi karena konsumen memiliki
kekuatan pasar, baik secara spontan atau dengan desain (melalui
kelompok penekan, peraturan baru, dll); tapi mungkin juga karena
strategi perusahaan ditujukan untuk mengalahkan pesaing (tunai atau
diskon besar, potongan harga, dll), atau karena alasan lain (khusus
menawarkan untuk kelompok yang kurang beruntung, dll). Terakhir,
mungkin karena inisiatif konsumen, seperti ketika konsumen bersedia
membayar harga yang lebih tinggi untuk produk-produk perdagangan
yang adil.
Semua di atas menunjukkan bahwa gagasan "menciptakan nilai
bagi konsumen" mencakup berbagai kemungkinan situasi. Segala
sesuatu yang kita katakan di sini dalam kaitannya dengan konsumen
juga akan berlaku untuk stake holder lainnya. Misalnya, sebuah
perusahaan dapat memberikan insentif bagi karyawan untuk
memperoleh sumber daya manusia yang spesifik, yang akan
meningkatkan produktivitas karyawan dan menciptakan nilai
perusahaan secara keseluruhan. Hasilnya, bagaimanapun, mungkin gaji
yang lebih tinggi bagi karyawan, atau pengurangan kesempatan dan
peningkatan biaya beralih ke majikan yang berbeda.
Hal yang sama dapat terjadi dengan modal fisik atau organisasi
tertentu; ini bukan masalah dimana barang modal yang dimiliki oleh
perusahaan, tapi mungkin menjadi masalah jika mereka dimiliki oleh
pemasok perusahaan. Demikian pula, perusahaan dapat mentransfer
tertentu lebih atau kurang eksplisit risiko atau biaya kepada para stake
holder lainnya. Seperti yang kita sebutkan sebelumnya, semua
stakeholder dapat bersaing untuk bagian dari nilai yang diciptakan oleh
beristirahat, apakah mereka telah memberikan kontribusi untuk
menciptakan atau tidak. Serikat-serikat buruh, misalnya, dapat
menempatkan tekanan pada perusahaan dalam upaya untuk menangkap
bagian dari keuntungan yang luar biasa pemilik; atau manajemen dapat
mendistribusikan bagian dari surplus antara karyawan untuk
memastikan hubungan industrial secara damai atau memperoleh
manfaat lain (misalnya, memiliki aliansi dengan karyawan cenderung
meningkatkan manajemen tawar vis-à-vis pemilik perusahaan), atau
hanya sebagai sarana mentransfer nilai dari pemegang saham kepada
karyawan.
Masalah-masalah ini dapat mempengaruhi perantara lain yang
tidak terkait langsung dengan perusahaan proses produksi. Sebagai

65
Manajemen Aset Intelektual

contoh, perusahaan dapat offload bagian dari biaya polusi atau


kemacetan (eksternalitas) dari agen-agen lain. Akibatnya, perusahaan
akan mendapatkan surplus dan ada yang tidak.
Dalam model stakeholder, oleh karena itu, teori penciptaan nilai
menyiratkan bahwa:
 semua orang yang membuat atau menangkap nilai, atau yang
dalam hubungan mereka dengan perusahaan menanggung
risiko, baik di dalam perusahaan (pemilik, manajer, karyawan)
atau di luar perusahaan (konsumen, pemasok), atau yang
menderita dampak eksternalitas perusahaan atau kesalahan
informasi (lokal masyarakat, lingkungan, masa depan generasi,
masyarakat pada umumnya), harus dipertimbangkan para stake
holder - setidaknya untuk tujuan distribusi nilai, yang adalah
apa yang menjadi perhatian kita di sini;
 memaksimalkan nilai bagi konsumen dan penyedia sumber daya
tidak cukup untuk menjamin optimum sosial, karena ada lain
yang relevan stake holder untuk dipertimbangkan, dan
 dalam hubungan antara stakeholder dan perusahaan, ada yang
lain yang perlu diperhitungkan selain pertukaran barang atau
jasa untuk harga, seperti apakah ada alternatif (alternatif yang
membatasi kekuatan pasar), apakah informasi yang tersedia
(termasuk sarana untuk mengolah dan menggunakannya secara
rasional), apakah perlindungan yang tersedia terhadap
eksternalitas negatif (baik mereka yang terkena dampak
memiliki sarana untuk membela diri terhadap eksternalitas), dan
sebagainya.
Semua sewa selalu dibatasi oleh ukuran dari sewa itu sendiri;
jika hasil bagi stakeholder menjadi negatif (kurang dari biaya
kesempatan mereka, disesuaikan dengan biaya yang keluar), hubungan
akan dipatahkan. Meski begitu, memaksimalkan nilai ekonomi bagi
semua stake holder tidak menjamin nilai maksimum untuk setiap pihak
manapun; bahkan tidak menjamin distribusi yang efisien dan adil nilai.
Oleh karena itu kita perlu mempertimbangkan bagaimana nilai bersama,
didistribusikan, disesuaikan atau ditangkap.

Menangkap Nilai Ekonomi


Faktor-faktor apa menjelaskan pengambilan nilai dari proses produksi?
Kita bisa mempertimbangkan pengambilan nilai dari tiga sudut:

66
Manajemen Aset Intelektual

 sebagai hasil dari negosiasi atau konfrontasi antara stakeholder


dan perusahaan, dan dalam beberapa kasus antara beberapa
stake holder dan lain-lain, masing-masing dengan kekuatan
relatif mereka;
 sebagai hasil dari sebuah perusahaan strategi untuk mencapai
hasil ekonomi atau non-ekonomi dalam jangka panjang, dan
 sebagai hasil dari tindakan yang berangkat dari logika
kekuasaan dan pendekatan logika hadiah atau gratifikasi.
Dari sudut pandang, sewa dipandang sebagai hasil dari
perebutan antara perusahaan dengan stake holder, hasilnya tergantung
pada relatif kekuatan masing-masing pihak. Ekonomi menyediakan
petunjuk tentang sifat kekuasaan itu. Kekuatan karyawan, misalnya,
akan tergantung, pertama, pada karakteristik pasar barang atau jasa yang
bersangkutan, yaitu:
 Elastisitas harga dari permintaan yang: di mana permintaan untuk
suatu produk adalah kaku, karyawan akan lebih mampu yang sesuai
sebagian besar konsumen surplus. Elastisitas permintaan
tergantung pada apakah, dan bagaimana mudah, barang substitusi
yang tersedia; apakah barang tersebut adalah barang mewah atau
kebutuhan primer; dan apakah harga barang merupakan besar atau
sebagian kecil pendapatan konsumen.
 kekuatan pasar perusahaan: karyawan perusahaan monopoli
cenderung memiliki penghasilan yang relatif lebih tinggi.
 Ruang lingkup koalisi stake holder yang bertujuan untuk
mengambil alih sewa lain stake holder, atau perusahaan (kita sudah
menjelaskan, misalnya, bagaimana manajer mungkin bergabung
dengan karyawan untuk meraih pangsa keuntungan).
 Elastisitas permintaan untuk sumber daya tersebut, yang akan
tergantung pada elastisitas permintaan untuk kebaikan, keberadaan
dan kedekatan pengganti untuk sumber daya, dan pengeluaran
yang sumber daya sebagai persentase dari harga barang tersebut.
Tingkat persaingan di pasar sumber daya, yaitu, tingkat bilateral
monopoli antara sisi permintaan dan sisi penawaran, biaya penggantian
beberapa sumber daya dengan orang lain, atau meninggalkan transaksi.
Faktor-faktor ini mungkin eksogen; atau mereka mungkin
khusus untuk sumber daya, produk, atau pasar di mana perusahaan
beroperasi; atau mereka dapat dirangsang oleh perusahaan, pemilik
sumber daya, atau pihak berwenang, melalui tindakan yang bertujuan
untuk mengurangi atau meningkatkan ketergantungan pada sumber daya

67
Manajemen Aset Intelektual

(misalnya, persyaratan untuk kualifikasi profesional tertentu); tindakan


dilakukan untuk menemukan (atau menekan) pengganti; penciptaan
(atau serangan terhadap) kartel dan serikat bahwa persaingan limit;
banyak peraturan, dan sebagainya.
Sejauh distribusi nilai adalah hasil dari konfrontasi antara relatif tawar
kekuasaan, sikap para stake holder dapat berkisar dari:
 kurang lebih pasrah penerimaan kondisi saat ini urusan, di mana
tidak ada sewa sedang dibuat atau dapat dibuat dalam waktu dekat
masa depan;
 pemeliharaan status quo, sehingga dapat terus yang sesuai sewa
yang sudah sedang disesuaikan, atau
 konfrontasi, sehingga tercipta dan sewa menangkap yang saat ini
tidak dapat disesuaikan, atau untuk mencegah pihak lain dari
apropriasi sewa tersebut.
Ketiga dinamika cenderung untuk hadir dalam hubungan antara banyak
perusahaan dan stake holder mereka, dan akan membuat tidak mungkin
untuk melampaui nilai murni ekonomi penciptaan.
Apakah ada jalan keluar dari situasi ini? Tampaknya kita bahwa ada
dua.
 adalah untuk membangun aturan yang berlaku umum keadilan yang
mengatur distribusi nilai ekonomi yang dibuat (Freeman, 2008b)
dan, bila perlu, untuk menerjemahkan aturan-aturan dalam hukum.
Masalahnya adalah bahwa aturan yang kita miliki saat ini tidak
sesuai dengan satu sama lain dan umumnya tidak diterima.
Misalnya, solusi libertarian (Freeman dan Phillips 2002;. Nozick,
1974) memerlukan penghormatan terhadap hak properti yang sudah
ada dan negara minimal yang menghormati pasar bebas dan tidak
aktif dalam redistribusi sewa; sedangkan liberal (di Eropa, kita akan
mengatakan "-Demokrasi sosial") solusi (Rawls, 1971)
mengusulkan bahwa kondisi awal yang ideal diciptakan di mana,
"di balik selubung ketidaktahuan," semua akan setuju dan yang,
dalam prakteknya, akan memberikan naik ke pilihan preferensial
mendukung lebih dirugikan. Tampaknya tidak mungkin bahwa
utilitarian, Marxis, feminis atau lainnya teori akan ada lebih
diterima secara luas, sebagai kondisi mereka menetapkan berasal
dari semacam konvensi, dialog atau aturan eksternal dan tidak
berasal dari sifat keputusan yang mereka lihat.

68
Manajemen Aset Intelektual

 Cara kedua dari konflik atas distribusi rente adalah koperasi, solusi,
yang membawa kita ke cara kedua mendekati masalah nilai
distribusi, yaitu, sebagai hasil dari strategi untuk memaksimalkan
keuntungan - atau mencapai hasil lainnya - dalam jangka panjang.
Titik utama di sini adalah untuk memikirkan stake holder
manajemen sebagai kunci untuk mencapai keunggulan kompetitif
yang akan memungkinkan pertumbuhan yang berkelanjutan dari
nilai ekonomi melalui, misalnya, biaya dan pengurangan risiko,
karyawan atau bangunan loyalitas pelanggan, perlakuan yang lebih
baik dari regulator atau opini publik, akuisisi reputasi dan
legitimasi di mata pasar keuangan, penciptaan nilai sinergis, atau
penciptaan peluang bisnis (Kurucz et al., 2008). Tindakan ini dapat
dianggap "rente", setidaknya secara umum. Argumen bahwa semua
pihak memiliki hak yang sama bukanlah panduan yang baik ketika
memilih kriteria untuk distribusi nilai (Gibson, 2000). Bahwa
semua orang memiliki martabat yang sama adalah satu hal; bahwa
mereka semua memiliki hak yang sama dengan nilai ekonomi di
mana mereka telah bekerjasama, namun secara tidak langsung (atau
bahkan tidak sama sekali), adalah hal lain.
Pendekatan ini menambah catatan optimis dengan konfrontasi
atas sewa capture: itu tidak menghilangkan konflik, tetapi itu tidak
mengurangi itu dengan menawarkan harapan, setidaknya dalam jangka
panjang, kenaikan kurang lebih kontinyu dalam kapasitas nilai-
pembangkit, sehingga stakeholder dapat cukup berharap situasi untuk
meningkatkan untuk semua orang, yaitu, pasang naik akan mengangkat
semua perahu.
Solusi ini bukan tanpa kesulitan, namun. Salah satunya adalah
bahwa ia menyediakan insentif untuk mengecualikan pihak yang lebih
lemah dari distribusi nilai, seperti ketika perusahaan dan serikat pekerja
setuju pada solusi yang memberikan hasil dengan mengorbankan
lingkungan atau minoritas.
Kesulitan lain adalah bahwa konflik akan muncul kembali secepat
harapan ini frustrasi, atau segera setelah kelompok stake holder tertentu
dipengaruhi oleh tren dalam teknologi, permintaan, persaingan, regulasi
atau faktor lain: selama hubungan stake holder diatur oleh perjuangan
atas sewa, keseimbangan apapun akan berbahaya. Dalam setiap kasus,
pendekatan ini - yang sangat luas dalam literatur dan dalam praktek
bisnis gagal melampaui murni ekonomi penciptaan nilai.

69
Manajemen Aset Intelektual

3) Terakhir, ada situasi di mana sebuah perusahaan renounces sewa


capture, atau sukarela dan secara sepihak atribut sewa kepada
stakeholder
a. Contoh , ketika perusahaan membayar gaji di atas biaya kesempatan
penerima (pasar saat ini /upah); atau ketika mempekerjakan karyawan
cacat pada gaji di atas marginal produktivitas mereka atau ketika
membayar harga yang lebih tinggi untuk bahan baku (perdagangan yang
adil); atau jika membantu mitra rantai pasokan memenuhi persyaratan
ketat mengenai hak-hak pekerja, hak manusia , atau peduli lingkungan.
Dalam semua kasus ini, perusahaan "overinvests" di stake holder
(Freeman et al., 2007).
Pendekatan ini mungkin lebih bentuk "manusia" dari model
maksimalisasi nilai ekonomi yang sama
Menghindari konflik atas distribusi nilai dengan menawarkan
tambahan kompensasi ekonomi untuk memenangkan perusahaan
karyawan, pelanggan atau investor. Ini mungkin terjadi sebagai bagian
dari "relasional" pendekatan tindakan manusia dalam perusahaan, atau
sebagai sarana membangun hubungan yang lebih baik dengan karyawan
atau dalam rantai nilai perusahaan. Di sisi lain, perusahaan dapat
berusaha untuk mencapai sesuatu yang lebih dari hasil ekonomi,
hubungan manusia memiliki nilai dalam diri mereka sendiri (Bruni dan
Zamagni, 2007; Donati, 2009, 2010; Zamagni, 2007) 13.
Singkatnya, tindakan kita mempertimbangkan sini melarikan
logika sewa apropriasi, di mana agen tertentu mencoba untuk
menangkap nilai yang diciptakan oleh mereka atau orang lain; mereka
bahkan melarikan diri dari logika pertukaran, di mana apa yang dicari
adalah keseimbangan antara nilai yang diberikan dan nilai yang
diterima, seperti dalam pasar bebas. Sebaliknya, tindakan kita mengacu
untuk mematuhi logika hadiah atau berbagi, di mana seseorang
memberikan lebih dari yang ia terima, tanpa mengharapkan imbalan apa
pun atau lebih baik lagi, mencari timbal balik dari yang lain, bukan
untuk memulihkan surplus diberikan tetapi untuk mengembangkan
kemampuan yang lain untuk memberi, yaitu, untuk menghasilkan yang
lain nilai yang tidak hanya ekonomi (Argandoña, 2010; Bruni dan
Zamagni, 2007;. Sacco et al, 2006; Zamagni, 2007).
Dengan kata lain, ini adalah tindakan yang menciptakan (dan
menggunakan) kepercayaan dan yang berusaha untuk memperoleh kerja
sama, melampaui segala pertimbangan apakah atau tidak mereka
menghasilkan keuntungan ekonomi.

70
Manajemen Aset Intelektual

Tentu saja, hubungan yang langgeng ini juga memiliki dimensi


ekonomi, karena mereka memungkinkan untuk membuat nilai lebih
(tetapi tidak harus yang sesuai nilai lebih) dan investasi dalam
mendukung berwujud berharga (kepercayaan, loyalitas, reputasi) dan
modal tertentu (Hillman dan Keim, 2001).
Apa yang kita maksud ketika kita mengatakan bahwa sebuah
perusahaan menciptakan, atau harus membuat, "nilai" untuk perusahaan
stake holder? Sejauh ini kita telah mengacu pada nilai ekonomis, tetapi
ada cara lain memahami apa yang "value" sebenarnya terdiri dari.
Apa yang bisa stake holder lakukan ketika ia mulai transaksi atau
hubungan yang langgeng dengan perusahaan? Mari kita mengambil
contoh seorang karyawan.
1. Seorang karyawan dapat mencari "ekstrinsik"
Hasilnya, perusahaan yang akan memberikan sebagai konsekuensi
dari hubungan dan yang mungkin menjadi barang ekonomi atau
jasa, atau sesuatu yang non-ekonomi. Dia mungkin mencari
remunerasi, atau ia mungkin mencari hasil berwujud, seperti
promosi karir (yang juga akan memiliki ekonomi konsekuensi),
pengakuan (Frey dan Neckermann, 2009), dan sebagainya.
2. Seorang karyawan mungkin mencari "intrinsik" hasil, yang tidak
disediakan oleh perusahaan tetapi yang timbul dalam karyawan
sendiri, dan yang mungkin psikologis (Kepuasan dengan pekerjaan
atau dengan hasil yang dicapai) atau operasional (operasional
belajar, yaitu akuisisi pengetahuan, kemampuan, dll).
3. Seorang karyawan mungkin mencari hasil pada orang lain
(kepuasan pelanggan dan pemasok, keberhasilan karyawan dan
manajer, dll), yang akan menimbulkan "Evaluatif" belajar pada
karyawan itu sendiri, yaitu, belajar tentang bagaimana untuk
mengambil kepentingan orang lain dan kepentingan diri sendiri.

Berdasarkan klasifikasi ini hasil dari suatu tindakan, kita dapat


mengidentifikasi enam jenis "value":
1. Nilai ekstrinsik Ekonomi (nilai ekonomi). Hal ini diciptakan
melalui kolaborasi antara karyawan dan dapat diambil oleh kedua
sisi, seperti yang kita telah dijelaskan sebelumnya.
2. Nilai ekstrinsik tidak berwujud, yang disediakan oleh perusahaan,
misalnya, pengakuan, beberapa jenis pelatihan. Ini bukan bagian
dari nilai ekonomi yang diciptakan oleh sebuah perusahaan,
meskipun mungkin bentuk partisipasi dalam nilai intangible

71
Manajemen Aset Intelektual

(misalnya, status pribadi yang berasal dari bekerja untuk sebuah


perusahaan yang sangat dihormati). Nilai tak berwujud ekstrinsik
mungkin saling melengkapi untuk nilai ekonomi (selain gaji,
karyawan juga akan mengharapkan perusahaan untuk memberikan
pengakuan), atau pengganti untuk itu (pembedaan kehormatan
mungkin bentuk remunerasi, di tempat kenaikan gaji), meskipun
yang terakhir mungkin hanya sampai batas tertentu (pengakuan
tidak bisa sepenuhnya menggantikan remunerasi).
3. Nilai intrinsik psikologis, seperti kepuasan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
Hal ini dihasilkan dalam agen sendiri. Hal ini bukan bagian dari
proses penciptaan rente ekonomi dan tidak dapat disesuaikan oleh
perusahaan atau para stake holder lainnya, meskipun mereka dapat
membantu untuk membuat atau menghancurkannya. Dalam seorang
karyawan, mungkin menjadi (sebagian) pengganti nilai ekstrinsik
(selain kepuasan bekerja untuk perusahaan, karyawan akan
memerlukan minimal remunerasi).
4. Nilai intrinsik yang mengambil bentuk pembelajaran operasional
(akuisisi pengetahuan dan kemampuan). Ini dibuat dalam agen,
bukan di perusahaan, tapi mungkin dengan kerjasama para stake
holder lainnya. Hal ini bukan bagian dari nilai ekonomi yang
diciptakan oleh perusahaan, meskipun mungkin berkontribusi pada
penciptaan nilai ekonomi di masa depan. Ini juga mungkin
(sebagian) pengganti nilai ekonomi.
5. Nilai transenden, yang terdiri dari evaluatif belajar (akuisisi
kebajikan atau keburukan). Hal ini dihasilkan dalam agen dirinya
sebagai konsekuensi dari keputusan sendiri. Ini mengubah
kemampuan agen untuk menilai konsekuensi dari keputusan untuk
dirinya sendiri dan untuk agen lainnya. Hal ini bukan bagian dari
nilai ekonomi yang diciptakan oleh perusahaan; itu tidak dapat
disesuaikan oleh perusahaan; dan karyawan menciptakannya dalam
diri mereka, bahkan jika mereka tidak mencari atau mengharapkan
itu. Ini mempengaruhi kemampuan agen untuk membuat keputusan
dalam waktu yang mampu menghasilkan semua jenis nilai yang
disebutkan di sini; artinya, hal itu mempengaruhi konsistensi dari
suatu tindakan (Argandoña, 2008b).
Nilai Transenden diperlukan, oleh karena itu, untuk hubungan
antara perusahaan dan karyawannya untuk berkembang dalam
seperti cara bahwa kebutuhan setiap orang terus dipenuhi di masa

72
Manajemen Aset Intelektual

depan. Dalam hal ini, itu tidak dapat diganti dengan jenis lain dari
nilai. Nilai transenden memiliki bidang etika.
6. Nilai yang terdiri dari eksternalitas positif atau negatif, yaitu, nilai
yang dirasakan oleh seseorang selain yang dengan siapa ia
berhubungan atau transaksi dilakukan.
Sebagai contoh, hubungan antara karyawan dan perusahaan dapat
mengakibatkan kerugian bagi lingkungan hidup; atau mereka
mungkin menghasilkan pengetahuan yang diberikan kepada orang
lain; atau mereka mungkin memotivasi orang lain untuk terlibat
dalam tindakan korupsi (contoh buruk). Jenis nilai (atau disvalue)
tidak muncul langsung dalam hubungan antara perusahaan dan
karyawan; namun mempengaruhi mereka selama proses
pembelajaran yang dihasilkan secara evaluatif yang merupakan
cara internalisasi efek nilai ini.
Berbagai jenis nilai yang hadir di semua hubungan antara
perusahaan dan stake holder. Untuk tingkat yang lebih besar atau lebih
kecil mereka ditunjukkan dalam setiap tindakan, sering tanpa pihak
yang berkepentingan menyadarinya. Beberapa hal secara kumulatif,
kadang-kadang sesuai batas (operasional dan pengetahuan evaluatif
tidak memiliki hasil yang menurun, tidak seperti kepuasan berasal dari
nilai ekstrinsik dan intrinsik nilai psikologis). Mereka bisa mempunyai
nilai positif atau negatif , nilai ekonomi mungkin mengurangi biaya
kesempatan;pembelajaran evaluatif mungkin bernilai negatif dan bisa
menghancurkan kemampuan orang untuk membuat keputusan yang
konsisten di masa yang akan datang.
Dan mereka yang bisa menghasilkan lebih atau kurang suatu
nilai termasuk nilai ekonomi dalam jangka panjang, karena nilai
operasional dan pembelajaran evaluatif meningkatkan kemampuan
perusahaan dan individu untuk menghasilkan lebih nilai ekstrinsik.
Jika kita memperluas konsep nilai-nilai atau gagasan yang
bisamenciptakan nilai bagi seluruh stakeholder dengan mengambil
makna baru. Oleh karena itu, kita bisa bicara tentang proses yang
berbeda dengan jenis nilai yang diciptakan.
Teori stakeholder berdasarkan kepentingan umum (Argandoña,
1998) adalah justru sarana menjelaskan bagaimana bahwa nilai non
ekonomi diciptakan untuk yang semua berkontribusi dan yang semua
juga menerima, meskipun tanpa klaim untuk ekivalensi.
"Memaksimalkan nilai bagi seluruh stakeholder," yang merupakan tugas
yang mustahil selama kita terbatas diri untuk nilai ekonomi, sekarang

73
Manajemen Aset Intelektual

mungkin. Dan "menyediakan nilai" sekarang juga berarti sesuatu yang


berbeda, karena beberapa jenis nilai tidak dapat disesuaikan. Semua
jenis nilai yang dihasilkan secara kooperatif, setidaknya sejauh
memproduksi barang dan jasa adalah sosial aktivitas. Beberapa dari
mereka mungkin dinikmati non-kooperatif (sewa capture), sementara
yang lain harus menjadi bersama, setidaknya dalam niat, kalau tidak
mereka tidak dapat dibuat. Nilai yang terdiri dari pembelajaran
evaluatif, misalnya, menuntut bahwa seseorang menginternalisasi efek
sendiri tindakan pada orang lain, bukan karena beberapa keganjilan dari
preferensi seseorang (altruisme) tetapi karena sangat struktur nilai yang
tercipta, dan karena permintaan konsistensi dalam tindakan. Tanpa
kemauan untuk memberi tanpa pamrih, beberapa jenis nilai tidak bisa
dibuat.Akhirnya, "mengelola perusahaan sehingga dapat melayani
semua stakeholder" sekarang mungkin karena Tantangan bukan untuk
berbagi sumber daya tetapi untuk menghasilkan nilai non-eksklusif
yang diperlukan semua orang. Dan itu adalah sebuah tantangan yang
meskipun dipercayakan kepada manajer, harus ditangani bersama oleh
semua orang.

Kesimpulan
Teori Stakeholder telah dipuji karena mengatasi pandangan sempit
yang mengatakan bahwa satu-satunya tujuan perusahaan adalah untuk
memaksimalkan nilai ekonomi bagi pemegang saham (Freeman,
2008b).
Memperkenalkan penciptaan nilai bagi seluruh stakeholder
memperluas kerangka manajemen, membawanya lebih dekat ke
optimum ekonomi yang lebih realistis, menghasilkan nilai koperasi baru
kemampuan penciptaan, dan mengatasi beberapa konflik. Selama tetap
fokus tetap pada nilai ekonomi , ada solusi yang akan diserap, karena
proses penyerapan nilai selalu disertai konflik dari segala hal. Jika
jumlah nilai ekonomi yang dihasilkan dalam peningkatan perusahaan,
orang akan bertanya-tanya mengapa mereka tidak bisa memiliki bagian
yang lebih besar dan, jika mereka tidak bisa, mengapa mereka harus
tidak mendapatkan seperti porsi orang lain. Jadi, kritik diberikan
terhadap model stakeholder (Mele, 2002, 2009) dibenarkan.
Dalam tulisan ini saya telah mengusulkan perluasan sudut pandang
teori stakeholder. Jika nilai yang diciptakan dalam perusahaan tidak
hanya dari satu jenis, tetapi beberapa, adalah lebih baik untuk
menemukan cara menciptakan nilai ekonomi dan non ekonomi dengan

74
Manajemen Aset Intelektual

cara yang berkelanjutan, sehingga semua stake holder, yang membantu


untuk menciptakan nilai tersebut, juga berbagi dalam keuntungan ,
meskipun dalam waktu yang berbeda dan mengadakan perubahan cara
dari waktu ke waktu, sehingga nilai optimum ekonomi (kriteria
efisiensi) dijamin dan manajemen dapat ditingkatkan.

75
Manajemen Aset Intelektual

BAB VI

ANALISIS PENGARUH INTELLECTUAL


CAPITAL PADA KINERJA PERGURUAN
TINGGI NEGERI DI KOTA MEDAN

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengetahui pengaruh intellectual
capital terhadap kinerja sebuah perguruan tinggi negeri di Kota Medan
2) mengetahui pengaruh human capital, structural capital, dan
relational capital terhadap kinerja perguruan tinggi negeri di Kota
Medan. Penelitian ini menggunakan metode action research. Metode
pengolahan data digunakan metode diskriminan dan analisis Struktural
Equation Model (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
intellectual capital khususnya human capital memiliki peran atau
mempengaruhi kinerja sebuah perguruan tinggi negeri di Kota Medan.
Human capital berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap
kinerja perguruan tinggi negeri di Kota Medan. Sedangkan structural
capital dan relational capital berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap kinerja perguruan tinggi negeri di Kota Medan. Intellectual
capital berkaitan dengan Tridharma perguruan tinggi akan lebih
mengarah pada pengukuran kinerja dosen sebagai unsur dari human
capital yang akan mempengaruhi kinerja perguruan tinggi negeri di
Kota Medan. Sehingga intellectual capital yang terbentuk mampu
memberikan nilai terhadap kualitas masing-masing PTN dan dapat
menjadi tolok ukur kinerja suatu perguruan tinggi negeri.

Keyword : intellectual capital, human capital, structured capital,


relational capital, work performance

PENDAHULUAN
Persaingan global, pada saat sekarang ini sudah berlaku bagi
dunia pendidikan. Tantangan terbesar bagi perguruan tinggi di Indonesia
adalah tingkat persaingan yang semakin tinggi antar perguruan tinggi
baik negeri maupun swasta. Perguruan Tinggi sebagai salah satu
lembaga pendidikan formal semakin dituntut untuk mempersiapkan

76
Manajemen Aset Intelektual

generasi menjadi muda menjadi manusia yang sesuai dengan yang


diharapkan, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang tinggi, sehat jasmani dan rohani, mandiri dan
memiliki rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan
itu seiring dengan tujuan untuk melahirkan lulusan perguruan tinggi
yang berkualitas sehingga mampu mengisi kebutuhan akan tenaga ahli
dan tenaga profesional pada berbagai jenis bidang pekerjaan.
Di Indonesia, peran perguruan tinggi dalam memberikan jasa
pendidikan tinggi semakin meningkat. Hal ini tergambar dari
pertumbuhan jumlah perguruan tinggi yang semakin meningkat dengan
menawarkan berbagai jenis dan tingkat program studi. Tetapi
peningkatan jumlah itu terkadang tidak diiringi oleh peningkatan
kualitas pendidikan dan kualitas sumber daya manusia yang tercipta.
Tilaar (2000) menyatakan pendidikan tinggi di Indonesia masih belum
bermakna dalam peningkatan kualitas manusia Indonesia, baik moral,
etos kerja, kemampuan dan keterampilan masih jauh dari harapan yang
didambakan. Sehingga kinerja perguruan tinggi belum maksimal dalam
melaksanakan perannya.
Kehidupan global saat ini menuntut penguasaan dan penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi, namun upaya pendidikan tinggi masih
belum sepenuhnya memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Sehingga
diperlukan suatu strategi yang tepat bagi perguruan tinggi untuk mampu
memenuhi pendidikan tinggi yang berkualitas dan memiliki daya saing
tinggi.
Keunggulan daya saing yang tinggi dapat dicapai dengan
memanfaat asset organisasi yaitu (1) aset berwujud yaitu aset yang
mempunyai wujud fisik dan (2) aset tidak berwujud (intangible aset)
merupakan aset yang tidak mempunyai wujud fisik. Perkembangan
tekhnologi dan globalisasi yang ditandai dengan pergeseran teknologi,
di mana pekerjaan berubah dari yang mengandalkan otot dan
ketrampilan menjadi pekerjaan berbasis knowledge yang lebih
mengandalkan otak dan pengetahuan, sehingga intangible asset menjadi
sangat penting.
Asni (2007) dalam Subkhan dan Citraningrum (2010)
menyatakan bahwa kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam
persaingan sangat bergantung pada kapasitas untuk mengelola
intangible asset. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam
pengukuran intangible asset adalah intellectual capital (IC).

77
Manajemen Aset Intelektual

Intellectual capital terdiri dari 3 (tiga) elemen, human capital,


structur capital dan relational capital. sumber daya manusia (human
capital) dianggap aset perusahaan terpenting, karena human capital
yang mengendaliakan aset lain yang dimiliki oleh perusahaan. Human
capital adalah pelaksana pengelolaan atas aset perusahaan baik aset
berwujud maupun aset tidak berwujud sehingga menghasilkan laba dan
nilai tambah. Structure capital merupakan kemampuan organisasi dalam
memenuhi kebutuhan konsumen. Standard structur capital adalah
pengetahuan yang berada disekitar kegiatan rutin perusahaan,
pengetahuan tersebut bisa kepemilikan hak intelektual,teknologi,
penemuan, data, publikasi dan proses yang dapat dipatenkan, hak cipta
atau rahasia dagang (Habiburrahman, 2008). Relational capital adalah
hasil dari kemampuan organisasi untuk berinteraksi secara positif
dengan lingkungan termasuk supplier, pelanggan, competitor, pemegang
saham, dan masyarakat). Pengelolaan dari ketiga elemen intellectual
capital akan membantu
perusahaan mencapai keunggulan kompetitif sehingga dapat membantu
meningkatkan kinerja organisasi. Kinerja dipandang sebagai
kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba sedangkan intellectual
capital merupakan sarana untuk penciptaan laba dan nilai tambah bagi
perusahaan.
Pada awalnya kinerja perusahaan diukur berdasarkan nilai buku
dalam laporan keuangan . Hal ini dianggap telah mencerminkan nilai
perusahaan. Tetapi sejalan dengan perkembangan waktu hal tersebut
belum menunjukkan nilai sebenarnya karena perusahaan memiliki nilai
tersembunyi yang tidak muncul dalam laporan keuangan. Edvinsson
(1999), menyebutkan nilai tersembunyi dapat membedakan perusahaan
yang satu dengan lainnya dan memberikan keunggulan bersaing. Nilai
yang tersembunyi memiliki kontribusi terhadap kinerja perusahaan,
seperti: ide cemerlang, kompetensi para pegawai/pekerja, sistem,
infrastruktur perusahaan, serta riset dan pengembangan. Hal ini disebut
sebagai intellectual capital (IC).
Medan sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia juga
merupakan kota yang dipenuhi oleh mahasiswa. Artinya di kota Medan
ini terdiri dari banyak sekali perguruan tinggi baik perguruan tinggi
yang berstatus negeri maupun yang berstatus swasta. Akan tetapi dari
sekian banyak perguruan tinggi di Medan hanya tiga perguruan tinggi
negeri di Medan yaitu Unversitas Sumatera Utara (USU), Universitas
Negeri Medan (UNIMED) dan Institut Agama Islam Negeri Sumatera

78
Manajemen Aset Intelektual

Utara (IAIN) Sumatera Utara. Ketiga perguruan tinggi negeri tersebut


mempunyai spesifikasi dan kelebihan tersendiri.
Masing-masing perguruan tinggi negeri perlu mempertahankan
kualitasnya dan memperhatikan intellectual capitalnya sebagai
gambaran dari kinerja suatu perguruan tinggi. Intellectual capital
merupakan aset yang tidak berwujud dari suatu organisasi yang dapat
digunakan untuk menciptakan nilai bagi organisasi melalui kombinasi
antara human capital, structural capital, dan relational capital. Menurut
Burr and Girardi (2002) kompetensi dan komitmen yang ada pada dosen
akan mampu menciptakan nilai bagi perguruan tinggi apabila didukung
dengan pemberian pengendalian pekerjaan atau otonomi kerja yang
memadai kepada pegawai.
Pengungkapan IC pada perguruan tinggi berguna untuk
mengungkapkan keadaan jika upaya perguruan tinggi berbeda dan
digunakan sebagai intrumen pengendali dan pengawasan untuk
mengidentifikasi struktur, kekuatan dan kelemahan pribadi (Altenburger
dan Schaffhauser-Linzatti, 2006 dalam Meilianti dan Frisko, 2013).
Mengingat belum banyak kajian IC di perguruan tinggi di Indonesia dan
juga kerangka koseptual pelaporan IC perguruan tinggi dengan
perspektif Indonesia juga jarang ditemukan. Sebagai contoh penelitian
Puspitahati et al., (2011) dan Nadia (2011) yang mengkaji pelaporan IC
pada website universitas di Indonesia menggunakan framework yang
dibangun untuk universitas di Eropa, sehingga dalam beberapa item
tidak ditemukan pada website perguruan tinggi di Indonesia, bahkan
pada PTN sekelas UGM dan ITB sekalipun.
Kondisi ini mengakibatkan peneliti ini mengkaji bagaimana
bentuk dan peran intellectual capital terhadap kinerja perguruan tinggi
negeri di Kota Medan untuk meningkatkan nilainya di masyarakat.

LANDASAN TEORI
Intellectual capital (IC) Intellectual capital adalah merupakan aset
yang tidak berwujud atau intangible asset yang dimiliki oleh
perusahaan. Intellectual capital (IC) digunakan pada literatur
manajemen, merujuk kepada hal nilai-nilai yang tidak berwujud yang
meliputi: hubungan karyawan, manajemen staff, pengguna/customer dan
stakeholder lainnya.
Model IC yang umum digunakan memiliki tiga kategori utama
dari intangible assets : human, structural and relational (Edvinsson,
1999; Sullivan, 2000; Bontis, 2001).

79
Manajemen Aset Intelektual

Adapun beberapa definisi untuk setiap elemen dapat disimpulkan


sebagai berikut:
 Human capital (HC) dapat didefinisikan sebagai susunan nilai,
sikap, kualifikasi dan keterampilan dari karyawan yang akan
menghasilkan nilai bagi organisasi (Roos et al.,1997).
 Structural capital (SC) adalah nilai yang diciptakan dalam
organisasi yang akan tetap diingat oleh karyawan (Roos et al.; 1997;
Boisot, 2002).
 Relational Capital (RC) adalah hasil dari nilai yang didiciptakan
oleh organisasi dalam hubungannya dengan lingkungan, termasuk
pemasok, pembeli, pesaing, pemegang saham, stakeholders dan
masyarakat (Bontis, 2001). Relational capital juga merupakan hasil
dari kemampuan organisasi untuk berinteraksi secara positif dengan
anggota dalam komunitas untuk meningkatkan kesejahteraan dengan
meningkatkan HC, dan SC (Nazari and Herremans, 2007). Allee
(1998) dalam Kok (2005) disebutkan bahwa relational capital
dipengaruhi oleh relasi dengan konsumen dan teman kerja.
Sedangkan Sveiby (1997) dalam Cahyati dan Setyawasih (2016)
menyebutkan bahwa relational capital digambarkan sebagai koneksi
perusahaan dengan masyarakat.

Kinerja
Penilaian prestasi atau kinerja suatu perusahaan (business
performance) dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan oleh
pihak internal maupun eksternal. Menurut Moeheriono (2010), kinerja
adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok
dalam suatu organisasi secara kuantitatif dan kualitatif, sesuai dengan
kewenangan dan tanggung jawab masing-masing sebagai upaya untuk
mencapai tujuan organisasi maupun etika.
Sastrohadiwiryo (2003), menyebutkan bahwa pada umumnya kinerja
dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman dan kesanggupan
tenaga kerja yang bersangkutan, dan semuanya itu merupakan faktor
dari aset non-keuangan. Sastrohadiwiryo (2003) juga menyebutkan
penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen
untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja
dengan uraian diskripsi dalam suatu periode tertentu. Pengukuran
kinerja merupakan suatu proses mencatat dan mengukur pelaksanaan
kegiatan dalam arah pencapaian sasaran, tujuan, visi dan misi melalui
hasil-hasil yang ditampilkan ataupun proses pelaksanaan suatu kegiatan.

80
Manajemen Aset Intelektual

METODE PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah seluruh dosen yang mengajar di
perguruan tinggi negeri di Kota Medan yaitu UIN (IAIN), USU dan
UNIMED.
Sampel penelitian ini berjumlah 300 orang yang diambil sebanyak
100 orang responden dari masing-masing perguruan tinggi tersebut.
Sampel diambil dengan metode accidental sampling.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode
kuesioner dan nantinya akan diolah melalui metode analisis diskriminan
dan analisis Structural Equation Model.

KERANGKA KONSEPTUAL
Saat ini perguruan tinggi menjadi objek perhatian yang besar dalam
pengembangan intellectual capital diluar jalur konvensional/profit
oriented. Penyebabnya adalah fakta bahwa tujuan utama perguruan
tinggi untuk memproduksi dan menyebarkan pengetahuan, serta
aktvitas riset dan pengembangan sumber daya manusia (Canibano dan
Sanchez, 2005).
Pengetahuan dan kapasitas inovasi secara efektif menjadi nilai
penting bagi pengendalian aktivitas perusahaan sehingga perusahaan
bisa menggunakan aset lainnya secara efisien dan ekonomis pada
akhirnya perusahaan bisa mencapai keunggulan kompetitif (Ruppert
dalam Sawarjuwono, Kadir, 2003). Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan dalam pengukuran intangible asset adalah intellectual
capital.
Intellectual capital ini mempengaruhi kinerja perusahaan/orgnanisasi
seperti dalam penelitian divianto pada tahun 2010 dengan judul
Pengaruh Faktor-Faktor Intellectual Capital (Human Capital, Structural
Capital Dan Customer Capital) Terhadap Business Performance. Hasil
penelitian nya bahwa ketiga faktor tersebut berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja bisnis.

81
Manajemen Aset Intelektual

INTELLECTUAL CAPITAL

HUMAN CAPITAL

STRUCTURAL
KINERJA
CAPITAL

RELATIONAL
CAPITAL

Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian

Dari kerangka konseptual dapat diketahui bahwa intellectual capital


yang terdiri dari human capital, structural capital dan relational capital
berpengaruh terhadap kinerja perguruan tinggi negeri di Kota Medan.

Defenisi Operasional
Variabel Independen/eksogen
Intellectual capital merupakan aset tidak berwujud perusahaan dan
digunakan untuk memperoleh kesuksesan organisasi dan memiliki daya
kompetitif yang tinggi.
Terdiri dari:
 Human Capital
Merupakan seperangkat nilai, perilaku, kualifikasi, dan keahlian
yang dimiliki oleh anggota organisasi sehingga menghasilkan nilai
bagi perusahaan. Indikatornya adalah: ketersediaan profesor,
pelatihan dan pendidikan, prestasi dosen, dan kompetensi dosen.
 Structural Capital
Adalah kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi
seluruh aktivitas organisasi dan struktur yang mendukung anggota
untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Indikatornya adalah:
fasilitas akademik dan penelitian, rasio dosen per mahasiswa,
lisensi/hak paten, sistem dan program kerja, dan ketepatan visi
dengan misi perguruan tinggi.
 Relational Capital
Adalah hasil dari kemampuan organisasi untuk berinteraksi secara
positif

82
Manajemen Aset Intelektual

dengan lingkungan termasuk pelanggan, competitor, pemegang


saham, stake holder dan masyarakat. Indikatornya adalah: hits
situs/website perguruan tinggi, seminar nasional, seminar
internasional, penelitian/pengabdian kepada masyarakat, publikasi
ilmiah, hubungan dengan lulusan perguruan tinggi.

Variabel Dependen/endogen
Kinerja perguruan tinggi yaitu hasil pencapain yang telah
diperoleh. Indikatornya adalah: daya saing, reputasi, pencapaian target,
kegiatan penelitian, tata kelola manajemen perguruan tinggi.

Pengolahan Data
Analisis Statistik Deskriptif
Kuesioner yang disebar seluruhnya dapat dipergunakan dengan
respon rate sebesar 90%. Responden penelitian secara umum
digambarkan bahwa dosen yang ada pada masing-masing perguruan
tinggi negeri di dominasi oleh dosen dengan jenjang pendidikan S2
(60%) dan dosen dengan jenjang pendidikan S3 (40%). Perguruan tinggi
negeri di Kota Medan juga didominasi oleh dosen yang masih muda
(junior) dengan jenjang usia 28-38 tahun (40%), usia 39-49 tahun (35%)
dan usia ≥ 50 tahun hanya (25%).

Analisis SEM
Pengolahan data yang diperoleh melalui kuesioner kemudian diolah
melalui metode analisis data Structural Equation Model (SEM) dengan
bantuan AMOS 18.0.
Hasil pengolahan diperoleh model penelitian berikut ini:

Gambar 2. Analisa SEM

83
Manajemen Aset Intelektual

Hasil analisa diperoleh output pada Tabel 1. yaitu:


Tabel 1. Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate P Hasil
Kinerja <--- HC 1.203 *** Signifikansi
Tidak
Kinerja <--- SC -0.158 0.309
Signifikan
Tidak
Kinerja <--- RC -0.103 0.265
Signifikan
*** : 0,000 (highly signficant)
Sumber: Hasil Pengolahan
Data (2016)

Berdasarkan data pada Tabel 1. Regression Weight diketahui bahwa


Intellctual Capital memiliki pengaruh terhadap kinerja perguruan tinggi
negeri di Kota Medan. Tetapi dari ketiga unsur intellectual capital
hanya human capital yang berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kinerja perguruan tinggi negeri di Kota Medan dengan nilai p
(0,000) dan hasil ini menunjukkan tingkat signifikansi yang sangat
tinggi dengan nilai pengaruh (1,203).
Structural capital sebagai unsur kedua dari intellectual capital tidak
memberikan pengaruh yang signifikan yaitu berpengaruh negative dan
tidak signifikan terhadap kinerja perguruan tinggi di Kota Medan
dengan nilai p (0,309) dan besar pengaruhnya hanya (-0,158).
Relational capital sebagai unsur ketiga dari intellectual capital
memberikan pengaruh negative dan tidak signifikan terhadap kinerja
perguruan tinggi di Kota Medan. Nilai signifikansinya adalah p (0,265)
dengan besar pengaruhnya hanya (-0,103).

PEMBAHASAN HASIL ANALISA DATA


Selama ini pengungkapa intellectual capital perguruan tinggi di
Indonesia masih mengadopsi dari intellectual capital yang digunakan
oleh universitas yang ada di Eropa. Konstruksinya item intellectual
capital yang digunakan merupakan konstruksi yang sesuai dengan
standar di Indonesia yang dilakukan dengan mengkolaborasi item IC
(Leitner, 2002) dan Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi
(BAN-PT).
Intellectual capital memberikan output yang mengacu pada produk
rutin kegiatan penelitian dalam perguruan tinggi seperti publikasi,
makalah seminar, pelatihan, dan sebagainya. Hasilnya berupa prestasi

84
Manajemen Aset Intelektual

dalam kegiatan seperti teori-teori baru, perangkat baru dan teknik


analisis Intellectual capital memberikan laporan yang memiliki potensi
sebagai alat untuk menghubungkan pengukuran kinerja dan
penganggaran. (Leitner, 2002). Persiapan IC pada perguruan tinggi lebih
sulit dibandingkan industri karena perguruan tinggi memiliki berbagai
tujuan dan sasaran yang menentukan kinerja.
Human capital adalah unsur yang paling penting bagi pembentukan
intellectual capital sebuah organisasi termasuk sebuah perguruan tinggi.
Schultz dalam Bontis (1999) menjelaskan bahwa human capital sebagai
faktor penting untuk meningkatkan aset perusahaan dan meningkatkan
produktivitas dalam rangka mempertahankan keunggulan bersaing.
Lingkungan bisnis yang terus berubah mewajibkan perusahaan terus
berjuang mencapai keunggulan kompetitif melalui strategi bisnis yang
dinamis dengan menggabungkan kretivitas dan inovasi. Selain itu
human capital dianggap penting juga karena sumber daya manusia
sebagai sumber utama dari inovasi dan kreasi, tetapi hal tersebut juga
sangat sulit untuk dinilai (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Sumber daya
manusia yang dimaksud adalah dosen dan tenaga kependidikan
(pustakawan, laboran, teknisi dan lain-lain (Ulum, 2012).
Sesuai dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa human
capital berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap kinerja
perguruan tinggi negeri di Kota Medan. Semakin baik human capital
sebuah perguruan tinggi maka akan semakin baik kinerja perguruan
tinggi. Human capital dianggap sebagai kompetensi yang potensial yang
dimiliki oleh perguruan tinggi seperti jumlah dosen dan professor,
pelatihan dan pendidikan, prestasi dosen, kompetensi dosen`menjadi
faktor-faktor yang akan berperan dalam meningkatkan kinerja dan
prestasi semua perguruan tinggi negeri.
Pada saat faktor-faktor human capital dapat terkoordinasi dan
terpenuhi dengan maskimal maka kinerja perguruan tinggi semakin
maksimal juga dan akhirnya memiliki daya saing tinggi. Pelatihan dan
pendidikan yang selalu diperhatikan untuk diberikan kepada para dosen
maupun staff akademik akan meningkatkan kompetensi dan keahlian
yang akan mendukung kinerja semakin baik, medukung proses belajar
mengajar semakin baik.
Kemudian perguruan tinggi yang memiliki dosen yang memiliki
prestasi yang tinggi tentu memperlihatkan sebuah perguruan tinggi yang
juga berprestasi karena mampu menghadirkan dosen-dosen yang
berkualitas bagi para peserta didik untuk mendukung kelancaran proses

85
Manajemen Aset Intelektual

transfer ilmu pengetahuan dan melahirkan generasi yang tidak saja


berpendidikan tapi juga berbudi pekerti luhur. Prestasi juga
menunjukkan kompetensi yang tinggi dari seorang dosen. Dosen yang
memiliki bayak prestasi yang tidak hanya dalam bidang akademik tentu
menunjukkan kompetensi yang maksimal di bidang keilmuannya.
Sehingga nantinya akan mendukung proses belajar mengajar, proses
transfer ilmu untuk mendukung kinerja perguruan tinggi sebagai
lembaga yang berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tentunya perguruan tinggi harus terus berupaya maksimal untuk
memenuhi kebutuhan dan memberikan dorongan atau mendukung
sarana dan prasasaran bagi faktor human capital semakin baik terutama
pengadaaan latihan dan pendidikan sehingga mendorong
kreativitas/inovasi bagi para dosen dan staff sehingga berprestasi dan
memaksimalkan kompetensinya kemudian mendukung produktivitasnya
dan akhirnya meningkatkan kinerja perguruan tinggi. Hal ini karena
kinerja perguruan tinggi ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia,
yaitu sebagai aset organisasi yang penting.
Hasil penelitian ini didukung oleh Cahyati dan Setyawasih (2016),
yaitu disebutkan bahwa human capital berhubungan signifikan terhadap
kinerja program studi terutama pada faktor pelatihan dan pendidikan
serta kreativitas dan inovasi para dosen dan staff akademiknya. Winarno
et al., (2012) juga mendukung hasil penelitian ini yang menyebutkan
bahwa modal manusia berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perguruan tinggi yang dimediasi oleh kompetensi dan inovasi.
Kemudian hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan pada universitas di Cambridge dengan mengkaitkan modal
manusia dengan kinerja organisasi, hasilnya menunjukkan bahwa modal
manusia (intellectual capital, social capital, organizational capital dan
knowledge) berpengaruh signifikan terhadap kinerja universitas dan
intellectual capital merupakan faktor terpenting dari modal manusia
(Stiles and Kulvisaechana, 2004).
Human capital, juga didefinisikan sebagai seperangkat nilai,
perilaku, kualifikasi, dan keahlian yang dipunyai oleh karyawan yang
dapat menghasilkan nilai bagi perusahaan (Ross, et al., 1997). Bollen et
al., (2005) dalam penelitiannya disebutkan bahwa intellectual capital
yang dibagi atas human capital, structural capital dan relational capital
memiliki pengaruh positif dan berhubungan dengan intellectual
property yang secacara tiak langsung mempengaruhi kinerja
perusahaan.

86
Manajemen Aset Intelektual

Structural capital sebagai faktor kedua dari intellectual capital


perguruan berpengaruh negatif dan tidak signifikan dengan kinerja
perguruan tinggi. Artinya adalah ada hubugan yang tidak searah antara
structural capital dengan kinerja perguruan tinggi yaitu pada saat
structural capital baik maka perguruan tinggi belum tentu memiliki
kinerja yang baik pula bahkan bisa jadi menurun. Kemudian
hubungannya tidak kuat sehingga tidak berperan menentukan kinerja
perguruan tinggi semakin baik.
Faktor-faktor yang membangun structural capital seperti fasilitas
akademik dan penelitian yang disediakan untuk proes belajar mengajar,
rasio dosen per mahasiswa, lisensi atau hak paten, sistem dan program
kerja, ketepatan visi dengan misi perguruan tinggi adalah beberapa
faktor yang memang harus dipenuhi sebagai standar perguruan tinggi
yang sudah ditentukan oleh Ban-PT agar perguruan tinggi bisa berjalan
dengan baik dan maksimal. Tetapi pemenuhan seluruh faktor atau media
tersebut tidak memberikan dampak yang besar atau memberikan
pengaruh untuk meningkatkan kinerja sebuah perguruan tinggi jika
sumber daya manusia sebagai pelaksana seperti dosen, staff akademik
maupun mahasiswa tidak mampu atau tidak memiliki kompetensi dalam
menggunakannnya.
Selain itu jika memang sumber daya manusia pelaksana memiliki
kompetensi untuk menggunakan sarana dan fasilitas dengan baik tetapi
perguruan tinggi tidak melakukan inovasi atau up to date dalam
memenuhi sarana dan fasilitas tentu akan menurunkan minat para dosen,
staff dan mahasiswa yang akan mengganggu proses belajar mengajar
dan menurukan kinerja perguruan tinggi untuk menghasilkan generasi
yang berkualitas dari segi moral dan pendidikan. Keadaan ini akan
menurunkan kemampuan organisasi untuk mendukung kompetensi para
anggotanya untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta
kinerja bisnis secara keseluruhan.
Program kerja dan sistem yang sudah ditentukan oleh perguruan
tinggi negeri tidak mendukung kinerja karena banyak yang tidak
terpenuhi atau terlaksana dengan baik. Kemudian adanya penepatan
misi yang tidak tepat untuk sebuah visi perguruan tinggi atau salah
strategi sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai sepenuhnya kinerja
perguruan tinggi menurun.
Hak paten sebuah perguruan tinggi negeri masih belum menjadi
faktor yang sangat penting dan mendesak untuk menjadi parameter
kinerja sebuah perguruan tinggi. Rasio dosen per mahasiswa tentu sudah

87
Manajemen Aset Intelektual

ada standar dari Ban-PT sehingga terkadang perguruan tinggi hanya


sekedar mengejar standar tersebut tanpa memperhatikan kualitas
sehingga tidak berpengaruh pada kinerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Cahyati dan Setyawasih (2016) yang menyatakan bahwa
structural capital tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja program
studi. Astuti dan Sabeni (2004) dalam penelitiannya juga disebutkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara structural capital
dengan kinerja perusahaan di Jawa Tengah. Tetapi hasil penelitian ini
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bontis et al.,(2000)
yang menyatakan adanya hubungan positif signifikan antara structural
capital dan business performance pada sektor jasa di Malaysia dan tidak
signifikan pada sektor non jasa. Subkhan, Citraningrum (2010) dalam
penelitiannya tidak mendukung hasil penelitian ini yaitu dinyatakan
bahwa structural capital berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan.
Relational capital yang terdiri dari hits situs/website perguruan
tinggi, seminar nasional, seminar internasional, penelitian/pengabdian
kepada masyarakat, publikasi ilmiah, hubungan dengan lulusan
perguruan tinggi, memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan
terhadap kinerja perguruan tinggi negeri.
Relational capital merupakan hasil dari kemampuan organisasi untuk
berinteraksi secara positif dengan lingkungannya atau masyarakat
sekitar. Perguruan tinggi membutuhkan hubungan konsumen
(mahasiswa, alumni, end user), teman kerja (keanggotaan dan proyek
kerja sama eksternal), publik (merupakan relasi dengan dunis industri)
dan pendidikan lain dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan
dan daya saing lulusan. Tetapi dalam penelitian ini hubungan itu tidak
memiliki hubungan dengan kinerja perguruan tinggi. Hubungan yang
negative menunjukkan kondisi pada saat hubungan kampus dengan
lingkungan baik belum tentu menunjukkan kinerja perguruan tinggi
yang baik. Kemudian pengaruh yang tidak signifikan menunjukkan
adanya hubungan yang tidak kuat antara structural capital dengan
kinerja perguruan tinggi. Artinya structural capital yang terpenuhi tidak
memiliki dampak terlalu besar dalam menentukan kinerja perguruan
tinggi.
Banyaknya pengunjung website perguruan tinggi belum menjadi
parameter kinerja perguruan tinggi itu baik melainkan bisa jadi hanya
dijadikan informasi untuk menambah pilihan atau sumber referensi bagi

88
Manajemen Aset Intelektual

masyarakat tentang sebuah perguruan tinggi. Kemudian seminar yang


dilakukan oleh perguruan tinggi baik itu nasional atau internasional,
penelitian atau pengabdian terkadang pelaksanaannya tidak maksimal
hanya dijadikan media untuk memenuhi target kerja tanpa memikirkan
kualitasnya yang akan meningkatkan kinerja dan nilai perguruan tinggi.
Hubungan dengan pihak luar atau eksternal dan dengan para alumni
atau lulusan tidak menjadi media untuk memperoleh masukan dan
informasi untuk lebih memahami dan memenuhi kebutuhan dari
mahasiswa, alumni dan pengguna lulusan atau masyarakat untuk
memberikan nilai kepuasan yang maksimal dan berdampak pada
peningkatan kinerja perguruan tinggi.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Cahyati dan Setyawasih (2016) yang menyatakan bahwa
relational capital tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja program
studi. Tetapi hasil penelitian ini tidak didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Bollen et al., (2005) yang menyatakan bahwa human
capital, structural capital dan relational capital yang menjadi bagian
dari intellectual capital memiliki pengaruh terhadap intellectual
property yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ulum (2009) juga tidak mendukung
hasil penelitian ini yaitu intellectual capital (human capital, structural
capital dan relational capital) memliki hubungan yang signifikan
dengan kinerja perusahaan.
Pada saat sekarang ini intellectual capital belum sepenuhnya
dinyatakan sebagai sebuat aset dalam conceptual framework sebuah
perguruan tinggi. Sehingga melalui penelitian ini ditemukannya
hubungan yang positif dan sangat signifikan dengan kinerja perguruan
tinggi dapat memberikan bukti bahwa intellectual capital khususnya
human capital memberikan manfaat yang sangat bernilai tinggi bagi
kinerja perguruan tinggi negeri khususnya untuk daya saing yang tinggi
di masa depan. Perguruan tinggi negeri harus terus memacu kualitas dan
kompetensinya melalui sumber daya manusia yaitu bagian dari human
capital dan menunjukkan kualitas terbaik dari kinerjanya kepada
masyarakat sebagai sumber ilmu pengetahuan atau wadah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hartono (2001) mengemukakan bahwa intellectual capital tidak
dapat dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan karena pengetahuan
tetap menjadi milik pegawai. Selain itu intellectual capital berasal dari
tetapi yang dinilai sebagai aset hanya pengorbanan ekonomis untuk

89
Manajemen Aset Intelektual

mendapatkan intellectual capital, padahal pengungkapan intellectual


capital tidak hanya dilaporkan sebesar costnya, melainkan lebih kepada
nilai yang telah diciptakan. Kemudian, intellectual capital juga tidak
memenuhi informasi yang relevance dan reliability karena adanya
ketidakpastian tentang keberadaan dan hubungan yang dapat ditelusur
antara pengorbanan ekonomis dan hasil. Hal ini menjadi tantangan bagi
perguruan tinggi untuk terus memperbaharui sistem, program dan
pengukuran kinerja, kemudian terus berinovasi dan meningkatkan
kompetensinya untuk mendapatkan nilai terbaik bagi kinerja sebuah
perguruan tinggi di hadapan masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
 Human capital berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap
kinerja perguruan tinggi negeri di Kota Medan. Pelatihan dan
pendidikan paling berperan dalam meningkatkan prestasi dan
kompetensi para dosen dan staff akademik sehingga akan
membantu kinerja sebagai sumber daya manusia perguruan tinggi
semakin baik dan kinerja perguruan tinggi secara keseluruhan.
 Structural capital berpengaruh negative dan tidak signifikan
terhadap kinerja perguruan tinggi negeri di Kota Medan.
 Relational capital memiliki pengaruh negative dan tidak signifikan
terhadap kinerja perguruan tinggi negeri di Kota Medan.
 Intellectual capital memiliki peranan untuk mempengaruhi nilai
dan kinerja sebuah perguruan tinggi negeri di Kota Medan
khususnya human capital sebagai faktor yang paling signinifikan
dalam mempengaruhi kinerja dan memberikan nilai positif bagi
sebua perguruan tinggi negeri di Kota Medan. Intellectual capital
perguruan tinggi berkaitan dengan Tridharma perguruan tinggi
sehingga pengukurannya lebih mengarah kepada kinerja dosen
sebagai bagian dari human capital.

Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
 Perguruan tinggi harus terus berupaya mendukung para dosen dan
staff akademik untuk meningkatkan prestasi dan kompetensinya
sebagai tenaga professional dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya melalui dukungan sarana dan kesempatan
pendidikan dan pelatihan.

90
Manajemen Aset Intelektual

 Perguruan tinggi harus memberdayakan para dosen yang


berpengalaman dengan maksimal untuk internal perguruan tinggi
terutama untuk kebutuhan eksternal tetapi tetap membawa nama
perguruan tinggi tempat dosen bernaung sehingga akan berdampak
kinerja perguruan tinggi semakin baik. Tentu saja tidak lupa
memberikan reward yang baik dan sesuai dengan prestasi atau
kontribusi dosen maupun staff akademik.
 Perguruan tinggi perlu fokus memperhatikan faktor-faktor
structural capital agar berperan mempengaruhi kinerja perguruan
tinggi. Misalnya melakukan pengawasan dan pengendalian
terhadap sistem dan program kerja yang tercantum dalam agar
terlaksana dengan baik dan benar sehingga visi perguruan tinggi
tercapai. Melakukan evaluasi terhadap proses dan pencapaian yang
sudah dilakukan. Kemudian memperhatikan dan meningkatkan
fasilitas akademik dan penelitian yang menunjang proses belajar
mengajar sehingga membuat para dosen dan mahasiswa merasa
nyaman dan puas. Perguruan tinggi juga perlu memperhatikan
secara seksama mengenai hak paten atau lisensi terutama terhadap
penelitian dan pengabdian masyarakat yang bisa dijadikan
parameter kinerja sebuah perguruan baik atau tidak di mata
masyarakat.
 Perguruan tinggi harus fokus pada faktor-faktor yang membangun
relational capital perguruan tinggi sehingga berdampak pada
kinerja yang baik. Perguruan tinggi harus mulai menjalin kerja
sama yang baik dengan pihak eksternal atau mitra, membuat
strategi kemitraan yang tepat terutama terkait seminar, pelatihan,
penelitian atau publikasi ilmiah sehingga akan terjalin hubungan
yang baik yang akan mengakomodir kebutuha kampus dengan baik
untuk mendukung kinerja perguruan tinggi. Selain itu yang tak
kalah penting adalah perguruan tinggi harus tetap menjalin
hubungan baik dengan masyarakat, mahasiswa, ataupun alumni
untuk menggali informasi tentang kebutuhan dan keluhan mereka
terhadap perguruan tinggi atau sejauh mana pengetahuan mereka
tentang perguruan tinggi sehingga akan menjadi alat/input untuk
perbaikan kinerja semakin baik.

91
Manajemen Aset Intelektual

BAB VII
PENGARUH MODAL SOSIAL,
INTELECTUAL CAPITAL DAN STRATEGI
ENTREPRENEURSJIP TERHADAP
COMPETITIVE ADVANTAGE
MAHASISWA WIRAUSAHA

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis social capital,
intelectual capital dan strategic entrepreneurship dalam meningkatkan
competitive advantage. Penelitian ini merupakan penelitian survei
dengan tipe eksplanatori. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 153 mahasiswa wirausaha di Kota Medan .
Hasil penelitian menunjukkan competitive advantage dalam
berwirausaha dapat tercipta melalui modal sosial, intellectual capital
dan Strategic entrepreneurship .

Kata kunci: Modal Sosial, Modal Intelektual, Strategy


Entrepreneurship, Keunggulan Bersaing.

PENDAHULUAN
Negara yang makmur dan sejahtera rakyatnya ketika dalam
pembangunannya pemerintah memprioritaskan kewirausahaan sebagai
prioritas utama, contoh: negara Amerika, Inggris, Jerman, Kanada,
Jepang, Korea serta Singapur dan Malaysia, menjadi negara maju dan
rakyatnya makmur mengembangkan kewirausahaan.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi generasi
muda, karena mereka yang akan menjadi penerus bangsa. Namun di
Indonesia, sebagaimana di negara berkembang lainnya, pendidikan saja
tidak akan menjamin tersedianya pekerjaan. Masih banya pemuda
Indonesia yang berpendidikan tinggi masih menganggur. Lapangan
kerja yang tersedia di pasar tidak sebanding dengan pertumbuhan
angkatan kerja. Oleh karena itu perlu upaya sehingga para pemuda
terutama yang berpendidikan tinggi mampu menciptakan lapangan kerja
untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain dengan menjadi wirausaha

92
Manajemen Aset Intelektual

muda. Perguruan tinggi diperlukan memberikan peranan penting dalam


informasi, pengetahuan, pemahaman tentang kewirausahaan serta
memberikan wadah bagi mahasiswa untuk berwirausaha. Dirjen
Pendidikan Tinggi (DIKTI) mencanangkan program kewirausahaan
mahasiswa yang menjadi prioritas nasional sebagai upaya pembenahan
sistem pendidikan agar terjadi keselarasan antara pendidikan dan dunia
kerja.
Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Negri Medan
(UNIMED) merupakan Perguruan Tinggi Negeri yang memperoleh
dana bantuan kegiatan PMW sejak 2009 hingga saat ini, terus berusaha
melaksanakan Program tersebut secara efektif dan efisien dengan
berbagai sumber daya yang tersedia guna menciptakan wirausaha muda
yang tangguh dan berkelanjutan.
Melalui PMW, selain terciptanya Wirausaha juga diharapkan
dapat menciptakan lapangan pekerjaan ,serta dapat menciptakan
lapangan usaha. Data pada Grafik 1 menunjukkan setiap tahun jumlah
proposal yang mengikuti PMW semakin meningkat. Hal ini
memperlihatkan masih tingginya minat mahasiswa dalam memulai
usaha pada Universitas Sumatera Utara.

Sumber: SEC USU

Namun demikian dalam perkembangannya tidak semua


penerima bantuan modal usaha mampu bertahan dengan berbagai
alasan. Berbagai upaya dilakukan agar usaha mahasiswa penerima
hibah dapat lebih bertahan, misalnya dengan melakukan beberapa

93
Manajemen Aset Intelektual

perubahan pada proses seleksi mahasiswa penerima hibah. Dari


pengalaman tersebut dapat disimpulkan bahwa jika dilakukan suatu
kajian dan upaya penanggulangan yang lebih sistematis dan terstruktur,
maka diharapkan hasilnya akan lebih optimal.

METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
wirausaha di tiga universitas tersebut sedangkan yang menjadi sampel
purposive yaitu yang diambil adalah yang memenuhi kriteria mahasiswa
wirausaha yaitu sudah mempunyai usahaselama 1 tahun dan merupakan
binaan dari masing-masing center kewirausahaan di perguruan tinggi
masing-masing yang berjumlah 153 (seratus lima puluh tiga) orang.

Kerangka Konsep Penelitian


Company
HC Intellectual
Advantage
SC Capital

RC
Soc. Capital

- Network
- Norma
- Trust

- Entrepnurial
Mindset Straytegy

- Balancing Entrepreneurur
Exploration ship
- Continous
Inovatrion

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

94
Manajemen Aset Intelektual

Metode dan Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyiapkan skala
pengukuran(kuesioner) berisi tentang Intellectual Capital, Soc. Capital,
Straytegy Entrepreneurship.Kuisioner ini bertujuan untuk mengukur
sejauh mana strategi bersaing mahasiswa dalam berwirausaha.Penelitian
ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dengan menggunakan
kuisioner mengenai Intellectual Capital Entrepreneurship.Data Primer
diperoleh dengan memberikan kuisioner secara langsung kepada sampel
penelitian.

Defenisi Operasional Variabel


Intellectual Capital entrepreneurship diukur dengan indikator human
capital, social capital dan financial capital. Human capital
mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan
solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang–orang
yang ada dalam perusahaan tersebut.Modal sosial merupakan
kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan
bersama. Pada penelitian ini yang dimaksudkan pada modal finansial
adalaha modal awal mahasiswa dalam memulai bisnisnya.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan realibilitas dilakukan pada 30 orang responden
penelitian lalu data diproses dengan menggunakan program software
SPSS (Statistic Product and Service Solution) versi 14,0.Instrumen yang
valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil
penelitian yang valid dan reliabel. Menurut Sugiyono (2005 : 115),
instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Untuk menguji validitas
digunakan pendekatan koefisien korelasi yaitu dengan cara
mengkorelasikan antara skor butir pernyataan dengan skor totalnya. Bila
nilai korelasinya positif dan r > 0,361 maka butir pertanyaan tersebut
dinyatakan valid.Setelah dilakukan pengujian validitas, maka juga akan
dilakukan uji realibilitas. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel
jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,6.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Penelitian.
Jumlah karyawan responden terbanyak adalah antara 3-6 orang
dengan jumlah 78 orang dan persentase 51%. Sedangkan jumlah
karyawan yang dibawah 3 orang sebanyak 70 orang dengan persentase

95
Manajemen Aset Intelektual

45.8%. Sisanya sebanyak 3.3% memiliki karyawan hanya 7-10


orang.Hal ini bisa dipahami dikarenakan usaha mahasiswa masih
bersifat merintis.Sedangkan untuk menggunakan karyawan diperlukan
usaha/bisnis yang sudah berjalan dengan baik dari segi keuangan dan
manajemen.Jumlah pendapatan mahasiswa yang dibawah
Rp.5.000.000,- sangat dominan yaitu sebsar 78.4% dari keseluruhan
responden. Sedangkan jumlah pendapatan yang diatas Rp. 15.000.000,-
hanya berjumlah 7 orang atau sekitar 4.6%.Hal ini menunjukkan bahwa
pendapatan harian mahasiswa dalam berwirausaha masih relatif kecil.
Namun masih ada bisnis mahasiswa yang jumlah pendapatannya
tergolong besar walaupun hanya beberapa orang saja.Umur perusahaan
yang dijalani mahasiswa masih relatif muda yaitu yang berada direntang
2-4 tahun sebanyak 78.4% sedangkan umur perusahaan yang diatas 4
tahun hanya sebanyak 7.8% dari keseluruhan responden.
Berikut ini diperlihatkan gambaran deskriptif rata-rata, nilai
minimun, nilai maximum jawaban masing-masing indikator variabel
dari tiap responden.
Tabel 1
Deskriptif Tiap Variabel
Statistics

net no Tingkat_ Entreprene Balancing Continiou Huma Struktur Relatio Financi Competiti Organizatio
wo rm Kepercay urial_Mind _Explorat s_Innovat n_Cap al_Capi nal_Cap al_Capi ve_Advan nal_Advant
rk a aan set ion ion ital tal ital tal tage age
N Val 15 15 153 153 153 153 153 153 153 153 153 153
id 3 3
Mi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ssi
ng
Mean 3.5 4. 4.6340 4.1438 3.9412 4.0719 4.0784 4.6275 4.4379 2.1373 3.4183 7.7647
94 50
8 98
Media 4.0 5. 5.0000 4.0000 4.0000 4.0000 4.0000 5.0000 4.0000 2.0000 3.0000 8.0000
n 00 00
0 00
Std. .61 .5 .48330 .38761 .34859 .53930 .37222 .48507 .55996 1.1358 .61360 .87182
Deviat 17 01 9
ion 0 55
Minim 2.0 4. 4.00 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 3.00 1.00 2.00 6.00
um 0 00
Maxi 5.0 5. 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 10.00
mum 0 00

Berdasarkan Tabel1 dapat dilihat bahwa rata-rata penilaian


responden terhadap variabel network adalah 3.5948. penilaian terendah
responden adalah dalam skala 2 yaitu tidak setuju sedangkan penilain

96
Manajemen Aset Intelektual

responden tertinggi dalam skala 5 yaitu sangat setuju sekali dan nilai
tengah penilaian responden terhadap variabel network dalam skala 4
yaitu sangat setuju.
Rata-rata penilaian responden terhadap variabel norma adalah
4,50. penilain terendah responden adalah dalam skala 4 yaitu sangat
setuju sedangkan penilain responden tertinggi dalam skala 5 yaitu
sangat setuju sekali dan nilai tengah penilaian responden terhadap
variabel inidalam skala 5 yaitu sangat setuju sekali.
Rata-rata penilaian responden terhadap variabel tingkat
kepercayaan adalah 4,60. penilain terendah responden adalah dalam
skala 4 yaitu sangat setuju sedangkan penilain responden tertinggi
dalam skala 5 yaitu sangat setuju sekali dan nilai tengah penilaian
responden terhadap variabel inidalam skala 5 yaitu sangat setuju sekali.
Rata-rata penilaian responden terhadap variableentrepreneurial
mindset adalah 4,14. Penilain terendah responden adalah dalam skala 3
yaitu setuju sedangkan penilain responden tertinggi dalam skala 5 yaitu
sangat setuju sekali dan nilai tengah penilaian responden terhadap
variabel inidalam skala 4 yaitu sangat setuju.
Rata-rata penilaian responden terhadap variabel balancing
exploration adalah 3,94. Penilain terendah responden adalah dalam
skala 3 yaitu setuju sedangkan penilain responden tertinggi dalam skala
5 yaitu sangat setuju sekali dan nilai tengah penilaian responden
terhadap variabel inidalam skala 4 yaitu sangat setuju.
Rata-rata penilaian responden terhadap variabel Continious
Innovation adalah 4,07. Penilain terendah responden adalah dalam skala
3 yaitu setuju sedangkan penilain responden tertinggi dalam skala 5
yaitu sangat setuju sekali dan nilai tengah penilaian responden terhadap
variabel inidalam skala 4 yaitu sangat setuju.
Rata-rata penilaian responden terhadap variabel human capital
adalah 4,07. Penilain terendah responden adalah dalam skala 3 yaitu
setuju sedangkan penilain responden tertinggi dalam skala 5 yaitu
sangat setuju sekali dan nilai tengah penilaian responden terhadap
variabel inidalam skala 4 yaitu sangat setuju.
Rata-rata penilaian responden terhadap variabel struktural
capital adalah 4,62. Penilain terendah responden adalah dalam skala 4
yaitu sangat setuju sedangkan penilain responden tertinggi dalam skala
5 yaitu sangat setuju sekali dan nilai tengah penilaian responden
terhadap variabel ini dalam skala 5 yaitu sangat setuju sekali.

97
Manajemen Aset Intelektual

Rata-rata penilaian responden terhadap variabel Relational


Capital adalah 2,13. Penilain terendah responden adalah dalam skala 1
yaitu sangat tidak setuju sedangkan penilain responden tertinggi dalam
skala 5 yaitu sangat setuju sekali dan nilai tengah penilaian responden
terhadap variabel inidalam skala 2 yaitu tidak setuju.
Rata-rata penilaian responden terhadap variabel Competitive
Advantage adalah 3,41. Penilain terendah responden adalah dalam skala
2yaitu tidak setuju sedangkan penilain responden tertinggi dalam skala
5 yaitu sangat setuju sekali dan nilai tengah penilaian responden
terhadap variabel inidalam skala 3 yaitu setuju.
Rata-rata penilaian responden terhadap variableOrganizational
Advantage adalah 7,76. Penilain terendah responden adalah dalam skala
6 sedangkan penilain responden tertinggi dalam skala 10 dan nilai
tengah penilaian responden terhadap variabel inidalam skala 8. Hal ini
menyimpulkan bahwa responden menyadari bahwa Organizational
Advantage merupakan hal penting untuk terus dikembangkan.

Model Summary
Model Adjusted R Std. Error of the
R R Square Square Estimate
dimension0 1 .510a .260 .240 .53026
a. Predictors: (Constant), GENDER, INTCAP, STRAENT, MODSOS

ANOVAb
Model Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
1 Regression 14.625 4 3.656 13.003 .000a
Residual 41.615 148 .281
Total 56.240 152
a. Predictors: (Constant), GENDER, INTCAP, STRAENT, MODSOS
b. Dependent Variable: COMPADV

Coefficientsa
Model Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -1.227 .786 -1.562 .120
MODSOS -.411 .189 -.227 -2.171 .031
STRAENT 1.419 .253 .582 5.599 .000
INTCAP .174 .208 .075 .835 .405
GENDER -.183 .088 -.148 -2.083 .039
a. Dependent Variable: COMPADV

98
Manajemen Aset Intelektual

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini sebagai
berikut:Hasil penelitian menunjukkancompetitive advantage dalam
berwirausaha dapat tercipta melalui modal sosial, intellectual capital,
financial capitaldan Strategic entrepreneurshipyang kemudian akan
mempengaruhi organizational advantage atau organizational
performance dalam berwirausaha dalam diri seseorang. Model ini dapat
dilihat dari Strategic entrepreneurship yang dimiliki seseorang akan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatancompetitive
advantage.Sedangkan variabel lainnya yakni modal sosial, intellectual
capital, dan financial capital yang dimiliki seseorang berpengaruh
positif tetapi tidak terlalu signifikan terhadap peningkatan competitive
advantage.Modal sosial, strategic entrepreneurship, intellectual capital,
dan financial capital yang dimiliki seseorang secara serentak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatancompetitive
advantage suatu perusahaan.Strategic entrepreneurship dan intellectual
capital yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi organizational
advantagenamun tidak terlalu signifikan.Sedangkan modal sosial dan
financial capital berpengaruh negatif dan tidak signifikanorganizational
advantage.Modal sosial, strategic entrepreneurship, intellectual capital,
dan financial capital secara serentak juga berpengaruh positif dan
signifikan terhadap organizational advantagesuatu perusahaan.Strategic
entrepreneurship dan intellectual capital yang dimiliki seseorang akan
mempengaruhi organizational advantagenamun tidak terlalu
signifikan.Sedangkan modal sosial dan financial capital berpengaruh
negatif dan tidak signifikanorganizational advantage.
B. SARAN
 Model penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan
mempertimbangkan faktor kepribadian dan demografi yang
menentukan keunikan perilaku tiap individu dan juga faktor
eksternal (akses modal, informasi dan jaringan sosial).
 Bagi Pemda untuk mengembangkan perilaku kewirausahaan pada
masyarakat melalui pelatihan-pelatihan kewirausahaan.
 Bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan kewirausahaan agar
mempertimbangkan strategic entrepreneurship dan intellectual
capital sebagai internal atau personal. Pola pendidikan perlu
menanamkan nilai inovatif dan kreatif dalam menanggapi peluang,

99
Manajemen Aset Intelektual

menciptakan peluang serta keterampilan dan pengetahuan


berwirausaha.

Hasil penelitian menunjukkan modal intelektual dalam


berwirausaha dapat tercipta melalui learn, adopt dan aplly yang
kemudian akan membentuk pengetahuan, sikap, norma, efikasi, intensi
dan perilaku berwirausaha dalam diri seseorang. Model ini dapat dilihat
dari :Pengetahuan tentang wirausaha yang dimiliki seseorang (Learn)
akan mempengaruhi sikap seseorang dalam menangggapi peluang dan
resiko wirausaha.Pengetahuan tentang wirausaha yang dimiliki
seseorang (Learn) akan mempengaruhi dan menambah keyakinan
individu untuk mematuhi arahan atau anjuran orang sekitarnya untuk
turut dalam aktivitas berwirausaha. Pengetahuan tentang wirausaha yang
dimiliki seseorang (Learn) akan mempengaruhi kepercayaan diri
(persepsi) individu mengenai kemampuannya untuk membentuk suatu
perilaku berwirausaha.Hasil uji secara simultan atau bersama – sama
menunjukkan bahwa variabel sikap, norma subjektif dan efikasi diri
secara bersama – sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap intensi
berwirausaha.Hasil uji secara individual menunjukkan bahwa hanya
variabel norma subjektif yang tidak memiliki pengaruh secara individual
terhadap intensi berwirausaha, sedangkan variabel sikap dan efikasi diri
memiliki pengaruh secara individual terhadap intensi
berwirausaha.Intensi berwirausaha memiliki pengaruh terhadap tindakan
individu yang ditunjukkan dengan keputusan berwirausaha.Korelasi
antara variabel sikap berwirausaha dengan norma subjektif, variabel
efikasi diri dengan norma subjektif dan variabel sikap berwirausaha
dengan efikasi diri tidak ada dan tidak searah. Tidak searah berarti
apabila suatu variabel naik maka variabel yang lainnya akan turun dan
sebaliknya.Model penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan
mempertimbangkan faktor kepribadian dan demografi yang menentukan
keunikan perilaku tiap individu dan juga faktor eksternal (akses modal,
informasi dan jaringan sosial). Bagi Pemda untuk mengembangkan
perilaku kewirausahaan pada masyarakat melalui pelatihan-pelatihan
kewirausahaan.Bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan
kewirausahaan agar mempertimbangkan learn, adopt dan apply sebagai
internal atau personal. Pola pendidikan perlu menanamkan nilai inovatif
dan kreatif dalam menanggapi peluang, menciptakan peluang serta
keterampilan dan pengetahuan berwirausaha.

100
Manajemen Aset Intelektual

DAFTAR PUSTAKA

Al-Tamimi Hussein A. Hassan, 2004, “Factors Influencing Individual


Investor Behavior: AnEmpirical study of the UAE Financial
Markets,” Associate Professor Department ofBusiness
Administration College of Business and Management. United
Arab Emirates:University of Sharjah, pp. 1-24
Alrock, Pamela L (2003), The Survey Research Handbook : Third
Edition : McGraw Hill Education.
Andreassen , Tor Walin, 1994, Satisfaction Loyalty and Reputation as
Indicators of Customer Orientation in The Public Sector,
International Journal of Public Sector Management, Vol. 7, No.2
Bozbura, F. Tunc. 2004. Measurement and application of Intellectual
capital inTurkey. The Learning Organization Vol. 11 No. 4/5, pp.
357-367.
Badriyah, Laela, 2013, Ciri – ciri investasi Bodong : Iming- iming tak
berpotensi rugi. ( www.metrotvnews.com/metronews/.)
Budiarta, Kustoro. 2010. Studi Eksplorasi Pengembangan
Kewirausahaan Bagi Mahasiswa FE Unimed . Laporan Penelitian
Riset Grant Unimed.
Budiarta, Kustoro. 2011. Knowledge Based Entrepreneur : Kajian
Model Pengembangan Unit Bisnis Mahasiswa FE Unimed.
Laporan Penelitian I-MHERE Unimed Bacth IV
Bloemer, Josee, Ko de Ruyter, dan Pasca Peters. 1998. Investigating
Drivers of Bank Loyalty: The Complex Relationship Between
Image, Service Quality, and Satisfaction. International Journal of
Bank Marketing Vol. 17: No.7
Brigham, Eugene F., and Phillip R. Daves (2007), Intermediate
Financial Management : Ninth Edition : Thomson – South
Western.

Chen, Tser-Yieth. 1999. Critical Success Factors For Various Strategies


in The Banking Industry. International Journal Of Banking
Marketing Vol.17: No.2
Copeland, Thomas E., J. Fred Weston., and Kuldeep Shastri (2004),
Financial Theory and Corporate Policy: International Edition :
Prentice Hall.

101
Manajemen Aset Intelektual

Ching, Choo Huang & Luther, Robert & Tayles, Michael. 2007. An
evidence-basedtaxonomy of intellectual capital. Journal of
Intellectual Capital, Vol. 8 Iss: 3 pp.386 - 408.
Djumena, erlangga, 1 Maret 2013, “ ini daftar investasi Bodong yang
sudah makan korban., kompas , 23 maret 2013. www. Bisnis
keuangan. Kompas.com
Ferdinand, Augusty (2006), Metode Penelitian Manajemen : Edisi 2 :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam (2005), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program
SPSS : Edisi 3 : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Maholtra, Naresh K (2004), Marketing Research : International Edition
: Prentice Hall.
Kotler,Phillip, Amstrong,Gary. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran.
Penerbit Erlangga
Kumar Alok, 2009, “Dynamic Style Preferences of Individual Investors
and Stock Return,“,Journal of Financial & Quantitative Analysis
Laksana, Fajar. 2008. Manajemen Pemasaran. Pendekatan Praktis.
Yogyakarta, Penerbit Graha Ilmu
M. E. Blume dan Irwin Friend, 1978, “The Changing Role of the
Individual Investor”, (New York:John Wiley and Sons
Nagy Robert A. dan Obenberger Robert W, 1994, “Factors Influencing
Individual InvestorBehavior,” Financial Analysts Journal, pp. 63-
68
Permadi, Cahya.2002. “Analisis Pengaruh Modal Sosial Organisasi &
Modal Intelektual Organisasi terhadap Keunggulan Organisasi”.
Semarang, Universitas Diponegoro.
Ritter Jay. R, “Behavioral Finance,” Pacific-Basin Finance Journal Vol.
11, No 4, (September 2003), pp. 429-437
See J. Von Neumann dan O. Morgenstern, 1947, “Theory of Games and
Economic Behavior“, Princeton: Princeton University Press
Toral Al, 2002, ‘Other Ways to Score Invesment Points”, Pure
Fundamentalist
W. E. Warren, R. E. Stevens dan C. W. McConkey, 1990, “Using
Demographic and LifestyleAnalysis to Segment Individual
Investor,” Financial Analysts Journal
W. G. Lewellen, R. C. Lease dan G. C. Schlarbaum, 1977, “Patterns
OfInvestment StrategyAnd Behavior Among Individual Investor”,
Journal Of Business, pp. 296-333

102
Manajemen Aset Intelektual

BAB VIII

INTELLECTUAL CAPITAL DAN


PERTUMBUHAN LABA SEKTOR
PERBANKAN DI INDONESIA

Abstract :
This research to determine the influence of intellectual capital and
growth Bank in Indonesian. The independent variable in this research
is the intellectual capital as measured by vaca, vahu, stva and the
dependent variable is Growth. The obtained of data from 46 Bank, are 4
Goverment Bank, 18 Regional Development Bank, 14 Joint Bank and 10
Foreign bank, and publisher a complete the financial of reports for 5-
year periods, it starting from 2008 until 2012. This research uses The
Pulic Model (Value Added Intellectual Capital Coefficient-VAICTM) as
the efficiency measure of intellectual capital component. The method
used is descriptive analysis and simple regression analysis with dummy
variable and use SPSS for windows to process. The result show that
vaca, vahu and stva to growth is significance difference between
goverment bank, regional bank, joint bank and foreign bank.

Keywords : intellectual capital, vaca, vahu, stva, Growth, goverment


bank, regional bank, joint bank, foreign bank

1. Pendahuluan
Modal intelektual dan teknik mengukur intellectual capital (IC)
masih terus berkembang. Sulitnya mengukur intellectual capital
sehingga Pulic (1998) menelti ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai
tambah sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (Value
Added Intellectual Coefficient – VAIC™). Komponen utama dari
VAIC™ yang merupakan sumber daya perusahaan, yaitu physical
capital (VACA–value added capital employed), human capital
(VAHU–value added human capital), dan structural capital (STVA–
structural capital value added). VACA merupakan indikator atau nilai
tambah yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. VAHU
mengindikasikan seberapa besar value added yang diciptakan oleh

103
Manajemen Aset Intelektual

setiap rupiah pengeluaran untuk pegawai (human capital) meliputi


keahlian, pengetahuan, motivasi, kompetensi dalam perusahaan,
integrasi yang dimiliki karyawan.
Chen et al. (2005) juga menyatakan bahwa IC dapat menjadi
salah satu indikator untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa
mendatang. Mereka menganalisis pengaruh modal intelektual dengan
indikator value added capital employed (VACA), value added human
capital (VAHU), structural capital value added (STVA) terhadap value
creation di sektor perbankan di Indonesia. Pemilihan sektor perbankan
sebagai sampel karena sektor perbankan merupakan sektor yang vital
yang memiliki peranan signifikan dalam perkembangan perekonomian
suatu negara.

2. KAJIAN PUSTAKA
Komponen utama dari VAIC TM yang dikembangkan Pulic
tersebut dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical
capital (VACA–Value Added Capital Employed), human capital
(VAHU–Value Added Human Capital) dan structural capital (STVA–
Structural Capital Value Added).

1. Value Added Capital Employed (VACA)


VACA adalah indikator atau nilai tambah yang diciptakan oleh
satu unit dari physical capital. Dalam proses penciptaan nilai,
intelektual potensial yang direpresentasikan dalam biaya karyawan tidak
dihitung sebagai biaya (Tan et al., 2007:79).
2. Value Added Human Capital (VAHU)
Human capital mempresentasikan kemampuan perusahaan dalam
mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau
karyawan sebagai aset strategic perusahaan karena pengetahuan yang
mereka milki. VAHU dihitung dengan membagi value added yan
diciptakan perusahaan dengan total salaries dan wages. Perhitungan ini
mengasumsikan bahwa human capital (HC) sebagai suatu investasi
daripada sebagai expenses dan akan diakui sebagai aset pada
neraca.VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan nilai
tambah untuk setiap rupiah yang dikeluarkan pada HC (Kuryanto dan
Syafruddin, 2008:11).
3. Structural Capital Value Added (STVA)
Salah satu bagian dari structural capital (SC) adalah membangun sistem
seperti database yang memungkinkan orang-orang dihubungkan dan

104
Manajemen Aset Intelektual

belajar satu sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena adanya


kemudahan berbagi pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam
organisasi. Dalam model yang dikembangkan Pulic ini, STVA dihitung
dengan membagi structural capital (SC) dengan value added (VA).
Dalam model Pulic, SC diperoleh dari VA dikurangi dengan HC (Tan et
al., 2007:80).

2.4. Value creation


Untuk menilai value creation atau kinerja keuangan perusahaan,
dapat digunakan suatu ukuran atau tolak ukur tertentu. Adapun analisis
rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini untuk melakukan
penilaian kinerja keuangan yaitu rasio return on asset, asset turnover,
growth ratio, rasio bopo dengan keterangan berikut ini:

1. Return on Assets (ROA)


Return on asset merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan
(Brigham dan Houston, 2001:90). Semakin besar rasio ini menunjukkan
tingginya kemampuan manajemen bank dalam hal mengelola aktiva
untuk meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya

2. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)


Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
merupakan rasio yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kondisi
efisiensi bank tersebut (efisiensi biaya) termasuk juga kemampuan
dalam pengelolaannya. Rasio biaya operasional ini membandingkan
antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. (Dendawijaya,
2003:119).

 Rasio Perputaran Aktiva (Asset Turn Over)


Rasio perputaran aktiva merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur penggunaan semua aktiva perusahaan dalam jumlah
penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva.

4. Rasio Pertumbuhan (Growth)


Growth adalah ukuran yang paling tradisional yang menunjukkan
pertumbuhan organisasi (Maditinos et al. 2011). Rasio ini mengukur
perubahan pendapatan perusahaan, yaitu seberapa baik perusahaan
mempertahankan posisi ekonominya. Peningkatan pendapatan

105
Manajemen Aset Intelektual

perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan dapat mengelola


intellectual capital-nya dengan baik.

3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian
kausal dan komparatif dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan
untuk menganalisis dan membandingkan intellectual capital dan Value
Creation pada sektor perbankan di Indonesia.Penelitian dilakukan di
Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia di Jakarta, juga melalui
media internet dengan situs www.bi.go.id dan www.bei.co.id. Periode
penelitian adalah tahun 2008 sampai dengan tahun 2012.

Tabel 1
Jumlah Sampel Berdasarkan Kriteria Penarikan Sampel
No Karakteristik Perusahaan Jumlah Bank
1 Bank Pembangunan Daerah 18
2 Bank Umum Pemerintah 4
3 Bank Campuran 14
4 Bank Asing 10
Total 46

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini


menggunakan regresi dummy dengan model sebagai berikut :
Y = a + b1VACA + b2VAHU + b3STAVA + D + e
Yt+1 = a + b1VACA + b2VAHU + b3STAVA + D + e

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Uji hipotesis 1 untuk masing-masing sektor bank, yaitu seberapa
besar pengaruh intellectual capital yang terdiri dari variabel
VACA,VAHU dan STVA terhadap value creation yaitu ROA,
BOPO,ATO dan GR berdasarkan struktur kepemilikan Bank dengan
sektor bank lain di Indonesia.

A. Bank Pemerintah
Tabel 1 . Model Summary
Dependent Variable R R2 Std. Error
ROA 0.709 0.503 1.58782
BOPO 0.724 0.524 28.195386
ATO 0.579 0.336 7.2538085
GR 0.590 0.348 2.03779

106
Manajemen Aset Intelektual

Tabel 2. Koefisien dan signifikansi


Model I (ROA) Model II (BOPO) Model III (ATO) Model IV (GR)
Model
B Sig. B Sig. B Sig. B Sig
Constant -0.632 0.539 82.710 0.000 13.298 0.003 1.872 0.127
VACA -0.389 0.332 16.716 0.020 0.579 0.746 -0.786 0.123
VAHU -0.118 0.000 -1.095 0.006 -0.272 0.008 -0.099 0.002
STVA 2.539 0.183 -51.126 0.096 -3.369 0.665 -0.390 0.859
DUMMY 0.506 0.565 -50.361 0.002 -10.49 0.11 2.203 0.54

Pada Tabel menunjukkan nilai R2 yang tertinggi adalah pada variabel


dependen BOPO yaitu 0,524. Hasil penelitian ini menunjukkan ternyata
dari ketiga indikator intellectual capital hanya variabel VAHU yang
memiliki kontribusi yang signifikan dari setiap rupiah yang
diinvestasikan dalam human capital terhadap value added organisasi.
Dilihat dari kepemilikan sahamnya, pada Bank Pemerintah hanya
human capital yang menjadi tujuan utama bank ini dalam
meningkatkan laba perusahaan karena dana yang dikeluarkan dalam
intellectual capital masih sangat dipertimbangkan. Namun hal ini tidak
membedakan antara sektor bank pemerintah dengan bank lainnya.

B. Bank Regional
Tabel 3 . Model Summary
Dependent Variable R R2 Std. Error
ROA 0.849 0.72 1.19115
BOPO 0.749 0.562 27.047983
ATO 0.728 0.531 6.097665
GR 0.941 0.886 0.85186

Tabel 4. Koefisien dan signifikansi


Model I (ROA) Model II (BOPO) Model III (ATO) Model IV (GR)
Model
B Sig. B Sig. B Sig. B Sig
Constant -3.561 0.000 49.226 0.011 2.920 0.485 -2.211 0.000
VACA -0.012 0.969 25.768 0.000 2.987 0.055 0.026 0.903
VAHU -0.094 0.000 -0.325 0.387 -0.071 0.404 -0.027 0.036
STVA 4.871 0.001 -48.832 0.097 -0.744 0.909 1.271 0.170
DUMMY 2.495 0.000 37.752 0.000 11.325 0.000 4.438 0.000

107
Manajemen Aset Intelektual

Pada Tabel menunjukkan nilai R 2 yang tertinggi adalah pada Growth


yaitu 0.886 artinya bahwa kemampuan VAHU,VACA, STVA dapat
menjelaskan variasi dari GROWTH yaitu 88.6% sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel independen lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini. Hasil penelitian ini signifikansi menunjukkan ternyata
dari ketiga indikator intellectual capital hanya variabel VAHU dan
STVA terhadap ROA, VACA terhadap BOPO, VAHU terhadap GR
yang memiliki kontribusi dari setiap rupiah yang diinvestasikan
terhadap value added organisasi. Namun hal ini terlihat yaitu variabel
independen terhadap dependen membedakan antara sektor bank regional
dengan bank lainnya.

C. Bank Campuran
Tabel 5. Model Summary
Dependent Variable R R2 Std. Error
ROA 0.938 0.881 0.77785
BOPO 0.831 0.691 22.715066
ATO 0.656 0.431 6.7157517
GR 0.685 0.469 1.83876

Tabel 6. Koefisen Model dan Signifikansi


Model I (ROA) Model II (BOPO) Model III (ATO) Model IV (GR)
Model
B Sig. B Sig. B Sig. B Sig
Constant 0.879 0.097 113.337 0.000 19.031 0.000 3.367 0.005
VACA -0.664 0.001 14.399 0.013 0.232 0.889 -0.916 0.049
VAHU -0.011 0.462 0.697 0.073 0.066 0.560 -0.011 0.737
STVA 0.577 0.532 -103.64 0.000 -13.56 0.065 -2.881 0.152
DUMMY -4.493 0.000 -61.845 0.000 -11.4 0.000 -2.999 0.001

Pada Tabel menunjukkan nilai R 2 tertingi adalah untuk ROA adalah


0,881 artinya bahwa kemampuan VAHU,VACA, STVA dapat
menjelaskan variasi dari ROA yaitu 88,1% sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel independen lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini. Hasil penelitian ini secara signifikansi menunjukkan
ternyata dari ketiga indikator intellectual capital hanya variabel VACA
terhadap ROA, BOPO dan GROWTH, yang memiliki kontribusi dari
setiap rupiah yang diinvestasikan dalam human capital terhadap value
added organisasi. Dilihat dari kepemilikan sahamnya, pada Bank

108
Manajemen Aset Intelektual

Campuran hanya human capital yang menjadi tujuan utama bank ini
dalam meningkatkan laba perusahaan karena dana yang dikeluarkan
dalam intellectual capital masih sangat dipertimbangkan. Selain itu,
intellectual capital yang telah dikeluarkan oleh perusahaan secara
langsung mempengaruhi upaya perusahaan mendapatkan kinerja yang
lebih baik. Namun hal ini membedakan antara sektor bank campuran
dengan bank lainnya.

D. BANK ASING
Tabel 7. Model Summary
Dependent Variable R R2 Std. Error
ROA 0.710 0.504 1.58487
BOPO 0.717 0.514 28.470845
ATO 0.473 0.224 7.8411407
GR 0.616 0.397 1.98794

Tabel 8. Koefisen Model dan Signifikansi


Model I (ROA) Model II (BOPO) Model III (ATO) Model IV (GR)
Model
B Sig. B Sig. B Sig. B Sig
Constant -0.883 0.408 100.267 0.000 14.502 0.004 1.261 0.303
VACA -0.280 0.532 7.681 0.340 0.88 0.690 0.046 0.935
VAHU -0.125 0.000 -0.552 0.152 -0.198 0.065 -0.096 0.002
STVA 3.204 0.103 -100.637 0.002 -8.682 0.315 0.248 0.910
DUMMY -0.499 0.493 40.062 0.003 1.286 0.717 -2.218 0.018

Pada Tabel menunjukkan nilai R2 tertinggi adalah untuk variabel


dependen BOPO adalah 0,514 artinya bahwa kemampuan
VACA,VAHU,STVA dapat menjelaskan variasi dari BOPO yaitu
51,4% sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel independen lain yang
tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil signifikansi penelitian
menunjukkan ternyata dari ketiga indikator intellectual capital hanya
variabel VAHU terhadap ROA, STVA terhadap BOPO, VAHU
terhadap GROWTH yang memiliki kontribusi dari setiap rupiah yang
diinvestasikan dalam human capital terhadap value added organisasi.
Dilihat dari kepemilikan sahamnya, intellectual capital Bank Asing
yang telah dikeluarkan oleh perusahaan belum secara langsung
mempengaruhi upaya perusahaan mendapatkan kinerja yang lebih baik.

109
Manajemen Aset Intelektual

Namun hal ini tidak tampak membedakan VACA, VAHU, STVA


antara sektor bank Asing dengan bank lainnya.

5.1. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan variabel VAHU,VACA dan STVA
berpengaruh terhadap terhadap ROA, ATO, BOPO dan GR pada setiap
sektor bank di Indonesia. Pengaruh intellectual capital tersebut terhadap
ROA,ATO,BOPO dan GR berbeda untuk masing-masing struktur
kepemilikan bank di Indonesia baik pada Bank Pemerintah,Bank
Regional, Bank Asing maupun Bank Campuran.

5.2. SARAN
 Bagi perusahaan perbankan sebaiknya lebih fokus untuk
meningkatkan nilai intelektual capital dengan lebih meningkatkan
pada biaya tenaga kerja khususnya untuk dana pelatihan karyawan
sehingga biaya operasional bisa lebih efektif dan tentu akan
meningkatkan laba perusahaan dan juga pertumbuhan laba (GR) dan
tentu saja hal itu akan meningkatkan Asets Turn Over juga sehingga
perputaran aset yang tidak berwujud yaitu Intellectual Capital
semakin baik.
 Bagi penelitian selanjutnya, dapat melakukan penelitian Intellectual
Capital dengan mengkombinasikan data primer dan data sekunder
untuk menunjukkan perkembangan dan pertumbuhan intellectual
capital pada industri tersebut.

110
Manajemen Aset Intelektual

DAFTAR PUSTAKA

Amilia, Luciana Spica, Nanang Shonhadji, Angraeni. 2008. Pengujian


Model Prediksi Kinerja Keuangan Pada Bank Pembangunan
Daerah Periode 1995-2005. BULETIN EKONOMI Vol.6 N0.2.
Astuti, Partiwi Dwi dan Arifin Sabeni. 2005. Hubungan Intellectual
Capital dan Business Performance. Jurnal MAKSI. Vol 5, 34-58.
Chen, M.C., S.J. Cheng, Y. Hwang. 2005. An empirical investigation of
the relationship between intellectual capital and firm market value
and financial performance. Journal of Intellectual Capital. Vol.
6 NO. 2 pp. 159-176
Firer, S dan S.M Williams. 2003. Intellectual Capital and Traditional
Measures of Corporate Performance. Journal of Intellectual
Capital. Vol 4, No. 3, 348-360.
Kuryanto, Benny dan Muchamad Syafruddin. 2008. Pengaruh Modal
Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional
Akuntansi 11 (SNA 11). Universitas Tanjung Pura
Pontianak.
Purnomosidhi, Bambang. 2006. Praktik Pengungkapan Modal
Intelektual pada Perusahaan Publik di BEJ. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia. Vol 9, No. 1,1-20.
Sawarjuwono, T dan A.P. Kadir. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan,
Pengukuran dan Pelaporan. Jurnal Akuntansi & Keuangan.
Vol. 5, No. 1, Mei 2003: 35 – 57.
Sudiyatno, Bambang dan Suroso, Jati. 2010. Analisis Pengaruh Dana
Pihak Ketiga, BOPO, CAR, dan LDR Terhadap Kinerja
Keuangan Pada Sektor Perbankan yang Go Public Di Bursa Efek
Indonesia (Periode 2005-2008). Dinamika Keuangan dan
Perbankan Vol. 2, No.2: 125-137.
Suhardjanto, Djoko dan Wardhani, Mari. 2010. Pratik Intellectual
Capital Disclosure Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia.. JAAI Vol 14 No. 1: 7 1 – 85
Solikhah, Badingatus, Abdul Rohman, dan Wahyu Meiranto. 2010.
Implikasi Intellctual Capital terhadap Financial Performance,
Growth and Market Value; studi empiris dengan pendekatan
simplistic. Simposium Nasional Akuntansi 13 (SNA 13).
Universitas Jendral Soedirman Purwokerto.

111
Manajemen Aset Intelektual

Ulum, Ihyaul, Imam Ghozali, dan Anis Chariri. 2008. Intellectual


Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan; Suatu Analisis
Dengan Pendekatan Partial Least Square (PLS). Simposium
Nasional Akuntansi 11 (SNA 11). Universitas Tanjung Pura
Pontianak.
Ulum, Ihyaul. 2009. Intellectual Capital: Konsep dan Kajian
Empiris. Graha Ilmu, Yogyakarta

112

Anda mungkin juga menyukai